Anda di halaman 1dari 19

PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA JAGUNG HIBRIDA

DENGAN PENDEKATAN PENGELOLAAN


TANAMAN TERPADU (PTT)
DI KABUPATEN OKU TIMUR

DISUSUN OLEH:
Triyandar Arief
Bunaiyah Honorita
Herwenita

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SUMATERA SELATAN

2017

1
KATA PENGANTAR

Dari evaluasi pelaksanaan diseminasi dipandang perlu untuk meningkatkan kuantitas


dan kualitas kegiatan diseminasi sehingga lebih berdaya guna dan memenuhi pemecahan
masalah yang dihadapi oleh petani sesuai dengan perkembangan pembangunan. Mengingat
masih banyaknya hasil litkaji yang belum diadopsi oleh petani karena kurangnya informasi
teknologi yang diterima, maka diperlukan kegiatan percepatan adopsi inovasi oleh BPTP
Sumatera Selatan. Percepatan adopsi inovasi dilakukan melalui diseminasi inovasi teknologi,
di antaranya adalah budidaya jagung hibrida dengan pendekatan PTT yang merupakan
teknologi yang telah dilakukan pada kegiatan pengkajian sebelumnya dan sangat perlu
disebarluaskan kepada petani dan stakeholders.
Petunjuk teknis ini disusun sebagai pedoman bagi para pemandu lapang seperti:
PPL, POPT dan petugas pertanian lain dalam melaksanakan budidaya jagung hibrida
dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di Kabupaten OKU Timur
Provinsi Sumatera Selatan.
Palembang, Maret 2017

Tim Kegiatan

2
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung sebagai salah satu komoditas strategis di Indonesia merupakan makanan


pokok kedua setelah beras dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kebutuhan akan
jagung terus meningkat, baik untuk pangan maupun pakan. Kebutuhan jagung untuk pakan
sudah lebih dari 50% kebutuhan nasional. Peningkatan kebutuhan jagung terkait dengan
makin berkembangnya usaha peternakan, terutama unggas. Sementara itu produksi jagung
dalam negeri belum mampu memenuhi semua kebutuhan, sehingga kekurangannya
dipenuhi dari jagung impor (Badan Litbang Pertanian, 2008). Impor jagung tentunya
merugikan bagi petani dan sekaligus merupakan peluang untuk meningkatkan produktivitas
jagung di Indonesia. Ditinjau dari sumber daya yang dimiliki, Indonesia mampu
berswasembada jagung, dan bahkan mampu pula menjadi pemasok jagung di pasar dunia.
Untuk mewujudkan hal itu diperlukan berbagai dukungan terutama teknologi, investasi, dan
kebijakan.
Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi untuk pengembangan produksi jagung.
Luas panen jagung di Provinsi Sumatera Selatan mencapai 22.653 ha dengan produksi
103.770 ton dan produktivitas 4,58 ton/ha (BPS Provinsi Sumatera Selatan, 2013). Salah
satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah dengan
menerapkan teknologi melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Komponen
PTT jagung tersebut adalah sebagai berikut: 1) penggunaan varietas unggul baru (VUB); 2)
benih bermutu dan berlabel; 3) pemberian bahan organik; 4) penyiapan lahan; 5)
pengaturan populasi tanaman; 6) pemupukan; 7) pembuatan saluran drainase; 8)
pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara terpadu, serta 9) teknologi
panen; dan 10) pasca panen. Ada korelasi positif antara jumlah komponen PTT yang
diterapkan dengan produktivitas tanaman. Hingga batas tertentu komponen PTT
diterapkan, semakin tinggi produktivitas yang dapat dicapai (Wibawa dkk., 2011).
Penerapan teknologi hasil litkaji spesifik lokasi diharapkan dapat mendorong
pembangunan pertanian di daerah, sehingga sektor pertanian mampu berfungsi sebagai
mesin penggerak perekonomian nasional. Kinerja sistem alih teknologi akan berhasil dan
berdaya guna apabila mendapat dukungan dari tiga kelembagan yang saling terkait yaitu
(i) kelembagaan penelitian dan pengembangan, (ii) kelembagaan penyuluhan, dan (iii)
kelembagaan petani. Ketiga lembaga tersebut merupakan satu rangkaian yang saling

3
mendukung dan terkait dalam suatu sistem alih teknologi dan tidak dapat bekerja sendiri-
sendiri.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sebagai unit pelaksana teknis Badan
Litbang Pertanian di daerah, melalui pelaksanaan fungsi informasi, komunikasi dan
diseminasi (3-Si) diharapkan menjadi roda penggerak dalam mempercepat dan memperluas
pemanfaatan berbagai inovási pertanian hasil litkaji oleh pengguna (pelaku utama dan
pelaku usaha sektor pertanian). Diseminasi adalah cara dan proses penyebarluasan
inovasi/teknologi hasil-hasil litkaji kepada masyarakat atau pengguna untuk diketahui dan
dimanfaatkan. Kegiatan diseminasi hasil litkaji dapat dimaknai juga sebagai upaya scalling
up hasil litkaji (Kasryno, 2006). Untuk itu, perlu strategi atau mekanisme yang efisien dan
efektif.
Salah satu faktor yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan petani-
peternak adalah melalui penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Penyuluhan Pertanian
merupakan suatu pendidikan non-formal yang ditujukan kepada petani-peternak dan
keluarganya untuk meningkatkan pengetahuannya di sektor pertanian. Keberhasilan
penyelenggaraan penyuluhan pertanian sangat ditentukan oleh materi pendukung, seperti
media dan metode penyuluhan pertanian dalam berbagai bentuk dan sesuai dengan
kebutuhan. Media dan metode penyuluhan pertanian dalam berbagai bentuk dan sesuai
dengan sasaran yang ingin dituju, mutlak diperlukan karena tingkat kemampuan dan
pendidikan petani-peternak berbeda.
Dari evaluasi pelaksanaan diseminasi dari berbagai media dan metode penyuluhan,
dipandang perlu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan diseminasi sehingga
lebih berdaya guna dan memenuhi pemecahan masalah yang dihadapi oleh petani sesuai
dengan perkembangan pembangunan. Mengingat masih banyaknya hasil litkaji yang belum
diadopsi oleh petani karena kurangnya informasi teknologi yang diterima, maka diperlukan
kegiatan percepatan adopsi inovasi oleh BPTP Sumatera Selatan. Percepatan adopsi inovasi
di Provinsi Sumatera Selatan salah satunya dilakukan dengan metode demonstrasi plot
(demplot). Demplot merupakan kegiatan untuk memperlihatkan secara nyata tentang
penerapan teknologi pertanian yang dilaksanakan oleh perorangan. Salah satu inovasi
teknologi yang didiseminasikan BPTP Sumatera Selatan melalui demplot kegiatan
Pendampingan Pengembangan Kawasan Jagung adalah teknologi budidaya jagung hibrida
dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang dilaksanakan di Kabupaten
OKU Timur Provinsi Sumatera Selatan.

4
1.2. Tujuan
1. Meningkatkan peran peneliti dan penyuluh BPTP dalam mempercepat proses
adopsi inovasi teknologi budidaya jagung hibrida dengan pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
2. Mendiseminasikan teknologi budidaya jagung hibrida dengan pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) kepada petani dan penyuluh.
3. Mengetahui minat dan respon petani dan penyuluh terhadap inovasi teknologi
budidaya jagung hibrida dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT).

1.3. Keluaran
1. Meningkatnya peran peneliti dan penyuluh BPTP dalam mempercepat proses
adopsi inovasi teknologi budidaya jagung hibrida dengan pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
2. Terdiseminasinya teknologi budidaya jagung hibrida dengan pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) kepada petani dan penyuluh.
3. Diketahuinya minat dan respon petani dan penyuluh terhadap inovasi teknologi
budidaya jagung hibrida dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT).

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Jagung


2.1.2. Deskripsi Varietas Bima 19 URI
Dilepas tahun : 2013

Umur 50% keluar rambut : ± 58 hari


Masak fisiologis : ± 102 hari setelah tanam
Tinggi tanaman : ± 213 cm
Batang : Diameter ± 2,3 cm, bentuk bulat
Ukuran tongkol : Panjang ± 17,9 cm, diameter ± 4,9 cm
Tipe/warna biji : Semi mutiara/kuning orange
Jumlah baris/tongkol : 14 – 16
Bobot 1000 biji : ± 343 gram
Potensi hasil : 12,5 t/ha
Kandungan protein : ± 15,41%
Kandungan lemak : ± 11,98%
Kandungan karbohidrat : 58,60%
Ketahanan : Tahan penyakit bulai, karat dan hawar
daun
2.1.2. Deskripsi Varietas Bima 20 URI
Dilepas tahun : 2013

Umur 50% keluar rambut : ± 58 hari


Masak fisiologis : ± 102 hari setelah tanam
Tinggi tanaman : ± 210 cm
Batang : Diameter ± 2,2 cm, bentuk bulat
Ukuran tongkol : Panjang ± 17,9 cm, diameter ± 4,9 cm
Kedudukan tongkol : Pertengahan tanaman
Kelobot : Menutup dengan baik
Tipe/warna biji : Semi mutiara/kuning orange
Jumlah baris/tongkol : 14 – 16
Baris biji : Silindris
Bobot 1000 biji : ± 339 gram
Potensi hasil : 12,8 t/ha
Ketahanan : Tahan penyakit bulai, karat dan hawar
daun

2.1.4. Budidaya Jagung dengan Pendekatan PTT

6
Alternatif penerapan teknologi budidaya jagung, yaitu teknologi dasar dan pilihan.
Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua areal pertanaman
jagung, yaitu:
1) Penggunaan varietas unggul baru hibrida (Bima 19 – Bima 20 URI).
2) Benih bermutu dan berlabel. Benih bermutu adalah benih yang mempunyai tingkat
kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi (>95%) yang umumnya ditemukan pada benih
yang berlabel. Sebelum dilakukan penanaman benih diberi perlakuan dengan bahan
kimia, seperti Metalaksil sebanyak 2 gr per 1 kg benih yang dicampur dengan 10 ml air,
larutan tersebut dicampurkan dengan benih secara merata, selanjutnya benih baru
ditanam. Kebutuhan benih adalah 15 - 20 kg/ha, dan tergantung ukuran benih,
semakin kecil ukuran benih dengan bobot 1.000 butir (200 g) semakin sedikit kebutuhan
benih. Benih bermutu yang baik, jika ditanam akan tumbuh serentak pada saat umur 4
HST dalam kondisi normal. Untuk menciptakan hal ini bila pH kurang dari 5, sebaiknya
ditambah kapur dengan dosis 1.200 kg/ha.

3) Populasi tanaman 66.000-75.000 tanaman/ha. Populasi tanaman ditentukan oleh


mutu benih dan penggunaan jarak tanam, untuk mencapai populasi tersebut jarak
tanam yang dianjurkan adalah :
- 70 x 20 cm dengan satu benih per lubang tanam
- 75 x 20 cm dengan satu benih per lubang tanam
- 75 x 40 cm dengan dua benih per lubang tanam

7
4) Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.
Pemberian pupuk berbeda antar lokasi, pola tanam, benih jagung yang digunakan
(hibrida/komposit) dan pengelolaan tanaman. Penggunaan pupuk spesifik lokasi
meningkatkan hasil dan menghemat penggunaan pupuk. Kebutuhan hara N tanaman
dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan daun jagung dengan
Bagan Warna Daun (BWD), sedangkan kebutuhan hara P dan K dengan Perangkat Uji
Tanah Kering (PUTK). Penggunaan BWD pada 40-45 hari setelah tanam (HST) untuk
mendeteksi kecukupan N bagi tanaman, sedangkan pemberian pupuk P dan K mengacu
pada PUTK (lahan kering) dan PUTS (lahan sawah). Secara umum jenis, dosis dan
pemberian pupuk dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Takaran pupuk dan waktu pemberian pada tanaman jagung
Waktu pemupukan Urea (kg/ha) SP-36 (kg/ha) KCl (kg/ha)
7-10 HST 100 150 100
30-35 HST 150 - -
45-50 HST (gunakan 100-150 - -
BWD)

Teknologi Pilihan
Komponen teknologi pilihan merupakan komponen teknologi yang harus
disesuaikan dengan kondisi, kemauan dan kemampuan petani setempat seperti:
1. Penyiapan lahan. Pengolahan lahan untuk penanaman jagung dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu: olah tanah sempurna (OTS), umumnya
dilakukan pada lahan kering, dengan mengolah tanah cara dibajak
menggunakan traktor atau dibajak ditarik sapi, atau menggunakan cangkul
kemudian digaru dan disisr hingga rata. Kemudian tanpa olah tanah (TOT) atau
olah tanah minimum dan umumnya dilakukan pada lahan sawah setelah padi.
2. Pembuatan saluran drainase atau saluran irigasi. Pada lahan kering atau
lahan sawah sangat diperlukan saluran drainase atau saluran irigasi, karena
tanaman jagung sangat peka terhadap kelebihan air. Pada lahan kering saluran

8
drainase diperlukan untuk mengalirkan air sekaligus berfungsi sebagai pengatur
air di areal pertanaman terutama pada saat musim hujan dan biasanya dibuat
pada saat penyiangan pertama dengan menggunakan cangkul atau mesin
pembuat alur. Pada lahan sawah perlu dibuat saluran irigasi untuk memudahkan
pengaturan pengairan tanaman biasanya dibuat pada saat penyiangan pertama
dan dibuat setiap dua baris tanaman agar lebih efisien.
3. Pemberian bahan organik dapat berupa sisa tanaman. Kotoran hewan,
pupuk hijau dan kompos (humus), biasanya diberikan sebagai penutup tanam
benih dengan dosis 1-2 ton/ha. Bahan organik bermanfaat untuk memperbaiki
kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah dan hendaknya persyaratan teknis
pupuk organik mengacu pada Permentan Nomor 2 tahun 2006, kecuali
diproduksi untuk keperluan sendiri.
4. Pembumbunan. Pembumbunan bertujuan untuk memberikan lingkungan akar
yang lebih baik, agar tanaman dapat tumbuh kokoh dan tidak mudah rebah.
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama dan
pembuatan saluran, atau setelah pemupukan kedua (35 HST) bersaman dengan
penyiangan kedua yang dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul atau
mesin.
5. Pengendalian gulma. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis
ataupun dengan herbisida kontak dengan dosis 1-2 liter per hektar. Penyiangan
secara mekanis dilakukan dengan cangkul. Penyiangan juga bertujuan untuk
meningkatkan jumlah udara dalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar.
Penyiangan pertama dilakukan pada tanaman umur 15 hari setelah tanam dan
penyiangan kedua dilakukan pada tanaman umur 30-35 HST. Penyiangan dapat
dilakukan bersamaan dengan pembumbunan dengan mencangkul tanah di
antara barisan lalu ditimbunkan ke bagian barisan tanaman sehingga
membentuk guludan yang memanjang dan dilakukan dengan memperhatikan
periode kritis tanaman jagung terhadap gulma yaitu pada dua bulan pertama
masa pertumbuhan.
6. Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit
dilakukan berdasarkan pendekatan pengendalian secara terpadu, oleh sebab itu
dianjurkan : a) Identifikasi jenis populasi hama oleh petani atau pengamat OPT
di lapangan, b) Penentuan tingkat kerusakan tanaman menurut kerugian
ekonomi atau ambang tindakan yang sering digunakan sebagai dasar teknik
pengendalian, c) Usaha pengendalian menggunakan taktik dan teknik, agar

9
tanaman selalu sehat, pengendalian secara hayati, penggunaan varietas tahan,
secara fisik dan mekanik, penggunaan senyawa hormon dan pestisida kimia.
7. Panen tepat waktu dan lakukan pengeringan segera. Panen jagung
dilakukan pada saat jagung telah berumur sekitar 100 HST tergantung jenis
varietas yang ditanam. Jagung yang telah siap panen atau disebut juga masak
fisiologis bisa ditandai dengan memperhatikan :
 Kelobot tongkol telah mengering atau berwarna coklat, biji telah mengeras
dan telah berbentuk lapisan hitam minimal 50% pada setiap baris biji.
 Tongkol yang sudah dipanen segera dijemur atau diangin-anginkan jika
terjadi hujan.
 Tidak menyimpan tongkol dalam keadaan basah karena dapat
menyebabkan tumbuhnya jamur.
 Pemipilan biji setelah tongkol kering (kadar air biji kurang lebih 20%)
dengan alat pemipil.
 Jagung pipil dikeringkan lagi sampai kadar air biji mencapai sekitar 15%.

10
III. PROSEDUR KERJA

3.1. Tahapan Pelaksanaan


3.1.1. Penentuan Lokasi Demplot
Lokasi demplot dilaksanakan di lahan jagung Bapak Aan Kelompok Tani Sampoerna
Desa Campang 3 Ulu Kecamatan Cempaka Kabupaten OKU Timur. Lokasi tersebut
dipilih sebagai lokasi demplot budidaya jagung hibrida dengan pendekatan PTT
untuk memberikan percontohan langsung kepada petani dan penyuluh di
Kecamatan Cempaka dan sekaligus memberdayakan BPP sebagai pusat informasi
pembangunan pertanian di kecamatan dengan luas lahan demplot 1,5 ha.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan:
 Lokasi kawasan pengembangan jagung di Provinsi Sumatera Selatan.
 Lahan sudah sering digarap untuk ditanami tanaman jagung hibrida.
 Rekomendasi dari Dinas Pertanian Kabupaten dan KCD penyuluhan.
 Petani dan penyuluh sangat kooperatif.

3.1.2. Penentuan Petani Kooperator/Penyuluh Pelaksana


Yang bertanggung jawab terhadap kegiatan demplot adalah petani kooperator,
Bapak Aan dengan didampingi oleh Ketua Kelompok Bapak Anton dan penyuluh
pelaksana Bapak Said dan Bapak Agus.

3.1.3. Implementasi Demplot oleh Petani Kooperator atau Pelaksana Demplot yang
Ditunjuk dan Penyuluh Lapangan

Demplot budidaya jagung hibrida dengan pendekatan PTT dilaksanakan oleh petani
kooperator yang telah disepakati oleh penyuluh sebagai pendamping di lapangan.

3.1.4. Pengumpulan Data oleh Penyuluh Lapangan


Data yang dikumpulkan dalam pelaksanaan demplot budidaya jagung hibrida
dengan pendekatan PTT adalah data agronomi dan sosial ekonomi. Data agronomi
yang diambil meliputi tinggi tanaman, panjang tongkol, jumlah tongkol, umur
berbunga, produktivitas hasil ubinan, dan komponen hasil. Data sosial ekonomi
meliputi modal sosial petani, perilaku petani, analisis usahatani jagung hibrida
dengan pendekatan PTT.

11
3.1.5. Diskusi/Pertemuan di Lahan atau di BP3K
Diskusi dan pertemuan dilaksanakan di lahan sebanyak 3 kali, yaitu: 1) Awal
pelaksanaan sekaligus penjelasan teknis budidaya jagung dengan pendekatan PTT;
2) Pengamatan dan diskusi rencana pengumpulan dan pengolahan data; 3)
Pertemuan dalam rangka penulisan KTI hasil demplot.

3.2. Metode pelaksanaan


Pelaksanaan demplot budidaya jagung hibrida dengan pendekatan PTT
dilaksanakan secara partisipatif dimulai bulan Mei – September 2017 di lahan
Kelompok Tani Sampoerna Desa Campang 3 Ulu Kecamatan Cempaka Kabupaten
OKU Timur. Teknologi budidaya jagung hibrida yang dilaksanakan adalah:
 Teknologi budidaya jagung hibrida dengan pendekatan PTT
 Teknologi budidaya jagung hibrida non PTT

3.3. Data yang Diambil


Tinggi tanaman, panjang tongkol, tinggi tongkol, umur berbunga diamati secara
periodik setiap 2 minggu sekali. Data sosial yang diambil meliputi data profil
wilayah pengkajian, modal sosial petani (akan diambil di akhir kegiatan),
pengetahuan dan sikap petani dan penyuluh terhadap teknologi budidaya jagung
hibrida dengan pendekatan PTT (akan diambil dua kali: pre test dan post test).
Data ekonomi yang diambil adalah usahatani jagung dengan pendekatan PTT dan
non PTT (penggunaan input berupa benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja; serta
produksi dan harga).

3.4. Petunjuk Teknis Budidaya Jagung Hibrida dengan Pendekatan PTT


Alternatif penerapan teknologi budidaya jagung, yaitu teknologi dasar dan pilihan.
Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua areal pertanaman
jagung, yaitu:
1) Penggunaan varietas unggul baru hibrida (Bima 19 – Bima 20 URI).
2) Benih bermutu dan berlabel. Benih bermutu adalah benih yang mempunyai tingkat
kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi (>95%) yang umumnya ditemukan pada benih
yang berlabel. Sebelum dilakukan penanaman benih diberi perlakuan dengan bahan
kimia, seperti Metalaksil sebanyak 2 gr per 1 kg benih yang dicampur dengan 10 ml air,
larutan tersebut dicampurkan dengan benih secara merata, selanjutnya benih baru
ditanam. Kebutuhan benih adalah 15 - 20 kg/ha, dan tergantung ukuran benih,

12
semakin kecil ukuran benih dengan bobot 1.000 butir (200 g) semakin sedikit kebutuhan
benih. Benih bermutu yang baik, jika ditanam akan tumbuh serentak pada saat umur 4
HST dalam kondisi normal. Untuk menciptakan hal ini bila pH kurang dari 5, sebaiknya
ditambah kapur dengan dosis 1.200 kg/ha.

3) Populasi tanaman 66.000-75.000 tanaman/ha. Populasi tanaman ditentukan oleh


mutu benih dan penggunaan jarak tanam, untuk mencapai populasi tersebut jarak
tanam yang dianjurkan adalah :
- 70 x 20 cm dengan satu benih per lubang tanam
- 75 x 20 cm dengan satu benih per lubang tanam
- 75 x 40 cm dengan dua benih per lubang tanam

4) Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.


Pemberian pupuk berbeda antar lokasi, pola tanam, benih jagung yang digunakan
(hibrida/komposit) dan pengelolaan tanaman. Penggunaan pupuk spesifik lokasi
meningkatkan hasil dan menghemat penggunaan pupuk. Kebutuhan hara N tanaman
dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan daun jagung dengan
Bagan Warna Daun (BWD), sedangkan kebutuhan hara P dan K dengan Perangkat Uji
Tanah Kering (PUTK). Penggunaan BWD pada 40-45 hari setelah tanam (HST) untuk

13
mendeteksi kecukupan N bagi tanaman, sedangkan pemberian pupuk P dan K mengacu
pada PUTK (lahan kering) dan PUTS (lahan sawah). Secara umum jenis, dosis dan
pemberian pupuk dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Takaran pupuk dan waktu pemberian pada tanaman jagung
Waktu pemupukan Urea (kg/ha) SP-36 (kg/ha) KCl (kg/ha)
7-10 HST 100 150 100
30-35 HST 150 - -
45-50 HST (gunakan 100-150 - -
BWD)

Teknologi Pilihan
Komponen teknologi pilihan merupakan komponen teknologi yang harus
disesuaikan dengan kondisi, kemauan dan kemampuan petani setempat seperti:
1) Penyiapan lahan. Pengolahan lahan untuk penanaman jagung dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu: olah tanah sempurna (OTS), umumnya dilakukan pada
lahan kering, dengan mengolah tanah cara dibajak menggunakan traktor atau
dibajak ditarik sapi, atau menggunakan cangkul kemudian digaru dan disisr
hingga rata. Kemudian tanpa olah tanah (TOT) atau olah tanah minimum dan
umumnya dilakukan pada lahan sawah setelah padi.
2) Pembuatan saluran drainase atau saluran irigasi. Pada lahan kering atau
lahan sawah sangat diperlukan saluran drainase atau saluran irigasi, karena
tanaman jagung sangat peka terhadap kelebihan air. Pada lahan kering saluran
drainase diperlukan untuk mengalirkan air sekaligus berfungsi sebagai pengatur
air di areal pertanaman terutama pada saat musim hujan dan biasanya dibuat
pada saat penyiangan pertama dengan menggunakan cangkul atau mesin
pembuat alur. Pada lahan sawah perlu dibuat saluran irigasi untuk memudahkan
pengaturan pengairan tanaman biasanya dibuat pada saat penyiangan pertama
dan dibuat setiap dua baris tanaman agar lebih efisien.

14
3) Pemberian bahan organik dapat berupa sisa tanaman. Kotoran hewan,
pupuk hijau dan kompos (humus), biasanya diberikan sebagai penutup tanam
benih dengan dosis 1-2 ton/ha. Bahan organik bermanfaat untuk memperbaiki
kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah dan hendaknya persyaratan teknis pupuk
organik mengacu pada Permentan Nomor 2 tahun 2006, kecuali diproduksi
untuk keperluan sendiri.
4) Pembumbunan. Pembumbunan bertujuan untuk memberikan lingkungan akar
yang lebih baik, agar tanaman dapat tumbuh kokoh dan tidak mudah rebah.
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama dan
pembuatan saluran, atau setelah pemupukan kedua (35 HST) bersaman dengan
penyiangan kedua yang dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul atau
mesin.
5) Pengendalian gulma. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis
ataupun dengan herbisida kontak dengan dosis 1-2 liter per hektar. Penyiangan
secara mekanis dilakukan dengan cangkul. Penyiangan juga bertujuan untuk
meningkatkan jumlah udara dalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar.
Penyiangan pertama dilakukan pada tanaman umur 15 hari setelah tanam dan
penyiangan kedua dilakukan pada tanaman umur 30-35 HST. Penyiangan dapat
dilakukan bersamaan dengan pembumbunan dengan mencangkul tanah di antara
barisan lalu ditimbunkan ke bagian barisan tanaman sehingga membentuk
guludan yang memanjang dan dilakukan dengan memperhatikan periode kritis
tanaman jagung terhadap gulma yaitu pada dua bulan pertama masa
pertumbuhan.
6) Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit
dilakukan berdasarkan pendekatan pengendalian secara terpadu, oleh sebab itu
dianjurkan : a) Identifikasi jenis populasi hama oleh petani atau pengamat OPT
di lapangan, b) Penentuan tingkat kerusakan tanaman menurut kerugian
ekonomi atau ambang tindakan yang sering digunakan sebagai dasar teknik
pengendalian, c) Usaha pengendalian menggunakan taktik dan teknik, agar
tanaman selalu sehat, pengendalian secara hayati, penggunaan varietas tahan,
secara fisik dan mekanik, penggunaan senyawa hormon dan pestisida kimia.
7) Panen tepat waktu dan lakukan pengeringan segera. Panen jagung
dilakukan pada saat jagung telah berumur sekitar 100 HST tergantung jenis
varietas yang ditanam. Jagung yang telah siap panen atau disebut juga masak
fisiologis bisa ditandai dengan memperhatikan :

15
 Kelobot tongkol telah mengering atau berwarna coklat, biji telah mengeras
dan telah berbentuk lapisan hitam minimal 50% pada setiap baris biji.
 Tongkol yang sudah dipanen segera dijemur atau diangin-anginkan jika
terjadi hujan.
 Tidak menyimpan tongkol dalam keadaan basah karena dapat
menyebabkan tumbuhnya jamur.
 Pemipilan biji setelah tongkol kering (kadar air biji kurang lebih 20%)
dengan alat pemipil.
 Jagung pipil dikeringkan lagi sampai kadar air biji mencapai sekitar 15%.

16
3.5. Rencana Pelaksanaan
BULAN
No Uraian Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Koordinasi antar instansi (Dinas Pertanian, BKP3, BPP dan BPTP)
2. Pemesanan Benih
3. Persiapan lahan/Pengolahan lahan
4. Penanaman
5. Pemupukan ke I (7 – 10 HST)
6. Pemupukan ke II (28 – 30 HST)
7. Pembuatan saluran drainase
8. Penyingan ke I
9. Penyingan ke II
10. Pengendalian hama dan penyakit (HPT) tanaman
11. Pengamatan
12. Panen
13. Penjemuran
14. Pemipilan

17
3.6. Jadwal Palang
Pelaksanaan
No. Uraian Kegiatan Keterangan
Rencana Realisasi
1. Koordinasi antar instansi (Dinas Pertanian, BKP3, BPP dan
BPTP)
2 Pemesanan Benih
3. Persiapan lahan/Pengolahan lahan
4. Penanaman
5. Pemupukan ke I (7 – 10 HST)
6. Pemupukan ke II (28 – 30 HST)
7. Pembuatan saluran drainase
8. Penyingan ke I
9. Penyingan ke II
10. Pengendalian hama dan penyakit (HPT) tanaman
11. Pengamatan
12. Panen
13. Penjemuran
14. Pemipilan

18
3.7. Tabel Pengamatan Demplot Teknologi Budidaya Jagung

No. Uraian Minggu ke-


2 4 6 8 10 12 14
Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal:

1. Tinggi tanaman

2. Panjang tongkol

3. Tinggi tongkol

4. Lingkar tongkol

5. Produksi

6. Jumlah biji per tongkol

7. Berat biji per tongkol

19

Anda mungkin juga menyukai