Disusun Oleh
Constantin Sitorus
NPM. E1D011057
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sektor pertanian yang cukup strategis adalah sub-sektor tanaman pangan.
Sub-sektor ini semakin signifikan posisinya manakala dikaitkan dengan isu ketahanan
pangan baik pada skala rumah tangga maupun wilayah. Ketersediaan pangan yang cukup
dan disertai kemudahan masyarakat untuk mengaksesnya akan menjamin terwujudnya
upaya pencapaian dan peningkatan ketahanan pangan.
Indonesia dikenal sebagai Negara Agraris, dimana sebagian besar penduduknya hidup
dan masih tergantung pada sector pertanian. Pembangunan Nasional dewasa ini
diprioritaskan pada bidang perekonomian sehingga tidak mengherankan apabila
pemerintah selalu berusaha untuk menerapkan kebijakan dalam rangka peningkatan hasil
produksi pertanian. Pembangunan di bidang pertanian mutlak dilakukan, mengingat
sebagian besar penduduk tinggal di pedesaan dengan pekerjaan utamanya bertani. Karena
itu wajarlah jika pembangunan lebih banyak diarahkan untuk memperbaiki kehidupan
masyarakat di daerah pedesaan karena petani merupakan golongan berpendapatan rendah.
Di Indonesia, kebutuhan jagung akan terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan
dengan peningkatan taraf hidup ekonomi masyarakat dan kemajuan industri pakan ternak
Berdasarkan hasil permodelan besarnya permintaan jagung yang tersedia untuk konsumsi
rumah tangga pada tahun 2015 diproyeksikan sebesar 1,33 kg/kapita/tahun atau menurun
sebesar 14,74% dibandingkan tahun 2014. Pada tahun 2016 dan 2017 proyeksi permintaan
jagung untuk konsumsi rumah tangga masing-masing sebesar 1,22 kg/kapita/tahun dan
1,10 kg/kapita/tahun, sehingga total kebutuhan jagung untuk konsumsi langsung pada
tahun 2015, 2016 dan 2017 masing-masing diramalkan sebesar 339,76 ribu ton, 315,62
ribu ton dan 288,08 ribu ton. Diramalkan terjadi peningkatan produksi jagung pada tahun
2016 sampai 2019, dipekirakan surplus jagung akan semakin menurun karena laju
kebutuhan jagung untuk pakan lebih tinggi dari laju peningkatan produksi. Pada tahun
2016 produksi jagung diperkirakan masih surplus sebesar 2,48 juta ton, tahun 2017 surplus
produksi jagung turun menjadi 1,90 juta ton, tahun 2018 kembali turun menjadi 1,16 juta
ton dan tahun 2019 surplus produksi jagung hanya sekitar 308 ribu ton (Kementrian
Pertanian, 2015).
Dengan adanya kebutuhan jagung akan terus meningkat dari tahun ke tahun perlu
adanya upaya peningkatan produksi melalui sumberdaya manusia dan sumberdaya alam,
ketersediaan lahan, potensi hasil dan teknologi. Berikut data konsumsi jagung di Indonesia
dalam kurun waktu 3 tahun:
Tabel 1.1 Data Produksi dan Konsumsi Jagung di Indonesia Tahun 2013- 2015
Tahun Produksi Jagung Konsumsi Jagung
(Ton) (Kg/Kapita)
2013 18.511.853 1.304
2014 19.008.426 1.512
2015 19.611.704 1.553
Sumber data : Badan Pusat Statistik (2016)
2
Pada tahun 2010 Indonesia mampu memproduksi jagung sebesar 18.327.636. Tahun
2011 mengalami penurunan menjadi 17.643.250 hingga tahun 2012 mengalami
peningkatan pula hingga mencapai 19.387.022. Namun untuk 2013 Indonesia mengalami
penurunan produksi lagi hingga mencapai angka 18.510.435 sedangkan pada tahun 2014
Indonesia mampu memproduksi jagung sebesar 19.008.426 dan terus mengalami
peningkatan pada tahun 2015 sebesar 19.611.704 (BPS Indonesia, 2016).
Jagung menjadi salah satu komoditas pertanian yang sangat penting dan saling terkait
dengan industri besar. Selain untuk dikonsumsi untuk sayuran, buah jagung juga bisa
diolah menjadi aneka makanan. Selain itu, pipilan keringnya dimanfaatkan untuk pakan
ternak. Jagung merupakan salah satu komoditi tanaman pangan utama yang banyak
diusahakan oleh sebagian besar penduduk Indonesia, termasuk di Propinsi Bengkulu.
Menyadari signifikansi dan strategisnya posisi jagung ini, Pemerintah Indonesia telah
meletakkan jagung sebagai isu kebijakan penting dalam pembangunan ekonomi sejak orde
lama. Pada tataran Propinsi Bengkulu, beberapa kabupaten memprogramkan daerahnya
menjadi sentra produksi jagung.
Di Provinsi Bengkulu Produksi jagung tahun 2015 diperkirakan sebanyak 52.785 ton
jagung pipilan kering, turun sebanyak 19.971 ton atau -27,45 persen dibanding tahun 2014
yang mencapai 72.756 ton. Penurunan produksi disebabkan turunnya luas panen sebesar
5.506 hektar dari 15.643 ha menjadi 10.137 ha atau turun 35,20 persen walaupun
prodktivitas naik 5,56 ku/ha dari 46,51 ku/ha menjadi 52,07 ku/ha atau naik 11,96 persen
(BPS Provinsi Bengkulu, 2016).
Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Bengkulu
yang terkenal dengan produksi jagung, Pada tahun 2014 produksi jagung mencapai 14.918
ton jagung namun pada tahun 2015 mengalami menurunan menjadi 8.273 ton jagung.
(BPS Provinsi Bengkulu, 2016) Sedangkan Luas panen tanaman jagung pada tahun 2015
tercatat paling luas yaitu seluas 3.440 Hektar dengan produksi 15.835 ton jagung pipilan
kering (http://kabupaten-bengkulu-selatan. blogspot. co.id /2012 /01/ pertanian -tanaman-
pangan-luas-panen. html).
Sistem usahatani jagung sudah memasuki sistem industrial, di mana sekitar 60%
kebutuhan jagung digunakan untuk industri pakan dan makanan, dan sekitar 60% dari total
biaya tunai usahatani jagung digunakan untuk pembelian sarana produksi dan sewa alat
pertanian. Akan tetapi, usahatani jagung masih tetap dikelola oleh petani kecil (Kasyrono
et al, 2015).
Meskipun dikatakan usahatani jagung sudah memasuki sistem industrial, dan terus
meningkat kebutuhan dan produksi jagung akan tetapi usahatani jagung masih tetap
3
dikelola oleh petani masih tergolong kecil. Seharusnya dengan adanya kebutuhan yang
terus meningkat usaha tani juga bisa terus berkembang, dan pendapatan petani terus
bertambah.
Desa Talang Randai memiliki potensi pada komoditas jagungnya, sehingga
pengembangan usahatani tanaman ini perlu terus ditingkatkan agar usahatani menjadi
lebih efisien. Saat ini skala usaha tiap usahatani masih kecil, sehingga diperlukan berbagai
upaya agar usahatani jagung lebih efesien dan lebih berhasil. Keberhasilan petani dalam
berusahatani jagung dapat dilihat dari besar kecilnya pendapatan jagung. Dengan
mengetahui biaya yang digunakan dan besarnya penerimaan oleh usahatani jagung, petani
dapat mengukur tingkat pendapatan petani secara finansial.
Hal ini menunjukkan pentingnya untuk mengkaji Pendapatan Usahatani Jagung. Dari
latar belakang inilah penulis tertarik meneliti Analisis Pendapatan Usahatani Jagung (Zea
mays L) Di Kecamatan Bunga Mas Kabupaten Bengkulu Selatan
1.4 Kegunaan
1. Bagi peneliti, memberikan pengalaman dan pengetahuan mengenai usahatani
Jagung dan prospek kegiatan usahatani Jagung
2. Bagi pengolah usahatani jagung, dapat dijadikan masukan untuk pengembangan
usahanya.
3. Sebagai bahan informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak pihak yang
berkepentingan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tepung jagung atau maizena dan bahan baku industri dari tepung bulir maupun tepung
tongkolnya. Tepung jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku
pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai
penghasil bahan farmasi.
Ada dua hal yang menjadi fokus utama dari seorang pengusaha dalam rangka
mendapatkan keuntungan yang maksimum, yaitu ongkos (Cost) dan penerimaan
(Revenue). Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi
harga per unit produksi yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima
produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan
harganya rendah maka penerimaan total yang diterima produsen semakin kecil.
(Suroso, 2006)
2.2.2 Biaya
Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya
yang jumlahnya tidak bergantung pada perubahan jumlah produksi, misalnya biaya
penyusutan peralatan. Biaya variabel adalah biaya yang dipengaruhi oleh kapasitas
produksi. Semakin besar kapasitas produksi maka semakin besar biaya yang
dibutuhkan dan sebaliknya (Suryani, 2005).
Menurut Daniel (2005), biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima
oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani
dalam proses produksi baik secara tunai maupun tidak tunai. Pada analisis ekonomi,
biaya diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari
analisis yang dikerjakan, yaitu sebagai berikut :
1. Biaya uang dan biaya in natura. Biaya-biaya yang berupa uang tunai, misalnya
upah kerja untuk biaya persiapan atau penggarapan tanah, termasuk upah untuk
ternak, biaya untuk membeli pupuk, pestisida dan lain-lain. Biaya-biaya panen,
bagi hasil, sumbangan dan mungkin pajak- pajak dibayarkan dalam bentuk natura.
2. Biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya
tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah
yang berupa uang. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya berhubungan
langsung dengan besarnya produksi, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk
bibit, pupuk dan sebagainya.
3. Biaya rata-rata dan biaya marginal. Biaya rata-rata adalah hasil bagi antara biaya
total dengan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya marginal adalah biaya
tambahan yang dikeluarkan petani/pengusaha untuk mendapatkan tambahan satu
satuan produk pada suatu tingkat produksi tertentu.
Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan di sektor industri pengolahan
dapat dirinci atas biaya bahan baku, biaya bahan lain, biaya sewa kapital dan biaya
jasa-jasa. Jumlah dari keempat macam biaya ini dinamakan biaya masukan. Nilai
keluaran dikurangi biaya masukan disebut nilai tambah. Di samping itu, tentu saja
dikeluarkan biaya tenaga kerja yang terdiri atas gaji, upah serta berbagai macam
tunjangan dan bonus. Biaya tenaga kerja merupakan bagian dari nilai tambah yang
dihasilkan oleh suatu industri. Biaya masukan ditambah biaya tenaga kerja kemudian
membentuk biaya total. Selisih antara nilai keluaran dan biaya total merupakan
keuntungan kotor/profit bruto (Kiki, 2011).
Analisis biaya dimanfaatkan oleh pengusaha dalam mengambil suatu keputusan.
Biaya adalah nilai korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi. Proses produksi
disebut sebagai suatu proses berupa input diubah menjadi output. Biaya total usaha
7
2.2.3 Penerimaan
Pembangunan ekonomi adalah usaha dalam suatu perekonomian untuk
mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia,
taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat. Pertanian
mempunyai kontribusi besardalam pembangunan ekonomi yaitu kontribusi produksi,
kontribusi Pasar, kontribusi factor produksi dan kontribusi devisa.
Penerimaan dipengaruhi oleh harga output, yaitu jagung. Dalarn analisis finansial,
harga output dinilai berdasarkan harga aktual yang berlaku di lokasi penelitian.
(Ningsih, 2010)
Didalam memproduksi suatu barang, ada dua hal yang menjadi fokus utama dari
seorang pengusaha dalam rangka mendapatkan keuntungan yang maksimum, yaitu
ongkos (Cost) dan penerimaan (Revenue). Semakin banyak jumlah produk yang
dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produksi yang bersangkutan, maka
penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk
yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima
produsen semakin kecil. (Kiki, 2011)
Proses produksi pada pengolahan jagung dapat memberikan dampak terhadap
penerimaan yang diterima oleh pengusaha jagung. Menurut Soekartawi (2005),
penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga. Secara
matematis, rumus penerimaan adalah sebagai berikut:
TR = Q x P
Keterangan:
TR = Penerimaan total usaha pengolahan (Rp/ MT)
Q = Jumlah produksi (Kg/ MT)
P = Harga (Rp/Kg)
8
2.2.4 Pendapatan
Keuntungan merupakan selisih antara pendapatan (penerimaan) kotor dan
pengeluaran total (biaya total). Beberapa ahli mendefinisikan laba sebagai berikut:
Menurut Mubyarto (2004) bahwa laba adalah penerimaan bersih yang diterima
pemilik usaha setelah semua biaya usaha dikeluarkan. Laba yang diperoleh seorang
petani dari usahanya dapat berubah selisih lebih dalam perbandingan antara neraca
pada permulaan usahanya dengan neraca pada akhir usahanya.
Data yang dikumpulkan dan dibatasi dengan pendekatan analisis diskriptif dan
matematik yaitu analisis biaya produksi dan keuntungan. Analisis keuntunan jagung
dilakukan untuk menguraikan secara kualitatif dalam bentuk tabelaris dan presentase.
Metode keuntungan yang digunakan sebagai berikut :
1. Untuk menghitung keuntungan petani perikanan tentang analisis keuntungan
usaha jagung. Digunakan formulasi sebagai berikut (Persamaan) :
= TR TC
Keterangan :
= Keuntungan
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)
TC = Total Cost (Total Biaya)
2.2.5 Efesiensi
Menurut Hartono (2003), mengatakan bahwa untuk menguji apakah tingkat
keuntungan yang diterima dari suatu usaha secara rasional, maka perlu dilakukan
perhitungan dengan mengetahui besarnya nilai Return Cost (R/C), nilai R/C
merupakan perbandingan antara total dengan total biaya yang dikeluarkan.
Formulasi model analisis ini adalah sebagai berikut:
Menurut Basuki dan Mukti (2014), besarnya efisiensi usaha dapat dihitung
dengan R/C rasio yang dapat dirumuskan :
Total Penerimaan
Efisiensi = R/C Ratio Total Pengeluaran
Dimana, TR adalah penerimaan total dari usaha (Rp), TC adalah biaya total
dari usaha (Rp).
R/C > 1 berarti usahatani jagung yang dijalankan efisien, apabila R/C = 1 berarti
usaha usahatani jagung berada pada posisi breakeven point, R/C < 1 berarti
usaha usahatani jagung yang dijalankan tidak efisien (Basuki dan Mukti, 2014).
USAHATANI
JAGUNG
Biaya
Total Biaya
Penerimaan
(TC)
(TR)
Pendapatan
Usaha Tani Jagung Efesien Usaha Tani
Jagung
=1
10
METODOLOGI PENELITIAN
Dengan criteria;
Jika R/C > 1 maka usahatani Jagung layak diusahakan
Jika R/C < 1 maka usahatani Jagung tidak layak diusahakan
JIka R/C = 1 maka usahatani Jagung impas
6. Produksi adalah hasil yang diperoleh dari usahatani jagung pada satu kali musim
tanam yang dinyatakan dengan kilogram (Kg/MT/UT)
7. Total biaya adalah semua biaya pengeluaran yang digunakan dalam produksi,
dinyatakan dalam rupiah (Rp/MT/UT).
8. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya relatif tidak berubah atau tidak tergantung
pada perubahan volume produksi, dinyatakan dalam rupiah (Rp/MT/UT).
9. Biaya variabel adalah biaya yang berubah dan habis dipakai dalam satu kali
proses produksi, dinyatakan dalam rupiah (Rp/MT/UT).
10. Harga adalah harga yang berlaku ditingkat petani, dinyatakan dalam rupiah
(Rp/Kg).
11. Modal adalah sejumlah uang atau barang yang digunakan sebagai penunjang
dalam membiayai seluruh kegiatan produksi usahatani jagung dinyatakan dalam
satuan (Rp/MT/UT).
12. Penerimaan adalah jumlah uang yang diterima oleh petani dan merupakan hasil
perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual produksi, yang dinyatakan
dalam rupiah (Rp/Kg).
13. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi,
dinyatakan dalam rupiah (Rp/MT/UT).
13
DAFTAR PUSTAKA
BPS Provinsi Bengkulu. 2016. Produksi Tanaman Pangan Provinsi Bengkulu. No.
17/03/17/X, 1 Maret 2016. diakses dari http://www.bps.go.id pada tanggal 3
September 2016
Effendy. 2010. Efisiensi Faktor Produksi dan Pendapatan Padi Sawah di Desa Masani
Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso. J. Agroland Vol. 17 No. 3 : 233 - 240.
Purwono dan Hartono. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta
Pakasi, C.,B.,D., Pangemanan, L., Mandei, J., R., dan Rompas, N., N., I., (2011), Efisiensi
Penggunaan Faktor Produksi Pada Usaha Tani Jagung Di Kecamatan Remboken
Kabupaten Minahasa (Studi Perbandingan Peserta dan Bukan Peserta Sekolah
Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu), ASE, Volume 7, Nomor 2, Mei, hal. 51-
60.
Rangkuti, F. 2002. Analisa SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Utama
Pustaka. Jakarta.
Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada : Jakarta.
14