I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang, beras dan kedelai tetap menjadi
sumber utama gizi dan energi bagi lebih dari 90% penduduk dan merupakan komoditas
strategis berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional dan
menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian ke depan.
Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan beras dalam periode
2005-2025 diproyeksikan terus meningkat dengan laju peningkatan rata-rata 5,7% per
tahun. Kalau pada tahun 2005 kebutuhan beras setara 52,8 juta ton GKG, maka pada tahun
2025 diproyeksikan 65,9 juta ton GKG (Badan Litbang Pertanian, 2007a).
Pertumbuhan permintaan kedelai selama 15 tahun terakhir cukup tinggi, namun
tidak mampu diimbangi oleh produksi dalam negeri. Kebutuhan kedelai pada tahun 2008
tercatat telah mencapai 2,2 juta ton, sementara produksi dalam negeri hanya 35-40%
kebutuhan, sehingga kekurangannya dipenuhi dari impor dalam jumlah yang cukup besar.
Harga kedelai impor yang murah (terutama dari Amerika Serikat) dan tidak adanya tarif
impor menyebabkan tidak kondusifnya pengembangan kedelai di dalam negeri (Badan
Litbang Pertanian, 2007b).
Kabupaten Maros adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan dengan
luas wilayah 1.619,11 km2 terdiri atas 14 kecamatan dengan 80 desa dan 23 kelurahan.
Topografi wilayah sangat bervariasi mulai dari dataran rendah dan berbukit. Wilayah
dataran rendah berada pada sisi Barat dan Utara, sedangkan wilayah dataran tinggi terdapat
di bagian Timur. Wilayah dataran rendah ketinggiannya antara 0 -
300 m di atas
permukaan laut, sedangkan wilayah berbukit 301 - 800 m di atas permukaan laut.
produktivitas 5,95 t/ha. Sementara luas panen dan produski kedelai masing-masing
1.761 ha dan 2.368,55 ton dengan produktivitas 1,34 t/ha (BPS Kab. Maros, 2010).
Dari data tersebut, tingkat produktivitas kedua tanaman masih rendah bila
dibandingkan dengan potensi hasil masing-masing tanaman tersebut yaitu padi
dapat mencapai 9,3 t/ha dan kedelai 1,7-3,2 t/ha (Puslitbangtan, 2009 dan Balitkabi,
2007). Hasil demplot varietas padi varietas Inpari-3, Inpari-4, Inpari-6 dan Ciherang
pada pendampingan SL-PTT padi di Kabupaten Maros memperoleh hasil dengan
produktivitas masing-masing 8,0 t/ha; 7,0 t/ha; 7,5 t/ha dan 5,0 t/ha (Aidar, dkk.
2010)
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan swasembada beras dan kedelai,
peningkatan produktivitas padi dan kedelai di Kabupaten Maros adalah dengan melalaui
program intensifikasi dan peningkatan indeks pertanaman. Program intensifikasi padi dan
kedelai dapat dipacu dengan penerapan teknologi spesifik lokasi melalui Program Strategis
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan kedelai. Pendampingan
program strategis terbut diharapkan dapat mempercepat implementasi teknologi spesifik
lokasi kepada pengguna/petani yang pada akhirnya terjadi peningkatan produksi dan
pendapatan petani.
1.2. Tujuan
Mempercepat implementasi dan diseminasi inovasi teknologi pertanian mendukung
pembangunan pertanian nasional dan daerah melalui kegiatan program SL PTT di
Kabupaten Maros.
Mendapatkan inovasi teknologi produksi spesifik lokasi padi dan kedelai secara optimal
dan berkelanjutan.
Mendapatkan umpan balik dari petani dan pelaku usahatani lainnya sebagai bahan
perbaikan kebijakan pengembangan program SL-PTT padi dan kedelai
1.3. Perkiraan Keluaran
Percepatan implementasi dan diseminasi inovasi teknologi pertanian mendukung
pembangunan pertanian nasional dan daerah di Kabupaten Maros
Penerapan inovasi teknologi produksi padi dan kedelai secara optimal dan berkelanjutan.
Rekomendasi dan saran-saran kebijakan untuk mempercepat keberhasilan program SLPTT padi dan kedelai.
1.4. Hasil yang Diharapkan
Pendampingan teknologi pada SL-PTT Padi (126 unit) dan kedelai (120 unit)
diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi PTT dari Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan ke petani peserta kemudian berlangsung difusi secara
alamiah dari alumni SL-PTT kepada petani disekitarnya.
1.5. Perkiraan Manfaat Dan Dampak
Program pendampingan pada SL-PTT padi memberikan manfaat yaitu petani
memahami dan menerapkan Pengelolaan Tanaman Terpadu padi dan kedelai, meningkatkan
produktivitas dan menjaga keberlanjutan produksi padi sebagai penyangga keamanan
pangan nasional, serta mampu meningkatkan pendapatan usahatani rumah tangga petani.
Dampak yang diharapkan adalah stabilitas produksi komoditas utama padi dan kedelai
tetap terjamin dan peningkatan mutu
III. METODOLOGI
3.1. Ruang Lingkup
Kegiatan ini mencakup proses penentuan calon petani dan calon lokasi (CP/CL);
koordinasi dengan pemerintah daerah dan provinsi; penentuan dan sebaran 60%
pendampingan SLPTT padi dan kedelai; penentuan lokasi demplot; efektifitas demfarm
varietas padi dan kedelai yang terpilih berdasarkan preferensi petani pada
demplot uji
varietas pada kegiatan pendampingan tahun 2010; dukungan perbenihan per komoditas
(BLBU); efektifitas pelatihan teknis dan penyebarluasan inovasi melalui media cetak dan
elektronik; keragaan produktivitas komoditas padi dan kedelai. Selain itu juga dimasukkan
permasalahan dan tindak lanjut program pendampingan khususnya SL-PTT.
penempatan demplot varietas dan demfarm kegiatan diletakkan di bagian pinggir agar
mudah diakses oleh petani.
Tabel 1. Jumlah Unit SLPTT dan Pendampingan SLPTT di Kab. Maros
No.
Komoditas
Luas SLPTT
Lokasi SLPTT
(ha)
(unit)
Sasaran
Pendampingan 60%
(unit)
126
Demfarm
(unit)
1.
Padi inbrida
5.250
210
2.
Kedelai
2.000
200
120
Jumlah
7.250
410
246
media percontohan
Laboratorium Lapangan padi dan kedelai masing-masing 126 dan 120 unit, demplot varietas
padi dan kedelai masing-masing 8 dan 10 unit (luas masing-masing unit 0,25 dan 0,10 ha)
dan demfarm padi dan kedelai masing-masing 1 unit (luas masing-masing unit 3,5 dan 1,3
ha). Pada setiap unit SL-PTT padi terdapat 25 ha sawah yang di dalamnya terdapat 1 ha
Laboratorium Lapangan.
Data yang dikumpulkan antara lain keragaan produksi padi dan kedelai, partisipasi
petani/kelompok tani, tingkat pendapatan serta tingkat adopsi petani terhadap inovasi
teknologi.
Pendampingan dilaksanakan bersama dengan pemerintah daerah di lokasi program
SLPTT di Kab. Maros. Pendampingan meliputi implementasi varietas dan teknologi di lokasi
SLPTT melalui kegiatan demfarm, demplot, sebagai narasumber, perbanyakan dan distribusi
materi diseminasi (leaflet, brosur, poster dll.) dan pelaksanaan pelatihan di tingkat petani.
Inovasi teknologi yang diinplementasikan pada Laboratorium Lapangan PTT padi dan
kedelai adalah pengembangan model PTT dengan komponen sebagai berikut:
a. PTT Padi
Komponen Teknologi Dasar
o
Varietas unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan
petani setempat
Sistem tanam jajar legowo 2:1 , 4:1 dan lainnya dengan populasi minimum 250.000
rumpun/ha.
b. PTT Kedelai
Komponen Teknologi Dasar
o
Penyiapan lahan: pengolahan tanah tidak diperlukan jika di tanam di lahan sawah bekas
pertanaman padi.
Pemupukan sesuai kebutuhan dengan menggunakan alat Perangkat Uji Tanah Kering
(PUTK). Penggunaan pupuk hayati Rhizobium.
Ameliorasi lahan jika lahan dalam keadaan masam dengan menggunakan pupuk
kandang 1 t/ha dan Dolomit 0,3 t/ha.
sehingga tidak bisa ditempatkan demplot varietas. Demikian pula demplot varietas kedelai
belum terlaksana karena benih kedelai belum siap, kecuali demfarm seluas 1,3 ha yang
ditanam adalah varietas Kaba.
Kecamatan
Lokasi SLPTT
(Desa/Kelurahan)
Sasaran Pendampingan
30% (Desa/Kelurahan)
Maros Baru
Turikale
Marusu
Tellumpoccoe,Pabbentengan,
Nisombalia, Abbulosibatang,
Temmappadduae
Bontowa
Bontolempangan, Salenrang,
Bontobahari, Bontoa,
Turikamaseang, Tupabiring,
Minasaupa, Ampekale
Lau
Bantimurung
Tukamasea, Kalabbirang,
Mattoanging, Minasa Baji,
Leang Leang, Mangeloreng
Simbang
Mandai
Moncongloe
10
Tanralili
Damai, Allaere,Kurusumange,
Lekopancing
11
Tompobbulu
Tompobbulu, Pacak,
Toddolimae
12
Camba
13
Cenrana
Limanpoccoe, Rompegading,
Laiya, Labuaja
14
Mallawa
Tabel 3. Lokasi dan Jumlah Unit Pendampingan Demfarm dan Demplot Varietas
di Kabupaten Maros
No.
Kecamatan
Padi Inbrida
Kedelai
Demfarm
(3,5 ha)
-
Demplot
(0,25 ha/unit)
4
Demfarm
(1,3 ha)
-
1.
Marusu
2.
Bantimurung
3.
Tompobbulu
4.
Camba
5.
Simbang
6.
Moncongloe
Jumlah
24
Keterangan: Jumlah unit demplot disesuaikan dengan ketersediaan benih varietas unggul
baru
4.2. Hasil Koordinasi di Tingkat Internal Pemda
Koordinasi internal di tingkat pemda provinsi dan kabupaten dilakukan sebelum dan
saat berlangsung SLPTT. Koordinasi di tingkat provinsi dilakukan untuk mengetahui jumlah
unit dan luas SLPTT pada masing-masing kabupaten, menyamakan persepsi pelaksanaan
SLPTT, menjalin sinergi antar instansi yang terkait serta pembagian tugas dan tanggung
jawab semua
No.
Kecamatan
Nilai
Faktor Kendala
Saran penunjang
Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
waktu tanam
1.
Bantimurung
2.
Camba
Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
waktu tanam
3.
Simbang
Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
waktu tanam
4.
Moncongloe
Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
waktu tanam
5.
Marusu
Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
waktu tanam
Kekurangan air
karena kemarau
6.
Tompobulu
Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
Kekurangan air
karena kemarau
Tabel 5. Keragaan Pelaksanaan Beberapa Demfarm dan Demplot Inovasi Komoditas Padi
No.
1.
2.
Nama Lokasi
Demplot
Bantimurung:1.
Mattoanging
Marusu:
Temmappadduae
Luas
demplot
(ha)
Jumlah
pengunjung
3,5
67 orang
1,0
1,0
25 orang
Camba :
Pattirodeceng,
Cenrana
2,0
75 orang
4.
Simbang:
1,0
39
5.
Moncongloe :
1,0
18
Dosis pemupukan pada setiap lokasi SLPTT khususnya LL bervariasi. Namun pada
umumnya menggunakan dosis 100 kg urea, 100 kg ZA dan 300 kg NPK Ponska. Dosis pupuk
yang digunakan pada demfarm adalah 250 kg/ha NPK Ponska yang diberikan pada saat
tanaman berumur 14 hari setelah tanam (HST), 100 kg/ha Urea I pada saat tanaman
berumur 25-30 HST, dan 60 kg/ha Urea II pada saat tanaman berumur 46 HST. Penentuan
dosis pupuk tersebut disesuaikan dengan hasil uji PUTS dan pemeriksaan BWD. Berdasarkan
hasil uji PUTS tanah lokasi demfarm, status hara P tinggi dan K sedang.
Dampak pelaksanaan demplot PTT dan varietas unggul baru padi inhibrida
memperlihatkan hasil yang baik yang ditandai dengan banyaknya petani/pengguna teknologi
yang melihat langsung demplot varietas (Tabel 5). Jumlah petani yang berkunjung pada
demplot varietas berkisar dari 18 orang sampai 75 orang tergantung pada lokasi demplot. Di
Kecamatan Bantimurung petani yang berkunjung pada umumnya berminat dan akan
melaksanakan hasil demplot. Selain petani, demplot di Kecamatan Camba mendapat
kunjungan 35 orang PPL dari 3 Provinsi (Papua, Papua Barat dan Sulsel), respon peserta
kunjungan tinggi utamanya terhadap inovasi teknologi jajar legowo dan varietas unggul
baru pada demplot uji varietas.
Moncongloe petani juga berminat menanam varietas yang diuji cobakan. Namun petani
masih tetap juga mempertahankan varietas yang sudah lama mereka tanam yaitu Ciherang
dan Cisantana dengan alasan kedua varietas ini mempunyai rendeman cukup tinggi. Hal ini
menandakan bahwa petani lebih tertarik menanam varietas terbaru (inpari) dibanding
varietas yang sudah eksisting disebabkan banyak keunggulan yang dimiliki varietas terbaru.
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan demplot adalah benih varietas inpari
terbatas, dan adanya serangan OPT tertentu. Jenis OPT yang dominan adalah penggerek
batang padi putih Scirphopha innotata dan penyakit hawar daun bakteri Xanthomonas
1.
Nama Lokasi
Demplot
Luas
demplot
(ha)
Jumlah
pengunjung
1,3
32
Bantimurung:
Toddolimae
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa teknologi kedelai yang diterapkan masih
difokuskan pada introduksi varietas yaitu Kaba. Selain itu juga dilakukan introduksi inovasi
teknologi seperti pengaturan populasi tanaman dengan menanam menggunakan jarak
tanam 15 x 40 cm, pembuatan saluran drainase, dan pengendalian OPT secara terpadu.
Sedangkan pupuk diberikan adalah 50 kg urea, 50 kg SP-36 dan 100 kg KCl/ha.
Penentuan dosis pupuk tersebut disesuaikan dengan hasil uji PUTS. Di Kecamatan
Tompobulu petani yang berkunjung sebanyak 32 orang dan pada umumnya berminat dan
akan melaksanakan inovasi teknologi yang diintroduksikan.
Nama Lokasi
Uji VUB
Agroekosistem
1.
Bantimurung
Sawah
irigasi
2.
Camba
Sawah
irigasi
semi
teknis
3.
Simbang
Tadah
hujan
4.
Moncongloe
Sawah
irigasi
5.
Marusu
Tadah
hujan
7
8
9
10
13
7
8
9
10
13
7
8
10
13
7
8
10
13
7
8
9
10
13
9,66
7,16
6,99
6,95
10,16
8,33
6,00
8,33
6,99
9,33
Belum
panen
Varietas
Tingkat
Pembanding adaptabilitas
(Eksisting)
(tinggi,
sedang,
rendah)
Ciliwung,
sedangCiherang
tinggi
Ciherang
sedangtinggi
Ciherang,
Ciliwung
Inpari 8
terserang
HDB
Belum
panen
Ciherang,
Cisantana
Inpari 8
terserang
HDB
Kekeringan
pada saat
pengisian
bulir
Ciherang
Hasil demplot uji varietas yang dilaksanakan di Kecamatan Bantimurung dan Camba
menunjukkan bahwa varietas Inpari 7 dan Inpari 13 menunjukkan adaptabilitas yang tinggi,
kedua varietas itu menghasilkan produktivitas masing-masing 8,33-9,66 t/ha dan 9,33-10,16
t/ha. Sedangkan varietas Inpari 8 terserang penggerek batang dengan produktivitas 6,007,16 t/ha. Hasil demfarm kedelai yang dilaksanakan di Kecamatan Tompobulu dengan
menanam varietas Kaba memperlihatkan produktivitas 1,36 t/ha. Sedangka produktivitas
kedelai pada LL, SL dan no SL yang menanam varietas Grobogan dan benih asalan
memperlihatkan produktivitas masing-masing 0,37; 0,25 dan 0,65 t/ha. Walaupun
produktivitas varietas unggul kedelai kedelai yang ditanam pada demfam belum optimal,
tetepi produktivitas kedelai tersebut terindikasi mampu beradaptasi dengan baik, tingginya
produktivitas dibanding produktivitas kedelai yang ada di petani.
Tabel 8. Hasil Evaluasi Produktivitas Padi Inhibrida Musim Tanam Gadu
T.A. 2011 di Kabupaten Maros
No.
1.
Kecamatan
Varietas
Bantimurung
SL
Non-SL
Ciherang
6,16
5,86
5,25
Ciliwung
4,95
2.
Camba
Ciherang
5,28
5,01
4,11
3.
Simbang
Ciherang
Ciliwung
Ciherang
Cisantana
Ciherang
5,72
5,44
4,77
4.
5.
Moncongloe
Marusu
Rata-rata
Kecamatan
Tompobulu
Rataan
Varietas
LL
SL
Non-SL
1,36
Grobogan
0,37
0,25
Asalan
0,65
1,36
0,37
0,25
0,65
Kaba
Keterangan:
*)
Tanaman kekeringan pada saat pengisian polong
**) - SL-PTT kedelai terlambat tanam karena benih terlambat terealisasi,
Sehingga kekeringan
- Pertanaman terserang virus SMV (tanaman kerdil)
seperti di kecamatan
Labakkang 48,61% kelompok tani tidak menanam disebabkan keterlambatan benih dan
tidak mendapat jatah pengairan; dan mutu benih yang rendah. Dengan demikian, masih
perlu koordinasi yang lebih intensif oleh pemda dengan pemasok benih BLBU (PT. Pertani
dan PT. SHS).
Topik/Materi Pelatihan
Sasaran Peserta
Pelatihan
Asal
Institusi
A. Kabupaten
B. Kecamatan
(4 Kecamatan)
- Pengelolaan perbenihan
- Pengelolaan tanaman
terpadu
- Pengendalian OPT padi dan
palawija
- Pengelolaan air
-Pengelolaan tanaman
terpadu padi
- Pengendalian OPT
-Pengedalian tikus
menggunakan SRP
-Penggunaan BWD
-Pengenalan Alat AWD
Jumlah
Peserta
(org)
Jumlah peserta
pelatihan yang
menjadi
narasumber di
wilayah kerjanya
Penyuluh
45
5 orang
Pelaksana
SLTT
(Kelompok
Tani)
125
7 orang
PPL, POPT
Judul materi
Jumlah
eksemplar
Jumlah
inovasi yang
dimuat
Target Penerima
Media Informasi
55
1 paket
Petani/PPL
PTT Padi
25
1 paket
Petani/PPL
PTT Kedelai
15
1 paket
PPL
PTT jagung
15
1 paket
PPL
PHT Tikus
1 paket
PPL
35
1 paket
PPL
1 paket
PPL
1 paket
PPL
V. KESIMPULAN
Peningkatan produktivitas padi, dan kedelai di Kabupaten Maros dapat dilakukan
dengan pendekatan SL-PTT. Salah satu kegiatan pendampingan program SLPTT yang dapat
mempercepat peningkatan produktivitas adalah introduksi/penanama varietas unggul baru
padi menggantikan varietas lama yang umum di tanam petani seperti varietas inpari 3,
inpari 4, inpari 7 dan inpari 13. Hal yang sama juga vareitas kedelai Kaba. Meskipun masih
ditemui beberapa permasalahan dan kendala terutama musim kemarau yang panjang dan
serangan OPT (penggerek batang, penyakit hawar daun dan blas), namun dengan
pendekatan SL-PTT sudah terbukti dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
peningkatan produktivitas padi, dan kedelai serta peningkatan pendapatan petani.