Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN AKHIR

PENDAPINGAN PROGRAM STRATEGIS


KEMENTERIAN PERTANIAN (SL PTT PADI DAN KEDELAI)
DI KABUPATEN MAROS
Ramlan, dkk

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang, beras dan kedelai tetap menjadi
sumber utama gizi dan energi bagi lebih dari 90% penduduk dan merupakan komoditas
strategis berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional dan
menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian ke depan.
Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan beras dalam periode
2005-2025 diproyeksikan terus meningkat dengan laju peningkatan rata-rata 5,7% per
tahun. Kalau pada tahun 2005 kebutuhan beras setara 52,8 juta ton GKG, maka pada tahun
2025 diproyeksikan 65,9 juta ton GKG (Badan Litbang Pertanian, 2007a).
Pertumbuhan permintaan kedelai selama 15 tahun terakhir cukup tinggi, namun
tidak mampu diimbangi oleh produksi dalam negeri. Kebutuhan kedelai pada tahun 2008
tercatat telah mencapai 2,2 juta ton, sementara produksi dalam negeri hanya 35-40%
kebutuhan, sehingga kekurangannya dipenuhi dari impor dalam jumlah yang cukup besar.
Harga kedelai impor yang murah (terutama dari Amerika Serikat) dan tidak adanya tarif
impor menyebabkan tidak kondusifnya pengembangan kedelai di dalam negeri (Badan
Litbang Pertanian, 2007b).
Kabupaten Maros adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan dengan
luas wilayah 1.619,11 km2 terdiri atas 14 kecamatan dengan 80 desa dan 23 kelurahan.
Topografi wilayah sangat bervariasi mulai dari dataran rendah dan berbukit. Wilayah
dataran rendah berada pada sisi Barat dan Utara, sedangkan wilayah dataran tinggi terdapat
di bagian Timur. Wilayah dataran rendah ketinggiannya antara 0 -

300 m di atas

permukaan laut, sedangkan wilayah berbukit 301 - 800 m di atas permukaan laut.

Kabupaten Maros termasuk salah satu sentra produksi tanaman pangan di


Sulawesi Selatan selain kawasan Bosowasipilu, khususnya padi dan kedelai. Luas
panen dan produksi padi masing-masing 44.097 ha dan

262.641,73 ton dengan

produktivitas 5,95 t/ha. Sementara luas panen dan produski kedelai masing-masing
1.761 ha dan 2.368,55 ton dengan produktivitas 1,34 t/ha (BPS Kab. Maros, 2010).

Dari data tersebut, tingkat produktivitas kedua tanaman masih rendah bila
dibandingkan dengan potensi hasil masing-masing tanaman tersebut yaitu padi
dapat mencapai 9,3 t/ha dan kedelai 1,7-3,2 t/ha (Puslitbangtan, 2009 dan Balitkabi,
2007). Hasil demplot varietas padi varietas Inpari-3, Inpari-4, Inpari-6 dan Ciherang
pada pendampingan SL-PTT padi di Kabupaten Maros memperoleh hasil dengan
produktivitas masing-masing 8,0 t/ha; 7,0 t/ha; 7,5 t/ha dan 5,0 t/ha (Aidar, dkk.
2010)
Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan swasembada beras dan kedelai,
peningkatan produktivitas padi dan kedelai di Kabupaten Maros adalah dengan melalaui
program intensifikasi dan peningkatan indeks pertanaman. Program intensifikasi padi dan
kedelai dapat dipacu dengan penerapan teknologi spesifik lokasi melalui Program Strategis
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan kedelai. Pendampingan
program strategis terbut diharapkan dapat mempercepat implementasi teknologi spesifik
lokasi kepada pengguna/petani yang pada akhirnya terjadi peningkatan produksi dan
pendapatan petani.

1.2. Tujuan
Mempercepat implementasi dan diseminasi inovasi teknologi pertanian mendukung
pembangunan pertanian nasional dan daerah melalui kegiatan program SL PTT di
Kabupaten Maros.
Mendapatkan inovasi teknologi produksi spesifik lokasi padi dan kedelai secara optimal
dan berkelanjutan.
Mendapatkan umpan balik dari petani dan pelaku usahatani lainnya sebagai bahan
perbaikan kebijakan pengembangan program SL-PTT padi dan kedelai
1.3. Perkiraan Keluaran
Percepatan implementasi dan diseminasi inovasi teknologi pertanian mendukung
pembangunan pertanian nasional dan daerah di Kabupaten Maros
Penerapan inovasi teknologi produksi padi dan kedelai secara optimal dan berkelanjutan.
Rekomendasi dan saran-saran kebijakan untuk mempercepat keberhasilan program SLPTT padi dan kedelai.
1.4. Hasil yang Diharapkan
Pendampingan teknologi pada SL-PTT Padi (126 unit) dan kedelai (120 unit)
diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi PTT dari Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan ke petani peserta kemudian berlangsung difusi secara
alamiah dari alumni SL-PTT kepada petani disekitarnya.
1.5. Perkiraan Manfaat Dan Dampak
Program pendampingan pada SL-PTT padi memberikan manfaat yaitu petani
memahami dan menerapkan Pengelolaan Tanaman Terpadu padi dan kedelai, meningkatkan
produktivitas dan menjaga keberlanjutan produksi padi sebagai penyangga keamanan
pangan nasional, serta mampu meningkatkan pendapatan usahatani rumah tangga petani.
Dampak yang diharapkan adalah stabilitas produksi komoditas utama padi dan kedelai
tetap terjamin dan peningkatan mutu

hasil serta memberi arah kebijakan kepada

pemerintah daerah dalam pengembangan komoditas utama. Selanjutnya diharapkan dapat


memberi kontribusi yang besar dalam penerimaan pendapatan daerah dan penyediaan
lapangan kerja.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan tanaman terpadu merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil
padi dan efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumberdaya alam
secara bijak. Melalui usaha ini diharapkan (a) kebutuhan beras nasional dapat dipenuhi, (b)
pendapatan petani padi dapat ditingkatkan, dan (3) usaha pertanian padi dapat
terlanjutkan.
Penerapan PTT didasarkan pada empat prinsip: (a) PTT bukan merupakan teknologi
maupun paket teknologi, tetapi merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman,
lahan dan air dapat dikelola sebaik-baiknya, (b) PTT memanfaatkan teknologi pertanian
yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan unsur keterkaitan
sinergis antar teknologi, (c) PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan
fisik maupun sosial-ekonomi petani, dan (d) PTT bersifat partisipatif yang berarti petani
turut serta menguji dan memilih teknologi yang sesuai dengan keadaan setempat dan
kemampuan petani melalui proses pembelajaran (Badan Litbang Pertanian, 2007b).

III. METODOLOGI
3.1. Ruang Lingkup
Kegiatan ini mencakup proses penentuan calon petani dan calon lokasi (CP/CL);
koordinasi dengan pemerintah daerah dan provinsi; penentuan dan sebaran 60%
pendampingan SLPTT padi dan kedelai; penentuan lokasi demplot; efektifitas demfarm
varietas padi dan kedelai yang terpilih berdasarkan preferensi petani pada

demplot uji

varietas pada kegiatan pendampingan tahun 2010; dukungan perbenihan per komoditas
(BLBU); efektifitas pelatihan teknis dan penyebarluasan inovasi melalui media cetak dan
elektronik; keragaan produktivitas komoditas padi dan kedelai. Selain itu juga dimasukkan
permasalahan dan tindak lanjut program pendampingan khususnya SL-PTT.

3.2. Tahapan Pelaksanaan


Kegiatan pendampingan program strategis kementerian pertanian di Kabupaten
Maros meliputi SLPTT padi inbrida dan kedelai dimulai dari Januari sampai Desember 2011.
Kegiatannya dilakukan secara partisipatif melalui kunjungan, wawancara, narasumber,
koordinasi dan pertemuan, diskusi dan umpan balik serta penerapan teknologi spesifik lokasi
mendukung kegiatan strategis tersebut. Jumlah Unit SLPTT dan Pendampingan 60% SLPTT
di Kabupaten Maros ditampilkan pada Tabel 1.
Pelaksanaan setiap unit pendampingan akan dilakukan secara bertahap dan meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Penentuan CP/CL SLPTT
2. Penentuan lokasi pendampingan 60% (desa dan kelompok tani)
3. Implementasi teknologi di demfarm, demplot dan laboratorium lapangan
4. Perbanyakan dan distribusi materi diseminasi (cetak dan elektronik)
5. Pendampingan melalui kegiatan demfarm di lapang dan narasumber
6. Temu lapang
7. Pelaksanaan pelatihan bersama dengan pemerintah daerah
8. Monitoring dan evaluasi
9. Pelaporan
Penentuan atau pemilihan lokasi SL-PTT berdasarkan kriteria yaitu 1) produktivitas
komoditas yang diusahakan rendah dan masih berpotensi untuk ditingkatkan serta
petaninya reponsif terhadap teknologi, 2) berada dalam satu hamparan yang strategis dan
mudah dijangkau 3) lokasi yang dipilih diutamakan bukan daerah endemis hama dan
penyakit, bebas dari bencana kekeringan, kebanjiran dan sengketa. Sedangkan letak petak
LL seluas satu hektar diutamakan di bagian pinggir, sering dilewati, dan mudah dijangkau
dengan harapan mudah dilihat dan ditiru oleh petani di luar SL-PTT. Demikian pula dengan

penempatan demplot varietas dan demfarm kegiatan diletakkan di bagian pinggir agar
mudah diakses oleh petani.
Tabel 1. Jumlah Unit SLPTT dan Pendampingan SLPTT di Kab. Maros
No.

Komoditas

Luas SLPTT

Lokasi SLPTT

(ha)

(unit)

Sasaran
Pendampingan 60%
(unit)
126

Demfarm
(unit)

1.

Padi inbrida

5.250

210

2.

Kedelai

2.000

200

120

Jumlah

7.250

410

246

3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan


Pendampingan SL-PTT dilaksanakan dengan menggunakan

media percontohan

Laboratorium Lapangan padi dan kedelai masing-masing 126 dan 120 unit, demplot varietas
padi dan kedelai masing-masing 8 dan 10 unit (luas masing-masing unit 0,25 dan 0,10 ha)
dan demfarm padi dan kedelai masing-masing 1 unit (luas masing-masing unit 3,5 dan 1,3
ha). Pada setiap unit SL-PTT padi terdapat 25 ha sawah yang di dalamnya terdapat 1 ha
Laboratorium Lapangan.
Data yang dikumpulkan antara lain keragaan produksi padi dan kedelai, partisipasi
petani/kelompok tani, tingkat pendapatan serta tingkat adopsi petani terhadap inovasi
teknologi.
Pendampingan dilaksanakan bersama dengan pemerintah daerah di lokasi program
SLPTT di Kab. Maros. Pendampingan meliputi implementasi varietas dan teknologi di lokasi
SLPTT melalui kegiatan demfarm, demplot, sebagai narasumber, perbanyakan dan distribusi
materi diseminasi (leaflet, brosur, poster dll.) dan pelaksanaan pelatihan di tingkat petani.
Inovasi teknologi yang diinplementasikan pada Laboratorium Lapangan PTT padi dan
kedelai adalah pengembangan model PTT dengan komponen sebagai berikut:
a. PTT Padi
Komponen Teknologi Dasar
o

Varietas unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan
petani setempat

Benih bermutu (kemurnian dan daya kecambah tinggi)

Sistem tanam jajar legowo 2:1 , 4:1 dan lainnya dengan populasi minimum 250.000
rumpun/ha.

Pemupukan N berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD).

Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah dengan menggunakan alat


Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) dan pemecahan masalah kesuburan tanah apabila
terjadi.

Pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan PHT.

Komponen Teknologi Pilihan


o

Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam

Penanaman bibit muda (<21 HSS).

Tanam bibit 1-3 batang per rumpun

Pengairan berselang (intermittent irrigation) dengan menggunakan alat Alternate


Wetting and Drying (AWD).

Penyiangan dengan landak atau gasrok.

Panen tepat waktu, gabah segera dirontok.

b. PTT Kedelai
Komponen Teknologi Dasar
o

Varietas unggul baru sesuai keinginan petani setempat

Benih bermutu (kemurnian dan daya kecambah tinggi)

Pembuatan saluran drainase.

Pengaturan populasi tanam yaitu populasi berkisar antara 350.000-500.000 tanaman


per hektar. Jarak tanam 40 cm antar baris dan 10-15 cm dalam barisan.

Pengendalian OPT secara terpadu

Komponen Teknologi Pilihan


o

Penyiapan lahan: pengolahan tanah tidak diperlukan jika di tanam di lahan sawah bekas
pertanaman padi.

Pemupukan sesuai kebutuhan dengan menggunakan alat Perangkat Uji Tanah Kering
(PUTK). Penggunaan pupuk hayati Rhizobium.

Pemberian bahan organik.

Ameliorasi lahan jika lahan dalam keadaan masam dengan menggunakan pupuk
kandang 1 t/ha dan Dolomit 0,3 t/ha.

Pengairan pada priode kritis yaitu fase reproduktif.

Panen dan pasca panen

3.4. Analisis Data


Data agronomis ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Analisis tingkat efisiensi
usaha tani PTT, digunakan indikator imbangan penerima dan biaya, atau analisis R/C ratio.
Untuk mengukur tingkat keunggulan model PTT dapat digunakan analisis marginal B/C ratio
(MBCR).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Sebaran Lokasi Pendampingan
Jumlah lokasi SLPTT di Kabupaten Maros yang meliputi dua komoditas yaitu padi
inbrida, dan kedelai sebanyak 410 unit dengan jumlah pendampingan 60% sebanyak 246
unit (Tabel 1). Sementara sebaran lokasi SLPTT dan pendampingan 60% di tempatkan di
empat belas kecamatan secara proporsional berdasarkan luas lahan, jumlah unit SLPTT dan
komoditas utama. Jumlah unit pendampingan demplot varietas unggul baru per Kecamatan
untuk dua komoditas (padi inbrida, dan kedelai) di tampilkan pada Tabel 3.
Luas satu unit SLPTT setiap komoditas adalah padi inbrida seluas 25 ha, dan kedelai
seluas 10 ha. Sementara luas Demfarm padi adalah 3,5 ha ditempatkan di desa
Mattoanging, Kec. Bantimurung dan demfarm kedelai 1,3 ha ditempatkan di desa
Toddolimae, Kec. Tompobbulu. Sedangkan luas demplot varietas padi inbrida masingmasing 0,25 ha ditempatkan di tiga kecamatan yaitu Marusu, Bantimurung, dan Camba
(Tabel 3). Tidak semua lokasi SL PTT di atas ditempatkan demplot varietas disebabkan
karena keterlambatan ketersediaan benih VUB. Benih VUB padi baru tersedia pada awal
bulan Mei, sedangkan beberapa kecamatan yaitu Maros Baru, Lau, Turikale, Bontoa,
Simbang, Moncongloe dan Tanralili rata-rata hambur benih pada awal hingga pertengahan
April.

Selain keterlambatan benih,

sebagian lokasi merupakan sawah tadah hujan,

sehingga tidak bisa ditempatkan demplot varietas. Demikian pula demplot varietas kedelai
belum terlaksana karena benih kedelai belum siap, kecuali demfarm seluas 1,3 ha yang
ditanam adalah varietas Kaba.

Tabel 2. Lokasi Pendampingan SLPTT Kabupaten Maros, 2011


No.

Kecamatan

Lokasi SLPTT
(Desa/Kelurahan)

Sasaran Pendampingan
30% (Desa/Kelurahan)

Maros Baru

Baju Bodoa, Baji


Pamai,Mattirotasi, Mamajang,
Borikamase

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

Turikale

Turikale, Taroada, Raya

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

Marusu

Tellumpoccoe,Pabbentengan,
Nisombalia, Abbulosibatang,
Temmappadduae

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

Bontowa

Bontolempangan, Salenrang,
Bontobahari, Bontoa,
Turikamaseang, Tupabiring,
Minasaupa, Ampekale

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

Lau

Soreang, Maccini Baji,


Allepolea, Bonto Marannu,
Marannu, Mttirodeceng

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

Bantimurung

Tukamasea, Kalabbirang,
Mattoanging, Minasa Baji,
Leang Leang, Mangeloreng

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

Simbang

Bonto Tallasa, Jene Taesa,


Simbang, Tanete

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

Mandai

Bontomatene, Tenri Gangkae,


Pattontongan, Bontoa,
Hasanuddin, Baji Mangngai

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

Moncongloe

Bonto Marannu, Bonto Bunga,


Moncong Loe, Moncongloe
Lappara, Moncongloe Bulu

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

10

Tanralili

Damai, Allaere,Kurusumange,
Lekopancing

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

11

Tompobbulu

Tompobbulu, Pacak,
Toddolimae

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

12

Camba

Sawaru, Mario Pulana,


Cempaniga, Patanyamang,
Timpusang, Pattirodeceng,
Cenrana

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

13

Cenrana

Limanpoccoe, Rompegading,
Laiya, Labuaja

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

14

Mallawa

Gattareng Matinggi, Padaelo,


Batu Putih, Barugae,
Bentenge, Tellumpanuae,
Samaenre, Wanua Waru

Komponen teknologi dengan


pendekatan PTT

Tabel 3. Lokasi dan Jumlah Unit Pendampingan Demfarm dan Demplot Varietas
di Kabupaten Maros
No.

Kecamatan

Padi Inbrida

Kedelai

Demfarm
(3,5 ha)
-

Demplot
(0,25 ha/unit)
4

Demfarm
(1,3 ha)
-

1.

Marusu

2.

Bantimurung

3.

Tompobbulu

4.

Camba

5.

Simbang

6.

Moncongloe

Jumlah

24

Keterangan: Jumlah unit demplot disesuaikan dengan ketersediaan benih varietas unggul
baru
4.2. Hasil Koordinasi di Tingkat Internal Pemda
Koordinasi internal di tingkat pemda provinsi dan kabupaten dilakukan sebelum dan
saat berlangsung SLPTT. Koordinasi di tingkat provinsi dilakukan untuk mengetahui jumlah
unit dan luas SLPTT pada masing-masing kabupaten, menyamakan persepsi pelaksanaan
SLPTT, menjalin sinergi antar instansi yang terkait serta pembagian tugas dan tanggung
jawab semua

pihak yang terlibat, dan mengetahui perkembangan SLPTT yang sedang

berjalan. Sementara koordinasi di tingkat kabupaten dilakukan koordinasi dengan Dinas


Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan,
BPP, POPT dan Koordinator Perbenihan. Koordinasi dilakukan dalam rangka persiapan
pendampingan, penentuan CP/CL pendampingan 30% dan lokasi demplot varietas,
sosialisasi pelaksanaan SLPTT tingkat kecamatan, perkembangan kegiatan pendampingan
dan permasalahannya serta pengumpulan data kinerja SLPTT.

Tabel 4. Kinerja Koordinasi Pendampingan di Kabupaten Maros

No.

Kecamatan

Komponen Penilaian Kinerja


Koordinasi (skor 1-3)
A

Nilai

Faktor Kendala

Saran penunjang
Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
waktu tanam

1.

Bantimurung

2.

Camba

Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
waktu tanam

3.

Simbang

Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
waktu tanam

4.

Moncongloe

Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
waktu tanam

5.

Marusu

Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
waktu tanam
Kekurangan air
karena kemarau

6.

Tompobulu

Keterlambatan
BLBU sehingga
mempengaruhi
Kekurangan air
karena kemarau

Skor penilaian: 1=kurang; 2=baik; 3=sangat baik


A= Kelengkapan legalitas keterlibatan institusi
B= Berfungsinya institusi yang terlibat sesuai fungsi yang telah disepakati bersama
C= Sinergi pelaksanaan di lapangan

4.3. Pelaksanaan Pendampingan Inovasi Teknologi


4.3.1. Efektifitas Demplot (per komoditas)
Kegiatan di laboratorium lapang, demfarm dan demplot difokuskan pada penerapan
komponen teknologi PTT berdasarkan hasil pertemuan di tingkat petani dan pemerintah
daerah. Pada lahan LL, demfarm dan demplot varietas disediakan bantuan sarana produksi
berupa benih unggul bermutu, pupuk urea dan NPK, SL-PTT hanya diberikan bantuan
berupa benih unggul bermutu (BLBU). Dengan adanya laboratorium lapang, demfarm dan
demplot diharapkan dapat mempercepat alih teknologi melalui interaksi antara petani
peserta SL PTT dengan petani nonpeserta SL PTT.
Teknologi yang diterapkan pada setiap demplot varietas berbeda pada setiap
kelompok tani. Teknologi utama yang dintroduksikan adalah lima varietas unggul baru padi
terbaru yaitu Inpari 7, 8, 9, 10, dan 13 untuk Kecamatan Bantimutung, Camba dan Marusu,
sedangkan untuk Kecamatan Simbang dan Moncongloe adalah varietas Inpari 7, 8, 10, dan
13. Selanjutnya teknologi lain yang diterapkan umumnya masih terbatas pada sistem
tanaman legowo (2:1; 4:1) dan pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan
ketersediaan hara dalam tanah (Tabel 4).

Tabel 5. Keragaan Pelaksanaan Beberapa Demfarm dan Demplot Inovasi Komoditas Padi
No.

1.

2.

Nama Lokasi
Demplot
Bantimurung:1.
Mattoanging

Marusu:
Temmappadduae

Jenis inovasi teknologi


yang dikenalkan

Luas
demplot
(ha)

Jumlah
pengunjung

Varietas Inpari-3 dan 4,


Legowo 2:1 dan
pemupukan sesuai
rekomendasi dan
pemeriksaan BWD dan
PUTS
Varietas Inpari 7, Inpari 8
Inpari 9, Inpari 10, Inpari
13, Legowo 2:1 dan
pemupukan sesuai
rekomendasi dan
pemeriksaan BWD dan
PUTS
Varietas Inpari 7, Inpari 8
Inpari 9, Inpari 10, Inpari
13, Legowo 2:1 dan
pemupukan sesuai
rekomendasi dan

3,5

67 orang

1,0

1,0

25 orang

pemeriksaan BWD dan


PUTS
3.

Camba :
Pattirodeceng,
Cenrana

Varietas Inpari 7, Inpari 8,


Inpari 9, Inpari 10, Inpari
13, Legowo 2:1 dan
pemupukan sesuai
rekomendasi dan
pemeriksaan BWD dan
PUTS

2,0

75 orang

4.

Simbang:

Varietas Inpari 7, Inpari 8,


Inpari 10, Inpari 13,
Legowo 2:1 dan
pemupukan sesuai
rekomendasi dan
pemeriksaan BWD dan
PUTS

1,0

39

5.

Moncongloe :

Varietas Inpari 7, Inpari 8,


Inpari 10, Inpari 13,
Legowo 2:1 dan
pemupukan sesuai
rekomendasi dan
pemeriksaan BWD dan
PUTS

1,0

18

Dosis pemupukan pada setiap lokasi SLPTT khususnya LL bervariasi. Namun pada
umumnya menggunakan dosis 100 kg urea, 100 kg ZA dan 300 kg NPK Ponska. Dosis pupuk
yang digunakan pada demfarm adalah 250 kg/ha NPK Ponska yang diberikan pada saat
tanaman berumur 14 hari setelah tanam (HST), 100 kg/ha Urea I pada saat tanaman
berumur 25-30 HST, dan 60 kg/ha Urea II pada saat tanaman berumur 46 HST. Penentuan
dosis pupuk tersebut disesuaikan dengan hasil uji PUTS dan pemeriksaan BWD. Berdasarkan
hasil uji PUTS tanah lokasi demfarm, status hara P tinggi dan K sedang.
Dampak pelaksanaan demplot PTT dan varietas unggul baru padi inhibrida
memperlihatkan hasil yang baik yang ditandai dengan banyaknya petani/pengguna teknologi
yang melihat langsung demplot varietas (Tabel 5). Jumlah petani yang berkunjung pada
demplot varietas berkisar dari 18 orang sampai 75 orang tergantung pada lokasi demplot. Di
Kecamatan Bantimurung petani yang berkunjung pada umumnya berminat dan akan
melaksanakan hasil demplot. Selain petani, demplot di Kecamatan Camba mendapat
kunjungan 35 orang PPL dari 3 Provinsi (Papua, Papua Barat dan Sulsel), respon peserta
kunjungan tinggi utamanya terhadap inovasi teknologi jajar legowo dan varietas unggul
baru pada demplot uji varietas.

Demikian pula di kecamatan Marusu, Simbang dan

Moncongloe petani juga berminat menanam varietas yang diuji cobakan. Namun petani
masih tetap juga mempertahankan varietas yang sudah lama mereka tanam yaitu Ciherang

dan Cisantana dengan alasan kedua varietas ini mempunyai rendeman cukup tinggi. Hal ini
menandakan bahwa petani lebih tertarik menanam varietas terbaru (inpari) dibanding
varietas yang sudah eksisting disebabkan banyak keunggulan yang dimiliki varietas terbaru.
Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan demplot adalah benih varietas inpari
terbatas, dan adanya serangan OPT tertentu. Jenis OPT yang dominan adalah penggerek
batang padi putih Scirphopha innotata dan penyakit hawar daun bakteri Xanthomonas

oryzae pv. oryzicola.

Tabel 6. Keragaan Pelaksanaan Demfarm Inovasi Komoditas Kedelai


No.

1.

Nama Lokasi
Demplot

Jenis inovasi teknologi


yang dikenalkan

Luas
demplot
(ha)

Jumlah
pengunjung

VUB Kaba, pemupukan


sesuai sesuai kebutuhan
dengan menggunakan
alatat PUTS, pengaturan
populasi tanaman dengan
menanam menggunakan
jarak tanam 15 x 40 cm,
pembuatan saluran
drainase, dan
pengendalian OPT secara
terpadu.

1,3

32

Bantimurung:
Toddolimae

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa teknologi kedelai yang diterapkan masih
difokuskan pada introduksi varietas yaitu Kaba. Selain itu juga dilakukan introduksi inovasi
teknologi seperti pengaturan populasi tanaman dengan menanam menggunakan jarak
tanam 15 x 40 cm, pembuatan saluran drainase, dan pengendalian OPT secara terpadu.
Sedangkan pupuk diberikan adalah 50 kg urea, 50 kg SP-36 dan 100 kg KCl/ha.
Penentuan dosis pupuk tersebut disesuaikan dengan hasil uji PUTS. Di Kecamatan
Tompobulu petani yang berkunjung sebanyak 32 orang dan pada umumnya berminat dan
akan melaksanakan inovasi teknologi yang diintroduksikan.

4.3.2. Uji Varietas Unggul Baru


Kegiatan demplot uji varietas dilakukan dengan mengintroduksikan lima varietas
unggul baru padi sawah yaitu Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9, Inpari 10 dan Inpari 13 yang
disesuaikan dengan ketersediaan benih varietas tersebut.
Demplot ditempatkan pada SLPTT terpilih dengan luas 0,25 ha untuk padi,
sedangkan demplot uji varietas untuk kedelai tidak dilaksanakan karena benih kedelai
tersedia setelah bulan September. Sedangkan jadwal tanam kedelai di daerah SL Kedelai
bulan Maret-April. Karagaan hasil varietas VUB padi pada demplot disajikan pada Tabel 7.
Sedangkan keragaan hasil/produkstivitas padi inhibrida pada LL, SL dan Non SL musim
tanam Gadu T.A. 2011 disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7. Keragaan Hasil Pelaksanaan Uji Varietas Unggul Baru (VUB)
N
o

Nama Lokasi
Uji VUB

Agroekosistem

1.

Bantimurung

Sawah
irigasi

2.

Camba

Sawah
irigasi
semi
teknis

3.

Simbang

Tadah
hujan

4.

Moncongloe

Sawah
irigasi

5.

Marusu

Tadah
hujan

VUB yang diuji


Nama
Provitas
VUB
(ton
GKP/ha)
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari
Inpari

7
8
9
10
13
7
8
9
10
13
7
8
10
13
7
8
10
13
7
8
9
10
13

9,66
7,16
6,99
6,95
10,16
8,33
6,00
8,33
6,99
9,33
Belum
panen

Varietas
Tingkat
Pembanding adaptabilitas
(Eksisting)
(tinggi,
sedang,
rendah)
Ciliwung,
sedangCiherang
tinggi

Ciherang

sedangtinggi

Ciherang,
Ciliwung

Inpari 8
terserang
HDB

Belum
panen

Ciherang,
Cisantana

Inpari 8
terserang
HDB

Kekeringan
pada saat
pengisian
bulir

Ciherang

Hasil demplot uji varietas yang dilaksanakan di Kecamatan Bantimurung dan Camba
menunjukkan bahwa varietas Inpari 7 dan Inpari 13 menunjukkan adaptabilitas yang tinggi,

kedua varietas itu menghasilkan produktivitas masing-masing 8,33-9,66 t/ha dan 9,33-10,16
t/ha. Sedangkan varietas Inpari 8 terserang penggerek batang dengan produktivitas 6,007,16 t/ha. Hasil demfarm kedelai yang dilaksanakan di Kecamatan Tompobulu dengan
menanam varietas Kaba memperlihatkan produktivitas 1,36 t/ha. Sedangka produktivitas
kedelai pada LL, SL dan no SL yang menanam varietas Grobogan dan benih asalan
memperlihatkan produktivitas masing-masing 0,37; 0,25 dan 0,65 t/ha. Walaupun
produktivitas varietas unggul kedelai kedelai yang ditanam pada demfam belum optimal,
tetepi produktivitas kedelai tersebut terindikasi mampu beradaptasi dengan baik, tingginya
produktivitas dibanding produktivitas kedelai yang ada di petani.
Tabel 8. Hasil Evaluasi Produktivitas Padi Inhibrida Musim Tanam Gadu
T.A. 2011 di Kabupaten Maros
No.
1.

Kecamatan

Varietas

Bantimurung

Produktivitas GKP t/ha


LL

SL

Non-SL

Ciherang

6,16

5,86

5,25

Ciliwung

4,95

2.

Camba

Ciherang

5,28

5,01

4,11

3.

Simbang

Ciherang

Ciliwung

Ciherang

Cisantana

Ciherang

5,72

5,44

4,77

4.
5.

Moncongloe
Marusu

Rata-rata

Tabel 9. Hasil Evaluasi Produktivitas Kedelai Kabupaten Maros, T.A. 2011


No.
1.

Kecamatan
Tompobulu

Rataan

Varietas

Produktivitas GKP t/ha


Demfarm

LL

SL

Non-SL

1,36

Grobogan

0,37

0,25

Asalan

0,65

1,36

0,37

0,25

0,65

Kaba

Keterangan:
*)
Tanaman kekeringan pada saat pengisian polong
**) - SL-PTT kedelai terlambat tanam karena benih terlambat terealisasi,
Sehingga kekeringan
- Pertanaman terserang virus SMV (tanaman kerdil)

4.3.3. Dukungan Perbenihan per Komoditas


Secara umum, dukungan perbenihan pada kegiatan SLPTT di Kabupaten Maros
cukup baik karena sebagian besar benih BLBU dapat tersalurkan ke petani, walaupun masih
ada permasalahan yang ditemui antara lain: tidak tepat waktu

seperti di kecamatan

Labakkang 48,61% kelompok tani tidak menanam disebabkan keterlambatan benih dan
tidak mendapat jatah pengairan; dan mutu benih yang rendah. Dengan demikian, masih
perlu koordinasi yang lebih intensif oleh pemda dengan pemasok benih BLBU (PT. Pertani
dan PT. SHS).

4.3.4. Efektifitas Pelatihan Teknis


Sebelum pelaksanaan SLPTT, beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain pelatihan
teknis pelaksanaan SLPTT. Pelaksanaan pelatihan teknis dikoordinasi langsung oleh
Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan).
Pelatihan teknis di tingkat kabupaten diikuti oleh para penyuluh pendamping, sementara di
tingkat kecamatan diikuti oleh kelompok tani dan petani. Materi yang dilatihkan difokuskan
pada pengelolaan tanaman terpadu. Dari pelatihan tersebut peserta diharapakan menjadi
narasumber pada pelatihan di wilayah kerjanya.

Tabel 10. Efektifitas Pelatihan Teknis


Tingkat
Penyelenggaraan
Pelatihan

Topik/Materi Pelatihan

Sasaran Peserta
Pelatihan
Asal
Institusi

A. Kabupaten

B. Kecamatan
(4 Kecamatan)

- Pengelolaan perbenihan
- Pengelolaan tanaman
terpadu
- Pengendalian OPT padi dan
palawija
- Pengelolaan air
-Pengelolaan tanaman
terpadu padi
- Pengendalian OPT
-Pengedalian tikus
menggunakan SRP
-Penggunaan BWD
-Pengenalan Alat AWD

Jumlah
Peserta
(org)

Jumlah peserta
pelatihan yang
menjadi
narasumber di
wilayah kerjanya

Penyuluh

45

5 orang

Pelaksana
SLTT
(Kelompok
Tani)

125

7 orang

PPL, POPT

4.3.5. Efektifitas Penyebarluasan Inovasi melalui Media Cetak dan Elektronik


Tabel 11. Efektifitas penyebarluasan inovasi
No.

Judul materi

Jumlah
eksemplar

Jumlah
inovasi yang
dimuat

Target Penerima
Media Informasi

Diskripsi varietas padi

55

1 paket

Petani/PPL

PTT Padi

25

1 paket

Petani/PPL

PTT Kedelai

15

1 paket

PPL

PTT jagung

15

1 paket

PPL

PHT Tikus

1 paket

PPL

Pedoman umum PUAP

35

1 paket

PPL

Apresiasi Pengelolaan dan


operasionalisasi Lembaga
Keuangan Mikro Agribisnis

1 paket

PPL

Budidaya penggemukan sapi


potong

1 paket

PPL

V. KESIMPULAN
Peningkatan produktivitas padi, dan kedelai di Kabupaten Maros dapat dilakukan
dengan pendekatan SL-PTT. Salah satu kegiatan pendampingan program SLPTT yang dapat
mempercepat peningkatan produktivitas adalah introduksi/penanama varietas unggul baru
padi menggantikan varietas lama yang umum di tanam petani seperti varietas inpari 3,
inpari 4, inpari 7 dan inpari 13. Hal yang sama juga vareitas kedelai Kaba. Meskipun masih
ditemui beberapa permasalahan dan kendala terutama musim kemarau yang panjang dan
serangan OPT (penggerek batang, penyakit hawar daun dan blas), namun dengan
pendekatan SL-PTT sudah terbukti dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
peningkatan produktivitas padi, dan kedelai serta peningkatan pendapatan petani.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Aidar G, M. Ramli, Amirullah, Lintong dan Baharuddin K., 2010. Pendampingan program
strategis Kementerian Pertanian (Laporan hasil diseminasi)BPTP Sulawesi Selatan.
Badan Litbang Pertanian. 2007a. Prospek dan arah pengembangan agribisnis padi. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 67 hal.
Badan Litbang Pertanian. 2007b. Prospek dan arah pengembangan agribisnis padi (Edisi
Kedua). Departemen Pertanian. 74 hal.
Badan Litbang Pertanian. 2007c. Panduan umum pengelolaan tanaman terpadu kedelai.
Badan Litbang Pertanian, Puslitbangtan. Balitkabi. 54 hal.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. 2010. Kabupaten Maros dalam Angka. BPS
Kabupaten Maros.
Departemen Pertanian. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
Terpadu (SL- PTT) Jagung. Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian.
Hermanto, Dedik SW danEdi H. 2009. Deskripsi varietas unggul padi 1943-2009.
Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian.
Puslitbang Tanaman Pangan. 2009. Petunjun Pelaksanaan Pendampingan SL PTT.
Puslitbang Tanaman Pangan dan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian. 20 hal.

Anda mungkin juga menyukai