Anda di halaman 1dari 20

PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG

DI BPP MUARA BANGKAHULU


KOTA BENGKULU

DISUSUN OLEH:
Umi Pudji Astuti
Bunaiyah Honorita

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU
2015

1
KATA PENGANTAR

Dari evaluasi pelaksanaan diseminasi dipandang perlu untuk meningkatkan kuantitas


dan kualitas kegiatan diseminasi sehingga lebih berdaya guna dan memenuhi pemecahan
masalah yang dihadapi oleh petani sesuai dengan perkembangan pembangunan. Mengingat
masih banyaknya hasil litkaji yang belum diadopsi oleh petani karena kurangnya informasi
teknologi yang diterima, maka diperlukan kegiatan percepatan adopsi inovasi oleh BPTP
Bengkulu. Percepatan adopsi inovasi dilakukan melalui diseminasi 7 teknologi, di antaranya
adalah budidaya jagung yang merupakan teknologi yang telah dilakukan pada kegiatan
pengkajian sebelumnya dan sangat perlu disebarluaskan kepada petani dan stakeholders.
Petunjuk teknis demplot jagung ini disusun sebagai pedoman bagi para pemandu
lapang seperti: PPL, POPT dan petugas pertanian lain dalam melaksanakan budidaya
jagung melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Kota Bengkulu.

Bengkulu, Februari 2015

Tim Kegiatan

2
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung sebagai salah satu komoditas strategis di Indonesia merupakan makanan


pokok kedua setelah beras dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kebutuhan akan
jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan. Kebutuhan jagung untuk pakan
sudah lebih dari 50% kebutuhan nasional. Peningkatan kebutuhan jagung terkait dengan
makin berkembangnya usaha peternakan, terutama unggas. Sementara itu produksi jagung
dalam negeri belum mampu memenuhi semua kebutuhan, sehingga kekurangannya
dipenuhi dari jagung impor (Badan Litbang Pertanian, 2008). Impor jagung tentunya
merugikan bagi petani dan sekaligus merupakan peluang untuk meningkatkan produktivitas
jagung di Indonesia. Ditinjau dari sumber daya yang dimiliki, Indonesia mampu
berswasembada jagung, dan bahkan mampu pula menjadi pemasok jagung di pasar dunia.
Untuk mewujudkan hal itu diperlukan berbagai dukungan terutama teknologi, investasi, dan
kebijakan.
Provinsi Bengkulu memiliki potensi untuk pengembangan produksi jagung. Luas
panen jagung di Provinsi Bengkulu mencapai 22.653 ha dengan produksi 103.770 ton dan
produktivitas 4,58 ton/ha (BPS Provinsi Bengkulu, 2013). Salah satu cara yang dapat
ditempuh untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah dengan menerapkan teknologi
melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Komponen PTT jagung tersebut
adalah sebagai berikut: 1) penggunaan varietas unggul baru (VUB); 2) benih bermutu dan
berlabel; 3) pemberian bahan organik; 4) penyiapan lahan; 5) pengaturan populasi
tanaman; 6) pemupukan; 7) pembuatan saluran drainase; 8) pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) secara terpadu, serta 9) teknologi panen; dan 10) pasca
panen. Ada korelasi positif antara jumlah komponen PTT yang diterapkan dengan
produktivitas tanaman. Hingga batas tertentu komponen PTT diterapkan, semakin tinggi
produktivitas yang dapat dicapai (Wibawa dkk., 2011).
Penerapan teknologi hasil litkaji spesifik lokasi diharapkan dapat mendorong
pembangunan pertanian di daerah, sehingga sektor pertanian mampu berfungsi sebagai
mesin penggerak perekonomian nasional. Kinerja sistem alih teknologi akan berhasil dan
berdaya guna apabila mendapat dukungan dari tiga kelembagan yang saling terkait yaitu
(i) kelembagaan penelitian dan pengembangan, (ii) kelembagaan penyuluhan, dan (iii)
kelembagaan petani. Ketiga lembaga tersebut merupakan satu rangkaian yang saling

3
mendukung dan terkait dalam suatu sistem alih teknologi dan tidak dapat bekerja sendiri-
sendiri.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai unit pelaksana teknis Badan
Litbang Pertanian di daerah, melalui pelaksanaan fungsi informasi, komunikasi dan
diseminasi (3-Si) diharapkan menjadi roda penggerak dalam mempercepat dan memperluas
pemanfaatan berbagai inovási pertanian hasil litkaji oleh pengguna (pelaku utama dan
pelaku usaha sektor pertanian). Diseminasi adalah cara dan proses penyebarluasan
inovasi/teknologi hasil-hasil litkaji kepada masyarakat atau pengguna untuk diketahui dan
dimanfaatkan. Kegiatan diseminasi hasil litkaji dapat dimaknai juga sebagai upaya scalling
up hasil litkaji (Kasryno, 2006). Untuk itu, perlu strategi atau mekanisme yang efisien dan
efektif.
Salah satu faktor yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan petani-
peternak adalah melalui penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Penyuluhan Pertanian
merupakan suatu pendidikan non-formal yang ditujukan kepada petani-peternak dan
keluarganya untuk meningkatkan pengetahuannya di sektor pertanian. Keberhasilan
penyelenggaraan penyuluhan pertanian sangat ditentukan oleh materi pendukung, seperti
media dan metode penyuluhan pertanian dalam berbagai bentuk dan sesuai dengan
kebutuhan. Media dan metode penyuluhan pertanian dalam berbagai bentuk dan sesuai
dengan sasaran yang ingin dituju, mutlak diperlukan karena tingkat kemampuan dan
pendidikan petani-peternak berbeda.
Dari evaluasi pelaksanaan diseminasi dari berbagai media dan metode penyuluhan,
dipandang perlu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan diseminasi sehingga
lebih berdaya guna dan memenuhi pemecahan masalah yang dihadapi oleh petani sesuai
dengan perkembangan pembangunan. Mengingat masih banyaknya hasil litkaji yang belum
diadopsi oleh petani karena kurangnya informasi teknologi yang diterima, maka diperlukan
kegiatan percepatan adopsi inovasi oleh BPTP Bengkulu. Percepatan adopsi inovasi di
Provinsi Bengkulu salah satunya dilakukan dengan metode demonstrasi plot (demplot).
Demplot merupakan kegiatan untuk memperlihatkan secara nyata tentang penerapan
teknologi pertanian yang dilaksanakan oleh perorangan. Salah satu inovasi teknologi yang
didiseminasikan melalui demplot kegiatan Peningkatan Kapasitas Penyuluhan adalah
teknologi budidaya jagung dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang
dilaksanakan di Kota Bengkulu.

4
1.2. Tujuan
1. Meningkatkan peran peneliti dan penyuluh BPTP dalam mempercepat proses
adopsi inovasi teknologi budidaya jagung dengan pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT).
2. Mendiseminasikan teknologi budidaya jagung dengan pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) kepada petani dan penyuluh.
3. Mengetahui minat dan respon petani dan penyuluh terhadap inovasi teknologi
budidaya jagung dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).

1.3. Keluaran
1. Meningkatnya peran peneliti dan penyuluh BPTP dalam mempercepat proses
adopsi inovasi teknologi budidaya jagung dengan pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT).
2. Terdiseminasinya teknologi budidaya jagung dengan pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) kepada petani dan penyuluh di wilayah BP3K Muara
Bangkahulu.
3. Diketahuinya minat dan respon petani dan penyuluh terhadap inovasi teknologi
budidaya jagung dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Jagung


2.1.2. Deskripsi Varietas Sukmaraga
Dilepas tahun : 14 Februari 2013

Umur 50% keluar rambut : ± 58 hari


Masak fisiologis : ± 105 – 110 hari
Batang : Tegap
Warna batang : Hijau
Tinggi tanaman : ± 195 cm (180 – 220 cm)
Daun : Panjang dan lebar
Keragaman tanaman : Agak seragam
Warna rambut : Coklat keunguan
Bentuk tongkol : Panjang dan silindris
Tinggi tongkol : ± 195 cm (90 – 100 cm)
Kelobot : Tertutup baik (85%)
Tipe biji : Semi mutiara (semi flint)
Warna biji : Kuning tua
Baris biji : Lurus dan rapat
Jumlah baris/tongkol : 12 – 16 baris
Bobot 1000 biji : ± 270 g
Rata-rata hasil : 6,0 t/ha pipilan kering
Potensi hasil : 8,5 t/ha pipilan kering
Ketahanan penyakit : Cukup tahan terhadap penyakit bulai (P.
maydis), penyakit bercak daun (H.
maydis), dan penyakit karat daun (Puccinia
sp.)
Daerah sebaran : Dataran rendah sampai 800 m dpl, adaptif
tanah masam

2.1.3. Budidaya Jagung dengan Pendekatan PTT


Penyiapan lahan
 Pengolahan tanah secepatnya dilakukan setelah hujan mulai turun dengan
mempertimbangkan kondisi lengas tanah yang sesuai untuk pengolahan tanah atau
dapat juga dilakukan sebelum hujan turun.
 Lahan dibersihkan terlebih dahulu dari tumbuhan pengganggu perdu.

6
 Pembersihan lahan dapat dilakukan dengan sabit/parang atau menggunakan herbisida
paraquat/glyphosat (2,0 l/ha).
 Setelah lahan bersih dari tumbuhan pengganggu, dilakukan pengolah tanah dengan
bajak yang ditarik traktor/sapi dan diikuti dengan garu/sisir serta perataan sampai lahan
siap ditanami.
 Pengolahan tanah dapat juga dilakukan dengan cangkul.

Penanaman
 Satu minggu setelah penyemprotan rumput/gulma dilanjutkan dengan penanaman di
atas bedengan tanam selebar 2m (3 baris tanaman).
 Penanaman dilakukan dengan tugal 2 biji/lubang. Selanjutnya lubang tanam langsung
ditutup dengan pupuk kandang agar mudah ditembus kecambah tanaman. Fungsi lain
dari pupuk kandang selain sebagai penutup lubang juga sebagai pupuk dari tanaman
yang baru tumbuh.
 Barisan tanaman yang memotong parit/irigasi, sebaiknya diadakan perbaikan parit/irigasi
dengan cara meluruskan parit tersebut dengan cangkul.

Gbr.1. Penanaman Gbr. 2. Tanaman 15 hst


 Satu minggu setelah tanam dilakukan penyulaman dengan bibit yang seumur agar
efektif pertumbuhannya.
 Benih yang berdaya kecambah > 95 % akan diperoleh populasi tanaman 66.000/ha.

Penggunaan jarak tanam


 Jarak tanam yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lahan, sifat varietas dan musim.
 Pada kondisi lahan subur sebaiknya digunakan jarak tanam agak lebar dibanding lahan
kurang subur.
 Pada tanah subur pertumbuhan tanaman lebih besar dibanding tanah kurang subur
sehingga membutuhkan ruang tumbuh yang lebih lebar.

7
 Selain faktor kesuburan tanah, ada varietas yang secara genetis memiliki kanopi lebar
sehingga jarak tanam yang digunakan lebih lebar dibanding varietas yang secara genetis
memiliki kanopi sempit.
 Selain faktor kesuburan lahan dan sifat genetis tanaman, musim juga turut menentukan
penggunaan jarak tanam.
 Pada musim hujan jarak tanam yang digunakan lebih lebar dibanding musim kemarau.
Pada musim kemarau jarak tanam yang digunakan lebih rapat dibanding pada musim
hujan. Hal ini disebabkan pada musim kemarau penguapan air tinggi dibanding musim
hujan sehingga untuk mengurangi penguapan air digunakan jarak tanam rapat.
 Jarak tanam yang umum digunakan adalah :
1. 70-75cm x 20cm, 1 tanaman/ lubang atau 70–75cm x 40cm, 2 tanaman/lubang
dengan populasi= 66.000-71.000 tanaman/ha.
2. Atau menggunakan cara tanam legowo 90–40cm x 20cm, 1 tanaman/lubang atau
100–40cm x 40cm, 2 tanaman/lubang dengan populasi = 71.000 - 77.000 tan/ha.
 Penanaman dilakukan dengan tugal dan tali jarak tanam yang telah diberi tanda sesuai
ukuran yang akan digunakan. Berikut diperlihatkan beberapa jarak tanam yang biasa
digunakan di lapangan. Penggunaan cara tanam legowo sangat efektif dilakukan untuk
menujang peningkatan indeks pertanaman (IP) jagung pada lahan sawah tadah hujan.
 Cara tanam legowo selain memberikan border.

bagi tanaman juga mempermudah penanaman selanjutnya sebelum tanaman


sebelumnya panen. Border bagi tanaman berarti memperbanyak tanaman pinggir
sehingga memberikan penyinaran yang merata bagi tanaman tanpa ada ternaungi.

Pemupukan
Pupuk organik/pupuk kandang (khusus untuk lahan kering masam dianjurkan pupuk
kandang yang digunakan adalah kotoran ayam ras/petelor karena cukup mengandung unsur
kapur), diaplikasikan pada saat tanam sebanyak segenggam (25-50 g) per lubang
penempatan benih (sebagai penutup benih), setara dengan 1,5 – 3,0 t/ha. Rekomendasi
pupuk dan waktu aplikasinya pada tanaman jagung disajikan pada Tabel 1.

8
Tabel 1. Rekomendasi dan waktu aplikasi pupuk tanaman jagung
Hara yang Takaran * Waktu aplikasi pupuk (hst)***
ditambahkan (kg/ha) 7-10 28-30 40-45
Urea 300 – 350 25 % 50 % 25 %
SP-36 100 – 200 100 % - -
KCl 50 – 200 75 % 25 % -
Catatan:
*) Takaran pupuk dapat diubah disesuaikan dengan ketersediaan hara dalam tanah dari
hasil analisis tanah atau rekomendasi setempat
**) Nilai persentase dari takaran pupuk yang harus diaplikasikan sesuai umur tanaman.
Jika menggunakan pupuk majemuk, takaran unsur N, P, dan K disetarakan dengan pupuk
tunggal.

Cara Aplikasi:
• 7-10 hst: Urea + SP36 + KCl sebelum diaplikasikan dicampur merata, dan segera
diaplikasikan secara ditugal di samping tanaman berjarak 5 -10 cm sedalam 5 -10 cm
dan ditutup tanah.
• 28-30 hst: pupuk urea + KCl diaplikasikan secara ditugal disamping tanaman berjarak
10-15 cm sedalam 5 - 10 cm dan ditutup tanah.
• 40-45 hst: sebelum pemberian pupuk urea ke tiga, sebaiknya dilakukan pemantauan
warna daun dengan menggunakan Bagan Warna Daun (BWD). Dengan menggunakan
BWD akan diketahui jumlah pupuk yang harus ditambahkan sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Jika warna daun menunjukkan pada nilai skala cukup, maka pemberian pupuk
urea yang ketiga tidak perlu diberikan, sedangkan jika nilai skala menunjukkan kurang,
maka sesuai dengan nilai skala pada Tabel 3 ditambahkan pupuk urea dengan cara
ditugal di samping tanaman dengan jarak 15-20 cm sedalam 5 - 10 cm dan ditutup
tanah. Dengan menggunakan BWD maka takaran pupuk urea dapat berkurang atau
bertambah sesuai kebutuhan tanaman sehingga lebih efisien.

Pembuatan saluran drainase


 Tanaman jagung selain peka terhadap kekeringan juga peka terhadap kelebihan air.
Dalam kondisi curah hujan tinggi, air yang menggenang akan menyebabkan tanaman
jagung layu dan mati.

9
 Untuk mengantisipasi terjadinya genangan air pada pertanaman perlu dibuat saluran
drainase. Pembuatan saluran drainase dapat dilakukan pada setiap baris tanaman atau
setiap dua baris tanaman.
 Pembuatan saluran drainase sebaiknya dikerjakan bersamaan dengan penyiangan
pertama (14-20 hst) untuk penghematan tenaga.
 Kegiatan ini sekaligus dilakukan untuk pembumbunan tanaman.

Pengendalian Hama
 Hama yang umum menggagu pada pertanaman jagung adalah alat bibit, penggerek
batang dan tongkol.
 Lalat bibit umumnya menggagu pada saat awal pertumbuhan tanaman, oleh karena itu
pengendaliannya harus dilakukan mulai saat tanam dengan menggunakan insektisida
carbofuran utamanya pada daerah-daerah endemik serangan lalat bibit.
 Untuk hama penggerek batang, jika mulai Nampak ada gejala serangan dapat dilakukan
dengan pemberian carbofuran (3-4 butir carbofuran/tanaman) melalui pucuk tanaman
pada tanaman yang mulai terserang.

Penyiangan gulma
 Penyiangan pertama dapat dilakukan dengan menggunakan bajak atau sekaligus dengan
pembuatan alur drainase pada umur 14-20 hst.
 Penyiangan kedua (tergantung kondisi gulma) dapat dilakukan secara manual atau
dengan herbisida kontak paraquat (1,0-1,5 liter/ha tergantung kondisi gulma).
 Jika menggunakan herbisida sebaiknya nozzle diberi pelindung agar tidak mengenai
daun dan posisi nozzle + 20 cm di atas permukaan tanah.

Panen dan prosesing


 Daun di bawah tongkol dapat diambil/dipanen pada saat tongkol telah mulai berisi, dan
brangkasannya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi.
 Pengambilan daun di bawah tongkol selain untuk pakan juga untuk mencegah
terserangnya penyakit busuk daun.
 Demikian juga sebelum panen sebaiknya dilakukan pemangkasan bagian tanaman di
atas tongkol pada saat biji telah mencapai masak fisiologis atau kelobot mulai mengering
(berwarna coklat).
 Hasil brangkasan daun ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi.

10
 Panen sebaiknyadilakukan dalam kondisi cuaca cerah, kadar air biji mencapai + 30%
(biji telah mengeras dan telah membentuk lapisan hitam/ black layer minimal 50% di
setiap barisan biji).
 Selanjutnya tongkol dijemur sampai kadar air biji mencapai + 20% dan dipipil dengan
menggunakan alat pemipil.
 Hasil biji pipilan dijemur lagi sampai kadar air mencapai 14% untuk siap dijual.
 Jika kondisi cahaya matahari tidak memungkinkan untuk menurunkan kadar air biji
karena cuaca mendung selama beberapa hari, maka untuk mempercepat pengeringan
digunakan alsin pengering agar tidak timbul jamur/rusak.
 Alsin pengering yang digunakan dapat bertipe flat bade yang berbahan bakar minyak
tanah/solar.

11
III. PROSEDUR KERJA

3.1. Tahapan Pelaksanaan


3.1.1. Penentuan Lokasi Demplot
Lahan BP3K Muara Bangkahulu dipilih sebagai lokasi demplot budidaya jagung
untuk memberikan percontohan langsung kepada KTNA dan penyuluh di Kecamatan
Muara Bangkahulu dan sekaligus memberdayakan BP3K sebagai pusat informasi
pembangunan pertanian di kecamatan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
dengan pertimbangan:
 BP3K memiliki lahan yang cukup untuk pelaksanaan demplot.
 Lahan sudah sering digarap untuk ditanami tanaman jagung hibrida dan sayuran.
 Rekomendasi dari BKP3 Kota Bengkulu.
 Penyuluh sangat kooperatif.

3.1.2. Penentuan Petani Kooperator/Penyuluh Pelaksana


Yang akan bertanggung jawab terhadap kegiatan demplot adalah Koordinator
Penyuluh BP3K Muara Bangkahulu. Koordinator penyuluh akan menunjuk penyuluh
sebagai pendamping lapangan untuk petani.

3.1.3. Implementasi Demplot oleh Petani Kooperator atau Pelaksana Demplot yang
Ditunjuk dan Penyuluh Lapangan

Demplot budidaya jagung dilaksanakan oleh petani kooperator yang telah disepakati
dengan penyuluh sebagai pendamping di lapangan.

3.1.4. Pengumpulan Data oleh Penyuluh Lapangan


Data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan demplot budidaya jagung terdiri dari
data agronomi dan sosial ekonomi. Data agronomi meliputi tinggi tanaman (cm),
jumlah anakan, jumlah rumpun, umur berbunga, produksi hasil ubinan, dan
komponen hasil (jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per malai,
dan berat 1000 butir). Data sosial berupa pengetahuan, persepsi, dan respon
petani dan penyuluh terhadap inovasi teknologi budidaya jagung. Sedangkan data
ekonomi meiputi analisis kelayakan perubahan teknologi (penggunaan benih, jarak
tanam, dan pemupukan).

12
3.1.5. Diskusi/Pertemuan di Lahan atau di BP3K Muara Bangkahulu
Diskusi dan pertemuan direncanakan akan dilaksanakan di lahan atau BP3K Muara
Bangkahulu sebanyak 3 kali, yaitu: 1) Awal pelaksanaan sekaligus penjelasan teknis
budidaya jagung; 2) Pengamatan dan diskusi rencana pengumpulan dan
pengolahan data; dan 3) Pertemuan dalam rangka penulisan KTI hasil demplot.

3.2. Metode pelaksanaan


Pelaksanaan demplot budidaya jagung dilaksanakan dengan 1 perlakuan yang
merupakan hasil kajian BPTP tahun sebelumnya, dilaksanakan secara partisipatif
dimulai bulan April s/d September 2015 di BP3K Muara Bangkahulu. Teknologi
budidaya jagung yang akan dilaksanakan adalah:
 Varietas unggul
 Benih bermutu dan berlabel
 Penyiapan lahan
 Penanaman
 Pemupukan
 Pembuatan saluran drainase
 Pengendalian hama dan penyakit tanaman
 Pengendalian gulma
 Panen dan pasca panen

3.3. Data yang Diambil


Data yang diambil dalam pelaksanaan demplot teknologi budidaya jagung mulai dari
awal sampai dengan akhir pelaksanaan meliputi data agronomi dan data sosial
ekonomi. Data agronomi yang diambil terdiri dari:
1. Tinggi tanaman
2. Panjang tongkol
3. Tinggi tongkol
4. Lingkar tongkol
5. Jumlah biji per tongkol
6. Berat biji per tongkol
7. Produksi per hektar

13
Tinggi tanaman akan diamati secara periodik setiap 2 minggu sekali dan komponen
hasil (panjang tongkol, tinggi tongkol, lingkar tongkol, jumlah biji per tongkol, berat
biji per tongkol, dan produksi per hektar) diamati setelah panen.
Data sosial yang diambil meliputi data profil wilayah pengkajian, pengetahuan dan
sikap penyuluh terhadap teknologi budidaya jagung. Data ekonomi yang diambil
adalah usahatani jagung (penggunaan input berupa benih, pupuk, pestisida, tenaga
kerja; produksi dan harga).

3.4. Petunjuk Teknis Budidaya Jagung


a) Varietas unggul.
Varietas yang digunakan adalah Sukmaraga.
b) Penggunaan Benih Bermutu dan Berlabel
 Benih memiliki tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi (>95%).
 Benih dicampur dengan fungisida berbahan aktif metalaksil dengan takaran 2 g
per kg benih. Fungisida metalaksil dibasahi terlebih dahulu dengan air sebanyak
10 ml untuk setiap 2 g metalaksil.
 Benih yang digunakan sebanyak 15 – 20 kg per hektar.
c) Penyiapan Lahan
 Lahan dibersihkan dari gulma setelah hujan
mulai turun atau sebelum hujan turun.
 Tanah diolah dengan bajak/traktor dan
digaru hingga rata. Tanah juga dapat
diolah dengan dicangkul.
d) Penanaman
 Penanaman dilakukan dengan cara
konvensional dengan cara ditugal dari kayu
untuk membuat lubang tanam benih.
 Jarak tanam 75 cm x 40 cm, dua benih per
lubang tanam.
 Benih yang telah dimasukkan ke lubang
tanam, ditutup dengan pupuk kandang.

14
e) Pemupukan
Rekomendasi dosis pupuk yang digunakan menggunakan inovasi Kalender Tanam
(KATAM) Terpadu. Pupuk tanaman yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36, dan
KCl dengan dosis sebagai berikut:

Waktu Pemupukan Dosis Pupuk (kg/ha)


Urea SP-36 KCl
Umur 7 – 10 HST 162 50 55
Umur 28 – 30 HST 163 50

Cara pemberian pupuk:


 Pupuk dicampur merata dan diaplikasikan dengan cara ditugal sedalam 5 – 10 cm
dengan jarak 5 – 10 cm di samping tanaman.
 Lubang pupuk ditutup kembali dengan tanah.

f) Pengendalian hama dan penyakit


Hama
 Hama yang seringkali merusak tanaman jagung adalah lalat bibit, penggerek
batang, dan penggerek tongkol.

15
 Lalat bibit umumnya menyerang tanaman pada awal pertumbuhan. Pengendalian
harus dilakukan sejak saat tanam dengan insektisida karbofuran.
 Untuk penggerek batang, pengendalian disarankan dengan menggunakan
insektisida karbofuran dengan takaran 3 – 4 butir per tanaman, jika gejala serangan
telah mulai terlihat. Diaplikasikan melalui pucuk tanaman yang terserang.

Penyakit
 Penyakit utama tanaman jagung adalah bulai yang disebabkan oleh jamur
Peronosderospora sp.
 Penyakit bulai dapat dikendalikan dengan perlakuan benih ( seed treatment) yaitu
mencampur benih dengan fungisida metalaksil secara merata dengan takaran 2 g
metalaksil untuk setiap kg benih.
 Penyakit lainnya adalah bercak daun yang disebabkan oleh jamur Helminthosporium
sp. Penyakit ini merusak daun yang sudah tua. Pengendalian dilakukan dengan
membuang daun yang telah mengering.

16
g) Penyiangan Gulma
 Dapat dilakukan dengan bajak atau sekaligus dengan pembuatan saluran drainase
pada saat tanaman berumur 14 – 20 HST.
 Penyiangan kedua, bergantung pada kondisi gulma. Dapat dilakukan dengan cara
manual atau menggunakan herbisida kontak paraquat dengan takaran 1,0 – 1,5 liter
per hektar.
 Jika menggunakan herbisida, nozzle penyemprotan sebaiknya diberi pelindung agar
tidak mengenai daun dan posisi nozzle ± 20 cm di atas permukaan tanah.

h) Panen dan Pasca Panen


 Panen dilakukan pada saat cuaca cerah, kadar air biji ± 30%, kelobot mulai
mengering atau berwarna coklat, biji telah mengeras dan telah membentuk lapisan
hitam (black layer) minimal 50% di setiap barisan biji.
 Tongkol yang sudah dipanen segera dijemur. Jika kadar air biji selama pengeringan
telah mencapai ± 20%, jagung dipipil.
 Jagung yang telah dipipil dijemur kembali hingga kadar air 14% dan siap
dipasarkan.

17
3.5. Rencana Pelaksanaan
BULAN
No Uraian Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Koordinasi antar instansi (Dinas Pertanian, BKP3, BPP dan BPTP)
2. Pemesanan Benih
3. Persiapan lahan/Pengolahan lahan
4. Penanaman
5. Pemupukan ke I (7 – 10 HST)
6. Pemupukan ke II (28 – 30 HST)
7. Pembuatan saluran drainase
8. Penyingan ke I
9. Penyingan ke II
10. Pengendalian hama dan penyakit (HPT) tanaman
11. Pengamatan
12. Panen
13. Penjemuran
14. Pemipilan

18
3.6. Jadwal Palang
Pelaksanaan
No. Uraian Kegiatan Keterangan
Rencana Realisasi
1. Koordinasi antar instansi (Dinas Pertanian, BKP3, BPP dan
BPTP)
2 Pemesanan Benih
3. Persiapan lahan/Pengolahan lahan Mei 2015 1 Juni 2015
4. Penanaman Mei 2015 17 Juni 2015
5. Pemupukan ke I (7 – 10 HST) 24 Juni 2015
6. Pemupukan ke II (28 – 30 HST)
7. Pembuatan saluran drainase
8. Penyingan ke I
9. Penyingan ke II
10. Pengendalian hama dan penyakit (HPT) tanaman
11. Pengamatan
12. Panen
13. Penjemuran
14. Pemipilan

19
3.7. Tabel Pengamatan Demplot Teknologi Budidaya Jagung

No. Uraian Minggu ke-


2 4 6 8 10 12 14
Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal:

1. Tinggi tanaman

2. Panjang tongkol

3. Tinggi tongkol

4. Lingkar tongkol

5. Produksi

6. Jumlah biji per tongkol

7. Berat biji per tongkol

20

Anda mungkin juga menyukai