Anda di halaman 1dari 23

ISBN:

TEKNOLOGI BUDIDAYA KEDELAI LAHAN SUB OPTIMAL


SPESIFIK LOKASI DI KABUPATEN LEBONG

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU
2015

ii
ISBN:

TEKNOLOGI BUDIDAYA KEDELAI LAHAN SUB OPTIMAL


SPESIFIK LOKASI DI KABUPATEN LEBONG

DISUSUN OLEH:

Umi Pudji Astuti


Yesmawati
Bunaiyah Honorita

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU
2015
iii
ISBN:

TEKNOLOGI BUDIDAYA KEDELAI LAHAN SUB OPTIMAL


SPESIFIK LOKASI DI KABUPATEN LEBONG

Penanggung Jawab:
Dr. Ir.Dedi Sugandi,MP

Penyunting :
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP
Dr. Umi Pudji Astuti, MP

Penyusun :
Dr.Umi Pudji Astuti, MP
Yesmawati, SP
Bunaiyah Honorita, SP

Desain
Agus Darmadi, SP

Diterbitkan:
Balai Pengkajian Teknilogi Pertanian Bengkulu
Jalan Irian. Km.6,5 Bengkulu 38119

iv
KATA PENGANTAR

Dari evaluasi pelaksanaan diseminasi dipandang perlu untuk meningkatkan kuantitas


dan kualitas kegiatan diseminasi sehingga lebih berdaya guna dan memenuhi pemecahan
masalah yang dihadapi oleh petani sesuai dengan perkembangan pembangunan. Mengingat
masih banyaknya hasil litkaji yang belum diadopsi oleh petani karena kurangnya informasi
teknologi yang diterima, maka diperlukan kegiatan percepatan adopsi inovasi oleh BPTP
Bengkulu. Percepatan adopsi inovasi dilakukan melalui diseminasi 7 teknologi, diantaranya
adalah budidaya Kedelai yang merupakan teknologi yang telah dilakukan pada kegiatan
pengkajian sebelumnya dan sangat perlu disebarluaskan kepada petani dan stakeholders.
Buku teknologi budidaya kedelai ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
penyuluhan di lapangan maupun petugas pertanian lain dalam melaksanakan budidaya
kedelai melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Kota bengkulu.

Bengkulu, November 2015


Kepala BPTP Bengkulu

Dr. Ir.Dedi Sugandi, MP

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv

DAFTAR ISI......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL................................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2. Tujuan......................................................................................................... 3
1.3. Keluaran...................................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 4


2.1. Budidaya Kedelai ......................................................................................... 4
2.2. Deskripsi Varietas......................................................................................... 7

III. PROSEDUR PELAKSANAAN............................................................................. 8


3.1. Tahapan Pelaksanaan................................................................................... 8
3.2. Prosedur Pelaksanaan................................................................................... 9

IV. HASIL............................................................................................................ 13
4.1. Desiminasi Teknologi budidaya kedelai dengan pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT).............................................................................. 13
4.2. Respon Penyuluh dan Petani Terhadap Teknologi PTT Kedelai......................... 14
PENUTUP............................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 17

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1. Kompenen Hasil Budidaya Kedelai di Lahan Sub Optimal BP3K Tabeak Blau
Kec. Lebong Atas Kab. Lebong, April-Juli 2015. ............................................. 13

2. Respon penyuluh dan petani terhadap teknologi PTT kedelai........................... 14

vii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai bagian dari revitalisasi pembangunan pertanian, pemerintah telah bertekad


untuk meningkatkan produktivitas kedelai nasional menuju swasembada 2015. Program ini
harus didukung oleh semua pihak yang terkait, dalam proses produksinya. Pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa tingkat produksi nasional lebih ditentukan oleh areal tanam
dari pada tingkat produktivitas. Namun demikian, peluang peningkatan produksi melalui
perbaikan teknologi masih terbuka lebar, mengingat produktivitas pertanaman kedelai di
tingkat petani masih rendah ( 1,3 t/ha ) dengan kisaran 0,6 – 2,0 t/ha, padahal teknologi
produksi yang tersedia mampu menghasilkan 1,7 – 3,2 t/ha.
Secara umum minat petani untuk mengembangkan kedelai masih rendah jika
dibandingkan komoditas pangan lain seperti padi, jagung, dan ubi kayu, karena pendapatan
yang diperoleh dari usahatani kedelai masih tergolong rendah. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut perlu dilakukan terobosan dalam memproduksi kedelai yang mampu
memberikan produktivitas tinggi dengan proses produksi yang efisien dan berkelanjutan.
Guna mencapai hal tersebut, diperlukan rakitan teknologi spesifik lokasi dengan
memperhatikan kesesuaian terhadap kondisi biofisik lahan, sosial ekonomi masyarakat, dan
kelembagaan petani.
Penerapan teknologi hasil litkaji yang spesifik lokasi diharapkan dapat mendorong
pembangunan pertanian di daerah, sehingga sektor pertanian mampu berfungsi sebagai
mesin penggerak perekonomian nasional.Kinerja sistem alih teknologi akan berhasil dan
berdaya guna apabila mendapat dukungan dari tiga kelembagan yang saling terkait yaitu (i)
kelembagaan penelitian dan pengembangan, (ii) kelembagaan penyuluhan, dan (iii)
kelembagaan petani. Ketiga lembaga tersebut merupakan satu rangkaian yang saling
mendukung dan terkait dalam suatu sistem alih teknologi dan tidak dapat bekerja sendiri-
sendiri.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai unit pelaksana teknis Badan
Litbang Pertanian di daerah, melalui pelaksanaan fungsi informasi, komunikasi dan
diseminasi (3-Si) diharapkan menjadi roda penggerak dalam mempercepat dan memperluas
pemanfaatan berbagai inovási pertanian hasil litkaji oleh pengguna (pelaku utama dan
pelaku usaha sektor pertanian).Diseminasi adalah cara dan proses penyebarluasan
inovasi/teknologi hasil-hasil litkaji kepada masyarakat atau pengguna untuk diketahui dan
dimanfaatkan. Kegiatan diseminasi hasil litkaji dapat dimaknai juga sebagai upaya scalling

1
up hasil litkaji (Kasryno, 2006). Untuk itu, perlu strategi atau mekanisme yang efisien dan
efektif.
Salah satu faktor yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan petani-
peternak adalah melalui penyelenggaraan penyuluhan pertanian.Penyuluhan Pertanian
merupakan suatu pendidikan non-formal yang ditujukan kepada petani-peternak dan
keluarganya untuk meningkatkan pengetahuannya di sektor pertanian. Penyebarluasan
informasi dalam penyuluhan pertanian mencakup penyebaran informasi yang berlangsung
antar penentu kebijakan, antar peneliti, antar penyuluh, antar petani maupun antar pihak-
pihak yang berkedudukan setingkat dalam proses pembangunan pertanian sehingga
meningkatkan produksi dan menambah pendapatan/keuntungan.Keberhasilan
penyelenggaraan penyuluhan pertanian sangat ditentukan oleh materi pendukung, seperti
media dan metode penyuluhan pertanian dalam berbagai bentuk dan sesuai dengan
kebutuhan.Media dan metode penyuluhan pertanian dalam berbagai bentuk dan sesuai
dengan sasaran yang ingin dituju, mutlak diperlukan karena tingkat kemampuan maupun
tingkat pendidikan petani-peternak berbeda.
Dari evaluasi pelaksanaan diseminasi dari berbagai media dan metode penyuluhan,
dipandang perlu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan diseminasi sehingga
lebih berdaya guna dan memenuhi pemecahan masalah yang dihadapi oleh petani sesuai
dengan perkembangan pembangunan. Mengingat masih banyaknya hasil litkaji yang belum
diadopsi oleh petani karena kurangnya informasi teknologi yang diterima, makadiperlukan
kegiatan percepatan adopsi inovasi oleh BPTP Bengkulu.Percepatan adopsi inovasi di
Provinsi Bengkulu salah satunya dilakukan dengan metode demonstrasi plot (demplot).
Demplot merupakan salah satu metode penyuluhan pertanian yang dapat digunakan untuk
mempercepat penyebaran informasi inovasi pertanian kepada masyarakat
pertanian.Demplot adalah kegiatan untuk memperlihatkan secara nyata tentang penerapan
teknologi pertanian yang dilaksanakan oleh perorangan.Salah satu inovasi teknologi yang
didiseminasikan melalui demplot adalah teknologi budidaya kedelai dengan pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang dilaksanakan di Kabupaten Lebong.

2
1. 2. Tujuan
1. Mendesiminasikan teknologi budidaya kedelai dengan pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT).
2. Menjaring sikap dan respon penyuluh dan petani terhadap teknologi yang
didesiminasikan.

1.3. Keluaran
1. Terdesiminasinya teknologi budidaya kedelai dengan pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT).
2. Terjaringnya sikap dan respon penyuluh dan petani terhadap teknologi yang
didesiminasikan

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Kedelai


Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena merupakan salah satu
tanaman pangan penting setelah beras dan jagung.Peningkatan produktivitas dan efisiensi
dalam budidaya kedelai dapat dicapai dengan penerapan teknologi yang bersifat spesifik
lokasi atau melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). PTT kedelai
merupakan suatu pendekatan dalam produksi kedelai agar teknologi dan atau proses
produksi yang diterapkan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Lingkungan yang
dimaksud meliputi kondisi biofisik lahan (iklim, tanah, air, dan organisme pengganggu
tanaman (OPT), keadaan sosial ekonomi masyarakat diantaranya kemampuan dan keinginan
petani, serta kasus kelembagaan yang terkait dengan pembangunan pertanian.
Komponen teknologi yang diterapkan dalam PTT kedelai antara lain :
1. Penyiapan Lahan
 Tanah bekas pertanaman padi tidak perlu diolah (TOT). Jika menggunakan lahan
tegal, dilakukan pengolahan tanah intensif yaitu dua kali dibajak dan sekali garu.
 Saluran drainase setiap 4-5 m dengan kedalaman 25-30 cm dan lebar 30 cm, yang
berfungsi untuk mengurangi kelebihan air sekaligus sebagai saluran irigasi pada saat
tidak hujan.
2. VUB yang Dianjurkan
 Beberapa VUB yang dianjurkan antara lain Anjasmoro dan Grobogan.
 Kebutuhan benih 40 kg/ha dengan daya tumbuh 90%.
3. Saluran Drainase/Irigasi
 Kedelai merupakan tanaman yang peka terhadap cekaman air, khususnya kelebihan
air. Hal ini dapat diatasi dengan membuat saluran drainase pada bidang tanam atau
sekeliling petakan.
4. Penanaman
 Benih ditanam dengan cara ditugal pada kedalaman 2-3 cm.
 Jarak tanam 10-15 cm x 40 cm
 2-3 biji per lubang tanam
 Agar tidak terjadi akumulasi serangan hama penyakit serta kekurangan air, kedelai
dianjurkan ditanam tidak lebih dari 3 hari setelah tanaman padi dipanen.

4
5. Pemupukan
 Dosis sekitar 50 kg urea, 75 kg SP-36, dan 100-150 kg KCl/ha. Diberikan seluruhnya
pada saat tanam atau diberikan dua kali (saat tanam dan 2 MST).
 Pada sawah yang subur dan bekas padi yang dipupuk dengan dosis tinggi, tanaman
kedelai tidak perlu tambahan NPK.
 Agar dosis pemupukan sesuai dengan spesifik lokasi hendaknya dilakukan uji tanah,
baik laboratorium, PUTS, dan PUTK.
6. Penggunaan Mulsa Jerami
 Penggunaan mulsa jerami penting dilakukan untuk menekan frekuensi penyiangan
dan menekan serangan lalat bibit.
 Pemberian sebanyak 5 ton/ha, dihamparkan merata dengan ketebalan 10 cm.
7. Pengairan
 Fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan air adalah awal
pertumbuhan vegetatif yaitu pada 15-21 hari setelah tanam (HST), saat berbunga
(25-35 HST), dan saat pengisian polong (55-70 HST). Dengan demikian tanaman
perlu diairi bila curah hujan tidak cukup.
8. Pengendalian Hama dan Penyakit
 Hama utama pada tanaman kedelai yang perlu dikendalikan antara lain adalah Lalat
Bibit (Ophiomyia phaseoli), Pengisap Polong (Riptortus linearis), Ulat Grayak
(Spodoptera litura), Penggerek Polong (Etielia zincekenella). Teknik pengendaliannya
yaitu:
a) Jika pada saat pemantauan, populasi hama tinggi atau kerusakan daun 12,5%
dan kerusakan polong 2,5%, tanaman perlu disemprot dengan insektisida efektif.
b) Pengendalian secara kultur teknis yaitu penggunaan mulsa jerami, pergiliran
tanaman dan tanam serentak dalam satu hamparan, serta penggunaan tanaman
perangkap jagung dan kacang hijau.
 Penyakit utama pada kedelai adalah karat daun ( Pakopsora pachyrhizl), hawar daun
(Pseudomonas syringae), dikendalikan dengan Mancozep. Pengendalian penyakit
yang disebabkan oleh virus yaitu dengan mengendalikan vektornya berupa serangga
hama kutu menggunakan insektisidan Decis. Waktu pengendalian adalah pada saat
tanaman berumur 14, 28, dan 42 hari setelah tanam atau menyemprot berdasarkan
populasi hama/vektornya.

5
9. Panen dan Pascapanen
 Panen dilakukan pada saat biji mencapai fase masak yang ditandai dengan 95%
polong telah berwarna coklat atau kehitaman dan sebagian daun pada tanaman
sudah rontok.
 Panen dilakukan dengan cara memotong pangkal batang.
 Brangkasan kedelai hasil panen langsung dihamparkan di bawah sinar matahari
dengan ketebalan 25 cm selama 2-3 hari (tergantung cuaca) menggunakan alas.
Pengeringan dilakukan hingga kadar air 14%.
 Hindari menumpuk brangkasan basah lebih dari 2 hari sebab akan menjadikan benih
berjamur dan mutunya rendah.
 Brangkasan kedelai yang telah kering (kadar air sekitar 14%) secepatnya
dirontokkan baik secara manual maupun mekanis.
 Pembersihan menggunakan tampi atau secara mekanis. Untuk keperluan benih,
sortasi harus dilakukan untuk membuang biji tipe simpang.

6
2.2. Deskripsi Varietas

Varietas yang digunakan adalah Anjasmoro, dengan deskripsi sebagai berikut:


Dilepas tahun : 22 Oktober 2001
Daya hasil : 2,03–2,25 t/ha
Warna hipokotil : Ungu
Warna epikotil : Ungu
Warna daun : Hijau
Warna bulu : Putih
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning
Warna polong masak : Coklat muda
Warna hilum : Kuning kecoklatan
Bentuk daun : Oval
Ukuran daun : Lebar
Tipe tumbuh : Determinit
Umur berbunga : 35,7–39,4 hari
Umur polong masak : 82,5–92,5 hari
Tinggi tanaman : 64 - 68 cm
Percabangan : 2,9–5,6 cabang
Jml. buku batang utama : 12,9–14,8
Bobot 100 biji : 14,8–15,3 g
Kandungan protein : 41,8–42,1%
Kandungan lemak : 17,2–18,6%
Kerebahan : Tahan rebah
Ketahanan thd penyakit : Moderat terhadap karat daun
Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah

7
III. PROSEDUR PELAKSANAAN

3.1. Tahapan Pelaksanaan


3.1.1. Penentuan Lokasi Demplot
Lahan BP3K Tabeak Blau dipilih sebagai lokasi demplot budidaya kedelai
untuk memberikan percontohan langsung kepada KTNA dan penyuluh di Kecamatan
Lebong Atas dan sekaligus memberdayakan BP3K sebagai pusat informasi
pembangunan pertanian di kecamatan.

3.1.2. Penentuan Petani Kooperator/Penyuluh Pelaksana


Yang bertanggung jawab terhadap kegiatan demplot adalah koordinator
penyuluh BP3K Tabeak Blau. Koordinator penyuluh akan menunjuk penyuluh sebagai
pelaksana di lapangan.

3.1.3. Implementasi Demplot oleh Penyuluh Lapangan


Demplot budidaya kedelai dilaksanakan oleh penyuluh atau pelaksana
demplot yang ditunjuk dan telah disepakati dengan penyuluh sebagai pendamping di
lapangan.

3.1.4. Pengumpulan Data oleh Penyuluh Lapangan


Data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan demplot budidaya kedelai terdiri
dari data agronomi dan sosial ekonomi. Data agronomi yang diambil antara lain:
 Tinggi tanaman
 Jumlah cabang
 Umur berbunga
 Jumlah polong per rumpun
 Jumlah biji per polong
 Berat 100 biji.
 Produktivitas hasil ubinan
 Persentase biji yang rusak
Tinggi tanaman, jumlah cabang, dan umur berbunga akan diamati secara
periodik setiap 2 minggu sekali.Data sosial yang diambil meliputi data profil wilayah
pengkajian, pengetahuan, sikap, dan respon penyuluh terhadap teknologi budidaya
kedelai. Sedangkan data ekonomi meliputi analisis kelayakan perubahan teknologi.

8
3.1.5. Diskusi/Pertemuan di Lahan atau di BP3K Tabeak Blau
Diskusi dan pertemuan dilaksanakan di lahan atau BP3K Tabeak
Blausebanyak 3 kali, yaitu: 1) Awal pelaksanaan sekaligus penjelasan teknis
budidaya kedelai; 2)Pengamatan dan diskusi rencana pengumpulan dan pengolahan
data; 3) Pertemuan dalam rangka penulisan KTI hasil demplot.

3.2. Prosedur pelaksanaan


Pelaksanaan demplot budidaya kedelai dilaksanakan secara partisipatif
dimulai bulan Januari s/d Desember 2015 di BP3K Tabeak Blau. Komponen teknologi
budidaya kedelai yang akan dilaksanakan adalah:
a. Varietas unggul
Varietas yang digunakan pada demplot budidaya kedelai adalah Varietas
Anjasmoro.
b. Benih Bermutu dan Berlabel
 Benih memiliki tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi (>85%).
 Diperoleh dari benih berlabel yang sudah lulus proses sertifikasi.
c. Penyiapan Lahan
 Olah tanah secara intensif yaitu satu kali bajak dan sekali digaru.
 Taburkan bahan organik (pupuk kompos) pada lahan yang telah diolah
sebanyak 3 ton/hektar.

d. Penanaman
 Tugal lahan yang telah diolah dan siap dengan kedalaman 2 – 3 cm.
 Buat jarak tanam 20 X 20 cm x 40 cm, 2-3 biji/lubang tanamagar tidak
terjadi akumulasi serangan hama penyakit serta kekurangan air.

9
 Jumlah populasi tanaman antara 350.000-500.000 tanaman/ha dengan
kebutuhan benih 40-60 kg/ha, tergantung pada ukuran biji.

e. Pemupukan
Pupuk tanaman dengan menggunakan pupuk urea, SP-36, dan KCl dengan dosis
sebagai berikut:

Waktu Pemupukan Dosis Pupuk (kg/ha)


Urea SP-36 KCl
Saat Tanam 50 40 50
Umur 14 HST 50 35 50

f. Amelioran pada lahan kering masam


 pH 4,5-5,3 sebanyak 2 ton kapur/ha
 pH 5,3-5,5 sebanyak 1 ton kapur/ha
 pH 5,5-6,0 sebanyak 0,5 ton kapur/ha

g. Pengendalian hama dan penyakit


Beberapa hama utama pada tanaman kedelai yang perlu diwaspadai dan
dikendalikan adalah: Lalat bibit ( Ophiomyia phaseoli), Pengisap polong
(Riptortus linearis), Ulat grayak (Spodoptera litura), Penggerek polong (Etielia
zincekenella). Teknik pengendaliannya yaitu:

10
1. Pengendalian hama dilakukan berdasarkan pemantauan. Jika populasi hama
tinggi atau kerusakan daun 12,5 % dan kerusakan polong 2,5 %, tanaman
perlu disemprot dengan insektisida efektif.

Hama Ulat Grayak


Hama Penggerek Polong

.
2. Pengendalian
secara kultur
teknis antara
lain penggunaan mulsa jerami, pergiliran tanaman dan tanam serentak
dalam satu hamparan, serta penggunaan tanaman perangkap jagung dan
kacang hijau yang ditanam pada pematang sawah.
3. Penyakit utama pada kedelai adalah karat daun ( Pakopsora pachyrhizl),
hawar daun (Pseudomonas syringae) dikendalikan dengan Mancozep dan
virus yang belum dapat dikendalikan dengan pestisida. Pengendalian virus
dilakukan dengan mengendalikan vektornya yaitu serangga hama kutu
dengan insektisida Decis. Waktu pengendalian adalah pada saat tanaman
berumur 14, 28 dan 42 hari atau menyemprot berdasarkan populasi
hama/vektornya.

Hama Penggerek Pucuk Penyakit Hawar Daun

h. Panen dan Pasca Panen

11
 Panen dilakukan pada umur 82,5–92,5 hari, saat biji mencapai fase masak
yang ditandai dengan95 % polong telah berwarna coklat atau kehitaman dan
sebagian besar daun pada tanaman sudah rontok. Panen dilakukan dengan
cara memotong pangkal batang.
 Brangkasan kedelai hasil panen langsung dihamparkan dibawah sinar
matahari dengan ketebalan 25 cm selama 2-3 hari (tegantung cuaca)
menggunakan alas. Pengeringan dilakukan hingga kadar air mencapai 14%.
 Hindari menumpuk brangkasan basah lebih dari 2 hari sebab akan
menjadikan benih berjamur dan mutunya rendah. Brangkasan kedelai yang
telah kering (kadar air sekitar 14%) secepatnya dirontokkan baik secara
manual maupun mekanis (threser).

12
IV. HASIL

4.1. Desiminasi Teknologi budidaya kedelai dengan pendekatan Pengelolaan


Tanaman Terpadu (PTT)

Desiminasi teknologi budidaya kedelai dengan pendekatan PTT dilakukan


melalui demplot di lahan BP3K Tabeak Balau Kecamatan Lebong Atas Kabupaten
Lebong. Komponen PTT kedelai yang dilaksanakan adalah penggunaan varietas
unggul, benih bermutu dan berlabel, pengolahan dan penyiapan lahan, penanaman,
pemupukan, pemberian amelioren dan kapur, pengendalian hama dan penyakit, panen
dan pasca panen. Dari pelaksanaan demplot dilakukan pengamatan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Komponen hasil yang diamati pada
kegiatan demplot kedelai yang dilakukan pada lahan BP3K Tabeak Blau Kecamatan
Lebong Atas Kabupaten Lebong meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah cabang
(cabang), umur berbunga (HST), jumlah polong/rumpun, berat 100 biji (gram),
persentase biji rusak (%) dan produksi (ton/ha). Dari hasil pengamatan dan
pengukuran diperoleh komponen hasil budidaya kedelai yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel.1 Kompenen Hasil Budidaya Kedelai di Lahan Sub Optimal BP3K Tabeak Blau
Kec. Lebong Atas Kab. Lebong, April-Juli 2015.

Uraian Hasil Pengukuran


Tinggi Tanaman 64-68 cm
Jumlah Cabang 3-8 cabang
Umur Berbunga 36 HST
Jumlah polong/rumpun 125-156 polong
Jumlah biji/polong 2-3 biji
Berat 100 biji 90 gram
% biji rusak 20 %
Produksi 0,4 ton/ha

Tabel 1 menunjukkan bahwa keragaan tanaman kedelai yang cukup, belum


menunjukkan keragaan yang bagus karena penanaman kedelai pada musim kemarau.
Pada awal pelaksanaan penanaman demplot kedelai kondisi tanah masih dalam
keaadan lembab, namun pada saat tanaman mulai umur 2 minggu tanaman kedelai
tidak mendapatkan air yang cukup untuk pertumbuhannya. Dengan kondisi
kekeringan atau curah hujan yang sangat rendah tanaman kedelai masih mampu
bertahan dengan tinggi tanaman mencapai 64-68 cm, jumlah cabang 3-8 cabang

13
perbatang, umur berbunga 36 hari setelah tanam (HST), jumlah polong 125-156
polong per rumpun hanya saja dengan jumlah biji per polong hanya 2-3 biji dan
kondisi pertanaman tidak mendapatkan air yang cukup serta persentase biji rusak
yang cukup tinggi (20%) sehingga produksi hanya 0,4 ton/ha biji kering.

4.2. Sikap dan Respon Penyuluh dan Petani Terhadap Teknologi PTT Kedelai
Untuk mengetahui sikap dan respon penyuluh dan petani terhadap teknologi
PTT kedelai di wilayah kerja BP3K Tabeak Blau dilakukan melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner kepada penyuluh dan petani wilayah kerja BP3K Tabeak Blau
yang berjumlah 21 orang. Sikap penyuluh dan petani dilihat dari tingkat pengetahuan
dan sikap kognitif penyuluh dan petani wilayah kerja BP3K Tabeak Blau terhadap
teknologi PTT kedelai. Dan respon penyuluh dan petani terhadap teknologi PTT
kedelai dilihat dari sikap afektif. Pengetahuan penyuluh dan petani terhadap teknologi
PTT kedelai disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengetahuan penyuluh dan petani terhadap teknologi PTT kedelai di BP3K
Tabeak Blau Kabupaten Lebong tahun 2015

Tingkat Pengetahuan Nilai %


Terendah (nilai=3) 3 4,76
Tertinggi (nilai=8) 8 4,76
Rata-rata Nilai 5,6
Sumber : Data Primer (diolah), 2015.
Dari Tabel 2 diketahui bahwa tingkat pengetahuan penyuluh dan petani
terendah adalah 3 dan tertinggi adalah 8 masing-masing 4,76%. Rata-rata
pengetahuan penyuluh dan petani bernilai 5,6 sedangkan 61,90% pengetahuannya
berada di atas rata-rata. Melihat kondisi pengetahuan petani maupun penyuluh di
wilayah BP3K masih tergolong rendah maka masih diperlukan peningkatan
pengetahuan teknis budidaya kedelai melalui berbagai metode penyuluhan di wilayah
kerja BP3K Tabeak Blau.
Selanjutnya sikap kognitif penyuluh dan petani di wilayah kerja BP3K Tabeak
Blau terhadap teknologi PTT kedelai merupakan respon penyuluh dan petani. Sikap
kognitif penyuluh dan petani terhadap teknologi PTT kedelai disajikan pada Tabel 3.

14
Tabel 3. Sikap Kognitif penyuluh dan petani terhadap teknologi PTT kedelai di BP3K
Tabeak Blau Kabupaten Lebong tahun 2015

% Sikap Kognitif Responden


Pertanyaan
Sangat Ragu- Tidak
Setuju
Setuju ragu setuju
1 66,67 33,33
2 42,86 52,38 4,76
3 38,10 61,90
4 33,33 38,10 28,57
5 19,05 19,04 51,91 10
6 23,81 47,62 21,57 7
Sumber : Data Primer (diolah), 2015.
Dari Tabel 3 terlihat bahwa sikap kognitif penyuluh dan petani di wilayah kerja
BP3K Tabeak Blau tentang Informasi teknologi budidaya kedelai sangat dibutuhkan
oleh 66,67% responden, sedangkan hanya 38,10% responden setuju bahwa
penerapan teknologi budidaya kedelai terkendala oleh sistem budidaya yang
diterapkan oleh petani dan penyuluh dan selebihnya 61,91% responden tidak setuju .
Selanjutnya respon penyuluh dan petani terhadap teknologi PTT kedelai dilihat dari
sikap afektif penyuluh dan petani. Sikap afektif penyuluh dan petani disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Sikap afektif penyuluh dan petani terhadap teknologi PTT kedelai di BP3K
Tabeak Blau Kabupaten Lebong tahun 2015

% Sikap Kognitif Responden


Pertanyaan
Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju
1 57,14 42,86
2 42,86 57,14
3 28,57 47,62 23,81
4 14,29 54,38 31,33
5 19,05 19,05 61,90
Sumber : Data Primer (diolah), 2015.

Dari Tabel 4 terlihat bahwa pertanyaan no 1 dan 2 seluruh responden setuju


dan sangat setuju tentang pelaksanaan demplot untuk menambah pengetahuannya,
demikian halnya dengan komponen budidaya yang tidak terbiasa dilakukan petani,
61,90% responden menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju artinya
responden senang dengan teknologi yang diterapkan.

15
V. PENUTUP

1. Percontohan demplot budidaya kedelai di lahan BP3K bermanfaat sebagai percontohan


budidaya bagi petani yang akan melaksanakan GPPTT kedelai di lahannya, serta
wahana belajar bagi penyuluh dalam meningkatkan keterampilannya.
2. Sebesar 66,67% penyuluh dan petani setuju terhadap teknologi budidaya kedelai
melalui pendekatan PTT serta 100% penyuluh dan petani setuju bahwa demplot efektif
dalam meningkatkan pengetahuan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Umi P. 2015. Rencana Diseminasi Hasil Penelitian (RDHP): Peningkatan Kapasitas
Penyuluhan dalam Rangka Percepatan Penyebaran Inovasi Pertanian di Provinsi
Bengkulu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu.

Badan Litbang Pertanian. 2005. Panduan Umum Pelaksanaan Pengkajian serta Program
Informasi, Komunikasi, dan Diseminasi di BPTP. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Badan Litbang Pertanian. 2007. Kedelai, Teknik Produksi dan Pengembangannya.

Sugandi, D., W. Wibawa, Nurmegawati, A. Damiri. 2015. Inovasi Teknologi Mendukung


Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai di Propinsi BengkuluBengkulu : Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

17

Anda mungkin juga menyukai