Anda di halaman 1dari 89

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris didukung oleh sumber daya

alamnya yang melimpah memiliki kemampuan untuk mengembangkan sektor

pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu menyuburkan

tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun, kondisi alam yang

memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, dan curah hujan rata-rata per tahun yang

cukup tinggi. Hal itu dikarenakan Indonesia terletak di daerah tropis dan di sekitar

garis khatulistiwa.

Salah satu sub sektor dari pertanian yang baik untuk dikembangkan di

Indonesia adalah perkebunan. Komoditi perkebunan dikembangkan di banyak

negara karena komoditi perkebunan sebagai komoditi ekspor dan impor sehingga

dapat meningkatkan devisa bagi negara yang melakukan ekspor.

Perkebunan merupakan sub sektor pertanian yang memiliki kontribusi

besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Sulawesi

Tenggara. Kontribusi sub sektor perkebunan terus mengalami peningkatan dari

tahun 2012 – 2015. Kontribusi sub sektor perkebunan menempati urutan ketiga

setelah tanaman pangan dan perikanan dari tahun 2013 – 2015. Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha

pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2013 – 2015 dapat dilihat pada Tabel

1
2

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Pertanian di Provinsi Sulawesi Tenggara,
Tahun 2013 - 2015(juta rupiah)

.
Lapangan Usaha Tahun
Pertanian
2013 2014 2015
1. Tanaman bahan makanan 18.349.696 22.162.656 26.361.982
2. Tanaman perkebunan 6.999.511 8.010.895 8.536.112
3. Peternakan 4.102.245 5.129.595 5.695.564
4. Kehutanan 539.393 597.363 679.613
5. Perikanan 9.926.568 9.578.176 10.654.291
Total 39.917.413 45.478.685 51.927.562
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2015

Salah satu daerah sentra lada di Indonesia adalah Provinsi Sulawesi

Tenggara. Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2015, persentase

produksi lada perkebunan rakyat (PR) di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah

sebesar 26,08 % dari seluruh total produksi lada di Indonesia.Walaupun sektor

perkebunan memiliki peran cukup besar dalam perekonomian negara sebagai

sumber devisa dan memberikan kontribusi dalam PDRB, perkembangan

perkebunan lada rakyat di Indonesia khususnya di Provinsi Sualawesi Tenggara

sebaliknya cenderung semakin menurun. Hal ini bertolak belakang dengan

banyaknya permintaan lada di dunia yang harus dipenuhi. Perkembangan luas

areal dan produksi lada perkebunan rakyat (PR) di Provinsi Sualawesi Tenggara

tahun 2011 – 2015 dapat dilihat pada Tabel 2.


3

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Lada Perkebunan Rakyat (PR) di Provinsi
Sulawesi Tenggara, Tahun 2011 – 2015

Luas areal Produksi


No. Tahun
(ha) (ton)
1. 2011 60.700 20.164
2. 2012 61.703 21.311
3. 2013 62.620 22.735
4. 2014 63.679 23.498
5 2015 64.640 24.005
Total 313.342 111.713
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2015

Tabel 2 menunjukan luas areal dan produksi lada tiap tahunnya meningkat,

dapat dilihat luas areal lada yakni 62,712 Ha dan produksi rata-rata yakni

22.341 Ton. Hambatan dalam perkembangan perkebunan lada rakyat di Provinsi

Sulawesi Tenggara dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya petani

memerlukan modal yang cukup besar untuk biaya investasi dan tidak semua

petani memiliki modal yang cukup untuk membangun atau menjalankan

usahanya. Selain itu petani harus mempertimbangkan dan menerima risiko yang

nantinya akan timbul, karena tanaman lada membutuhkan waktu tiga tahun yaitu

sampai tahun keempat untuk memasuki usia produktif agar tanaman baru bisa

dipanen, sehingga petani baru bisa mendapat keuntungan setelah memasuki tahun

keempat. Setelah memasuki usia produktif yaitu tahun ke empat, petani baru bisa

mendapatkan hasil dari produksi pertanaman. Luas areal dan produksi perkebunan

rakyat tanaman tahunan Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara tahun

2014 – 2015 dapat dilihat pada tabel 3.


4

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Tanaman Tahunan


Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014 –
2015.

No. Luas Lahan (Ha) Produksi (Kg)


Komoditi Tahun Tahun Produksi Tahun
2014 2015 Laporan
1. Kakao 69.042,81 67.858,45 323.149
2. Kelapa Sawit 270,75 588,75 103,89
3. Cengkeh 927,10 1.137,85 47.581
4. Lada 3.232,98 3.335,77 69.304
5. Jambu Mete 1.705 893,00 15.357
Sumber: Pemerintah Kolaka Timur, Tahun 2015

Tabel 3 menunjukan luas areal dan produksi perkebunan rakyat tanaman

tahunan, lada merupakan perkebunan rakyat tanaman tahunan urutan kedua

setelah komoditi kakao, yakni luas lahan tanaman 2014adalah 927,10 Ha dengan

produksi tahun laporan yakni 69.301 Kg dan kakao merupakan tanaman tahunan

dengan luas lahan terluas yakni tanaman 2014 adalah 69.042,81 Ha dengan

produksi tahun laporan yakni 323.149 Kg.

Untuk melihat perkembangan tanaman lada, baik luas, produksi dan

produktivitas dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Lada di Kecamatan


Ladongi, Tahun 2012 – 2015

Luas areal Produksi Produktivitas


No. Tahun
(ha) (kg) (Kg/Ha)
1. 2012 131 41.460 316,49
2. 2013 131 42.670 325,73
3. 2014 296 42.670 144,16
4. 2015 153 32.510 212,48
Sumber: Kecamatan Ladongi dalam Angka 2016

Tabel 4 menunjukan luas areal, produksi dan produktivitas tanaman lada


di Kecamatan Ladongi berfluktuatif, jumlah luas areal tanaman lada pad atahun
2015 yakni 153 hektar sedangkan jumlah produktivitas yang dihasilkan petani
lada yakni 212,48 Kg/Ha. Masalah lainnya adalah petani lebih tertarik untuk
5

mengganti usahataninya dari komoditas lada menjadi komoditas lain seperti


kakao, cengkeh, jambu mete, kelapa sawit dan lain sebagainya yang di anggap
petani lebih menguntungkan. Hal lainnya dikarenakan di daerah Kabupaten
Kolaka Timur komoditas lada rentang terhadap serangan penyakit tanaman yang
sampai saat ini belum teratasi dibandingkan dengan tanaman cengkeh dan kelapa
sawit yang cenderung lebih resistance terhadap hama dan penyakit tanaman di
daerah tersebut.Terjadi peningkatan produksi dan produktivitas petani terkadang
tidak di imbangi dengan harga yang tinggi. Kadang-kadang anjlok pada level di
bawah Rp100.000/Kg.
Selain jumlah produksi yang didapatkan petani, faktor harga sangat

mempengaruhi keuntungan para petani lada. Harga rata-rata di Kabupaten Kolaka

Timur, khususnya Kecamatan Ladongi adalah Rp110.000/Kg – Rp115.000/Kg

merupakan harga lada ditingkat petani dan harga ditingkat pedagang pengumpul

naik dari Rp115.000/Kg – Rp120.000/Kg, kenaikan harga lada dapat dinilai

membawa keberuntungan yang baik dibandingkan tahun 2015 yang hanya dibawa

Rp100.000/Kg.

Penurunan harga yang dratis ini, dipicu oleh permintaan pasar dan

melemahnya nilai tukar rupiah. Penurunan harga menyebabkan pendapatan petani

menjadi berkurang/menurun. Banyaknya lembaga pemasaran yang bertindak

sebagai pembeli (pedagang pengumpul, pedagang besar/eksportir) yang

menyebabkan bervariasinya harga ditingkat petani. Namun daya penjualan petani

hanya sampai pada pedagang pengumpul di desa. Hal ini di karenakan kurangnya

pengetahuan petani lada terhadap panjang pendeknya saluran pemasaran lada di

kecamatan Ladongi.

Kondisi seperti ini semakin dimanfaatkan oleh pedagang pengumpul untuk

mempengaruhi harga komoditas lada ditingkat petani.


6

Latar belakang di atas, menjadi dasar pertimbangan penulis untuk

mengangkat judul “ Analisis pemasaran Lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten

Kolaka Timur.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pola saluran pemasaran lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten

Kolaka Timur?.

2. Bagaimana margin pemasaran lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka

Timur?

3. Bagaimana efisiensi pemasaran lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten

Kolaka Timur?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pola saluran pemasaran lada di Kecamatan Ladongi

Kabupaten Kolaka Timur.

2. Menganalisis margin pemasaran lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten

Kolaka Timur

3. Menghitung efisiensi pemasaran lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten

Kolaka Timur

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:


7

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah yaitu agar dapat menentukan

arah penetapan kebijakan pertanian yang mengacu pada komoditas lada,

khususnya di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi petani yaitu merupakan

bahan evaluasi dalam pengembangan komoditas lada di masa yang akan

datang khususnya di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis.
8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

A.1 Lada

Genus Piper ditemukan oleh Linnaeus dan memiliki banyak spesies.

Sekitar 600 – 2.000 spesies di antaranya tersebar di daerah tropis. Dari jumlah

tersebut, terdapat beberapa spesies yang telah dibudidayakan (Rukmana, 2003).

1. Deskripsi Tumbuhan

Lada merupakan tanaman rempah yang sudah lama ditanam di Indonesia.

Tanaman ini berasal dari Ghats-Malabar India dan di negara asalnya terdapat tidak

kurang dari 600 jenis varietas, sementara itu di Indonesia terdapat tidak kurang

dari 40 varietas. Adapun varietas lada yang banyak dikembangkan di Indonesia

antara lain: Jambi, Lampung, Bulok Belantung, Muntok atau Bangka. Di alam

sendiri mungkin sudah terjadi evaluasi perkayaan plasma nutfah lada sebagai

akibat mutasi alami yang mungkin saja dapat timbul dalam upaya penyesuaian

diri (aklimatisasi) dengan keadaan lingkungan daerah penanamannya. Secara

umum syarat tanaman lada minimal mempunyai :

1. Elevasi (ketinggian) berkisar dari 10–500 m dpl,

2. Curah hujan di atas 2.000 mm per tahun,

3. Suhu berkisar antara 25º - 26,5º C

4. Ketinggian air tanah relatif dalam (air tanah 0,5 M di bawah tanah) sedangkan

untuk tanah gambut tidak ditolerir oleh tanaman lada

Buah merupakan produksi pokok daripada hasil tanaman lada. Buah lada

mempunyai ciri-ciri khas sebagai berikut:


9

1. Bentuk dan warna buah: buah lada berbentuk bulat, berbiji keras dan berkulit

buah yang lunak. Kulit buah yang masih muda berwarna hijau, sedangkan

yang tua berwarna kuning. Dan apabila buah sudah masak berwarna merah,

berlendir dengan rasa manis. Maka buah lada disukai burungburung berkicau.

Sesudah dikeringkan lada itu berwarna hitam. Kedudukan buah: buah lada

merupakan buah duduk, yang melekat pada malai. Besar kulit dan bijinya 4-6

mm. Sedangkan besarnya biji 3-4 mm. Berat 100 biji kurang lebih 38 gr atau

rata-rata 4,5 gr.

2. Kulit buah atau pericarp terdiri dari 3 bagian, yaitu epicarp (kulit luar),

mesocarp (kulit tengah) dan endocarp (kulit dalam).

3. Di dalam kulit, terdapat biji-biji yang merupakan produk dari lada, biji-biji ini

juga mempunyai lapisan kulit yang keras (Sutarno dan Andoko, 2005).

2. Sistematika Tumbuhan

Sistematika tumbuhan lada adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Piperales
Suku : Piperaceae
Marga : Piper
Spesies : Piper nigrum L.
(Wikipedia, 2016)

3. Kandungan Kimia

Kandungan kimia dari buah lada adalah minyak atsiri mengandung

felandren, dipenten, kariopilen, enthoksilin, limonen, alkaloida piperina dan

kavisina.
10

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak

ini disebut juga minyak menguap (volatile oil), minyak eteris (ethereal oil), atau

minyak esensial (essential oil). Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri

umumnya tidak berwarna, namun pada penyimpanan lama warnanya berubah

menjadi lebih gelap karena oksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus

terlindung dari pengaruh cahaya, diisi penuh, ditutup rapat serta disimpan di

tempat yang kering dan gelap (Gunawan & Mulyani, 2004).

Dalam tumbuhan, minyak atsiri terdapat dalam berbagai jaringan, seperti

di dalam rambut kelenjar (pada suku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (pada

suku Zingiberaceae dan Piperaceae), di dalam saluran minyak (pada suku

Umbelliferae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada suku

Myrtaceae, Pinaceae dan Rutaceae), terkandung di dalam semua jaringan (pada

suku Coniferae).

Pada tumbuhan, minyak atsiri berperan sebagai pengusir serangga

pemakan daun. Sebaliknya minyak atsiri dapat berfungsi sebagai penarik serangga

guna membantu proses penyerbukan dan sebagai cadangan makanan (Gunawan &

Mulyani, 2004).

Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan perbedaan

jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode

ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Ketaren, 1985). Minyak

atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk

dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), serta beberapa

persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan Belerang (S)
11

Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan

yaitu:

a. Golongan Hidrokarbon (Terpen)

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur Karbon

(C) dan Hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri

sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren) dan sesquiterpen (3 unit

isopren).

b. Golongan Hidrokarbon Teroksigenasi (Terpenoid)

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur

Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam

golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan

peroksid. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan

tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Golongan hidrokarbon

teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena

umumnya mempunyai aroma yang lebih wangi (Ketaren, 1985).

A.2 Nilai Ekonomi Lada

Lada (Piper nisrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor pertanian

yang menjadi andalan penghasil devisa Indonesia. Sentra-sentra penghasil utama

lada di Indonesia adalah Bangka, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan

Timur dan Sulawesi Selatan. Penggunaan lada selama ini baik dalam maupun luar

negeri, terutama untuk industri makanan khususnya pengawetan daging dan


12

sebagai bumbu masakan. Penggunaan lada lainnya adalah untuk industri farmasi

dan sebagai salah satu bahan wewangian (www.lampung.go.id).

Sebagai komoditas ekspor, lada mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga

perspektif tanaman lada terhadap ekonomi daerah maupun nasional sangat besar.

Di samping sebagai sumber devisa, juga sebagai penyedia lapangan kerja dan

pemenuhan bahan baku industri. Dalam kelompok rempah, lada merupakan

komoditas primadona sebagai penghasil devisa tertinggi sehingga prospek lada

masih cukup cerah. Prospek suatu komoditas akan ditentukan oleh mekanisme

permintaan dan penawaran pada tahun-tahun yang akan datang (Oktarina, 2009).

Kemala (1996) dalam Oktarina (2009), mengemukakan bahwa analisa

prospek lada berdasarkan proyeksi permintaan dan penawaran akan terjadi trend

permintaan sebesar 5,44% yang terbagi atas trend konsumsi 2% dan trend ekspor

3,44%, sedangkan trend penawaran hanya 4,69%. Trend permintaan yang lebih

besar daripada trend penawaran menggambarkan bahwa pada tahun-tahun yang

akan datang jumlah permintaan lada akan melebihi persediaan karena konsumsi

lada dunia cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2004, produksi lada Indonesia mencapai 94.371 ton atau

menduduki urutan kedua dunia setelah Vietnam dengan produksi 105.00 ton

(Asosiasi Eksportir Lada Indonesia, 2004; International Pepper Community

2004). Di pasar internasional, lada Indonesia mempunyai kekuatan dan daya jual

tersendiri karena cita rasanya yang khas. Lada Indonesia dikenal dengan nama

Muntok white pepper untuk lada putih dan Lampong black pepper untuk lada

hitam (Iman, 2007).


13

Dalam perkembangannya, harga lada belum pernah mengalami penurunan.

Sebaliknya setiap tahun selalu meningkat, seiring dengan kenaikan kurs dolar

terhadap nilai rupiah dan bertambahnya permintaan pasar (demand). Kenaikan

harga yang cukup tinggi ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa agribisnis

lada menguntungkan karena akan memberikan penghasilan antara 200 sampai

530% dari keseluruhan modal yang diinvestasikan (Oktarina, 2009).

A.3 Pasar

Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari

satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan,

mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta,

Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama

dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang

dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau

koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang

dagangan melalui tawar-menawar (Pepres RI No. 112, 2007). Pasar modern

memiliki keunggulan ditengah masyarakat yaitu dari segi pelayanan yang

menarik, harga terjangkau dan serba instan. Pasar ini memiliki penjualan barang-

barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok

secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir. Sembilan bahan pokok atau

sering disingkat sembako, menurut keputusan Menteri Industri dan Perdagangan

yang termasuk dalam sembako adalah:


14

1. Beras
2. Gula pasir
3. Minyak goreng dan margarin
4. Daging sapi dan ayam
5. Telur ayam
6. Susu
7. Jagung
8. Minyak tanah
9. Garam beriodium (Wikipedia, 2016).

Secara umum peningkatan jumlah pasar khususnya pasar modern terjadi di

daerah perkotaan. Hal ini mengakibatkan semakin ketat persaingan dikalangan

pedagang eceran. Meskipun jumlah pasar tradisional masih lebih besar

dibandingkan pasar modern tetapi pertumbuhan pasar modern semakin

meningkat. Pada saat ini pasar tradisional yang lokasinya berdekatan dengan

mal/hypermarket mengakibatkan pasar tradisional mulai kehilangan pembeli

sehingga dapat mengganggu perkembangan usaha pelaku perdagangan eceran di

pasar tradisional yang umumnya pelaku usaha mikro dan dapat mematikan usaha

pedagang. (Fadhil, 2006) .

Sudah banyak kios di pasar tradisional yang harus tutup karena sulit

bersaing dengan pasar modern. Dari data Asosiasi Pedagang Pasar tradisional

seluruh Indonesia (APPSI) pada tahun 2005 seperti dikutip website Kementerian

Koperasi dan UKM mengatakan bahwa sekitar 400 toko di pasar tradisional harus

tutup usaha setiap tahunnya. Jumlah ini kemungkinan terus bertambah seiring

kehadiran pasar modern yang semakin meningkat. (Indra, 2007) Indonesia adalah

negara dengan mayoritas konsumen berasal dari kalangan menengah ke bawah.

Kondisi ini menjadikan kosumen Indonesia tergolong ke dalam konsumen yang

sangat sensitif terhadap harga. Ketika faktor harga rendah yang sebelumnya
15

menjadi keunggulan pasar tradisional mampu diruntuhkan oleh pasar modern,

secara relatif tidak ada alasan konsumen dari kalangan menengah ke bawah untuk

tidak turut berbelanja ke pasar modern dan meninggalkan pasar tradisional

(Ekapribadi. W, 2007).

Jumlah konsumen yang berbelanja di pasar modern semakin meningkat,

pangsa pasar modern telah mencapai lebih 30 persen melonjak tajam dalam

sepuluh tahun terakhir ini. Hal ini menyebabkan berkurangnya pangsa pasar

tradisional. Hasil survei PT AC Nielsen Indonesia terhadap 47 kategori produk di

pasar modern dan pasar tradisional sepanjang 2004 (Januari-Desember),

menunjukkan kategori produk di pasar tradisional mencapai 1,7 juta unit,

kontribusi pasar tradisional sebesar 69,9 persen , turun dari tahun sebelumnya

yaitu 73,7 persen (2003), 74,8 persen (2002), 75,2 persen (2001), dan 78,1 persen

(2000). (Rully, 2008).

Pertumbuhan yang tidak seimbang antara pasar modern dengan pasar

tradisional mengarah pada menurunnya tingkat pertumbuhan pasar tradisional.

Apalagi pasar tradisional mengalami kekurangan sarana dan prasarana serta para

pemasok. Menurut survei AC Nielsen pada 2004-2006, pertumbuhan pasar

tradisional mengalami penurunan sebesar 8,1 persen pertahun karena terdesak

oleh pasar modern yang jumlahnya tumbuh mencapai 31,4 persen. Departemen

perdagangan mencatat terdapat 13.450 unit pasar tradisional di seluruh Indonesia

menjadi tempat berkumpulnya 12,6 juta pedagang. Survei AC Nielsen pada tahun

2004 juga menyebutkan pangsa pasar-pasar modern yang terdiri dari hypermarket,

supermarket, minimarket, dan depertemen store, rata-rata tumbuh sekitar 16


16

persen pertahun. Sedangkan di pasar tradisional hanya tumbuh 5 persen pertahun.

(Muhammad, dkk, 2007).

A.4 Pemasaran

Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan seseorang atau

kelompok untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui

penciptaan dan pertukaran produk dan nilai. Defenisi ini didasarkan pada konsep

inti yaitu kebutuhan, keinginan dan permintaan (Kotler, 2005 ).

Semakin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit jumlah barang

yang di minta, sebaliknya semakin rendah harga suatu barang maka semakin

banyak barang yang diminta. Sedangkan teori penawaran semakin tinggi harga

suatu barang makin banyak jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual,

sebaliknya semakin rendah harga suatu barang semakin sedikit jumlah yang

ditawarkan. (Nuraini, 2001) Pasar awalnya mengacu pada suatu geografis tempat

transaksi berlangsung.

Pada perkembangan selanjutnya mungkin defenisi ini sudah tidak sesuai

lagi, terutama dengan berkembangnya teknologi informasi. Perkembangan

teknologi informasi misalnya telepon dan internet memungkinkan transaksi dapat

dilakukan tanpa melalui kontak langsung antara penjual dan pembeli. Dengan

teknologi informasi ini dilakukan transaksi antar kota, antar negara bahkan antar

benua, misalnya antar Indonesia dengan Malaysia (Sudiyono, 2004). Dalam

mempelajari marketing ada beberapa metode yang digunakan yaitu: - Pendekatan

fungsi (functional approach), dimana dipelajari bermacam-macam fungsi yang

dikehendaki dalam marketing, bagaimana dan siapa yang melaksanakannya. -


17

Pendekatan dari segi lembaga(Intitutional approach) Dipelajari bermacam-macam

perantara, bagaimana masing-masing berusaha agar fungsi-fungsi dapat

dilaksanakan. - Pendekatan komoditi barang (Commodity approach) Mempelajari

bagaimana macam-macam barang dipasarkan, lembaga mana saja yang

mengendalikannya Pemasaran merupakan hal yang sangat penting setelah

selesainya proses produksi. Kondisi pemasaran menimbulkan suatu siklus atau

lingkaran pasar suatu komoditas. Bila pemasaran tidak baik, mungkin disebabkan

karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu

panjang atau ada satu pembeli. Kondisi ini merugikan pihak produsen. Hal ini

berarti efisiensi di bidang pemasaran masih rendah. Fungsi pemasaran merupakan

suatu aktivitas yang penting yang dispesialisasi dan dilaksanakan dalam bidang

pemasaran. Fungsi tersebut adalah : - Fungsi Pertukaran yaitu pembelian (buying)

dan penjualan (selling). - Fungsi Pengadaan secara Fisik yaitu pengangkutan

(transportation) dan penyimpanan (storage). - Fungsi pemberian jasa-jasa yaitu

permodalan (financing), resiko, standarisasi dan informasi pasar atau market

information. (Hutauruk, 2003 ).

Pemasaran hasil produksi merupakan salah satu faktor yang sangat penting.

Sebagai proses produksi yang komersial, maka pemasaran merupakan syarat

mutlak yang diperlukan dalam pembangunan pertanian. Pemasaran dapat

menciptakan nilai tambah melalui guna tempat, guna bentuk, dan guna waktu,

sehingga pemasaran pertanian dianggap memberikan nilai tambah yang dapat

dianggap sebagai kegiatan produktif (Sudiyono, 2004).


18

Pemasaran komoditi pertanian terdapat pelaku-pelaku ekonomi yang

terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dengan cara melaksanakan fungsi-

fungsi pemasaran. Komoditi yang dipasarkan juga bervariasi kualitasnya dengan

harga yang beragam pula. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga-

lembaga pemasaran juga bervariasi (Sudiyono, 2004). Keadaan ketersediaan input

produksi, biaya produksi, besarnya produksi, penerimaan usahatani, kelayakan

usahatani lada, saluran pemasaran, margin pemasaran, dan pengaruh perubahan

harga pada tiap lembaga pemasaran perlu dikaji lebih dalam.

Menurut Sudiyono (2004 ), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau

individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari

produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha

atau individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan

konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan

bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah

menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen

semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga

pemasaran ini berupa margin pemasaran. Lembaga pemasaran ini dapat

digolongkan menurut penguasaannya terhadap komoditi yang dipasarkan dan

bentuk usahanya. Menurut penguasaannya terhadap komoditi yang diperjual

belikan lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : - Lembaga yang

tidak memiliki tapi menguasai benda, seperti agen perantara, makelar (broker,

selling broker dan buying broker). - Lembaga yang memiliki dan menguasai

komoditi-komoditi pertanian yang diperjual belikan, seperti pedagang pengumpul,


19

tengkulak, eksportir dan importir. - Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan

menguasai komoditi-komoditi pertanian yang diperjual belikan, seperti

perusahaan-perusahaan penyediaan fasilitas-fasilitas transportasi, asuransi

pemasaran dan perusahaan penentu kualitas produk pertanian (surveyor).

Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran

produk-produk pertanian sangat beragam sekali tergantung dari jenis yang

dipasarkan. Ada komoditi yang melibatkan banyak lembaga pemasaran dan ada

pula yang melibatkan hanya sedikit lembaga pemasaran. Lembaga-lembaga

pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran ini lebih lanjut dapat

diidentifikasikan sebagai berikut : - Tengkulak, yaitu lembaga pemasaran yang

secara langsung berhubungan dengan petani, tengkulak ini melakukan transaksi

dengan petani baik secara tunai, ijon maupun kontrak pembelian. Pedagang

pengumpul, jual komoditi yang dibeli tengkulak dari petani biasanya relatif lebih

kecil sehingga untuk meningkatkan efisiensi, misalnya dalam pengangkutan,

maka harus ada proses konsentrasi (pengumpulan) pembelian komoditi oleh

pedagang pengumpul. Jadi pedagang pengumpul ini membeli komoditi pertanian

dari tengkulak.

Pedagang besar, untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan fungsi-fungsi

pemasaran, maka jumlah komoditi yang ada pada pedagang pengumpul ini harus

dikonsentrasikan lagi oleh lembaga pemasaran yang disebut dengan pedagang

besar. Pedagang besar ini selain melakukan proses konsentrasi (pengumpulan)

komoditi dari pedagang-pedagang pengumpul, jika melakukan proses distribusi

(penyebaran) ke agen penjualan ataupun pengecer. Oleh karena jarak petani ke


20

pedagang besar cukup jauh dan membutuhkan waktu lama, maka pada saat

komoditi sampai di tangan pedagang besar ini sudah melibatkan lembaga

pemasaran lainnya, seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan pengolahan dan

perusahaan asuransi. Perusahaan pengangkutan ini berperan untuk meningkatkan

guna tempat. Sedangkan perusahaan pengolahan berperan untuk meningkatkan

guna bentuk, sebab produk-produk pertanian biasanya dihasilkan sebagai bahan

mentah ataupun bahan baku untuk proses produksi selanjutnya. - Agen penjualan,

produk pertanian yang belum ataupun sudah mengalami proses pengolahan

ditingkat pedagang besar harus didistribusikan kepada agen penjualan maupun

pengecer. Agen penjualan ini biasanya membeli komoditi yang dimiliki pedagang

dalam jumlah banyak dengan harga yang relatif murah dibanding pengecer.

Pengecer, merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan langsung

dengan konsumen. Pengecer ini sebenarnya merupakan ujung tombak dari suatu

proses produksi yang bersifat komersil, artinya kelanjutan proses produksi yang

dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran sangat tergantung dari aktivitas

pengecer dalam menjual produknya kepada konsumen. Jad keberhasilan pengecer

menjual produk kepada konsumen sangat menentukan keberhasilan lembaga-

lembaga pemasaran pada rantai pemasaran sebelumnya. Sehingga saat ini kita

jumpai adanya diversifikasi usaha dari produsen atau pedagang besar menjadi

pengecer sekaligus. Lembaga-lembaga pemasaran ini dalam menyampaikan

komoditi pertanian dari produsen berhubungan satu sama lain yang membentuk

jaringan pemasaran. Arus pemasaran yang terbentuk dalam proses pemasaran ini

beragam sekali, misalnya produsen berhubungan langsung kepada konsumen


21

akhir atau petani produsen berhubungan terlebih dahulu dengan tengkulak,

pedagang pengumpul ataupun pedagang besar dan membentuk pola-pola

pemasaran yang khusus. Pola-pola pemasaran yang terbentuk selama pergerakan

arus komoditi pertanian dari petani produsen ke konsumen akhir ini disebut

dengan sistem pemasaran. Menurut Kartasapoetra (1992 : 35), dalam hal

melancarkan penyampaian dan memindah tangankan barang-barang dari produsen

ke konsumen terbentuk lembaga-lembaga pemasaran seperti jasa-jasa yang

ditawarkan oleh agen-agen atau perusahaan dagang, perusahaan pengepakan dan

peti kemas, perusahaan angkutan dan asuransi. Besarnya permintaan dan

penawaran barang/jasa termasuk jumlah barang/jasa yang benar-benar terjual,

maka pasar dapat dibagi atas :

Pasar persaingan sempurna (Perfect Market Competition) terpenuhi

dengan syarat, organisasinya teratur (pembeli dan penjual bebas dalam perlakuan),

tidak boleh ada persetujuan sebelumnya antar pembeli dan penjual, barang yang

diperdagangkan homogen, tidak ada campur tangan pemerintah dan jumlah

pembeli dan penjual cukup besar. - Pasar Monopoli atau Pasar Tidak Bebas terjadi

bila pasar seluruhnya dikuasai oleh satu penjual atau satu badan usaha, sehingga

terjadi politik harga dimana harga ditentukan sesuka hati oleh si penjual tunggal

tersebut.

Pasar Kurang Bebas terletak antara pasar bebas dan monopoli, pasar ini

sifatnya dikuasai oleh satu produsen besar dan beberapa produsen kecil, dan

kebijakan harga ditentukan oleh produsen besar, sedangkan yang kecil hanya

mengikuti.
22

Pasar Persaingan Monopolis dikuasai oleh beberapa penjual satu jenis

barang yang berbeda kualitasnya, bentuknya ada dua yaitu persaingan bebas dan

persaingan monopoli (Gultom, 1996). Saluran pemasaran atau saluran distribusi

terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang

digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produsen ke

konsumen (Kotler, 1995). Pemasaran hasil pertanian memiliki corak tersendiri

bila dibandingkan dengan pemasaran produk industri. Hal ini disebabkan karena

tempat usahatani yang terpencar-pencar dan jumlah hasil yang dijual sedikit,

sehingga dibutuhkan suatu sistem yang menghimpun barang yang terpencar-

pencar dan sedikit tersebut ke tempat pengumpulan, kemudian diangkut ke pusat-

pusat lokasi konsumen dari pusat-pusat pengolahan (Gultom, 1996).

A.5 Saluran Pemasaran

Aliran barang/ jasa dari produsen hingga ke konsumen dalam sistim

pemasaran, tidak dapat terlepas dari adanya peranan lembaga pemasaran.Menurut

Sudiyono (2002), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang

menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen

kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau

individu lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan

konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan

bentuk yang diinginkan konsumen.

Surni (2013), menjelaskan bahwa saluran pemasaran merupakan berbagai

badan atau lembaga yang menyelenggarakan penyaluran barang dari produsen ke

konsumen. Tiap macam hasil pertanian mempunyai saluran pemasaran yang


23

berlainan satu dengan yang lainnya. Saluran pemasaran suatu barang dapat

berubah dan berbeda, tergantung pada keadaan daerah, waktu dan kemajuan

teknologi. Skema arus barang sering memperlihatkan besaran relatif volume

barang yang disalurkan melalui masing-masing lembaga perantara di dalam rantai

pemasaran barang itu.

Menurut Sudiyono (2002), dalam proses pemasaran produk-produk

pertanian terdapat lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat, yaitu :

1. Tengkulak, merupakan lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan

dengan petani, ini melakukan transaksi dengan petani baik secara tunai, ijon

maupun kontrak pembelian.

2. Pedagang besar, untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan fungsi-fungsi

pemasaran, maka jumlah komoditi yang ada pada pedagang pengepul ini harus

dikonsentrasikan lagi oleh lembaga pemasaran yang disebut dengan pedagang

besar.

3. Agen penjualan, produk pertanian yang belum ataupun sudah mengalami

proses pengolahan di tingkat pedagang besar harus didistribusikan kepada agen

penjualan maupun pengecer. Agen penjualan ini biasanya membeli komoditi

yang dimiliki pedagang dengan jumlah banyak dengan harga yang relatif

murah dibanding pengecer.

4. Pengecer, merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan langsung dengan

konsumen. Pengecer ini sebenarnya merupakan ujung tombak dari suatu proses

produksi yang bersifat komersil, artinya kelanjutan proses produksi yang

dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran sangat tergantung dari aktifitas


24

pengecer dalam menjual produknya kepada konsumen. Jadi keberhasilan

pengecer menjual produk kepada konsumen sangat menentukan keberhasilan

lembaga-lembaga pemasaran pada rantai pemasaran sebelumnya.

Saluran pemasaran akan menunjukkan arus yang dilalui komoditi mulai

dari tingkat produsen sampai ke konsumen akhir. Dari arus yang dilalui tersebut,

dapat terlihat beberapa lembaga pemasaran yang terlibat. Saluran pemasaran juga

dapat berbentuk sederhana dan dapat pula berbentuk rumit. Tejaningrum (1984)

dalam Wulandari (2008), mengemukakan bahwa saluran pemasaran atau

distribusi barang di dalam pemasaran terdapat lima kemungkinan, yaitu :

1. Produsen  Konsumen akhir

2. Produsen  Pengecer  Konsumen akhir

3. Produsen Pedagang kecil  Pengecer  Konsumen akhir

4. Produsen Pedagang besar  Pengecer  Konsumen akhir

5. Produsen  Pedagang besar  Pedagang kecil  Konsumen akhir

Assauri (2007), membedakan bentuk pola distribusi barang dari produsen

hingga ke konsumen atas dua hal, yaitu sebagai berikut.

1. Saluran langsung, yaitu :

Produsen  Konsumen

2. Saluran tidak langsung, yaitu :

a. Produsen  Pengecer  Konsumen

b. Produsen Grosir  Pengecer  Konsumen

c. Produsen  Grosir Pemborong Pengecer  Konsumen


25

Berdasarkan pola-pola saluran pemasaran di atas, dapat dilihat bahwa mata

rantai pemasaran, ada yang berbentu sederhana dan ada pula yang berbentuk

kompleks. Mata rantai yang sederhana dan kompleks akan mempengaruhi jumlah

pelaku lembaga pemasaran yang terlibat. Hal ini juga berlaku bagi pemasaran

komoditas pertanian. Menurut Rahim dan Astuti (2007), panjang pendeknya

saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil komoditas pertanian tergantung

pada beberapa faktor, antara lain :

1. Jarak antara produsen dan konsumen, semakin jauh jarak tersebut maka

semakin panjang saluran distribusi pemasarannya, sebaliknya semakin dekat

jarak produsen ke konsumen maka semakin pendek saluran distribusi

pemasarannya.

2. Sifat dari komoditas, artinya semakin cepat komoditas mengalami kerusakan

maka komoditas tersebut harus segera sampai pada tangan konsumen.

3. Skala produksi, bila produksi yang dihasilkan berskala kecil keuntungan yang

dihasilkanpun cenderung kecil (tidak menguntungkan), bila hasil produksi

dipasarkan sendiri maka kehadiran pedagang perantara sangat dibutuhkan.

4. Modal, semakin besar modal yang dimiliki maka saluran distribusi pemasaran

yang dibutuhkan juga tidak terlalu panjang.

A.6 Margin Pemasaran

Margin pemasaran ditinjau dari sudut pandang harga adalah perbedaan

antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani.

Sedangkan margin pemasaran bila ditinjau dari sudut pandang biaya pemasaran

merupakan biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat


26

permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen margin

pemasaran terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran.

Margin pemasaran secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

Keterangan :
M : Margin pemasaran
Cij : Biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga
pemasaran ke-j
j : Keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran ke-j
m : Jumlah jenis biaya pemasaran
n : Jumlah lembaga pemasaran (Sudiyono, 2001)

Daniel (2002), mengemukakan bahwa margin tataniaga/ pemasaran adalah

selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima

produsen. Margin ini akan akan diterima oleh lembaga niaga yang terlibat dalam

proses tersebut. Makin panjang tataniaga (semakin banyak lembaga yang terlibat)

maka semakin besar margin tataniaga.

Pada dasarnya pemasaran hasil pertanian merupakan seluruh aktivitas

yang dilakukan dari usahatani, mulai dari tingkat produsen sampai pada tingkat

konsumen, sehingga akan terbentuk dua macam harga, yaitu harga pada tingkat

produsen dan harga pada tingkat konsumen. Selisih antara kedua harga tersebut

didefenisikan sebagai margin pemasaran (Soekartiwi, 2003).

Surni (2013), menjelaskan bahwa margin pemasaran adalah perbedaan

harga suatu barang yang diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen,

yang terdiri dari biaya untuk menyalurkan/ memasarkan dan keuntungan lembaga

pemasaran. Atau margin adalah perbedaan harga pada suatu tingkat pasar dari

harga yang dibayar dengan harga yang diterima. Margin pemasaran termasuk
27

semua ongkos yang menggerakkan produk tersebut mulai dari pintu gerbang

petani sampai di tangan konsumen akhir. Lebih lanjut, margin pemasaran untuk

produk pertanian memiliki sifat umum sebagai berikut.

1. Margin pemasaran berbeda-beda antara satu komoditi pertanian dengan

komoditi lainnya.

2. Margin pemasaran produk pertanian cenderung akan naik dalam jangka

panjang dengan menurunnya bagian harga yang diterima petani.

3. Margin pemasaran relatif stabil dalam jangka pendek terutama dalam

hubungan dengan berfluktuasinya harga produksi hasil pertanian.

Besar kecilnya margin pemsaran sangat erat hubungannya dengan

keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran dan biaya-biaya pemasaran.

Untuk memperkecil margin pemasaran dapat dilakukan dengan cara menciptakan

keadaan dimana lembaga-lembaga pemasaran tidak terangsang untuk mengambil

keuntungan berlebihan dari barang yang dipasarkan dan menekan biaya

pemasaran. Menurut Hanafiah dan Saefudin (1983) dalam Wulandari (2008), ada

tiga cara yang biasa dipakai untuk menghitung margin pemasaran, yaitu:

1. Margin pemasaran dapat dihitung dengan memilih sejumlah tertentu barang

yang diperdagangkan dan mencatatnya sejak awal sampai akhir sistem

pemasaran.

2. Margin pemasaran dapat dihitung dengan mencatat nilai penjualan,nilai

pembelian dan volume barang dagangan dari tiap lembaga pemasaran yang

terlibat dalam satu saluran pemasaran.

3. Harga-harga pada tingkat pemasaran yang berbeda dapat dibandingkan.


28

A.7 Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran menurut Shepherd dalam Soekartawi (2002), adalah

presentase antara biaya pemasaran dengan nilai produk yangdipasarkan.

Pemasaran tidak akan efisien jika biaya pemasaran semakin besar dari nilai

produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.

Pengukuran efisiensi pemasaran menggunakan perbandingan output

pemasaran dengan biaya pemasran pada umumnya dapat digunakanuntuk

memperbaiki efisiensi pemasaran dengan mengubah rasiokeduanya. Upaya

perbaikan efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan meningkatkan output

pemasaran atau mengurangi biaya pemasaran (Sudiyono, 2002).

Efisiensi pemasaran akan berbeda defenisinya apabila dilihat dari sudut

pandang antara produsen dan konsumen. Pengusaha menganggap suatu sistem

pemasaran akan lebih efisienapabila penjualan produksinya dapat memberikan

keuntungan yang tinggi, sebaliknya konsumen menganggap sistem pemasaran

akan efisien apabilakonsumen mudah mendapatkan barang yang diinginkan

dengan hargayang rendah. Sehingga untuk mengetahui efisiensi pemasaran

perlumelihat sudut pandang dari pengusaha dan sudut pandang sosial (Hanafiah

dan Saefudin, 1983 dalam Wulandari 2008).

Sistem pemasaran (tataniaga/ marketing) baru bisa dikatakan efisien

apabila :

a. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen

akhir dengan biaya yang serendah-rendahnya, dan


29

b. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang

dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut terlibat dalam kegiatan

produksi dan pemasaran barang tersebut.

Penjelasan yang dimaksud dengan adil di atas adalah memberikan

penghasilan atau imbalan yang sesuai dengan fungsi masing-masing. Adil bagi

petani sesuai dengan input yang dikeluarkan, sehingga petani memperoleh

keuntungan dari usahataninya. Adil bagi pedagang sesuai dengan biaya

operasional yang dikeluarkan untuk menyalurkan barang ke konsumen (Daniel,

2002).

Menurut Sudiyono (2002), suatu proses pemasaran dikatakan efisien

apabila :

a. Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit.

b. Output meningkat sedangkan input yang digunakan tetap konstan.

c. Output dan input sama-sama mengalami kenaikan, tetapi laju kenaikan output

lebih cepat daripada laju input.

d. Output dan input sama-sama mengalami penurunan, tetapi laju penurunan

output lebih lambat dari pada laju penurunan input.

Saediman (2003), menjelaskan bahwa efisiensi dapat dilihat dari kualitas

dan harga produk, serta sejauhmana dia dapat merangsang produksi produk

tersebut untuk memaksimalkan keuntungan. Efisiensi pemasaran dapat bertambah

jika biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran dapat

dikurangi tanpa mengurangi tingkat kepuasan konsumen. Indikator lain yang


30

lazim digunakan adalah besarnya margin pemasaran yaitu perbedaan harga

usahatani dengan harga tingkat pemasaran lainnya (eceran).

B. Penelitian Terdahulu

Naoval (2010) menganalisis saluran dan margin pemasaran Biji Kakao di

desa Andomesinggo Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe. Hasil penelitian

menunjukan terdapat empat saluran pemasaran biji kakao, yaitu :

Saluran I : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Pengumpul

Kecamatan – Pedagang Besar

Saluran II : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar

Saluran III : Petani – Peagang Pengumpul Kecamatan – Pedagang Besar

Saluran IV : Petani – Pedagang Besar

Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan presentase bagian harga yang

diterima petani (Farmer’s Share) dari empat saluran tersebut berjalan secara

efisien (di atas 50%), dengan nilai presentase masing-masing 82,54% untuk

Saluran I, 82,52% untuk Saluran II, 80,82% untuk saluran III, dan 86,49% untuk

saluran IV.

Idrus dkk (2015), melakukan penelitian dengan judul Analisis marjin

pemasaran, efisiensi pemasaran dan keuntungan pada tataniaga cengkeh

Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku (Studi Kasus di Desa Luhu).

Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua saluran pemasaran cengkeh di Desa

Luhu, yaitu:
31

Saluran I : Petani Cengkeh – Pedagang Pengumpul Desa Luhu

Saluran II : Petani Cengkeh – PedagangPengumpul Desa Luhu – Pedagang

Pengumpul Kota Ambon

Hasil penelitian juga menunjukkan keuntungan yang diperoleh setiap

lembaga pemasaran menunjukkan tingkat keberhasilan setiap lembaga dalam

tingkat penjualannya. Besarnya keuntungan pemasaran didasarkan atas harga

Cengkeh kering dari tahun 2011-2013 dengan harga jual Rp.120.000, Rp.110.000

dan Rp.115.000 per kg. Keuntungan pemasaran berada pada setiap lembaga

tataniaga yang merupakan lembaga penyaluran cengkeh di Desa Luhu, Kabupaten

Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.

Tangalayuk (2015), melakukan penelitian dengan judul analisis pemasaran

cengkeh (Zysigium aromaticum) di Kelurahan Mangolo Kecamatan Latambaga

Kabupaten Kolaka. Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua pola saluran

pemasaran cengkeh, yaitu :

Saluran I : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar –

Konsumen (Industri)

Saluran II : Petani –Pedagang Besar – Konsumen (Industri)

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Margin pada saluran Pemasaran

I sebesar Rp. 35.000/kg dan margin pada saluran II sebesar Rp. 25.000/kg. Selain

itu diperoleh presentase Farmer’s Share untuk masing-masing saluran pemasaran


32

sebesar 82% untuk saluran I dan 75% untuk saluran II, yang menunjukkan kedua

pola pemasaran terlah berjalan dengan efisien.

Beberapa penelitian terdahulu mengenai analisis pemasaran subsektor

perkebunan menunjukkan kesamaan dalam metode pendekatan analisis pemasaran

yang digunakan yaitu menganalisis pola saluran pemasaran, margin pemasaran,

dan juga efisiensi pemasaran. Dengan demikian penelitian di atas dapat dijadikan

sebagaisumber informasi dan gambaran secara komprehensif sehingga

akanmembantu peneliti untuk menentukan analisis pemasaran lada di Kecamatan

Ladongi Kabupaten Kolaka Timur.

C. Kerangka Pikir

Kerangka penelitian merupakan alur jalannya penelitian, obyek penelitian

adalah petani lada dan pedagang lada yang menanam dan menyalurkan lada di

Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka. Pengembangan lada tidak hanya

mendapat perhatikan peningkatan produktivitas dan perbaikan manajemen

pemeliharaan, namun juga harus memperhatikan aspek pemasaran lada karena

tanpa pemasaran, produk yang dihasilkan tidak akan memberikan manfaat optimal

bagi petani untuk menambah penghasilan dan pendapatan mereka. Keadaan

ketersediaan input produksi, biaya produksi, besarnya produksi, penerimaan

usahatani, kelayakan usahatani lada, saluran pemasaran, margin pemasaran, dan

pengaruh perubahan harga pada tiap lembaga pemasaran perlu dikaji lebih dalam.

Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk

memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang
33

diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-

fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin.

Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran ini

lebih lanjut dapat diidentifikasikan sebagai berikut : pedagang lada, yaitu lembaga

pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan petani, pedagang lada ini

melakukan transaksi dengan petani baik secara tunai, ijon maupun kontrak

pembelian. Pedagang pengumpul, jual komoditi yang dibeli pedagang lada dari

petani biasanya relatif lebih kecil sehingga untuk meningkatkan efisiensi,

misalnya dalam pengangkutan, maka harus ada proses konsentrasi (pengumpulan)

pembelian komoditi oleh pedagang pengumpul. Jadi pedagang pengumpul ini

membeli komoditi pertanian dari pedagang lada.

Pedagang besar, untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan fungsi-fungsi

pemasaran, maka jumlah komoditi yang ada pada pedagang pengumpul ini harus

dikonsentrasikan lagi oleh lembaga pemasaran yang disebut dengan pedagang

besar. Pedagang besar ini selain melakukan proses konsentrasi (pengumpulan)

komoditi dari pedagang-pedagang pengumpul, jika melakukan proses distribusi

(penyebaran) ke agen penjualan ataupun pengecer. Oleh karena jarak petani ke

pedagang besar cukup jauh dan membutuhkan waktu lama, maka pada saat

komoditi sampai di tangan pedagang besar ini sudah melibatkan lembaga

pemasaran lainnya.

Pemasaran lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka tentunya melibatkan

saluran pemasaran yang menyebabkan timbulnya biaya dalam setiap tahap

pemasaran. Semakin banyak tingkatan saluran pemasaran yang dilalui makabiaya


34

yang dikeluarkan akan semakin besar, sehingga margin pemasaran ditingkat

produsen dan ditingkat konsumen akhir semakin tinggi. untuk itu, sebagai saluran

pemasaran harus mampu memperbesar nilai yang diterima oleh produsen,

memperkecil biaya dan terciptanya harga jual yang dalam batas kemampuan daya

beli konsumen. Semakin tinggi harga yang diterima oleh produsen, semakin

efisien sistem pemasaran tersebut.

Petani Lada

Pedagang Lada

Biaya Pemasaran
1. Biaya TK
2. BiayaTransportasi
3. Biaya Karung

Harga Jual Harga Beli

Margin Pemasaran Lada

Efisiensi Pemasaran

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Penelitian


35

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan

November tahun 2016 bertempat di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka

Timur. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive dengan

pertimbangan bahwa Kecamatan Ladongi merupakan daerah perkebunan lada

yang sedang berkembang di Kolaka Timur.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani lada yang berjumlah

200 orang. Penentuan sampel dilakukan secara acak sederhana (Simple Random

Sampling) yaitu dengan mengambil 20% dari jumlah populasi, yaitu 40 orang

petani.Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2002), bahwa apabila subyeknya

lebih dari 100 orang dan sama (homogen) dapat diambil sampel 20% - 25%.

Sampel untuk pedagang dilakukan secara Snowball Sampling atau sampel bola

salju (Miles, dan Huberman, 1992), yang mana penentuan sampel pedagang lada

yang berdasarkan informasi dari petani lada, kepada siapa mereka menjual hasil

produknya dan terus pada tingkat selanjutnya dimana produk tersebut dipasarkan

sampai di titik terakhir.


36

Sampel Pertama
A
Pilihan A

B C

Pilihan B Pilihan C

D E F G H I
Pilihan E Pilihan H

J K L M N O

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang diambil dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan

petani sampel dengan bantuan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah

disediakan.

2. Data sekunder, yaitu data yang akan diambil dalam penelitian ini adalah data

dari Kantor Kecamatan Ladongi dan instansi terkait serta sumber referensi

lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

D. TeknikPengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah:

1. Observasi yaitu teknik mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara

mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.

2. Wawancara yaitu teknik mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil

wawancara langsung dengan objek penelitian untuk mengumpulkan data dan


37

informasi yang diperlukan dengan menggunakan kuesioner yang telah

disiapkan.

3. Pencatatan yaitu teknik mengumpulkan data dengan mencatat data yang

sedang tersedia di kantor-kantorintansi yang ada kaitannya dengan penelitian.

E. Variabel Penelitian

Variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi:

1. Indentitas petani responden meliputi : umur, pendidikan, jumlah tanggungan

keluarga, pengalaman usahatani lada dan luas lahan.

2. Indentitas pedagang responden meliputi: umur, tingkat pendidikan dan

pengalaman berdagang lada.

3. Karakteristik pemasaran lada meliputi : biaya pemasaran yang dikeluarkan

oleh masing-masing lembaga pemasaran, harga pembelian dan penjualan lada

tiap saluran pemasaran, harga penjualan ditingkat petani lada, volume

penjualan dan volume pembelian lada, serta margin pemasaran.

F. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pola saluran pemasaran lada digunakan analisis

deskriptif.

2. Untuk mengetahui margin pemasaran dengan menggunakan rumus


M = He – Hp
Keterangan:
M : Besarnya keuntungan (Rp/kg)
He : Harga ditingkat enceran
Hp : Harga beli pada petani
38

3. Untuk mengetahui efisiensi pemasaran atau bagian harga yang diterima oleh

petani dengan menggunakan rumus:


𝑀
FS= 1- [ 𝐻𝑒] x 100 % (Surni, 2013)

Keterangan:
Fs: Farmer's Share atau persentase harga yang diterima oleh petani (%)
M : Margin pemasaran lada (Rp/Kg)
He : Harga jual ditingkat pedagang (Rp/Kg)
Dengan kriteria:
Fs ≤ 50%, maka saluran pemasaran belum efisien
Fs > 50%, maka saluran pemasaran sudah efisien

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga pada masing-masing

lembaga pemasaran.

G. Konsep Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang

digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan operasional sebagai

berikut:

1. Responden adalah petani yang mengusahakan lada dan pedagang yang

mendistribusikan lada dari petani hingga ke konsumen.

2. Umur adalah usia responden yang dihitung sejak lahir sampai dengan

pelaksanaan penelitian ini (tahun).

3. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dilalui responden

(tahun).

4. Jumlah tanggungan keluarga adalah orang yang hidupnya dibiayai oleh

responden yaitu yang bertempat tinggal serumah dantidak serumah (jiwa).

5. Pengalaman adalah lamanya responden dalam mengusahatanikan lada dan

berdagang lada (tahun).


39

6. Pedagang besar adalah pedagang atau pengusaha yang membeli lada dari

petani/produsen dan pedagang pengumpul yang ada di KecamatanLadongi.

7. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli lada dari petani lada di

Kecamatan Ladongi dan menjualnya lagi pada lembaga pemasaran berikutnya.

8. Konsumen adalah orang yang menggunakan produk (lada) atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

maupun orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

9. Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan saluran pemasaran

untuk keperluan pemasaran lada (Rp).

10. Harga penjualan adalah harga lada yang dijual oleh petani dan lembaga

pemasaran lainnya kepembeli/ lembaga pemasaran berikutnya(Rp/Kg).

11. Harga pembelian adalah harga beli lada oleh pedagang dan atau lembaga

pemasaran lainnya(Rp/Kg).

12. Volume pembelian adalah banyaknya lada yang di beli oleh pedagang lada

(Kg).

13. Volume penjualan adalah banyaknya lada yang di jual oleh petani atau

pedagang lada (Kg).

14. Saluran pemasaran adalah jalur yang dilalui oleh responden dalam

memasarkan produk lada.

15. Margin pemasaran adalah perbedaan harga lada yang dibayarkan oleh

konsumen dengan harga yang diterima oleh petani (Rp/kg).


40

16. Efisiensi pemasaran adalah kemampuan sistem pemasaran untuk memberikan

bagian harga yang tinggi bagi petani lada (%) dan keuntungan yang tinggi

bagi pedagang (Rp).


41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah

A.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kecamatan Ladongi terletak di jazirah timur Kabupaten Kolaka Timur.

Wilayah Kecamatan Ladongi mempunyai luas wilayah 194,43 km2. Secara

geografis wilayah Kecamatan Ladongi memiliki batas-batas wilayah sebagai

berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Loea

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Poli-polia

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Konawe dan Kabupaten

Konawe Selatan

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Wundulako

Wilayah Kecamatan Ladongi secara administratif pada tahun 2015 terbagi

atas tiga belas wilayah desa/ kelurahan, yang meliputi : Desa Gunung Jaya, Desa

Lembah Subur, Desa Dangia, Kelurahan Raraa, Kelurahan Welala, Kelurahan

Atula, Kelurahan Ladongi Jaya, Desa Putemata, Desa Wungguloko, Desa

Lalowosula, Desa Anggoloosi, Desa Wande dan Desa Pombeyoha.

A.2 Keadaan Topografi, Tanah dan Iklim

Keadaan topografi di Kecamatan Ladongi dapat dikategorikan ke dalam

dua bentuk yaitu datar sekitar 33.052 hektar atau 50,60 persen dan 32.268 hektar

atau 49.40 persen berbukit dan bergelombang. Masing-masing wilayah

dipergunakan sesuai dengan kemiringannya. Wilayah datar untuk kawasan


42

pemukiman (perumahan), persawahan dan perkebunan. Sedangkan wilayah

perbukitan dan bergelombang berupa padang rumput dan sebagian berupa

perkebunan dan hutan.Salah satu komoditas yang diusahakan dalam perkebunan

adalah komoditas lada.

Tanah merupakan faktor alam yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman

termasuk pertumbuhan tanaman lada. Keadaan tanah di Kecamatan Ladongi

berbeda antara satu desa/ kelurahan dengan desa/ kelurahan lainnya, baik dari segi

topografi maupun jenis tanahnya. Umumnya jenis tanah di Kecamatan Ladongi

terdiri atas tanah Organosol, Alluvial, Meditern, Latosol, Podzolik Merah Kuning,

dengan tekstur tanah halus seluas 40.300 ha, dan tekstur tanah sedang seluas

25.020 hektar. Keasaman tanah antara pH 4,5-5.

Kecamatan Ladongi beriklim tropis tipe B (yaitu basah/wet) danmemiliki

dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Musim kemarau terjadi antara

Bulan Mei dan Oktober, dimana hal ini disebabkan angin Timur yang bertiup dari

Australia tidak mengandung banyak air. Sebaliknya musim penghujan terjadi pada

Bulan November dan Maret, yang disebabkan oleh angin Barat yang bertiup dari

Benua Asia dan Samudera Pasifik banyak mengandung uap air. Khusus pada

Bulan April arah angin dan curah hujan tidak menentu, sehingga pada bulan ini

dikenal sebagai musim pancaroba. Adapun rata-rata suhu pada wilayah kecamatan

ladongi berkisar pada 25,6oC–27,8oC, dengan curah hujan 2.272,80 mm

pertahunnya. Kondisi ini, akan sangat mempengaruhi produksi dan produktivitas

komoditas lada yang diusahakan oleh masyarakat Kecamatan Ladongi, dimana


43

komoditas lada dapat tumbuh dengan baik pada kondisi suhu berkisar 25oC-

26,5oC serta curah hujan di atas 2.000 mm pertahunnya.

A.3 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk di suatu daerah merupakan suatu hal yang sangat

penting untuk diketahui, terutama bagi ketersediaan sarana dan prasarana sosial

ekonomi.Salah satu pengelompokkan penduduk adalah berdasarkan glongan

umur. Berdasarkan umur, penduduk pada dasarnya dibedakan atas dua kriteria

yaitu penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Manfaat dari pengelompokan

penduduk menurut umur adalah untuk mengetahui jumlah tenaga kerja, jumlah

angkatan kerja, dan untuk mengetahui besarnya beban tanggungan disuatu

wilayah.Jumlah penduduk Kecamatan Ladongi pada Tahun 2015 tercatat

sebanyak 18.014 dan lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di


Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2015
Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah Persen
(Tahun) Laki-Laki Perempuan (jiwa) (%)
0 – 14 2.862 2.746 5.608 31,13
15 – 54 5.347 5.235 10.582 58,74
> 54 968 856 1.824 10,13
Jumlah 9.177 8.837 18.014 100,00
Sumber: Kecamatan Ladongi dalam Angka 2016

Tabel 5 menunjukkan pada tahun 2016 jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan

Ladongi lebih besar dari pada jumlah penduduk perempuan. Selain itu diketahui

pula persentase terbesar penduduk di Kecamatan Ladongi berada pada kelompok

usia produktif yaitu sebesar 10.582 jiwa atau 58,74 persen sedangkan sisanya

sebesar 41,26 persen penduduk tergolong pada kelompok usia tidak produktif

yang terdiri atas 5.608 jiwa usia 0-14 tahun atau 31,13 persen dan 1.824
44

jiwa usia >54 tahun atau 10,13 persen. Persentase antara penduduk produktif dan

penduduk non produktif tersebut mengindikasikan kegiatan ekonomi di

Kecamatan Ladongi dapat terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan produktif

atau tidak produktifnya seseorang akan berpengaruh terhadap kemampuan kerja,

cara berpikir dan tingkat respon terhadap sesuatu. Seseorang dengan usia

produktif biasanya lebih terampil dan dinamis dalam bertindak dibandingkan

seseorang yang berusia tidak produktif, walaupun pada kenyataannya usia 55

tahun ke atas juga masih mampu terlibat dalam usahatani lada di Kecamatan

Ladongi.

Berdasarkan pembagian jumlah penduduk di Kecamatan Ladongi menurut

golongan umur tersebut pula, dapat diketahui angka beban ketergantungan

penduduk (penduduk non produktif per penduduk produktif) sebesar 0,70,

yangartinya setiap 100 orang umur produktif akan menanggung 70 orang

penduduk non prduktif.

A. 4 Sarana dan Prasarana Sosial

Upaya Pemerintah terhadap ketersediaan sarana dan prasarana sosial

ditujukan untuk menunjang kegiatan pembangunan masyarakat guna terciptanya

kesejahteraan masyarakat di bidang sosial yang lebih baik. Ketersediaan sarana

dan prasarana sosial di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur meliputi

sarana pendidikan, sarana kesehatan dan keluarga berencana, dan sarana agama.

Lebih jelasnya mengenai ketersediaan sarana dan prasarana sosial di Kecamatan

Ladongi dapat di lihat pada Tabel 6.


45

Tabel 6. Sarana dan Prasarana Sosial di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka


Timur Tahun 2015
Jumlah
No Uraian Sarana dan Prasarana
(Unit)
1. Sarana Pendidikan
- Taman Kanak-kanak (TK) 13
- Sekolah Dasar (SD) 24
- Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6
- Sekolah Menengah Atas (SMA) 2
2. Sarana Kesehatan
- Puskesmas 3
- Puskesmas Pembantu 1
- Puskesmas Plus 1
- Klinik Keluarga Berencana 2
3. Sarana Agama
- Masjid 29
- Musholla 17
- Gereja 3
- Pura 4
Sumber: Kecamatan Ladongi dalam Angka 2016

Tabel 6 menunjukkan dalam menunjang pembangunan masyarakat di

Kecamatan Ladongi, pemerintah menyediakan beberapa yang diantaranya adalah

sarana pendidikan, kesehatan dan agama. Sarana pembangunan pendidikan

dititikberatkan pada peningkatan mutu dan perluasan kesempatan belajar bagi

masyarakat Kecamatan Ladongi di semua jenjang pendidikan dimulai dengan

penyediaan sarana TK berjumlah 13 unit, SD berjumlah 24 unit, SMP berjumlah 6

unit dan SMA berjumlah 2 unit.

Pembangunan kesehatan ditikberatkan pada peningkatan mutu pelayanan

kesehatan masyarakat. Demikian pula pelaksanaan Program Nasional Keluarga

Berencana bertujuan menurunkan dan mengendalikan pertumbuhan penduduk dan

membudayakan suatu norma yang dikenal dengan Norman Keluarga Kecil

Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Prasarana kesehatan di Kecamatan Ladongi


46

meliputi 3 unit puskesmas, 1 unit puskesmas pembantu, 1 unit puskesmas plus dan

2 unit klinik keluarga berencana.

Pembangunan di bidang agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa diarahkan untuk menciptakan keselarasan hubungan antarmanusia

dengan manusia, manusia dengan penciptanya serta dengan alam sekitarnya.

Prasarana Agama di Kecamatan Ladongi meliputi 29 unit masjid, 17 unit

musholla, 3 unit gereja, dan 4 unit pura.

A.5 Keadaan Pertanian

Secara keseluruhan, luas daratan Kecamtan Ladongi mencapai 688.878

hektar, sebagian besar merupakan hutan Negara.Sebagian lainnya digunakan

untuk kawasan pemukiman, jalan dan lahan pertanian. Adapun luas penggunaan

lahan untuk pertanian khususnya pada subsektor perkebunan yang menjadi salah

satu mata pencaharian masyarakat Kecamatan Ladongi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Menurut Jenis Tanaman di


Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2015
Luas Lahan Produksi
No Jenis Tanaman
(Ha) (Ton)
1 Kelapa 553,0 258,48
2 Kopi 43,5 2,71
3 Kapuk 6,0 1,12
4 Lada 153,0 32,51
5 Pala 8,0 2,07
6 Jambu Mete 366,5 15,48
7 Kemiri 68 12,15
8 Kakao 9.109,7 244,60
9 Enau 10,5 7,10
10 Asam Jawa 2,3 1,37
11 Panili 3,5 0,00
12 Sagu 3,0 9,00
Jumlah 10.327 586,59
Sumber: Kecamatan Ladongi dalam Angka 2016
47

Tabel 7 menunjukkan luas areal perkebunan terbesar yang di usahakan

oleh masyarakat Kecamatan Ladongi pada tahun 2015 berada pada komoditi

kakao yaitu 9.109,7 hektar dengan produksi sebesar 244,6 ton. Adapun

komoditilada yang diusahakan oleh masyarakat kecamatan ladongi berada pada

urutan ke- empat dengan luas lahan sebesar 153 hektar dengan produksi 244,60

ton. Besarnya luas lahan yang disediakan untuk jenis tanaman perkebunan ini,

dapat disebabkan oleh potensi/ peluang terutama berkaitan dengan harga yang

dapat diperoleh masyarakat kecamatan ladongi dengan memasarkan hasil

pertanian tersebut, harga komoditi lainnya yang lebih menguntungkan, kerentanan

terhadap serangan hama dan penyakit yang mengakibatkan kerugian dan

sebagainya. Hal ini ditujukan semata dalam rangka perolehan dalam peningkatan

pendapatan dan kesejahteraan.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur.

Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah komoditi lada yang

berkenaan dengan pemasarannya. Hasil penelitian meliputi identitas responden

petani, identitas responden pedagang, margin pemasaran dan efisiensi pemasaran.

B.1 Identitas Responden Petani

B.1.1 Umur

Umur merupakan usia seseorang yang dihitung sejak lahir sampai saat

penelitian dilaksanakan. Umur bagi seorang masyarakat tani sangat

mempengaruhi kemampuan fisik dalam mengelola suatu usaha atau kegiatan.Pada


48

umumnya seorang yang relatif muda lebih dinamis dalam bertindak, mempunyai

kemampuan fisik yang kuat dan mempunyai keberanian dalam mengambil suatu

keputusan serta berani mengambil resiko terhadap kegagalan dalam

melaksanakan usaha di dalam keluarganya. Sebaliknya yang berumur tua

cenderung untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan mengambil

keputusan,terlebih lagi menyangkut perubahan teknologi dalam suatu

usahataninya. Dengan demikian petani yang berumur muda lebih produktif dan

cepat berkembang dibanding dengan petani yang berumur tua. Soeharjo dan

Patong (1984) mengelompokkan umur berdasarkan pada kriteria produktif dan

non produktif, dimanakisaran umur 15-54 tahun tergolong usia produktif,

sedangkan 55 tahun keatas dikategorikan usia non produktif. Untuk lebih

jelasnya mengenai keadaan umur responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Petani Responden Berdasarkan Golongan Umur di Kecamatan


Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016
Golongan Umur Jumlah Persen
No.
(tahun) (orang) (%)
1. Produktif (15 - 54) 37 92,50
2. Non Produktif (> 54) 3 7,50
Jumlah 40 100,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Hasil penelitian pada Tabel 8, menunjukkan petani responden yang berada pada

kategori produktif sebesar 92,50 persen, sedangkan petani yang responden berada

pada kategori non produktif sebesar 7,50 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa

kemampuan fisik dan kemampuan berfikir para petani di Kecamatan Ladongi

cukup tinggi. Produktifnya umur responden tersebut akan sangat berpengaruh

pada prestasi kerja dalam hal ini kemampuan fisik, pengalaman dan
49

cara berpikir dalam memecahkan masalah terkait dengan kegiatan berusahatani

dan mengembangkan usahatani ladanya serta memasarkan lada yang dihasilkan.

B.1.2 Tingkat Pendidikan Formal

Pendidikan formal merupakan salah satu aspek yang menentukan

kemampuan dan cara berpikir responden dalam mengelola usahanya. Semakin

tinggi pendidikan formal responden, maka pengetahuan dan wawasannya luas

serta cara berpikirnya akan semakin rasional. Dengan demikian akan

mempercepat proses adopsi informasi dan inovasi dalm upaya mengembangkan

usaha yang dikelolanya. Adapun tingkat pendidikan formal petani responden di

Kecamatan Ladongi dapat disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal di


Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016
Jumlah Persen
No. Tingkat Pendidikan Formal
(orang) (%)
1. Tamat SD/ Sederajat 13 32,50
2. Tamat SMP/ Sederajat 16 40,00
3. Tamat SMA/ Sederajat 11 27,50
Jumlah 40 100,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 9 menunjukkan bahwa pada umumnya responden petani lada di

Kecamatan Ladongi telah menempuh pendidikan formal, baik pendidikan dasar,

menengah maupun atas.Tingkat pendidikan formal responden terbanyak adalah

SMP/sederajat dengan jumlah 13 orang atau 40,00%. Sedangkan sebaran jumlah

petani responden yang menyelesaikan pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar

(SD)/sederajat yaitu sebanyak 13 responden (32,50%) dan pada tingkat Sekolah

Menengah Atas (SMA)/sederajat sebanyak 11 responden (27,50%). Hal ini juga


50

mengindikasikan bahwa responden telah memiliki pengetahuan dasar untuk

mengembangkan usaha dan bekerja disamping itu juga memperoleh pendidikan

non formal seperti penyuluhan yang diharapkan dapat membantu responden

dalam peningkatan kualitas diri sehingga dapat memaksimalkan pendapatannya

dan kesejahteraan bagi keluarganya.

B.1.3 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga merupakan anggota keluarga yang tinggal

satu rumah dimana dalam memenuhi kebutuhan hidupnya berada dalam satu unit

manajemen. Anggota keluarga merupakan sumberdaya manusia (tenaga kerja)

yang dapat dikembangkan untuk membantu kepala keluarga dalam mengurangi

beban keluarga (pemenuhan kebutuhan rumahtangga), utamanya bagi anggota

keluarga yang telah berusia produktif. Selain sebagai tenaga kerja, dalam

pengambilan keputusan juga melibatkan anggota keluarga sehingga keputusannya

merupakan keputusan keluarga. Tetapi sebaliknya jika anggota keluarga berada

pada kategori non produktif, maka semakin besar jumlah tanggungan keluarga

berarti semakin besar pula usaha yang dilakukan oleh seorang responden dalam

membantu keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Soeharjo dan Patong (1984) mengemukakan bahwa yang termasuk

anggota keluarga kecil yaitu berkisar 2-4 orang sedangkan anggota keluarga >4

orang termasuk keluarga besar. Adapun jumlah tanggungan keluarga responden

dapat dilihat pada Tabel 10.


51

Tabel 10. Distribusi Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan


Keluarga Responden di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur
Tahun 2016
Tanggungan Keluarga Jumlah Persen
No.
(orang) (orang) (%)
1. 1–4 14 35,00
2. >4 26 65,00
Jumlah 40 100,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan untuk masing-masing

responden lebih dominan pada kategori keluarga besar yaitu sebanyak 26 orang

dengan persentase 65,00 %. Sedangkan yang termasuk dalam kategori keluarga

kecil sebanyak 14 orang dengan persentase 35,00 %.

Besar kecilnya tanggungan keluarga oleh petani lada, akan mempengaruhi

petani dalam memaksimalkan usahatani lada yang dilakukannya, baik dari teknik

budidaya yang dilakukan, maupun pemasaran hasil budidaya (lada). Dalam

pemasaran lada, petani akan cenderung untuk memilih harga yang lebih tinggi

guna memaksimalkan pendapatan. Namun di samping pendapatan juga

dipertimbangkan kemungkinan biaya yang harus dikeluarkan. Di samping itu

anggota keluarga petani responden di Kecamatan Ladongi, juga bekerja sebagai

tenga kerja baik dalam proses budidaya maupun pemasaran lada.

B.1.4 Pengalaman Berusahatani Lada

Pengalaman berusaha tani merupakan semua hal-hal yang pernah

diperoleh responden selama melakukan usahanya yang diperoleh diluar bangku

sekolah. Pengalaman berusaha tani akan memberikan motivasi kepada responden

untuk mengoreksi dan mengevaluasi diri tentang usahanya. Makin lama

responden dalam melakukan usaha dan bekerja maka akan terampil dalam
52

menentukan sikap kearah berusaha yang lebih baik dan menguntungkan di masa

yang akan datang. Soeharjo dan Patong (1984) membagi pengalaman berusaha

kedalam tiga kategori, yaitu apabila dalam menggeluti usahanya kurang dari 5

maka dikategorikan kurang berpengalaman, 5-10 tahun dikatakan cukup

berpengalaman, sedangkan sepuluh tahun keatas dikategorikan berpengalaman.

Gambaran mengenai pekerjaan responden berdasarkan pengalaman dalam

kegiatan usahatani lada dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Petani Responden Berdasarkan Pengalaman dalam


Berusahatani Lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur
Tahun 2016
Pengalaman Berusahatani Jumlah Persen
No.
(Tahun) (orang) (%)
1. <5 0 0,00
2. 5 – 10 20 50,00
3. > 10 20 50,00
Jumlah 40 100,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah petani responden masing-masing

berada pada kategori cukup berpengalaman (5-10 tahun) dan berpengalaman (>10

tahun), dengan persentase masing-masing 50% atau masing-masing sebanyak 20

responden, sehingga dapat dikatakan bahwa petani responden telah mengetahui

seluk beluk usahatani lada yang dilakukannya, baik memaksimalkan produksi

dengan teknik budidayanya dan lain sebagainya, terutama waktu yang tepat dalam

pemasaran lada berdasarkan fluktuasi harga pemasaran lada di daerahnya.

B.1.5 Luas Lahan

Luas lahan yang dimiliki oleh petani merupakan salah satu faktor produksi

yang penting dalam melakukan suatu usahatani, karena luas lahan garapan turut
53

menentukan besar kecilnya jumlah produk yang dihasilkan (output), yang

tentunya harus didukung oleh kemampuan petani dalam mengelolanya. Hernanto

(1991) mengemukakan bahwa luas lahan pertanian dikategorikan dalam tiga,

yaitu : luas lahan garapan sempit (< 0,5Ha), luas lahan garapan sedang (0,5–2,00

Ha) dan luas lahan garapan luas (>2,00 Ha). Luas lahan garapan yang digunakan

oleh petani responden dalam mengolah lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten

Kolaka Timur dapat dilihat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Lada di
Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016
Luas Lahan Jumlah Persen
No.
(Ha) (orang) (%)
1. < 0,5 10 25,00
2. 0,5 – 2,0 30 75,00
3. > 2,0 0 0,00
Jumlah 40 100,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah petani responden yang memiliki luas

lahan usahatani dengan kategori sedang (0,5 ha – 2,0 ha) adalah 75,00% atau

sebanyak 30 responden, sedangkan 25,00% lainnya atau sebanyak 10 responden

memiliki luas lahan dengan kategori sempit (<0,5 ha). Luas lahan petani

responden yang berada pada kategori sedang ini ditunjukkan pula dengan luas

lahan rata-rata yaitu sebesar 0,70 ha, dimana luas atau sempitnya lahan garapan

ini akan berpengaruh terhadap produksi lada dan hal tersebut dapat dilihat pada

jumlah produksi lada yang dihasilkan dan dijual pada lembaga pemasaran, baik

pada pedagang pengumpul desa maupun pedagang besar.Adapun total produksi

lada berdasarkan volume penjualan lada pada lembaga pemasaran yaitu sebesar

5.476 kg atau berdasarkan luas lahan yaitu sebesar 196,38 kg per hektarnya.
54

B.2 Identitas Responden Pedagang

Pada kegiatan pemasaran lada, khususnya pada pendistribusian lada,

terdapat agen pemasaran yang disebut pedagang. Pedagang mempunyai peran

yang penting dalam kegiatan pemasaran lada yakni dalam hal menstabilkan dan

menjadi kelancaran distribusi lada dari produsen hingga ke tangan konsumen.

Adapun identitas responden pedagang lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten

Kolaka Timur yang meliputi umur, tingkat pendidikan dan pengalaman berdagang

dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Identitas Responden Pedagang Lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten


Kolaka Timur Tahun 2016
Status Pedagang
Pedagang Jumlah Persen
No Uraian Pedagang
Pengumpul (orang) (%)
Besar
Desa
1 Umur (Tahun)
. a. 0 – 14 - - - -
b. 15 – 54 8 1 9 100,00
c. > 55 - - - -
Jumlah 8 1 9 100,00
2 Tingkat Pendidikan Formal
. a. Tamat SD/sederajat - - - -
b. Tamat SMP/sederajat 2 - 2 22,22
c. Tamat SMA/sederajat 6 - 6 66,67
d. Tamat S1 - 1 1 0,11
Jumlah 8 1 9 100,00
3 Pengalaman Berdagang
. Lada (Tahun)
a. < 5 - - - -
b. 5 – 10 4 1 5 55,56
c. > 10 4 - 4 44,44
Jumlah 8 1 8 100,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
55

Tabel 13 menggambarkan bahwa responden pedagang lada berjumlah 9

orang, yang terdiri atas 8 pedagang pengumpul desa dan 1 pedagang besar.

Sembilan responden pedagang lada tersebut berada pada usia produktif (100%),

sehingga responden pedagang lada dapat dikatakan mampu bekerja dengan baik

karena didukung dengan mental yang kuat dalam melaksanakan peran sebagai

penyalur pemasaran lada dari produsen hingga ke konsumen.

Tingkat pendidikan formal responden pedagang lada di Kecamatan

Ladongi pada umunya telah menempuh studi pada tingkat SMP/sederajat,

SMA/sederajat dan S1, dengan presentase 2 responden pedagang pengumpul desa

(22,22%) menamatkan pendidikan SMP/sederajat dan 6 responden pedagang

pengumpul desa (66,67%)menamatkan pendidikan SMA/sederajat. Sedangkan

satu-satunya pedagang besar telah menyelesaikan studi S1. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa responden telah memiliki pengetahuan dasar untuk bekerja,

mengembangkan usaha dan memperlancar penyaluran lada dari produsen hingga

ke konsumen guna memaksimalkan pendapatan dan kesejahteraan bagi

keluarganya.

Pengalaman berdagang lada yang dilakukan oleh responden pedagang

lada, yaitu sebanyak 5 orang (55,56%) yang terdiri dari 4 pedagang pengumpul

desa dan 1 pedagang besar, berada pada kategori cukup berpengalaman.

Sedangkan 4 lainnya (44,44%) yang merupakan pedagang pengumpul desa berada

pada kategori berpengalaman. Lamanya responden pedagang lada dalam

berkecimpung di dunia usahanya dalam hal memasarkan lada mengindikasikan

bahwa pedagang telah mampu membaca dan mengikuti kondisi pasar, serta
56

mampu menentukan langkah-langkah dalam mengambil tindakan dan

mengefisienkan pemasaran komoditi lada.

B.3 Pedagang dan Saluran Pemasaran

B.3.1 Pedagang

Pedagang sangat berperan agar fungsi pemasaran dapat terlaksana dengan

baik. Pedagang memperlancar penyaluran lada dari produsen dalam hal ini petani

lada hingga ke konsumen. Berdasarkan hasil penelitian, pedagang yang terlibat

dalam pemasaran lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur, yaitu :

1. Pedagang Pengumpul Desa

Pedagang pengumpul desa mengambil langsung lada dari petani lada yang

ada di tiap desa di Kecamatan Ladongi dan menjualnya kembali ke pedagang

besar. Berdasarkan hasil penelitian, pedagang pengumpul desa berdomisili di

Kecamatan Ladongi.

Pembelian lada dilakukan pedagang pengumpul desa dengan cara

mengambil langsung ke rumah-rumah petani dengan menggunakan kendaraan

motor. Dalam satu kali pembelian, pedagang pengumpul desa dapat membeli lada

hingga 100 kg. Pada umumnya cara pembayaran dilakukan secara langsung

(kontan), namun ada juga yang menggunakan sistim angsuran dengan

memberikan uang muka sebesar 50% dari harga pembelian, yang kemudian sisa

pembayarannya diberikan setelah lada dibeli oleh pedagang besar.

2. Pedagang Besar

Pedagang besar sengaja membeli lada dari pedagang pengumpul

desa,namun ada kalanya pedagang besar juga membeli lada langsung dari petani
57

lada. Pedagang besar dalam membeli lada telah berlangganan pada petani dan

pedagang pengumpul desa yang berada di Kecamatan Ladongi. Dalam satu kali

pembelian, pedagang besar mampu mengumpulkan hingga 1 ton lada. Cara

pembayaran lada dilakukan dengan cara langsung (kontan). Setelah pedagang

besar melakukan pembelian kepada petani dan pedagang pengumpul desa hingga

beberapa kali pengangkutan yang dibelinya pada tiap desa/ kelurahan di

Kecamatan Ladongi, maupun desa/ kelurahan lainnya di luar Kecamatan Ladongi,

seluruh lada yang terkumpul dipasarkan/ dijual ke konsumen (industri) baik yang

ada di Makassar hingga daerah Surabaya melalui jalur laut. Setiap satu kali

pendistribusian, pedagang besar mampu mendistribusikan ladanya hingga 10 ton.

Dalam kegiatan pemasaran, pedagang besar melakukan fungsi pasar

(pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan dan pengangkutan) dan

fungsi fasilitas (grading, resiko, pembiayaan). Pedagang besar melakukan fungsi

pasar karena membeli lada dari petani maupun pedagang pengumpul, fungsi fisik

dilakukan pedagang besar saat mengambil lada sedangkan untuk fungsi fasilitas

dilakukan pedagang pada saat memilah lada berdasarkan kualitasnya.

B.3.2 Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran merupakan jalur dari pedagang yang dilalui dalam

menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Berdasarkan hasil penelitian,

dapat diketahui pola saluran pemasaran lada yang terjadi di Kecamatan Ladongi

Kabupaten Kolaka Timur ditunjukkan oleh Gambar 2 berikut.


58

Petani Lada

2 Pedagang Pengumpul Desa

Pedagang Besar

Industri
(Makassar dan Surabaya)

Gambar 2. Pola Saluran Pemasaran Lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten


Kolaka Timur Tahun 2016

Gambar 2 menjelaskan bahwa saluran pemasaran yang terjadi di

Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka pada tahun 2016 tidak melibatkan banyak

pedagang. Adapun pola pemasaran yang terjadi terdiri atas dua, yang diuraikan

sebagai berikut:

1. Pola Pemasaran I

Petani  Pedagang Pengumpul Desa  Pedagang Besar  Konsumen (Industri)

Pada pola pemasaran I, petani menjual lada ke pedagang pengumpul desa,

kemudian dari pedagang pengumpul desa dijual kembali ke pedagang besar dan

berakhir ke konsumen (industri). Petani memilih menjual lada ke pedagang

pengumpul desa karena telah terbiasa dan sifatnya sangat praktis, dalam hal ini

tidak memerlukan waktu yang lama, tidak membutuhkan biaya, dan petani

dikunjungi oleh pedagang untuk menjual lada yang dihasilkannya. Di samping itu,

sebagian dari petani memiliki hubungan emosional yang cukup erat dalam artian
59

antara pedagang pengumpul desa dan petani lada masih tetangga ataupun

tergolong kerabat. Setelah itu, penjualan dari pedagang pengumpul desa ke

pedagang besar dengan cara pedagang besar mendatangi pedagang pengumpul

desa untuk membeli lada, yang kemudian pedagang besar mendistribusikan lada

yang dibelinya ke daerah Makassar dan Surabaya.

2. Pola Pemasaran II

Petani  Pedagang Besar  Konsumen (Industri)

Pola saluran pemasaran II, petani lada menjual langsung ladanya ke

pedagang besar. Alasan petani menjual langsung ke pedagang besar karena harga

yang ditawarkan oleh pedagang besar lebih tinggi dibandingkan dengan harga

pada tingkat pedagang pengumpul desa. Namun jumlah petani yang menerapkan

pola saluran pemasaran II cenderung sedikit dengan pertimbangan praktis dan

faktor kebiasaan, di samping itu juga terdapat asumsi bahwa harga yang

ditawarkan antara pedagang besar tidak jauh berbeda dengan harga yang

ditawarkan oleh pedagang pengumpul desa. Walaupun pandangan ini dapat

terbantahkan apabila jumlah produksi lada yang akan dijual adalah besar, maka

akan terlihat jauh perbedaan penerimaan yang dapat diperoleh petani. Setelah

pedagang besar memperoleh lada dari petani lada dan juga dari pengumpul desa,

maka lada di distribusikan ke industri yang ada daerah Makassar dan wilayah

Surabaya.

Jumlah petani lada berdasarkan pola saluran pemasaran yang digunakan

dalam memasarkan lada dapat dilihat pada Tabel 14.


60

Tabel 14. Jumlah dan Presentase Petani Lada Berdasarkan Pola Saluran
Pemasaran di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun
2016
Jumlah Petani Persen
No. Jenis Saluran
(Jiwa) (%)
1. Saluran Pemasaran I 30 75,00
2. Saluran Pemasaran II 10 25,00
Jumlah 40 100,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 14 menunjukkan bahwa saluran pemasaran lada di Kecamatan

Ladongi terdiri atas dua pola saluran pemasaran, dimana petani lada cenderung

menggunakan saluran pemasaran I, sebanyak 30 petani lada (75%) sedangkan

sisanya sebanyak 10 petani lada (25%) menggunakan saluran pemasaran II. Selain

yang telah disebutkan di atas bahwa alasan petani lada memilih pola saluran

pemasaran I disebabkan oleh faktor kekerabatan, dan asumsi harga, juga terdapat

alasan faktor sosial yang dimana petani lada berupaya agar pedagang pengumpul

tetap dapat menjalankan usahanya.

B.4 Volume Pembelian dan Volume Penjualan Lada

Salah satu indikator keberhasilan petani dan pedagang lada juga dapat dilihat dari

volume pembelian lada dan volume penjualan lada dalam periode tertentu. Hasil

yang lebih banyak diperoleh petani maupun pedagang dapat menutupi biaya-biaya

produksi maupun biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan, besarnya volume penjualan tingkat petani lada

berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah produksi lada yang

mampu dihasilkan oleh tiap petani responden, dimana setiap produksi lada yang

dihasilkan dijual langsung ke lembaga pemasaran. Perbedaan produksi


61

tersebut lebih disebabkan oleh perbedaan luas lahan dan perawatan yang

dilakukan petani terhadap tanaman lada.

Besarnya volume pembelian dan volume penjualan pada tingkat pedagang

lada dipengaruhi oleh besarnya kecilnya skala usaha dari pedagang itu sendiri.

Semakin besar modal yang dimiliki pedagang maka semakin besar pula volume

pembelian dan volume penjualan yang akan dilakukan. Di samping itu, besar

kecilnya volume pembelian dan penjualan pada tingkat pedagang juga disebabkan

oleh besar kecilnya petani dalam menyediakan komoditi lada dan kemampuan

pedagang dalam memobilisasi petani-petani lada yang ada di Kecamatan Ladongi.

Lebih jelasnya mengenai volume pembelian dan volume penjualan lada pada

tingkat pedagang dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Volume Pembelian dan Volume Penjualan Lada pada Setiap Pedagang
di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016
Volume Volume Persen
Presentase
No. Pedagang Pembelian Penjualan (%)
(%)
(Kg) (Kg)
1. Pedagang Pengumpul
Desa 550 9,91 550 9,91
2. Pedagang Besar 5.000 90,09 5.000 90,09
Jumlah 5.550 100,00 5.550 100,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 15 menunjukkan bahwa pembelian dan penjualan lada di Kecamatan

Ladongi dilakukan oleh pedagang pengumpul desa dan pedagang besar dengan

volume pembelian sama dengan volume penjualan. Hal ini disebabkan setiap

volume lada seteleh dibeli tidak lagi dilakukan proses sortasi/pemilahan baik oleh

pedagang kecil ataupun pedagang besar, dan proses sortasi dilakukan oleh petani

dan pedagang pada saat transaksi jual-beli pertama kalinya serta pedagang hanya

bertindak sebagai agen pemasaran (distributor) lada yang menjual kembali lada
62

ke saluran pemasaran berikutnya. Volume pembelian dan penjualan lada terbesar

dilakukan oleh pedagang besar yakni sebesar 5.000 kg setiap penjualan lada

(90,09%). Volume pembelian lada tidak dilakukan satu kali oleh pedagang besar

namun bertahap dengan volume tertentu, sedangkan volume penjualan lada

terakhir oleh pedagang besar pada saat penelitian adalah 5.000 kg walaupun

diakui oleh responden pedagang besar tersebut bahwa sebelum-sebelumnya

volume penjualan mampu menembus lebih dari 10.000 kg setiap kali penjualan.

Adapun total volume pembelian dan penjualan lada oleh seluruh pedagang

pengumpul desa dalam setiap kali pengangkutan adalah sebesar 550 kg atau

sebesar 9,91%.Volume pembelian ini diperoleh dari rumah-rumah petani lada

yang ada di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur dalam setiap kali

pengangkutannya yang kemudian dengan volume tersebut dijual kembali ke

saluran pemasaran selanjutnya.

B.5 Margin Pemasaran Lada

B.5.1 Margin Pemasaran Lada Pada Saluran I

Margin pemasaran merupakan selisih antara harga lada yang dibayarkan

konsumen dengan yang diterima petani. Besar kecilnya margin pemasaran lada

dipengaruhi oleh keuntungan yang diterima setiap pedagang yang terlibat.

Kegiatan pemasaran lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur

melalui dua saluran pemasaran dengan melibatkan pedagang pengumpul desa dan

pedagang besar.

Pada saluran pemasaran I, lada yang berasal dari produsen dalam hal ini

petani lada di Kecamatan Ladongi dibeli oleh pedagang pengumpul desa yang
63

kemudian dijual kembali kepada pedagang besar. Akhirnya melalui pedagang

besar lada dijual ke industri sebagai konsumen akhir saluran pemasaran. Adapun

biaya dan margin pemasarannya dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Biaya dan Margin Pemasaran Lada Pada Saluran Pemasaran I di
Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016
Persen
No. Uraian Rp/Kg
(%)
1. Petani
Harga Jual 81.700 100,00
2. Pedagang Pengumpul Desa
a. Harga beli 81.700 90,78
b. Biaya pemasaran
1. Transportasi 180 0,20
2. Tenaga Kerja 1.625 1,80
3. Karung 140 0,16
c. Jumlah biaya pemasaran 1.945 2,16
d. Keuntungan pemasaran 6.355 7,06
e. Harga jual 90.000 100,00
f. Margin Pemasaran 8.300 9,22
3. Pedagang Besar
a. Harga beli 90.000 72,00
b. Biaya pemasaran
1. Transportasi 5.000 4,00
2. Tenaga Kerja 800 0,64
3. Karung 140 0,11
c. Jumlah biaya pemasaran 5.940 4,75
d. Keuntungan Pemasaran 29.060 23,25
e. Harga jual 125.000 100,00
f. Margin Pemasaran 35.000 28,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 16 menunjukkan bahwa biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang

pengumpul desa, berupa biaya transportasi, biaya tenaga kerja dan biaya karung

dengan jumlah biaya sebesar Rp.1.945/kg atau 2,16%. Sedangkan biaya

pemasaran pada pedagang besar yang juga berupa biaya transportasi, biaya tenaga

kerja dan biaya karung adalah sebesar Rp.5.940/kg atau 4,75%. Petani lada
64

sebagai produsen dalam saluran pemasaran tidak mengeluarkan biaya pemasaran,

dikarenan lada yang dihasilkan oleh petani dibeli oleh pedagang di tempat petani.

Selain biaya pemasaran, terdapat faktor harga dimana harga beli pedagang

pengumpul desa pada petani lada adalah rata-rata sebesar Rp 81.700/kg, harga beli

pedagang besar pada pedagang pengumpul desa adalah sebesar Rp 90.000/kg,

sedangkan harga jual dari pedagang besar kepada industri sebagai konsumen akhir

adalah sebesar Rp 125.000/kg. Selisih yang besar antara harga yang dibeli oleh

pedagang besar dengan harga yang dijual disebabkan perhitungan profit yang

dilakukan oleh pedagang besar terhadap biaya yang harus dikeluarkan pedagang

termasuk biaya dalam mendistribusikan lada antar wilayah bahkan antar pula

hingga ke konsumen.

Faktor harga dan biaya pemasaran tersebut akan sangat mempengaruhi

margin pemasaran pada saluran pemasaran yang digunakan, dimana margin

pemasaran pada tingkat pedagang pengumpul desa sebesar Rp 8.300/kg atau

9,22% sedangkan margin pemasaran pada tingkat pedagang besar adalah sebesar

Rp 35.000/kg atau 28,00%.

B.5.1 Margin Pemasaran Lada Pada Saluran I

Pada saluran pemasaran II, lada yang berasal dari produsen dalam hal ini

petani lada di Kecamatan Ladongi dibeli langsung oleh pedagang besar, yang

kemudian melalui pedagang besar lada dijual ke industri sebagai konsumen akhir

saluran pemasaran. Ringkasnya saluran pemasaran yang dilalui pada saluran

pemasaran II ini mengakibatkan harga yang diterima oleh petani lada jauh lebih

besar. Adapun biaya dan margin pemasarannya dapat dilihat pada Tabel 17.
65

Tabel 17. Biaya dan Margin Pemasaran Lada Pada Saluran Pemasaran II di
Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016
Persen
No. Uraian Rp/Kg
(%)
1. Petani
Harga Jual 90.000 100,00
2. Pedagang Besar
a. Harga beli 90.000 72,00
b. Biaya pemasaran
1. Transportasi 5.000 4,00
2. Tenaga Kerja 800 0,64
3. Karung 140 0,11
c. Jumlah biaya pemasaran 5.940 4,75
d. Keuntungan Pemasaran 29.060 23,25
e. Harga jual 125.000 100,00
f. Margin Pemasaran 35.000 28,00
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 17 menunjukkan bahwa biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh

pedagang besar berupa biaya transportasi, biaya tenaga kerja dan biaya karung

dengan jumlah biaya sebesar Rp.5.940/kg atau 4,75%, sedangkan petani lada tidak

mengeluarkan biaya pemasaran. Selain biaya pemasaran juga terdapat faktor

harga, dimana harga beli lada pedagang besar pada tingkat petani lada adalah

sebesar Rp.90.000/kg, sedangkan harga jual pada konsumen (industri) adalah

sebesar Rp.125.000/kg. Selisih harga dan biaya pemasaran ini akan menghasilkan

margin pemasaran, dimana margin pemasaran pada tingkat pedagang besar adalah

sebesar Rp.35.000/kg.

B.6 Efisiensi Pemasaran

Besarnya presentase bagian harga yang diterima petani lada dari seluruh

harga yang dibayarkan konsumen dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi

pemasaran. Bila bagian harga yang diterima petani ≤ 50%, maka saluran
66

pemasaran lada belum efisien dan sebaliknya jika bagian harga yang diterima

petani lada > 50%, maka saluran pemasaran lada telah efisien. Lebih jelasnya

mengenai besarnya presentase bagian harga yang diterima petani lada pada kedua

saluran pemasaran lada dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Besarnya Presentase Bagian Harga yang Diterima Petani (Farmer’s
Share) Melalui Penjualan Lada Pada Setiap Saluran Pemasaran di
Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2016
Persen
No. Jenis Saluran
(%)
1. Saluran Pemasaran I 65
Petani Lada  Pedagang Pengumpul Desa  Pedagang
Besar  Konsumen (Industri)
2. Saluran Pemasaran II 72
Petani Lada  Pedagang Besar  Konsumen (Industri)
Sumber: Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016

Tabel 19 menunjukkan bahwa pemasaran lada melalui saluran pemasaran I

dan saluran pemasaran II telah menunjukan tingkat efisien, dimana persen bagian

harga yang diterima responden petani yang melalui Saluran Pemasaran I adalah

sebesar 65%, sedangkan presentase harga yang diterima oleh petani lada melalui

saluran pemasaran II adalah sebesar 72%.

Perbedaan besarnya presentase bagian harga yang diterima oleh petani

lada antara saluran pemasaran I dan saluran pemasaran II disebabkan oleh faktor

harga dan biaya pemasaran. Harga merupakan salah satu faktor yang sangat

menentukan dalam pemilihan saluran pemasaran. Namun, perhitungan mengenai

biaya yang akan dikeluarkan dalam pemasaran juga sangat menentukan saluran

pemasaran mana yang akan dipilih oleh petani dan pedagang lada, karena pada

prinsipnya seorang petani dan pedagang akan berusaha sedemikian rupa untuk

memperoleh imbalan dari hasil produksi dan pemasarannya. Rendahnya biaya


67

pemasaran oleh karena pendeknya saluran pemasaran yang dilalui lada hingga ke

tangan konsumen, serta besarnya harga jual lada pada saluran pemasaran

menyebabkan presentase bagian harga yang diterima oleh petani lada pada saluran

pemasaran II jauh lebih besar dibandingkan presentase bagian harga yang diterima

oleh petani lada pada saluran pemasaran I. Hal ini sesuai dengan pendapat

Soekartawi (1990), dimana efisiensi pemasaran akan terjadi jika : 1) biaya

pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, 2)

presentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan yang diterima oleh

produsen tidak terlalu tinggi, 3) tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan 4)

adanya kompetisi pasar yang sehat.

Penentuan saluran pemasaran yang akan dipilih oleh petani dan pedagang

lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur selain mempertimbangkan

faktor-faktor yang telah diuraikan sebelumnya, petani dan pedagang lada juga

mempertimbangkan kemudahan dalam mengakses pemasaran yang praktis

danlebih mudah serta relatif cepat dalam memperoleh imbalan dana dari hasil

pemasaran ladanya. Perbedaan pemilihan saluran pemasaran dari petani dan

pedagang lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur, mutlak

merupakan kebijakan yang diambil oleh petani dan pedagang itu sendiri.
68

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pemasaran lada di Kecamatan Ladongi

Kabupaten Kolaka Timur dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pola saluran pemasaran lada terdiri atas 2 saluran pemasaran, yaitu :

a. Pola Saluran Pemasaran I

Petani lada  pedagang pengumpul desa  pedagang besar  konsumen

(industri Surabaya dan Makassar)

b. Pola Saluran Pemasaran II

Petani lada  pedagang besar  konsumen (industri Surabaya dan

Makassar)

2. Margin pada saluran pemasaran I yaitu sebesar Rp.43.300/kg dan saluran

pemasaran II yaitu sebesar Rp. 35.000/kg

3. Presentase bagian harga yang diterima oleh petani (farmer’s share) pada

saluran pemasaran I dan II berada di atas 50%, yakni masing-masing 65% dan

72%, yang menunjukkan kedua saluran pemasaran telah berjalan efisien.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diajukan yaitu :

1. Sebaiknya petani memperhatikan fungsi pasar, yang meliputi fungsi fisik dan

fungsi fasilitas, agar petani lebih dimudahkan dalam proses pemasaran.


69

2. Dalam memasarkan lada, sebaiknya petani lebih memilih saluran pemasaran

II, karena pada saluran tersebut presentase harga yang akan diterima oleh

petani lada jauh lebih besar dibandingkan saluran pemasaran I.

3. Kepada pemerintah diharapkan agar memperhatikan dan menyiapkan pasilitas

bagi tani lada dengan membuatkan KUD yang siap membeli semua hasil

panen lada dari petani, sehingga petani tidak dirugikan dari banyaknya

pedagang pengumpul desa yang membeli lada dengan harga murah.


70

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.


Jakarta.

Assauri, Sofjan. 2007. Manajemen Pemasaran. PT. Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Asosiasi Eksportir Lada Indonesia. 2004. International Pepper Community 2004.


www.aeli.co.id. Diakses pada tanggal 11 Januari 2017.

BPS Sulawesi Tenggara. 2016. Kecamatan Ladongi dalam Angka 2016. Kendari

Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.

Ekapribadi, W. 2007. Persaingan Pasar Tradisional dan Pasar Modern. Jakarta.


http://www.ekapribadi.wordpress.com. (Diakses pada tanggal 25 September
2016).

Fadhil. 2006. Menyoroti Pasar Tradisional. Seputar Indonesia.com Jakarta.

Gunawan, Didi, dan Mulyani Sri. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Gultom, H.L.T. 1996. Tata Niaga Pertanian. USU Press. Medan.

Hernanto, F. 1991. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hutauruk, J. 2003. Tata Niaga Hasil Pertanian. UNIKA. Medan.

Idrus, I. B., Sukmawati, M., dan Indrayani N. 2015. Analisis Marjin Pemasaran,
Efisiensi Pemasaran dan Keuntungan Pada Tataniaga Cengkeh Kabupaten
Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku (Studi Kasus di Desa Luhu). Jurnal
Riset Edisi III UNIBOS. Makassar.

Iman, Ahmad. 2007. Prospek Usahatani Lada. http://bangka.go.id. Diakses pada


tanggal 11 Januari 2017.

Indra 2007. Sistem Akuntansi Sekto Publik. Salemba Empat. Jakarta.

Kartasapoetra. 1992. Kalkulasi Pengendalian Biaya Produksi. Rineka Cipta.


Jakarta.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyat Atsiri. Penerbit Balai Pustaka.


Jakarta.
71

Kotler, Philip. 1995. Manajemen Pemasaran. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran, Jilid 1 dan 2. PT. Indeks Kelompok
Gramedia. Jakarta.

Muhammad, 2007. Membuat Pasar Tradisional Tetap Eksis. Jakarta.


http://www.sinarharapan.co.id. (Diakses pada tanggal 25 September 2016).

Naoval, M. 2010. Analisis Saluran dan Margin Pemasaran Biji Kakao di Desa
Andomesinggo Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe. Skripsi S1
Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo. Kendari.

Nuraini, Ida. 2001. Pengantar Ekonomi Mikro. UMM Press.

Oktarina, Yetty. 2009. Analisis Usahatani dan Pemasaran Lada (Piper nisrum L.)
di Desa Tanjung Durian Kec. Buay Pemaca Kabupaten OKU Selatan. Jurnal
Agronobis, Vol 1. No. 2.

Rahim, Abdul dan Astuti, Retno, D. 2007. Ekonomi Pertanian.

Rukmana, Rahmat. 2003. Usahatani Lada Perdu. Kanisius. Yogyakarta.

Rully. 2008. Pasar Tradisional vs Pasar Tingkat II. Kota Medan.

Saediman. 2003. Tantangan dan Peluang Pemasaran Produk-Produk Pertanian


Provinsi Sulawesi Tenggara di Era Globalisasi. Makalah disampaikan pada
Semiloka Pengembangan Kurikulum GBPP/SAP Fakultas Ekonomi
Universitas Halu Oleo. Kendari.

Soeharjo dan Patong D. 1984. Sendi-Sendi Pokok Usahatani. Institut Pertanian


Bogor.

Soekartawi.1990. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil Pertanian : Teori


dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta.

Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. UMM Press. Malang.

Surni. 2013. Pemasaran Hasil Pertanian, Edisi Kedua. Kendari.

Sutarno, dan Andoko, Agus. 2005. Budidaya Lada Si Raja Rempah-Rempah.


Agromedia Pustaka. Jakarta.

Tangalayuk, A. 2015. Analisis Pemasaran Cengkeh (Zysigium aromaticum) di


Kelurahan Mangolo Kecamatan Latambaga Kabupaten Kolaka. Skripsi S1
Fakultas Pertanian. Universitas Halu Oleo. Kendari.
72

Wikipedia.org. 2016. Sembako. www.wikipedia.org. Diakses pada 25 September


2016.

Wikipedia.org. 2016. Taksonomi Tumbuhan Lada. www.wikipedia.org. Diakses


pada 25 September 2016.

Wulandari. 2008. Analisis Pemasaran Tahu di Kecamatan Kartasura Kabupaten


Sukoharjo. Skripsi S1 Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
73

LAMPIRAN
74

Lampiran 1. Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di kel. Ladongi pada tanggal 05 februari

1993. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara, putra

dari pasangan bapak Salim, dan ibu Diida.

Pada Tahun 2006 penulis lulus dari SDN 1 Ladongi, pada Tahun 2009

penulis lulus dari SMP N 1 Ladongi, pada Tahun 2011 penulis lulus dari SMAN 1

Ladongi dan pada tahun 2011 penulis diterima menjadi mahasiswa progam studi

Sosial Ekonomi Pertanian Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu

Oleo melalui jalur SNPTN.

Selama menempuh pendidikan di Universitas Halu Oleo, penulis aktif

pada organisasi internal kampus, yaitu Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisni

(HIMJAGRI) pada periode 2012-2013.


75

74

Lampiran 2. Peta Lokasi Penelitian


76

Lampiran 3. Identitas Responden Petani Ladadi Kecamatan Ladongi


KabupatenKolaka Timur, Tahun 2016
Jumlah Pengalaman
Luas
Usia Pendidikan Tanggungan Usahatani
No. Nama Responden JK lahan
(Tahun) Terakhir Keluarga Lada
(Ha)
(Orang) (Tahun)
1 Ahmad L 55 SMP 3 5 0,50
2 Hasmun L 34 SMP 5 15 0,50
3 Judi L 41 SD 3 11 0,25
4 Ali Imran L 42 SMP 7 7 0,50
5 Isal L 39 SMA 2 12 0,30
6 M. Furqon L 33 SMA 2 6 0,50
7 Ardianto L 49 SMP 3 7 0,45
8 Iswanto L 52 SD 6 14 0,90
9 Alam Syah L 48 SMP 4 12 0,70
10 Muh. Sudi L 39 SMP 5 8 0,30
11 Badrul L 42 SMP 3 10 0,40
12 Boning L 42 SMP 3 9 0,82
13 Rivai L 47 SD 4 9 0,70
14 Sarifuddin L 42 SD 5 15 1,20
15 Kama L 34 SD 4 7 0,70
16 Ema L 38 SMP 4 12 1,00
17 Berhan L 38 SMP 2 8 0,50
18 Said L 35 SMP 4 11 0,45
19 Hasman L 36 SMA 2 8 0,90
20 Abdul Gofur L 50 SD 6 12 1,00
21 Udin L 37 SMA 3 11 0,40
22 Faisal L 48 SD 3 7 0,25
23 Heli L 51 SD 6 10 0,50
24 Abdul Rahman L 48 SD 5 13 1,10
25 Sunarto L 52 SD 5 12 1,00
26 Mariato L 45 SMA 4 8 0,65
27 Andi Bacco L 40 SLTA 5 12 1,00
28 Helisman L 52 SD 6 9 0,60
29 Holil L 47 SMP 4 13 1,20
30 Aswar L 40 SMP 3 9 0,35
31 Andi Karman L 39 SMA 4 10 0,90
32 Sutejo L 55 SD 5 15 1,50
33 Nawe L 62 SD 4 15 0,88
34 Ambo Tang L 47 SMP 3 12 0,75
35 Asbudin L 41 SLTA 4 9 0,50
36 Nyoman Wilasa L 49 SMP 6 14 0,65
37 Burhan L 45 SMA 4 8 0,70
38 I Gusti Ariana L 45 SMA 5 11 1,00
39 Putu Umareasih L 38 SMA 3 8 0,40
40 Suege L 49 SMP 4 12 1,00
Jumlah - 1766 - 163 416 27,9
Rata-Rata - 44 - 4 10 0,70
77

Lampiran 4. Identitas Responden Pedagang Pengumpul Desa dan Pedagang Besar


di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur, Tahun 2016

Jumlah Jumlah
Pengalaman
Usia Tingkat Tanggungan Tenaga
No Nama Responden JK Berdagang
(Tahun) Pendidikan Keluarga Kerja
(Tahun)
(Orang) (Orang)
A. Pedagang Pengumpul Desa
1. Made Ariana L 39 SMA 4 9 1
2. I Wayan Darma L 43 SMP 6 12 1
3. Sulaeman Asbar L 42 SMP 3 12 1
4. Gusti Made Gurtayasa L 45 SMA 6 8 1
5. Muliani P 42 SMA 5 15 1
6. Nyoman Gede L 40 SMA 2 6 1
7. Mulyadi Ahmad L 37 SMA 3 7 1
8. Lina P 47 SLTA 5 20 1
B. Pedagang Besar
1. Hj. Murni P 45 S1 5 10 4
Jumlah - 380 - 39 99 12
Rata-Rata - 42 - 4 11 1
78

Lampiran 5. Volume Penjualan, Harga Penjualan dengan Tempat Penjualan Lada


pada Pedagang Pengumpul Desa di Kecamatan Ladongi Kabupaten
Kolaka Timur, Tahun 2016

No Volume Harga Jual


Tempat Penjualan
Resp. Penjualan(kg) (Rp)
1 73 80.000 Pedagang Pengumpul Desa
2 250 83.000 Pedagang Pengumpul Desa
3 50 83.000 Pedagang Pengumpul Desa
4 68 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
5 62 80.000 Pedagang Pengumpul Desa
6 67 83.000 Pedagang Pengumpul Desa
7 90 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
8 140 82.000 Pedagang Pengumpul Desa
9 152 82.000 Pedagang Pengumpul Desa
10 68 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
11 80 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
12 232 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
13 85 82.000 Pedagang Pengumpul Desa
14 282 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
15 72 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
16 188 83.000 Pedagang Pengumpul Desa
17 77 82.000 Pedagang Pengumpul Desa
18 155 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
19 140 82.000 Pedagang Pengumpul Desa
20 293 83.000 Pedagang Pengumpul Desa
21 79 82.000 Pedagang Pengumpul Desa
22 38 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
23 89 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
24 249 82.000 Pedagang Pengumpul Desa
25 175 83.000 Pedagang Pengumpul Desa
26 80 82.000 Pedagang Pengumpul Desa
27 180 83.000 Pedagang Pengumpul Desa
28 90 81.000 Pedagang Pengumpul Desa
29 250 83.000 Pedagang Pengumpul Desa
30 75 80.000 Pedagang Pengumpul Desa
Jumlah 3.929 2.451.000
Rata-Rata 131 81.700
79

Lampiran 6. Volume Penjualan, Harga Penjualan dengan Tempat Penjualan Lada


pada Pedagang Besar di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka
Timur, Tahun 2016

No Volume Penjualan Harga Jual


Tempat Penjualan
Resp (kg) (Rp)
31 165 90.000 Pedagang Besar
32 375 90.000 Pedagang Besar
33 125 90.000 Pedagang Besar
34 115 90.000 Pedagang Besar
35 85 90.000 Pedagang Besar
36 95 90.000 Pedagang Besar
37 105 90.000 Pedagang Besar
38 210 90.000 Pedagang Besar
39 50 90.000 Pedagang Besar
40 225 90.000 Pedagang Besar
Jumlah 1.550 900.000
Rata-Rata 155 90.000
80

Lampiran 7. Volume Pembelian dan Penjualan, Harga Pembelian dan Penjualan


Serta Margin Pemasaran Lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten
Kolaka Timur, Tahun 2016
A. Pedagang Pengumpul Desa
Volume Volume
Harga Beli Harga Jual Margin Pemasaran
No Resp. Pembelian Penjualan
(Rp) (Rp) (Rp/Kg)
(kg) (kg)
1 100 100 81.000 90.000 9.000
2 50 50 83.000 90.000 7.000
3 50 50 82.000 90.000 8.000
4 50 50 81.000 90.000 9.000
5 50 50 83.000 90.000 7.000
6 50 50 82.000 90.000 8.000
7 100 100 83.000 90.000 7.000
8 100 100 81.000 90.000 9.000
Jumlah 550 550 656.000 720.000 64.000
Rata-rata 69 69 82.000 90.000 8.000

B. Pedagang Besar
Volume Volume
Harga Beli Harga Jual Margin Pemasaran
No Resp. Pembelian Penjualan
(Rp) (Rp) (Rp/Kg)
(kg) (kg)
1 5.000 5.000 90.000 125.000 35.000

Jumlah 5.000 5.000 90.000 125.000 35.000


Rata-rata 5.000 5.000 90.000 125.000 35.000
Lampiran 8. Biaya Pemasaran Lada di Kecamatan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur, Tahun 2016
A. Pedagang Pengumpul Desa
Volume Transportasi Tenaga Kerja Karung Total Biaya
Transportasi Tenaga Karung Total Biaya
No Resp. Penjualan per Volume per Volume per Volume per Volume
(Rp) Kerja (Rp) (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/kg) (Rp/kg)
1 100 18.000 180 100.000 1.000 14.000 140 132.000 1.320
2 50 9.000 180 100.000 2.000 7.000 140 116.000 2.320
3 50 9.000 180 100.000 2.000 7.000 140 116.000 2.320
4 50 9.000 180 100.000 2.000 7.000 140 116.000 2.320
5 50 9.000 180 100.000 2.000 7.000 140 116.000 2.320
6 50 9.000 180 100.000 2.000 7.000 140 116.000 2.320
7 100 18.000 180 100.000 1.000 14.000 140 132.000 1.320
8 100 18.000 180 100.000 1.000 14.000 140 132.000 1.320
Jumlah 550 99.000 1.440 800.000 13.000 77.000 1.120 976.000 15.560
Rata-Rata 68,75 12.375 180 100.000 1.625 9.625 140 122.000 1.945

B. Pedagang Besar
Volume Transportasi Tenaga Kerja Karung Total Biaya
Transportasi Tenaga Karung Total Biaya
No Resp. Penjualan per Volume per Volume per Volume per Volume
(Rp) Kerja (Rp) (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/kg) (Rp/kg)
1 5.000 25.000.000 5.000 4.000.000 800 700.000 140 29.700.000 5.940

Jumlah 5.000 25.000.000 5.000 4.000.000 800 700.000 140 29.700.000 5.940
Rata-Rata 5.000 25.000.000 5.000 4.000.000 800 700.000 140 29.700.000 5.940

81
80
82

Lampiran 9. Perhitungan Biaya Pemasaran, Margin Pemasaran, dan Keuntungan


Pemasaran Pada Saluran Pemasaran I.

Penyelesaian

PPD (Pedagang Pengumpul Desa)

1. Biaya Pemasaran

a. Transportasi = Rp 99.000

𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑝𝑜𝑟𝑡𝑎𝑠𝑖
= 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛

𝑅𝑝 99.000
= 550 𝐾𝑔

= Rp 180 /Kg

b. Buruh Kerja = 1 orang = Rp 893.750

𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎
= 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛

𝑅𝑝 892.650
= 550 𝑘𝑔

= Rp 1.625 /Kg

550
c. Karung =50 𝑘𝑔/𝑘𝑎𝑟𝑢𝑛𝑔 = 11 𝑘𝑎𝑟𝑢𝑛𝑔

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑎𝑟𝑢𝑛𝑔×𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐾𝑎𝑟𝑢𝑛𝑔


= 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑛 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛

11× 𝑅𝑝 7000
= 550 𝐾𝑔

𝑅𝑝 77.000
= 550 𝐾𝑔

= Rp 140/Kg

2. Jumlahbiayapemasaran : Rp1.945/Kg

3. Margin Pemasaran

𝑀 = 𝐻𝑒 − 𝐻𝑝
83

𝑀 = 𝑅𝑝 90.000/𝐾𝑔 − 𝑅𝑝 81.700/𝐾𝑔

𝑀 = 𝑅𝑝 8.300/𝐾𝑔

4. Keuntungan Pemasaran

𝜋 =𝑀−𝐵

𝜋 = 𝑅𝑝8.300/𝑘𝑔 − 𝑅𝑝1.945/𝑘𝑔

𝜋 = 𝑅𝑝 6.355/𝑘𝑔

PB (Pedagang Besar)

1. Biaya Pemasaran

a. Transportasi= Rp 25.000.000

𝑇𝑟𝑎𝑛𝑝𝑜𝑟𝑡𝑎𝑠𝑖
= 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛

𝑅𝑝 25.000.000
= 5.000 𝐾𝑔

= Rp 500 /Kg

b. Tenaga Kerja= 4 orang × Rp 1.000.000 = Rp 4.000.000 / 4 orang

𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎
= 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛

𝑅𝑝 4.000.000
= 5.000 kg

= Rp 800/Kg

5.000 𝑘𝑔
c. Karung =50 kg/karung = 100 karung

𝐾𝑎𝑟𝑢𝑛𝑔×𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐾𝑎𝑟𝑢𝑛𝑔
= 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑛 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛

100 ×𝑅𝑝 7000


= 5.000 𝐾𝑔

𝑅𝑝 700.00
= 5.000 𝐾𝑔

= Rp 140/Kg
84

2. Jumlah biaya pemasaran : Rp 5.940/Kg

3. Margin Pemasaran

𝑀 = 𝐻 𝑝𝑒𝑑𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 + 𝐻 𝑝𝑒𝑑𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑚𝑝𝑢𝑙 𝑑𝑒𝑠𝑎

𝑀 = 𝑅𝑝 125.000/𝐾𝑔 − 𝑅𝑝 90.000/𝐾𝑔

𝑀 = 𝑅𝑝 35.000/𝐾𝑔

4. Keuntungan Pemasaran

𝜋 =𝑀−𝐵

𝜋 = 𝑅𝑝 35.000/𝐾𝑔– 𝑅𝑝 5.940/𝐾𝑔

𝜋 = 𝑅𝑝 29.060/𝐾𝑔

Lampiran 10. Perhitungan Biaya Pemasaran, Margin Pemasaran, Keuntungan


Pemasaran Pada Saluran Pemasaran II.

1. Biaya Pemasaran

d. Transportasi= Rp 25.000.000

𝑇𝑟𝑎𝑛𝑝𝑜𝑟𝑡𝑎𝑠𝑖
= 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛

𝑅𝑝 25.000.000
= 5.000 𝐾𝑔

= Rp 500 /Kg

e. Tenaga Kerja= 4 orang × Rp 1.000.000 = Rp 4.000.000 / 4 orang

𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎
= 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛

𝑅𝑝 4.000.000
= 5.000 kg

= Rp 800/Kg
85

5.000 𝑘𝑔
f. Karung =50 kg/karung = 100 karung

𝐾𝑎𝑟𝑢𝑛𝑔×𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐾𝑎𝑟𝑢𝑛𝑔
= 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑛 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑙𝑖𝑎𝑛

100 ×𝑅𝑝 7000


= 5.000 𝐾𝑔

𝑅𝑝 700.00
= 5.000 𝐾𝑔

= Rp 140/Kg

2. Jumlah biaya pemasaran : Rp 5.940/Kg

3. Margin Pemasaran

𝑀 = 𝐻 𝑝𝑒𝑑𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 + 𝐻 𝑝𝑒𝑑𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑚𝑝𝑢𝑙 𝑑𝑒𝑠𝑎

𝑀 = 𝑅𝑝 125.000/𝐾𝑔 − 𝑅𝑝 90.000/𝐾𝑔

𝑀 = 𝑅𝑝 35.000/𝐾𝑔

4. Keuntungan Pemasaran

𝜋 =𝑀−𝐵

𝜋 = 𝑅𝑝 35.000/𝐾𝑔– 𝑅𝑝 5.940/𝐾𝑔

𝜋 = 𝑅𝑝 29.060/𝐾𝑔

Lampiran 11. Perhitungan persentase bagian harga yang diterima petani


responden (Farmer’s Share)adalah sebagai berikut:

1. Persentese bagian harga yang diterima petani responden pada saluran

pemasaran I adalah

- Margin Pemasaran = Rp 43.300/Kg

- Harga yang Diterima Konsumen = Rp 125.000/Kg


86

𝑀
𝐹𝑆 = 1 − ⌊ ⌋ × 100%
𝐻𝑒

𝑅𝑝 43.300/𝐾𝑔
𝐹𝑆 = 1 − ⌊ ⌋ × 100%
𝑅𝑝 125.000/𝑘𝑔

𝐹𝑆 = (1 − 0,35) × 100%

𝐹𝑆 = (0,65) × 100%

𝐹𝑆 = 65%
87

2. Persentese bagian harga yang diterima petani responden pada saluran

pemasaran II adalah:

- Margin Pemasaran = Rp 35.000/Kg

- Harga yang Diterima Konsumen = Rp 125.000/Kg

𝑀
𝐹𝑆 = 1 − ⌊ ⌋ × 100%
𝐻𝑒

𝑅𝑝 35.000/𝐾𝑔
𝐹𝑆 = 1 − ⌊ ⌋ × 100%
𝑅𝑝 125.000/𝑘𝑔

𝐹𝑆 = (1 − 0,28) × 100%

𝐹𝑆 = (0,72) × 100%

𝐹𝑆 = 72%
88

Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian

1. Wawancara dengan Responden

2. Kebun Lada Responden


89

3. Proses Pemanenan Lada

4. Hasil Panen Lada

Anda mungkin juga menyukai