Anda di halaman 1dari 17

PENGALAMAN THL-TBPP

DALAM MENJALANKAN
PROGRAM P2BN
DI KABUPATEN PURBALINGGA

Oleh:
Saein, S.P
I. GAMBARAN UMUM KONDISI PERTANIAN
DI PURBALINGGA

A. KONDISI SOSIAL – EKONOMI


 Mayoritas petani berusia di atas 50 tahun
 Mayoritas hanya berpendidikan SD hingga SLTP
 Kegiatan usahatani lebih banyak dilakukan kaum
laki-laki.
 Luas garapan kian lama kian menurun (rata-rata
luas garapan hingga saat ini sekitar 0,3 ha)
 Jumlah petani penyewa semakin lama semakin
bertambah.
 Hampir semua petani juga memiliki usaha sambilan
B. KONDISI PERTANIAN TANAMAN PANGAN
 Komoditas tanaman pangan utama yang diusahakan
ialah padi (Sekitar 65 %) dan jagung (sekitar 25 %)
 Produksi dan produktivitasnya dalam tiap musimnya
berfluktuasi
 Pada musim kemarau produktivitasnya relatif lebih
tinggi dibanding musim hujan
 Bila dibuat rata-rata, dalam 5 tahun terakhir
produktivitas padi cenderung meningkat.
 Pada tahun 2006, produktivitas padi sekitar 5,6 ton
GKP/Ha/musim.
 Potensi produktivitas padi sekitar sekitar 11,2 ton
GKP/Ha.
 Titik Impas (BEP) usaha budidaya padi sekitar 5 ton
GKP/ha
C. MASALAH UTAMA
MENYANGKUT KEGIATAN BUDIDAYA

1. Faktor Alam :
 Iklim dan cuaca yang sulit diprediksi
 Rusaknya kesuburan tanah
 Ketersediaan air
 Hama dan penyakit tanaman (OPT)
2. Gangguan dalam penyediaan sarana produksi
3. Kemampuan SDM petani dalam mengelola SDA dan
menerapkan teknologi
II. KEGIATAN DALAM MENGAWAL
PROGRAM P2BN
A. Kegiatan Utama
 Penguatan SDM petani melalui kegiatan SL-PTT, SRI, SL-PHT, dan
bentuk penyuluhan yang lain.
 Kegiatan administratif : melakukan berbagai macam pendataan,
perencanaan kegiatan dan membuat laporan
 Membenahi kelembagaan kelompok tani dan gapoktan
B. Kegiatan Tambahan
 Melakukan beberapa percobaan dan pengamatan (riset
pertanian) secara swadaya
 Membuat rumusan teknologi spesifik lokasi berdasarkan hasil
riset
 Menyelenggarakan layanan klinik tanaman
 Mengadakan pelatihan SL-PHT bagi THL se Purbalingga secara
mandiri
BEBERAPA FOTO KEGIATAN DI LAPANGAN
C. Beberapa Aspek yang Telah Diteliti
dan Disebarluaskan ke Masyarakat
1. Kondisi kesuburan lahan sawah dan pengelolaannya
2. Pengaruh perubahan iklim / cuaca terhadap hama dan penyakit
tanaman
3. Perbedaan tingkat resistensi tanaman padi terhadap hama dan
penyakit berdasarkan ciri-ciri visual.
4. Pemanfaatan biakan mikroba akar bambu sebagai pupuk hayati
(Biofertilizer) dan sebagai agensia hayati
5. Metode praktis konservasi dan pemanfaatan laba-laba pemburu
sebagai predator serangga hama padi
6. Pemanfaatan bahan-bahan alami sebagai bahan baku pupuk
organik dan pestisida nabati.
7. Fenomena resistensi dan resurjensi serangga hama terhadap
insektisida kimia.
III. DAMPAK PERUBAHAN YANG TERJADI
DALAM KURUN WAKTU LIMA TAHUN
A. Kemampuan SDM Petani :
 Pengetahuan petani peserta SL terhadap teknik budidaya
semakin bertambah.
 Tingkat kesadaran petani terhadap kelestarian lingkungan
pertanian berangsur membaik.
 Jumlah petani yang mengadopsi teknologi baru semakin
bertambah
B. Peningkatan Produktivitas Padi
 Pada tahun 2006 produktivitas padi sekitar 5,6 ton
GKP/Ha/musim. Rendemen GKG sekitar 63 %
 Pada tahun 2011 produktivitasnya telah mencapai 6,3 ton
GKP/Ha/musim. Rendemen GKG sekitar 67 %
 Pendapatan bersih dari kegiatan usaha budidaya padi sekitar Rp.
750.000,-/ha/bulan.
Tabel 1. Gambaran umum adopsi teknologi PTT oleh
petani di wilayah Kec. Bukateja

No. Teknologi yang Diadopsi Petani Kondisi Tahun 2006 Kondisi Tahun 2011

1. Petani yang menggunakan benih berlabel 25 % 80 %

2. Rata-rata penggunaan benih padi per hektar 60 kg 40 kg

3. Petani yang menggunakan abu di persemaian 5% 25 %

4. Kisaran umur bibit saat pindah tanam 35 hari 25 hari

5. Petani yang menerapkan model tanam 1% 10 %


legowo
6. Petani yang mengembalikan jerami ke lahan 10 % 60 %

7. Kisaran dosis Pupuk Urea 450 kg / ha 250 kg / ha

8. Kisaran dosis Pupuk Super Pospat 50 kg / ha 75 kg / ha

9. Kisaran dosis Pupuk NPK 75 kg / ha 150 kg / ha

10. Dasar memutuskan aplikasi pestisida Berjadwal Berdasar pengamatan


C. KELEMBAGAAN POKTAN DAN GAPOKTAN
• Jumlah kelompok tani yang aktif semakin bertambah
• Jumlah petani yang aktif dalam kegiatan kelompok juga bertambah
• Kelompok tani dan Gapoktan baru juga bermunculan.
• Beberapa Gapoktan diantaranya mampu meraih prestasi, baik di tingkat provinsi maupun tingkat nasional

Tabel 2. Perubahan Kondisi Kelembagaan di Kec. Bukateja

No. Kondisi Tahun 2007 Tahun 2011 Keterangan


Kelembagaan
1. Jumlah Kel. Tani aktif 9 Kel. Tani di 64 Kel. Tani di 14 Jumlah Desa
6 Desa Desa ada 14
2. Jumlah petani aktif 135 orang 1088 orang
dalam Kel. Tani
3. Jumlah Gapoktan 3 14
IV. TANGGAPAN PETANI
TERHADAP KEBERADAAN THL-TBPP
DAN PROGRAM P2BN
A. Tanggapan Petani Terhadap Keberadaan THL-TBPP
• Petani merasa terbantu dengan adanya pendampingan dan pembinaan dari
THL-TBPP

B. Tanggapan Petani Terhadap Program P2BN


• Teknologi baru yang dianggap paling mudah diadopsi petani ialah
penggunaan varietas unggul baru.
• Urutan berikutnya adalah : pola tanam legowo dan pemupukan berimbang.
• Teknologi yang dianggap paling sulit diadopsi petani antara lain : tanam
satu bibit per lubang tanam dan pemanfaatan agensia hayati.
• Petani lebih menyukai varietas padi in-hibrid dibanding padi hibrida.
• Hingga tahun 2010, Varietas padi yang banyak ditanam petani yaitu : Situ
Bagendit, Ciherang, Logawa, IR 64, Mekongga, dan Cilamaya
• Pada tahun 2011 petani tidak lagi menanam Var. Logawa dan Cilamaya,
karena rentan hama wereng coklat.
• Varietas padi baru yang paling diminati petani ialah Inpari 13.
V. BEBERAPA PERMASALAHAN
YANG DITEMUKAN DI LAPANGAN
A. YANG DIKELUHKAN PETANI
 Pengiriman benih yang sering terlambat.
 Varietas yang disalurkan terkadang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan

B. YANG DIALAMI THL-TBPP


 Program P2BN seringkali baru direalisasikan pada MT Oktober-Maret.
Bersamaan dengan masa vakum kontrak kerja THL-TBPP.
 Banyak kebijakan program yang bertolak belakang, tapi terus dipaksakan untuk
tetap dijalankan.
 Keterbatasan sarana penunjang kegiatan seperti : slide/infocus, PUTS / pH meter.
 Tidak adanya anggaran untuk kegiatan demplot sebagai sarana belajar bagi
penyuluh/THL
 Selama 3 tahun tidak ada diklat penyegaran.
 Koordinasi antar lembaga terkait belum tertata, sehingga menghambat kerja
 Keberadaan penyuluh serta lembaga penyuluhan belum dianggap penting oleh
sebagian kalangan, termasuk Pemda.
VI. KESIMPULAN
 Perubahan sosial-ekonomi masyarakat petani yang
ditimbulkan oleh program penyuluhan terjadi secara
berangsur-angsur dan memerlukan proses yang lama.
 Proses adopsi teknologi PTT oleh petani dimulai dari
yang paling praktis serta memberi dampak langsung.
 Masih banyak program P2BN yang dibuat dan
dilaksanakan kurang tepat, karena masih
mengutamakan model “Top down”.
 Penyuluhan pertanian belum dianggap penting, kecuali
oleh petani beserta pemangku kepentingan / lembaga
yang mengurusi pertanian.
VII. SARAN DAN USUL

 Program-program P2BN harusnya menyesuaikan realita


kebutuhan petani dan masa kontrak kerja THL.
 Sarana penunjang kegiatan penyuluhan hendaknya
dilengkapi
 Ada program kegiatan demplot / demfarm bagi
penyuluh/THL, minimal di setiap kecamatan.
 Ada program diklat penyegaran bagi THL secara rutin
 Perlu dihidupkan lagi program pengadaan benih dengan
model “JABAL” dengan melibatkan Poktan/Gapoktan
sebagai penangkar benih.
 Dana subsidi pupuk organik sebaiknya disalurkan untuk
pemberdayaan poktan dan gapoktan.
VIII. PENUTUP
 Mewujudkan swasembada beras dan ketahanan pangan
tidak bisa dilakukan hanya dengan meningkatkan
produksi dan diversifikasi pangan saja.
 Ketahanan pangan baru akan terwujud manakala tiap
individu yang masih mengonsumsi nasi benar-benar
menghargai tiap butiran beras yang dihasilkan petani.

TERIMA KASIH
WASALAMU’ALAIKUM

Anda mungkin juga menyukai