Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah dn tugas pembantuan di bidang Ketahana Pangan dan
Pertanian. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian
menyelenggarakan fungsi:
RENCANA STRATEGIS
Strategi adalah langkah berisikan program-program sebagai prioritas pembangunan daerah/
perangkat daerah untuk mencapai sasaran. arah kebijakan adalah rumusan kerangka pikir atau
kerangka kerja untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan dan mengantisipasi isu strategis
daerah/ perangkat daerah yang dilaksanakan secara bertahap sebagai penjabaran strategi.
Strategi dan arah kebijakan Dinas Pertanian Kabupaten Belitung Dirumuskan sebagai berikut:
PROGRAM PENGEMBANGAN
TANAMAN PERKEBUNAN
Indikator kinerja dari program ini adalah produksi tanaman perkebunan sebanyak 9.3 ton ( lada karet
dan kopi )
PROGRAM PENGEMBANGAN
TANAMAN PANGAN DAN
HORTIKULTURA
Indikator kinerja kerja dari program ini yaitu produksi tanaman pangan strategis (2.723 ton gabah
kering giling padi), produksi tanaman pangan lokal (1.748 ton), produksi tanaman hortikultura (1.322
ton), peningkatan mutu produk olahan tanaman pangan dan hortikultura (10 jumlah produk).
PROGRAM PENINGKATAN
KETERSEDIAAN DAN DISTRIBUSI
PANGAN
Indikator kinerja dari program ini yaitu: persentase (56.64%) ketersediaan cadangan pangan, skor
pola pangan harapan ketersediaan (95%).
PROGRAM PENGEMBANGAN
PRASARANA, SARANA DAN
PENYULUHAN PERTANIAN
Indikator dari program ini yaitu kelancaran peredaran dan penggunaan pupuk dan pestisida sesuai
ketentuan, peningkatan luas areal tanam padi (485ha), ketersediaan database mendukung
pengembangan prasarana dan sarana pertanian, jumlah kelembagaan petani, peningkatan kelas
kelembagaan kelompok tani “madya” (3), usaha pelayanan jasa asisten UPJA “profesional”
PROGRAM PENGEMBANGAN
PETERNAKAN DAN KESEHATAN
HEWAN
Indikator kinerja dari program ini yaitu jumlah populasi ternak besar sapi (1.827 ekor), jumlah
populasi ternak ayam (3.425.298 ekor), jumlah kelompok yang menerapkan peningkatan mutu daya
saing dan nilai tambah hasil peternakan.
Bagi Indonesia, pangan sering diidentikkan dengan beras karena jenis pangan
ini merupakan makanan pokok utama. Pengalaman telah membuktikan kepada
kita bahwa gangguan pada ketahanan pangan seperti meroketnya kenaikan
harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997/1998, yang berkembang menjadi
krisis multidimensi, telah memicu kerawanan sosial yang membahayakan
stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Nilai strategis beras juga disebabkan karena beras adalah makanan pokok
paling penting. Industri perberasan memiliki pengaruh yang besar dalam bidang
ekonomi (dalam hal penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan dan dinamika
ekonomi perdesaan, sebagai wage good), lingkungan (menjaga tata guna air dan
kebersihan udara) dan sosial politik (sebagai perekat bangsa, mewujudkan
ketertiban dan keamanan). Beras juga merupakan sumber utama pemenuhan
gizi yang meliputi kalori, protein, lemak dan vitamin.
Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika ketahanan pangan
terganggu. Kondisi kritis ini bahkan dapat membahayakan stabilisasi nasional
yang dapat meruntuhkan Pemerintah yang sedang berkuasa. Pengalaman telah
membuktikan kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan seperti kenaikan
harga beras pada waktu krisis moneter, dapat memicu kerawanan sosial yang
membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas nasional. Untuk itulah, tidak
salah apabila Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan
pangan bagi masyarakat, baik dari produksi dalam negeri maupun dengan
tambahan impor. Pemenuhan kebutuhan pangan dan menjaga ketahanan
pangan menjadi semakin penting bagi Indonesia karena jumlah penduduknya
sangat besar dengan cakupan geografis yang luas dan tersebar. Indonesia
memerlukan pangan dalam jumlah mencukupi dan tersebar, yang memenuhi
kriteria konsumsi maupun logistik; yang mudah diakses oleh setiap orang; dan
diyakini bahwa esok masih ada pangan buat rakyat.
Ketahanan pangan kita tidak lepas dari sifat produksi komoditi pangan itu sendiri
yang musiman dan berfluktuasi karena sangat mudah dipengaruhi oleh
iklim/cuaca. Perilaku produksi yang sangat dipengaruhi iklim tersebut sangat
mempengaruhi ketersediaan pangan nasional. Kalau perilaku produksi yang
rentan terhadap perubahan iklim tersebut tidak dilengkapi dengan kebijakan
pangan yang tangguh maka akan sangat merugikan, baik untuk produsen
maupun konsumen, khususnya produsen berskala produksi kecil dan konsumen
berpendapatan rendah. Karakteristik komoditi pangan yang mudah rusak, lahan
produksi petani yang terbatas; sarana dan prasarana pendukung pertanian yang
kurang memadai dan lemahnya penanganan panen dan pasca panen
mendorong Pemerintah untuk melakukan intervensi dengan mewujudkan
kebijakan ketahanan pangan.
Dari sisi tataniaga, sudah menjadi rahasia umum akan panjangnya rantai
pasokan yang mengakibatkan perbedaan harga tingkat produsen dan konsumen
yang cukup besar dengan penguasaan perdagangan pangan pada kelompok
tertentu (monopoli, kartel dan oligopoli). Sedangkan dari sisi konsumsi, pangan
merupakan pengeluaran terbesar bagi rumah tangga (di atas 50% dari jumlah
pengeluaran). Yang disayangkan adalah fenomena substitusi pangan pokok dari
pangan lokal ke bahan pangan impor.
Kementerian Pertanian
Republik Indonesia
Gambaran umum
Susunan organisasi
Direktur Jenderal
Hewan
Pertanian
Kepala Badan
Alamat
Jakarta Selatan 12550
DKI Jakarta, Indonesia
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Departemen Pertanian didirikan pada tanggal 1 Januari 1905 berdasarkan Surat
Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 23 September 1904 No. 20
Staatsblaad 982 yang didasarkan pada Surat Keputusan Raja Belanda No. 28 tanggal
28 Juli 1904 (Staatsblaad No. 380). [2] Direktur Pertama Departemen Pertanian adalah
Dr. Melchior Treub.[2] Pada masa penjajahan Belanda urusan pertanian ditangani oleh
Departement van Landbouw (1905), Departement van Landbouw, Nijverheid en Handel
(1911) dan Departement van Ekonomische Zaken (1934). [3] Sedangkan pada masa
pendudukan jepang, Gunseikanbu Sangyobu yang berperan dalam menangani urusan
pertanian.[3]
Sejak tanggal 19 Agustus 1945, urusan pertanian, perdagangan,
dan perindustrian berada di bawah Kementerian Kemakmuran yang merupakan kabinet
pertama Republik Indonesia setelah kemerdekaan. [2] Menteri Kemakmuran yang
pertama adalah Ir. Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo.[2]
1. Sekretariat Jenderal
2. Inspektorat Jenderal
3. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian
4. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
5. Direktorat Jenderal Hortikultura
6. Direktorat Jenderal Perkebunan
7. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
9. Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian
10.Badan Karantina Pertanian
Eselon Ib
Penghargaan[sunting | sunting sumber]
Ketahanan pangan
41 bahasa
Halaman
Pembicaraan
Baca
Lihat sumber
Lihat riwayat
Sejarah
Ketahanan pangan adalah sebuah kondisi yang terkait dengan ketersediaan bahan
pangan secara berkelanjutan. Kekhawatiran terhadap ketahanan pangan telah ada
dalam sejarah. Sejak 10 ribu tahun yang lalu lumbung telah digunakan di Tiongkok
dengan kekuasaan penggunaan secara terpusat di peradaban di Tiongkok
Kuno dan Mesir Kuno. Mereka melepaskan suplai pangan di saat terjadinya kelaparan.
Namun ketahanan pangan hanya dipahami pada tingkat nasional, dengan definisi
bahwa negara akan aman secara pangan jika produksi pangan meningkat untuk
memenuhi jumlah permintaan dan kestabilan harga. Definisi baru mengenai ketahanan
pangan dibuka pada tahun 1966 di World Food Summit yang menekankan ketahanan
pangan dalam konteks perorangan, bukan negara. [5][6]
Degradasi lahan
Lihat pula: Desertifikasi
Kanal irigasi telah menjadikan kawasan padang pasir yang kering di Mesir menjadi lahan pertanian
Berbagai negara di dunia telah melakukan importasi gandum yang disebabkan oleh
terjadinya defisit air,[23] dan kemungkinan akan terjadi pada negara besar seperti China
dan India.[24] Tinggi muka air tanah terus menurun di beberapa negara dikarenakan
pemompaan yang berlebihan. China dan India telah mengalaminya, dan negara
tetangga mereka (Pakistan, Afghanistan, dan Iran) telah terpengaruh hal tersebut. Hal
ini akan memicu kelangkaan air dan menurunkan produksi tanaman pangan.[25] Ketika
produksi tanaman pangan menurun, harga akan meningkat karena populasi terus
bertambah. Pakistan saat ini masih mampu memenuhi kebutuhan pangan di dalam
negerinya, namun dengan peningkatan populasi 4 juta jiwa per tahun, Pakistan
kemungkinan akan melirik pasar dunia dalam memenuhi kebutuhan pangannya, sama
seperti negara lainnya yang telah mengalami defisit air seperti Afghanistan, Ajlazair,
Mesir, Iran, Meksiko, dan Pakistan.[26][27]
Secara regional, kelangkaan air di Afrika adalah yang terbesar dibandingkan negara
lainnya di dunia. Dari 800 juta jiwa, 300 juta penduduk Afrika telah hidup di lingkungan
dengan stres air.[28] Karena sebagian besar penduduk Afrika masih bergantung dengan
gaya hidup berbasis pertanian dan 80-90% penduduk desa memproduksi pangan
mereka sendiri, kelangkaan air adalah sama dengan hilangnya ketahanan pangan. [29]
Investasi jutaan dolar yang dimulai pada tahun 1990an oleh Bank Dunia telah
mereklamasi padang pasir dan mengubah lembah Ica yang kering di Peru menjadi
pensuplai asparagus dunia. Namun tinggi muka air tanah terus menurun karena
digunakan sebagai irigasi secara terus menerus. Sebuah laporan pada tahun 2010
menyimpulkan bahwa industri ini tidak bersifat lestari. [30] Mengubah arah aliran air sungai
Ica ke lahan asparagus juga telah menyebabkan kelangkaan air bagi masyarakat
pribumi yang hidup sebagai penggembala hewan ternak. [31]
Perebutan lahan
Kepemilikan lahan lintas batas negara semakin meningkat. Perusahaan Korea
Utara Daewoo Logistics telah mengamankan satu bidang lahan yang luas
di Madagascar untuk mebudidayakan jagung dan tanaman pertanian lainnya untuk
produksi biofuel. Libya telah mengamankan 250 ribu hektare lahan di Ukraina dan
sebagai gantinya Ukraina mendapatkan akses ke sumber gas alam di Libya. China
telah memulai eksplorasi lahan di sejumlah tempat di Asia Tenggara. Negara di
semenanjung Arab telah mencari lahan di Sudan, Ethiopia, Ukraina, Kazakhstan,
Pakistan, Kamboja, dan Thailand. Qatar berencana menyewa lahan di sepanjang
panyai di Kenya untuk menumbuhkan sayuran dan buah, dan sebagai gantinya akan
membangun pelabuhan besar dekat Lamu, pulau di samudra Hindia yang menjadi
tujuan wisata.[32][33][34]
Perubahan iklim
Fenomena cuaca yang ekstrem seperti kekeringan dan banjir diperkirakan akan
meningkat karena perubahan iklim terjadi. [35] Kejadian ini akan memiliki dampak di sektor
pertanian. Diperkirakan pada tahun 2040, hampir seluruh kawasan sungai Nil akan
menjadi padang pasir di mana aktivitas budi daya tidak dimungkinkan karena
keterbatasan air.[36] Dampak dari cuaca ekstrem mencakup perubahan produktivitas,
gaya hidup, pendapatan ekonomi, infrastruktur, dan pasar. Ketahanan pangan pada
masa depan akan terkait dengan kemampuan adaptasi budi daya bercocok tanam
masyarakat terhadap perubahan iklim. Di Honduras, perempuan Garifuna membantuk
meningkatkan ketahanan pangan lokal dengan menanam tanaman umbi tradisional
sambil membangun metode konservasi tanah, melakukan pelatihan pertanian
organik dan menciptakan pasar petani Garifuna. Enam belas kota telah bekerja sama
membangun bank benih dan peralatan pertanian. Upaya untuk membudidayakan
spesies pohon buah liar di sepanjang pantai membantu mencegah erosi tanah.[37]
Diperkirakan 2.4 miliar penduduk hidup di daerah tangkapan air hujan di sekitar
Himalaya.[38] Negara di sekitar Himalaya (India, Pakistan, China, Afghanistan,
Bangladesh, Myanmar, dan Nepal) dapat mengalami banjir dan kekeringan pada
dekade mendatang.[39] Bahkan di India, sungan Ganga menjadi sumber air minum dan
irigasi bagi 500 juta jiwa.[40][41] Sungai yang bersumber dari gletser juga akan terpengaruh.
[42]
Kenaikan permukaan laut diperkirakan akan meningkat seiring meningkatnya
temperatur bumi, sehingga akan mengurangi sejumlah lahan yang dapat digunakan
untuk pertanian.[43][44]
Semua dampak dari perubahan iklim ini berpotensi mengurangi hasil pertanian dan
peningkatan harga pangan akan terjadi. Diperkirakan setiap peningkatan 2.5% harga
pangan, jumlah manusia yang kelaparan akan meningkat 1%. [45] Berubahnya periode
dan musim tanam akan terjadi secara drastis dikarenakan perubahan temperatur dan
kelembaban tanah.[46]
Lihat pula