Anda di halaman 1dari 69

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Agroindustri merupakan bagian integral dari pembangunan sektor


pertanian. Efek agroindustri mampu mentransformasikan produk primer ke
produk olahan sekaligus budaya kerja bernilai tambah rendah menjadi budaya
kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi (Suryana,2005).
Pengembangan agroidustri Indonesia terbukti mampu membentuk pertumbuhan
ekonomi nasional. Di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun
1997-1998, agroindustri ternyata menjadi sebuah aktivitas ekonomi yang mampu
berkontribusi secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Selama
masa krisis, walaupun sektor lain mengalami kemunduran atau pertumbuhan
negatif, tetapi agroindustri mampu bertahan dalam jumlah unit usaha yang
beroperasi. Terdapat ada 5 (lima) alasan utama rasa optimisme tersebut, yaitu: (1)
industri pengolahan mampu mengubah keunggulan komparatif menjadi
keunggulan kompetitif, yang akhirnya akan memperkuat daya saing produk; (2)
produk agroindustri memiliki nilai tambah dan pasar yang besar sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional; (3) agroindustri memiliki
keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir, sehingga mampu menarik
kemajuan sektor lain; (4) memiliki basis bahan baku lokal sehingga terjamin
keberlanjutannya; dan (5) berpeluang mengubah struktur ekonomi nasional dari
pertanian ke industri (Supriyati dan Tarigan, 2008).
Agroindustri adalah salah satu pembangkit perekonomian masyarakat,
karena mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap sektor sektor lainnya, jika
agroindustri berkembang dapat, meningkatkan sektor pedagangan. Selain itu
agroindustri membutuhkan pasokan bahan baku dari hasil pertanian, sehingga
sektor ini akan mempengaruhi sektor lainnya (Badan Pusat Statistik NTB 2013).
Agroindustri sebagai jembatan antara masyarakat petani dengan industri.
Selain sebagai penerus mata rantai produk pertanian ke arah industrialisasi,
agroindustri merupakan pengolahan hasil pertanian yang mengupayakan
2

peningkatan nilai tambah produk, transformasi teknologi dan kehidupan


masyarakat pedesaan (Soekartawi, 1996). Agroindustri sebagai motor penggerak
pembangunan pertanian, agroindustri diharapkan akan dapat memainkan peranan
penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan
pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas nasional. Oleh karena itu,
pertumbuhan agroindustri perlu diarahkan ke wilayah pedesaan mengingat jenis
industri pertanian yang dapat dikembangkan sangat banyak, sehingga mampu
menangkap efek ganda bagi kepentingan pembangunan nasional, pedesaan dan
perekonomian daerah (Soekartawi, 2011).
Pembangunan di sektor industri merupakan prioritas utama dalam bidang
pembangunan ekonomi tanpa mengabaikan pembangunan di sektor lain. Seiring
berjalannya waktu, Kabupaten Lombok Barat menjadi pusat perekonomian dan
perdagangan. Laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan diikuti
dengan pembangunan infrastruktur yang mengalami perkembangan pesat akan
berakibat pada sempitnya lahan pertanian. Hal ini mendorong pengembangan
usaha yang berfokus pada program pengembangan agribisnis dengan kegiatan
utamanya adalah di sektor usaha pengolahan dan pemasaran hasil berdasarkan
potensi dan peluang yang ada baik komoditi pertanian, peternakan dan perikanan
yang dapat menjadi produk olahan unggulan di Kabupaten Lombok Barat. Pangsa
pasar yang jelas dan didukung masuknya survai bahan baku dari Kabupaten/Kota
lain yang ada di Nusa Tenggara Barat memudahkan para pelaku usaha
mengembangkan usahanya sebagai sentra usaha agribisnis. Tujuan pengembangan
unit usaha produk olahan yang ada di Kota Mataram pada hakekatnya mendorong
dan memperkuat berkembangnya usaha pengolahan hasil sehingga memiliki nilai
tambah, daya saing yang tinggi dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat terutama para pelaku usaha di bidang pengolahan hasil.
Salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Lombok Barat sebagai sentral
agroindustri kerupuk kedelai adalah Kecamatan Labuapi. Dalam perkembangan
agroindustri kerupuk kedelai yang berbasis bahan kedelai ini menggunakan bahan
lokal yang terjamin ketersediannya, Hal ini tampak dari potensi produksi kedelai
3

yang cukup memadai, baik di wilayah Kecamatan Labuapi maupun dari wilayah
lainnya di Kabupaten Lombok Barat (Tabel.1.1)

Tabel 1.1. Produksi Kedelai per Kecamatan di Kabupaten Lombok Barat, Tahun
2013.
Kecamatan Luas panen Area Rata-rata Produksi
No (ha) produksi (ton)
(ku/ha)
1. Sekotong 802 12,92 1.039
2. Lembar 278 13,67 380
3. Gerung 694 12,97 900
4. Labuapi 646 14,24 920
5. Kediri 491 13,48 662
6. Kuripan 251 14,70 369
7. Narmada - - -
8. Lingsar - - -
9. Gunung sari 283 14,10 399
10. Batu layar 198 13,70 261
Jumlah/Total 3.643 13,52 4.927
Sumber: BPS Lombok Barat, NTB, Tahun 2013.

Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa luas panen area untuk produksi per
Kecamatan Labuapi memiliki luas area panen sebesar 646 ha, selanjutnya
Kecamatan Sekotong dan Gerung yang masing-masing luas area lahan panen
sebesar 802 ha dan 694 ha. Dilihat dari rata-rata produksi Kecamatan Labuapi
sedikit lebih efektif dibandingkan Kecamatan Sekotong dan Kecamatan Gerung,
dengan rata-rata produksi sebesar 14,42 kw/ha dengan produksi sebesar 920 ton
pada tahun 2013. Potensi produksi kedelai dalam 5 tahun terakhir di Kecamatan
Labuapi pada tahun 2009 sampai 2013 disajikan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Data Produksi Kedelai Pada 5 Tahun Terakhir per Kecamatan di
Kabupaten Lombok Barat, Tahun 2013.
Tahun Luas Panen Area Rata-rata Produksi Produksi (ton)
(ha) (ku/ha)
2013 3.643 13,52 4.927
2012 3.591 13.72 4.893
2011 3.643 13,52 4.927
2010 3.591 13,72 4.893
2009 3.947 13,46 5.265
Sumber: BPS Lombok Barat Dalam Angka NTB, Tahun 2013.
4

Berdasarkan Produksi kedelai dari 5 tahun terakhir, dapat dilihat bahwa


rata-rata produksi tidak mengalami penaikan dan penurunan yang tidak terlalu
signifikan, sedangkan dilihat dari luas lahan panen mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan tahun 2009 sampai 2012, namun mulai mengalami
peningkatan tahun 2013 sebesar 0,52 ha namun bukan perubahan yang signifikan
pula. Secara keserluruhan jumlah produksi kedelai selama 5 tahun tidak
mengalami perubahan secara kostan.
Dilain pihak pengembangan agroindustri kerupuk kedelai merupakan
upaya peningkatan nilai tambah, meningkatkan pendapatan dan kesejahteran,
menciptakan lapangan perkerjaan, serta meningkatkan pendapatan daerah. Hasil
olahan kedelai berupa kerupuk kedelai ini diharapkan dapat meningkatkan nilai
tambah pengolahan kerupuk kedelai. Oleh karena itu untuk meningkatkan
pendapatan pengusaha kerupuk kedelai maka perlu dilakukan pengolahan lebih
lanjut sehingga menghasilkan nilai tambah.
Agroindustri kerupuk kedelai adalah agroindustri rumah tangga yang
umumnya mengolah kedelai menjadi kerupuk secara sederhana, walau demikian
produk kerupuk kedelai mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi dan
merupakan salah satu komoditas non migas yang dapat diandalkan.
Berdasarkan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Lombok
Barat. di Kelurahan Telagawaru Kecamatan Labuapi, Tahun 2015, terdapat 16
pengusaha agroindustri kerupuk kedelai yang masih berproduksi sampai saat ini.
Berdasarkan survei awal diketahui bahwa pengolahan produk-produk tersebut di
lokasi penelitian masih menggunakan cara tradisional dalam pemanfaatan setiap
tahapan proses sehingga hasil yang dicapai tidak optimal. Penggunaan teknologi,
modal, dan sumber daya manusia yang terbatas diharapkan dapat meningkatan
tambahan pendapatan dari pengolahan bahan baku secara optimal pada setiap
tahapan proses dan pemanfaatan hasil sehingga dapat menambah pendapatan para
anggota kelompok.
Selain itu, berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti diketahui
bahwa pengusaha kerupuk kedelai di Kecamatan Labuapi dapat menghasilkan
rata-rata penerimaan sekitar Rp. 3 juta rupiah setiap kali periode produksinya.
5

Sehubungan dengan biaya bahan baku yang dikeluarkan oleh pengusaha kerupuk
kedelai tergantung dari banyak sedikitnya produksi kerupuk kedelai. Jumlah
produksi yang dihasilkan bergantung pada pesanan atau kebutuhan konsumen.
Industri pengolahan yang mengubah bentuk primer menjadi produk baru
yang lebih tinggi nilai ekonomisnya dapat memberikan nilai tambah sehingga
terbentuk harga baru yang lebih tinggi dan keuntungannya lebih besar bila
dibandingkan dengan komoditas yang tanpa melalui proses pengolahan.
Agroindustri kerupuk kedelai yang berkembang di Labuapi adalah salah satu jenis
proses produksi yang mengubah bahan baku kedelai menjadi produksi baru
(kerupuk kedelai), yang umum dilakukan masyarakat secara turun menurun
dengan teknologi relative sederhana. Sekalipun demikian tranfomasi bahan baku
kedelai menjadi kerupuk kedelai tentu harus dapat menghasilkan nilai tambah.
Oleh karena itu, pelaku agroindustri harus benar-benar memperhitungkan nilai
tambah yang dapat dihasilkan di atas biaya bahan baku, bahan penolong, dan
biaya bahan lainnya yang digunakan proses produksi permasalahannya, apakah
kerupuk kedelai di wilayah Kecamatan Labuapi dengan teknologi relative
sederhana tersebut dapat memberikan nilai tambah proses produksi? Berapakah
omzet produksi yang dapat dihasilkan dalam sekali proses produksi termasuk
biaya-biaya yang dikeluarkan? Berapakah pendapatan yang diperoleh nilai dalam
sekali proses produksi? Berapakah nilai tambah yang dapat dihasilkan dalam
proses tranformasi bahan baku kedelai menjadi kerupuk kedelai? Apakah usaha
agroindustri tersebut layak secara finansial?

Untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut dilakukan


penelitian yang berjudul “ Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Pada
Agroindustri Kerupuk Kedelai di Kecamatan Labuapi”.

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalah sebagai
berikut: (1) Bagaiman tahapan proses produksi yang dilakukan pelaku usaha pada
agroindustri kerupuk kedelai di Desa Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten
6

Lombok Barat?; (2) Apa saja unsur-unsur penyusun biaya (struktur biaya) pada
agroindustri kerupuk kedelai di Desa Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten
Lombok Barat?; (3) Berapa besar nilai tambah dan pendaptan dari agroindustri
kerupuk kedelai di Desa Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok
Barat?; (4) Apakah usaha agroindustri kerupuk kedelai di Desa Telagawaru
Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat sudah layak atau belum?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan

1. Mengetahui tahapan proses produksi pada agroindustri kerupuk kedelai


2. Mengetahui struktur biaya usaha agroindustri kerupuk kedelai di Kecamatan
Labuapi.
3. Untuk mengetahui nilai tambah dan pendapatan usaha agroindustri kerupuk
kedelai Desa Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat.

4. Mengetahui kelayakan usaha agroindustri kerupuk kedelai di Kecamatan


Labuapi.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai :


1. Bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam
pengembangan industri, khususnya untuk industri kecil.
2. Tambahan informasi yang penting bagi pengelola industri agroindustri kerupuk
kedelai dalam rangka dalam pengembangan usaha.
3. Tambahan informasi bagi peneliti berikutnya yang berminat untuk mengkaji
masalah yang sama pada aspek yang berbeda.
7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori

2.1.1. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian Nopriana, D. (2011). dengan judul “Analisis


Nilai Tambah Agroindustri Berbasis Kedelai di Kota Mataram” mengatakan
bahwa berdasarkan hasil penilitian berdasarkan potensi agroindustri pengolahan
kedelai maka salah satu pengembangan agroindustri adalah terus meningkatnya
nilai tambah. Oleh karena itu, nilai tambah produk olahan ini dapat di
kembangkan dengan meningkatkan faktor-faktor pendukung dengan kegiatan dari
kegiatan pengolahan seperti faktor teknis dan pasar selain itu peru diketahui
berapa besar keuntungan bagai pengusaha dan yang menghambat pengembangan
agroindustri berbasis kedelai di Kota Mataram.
Adrijal, A (2012) dalam penitiannya yang berjudul Analisis Nilai Tambah
Dan Pendapatan Agroindustri Keripik Nangka di UD Lista Cakranegara Mataram,
mengatakan bahwa buah nangka termasuk buah yang tidak tahan lama atau mudah
rusak. Dengan adanya pengolahan agroindustri nangka, maka dapat menawarkan
bahan pangan sesuai dengan sesuai selera konsumen serta memiliki nilai
ekonomis yang tinggi dan daya tahan yang cukup lama. Faktor-faktor pendukung
dalam mengelola agroindustri kripik nangka adalah: (a) tersedianya bahan baku
dengan kualitas yang memadai; (b) tenaga kerja yang cukup tersedia; (c)
pengetahuan diperoleh dari pelatihan dan pembinaan dari instansi terkait; (d)
pengalaman yang cukup. Faktor penghabat dalam mengembangkan agroindustri
kripik nangka adalah kontinuitas bahan baku tidak kontinyu, pengusaha tidak
memiliki kemampuan untuk memperbaiki kerusakan mesin dan pemasaran yang
masih terbatas.
Menurut Sabni, B. Sulliya (2011) dalam penelitian yang berjudul
Analisis Kelayakan Usaha dan Pemasaran Agroindustri Telur Asin di Kabupaten
Lombok Barat, menyimpulan bahawa propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
merupakan suatu wilayah yang mengyembangkan UMKM tersebut. Wilayah ini
8

terdiri dari 7 kabupaten dan 2 kota. Kabupaten Lombok barat merupakan salah
satu kabupaten yang memiliki sentral agroindutri terbesar di pulau Lombok, mulai
dari industri besar, industri sedang, industri kecil hingga industri rumah tangga
(BPS) usaha telur asin merupakan salah satu bentuk sentra agroindustri persekala
rumah tangga yang mengolah telur intik menjadi telur asin pengolahan ini di
lakukan mengingat telur merupakan salah satu dari produk pertanian yang
memiliki sifat: mudah rusak, volume banyak sedangkan nilai sedikit, dan
musiman. Keuntungan usaha ini hanya diukur berdasarkan asumsi-asumsi kasar
yng tidak bias dibuktikan secara kuantitatif. Selain itu tenaga kerja dalam
keluarga, penyusutan alat dan jumlah modal yang di tanamkan tidak di hitung.
Sementara, untuk menuju suatu usaha yang moderen segala input yang digunakan
harus dihitung sebagai biaya. Kondisi tersebut harus disadari oleh setiap
pengusaha terutama pengusaha agroindustri telur asin, sehingga bias diketahui dan
di buktikan secara kuantitatif bahwa usaha tersebut memperoleh keuntungan yang
maksimal dan layak untuk terus di usahakan.
Menurut Astuti, E (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Nilai Tambah Agroindustri Berbasis Kedelai di Kota Mataram, menyimpulkan
bahwa Kota Mataram merupakan salah satu sentra agroindustri yang cukup
banyak mengolah produk berbasis kedelai. Pengolahan kedelai ini dapat dibuat
menjadi beberapa produk olahan seperti: Tahu, Tempe, Susu kedelai dan Kopi
kedelai. Prospek industri kecil di Kota Mataram sangat baik dilihat dari kondisi
dan potensi industri yang ada. Maka kebijakan industri sebaiknya diarahkan dan
ditujukan pada pengembangan sentra-sentra industri kecil yang mempunyai
prospek yang baik dalam aspek pemasaran, peningkatan produksi secara kualitas
dan kuantitas serta peningkatan nilai tambah dan peningkatan pendapatan. Dari
hasil penelitian menunjukan bahwa: Rata-rata nilai tambah empat jenis produk
agroindustri berbasis kedelai di Kota Mataram dalam setiap 1 kg kedelai yang
paling tinggi adalah; (1) Susu kedelai sebesar Rp. 20.229,-; (2) Kopi kedelai
sebesar Rp. 10.408,-; (3) Tempe sebesar Rp. 1.911,- dan (4) Tahu sebesar
Rp. 736,-.
9

2.1.2. Tinjauan Umum Agroindustri

Manalili (1996) dan Sajise (1996) dalam Soekartawi (2000) menjelaskan


bahwa, agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian,
tetapi sebelum pembangunan tersebut memulai ke tahapan pembangunan industry.
Jadi, setelah pembangunan pertanian diikuti dengan pembangunan agroindustri
kemudian pembangunan industri.
Agroindustri menurut Soekartawi (1991) adalah pengolahan hasil
pertanian sehingga agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem yang
disepakati selama ini yaitu subsistem penyedian sarana produksi dan peralatan,
usahatani, pengolahan hasil (agroindustri), penasaran, saran dan pembinaa.
Menurut Saragih (2004) agroindustri merupakan usaha meningkatkan efisiensi
faktor peertanian hingga menjadi kegiatan yang sangat produktif melalui proses
modernisasi pertanian.
Agroindustri pada prinsipnya bertujuan untuk (Yusuf, 2004) sebagai berikutnya :
1. Membuat komoditas pertanian menjadi lebih mudah dikonsumsi.
2. Komoditas pertanian lebih bermanfaat (gizi, rasa bentuk dan sebagainya).
3. Meningkat daya tahan penyimpanan.
4. Meningkatkan nilai tambah dan keterampilan.

Agroindustri memiliki potensi yang besar untuk mendorong pertumbuhan


ekonomi, karena mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribinis, mampu
menyerap tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa melalui
peningkatan ekspor dan mampu mendorong industri yang lain (Soekartawi, 2000).
Pengembangan agroindustri dapat meningkatkan pendapatan penduduk.
Menurut Lukminto (2004) agar tercapai tujuan tersebut biasanya dilaksanakan
dengan tiga pola yaitu: (1) agroindustri berintegrasi langsung dengan usahatani
keluarga, (2) agroindustri berintegrasi langsung dengan perusahaan pertanian, dan
(3) agroindustri tidak berlokasi di pedesaan. Agroindustri diharapkan
menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai tambah tinggi terutama produk
siap saji, praktis dan memperhatikan masalah mutu. Faktor lain yang perlu
10

diperhatikan adalah harga produk yang lebih terjangkau, lokasi dekat dengan
konsumen, tempat berbelanja yang nyaman dan penyajiannya yang baik.
Agroindustri merupakan kegiatan dengan ciri-ciri; meningkatkan nilai
tambah, menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau
dimakan, meningkatkan daya simpan, dan menambah pendapatan dan keuntungan
produsen. Sifat kegiatannya mampu menciptakan lapangan pekerjaan,
memperbaiki pemerataan pendapatan dan mempunyai kapasitas yang cukup besar
untuk menarik pembangunan sektor pertanian. (Tarigan, 2007).
Agroindustri menurut Soekartawi (1991) adalah pengolahan hasil
pertanian sehingga agroindustri merupakan bagian dari 6 (enam) subsistem yang
disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan;
usahatani; pengolahan hasil (agroindustri); pemasaran; sarana dan pembinaan
Menurut Soedianto (1993) agroindustri merupakan aktivitas pengolahan
hasil pertanian yang menyangkut seluruh kegiatan mulai dari penanganan pasca
panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud
memberikan nilai tambah dari produk primer tersebut. Pada agroindustri terutama
pengolahan komoditas pertanian yang bertujuan untuk:
a. Dapat membuat komoditi pertanian menjadi lebih mudah untuk dikonsumsi.
b. Komoditi pertanian yang lebih bermanfaat (gizi, rasa, protein).
c. Dapat meningkatkan daya tahan dalam penyimpanan.
d. Agar lebih mudah untuk ditransportasikan.
e. Untuk dapat meningkatkan keterampilan dan pendapatan.
Sementara itu, ahli yang lain (Soeharjo, 1991, Soekartawi, 1992, 1992,
dan badan Agribisnis DEPTAN, 1995) dalam Soekartawi (1996) menyebutkan
bahwa, agroindustri adalah pengolahanan hasil pertanian dan arena itu
agroindustri merupakan bagian dari enam sub-sistem agribisnis yang disepakati
selama ini yaitu, sub-sistem penyedian sarana produksi dan perlaratan, usaha tani,
pengolahan hasil agroindustri, permasaran, sarana dan pembinaan.
Kegiatan agroindustri memiliki peranan yang cukup besar dalam
memberikan sumbangan kepada perekonomian nasional yang diwujudkan dalam
bentuk, antara lain (Sumarlin,1993):
11

1. Mencipatakan lapangan pekerjaan dengan memberikan kehidupan bagi


sebagian besar rakyat Indonesia yang bergerak di sektor pertanian.
2. Meningkatkan kualitas produk pertanian untuk menjamin bagi sebagian besar
bahan baku pengolahan hasl pertanian.
3. Perwujudtan pemerataan pembangunan ke berbagai pelosok diseluruh tanah
air yang memiliki potensi pertanian yang sangat besar.
4. Mendorong terjadinya peningkatan ekspor komoditi pertanian.
5. Meningkatkan nilai tambah hasil pertanian.

2.1.3. Kedelai

Kedelai atau kacang kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan


yang menjadi bahan dasar yang jadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur
seperti: kecap, tahu dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini
telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai juga
merupakan sumber utama protein nabati dan salah satu penghasil minyak nabati.
Penghasil utama kedelai di dunia adalah Amerika Serikat, meskipun kedelai baru
dibudidayakan di masayarkat luar Asia sekitar 1910.
Perlu diketahui kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan
minyak nabati dunia. Protein nabati adalah sumber protein yang sangat baik bagi
kesehataan dan mudah dicerna oleh tubuh dari pada jenis kacang-kacangan
lainnya. Persentase kandungan protein dalam kedelai yang sangat tinggi sehingga
kedelai sangat baik sebagai pengganti protein hewani atau daging.

2.1.4. Hasil Pengolahan Kerupuk Kedelai

Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang mempuyai nilai


cukup tinggi, karena kedelai mempunyai protein dan gizi yang cukup baik untuk
tubuh, Kedelai mempunyai peran cukup penting dalam pola konsumen bahan
pangan di beberapa negara di dunia sebagai sumber protein nabati. Masyarakat
Jepang menyenangi kedelai manis (edamame) untuk berbagai makanan olahan
ataupun cemilan. Data JETRO bahwa tahun 1990 kebutuhan edamame di Jepang
12

mencapai 40.103 ton dan persediaan produksi dalam negeri hanya 59 ton,
sehingga harus mengimpor 40.071 ton.
Di Indonesia kedelai merupakan bahan baku utama industri pengolahan
pangan seperti tahu, tempe, kecap, kerupuk kedelai dan lain-lain. Konsumsi bahan
pangan yang berasal dari kacang-kacangan khususnya kedelai bagi masyarakat
indonesia pada masa mendatang diperkirakan naik terus. (Rukmana, Rhaman dan
Yuyun Yuniarsih, 1995)
Berikut ini beberapa contoh tahapan dalam pengolahan kedelai menjadi
produk yang siap dikonsumsi seperti kerupuk kedelai:
1) Proses Persiapan Bahan
Proses pembuatan kerupuk kedelai dimulai dengan penyiapan bahan (kedelai).
Kerupuk kedelai menggunakan sistem cair, menggunakan bahan tepung,
tapioka, terigu dan tepung ketan yang dicampur dengan bahan utama yakini
kedelai dan bumbu dalam bentuk cair dimasukan kedalam cetakan dan yang
kemudian dilanjukan dengan pengukusan. Perbandingan tepung kanji, terigu
50:50 untuk 1kg total tepung : 1 liter air : 100 gr kedelai. Bahan dan contoh
pembuatan kerupuk kedelai.
Bahan bahan :
a. Tepung terigu.
b. Tepung kanji.
c. Cabai.
d. Kedelai.
e. Bawang putih.
f. Soda kue Pewarna kuning untuk tempe secukupnya.

2) Proses pembuatan.

a. Rendam kedelai selama 8 jam terus kukus sampai masak. Belah kedelai
menjadi dua (masukkan kantong kain dan tekan sampai kedelai
terbelah)pisahkan kulitnya.
13

b. Campur bahan di bak, tepung, bumbu, air. Aduk sampai betul. Saring
cairan adonan dengan kasa plastik. Campur kedelai dan aduk sampai rata.
Cetak adonan pada loyang.
c. kukus sampai masak, jangan terlalu masak atau terlalu matang.
d. Iris sesuai selera ± 0.5 cm.
e. Jemur sampai kering.
f. Simpan atau dilanjutkan proses selanjutnya.

2.1.5. Struktur Biaya Produksi dan Pendapatan

Biaya produksi menurut Mubyarto (1987), diartikan sebagai nilai


pengorbanan yang dikeluarkan dari proses produksi untuk memperoleh
pendapatan kotor atau penerimaan. Biaya produksi dibagi dua yaitu biaya tetapdan
biaya tidak tetap (biaya variabel). Biaya tetap adalah biaya yang jangka pendek
tidak dipengaruhi besar kecilnya produksi seperti pajak, bunga modal dan
penyusutan alat. Biaya tidak tetap (biaya variabel) sifatnya berubah-ubah sesuai
dengan besar kecinya produksi seperti biaya baahan baku, biaya bahan penolong,
dan upah tenaga kerja. Selanjutnya, pendapatan menurut Supyono (1979),
merupakan selisih antara pernerimaan dengan total pengeluaran dalam proses
produksi.
Biaya total dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

TC = TFC + TVC

Keterangan :

TC = Biaya total usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk kedelai(Rp)


TFC = Biaya tetap usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk kedelai(Rp)
TVC =Biaya variabel usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk kedelai(Rp)
14

Untuk menghitung pendapatan usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk


kedelai.
Rumus : π = TR – TC

Keterangan :

Π = Keuntungan usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk kedelai (Rp)


TR = Penerimaan usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk kedelai (Rp)
TC = Biaya total usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk kedelai (Rp)

2.1.6. Nilai Tambah

Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena komoditas


tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan
dalam suatu proses produksi. Nilai tambah ini merupakan balas jasa terhadap
faktor produksi yang digunakan seperti modal, tenaga kerja dan manajemen
perusahaan yang dinikmati oleh produsen maupun penjual (Suhendar, 2002).

Menurut Zakaria (2000) nilai tambah dapat dirumuskan sebagai berikut :

NT = Na – (Nb + Ni)
Keterangan : NT = Nilai tambah
Na = Nilai akhir
Nb = Nilai bahan baku
Ni = Nilai bahan penolong dan input lain

Sedangkan nilai akhir (Na) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai


berikut :

Na = X H Bb Hp
Keterangan: Na = Nilai akhir
Hp = Hasil produksi
Bb = Bahan baku
H = Harga produk

Dari perhitungan nilai tambah ini dapat diketahui besarnya imbalan yang
diterima oleh pengusaha dan tenaga kerja. Analisis nilai tambah juga berguna
untuk mengetahui berapa tambahan nilai yang terdapat pada suatu output yang
15

dihasilkan. Pada prinsipnya nilai tambah ini merupakan keuntungan kotor


sebelum dikurangi biaya tetap (Purba, 1986).
Nilai tambah inilah yang menggambarkan tingkat kemampuan
menghasilkan pendapatan di suatu wilayah. Pada umumnya yang termasuk dalam
nilai tambah dalam suatu kegitan produksi atau jasa adalah berupa upah atau gaji,
laba, sewa tanah dan bunga yang dibayarkan (berupa bagian dari biaya),
penyusutan dan pajak tidak langsung (Tarigan, 2004).

Tabel 2.1. Analisis Nilai Tambah dengan Metode Hayami


No Variabel Nilai
1. Output, Input dan Harga
a. Produksi (kg) a
b. Bahan Baku (kg) b
c. Tenaga Kerja (HKO) c
d. Faktor Konversi d=a/b
e. Koefesien Tenaga Kerja (HKO) e=c/b
f. Harga Output Rata-Rata (Rp/kg) f
g. Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKO) g
2. Penerimaan dan Keuntungan
h. Harga Bahan Baku (Rp/liter) h
i. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) i
j. Nilai Produksi (Rp/kg) j=dxf
k1. Nilai Tambah (Rp/Kg) k1 = j – i – h
k2. Rasio Nilai Tambah (%) k2 = (k1 / j) x 100%
l1. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/HKO) l1 = e x g
l2. Rasio Bagian Tenaga Kerja (%) l2 = (l1 / k1) x 100%
m1. Keuntungan m1 = k1 – l1
m2. Tingkat Keuntungan (%) m2 = (m1 / j) x 100%
3. Balas Jasa Pemilik Faktor-Faktor Produksi
n. Margin Keuntungan n=j–h
n1. Pendapatan Tenaga Kerja (%) n1 = (l1 / n) x 100%
n2. Sumbangan Input Lain (%) n2 = (i / n) x 100%
n3. Keuntungan Kegiatan Produksi (%) n3 = (m1 / l1) x 100%
16

2.1.7. Kelayakan Usaha Kerupuk Kedelai

Kelayakan usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang
dapat diperoleh dalam melasanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis kelayakan
usaha digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah
menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam
penelitian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang dilaksanakan
dapat memberikan manfaat dalam arti finansial.
Kelayakan usaha kerupuk kedelai dianalisa dengan menggunakan analisa
Revenue Cost Ratio (R/C ratio) yaitu perbandingan antara total penerimaan (TR)
dengan total biaya (TC). Untuk menghitung kelayakan usaha kerupuk kedelai
dihitung dengan menggunakan rumus analisis Revenue Cost ratio (R/C Ratio)
sebagai berikut :
Total Penerimaan
R/C ratio=
Total Biaya

Adapun kriteria suatu usaha dapat dikatakan layak atau tidak layak, bila
memenuhi syarat sebagai berikut : bila R/C ratio ≥ 1 maka usaha layak dikerjakan
dan bila R/C ratio < 1, maka usaha tidak layak dikerjakan.

2.2. Kerangka Pendekatan Masalah

Hasil produksi yang melimpah dan mudah rusak yang melekat pada
komoditas pertanian cenderung mengakibatkan penurunan harga produksi. Untuk
mengantisipasinya hal tersebut perlu dilakukan pengolahan hasil pertanian. Salah
satu bentuk olahan produk pertanian ini adalah melalui agroindustri kerupuk
kedelai.
Agroindustri pengolahan kerupuk kedelai merupakan salah satu jenis
agroindustri dengan memanfaatkan terigu sebagai bahan baku utama dan kedelai
sebagai bahan baku penolong dimana bahan tersebut akan diolah sesuai dengan
kebutuhan untuk dijual secara komersial.
17

Dalam proses produksi agroindustri pengolahan kerupuk kedelai tidak


lepas dari biaya produksi. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha
terbagi atas biaya tetap antara lain biaya penyusutan dari peralatan yang
digunakan, sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja, biaya bahan penolong. Dalam agroindustri pengolahan kerupuk kedelai ini
yang menjadi hal utama adalah produksi kerupuk kedelai yng dihasilkan bahan
baku pembuatan kerupuk kedelai. Untuk mengahsilkan produksi ang tinggi dan
berkualitas diperlukan suatu penanganan yang baik dari semua aspek oleh
produsen sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil yang diproses,
yaitu dari bahan baku kedelai yang diolah menjadi kerupuk kedelai. Dari kegiatan
ini diharapkan dapat memberi peningkatan nilai tambah yang berkontribusi
langsung pada peningkatan pendapatan pengusaha.
Setelah berproduksi, maka olahan kerupuk kedelai akan dipasarkan dengan
harga jual yang sesuai. Penjualan dari hasil olahan kerupuk kedelai akan
menghasilkan penerimaan bagi pengusaha. Seluruh totalitas dalam usaha kerupuk
kedelai ini sangat menentukan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha
dalam suatu periode produksi. Total biaya inilah yang akan mengurangi
penerimaan pengusaha dan diperolehlah pendapatan bersihnya. Bagan pendeketan
masalah disajikan pada Gambar 1.
18

Usaha kerupuk kedelai

Biaya-biaya produksi:
Bahan baku
Bahan penolong Proses pengolahan
Upah tenaga kerja
Penyusutan

Produk kerupuk kedelai

Harga Jual

Total biaya produksi Penerimaan

Pendapatan Usaha
Kelayakan
Usaha Nilai Tambah

Keputusan Usaha

Layak Tidak layak

Gambar 1. Bagan Kerangka Pendektan Masalah.

2.3. Definisi Operasional

1) Bahan baku kerupuk kedelai merupakan semua bahan yang digunakan untuk
membuat kerupuk kedelai, yang terdiri dari bahan baku kedelai, bahan
penolong, dan bahan lainnya.
19

2) Agroindustri kerupuk kedelai yang dimaksud dalam penelitian ini adalah


kegiatan pengolahan dengan menggunakan kedelai untuk menghasilakn
produk olahan berupa kerupuk kedelai
3) Proses produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh kegiatan
yang dilakukan mulai dari persiapan bahan baku sampai dengan
menghasilkan produk kerupuk kedelai
4) Pengolahan industri kerupuk kedelai yang dimaksud adalah kegiatan
pengolahan (agroindustri) berbahan baku kerupuk kedelai menjadi produk
baru yang dapat dikonsumsi, serta dapat mendatangkan nilai tambah bagi
pengusaha.
5) Bahan baku yang dimaksud dalam penilitian ini adalah kedelai sebagai bahan
baku yang digunakan untuk membuat kerupuk kedelai.
6) Bahan baku penolong yang dimaksud dalam penilitian ini adalah bahan yang
digunakan secara bersama-sama dengan bahan baku sebagai tamabahn dalam
membantu proses pengolahan kerupuk kedelai, meliputi: tepung terigu, kanji,
cabe, bawang putih, soda, dll.
7) Upah tenaga kerja yang dimaksud dalam penilitian ini adalah balas jasa yang
diberikan kepada tenaga kerja dalam dan luar keluarga yang terlibat dalam
kegiatan agroindustri kerupuk kedelai.
8) Penyusutan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biaya, atas pemakaian
barang modal dalam kegiatan produksi yang dihitung dengan cara
memperkirakan besarnya penuruna nilai dari barang modal tetap tersebut
yang disebabkan oleh pemakainnya dalam kegiatan produksi meliputi
penyusutan mesin, alat, dan lain-lain.
9) Nilai tambah yang dimaksud dalam penilitian ini adalah besarnya tambahan
nilai dari pengolahan bahan baku menjadi barang jadi sebagai akibat
penggunaan sejumalah biaya yang dikeluarkan dalam proses pengolahan
kerupuk kedelai.
10) Biaya produksi yang dimaksud adalah segala biaya yang dikeluarkan
pengusaha selama proses produksi yang terdiri dari biaya variabel dan biaya
tetap.
20

11) Harga jual dimaksud adalah harga hasil olahan kerupuk kedelai pada tingkat
produsen dan lembaga pemasaran yang melaksanakan kegiatan penjualan
hasil olahan kerupuk kedelai.
12) Penerimaan yang dimaksud adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual.
13) Pendapatan yang dimaksud adalah besarnya total pendapatan yang diperoleh
dari nilai produksi usaha agroindustri kerupuk kedelai dikurangi dengan biaya
produksi.
14) Kelayakan usaha yang dimaksud adalah menghitung nilai R/C-ratio, untuk
melihat apakah usaha tersebut layak atau tidak secara finansial.
21

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif


yaitu metode yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang ada pada waktu
sekarang dengan cara mengumpulkan data, menyusun, menganalisis dan
menginterpretasikan data untuk mencapai suatu kesimpulan. Teknik pengumpulan
data yang digunakan yaitu dengan teknik survey yaitu dengan wawancara
langsung dan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan
sebelumnya (Nazir, 2009 dan Surakhmad, 1985).

3.2. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah usaha kerupuk kedelai di


Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat, Tahun 2015.

3.3. Metode Pengambilan Data

3.3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Pengambilan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu


pengambilan sampel dengan cara sengaja karena alasan tertentu yang disesuaikan
dengan tujuan penelitian. Selain itu juga berdasarkan pertimbangan tertentu yang
sesuai dengan tujuan penelitian (Sirangimbun dan Effendi, 1995).
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat
dengan alasan bahwa di Kecamatan Labuapi terdapat populasi pengusaha kerupuk
kedelai

3.3.2. Metode Penentuan Responden

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pengusaha atau pembuat


kerupuk kedelai di Kelurahan Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten
Lombok Barat.
22

Metode pengambilan responden yang digunakan dalam penelitian ini


adalah metode random sampling yaitu metode yang cara pemilihan respondenya
secara acak dengan memilih beberapa pengusaha kerupuk kedelai di Keluarahan
Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat.

3.3.3. Penentuan Jumlah Responden

Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah semua pemilik usaha
agroindustri kerupuk kedelai di Kelurahan Telagawaru Kecamatan Labuapi
Kabupaten Lombok Barat sebanyak 15 pengusaha agroindustri kerupuk kedelai.

3.4. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primerr
Data Primer adalah data yang dikumpulkan dan diperolah langsung dari
produsen kerupuk kedelai dan pihak-pihak yang terkait dengan menggunakan
daftar pertanyaan yang sudah diperiapkan sebelumnya.

2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari instansi yang terkait ( BPS, Dinas Pertanian,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta instansi terkait lainnya) dari
berbagai media cetak dan media online selain dari berbagai buku dan literatur
yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik atau cara yang
dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga
dapat diperlihatkan penggunaannya melalui, wawancara, observasi, tes atau
dekoumentasi. Pengamatan data yang dilakukan terdiri dari metode wawacara dan
observasi.
1. Metode wawancara, yaitu metode pengambilan data dengan wawancara
secara luas dan mendalam dengan responden sampel dengan menggunakan
daftar pertanyan (kuesioner) yang telah dipersiapkan
23

2. Metode observasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara melakukan


pengamatan langsung dengan obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan
gambaran yang jelas mengenai obyek yang akan diteliti.

3.6. Variabel dan Cara Pengukuran.

1. Biaya produksi yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi
yang meliputi:
a. Biaya tetap yaitu biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi kerupuk
kedelai yang tidak habis dalam satu kali proses produksi seperti biaya
penyusutan peralatan dan bunga modal yang dinyatakan dalam satuan
rupiah (Rp).
b. Biaya variabel yaitu biaya yang dikeluarkan yang habis dalam satu kali
proses produksi atau biaya yang dikeluarkan secara rutin selama proses
produksi yang meliputi bahan baku dari kerupuk kedelai, bahan penolong
dan upah tenaga kerja yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
2. Produksi adalah jumlah produk kerupuk kedelai, yang dihasilkan dalam satu
kali proses produksi yang diukur dalam satuan kilogram (kg).
3. Penerimaan adalah jumlah produk yang dihasilkan dikalikan dengan harga
dari produk tersebut yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
4. Nilai tambah merupakan nilai produksi dikurangi bahan baku dan sumbangan
bahan input lain yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
5. Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
6. Pemasaran adalah kegiatan memperlancar perpindahan barang yaitu produk
kerupuk kedelai, dari produsen ke konsumen.
7. Harga jual hasil olahan kedelai adalah harga hasil olahan kerupuk kedelai
pada tingkat produsen dan lembaga pemasaran yang melaksanakan kegiatan
penjualan hasil olahan kedelai yang dinyatakan dalam Rp/kg.
8. Hasil analisis kelayakan usaha digunakan sebagai pertimbangan dalam
mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan
usaha.
24

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


1. Untuk mengetahui tahapan proses produksi pada olahan kerupuk kedelai,
dilakukan dengan cara mengidenfikasi aliran proses atau prosedur kegiatan
yang dilakukan mulai dari bahan baku sehingga menjadi produk siap untuk
dipasarkan. Setelah informasi yang terkait dengan aliran proses produksi
tersebut, selanjutnya dibahas secara deskriptif.

2. Untuk menghitung biaya total dalam struktur biaya produksi digunakan rumus
sebagai berikut:
Rumus : TC = TFC + TVC
Keterangan :
TC = Biaya total (Rp)
TFC = Biaya tetap (Rp)
TVC= Biaya variabel (Rp)

3. Untuk menghitung penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus


sebagai berikut :
Rumus : TR = Q x P
Keterangan :
TR = Penerimaan total (Rp)
P = Harga produk (Rp/kg)
Q = Jumlah produk kerupuk kedelai (kg)
4. Menghitung pendapatan usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk kedelai.
Rumus : π = TR – TC
Keterangan :
Π = Keuntungan (Rp)
TR = Penerimaan (Rp)
TC = Biaya total (Rp)
25

5. Menghitung Nilai Tambah


Untuk mengetahui nilai tambah produk kerupuk kedelai dihitung
dengan menggunakan “Metode Hayami” yang disajikan pada Tabel 3.1. (Said,
G., 2005):

Tabel 3.1. Analisis Nilai Tambah dengan Metode Hayami


No Variabel Nilai
1. Output, Input dan Harga
k. Produksi (kg) a
l. Bahan Baku (kg) b
m. Tenaga Kerja (HKO) c
n. Faktor Konversi d=a/b
o. Koefesien Tenaga Kerja (HKO) e=c/b
p. Harga Output Rata-Rata (Rp/kg) F
q. Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKO) G
2. Penerimaan dan Keuntungan
r. Harga Bahan Baku (Rp/liter) H
s. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) I
t. Nilai Produksi (Rp/kg) j=dxf
k3. Nilai Tambah (Rp/Kg) k1 = j – i – h
k4. Rasio Nilai Tambah (%) k2 = (k1 / j) x 100%
l3. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/HKO) l1 = e x g
l4. Rasio Bagian Tenaga Kerja (%) l2 = (l1 / k1) x 100%
m3. Keuntungan m1 = k1 – l1
m4. Tingkat Keuntungan (%) m2 = (m1 / j) x 100%
3. Balas Jasa Pemilik Faktor-Faktor Produksi
o. Margin Keuntungan n=j–h
n4. Pendapatan Tenaga Kerja (%) n1 = (l1 / n) x 100%
n5. Sumbangan Input Lain (%) n2 = (i / n) x 100%
n6. Keuntungan Kegiatan Produksi (%) n3 = (m1 / l1) x 100%
Sumber: Said, G., 2005
26

6. Untuk mengetahui kelayakan usaha pada pengolahan kerupuk kedelai


dengan mencari efisiensi usaha dengan menggunakan rumus R/C ratio
sebagai berikut :
Total Penerimaan
R/C ratio=
Total Biaya
Kriteria :
R/C ratio > 1 : berarti usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk kedelai
efisien
R/C ratio = 1 : berarti usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk kedelai
belum efisien atau usaha mencapai titik impas
R/C rasto < 1 : berarti usaha pengolahan kedelai menjadi kerupuk kedelai
tidak efisien.
27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian

IV.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah


Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu dari 10 Kabupaten/Kota
di Propinsi Nusa Tenggara Barat yang keadaan geografisnya menguntungkan.
Pemandangan alamnya yang indah, tanah yang subur, serta cadangan air yang
melimpah menjadi potensi yang dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakatnya.
Secara geografis, Kabupaten Lombok Barat berada di 115,46°-116,20° Bujur
Timur, dan 8,25°-8,55° Lintang Selatan, dengan luas wilayah Kabupaten Lombok
Barat sebesar 1.053,92 km² atau 5,23% dari luas Provinsi NTB. Secara
administratif, batas-batas wilayah Kabupaten Lombok Barat adalah:
Sebelah Utara : Kabupaten Lombok Utara.
Sebelah Selatan : Samudra Indonesia.
Sebelah Timur : Kabupaten Lombok Tengah.
Sebelah Barat : Selat Lombok dan Kota Mataram.
Kabupaten Lombok Barat dibagi dalam 10 wilayah kecamatan dengan luas
wilayah dengan luas wilayah masing-masing disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1. Luas Wilayah di Kabupaten Lombok Barat Dirinci per Kecamatan,
Tahun 2014.
No Kecamatan Luas Wlayah (Km2) Persentase (%)
1 Sekotong 529,38 50,23
2 Lembar 62,66 5,95
3 Gerung 62,30 5,91
4 Labuapi* 28,33 2,69
5 Kediri 21,64 2,05
6 Kuripan 21,56 2,05
7 Narmada 107,62 10,21
8 Lingsar 96,58 9,16
9 Gunungsari 89,74 8,51
10 Batu Layar 34,11 3,24
Jumlah 1.053,92 100,00
Sumber: BPS Provinsi NTB, Lombok Barat Dalam Angka, Tahun 2014.

Keterangan: *) daerah penelitian.


28

IV.1.2. Keadaan Topografi

Topografi lahan di Kabupaten Lombok Barat sangat bervariasi dan


diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kelas kemiringan dengan rincian sebagai
berikut: tingkat kemiringan 0–2o seluas 31.841 ha atau 37,33% dari luas
keseluruhan Kabupaten Lombok Barat dan merupakan tingkat kemiringan yang
paling luas, selanjutnya diikuti dengan tingkat kemiringan 15–40 o dengan luas
25.920 ha atau 30,39%, tingkat kemiringan >40o seluas 16.883 ha atau 19,79%
dan tingkat kemiringan 2–15o seluas 10.657 ha atau 12,49% dari luas wilayah
Kabupaten Lombok Barat.
Sedangkan ketinggian wilayah Kabupaten Lombok Barat dari permukaan
laut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: wilayah yang berada pada ketinggian
0–100 meter diatas permukaan laut seluas 34.800 ha atau 40,80% dari luas
wilayah Kabupaten Lombok Barat, ketinggian 100–500 mdpl seluas 40.966 ha
atau 48,03%, ketinggian 500–1000 mdpl seluas 8.650 ha atau 10,14% dan
ketinggian >1000 mdpl seluas 885 ha atau 1,04% dari luas wilayah Kabupaten
Lombok Barat.

IV.1.3. Iklim dan Curah Hujan

Kabupaten Lombok Barat termasuk wilayah yang beriklim tropis dengan


dua musim yaitu musim kemarau yang berlangsung antara bulan April hingga
September dan musim penghujan antara bulan Oktober sampai Maret.
Temperatur/suhu udara pada tahun 2011 berkisar antara 20,4 oC - 32,5oC dengan
suhu udara minimum terjadi pada bulan Agustus dengan suhu 20,4oC dan suhu
udara maksimum terjadi pada bulan Oktober dengan suhu 32,5oC. Kelembaban
udara minimum Kabupaten Lombok Barat terjadi pada bulan Juli sebesar 76%
dan kelembaban udara meksimum terjadi pada bulan Desember sebesar 86%.
Keadaan curah hujan di Kabupaten Lombok Barat tahun 2011 rata-rata
sebesar 128,83 mm dengan curah hujan terbesar terjadi pada bulan Desember
sebesar 338 mm dan terkecil terjadi pada bulan Agustus sebesar 0 mm. Sedangkan
jumlah hari hujan rata-rata sebesar 14,17 hari dengan hari hujan terbesar terjadi
pada bulan Januari sebesar 26 hari dan terkecil terjadi pada bulan Agustus sebesar
29

1 hari. Untuk lama penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus
sebesar 91% dan terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 46%.
Dikarenkan iklim dan cuaca yang mendukung untuk memproduksi
kerupuk kedelai pada saat penelitian dan berdasarkan responden dan fakta tahun
2015, tidak terdapat kendara.

IV.1.4. Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk

Penduduk merupakan potensi yang harus diberdayakan dengan baik untuk


mencapai kemajuan. Penduduk juga merupakan objek dan subjek pembangunan.
Perkembangan penduduk, tenaga kerja, dan mobilitas penduduk menjadi indikator
yang penting dalam pembangunan. Penduduk Kabupaten Lombok Barat pada
tahun 2011 yang terdiri dari 10 kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk
yang berbeda-beda disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Luas Lahan, Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten
Lombok Barat Dirinci per Kecamatan Tahun 2014.
Luas Jumlah Kepadatan
Laki2 Perempuan
No Desa Wilayah Penduduk Penduduk
(jiwa) (jiwa)
(km2) (jiwa) (jiwa/km2)
1 Sekotong 529,38 30.069 30.354 60.423 114
2 Lembar 62,66 23.375 24.418 47.793 763
3 Gerung 62,30 37.880 42.129 80.009 1.284
4 Labuapi* 28,33 31.824 33.547 65.371 2.307
5 Kediri 21,64 28.429 29.825 58.254 2.692
6 Kuripan 21,56 18.007 18.580 36.587 1.697
7 Narmada 107,62 45.999 48.588 94.587 879
8 Lingsar 96,58 33.323 34.912 68.235 707
9 Gunungsari 89,74 41.820 42.707 84.527 942
10 Batu layar 34,11 24.368 24.432 48.800 1.432
Jumlah 1.053,92 315.094 329.492 644.586 612
Sumber: BPS Provinsi NTB, Lombok Barat Dalam Angka Tahun 2014

Sesuai dengan ketentuan dari BPS (2002) bahwa kepadatan penduduk


diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu:
a. Jarang : 79 – 110 jiwa/km2
30

b. Sedang : 111 – 403 jiwa/km2


c. Padat : 404 – 605 jiwa/km2
d. Sangat Padat : 606 – 5162 jiwa/km2
Berdasarkan klasifikasi kepadatan penduduk di atas, maka kecamatan yang
menjadi daerah penelitian yaitu Kecamatan Labuapi dengan luas wilayah 28,33
km2, laki-laki 31,824 jiwa, perempuan 33,547 jiwa, jumlah penduduk 65.371 jiwa
dan kepadatan penduduk sebesar 2.307 jiwa/km2, dapat dilihat bahwa kepadatan
penduduk di Kecamatan Labuapi termasuk penduduk yang sangat padat.

IV.1.5. Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian penduduk merupakan salah satu variabel utama dalam


mencermati pergerakan perekonomian suatu wilayah. Kabuapten Lombok Barat
yang perekonomiannya sangat ditopang oleh sektor industri membuat penyerapan
tenaga kerja terkonsentrasi pula pada sektor industri serta berbagai jenis sektor
lainnya. Untuk lebih jelasnya secara rinci disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Mata Pencaharian Penduduk Dirinci Berdasarkan Lapangan Usaha di


Kabupaten Lombok Barat, Tahun 2014.
No Laki-laki Perempuan Jumlah Total
Lapangan Usaha
(%) (%) (%)
1 Pertanian 26,09 29,46 27,45
2 Pertambangan 5,37 3,35 4,55
3 Industri 8,52 16,74 11,85
4 Listrik, gas dan air. 0,27 0,27 0,27
5 Kontruksi 18,10 0,84 11,10
6 Perdagangan 16,98 33,67 23,75
7 Komunikasi 6,61 0,75 4,23
8 Keuangan 0,71 0,57 0,65
9 Jasa 16,88 14,23 15,81
10 Lainya 0,46 0,13 0,33
Jumlah 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS Provinsi NTB, Lombok Barat Dalam Angka, Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.3. dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk


Kabupaten Lombok Barat berkerja pada sektor pertanian yaitu sebanyak 27,45%
dan yang terkecil yaitu pada sektor listrik, gas dan air dimana sektor ini memang
31

dikuasai oleh pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat. Besarnya persentase


lapangan kerja pada sektor industri menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk
Kabupaten Lombok Barat menggantungkan hidupnya dari sektor industri tersebut.

IV.1.6. Sarana dan Prasarana Perekonomian

Sarana dan prasarana merupakan faktor yang sangat penting dalam


menunjang kemajuan perekonomian suatu daerah dan memperlancar berbagai
kegiatan perdagangan khususnya hasil-hasil pertanian di Kabupaten Lombok
Barat. Salah satunya yaitu tersedianya sarana transportasi yang dapat
mempercepat arus penyampaian hasil produksi dari produsen ke konsumen.
Sarana transportasi mempunyai arti sangat penting terhadap ketepatan waktu
tempuh dan memperkecil resiko kerusakan. Adapun Keadaan sarana transportasi
di Kabupaten Lombok Barat disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Jumlah dan Jenis Alat Transportasi di Kabupaten Lombok Barat, Tahun
2014.
No Jenis Transportasi Jumlah (unit) Persentase (%)
1. Bus 20 0,26
2. Mini Bus 66 0,87
3. Truk 91 1,19
4. Pickup 86 1,12
5 Cidomo 221 2,89
6. Sepeda 2.545 33,23
7. Sepeda Motor 4.658 60,44
Jumlah 7.658 100,00
Sumber: BPS Provinsi NTB, Lombok Barat Dalam Angka, Tahun 2014

Dari Tabel 4.4. dapat dilihat bahwa jenis transportasi sepeda motor
merupakan alat transportasi terbanyak yang dimilki oleh penduduk di Kabupaten
Lombok Barat sebesar 60,44% atau 4.658 unit. Jenis transportasi sepeda motor
bagi pengusaha kerupuk kedelai di Kabupaten Lombok Barat digunakan sebagai
alat transportasi ke kebun dan membawa hasil kerupuk kedelai ke pasar.
Selain sarana transportasi, dalam memperlancar dan mengembangkan
perekonomian di Kabupaten Lombok Barat harus didukung dengan tersedianya
32

sarana perekonomian yang memadai seperti pasar, koperasi, bank dan jenis sarana
lainnya. Untuk lebih jelasnya sarana perekonomian disajikan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Jenis dan Jumlah Sarana Perekonomian di Kabupaten Lombok Barat,
Tahun 2014.
No Jenis Sarana perekonomian Jumlah (unit)
1. Toko/Warung/Kios 549
2 Bank Umum 3
3. BPR 9
4. KUD 4
5. Koperasi Non KUD 15
6. Pasar 10
7. Toserba 1
8. Rumah Makan/Restoran 100
9. Hotel 15
Sumber : BPS Provinsi NTB, Lombok Barat Dalam Angka, Tahun 2014

Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa untuk toko/warung/kios merupakan


sarana perekonomian yang paling banyak terdapat di Kabupaten Lombok Barat
yaitu sebanyak 549 unit. Sementara itu Rumah Makan/Restotan sebanyak 100
unit, Koperasi Non KUD sebanyak 15 unit dan pasar umum sebanyak 10 unit.
Dalam memasarkan hasil-hasil pertanian khususnya kerupu kedelai, bagi
produsen/perajin dan pedagang kerupuk kedelai memanfaatkan pasar yang
tersedia seperti pasar induk Mandalika. Selain itu, pengusaha atau produsen suatu
usaha memanfaatkan fasilitas bank untuk menambah modal usahanya. Oleh
karena itu, dengan adanya sarana perekonomian bagi pengusaha kerupuk kedelai
sangat dalam memperlancar dan mengembangkan usaha kerupuk kedelai yang
sedang digelutinya.

4.2. Karakteristik Responden Agroindustri Kerupuk Kedelai

Karakteristik responden pada kelompok pengolahan hasil pertanian di


Kecamatan Labuapi membahas dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat
pendidikan yang pernah ditempuh, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman
33

berusaha. Rincian karakteristik responden kelompok pengolahan hasil pertanian


disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Karakteristik Responden Krupuk Kedelai di Kecamatan Labuapi


Kabupaten Lombok Barat, Tahun 2015.
Jumlah Persentase
No Uraian
(Org) (%)
1 Kisaran Umur Responden (Thn)    
  a, < 15 0 0,00
  b, 15 – 64 15 100,00
  c, > 64 0 0,00
  Jumlah 15 100,00
2 Tingkat Pendidikan    
  a, Tidak Tamat SD 5 33,33
  b, Tamat SD 6 40,00
  c, Tidak Tamat SMP 0 0,00
  d, Tamat SMP 1 6,67
  e, Tidak Tamat SMA 0 0,00
  f, Tamat SMA 3 20,00
  Jumlah 15 100,00
Jumlah Tanggungan Keluarga
3 (Org)    
  a, 1 – 2 5 33,33
  b, 3 – 4 9 60,00
  c, 5 – 6 1 6,67
  d, ≥ 7 0 0,00
  Jumlah 15 100,00
4 Pengalaman Berusaha (Thn)    
  a, 1 – 10 7 46,67
  b, 11 – 20 4 26,67
  c, 21 – 30 2 13,33
  d, 31 – 40 2 13,33
  e, ≥ 41 0 0,00
  Jumlah 15 100,00
Sumber: Data Primerr diolah

4.2.1. Umur Responden

Umur sangat berkaitan erat dengan produktifitas yaitu tenaga kerja, serta
pola pikir dalam mengambil berbagai keputusan yang ada. Semakin tinggi umur
seseorang maka pola pikirnya akan semakin luas. Menurut Simanjuntak (1985),
golongan usia produktif berkisar antara 15-64 tahun.
34

Dari Tabel 4.6., tampak bahwa umur responden yaitu pada kisaran umur
15-64 tahun, sebanyak 14 orang atau sebesar 100,00% dan 0,00% umur
responden > 61 tahun tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa anggota kelompok
tersebut mempunyai kemampuan untuk berkerja secara fisik dan mental dalam
melakukan kegiatan usaha untuk memperoleh produksi yang maksimal hingga
memasarkan hasil produksi kerupuk kedelai.

4.2.2. Tingkat Pendidikan

Dari Tabel 4.6., menunjukkan bahwa tingkat pendidikan anggota


kelompok ditempat penelitian tergolong berpendidikan tinggi yaitu SMA (Sekolah
Menengah Atas) sebanyak 3 orang atau sebesar 20,00 %, kemudian SMP
(Sekolah Menengah Pertama) sebanyak 1 orang atau sebesar 6,67 %, SD (Sekolah
Dasar) sebanyak 6 orang atau 40,00 % dan sisanya yang sebesar 33,33% atau
sebesar 5 orang tidak tamat SD (Sekolah Dasar). Namun hal ini tidak menjadi
penghambat bagi kelompok pengolahan hasil untuk menjalankan usaha.
Menurut Soekartawi (1989) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan
formal merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang
untuk berpikir lebih baik dan rasional dalam memilih berbagai alternatif dalam
pengembangan usahanya dan cepat untuk menerima atau melaksanakan inovasi-
inovasi baru.

Hal ini menunjukan bahwa kemampuan dalam menerima inovasi cukup


tinggi karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin
rasional dalam bertindak yang dapat bermanfaat dalam pengembangan kelompok
pengolahan hasil yang di kelola.

4.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah


jumlah anggota keluarga kelompok pengolahan hasil pertanian yang terdiri dari
suami, anak, dan lainnya yang tinggal dalam satu rumah dan makan dalam satu
dapur yang mencerminkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh suatu
35

rumah tangga dalam menjalankan kehidupan keluarga. Dari Tabel 4.6.


menunjukan bahwa pada kisaran 1-2 sebanyak 5 orang (33,33%), kemudian
kisaran 3-4 sebanyak 9 orang (60,00%) dan kisaran 5-6 sebanyak 1 oarang
(6,67%). Ini menunjukkan bahwa kelompok pengolahan hasil pertanian di
Kecamatan Labuapi merupakan keluarga kecil dan sedang.
Pernyataan ini diambil dengan mengacu pada pendapat Ilyas (1988), yang
menyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga berkisar antara 1-2 orang
tergolong keluarga kecil, 3-4 orang tergolong keluarga sedang dan 5 orang atau
lebih tergolong keluarga besar.

4.2.4. Pengalaman Berusaha

Pengalaman berusaha atau berkelompok berkaitan erat dengan usia,


semakin tua usia seseorang semakin bertambah pengalamannya. Pengalaman
berusaha yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa lama kelompok
pengolahan hasil pertanian jalankan kegiatan kelompok usahanya dan yang
melakukannya dari pihak istri, sedangkan pihak suami hanya membantu jika
mempunyai waktu senggang. Dari pengalamam berkelompok, responden yang
pengalamannya 1-10 tahun sebanyak 7 orang atau sebesar 46,67 %, selama 11-20
tahun sebanyak 4 orang atau sebesar 26,67 % kemudian 21-30 sebanyak 2 orang
atau sebesar 13,33% dan 31-40 tahun sebanyak 2 orang atau sebesar 13,33%.
Pengalaman berusaha tersebut tentu saja akan berpengaruh positif terhadap
keputusan pelaku agroindustri, khususnya dalam menentukan langkah-langkah
yang tepat dalam mengelola kelompok usahanya agar memperoleh hasil yang
lebih baik.

4.3. Gambaran Umum Agroindustri Pada Kerupuk Kedelai Hasil


Pertanian di Kecamatan Labuapi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa pengolahan hasil
pertanian kerupuk kedelai di Kecamatan Labuapi sudah dilakukan sejak lama,
karena itu cara-cara yang dilakukan dalam pengolahannya masih sederhana,
sehingga kurang memperhatikan efisiensi dan kualitas produk.
36

Adanya penggunaan peralatan akan memungkinkan mutu produk akhir


dapat dikontrol, baik dari kerusakan-kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologis
yang disebabkan keadaan lingkungan yang tidak terkendali, efisiensi semakin
tinggi, kapasitas dapat ditingkatkan, pertimbangan-pertimbangan ekonomi yang
komparatif serta untuk menyongsong produk yang berbahan baku kedelai sebagai
industri.

Adapun peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan kerupuk


kedelai dan meliputi :

1) Pisau pengiris, digunakan untuk mengupas atau mengiris bahan baku dan
bahan penolong.
2) Panci, digunakan untuk merebus dan mengukus bahan baku.
3) Wajan, digunakan untuk menggoreng kerupuk kedelai.
4) Kelabang yang terbuat dari bambu digunakan untuk proses penjemuran
kerupuk kedelai.
5) Bak/ember digunakan sebagai tempat percampur adonan.
6) Kompor gas sebagai pemanas dalam melakukan proses perebusan,
pengukusan dan penggorengan dari produk kerupuk kedelai.
7) Loyang digunakan untuk wadah.
8) Alat pemotong digunakan sebagai pengiris adonan yang sudah dikukus.

Bahan baku yang digunakan untuk membuat kerupuk kedelai. Ketersedian


akan bahan baku sangat cukup untuk mengolah produk. Bahan baku yang
digunakan untuk produk kerupuk kedelai.
Bahan penolong yang digunakan untuk pengolahan produk yang berbahan
baku kedelai yaitu: Untuk produk kerupuk kedelai menggunakan kedelai, tepung
terigu, tepung kanji, bawang putih, garam, penyedap rasa. Sedangkan untuk bahan
penolong yaitu cabe, perwarna makanan, minyak goreng, minyak goreng yang
digunakan adalah minyak goreng kemasaan. Untuk bahan pendukung: plastik
besar, plastik kecil, sekam, lambing produksi, gas kayu bakar. Bahan bakar yang
digunakan gas dengan ukuran tabung 3 kg. Pengemasan menggunakan kemasan
plastik dengan ukuran 1 kg dan 5 kg per ball/pack.
37

4.4. Tahapan Proses Produksi

Aliran proses ini merupakan keputusan mempengaruhi keputusan yang


lain, yaitu keputusan penjadwalan, tingkat persediaan, jenis pekerjaan dan metode
pengendalian kualitas yang digunakan. Dalam penelitian ini aliran proses, akan
menganalisis bagaiamana suatu produk dibuat atau dihasilkan. Dengan kata lain
aliran proses ini merupakan peta aliran.
Proses produksi merupakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah
kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor yang ada
seperti tenaga kerja, bahan baku, bahan Penolong. Dan bahan pendukung Proses
pembuatan produk ini didasarkan karna adanya bahan baku yang tersaedia,
persediaan bahan baku ini mempermudah atau memperlancar jalannya kegiatan
pembuatan usaha agroindustri, pengolahan hasil pertanian yang harus dilakukan
secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang serta menyampaikan
kepada pelanggan, Pengolahan produksi kerupuk kedelai dilakukan dengan
beberapa tahapan (proses) kegiatan seperti persiapan peralatan,pengupasan,
pemotongan/pengirisan, penjemuran, penggorengan, penirisan, penimbangan.
Skema tentang proses pembuatan produk ditampilkan pada Gambar 4.1.

Persiapan
Waktu: 60 menit

Pengolahan Pembungkusan Perebusan


Waktu: 120 menit Waktu: 60 menit Waktu: 30- 60 menit

Penjemuran Pemotongan Pendinginan


Waktu:30-120 menit Waktu: 120 menit Waktu: 30 menit

Penggorengan Pembungkusan

Waktu: 60 menit Waktu: 60-480 menit

Gambar 4.1. Proses Pembuatan Kerupuk Kedelai


38

Dari Gambar 4.1., dapat dijelaskan proses pembuatan kerupuk kedelai di


Kecamatan Labuapi adalah sebagai berikut:

1) Persiapan Peralatan

Sebelum melakukan kegiatan terlebih dahulu mempersiapkan


peralatan yang dibutuhkan untuk menunjang kelancaran kegiatan yang akan
dilakukan pada pengolahan produk dari kerupuk kedelai. Persiapan peralatan
ini membutuhkan waktu ± 60 menit.

2) Pengolahan

Dalam proses pembuatan kerupuk kedelai dilakukan tahap pengolahan


dengan membutuhkan waktu ± 120 menit dan merupakan tahap untuk
pencampuran bahan baku dan bahan penolong agar menjadi kerupuk kedelai.

3) Pembungkusan

Setelah melakukan kegiatan pengolahan bahan baku kedelai menjadi


kerupuk kedelai, bahan yang sudah diolah d masukan kedalam plastik agar
bias d rebus. Bahan yang dimasukan ke dalam plastik waktu yang dibutuhkan
± 60 menit.

4) Perebusan

Setelah melakukan pembukusan bahan yang sudah dimasukan ke


dalam plastik, pada produk kerupuk kedelai, kemudian bahan tersebut direbus
dengan menggunakan ± 30-60 menit.

5) Pendinginan

Setelah melakukan perebusan pada produk kerupuk kedelai, kemudian


bahan yang sudah direbus, dinginkan dibutuhkan waktu ± 30 menit.

6) Pemotongan

Pada kegiatan pemotongan ini dilakukan pada produk kerupuk


kedelai, dengan cara kerupuk kedelai yang telah bersih diolah dan direbus di
39

potong menjadi beberapa potongan, Kegiatan ini menggunakan waktu ± 120


menit.

7) Penjemuran

Proses penjemuran ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dari


produk olahan sebelum dilakukan penggorengan agar produk olah menjadi
renyah, pada saat dilakukan penjemuran produk olahan harus sering dibalik
sebelum kering untuk mencegah supaya tidak lengket. Proses ini memakan
waktu ± 30-120 jam.

8) Penggorengan

Kegiatan berikutnya penggorengan, kegiatan ini dilakukan dengan


menggunakan wajan dengan memasukan produk olahan tidak terlalu banyak
dan api tidak terlalu besar agar matang jadi merata. Penggorengan ini
membutuhkan waktu ± 60 menit.

9) Pembungkusan

Setelah melakukan penggorengan pada produk kerupuk kedelai,


kemudian kerupuk yang sudah digoreng masukan ke dalam plastik dengan
ukuran plastik 1 kg matang membutuhkan waktu ± 60-480 menit.

4.5. Struktur Biaya dan Pendapatan

Struktur biaya pada usaha pengolahan kerupuk kedelai dalam penelitiaian


ini meliputi: (1) Biaya bahan baku utama; (2) Bahan penolong; (3) Bahan
pendukung; (4) Biaya tenaga kerja; dan (5) Biaya tetap. Selanjutnya, pendapatan
yaitu jumlah nilai uang (rupiah) yang diperoleh pelaku usaha, setelah penerimaan
dikurangi dengan seluruh biaya atau total biaya. Oleh karena itu pendapatan usaha
disebut juga sebagai laba usaha. Setiap kegiatan usaha mempunyai suatu tujuan
yaitu untuk mencari pendapatan, sehingga kelangsungan dan perkembangan unit
usaha dapat dipertahankan. Pendapatan suatu usaha dipengaruhi oleh besarnya
volume penjualan, harga produk yang berlaku pada saat penjualan dan besarnya
40

biaya yang dikeluarkan. Semakin tinggi harga dan semakin rendahnya baiya yang
dikeluarkan, semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh pengusaha.
Analisis pendapatan pada agroindustri pengolahan hasil pertanian di
Kecamatan Labuapi dimaksudkan adalah pada agroindustri kerupuk kedelai.
Untuk menghitung pendapatan, pada proses produksi kerupuk kedelai, akan
dibahas tentang unsur-unsur penyusun pendapatan itu sendiri, yaitu mencakup
biaya produksi dan penerimaan serta pendapatan. Dalam penelitian ini, terdapat
6 orang responden (40%) yang hanya memproduksi kerupuk matang; 4 orang
responden (26,67%) menjual dalam bentuk mentah saja; dan 5 orang responden
(33,33%) menjual dalam bentuk matang dan mentah. Berkaitan dengan hal
tersebut, peneliti mendeskripsikan pembahasan analisis pendapatan ke dalam
3 (tiga) kelompok berdasarkan bentuk penjualan sebagaimana telah diuraikan di
atas. Ketiga kelompok responden tersebut adalah: (1) Responden yang hanya
memperoduksi kerupuk kedelai matang: (2) Responden yang hanya menjual
kerupuk kedelai mentah: dan (3) Responden yang memproduksi kerupuk kedelai
matang dan mentah.

4.5.1. Struktur Biaya dan Pendapatan Agroindustri Kerupuk Kedelai


Matang

Analisis rata-rata biaya dan pendapatan untuk kerupuk kedelai matang


pada agroindustri pengolahan hasil pertanian di Kecamatan Labuapi disajikan
pada Tabel 4.7.

4.5.1.1. Biaya Produksi

Biaya produksi terdiri dari biaya veriabel dan biaya tetap, dimana biaya
variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya pendukung
dan biaya tenaga kerja, sedangkan biaya tetap meliputi biaya penyusutan alat.
Berdasarkan Tabel 4.7., total biaya produksi untuk kerupuk kedelai matang yaitu;
sebesar Rp.1.405.169,44/proses. Biaya produksi tersebut mencakup biaya-biaya
seperti biaya bahan baku, bahan penolong, bahan pendukung, tenaga kerja dan
penyusutan peralatan.
41

Tabel 4.7. Struktur Biaya dan Pendapatan Agroindustri Kerupuk Kedelai Matang
di Kecamatan Labuapi, Tahun 2015,
Jumlah Fisik dan Nilai
Satuan per Proses Produksi per Bulan
No. Uraian
Fisik Jumlah Jumlah
Nilai (Rp.) Nilai (Rp.)
Fisik Fisik
1 Produksi/Penerimaan kg 51,56 1718541,67 515,56 17185416,67
2 Komponen Biaya          
  a. Bahan Baku Utama          
  (1) Kedele kg 17,50 175000,00 175,00 1750000,00
  (2) Tepung Terigu kg 58,33 466666,67 583,33 4666666,67
  (3) Tepung Kanji kg 4,38 30625,00 43,75 306250,00
  (4) Bawang Putih kg 4,38 96250,00 43,75 962500,00
  (5) Garam kg 0,88 437,50 8,75 4375,00
  (6) Penyedap Rasa kg 0,03 1250,00 0,31 12500,00
  (7) Soda Kue kg 0,44 6562,50 4,38 65625,00
  b. Bahan Penolong :          
  (1) Cabe kg 0,13 3104,17 1,25 31041,67
  (2) Pewarna Makanan gr 0,02 50,00 0,17 500,00
  (3) Minyak Goreng kg 32,50 325000,00 325,00 3250000,00
  c. Bahan Pendukung :          
  (1) Plastik Besar pack 2,17 65000,00 21,67 650000,00
  (2) Plastik Kecil pack 1,33 2666,67 13,33 26666,67
  (3) Sekam krg 0,00 0,00 0,00 0,00
  (4) Lambang Produk (Cap) lmbr 58,33 11666,67 583,33 116666,67
  (5) Gas (3 kg) kg 0,67 12000,00 6,67 120000,00
  (6) Kayu Bakar ikat 2,33 27250,00 23,33 272500,00
3 Tenaga Kerja:          
  (1) TK Dalam Keluarga HKO 2,20 115026,61 21,95 1150266,07
  (2) TK Luar Keluarga HKO 0,98 56827,56 9,76 568275,59
4 Biaya Penyusutan Alat Rp. 9786,11   97861,11
5 Total Biaya Produksi Rp.   1405169,44   14051694,44
6 Pendapatan Rp.   313372,22   3133722,22
7 R/C-ratio     1,22   1,22
Sumber: Data Primer diolah

Bahan Baku: Merupakan bahan mentah yang menjadi dasar pembuatan


suatu produk yang mana bahan tersebut dapat diolah melalui proses tertentu untuk
dijadikan wujud yang lain atau suatu produk. Dari Tabel 4.7., bahan baku yang
42

menggunakan kedelai, produksi yaitu matang. Bahan baku untuk pembuatan


produk kerupuk kedelai yang matang membutuhkan bahan 17,50 kg/proses
produksi dan nilai dari bahan baku per proses produksi sebesar Rp. 1.718.541,67,
Bahan Penolong: Bahan penolong dalam proses pengolahan produk ini
merupakan bahan-bahan yang termasuk didalam proses adonan olahanya sehingga
terbentuknya suatu produk. Tanpa adanya salah satu dari bahan penolong ini suatu
produk akan tetap bisa diselesaikan tetapi tidak akan sesuai dengan yang
diharapkan atau hasilnya tidak sempurna. Dari Tabel 4.7., terbentuknya produk-
produk pada agroindustri, kerupuk kedelai matang, Untuk proses pengolahanya
bahan penolong yang digunakan berupa cabe, perwarna makanan dan minyak
goreng.

Bahan Pendukung: Merupakan bahan yang digunakan pada saat proses


pengolahan, tetapi bahan-bahan ini tidak termasuk di dalam olahan tersebut,
meskipun bahan-bahan pendukung ini tidak gunakan, produk masih bisa jadi
sesuai harapan.Bahan pendukung yang dimaksud pada agroindustri kerupuk
kedelai pengolahan hasil pertanian ini yaitu plastik besar dan kecil yang
digunakan dalam pembukusan kerupuk kedelai yang sudah matang atau mentah,
lambang produk (cap) digunakan sebagai identitas produk sebagai pembeda
dengan produk perusahan lain dan gas ukuran tabung 3 kg, sekam dan kayu bakar
sebagai bahan bakar. Dalam Tabel 4.7., pada kerupuk kedelai matang
menunjukan penggunaan plastik besar sebanyak 2,17 pack/proses dengan nilai
Rp. 65.000,00/proses. Plastik kecil yang digunakan 1,33 pack/proses dengan nilai
Rp. 2.666,00/proses, kemudian untuk lambang produk (cap) dibutuhkan sebanyak
58,33 lembar/proses dengan nilai Rp. 11.666,67/proses, dan penggunan bahan
bakar pada kerupuk kedelai matang seperti gas 3 kg dengan nilai 0,67 kg/proses
dengan harga Rp 12.000,00/proses dan rata-rata penggunaan kayu bakar
sebanyak 2,33 ikat/proses dengan harga 27.250,00/ikat

Tenaga Kerja: Dalam agroindustri hasil pertanian, mengkelompokan


tenaga kerja menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di
luar keluarga. Biaya tenaga kerja dalam penelitian ini adalah upah yang diberikan
43

produsen pada berbagai proses produk. Tebel 4.7., menunjukan untuk jumlah dan
biaya tenaga kerja yang dikeluarkan produk kerupuk kedelai mantang, masing-
masing menggunakan 2 HKO dan biaya-biaya yang dikeluarkan kerupuk kedelai
matang tenaga kerja dalam Rp. 115.026,61 per proses dan biaya-biaya yang
dikeluarkan di luar keluarga dengan nilai Rp. 56.827,56 per proses.

Penyusutan Peralatan : Proses pengolahan produk pada agroindustri


kelompok pengolahan hasil pertanian ini menggunakan peralatan yang sederhana,
karna kapasitas dari produksi juga tidak terlalu banyak. Biaya penyusutan
peralatan dalam penelitian ini adalah seluruh biaya yang digunakan untuk
peralatan tetap. Peralatan merupakan sarana prasarana usaha yang mempunyai
jangka usia ekonomi atau usia pemakaian yang panjang atau berumur tahunan.
Tabel 4.7., menunjukan biaya penyusutan untuk produk kerupuk kedelai matang
sebesar Rp.9.786,11, dengan jenis peralatan yang digunakan dalam proses
pembuatan kerupuk kedelai berupa; panci, pisau, kelabang, bak/ember, alat
pemotong, wajan, kompor gas, loyang dan steples.

4.5.1.2. Produksi dan Penerimaan

Produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah produk dari
hasil proses produksi yang dinyatakan dalam satuan kilogram (kg). Nilai produksi
merupakan hasil kali antara jumlah produksi dengan harga produksi dari tiga
macam produk. Pemerimaan yang dimaksud yaitu pendapatan kotor dari suatu
produk atau selisih antara nilai produksi dengan biaya produksi.

Pada Tabel 4.7., rata-rata produksi yang diperoleh untuk kelompok


responden yang memproduksi kerupuk matang adalah sebanyak 51,56 kg per
proses produksi atau 515,56 kg/bln dengan nilai produksi/penerimaan sebesar
Rp 1.718.542,00/proses atau Rp 17.185.417,00/bln. Semetara itu, total biaya
produksi yang dikeluarkan dalam memproduksi kerupuk matang adalah
Rp 1.405.169,00/proses (Rp 14.051.694,00/bln), sehingga diperoleh pendapatan
sebesar Rp 313,372,00/proses atau Rp 3.133.722,00/bln.
44

4.5.2. Analisis Biaya dan Pendapatan Agroindustri Kerupuk Kedelai


Mentah

Hasil analisis biaya dan pendapatan pada agroindustri kerupuk kedelai


mentah di Kecamatan Labuapi disajikan pada Tabel 4.8.

4.5.2.1. Biaya Produksi

Biaya produksi terdiri dari biaya veriabel dan biaya tetap, dimana biaya
variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya pendukung
dan biaya tenaga kerja, sedangkan biaya tetap meliputi biaya penyusutan alat.
Berdasarkan Tabel 4.8., total biaya yang di keluarkan setiap sekali produksi untuk
kerupuk kedelai mentah yaitu; sebesar Rp.992.547,29/proses. Biaya produksi
tersebut mencakup semua biaya-biaya contoh; biaya bahan baku, bahan penolong,
bahan pendukung, tenaga kerja dan penyusutan peralatan.

Bahan Baku: Merupakan bahan mentah yang menjadi dasar pembuatan


suatu produk yang mana bahan tersebut dapat diolah melalui proses tertentu untuk
dijadikan wujud yang lain atau suatu produk. Dari Tabel 4.8., bahan baku yang
menggunakan kedelai, produksi yaitu matang. Bahan baku untuk pembuatan
produk kerupuk kedelai yang matang membutuhkan bahan 16,88 kg/proses
produksi dan nilai dari bahan baku per proses produksi sebesar
Rp. 1.243.687,50 kg/proses,
Bahan Penolong: Bahan penolong dalam proses pengolahan produk
kerupuk kedelai merupakan bahan-bahan yang termasuk didalam proses adonan
olahanya sehingga terbentuknya suatu produk. Tanpa adanya salah satu dari bahan
penolong ini suatu produk akan tetap bisa diselesaikan tetapi tidak akan sesuai
dengan yang diharapkan atau hasilnya tidak sempurna. Dari Tabel 4.8.,
terbentuknya produk-produk pada agroindustri, kerupuk kedelai mentah. Untuk
proses pengolahanya bahan penolong yang digunakan berupa cabe, perwarna
makanan dan minyak goreng.
45

Tabel 4.8. Struktur Biaya dan Pendapatan Agroindustri Kerupuk Kedelai Mentah
di Kecamatan Labuapi, Tahun 2015,
Jumlah Fisik dan Nilai
Satuan per Proses Produksi per Bulan
Uraian
Fisik Jumlah Jumlah
Nilai (Rp,) Nilai (Rp,)
Fisik Fisik
Produksi/Penerimaan Kg 62,18 1.243.687,50 621,84 12.436.875,00
Komponen Biaya          
a, Bahan Baku Utama          
(1) Kedele kg 16,88 1.68750,00 168,75 1687500,00
(2) Tepung Terigu kg 56,25 437500,00 562,50 4375000,00
(3) Tepung Kanji kg 4,22 29531,25 42,19 295312,50
(4) Bawang Putih kg 4,22 92812,50 42,19 928125,00
(5) Garam kg 0,84 421,88 8,44 4218,75
(6) Penyedap Rasa kg 0,08 3375,00 0,84 33750,00
(7) Soda Kue kg 0,42 6328,13 4,22 63281,25
b, Bahan Penolong :          
(1) Cabe kg 0,13 4375,00 1,25 43750,00
(2) Pewarna Makanan gr 0,05 150,00 0,50 1500,00
(3) Minyak Goreng kg 0,00 0,00 0,00 0,00
c, Bahan Pendukung :          
(1) Plastik Besar pack 2,25 67500,00 22,50 675000,00
(2) Plastik Kecil pack 1,75 3500,00 17,50 35000,00
(3) Sekam krg 0,00 0,00 0,00 0,00
(4) Lambang Produk (Cap) lmbr 37,50 7500,00 375,00 75000,00
(5) Gas (3 kg) kg 0,50 9000,00 5,00 90000,00
(6) Kayu Bakar ikat 2,75 30500,00 27,50 305000,00
Tenaga Kerja:          
(1) TK Dalam Keluarga HKO 2,28 62490,59 22,82 624905,95
(2) TK Luar Keluarga HKO 2,08 53071,28 20,82 530712.80
Biaya Penyusutan Alat Rp,   15741,67   157416,67
Total Biaya Produksi Rp,   992.547,29   9925472,92
Pendapatan Rp,   251140,21   2511402,08
R/C-ratio     1,25   1,25
Sumber: Data Primer Diolah

Bahan Pendukung: Merupakan bahan yang digunakan pada saat proses


pengolahan, tetapi bahan-bahan ini tidak termasuk di dalam olahan tersebut,
46

meskipun bahan-bahan pendukung ini tidak gunakan, produk masih bisa jadi
sesuai harapan.Bahan pendukung yang dimaksud pada agroindustri kerupuk
kedelai pengolahan hasil pertanian ini yaitu plastik besar dan kecil yang
digunakan dalam pembukusan kerupuk kedelai yang sudah matang atau mentah,
lambang produk (cap) digunakan sebagai identitas produk sebagai pembeda
dengan produk perusahan lain dan gas ukuran tabung 3 kg, sekam dan kayu bakar
sebagai bahan bakar. Dalam Tabel 4.8., pada kerupuk kedelai mentah
menunjukkan penggunaan plastik besar sebanyak 2,25 pack/proses dengan nilai
Rp. 67.500,00. Plastik kecil yang membutuhkan 1,75 pack/proses dengan nilai
Rp. 3.500,00 kemudian untuk lambang produk (cap) digunakan 37,50
lembar/proses dengan nilai Rp. 7.500,00/lembar, dan penggunan bahan bakar
pada kerupuk kedelai matang seperti gas 3 kg sebanyak 0,50 kg/proses dengan
harga Rp 9.000,00/tabung dan penggunaan kayu bakar sebanyak untuk kerupuk
kedelai mentah,2,75 ikat/proses dengan harga Rp 30.500,00/ikat.

Tenaga Kerja: Dalam agroindustri, mengkelompokan tenaga kerja


menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga.
Biaya tenaga kerja dalam penelitian ini adalah upah yang diberikan produsen pada
berbagai proses produk. Tebel 4.8., menunjukan untuk jumlah dan biaya tenaga
kerja yang dikeluarkan produk kerupuk kedelai mentah, masing-masing
menggunakan 2 HKO dan biaya-biaya yang di keluarkan untuk kerupuk kedelai
mentah tenaga kerja dalam sebesar Rp. 62.491,00 per proses dan biaya-biaya yang
di keluarkan di luar keluarga sebesar Rp. 53.071,00 per proses.

Penyusutan Peralatan : Proses pengolahan produk pada agroindustri


kelompok pengolahan hasil pertanian ini menggunakan peralatan yang sederhana,
karna kapasitas dari produksi juga tidak terlalu banyak. Biaya penyusutan
peralatan dalam penelitian ini adalah seluruh biaya yang digunakan untuk
peralatan tetap. Peralatan merupakan sarana prasarana usaha yang mempunyai
jangka usia ekonomi atau usia pemakaian yang panjang atau berumur tahunan.
Tabel 4.8., menunjukan biaya penyusutan untuk produk kerupuk kedelai mentah
sebesar Rp.15.741,67, per proses. Dengan jenis peralatan yang digunakan dalam
47

proses pembuatan kerupuk kedelai mentah berupa; panci, pisau, kelabang,


bak/ember, alat pemotong, wajan, kompor gas, loyang dan steples.

4.5.2.2. Produksi dan Penerimaan

Pada Tabel 4.8., rata-rata produksi yang diperoleh untuk kelompok


responden yang memproduksi kerupuk mentah adalah sebanyak 62,18 kg per
proses produksi atau 621,84 kg/bln dengan nilai produksi/penerimaan sebesar
Rp 1.243.688,00/proses atau Rp 12.436.875.,00/bln. Semetara itu, total biaya
produksi yang dikeluarkan dalam memproduksi kerupuk matang adalah
Rp 992.547,00/proses (Rp 9.925.473,00/bln), sehingga diperoleh pendapatan
sebesar Rp 251.140,00/proses atau Rp 2.511.402,00/bln.

4.5.3. Struktur Biaya dan Pendapatan Agroindustri Kerupuk Kedelai


Matang dan Mentah

Analisis rata-rata biaya dan pendapatan untuk kerupuk kedelai matang dan
mentah pada agroindustri pengolahan hasil pertanian di Kecamatan Labuapi
disajikan pada Tabel 4.9.

4.5.3.1. Biaya Produksi

Biaya produksi terdiri dari biaya veriabel dan biaya tetap, dimana biaya
variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya pendukung
dan biaya tenaga kerja, sedangkan biaya tetap meliputi biaya penyusutan alat.
Berdasarkan Tabel 4.9., total biaya produksi untuk kerupuk kedelai matang dan
mentah yaitu; sebesar Rp.1.401.184,67/proses. Biaya produksi tersebut mencakup
biaya-biaya seperti biaya bahan baku, bahan penolong, bahan pendukung, tenaga
kerja dan penyusutan peralatan.

Bahan Baku: Merupakan bahan mentah yang menjadi dasar pembuatan


suatu produk yang mana bahan tersebut dapat diolah melalui proses tertentu untuk
dijadikan wujud yang lain atau suatu produk. Dari Tabel 4.9., bahan baku yang
menggunakan kedelai, produksi yaitu matang dan mentah. Rata-rata bahan baku
48

yang digunakan sebanyak 19,20 kg/proses produksi dan nilai rata-rata bahan baku
per proses produksi berjumlah Rp. 192.000,00/proses,

Tabel 4.9. Analisis Biaya dan Pendapatan Agroindustri Kerupuk Kedelai Matang
dan Mentah di Kecamatan Labuapi, Tahun 2015,
Jumlah Fisik dan Nilai
Satuan per Proses Produksi per Bulan
No, Uraian
Fisik Jumlah Jumlah
Nilai (Rp,) Nilai (Rp,)
Fisik Fisik
             
3914,3
1 Produksi/Penerimaan Kg 391,432 1565.728,00 2 15657280,00
  (1) Kerupuk Matang Kg 11,74 391432,00 117,43 3914320,00
  (2) Kerupuk Mentah Kg 58,71 1174296,00 587,15 11742960,00
2 Komponen Biaya          
  a, Bahan Baku Utama          
  (1) Kedele Kg 19,20 192000,00 192,00 1920000,00
  (2) Tepung Terigu Kg 67,00 510000,00 670,00 5100000,00
  (3) Tepung Kanji Kg 5,03 35175,00 50,25 351750,00
  (4) Bawang Putih Kg 5,03 110550,00 50,25 1105500,00
  (5) Garam Kg 1,01 283,50 10,05 2835,00
  (6) Penyedap Rasa Kg 0,10 4020,00 1,01 40200,00
  (7) Soda Kue Kg 0,50 7537,50 5,03 75375,00
  b, Bahan Penolong :          
  (1) Cabe Kg 0,25 1125,00 2,50 11250,00
  (2) Pewarna Makanan Gr 0,00 0,00 0,00 0,00
  (3) Minyak Goreng Kg 31,60 316000,00 316,00 3160000,00
  c, Bahan Pendukung :          
  (1) Plastik Besar Pack 0,52 15600,00 5,20 156000,00
  (2) Plastik Kecil Pack 5,60 8400,00 56,00 84000,00
  (3) Sekam Krg 2,40 12000,00 24,00 120000,00
  (4) Lambang Produk (Cap) Lmbr 0,00 0,00 0,00 0,00
  (5) Gas (3 kg) Kg 0,20 3600,00 2,00 36000,00
  (6) Kayu Bakar Ikat 0,60 7200,00 6,00 72000,00
3 Tenaga Kerja:          
  (1) TK Dalam Keluarga HKO 1,21 29058,52 12,11 290585,20
  (2) TK Luar Keluarga HKO 9,40 117728,48 93.97 1177284,80
4 Biaya Penyusutan Alat Rp,   30906,67   309066,67
5 Total Biaya Produksi Rp,   1401184,67   14011846,67
6 Pendapatan Rp,   164543,33   1645433,33
49

7 R/C-ratio     1,12   1,12


Sumber: Data Primer Diolah

Bahan Penolong: Bahan penolong dalam proses pengolahan produk ini


merupakan bahan-bahan yang termasuk didalam proses adonan olahanya sehingga
terbentuknya suatu produk. Tanpa adanya salah satu dari bahan penolong ini suatu
produk akan tetap bisa diselesaikan tetapi tidak akan sesuai dengan yang
diharapkan atau hasilnya tidak sempurna.Dari Tabel 4.9., terbentuknya produk-
produk pada agroindustri, kerupuk kedelai matang dan mentah, Untuk proses
pengolahanya bahan penolong yang digunakan berupa cabe, perwarna makanan
dan minyak goreng.

Bahan Pendukung: Merupakan bahan yang digunakan pada saat proses


pengolahan, tetapi bahan-bahan ini tidak termasuk di dalam olahan tersebut,
meskipun bahan-bahan pendukung ini tidak gunakan, produk masih bisa jadi
sesuai harapan. Bahan pendukung yang dimaksud pada agroindustri kerupuk
kedelai pengolahan hasil pertanian ini yaitu plastik besar dan kecil yang
digunakan dalam pembukusan kerupuk kedelai yang sudah matang atau mentah,
lambang produk (cap) digunakan sebagai identitas produk sebagai pembeda
dengan produk perusahan lain dan gas ukuran tabung 3 kg, sekam dan kayu bakar
sebagai bahan bakar. Dalam Tabel 4.9., pada kerupuk kedelai matang dan mentah
menunjukan penggunaan plastik besar sebanyak 0,52 pack/proses dengan nilai
Rp. 15,600,00/pack pada Plastk kecil yang digunakan 5,60 pack/proses dengan
nilai Rp. 8.400,00/pack kemudian unruk penggunan bahan bakar pada kerupuk
kedelai matang dan mentah seperti gas 3 kg dengan nilai 0,20 kg/proses dengan
harga Rp 3.600,00 dan penggunaan kayu bakar dengan nilai 0,60 ikat/proses
dengan harga 7.200,00/ikat

Tenaga Kerja: Dalam agroindustri hasil pertanian, mengkelompokan


tenaga kerja menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di
luar keluarga. Biaya tenaga kerja dalam penelitian ini adalah upah yang diberikan
50

produsen pada berbagai proses produk. Tebel 4.9., menunjukan untuk jumlah dan
biaya tenaga kerja yang dikeluarkan produk kerupuk kedelai mantang dan mentah,
masing-masing menggunakan 2 HKO dan biaya-biaya yang di keluarkan kerupuk
kedelai matang dan mentah tenaga kerja dalam Rp. 29.059,00 per proses dan
biaya-biaya yang dikeluarkan di luar keluarga dengan nilai Rp. 117.728,00 per
proses.

Penyusutan Peralatan : Proses pengolahan produk pada agroindustri


kelompok pengolahan hasil pertanian ini menggunakan peralatan yang sederhana,
karna kapasitas dari produksi juga tidak terlalu banyak. Biaya penyusutan
peralatan dalam penelitian ini adalah seluruh biaya yang digunakan untuk
peralatan tetap. Peralatan merupakan sarana prasarana usaha yang mempunyai
jangka usia ekonomi atau usia pemakaian yang panjang atau berumur tahunan.
Tabel 4.8., diliat biaya penyusutan untuk produk kerupuk kedelai matang dan
mentah sebesar Rp309.06,67, dengan jenis peralatan yang digunakan dalam
proses pembuatan kerupuk kedelai berupa; panci, pisau, kelabang, bak/ember, alat
pemotong, wajan, kompor gas, loyang dan steples.

4.5.3.2. Produksi dan Penerimaan

Pada Tabel 4.9., rata-rata produksi yang diperoleh untuk kelompok


responden yang memproduksi kerupuk kedelai matang dan mentah adalah
sebanyak 391,432 kg per proses produksi atau 3914,32 kg/bln dengan nilai
produksi/penerimaan sebesar Rp 1.565.728,00/proses atau Rp 15.657.280,00/bln.
Semetara itu, total biaya produksi yang dikeluarkan dalam memproduksi kerupuk
matang adalah Rp 14.011.847,00/proses (Rp 14.011.847,00/bln), sehingga
diperoleh pendapatan sebesar Rp 164.5433,00/proses atau Rp 1.645.433,00/bln.

4.6. Analisis Nilai Tambah

Secara ekonomis, peningkatan nilai tambah suatu barang dapat dilakukan


melalui perubahan bentuk. Melalui perubahan bentuk ini suatu produk akan
mempunyai nilai tambah ketika barang tersebut mengalami perubahan bentuk.
51

Dalam penelitian ini besarnya tambahan nilai (manfaat) yang diperoleh sebagai
akibat dari penggunaan sejumlah biaya dalam proses pengolahan kerupuk kedelai.
Analisis nilai tambah pada agroindustri kerupuk kedelai di Kecamatan Labuapi
dalam penelitian ini juga akan dibahas berdasarkan bentuk produk yang dijual,
yaitu: kerupuk kedelai matang; kerupuk kedelai mentah; dan kombinasi keduanya.

4.6.1. Nilai Tambah Produk Kerupuk Kedelai Matang

Hasil analisis nilai tambah untuk jenis produk kerupuk kedelai matang
disajikan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Kerupuk Kedelai Matang di


Kecamatan Labuapi, Tahun 2015.
No. Variabel Formula Nilai
 
1 Output, Input dan Harga  
  a. Produksi (Kg) A 51,56
  b. Bahan Baku Utama (Kg) B 85,93
  c. Tenaga Kerja (HKO) C 3,17
  d. Faktor Konversi (Kg/kg BB) d=a/b 0,60
  e. Koefesien Tenaga Kerja (HKO/kg BB) e=c/b 0,04
  f. Harga Output Rata-Rata (Rp/kg) F 33.333,33
  g. Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKO) G 54.188,25

2 Penerimaan dan Keuntungan    


  h. Harga Bahan Baku Utama (Rp/Kg) H 9.040,13
  i. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg BB) i (i.1+i.2) 5.199,03
  i.1 Sumbangan Bhn. Penolong (Rp/kg BB) i.1 3.818,98
  i.2 Sumbangan Bhn. Pendukung (Rp/kg BB) i.2 1.380,05
  j. Nilai Produksi (Rp/Kg BB) j=dxf 20.000,00
  k1. Nilai Tambah (Rp/Kg BB) k1 = j – i – h 5.760,84
  k2. Rasio Nilai Tambah (%) k2 = (k1 / j) x 100% 28,80
  l1. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/Kg BB) l1 = e x g 2.000,00
  l2. Rasio Bagian Tenaga Kerja (%) l2 = (l1 / k1) x 100% 34,72
  m1. Keuntungan (Rp/Kg BB) m1 = k1 – l1 3.760,84
  m2. Tingkat Keuntungan (%) m2 = (m1 / j) x 100% 18,80

3 Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi    


  n1. Bahan Baku Utama (%) n1 =(h / j) x 100% 45,20
  n2. Pendapatan Tenaga Kerja (%) n2 = (l1 / j) x 100% 10,00
  n3. Sumbangan Input Lain (%) n3 = (i / j) x 100% 26,00
52

  o Keuntungan Kegiatan Produksi (%) o = (m1 / j) x 100% 18,80


Sumber: Data Primer Diolah

Berdasarkan hasil analisis nilai tambah untuk kerupuk kedelai matang


sebagai mana yang tampak pada Tabel 4.10., dapat diuraikan beberapa variabel
yang meliputi: (1) Input, Output dan Harga; (2) Penerimaan dan Keuntungan; dan
(3) Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi.

4.6.1.1. Input, Output dan Harga Produk Kerupuk Kedelai Matang.

Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.10.) mencakup: Produksi;


Bahan Baku; Tenaga Kerja; Faktor Konversi; Koefesien Tenaga Kerja; harga
Output Rata-rata; dan Upah Rata-rata Tenaga Kerja.

Produksi, Bahan Baku Utama dan Faktor Konversi. Berdasarkan hasil


penelitian (Tabel 4.10.) diketahui rata-rata produksi yang diperoleh pengusaha
kerupuk kedelai matang untuk sekali proses produksi sebanyak 51,56 kg/pp
dengan harga output rata-rat sebesar Rp 33.333,00/kg. Adapun rata-rata jumlah
bahan baku utama yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah produksi
tersebut adalah sebanyak 85,93 kg, sehingga diperoleh faktor konversi sebesar
0,60. Nilai faktor konversi 0,60 berati setiap 1kg bahan baku utama dapat
menghasilkan 0,60 kg produk kerupuk kedelai matang (51,56/85,93). Bahan baku
utama ini meliputi: kedelai, tepung terigu, tepung kanji, bawang putih, garam,
penyedap rasa, dan soda kue (Lampiran 6.).

Tenaga Kerja dan Koefiesien Tenaga Kerja. Berdasarkan hasil penelitian


(Tabel 4.10.) diketahui rata-rata tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi
kerupuk kedelai matang dalam sekali proses produksi adalah sebanyak 3,17 HKO
dengan koefisen tenaga kerja sebesar 0,04. Nilai ini menujukkan bahwa untuk
mengolah 1 kg bahan baku utama hingga menjadi produk kerupuk kedelai matang
dibutuhkan tenaga kerja 0,04 HKO. Rata-rata upah tenaga kerja sebesar
54.188,00/HKO.

4.6.1.2. Penerimaan dan Keuntungan Produk Kerupuk Kedelai Matang.


53

Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.10.) mencakup: Harga bahan
baku utama; Sumbangan input lain; Sumbangan bahan penolong dan bahan
pendukung; Nilai produksi; Nilai tambah; Rasio nilai tambah; Imbalan tenaga
kerja; Rasio bagian tenaga kerja; Keuntungan dan Tingkat keuntungan. Nilai-nilai
setiap items pada variabel ini diperhitungkan untuk setiap kilogram bahan baku.

Harga Bahan Baku Utama dan Sumbangan Input Lain. Berdasarkan


hasil penelitian (Tabel 4.10.) diketahui rata-rata harga bahan baku utama sebesar
Rp 9.040,00/kg. Sementara itu, dalam proses produksi kerupuk kedelai matang
untuk setiap kilogram bahan baku utama terdapat sumbangan input lain sebesar
Rp 5.199.00/kg bb., yang terdiri atas sumbangan bahan penolong sebesar
Rp 3.819.00/kg bb dan sumbangan bahan pendukung sebesar Rp 1.380,00/kg bb.
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan kerupuk kedelai matang
terdiri atas: kedelai, tepung terigu, tepung kanji, bawang putih, garam, penyedap
rasa, dan soda kue. Selanjutnya bahan penolong yang digunakan meliputi: cabe,
perwarna makanan dan minyak goreng, sedangkan pendukung meliputi: plastik
besar, plastik kecil, sekam, lambang produk, gas dan kayu bakar.

Nilai Produksi dan Nilai Tambah. Berdasarkan hasil penelitian yang


disajikan pada Tabel 4.10., diketahui rata-rata produk yang dihasilkan untuk
setiap kilogram bahan baku utama adalah 0,60 kg/kg bb dengan rata-rata harga
produk Rp 33.333.00/kg diperoleh nilai prduksi sebesar Rp 20.000,00/kg bb.
Selanjutnya, untuk menghitung nilai tambah dapat diperoleh dari selisih antara
nilai produksi dengan harga bahan baku serta sumbangan bahan penolong dan
bahan pendukung. Total sumbangan bahan penolong dan sumbangan bahan
pendukung sebesar Rp 5.199,00/kg bb. Dari selisih antara nilai produksi
per kilogram bahan baku dikurangi harga bahan baku, bahan penolong dan bahan
pendukung diperoleh nilai tambah sebesar Rp 5.761,00/kg bb, dengan rasio nilai
tamabah 28,80%.

Keuntungan. Telah diuraikan di atas bahwa nilai tambah yang diperoleh


pada produk kerupuk kedelai matang adalah sebesar Berdasarkan hasil penelitian
(Tabel 4.10.) diketahui rata-rata produk yang dihasilkan untuk setiap kilogram
54

bahan baku Rp 5.761,00/kg bb. Selanjunya untuk menghitung keuntungan


dilakukan dengan menghitung selisih antara nilai tambah dengan imbalan tenaga
kerja. Imbalan tenaga kerja pada produk kedelai matang adalah sebesar
Rp 2.000,00/kg bb (atau rasio bagian tenaga kerja sebesar 34,72%). Oleh karena
itu, keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp 3.761,00/kg bb, yaitu: nilai
tambah dikurangin imbalan tenaga kerja Rp5.761,00/kg bb – Rp 2.000,00/kg bb).
Jadi, tingkat keuntungan yang diperoleh pada produk kerupuk kedelai matang
adalah sebesar 18,80% dari nilai produksi Rp 20.000,00/kg bb.

4.6.1.3. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi Pada Produk Kerupuk


Kedelai Matang.

Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.10.) mencakup: balas jasa atas
penggunaan bahan baku utama; pendapatan tenaga kerja; dan sumbangan input
lain (balas jasa bahan penolong dan bahan pendukung); serta keuntungan kegiatan
produksi. Nilai-nilai setiap items pada variabel ini diperhitungkan dalam persen.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.10.) diketahui dari keseluruhan
proses produksi untuk produk kerupuk kedelai matang yang menghasilkan nilai
produksi sebesar Rp 20.000,00/kg bb, kontribusi atau balas jasa bahan baku
utama sebesar 45,20%, tenaga kerja sebesar 10% dan sumbangan input lain
(bahan penolong dan bahan pendukung) sebesar 26%. Dengan demikian, tingkat
keuntungan kegiatan produksi pada jenis produk kerupuk kedelai antara sebesar
18,80% atau rata-rata sebesar Rp 3.761,00/kg bb.

Dari hasil analisis nilai tambah untuk kerupuk kedelai mentah (Tabel
4.11.), terdapat beberapa variabel yang dapat diuraikan, meliputi: (1) Input,
Output dan Harga; (2) Penerimaan dan Keuntungan; dan (3) Balas Jasa Pemilik
Faktor-faktor Produksi (Tabel 4.11.
55

4.6.2. Nilai Tambah Produk Kerupuk Kedelai Mentah

Hasil analisis nilai tambah untuk jenis produk kerupuk kedelai mentah
disajikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Kerupuk Kedelai Mentah di


Kecamatan Labuapi, Tahun 2015.
No Variabel Formula Nilai
1 Output, Input dan Harga    
  a. Produksi (Kg) A 62,18
  b. Bahan Baku (Kg) B 82,91
  c. Tenaga Kerja (HKO) C 4,39
  d. Faktor Konversi (Kg/kg BB) d=a/b 0,75
  e. Koefesien Tenaga Kerja (HKO/kg BB) e=c/b 0,05
  f. Harga Output Rata-Rata (Rp/kg) F 20.000,00
  g. Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKO) G 26.328,17
2 Penerimaan dan Keuntungan    
  h. Harga Bahan Baku (Rp/Kg) H 8.909,62
  i. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg BB) i (i.1+i.2) 1.477,76
  i.1 Sumbangan Bhn. Penolong (Rp/kg BB) i.1 54,58
  i.2 Sumbangan Bhn. Pendukung (Rp/kg BB) i.2 1.423,19
  j. Nilai Produksi (Rp/Kg BB) j=dxf 15.000,00
  k1. Nilai Tambah (Rp/Kg BB) k1 = j – i – h 4.612,62
  k2. Rasio Nilai Tambah (%) k2 = (k1 / j) x 100% 30,75
  l1. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/Kg BB) l1 = e x g 1.393,78
  l2. Rasio Bagian Tenaga Kerja (%) l2 = (l1 / k1) x 100% 30,22
  m1. Keuntungan (Rp/Kg BB) m1 = k1 – l1 3.218,84
  m2. Tingkat Keuntungan (%) m2 = (m1 / j) x 100% 21,46
3 Balas Jasa Pemilik Faktor-Faktor Produksi    
  n1. Bahan Baku (%) n1 =(h / j) X 100% 59,40
56

  n2. Pendapatan Tenaga Kerja (%) n2 = (l1 / j) x 100% 9,29


  n3. Sumbangan Input Lain (%) n3 = (i / j) x 100% 9,85
  o Keuntungan Kegiatan Produksi (%) o = (m1 / j) x 100% 21,46
Sumber: Data Primer Diolah

4.6.2.1. Input, Output dan Harga Produk Kerupuk Kedelai Mentah.

Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.11.) mencakup: Produksi;


Bahan Baku; Tenaga Kerja; Faktor Konversi; Koefesien Tenaga Kerja; harga
Output Rata-rata; dan Upah Rata-rata Tenaga Kerja.

Produksi, Bahan Baku Utama dan Faktor Konversi. Berdasarkan hasil


penelitian (Tabel 4.11.), diketahui rata-rata produksi yang diperoleh pengusaha
kerupuk kedelai Mentah untuk sekali proses produksi sebanyak 51,56 kg/pp
dengan harga output rata-rat sebesar Rp 33.333,00/kg. Adapun rata-rata jumlah
bahan baku utama yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah produksi
tersebut adalah sebanyak 85,93 kg, sehingga diperoleh faktor konversi sebesar
0,60. Nilai faktor konversi 0,60 berati setiap 1 kg bahan baku utama dapat
menghasilkan 0,60 kg produk kerupuk kedelai mentah (51,56/85,93). Bahan baku
utama ini meliputi: kedelai, tepung terigu, tepung kanji, bawang putih, garam,
penyedap rasa, dan soda kue (Lampiran 6.).

Tenaga Kerja dan Koefiesien Tenaga Kerja. Berdasarkan hasil penelitian


(Tabel 4.11.) diketahui rata-rata tenaga kerja untuk memproduksi kerupuk kedelai
mentah dalam sekali proses produksi adalah sebanyak 3,17 HKO dengan koefisen
tenaga kerja sebesar 0,04. Nilai ini menujukkan bahwa untuk mengolah 1 kg
bahan baku utama hingga menjadi produk kerupuk kedelai mentah dibutuhkan
tenaga kerja 0,04 HKO. Rata-rata upah tenaga kerja sebesar 54.188,00/HKO.

4.6.2.2. Penerimaan dan Keuntungan Produk Kerupuk Kedelai Mentah.

Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.11.) mencakup: Harga bahan
baku utama; Sumbangan input lain; Sumbangan bahan penolong dan bahan
pendukung; Nilai produksi; Nilai tambah; Rasio nilai tambah; Imbalan tenaga
57

kerja; Rasio bagian tenaga kerja; Keuntungan dan Tingkat keuntungan. Nilai-nilai
setiap items pada variabel ini diperhitungkan untuk setiap kilogram bahan baku.

Harga Bahan Baku Utama dan Sumbangan Input Lain. Berdasarkan


hasil penelitian (Tabel 4.11.) diketahui rata-rata harga bahan baku utama sebesar
Rp 9.040,00/kg. Sementara itu, dalam proses produksi kerupuk kedelai mentah
untuk setiap kilogram bahan baku utama terdapat sumbangan input lain sebesar
Rp 5.199.00/kg bb., yang terdiri atas sumbangan bahan penolong sebesar
Rp 3.819.00/kg bb dan sumbangan bahan pendukung sebesar Rp 1.380,00/kg bb.
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan kerupuk kedelai mentah
terdiri atas: kedelai, tepung terigu, tepung kanji, bawang putih, garam, penyedap
rasa, dan soda kue. Selanjutnya bahan penolong yang digunakan meliputi: cabe,
perwarna makanan dan minyak goreng, sedangkan pendukung meliputi: plastik
besar, plastik kecil, sekam, lambang produk, gas dan kayu bakar.

Nilai Produksi dan Nilai Tambah. Berdasarkan hasil penelitian yang


disajikan pada Tabel 4.11., diketahui rata-rata produk yang dihasilkan untuk
setiap kilogram bahan baku utama adalah 0,60 kg/kg bb dengan rata-rata harga
produk Rp 33.333.00/kg diperoleh nilai prduksi sebesar Rp 20.000,00/kg bb.
Selanjutnya, untuk menghitung nilai tambah dapat diperoleh dari selisih antara
nilai produksi dengan harga bahan baku serta sumbangan bahan penolong dan
bahan pendukung. Total sumbangan bahan penolong dan sumbangan bahan
pendukung sebesar Rp 5.199,00/kg bb. Dari selisih antara nilai produksi
per kilogram bahan baku dikurangi harga bshan baku, bahan penolong dan bahan
pendukung diperoleh nilai tambah sebesar Rp 5.761,00/kg bb, dengan rasio nilai
tambah 28,80%.

Keuntungan. Telah diuraikan di atas bahwa nilai tambah yang diperoleh


pada produk kerupuk kedelai mentah. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.11.)
diketahui rata-rata produk yang dihasilkan untuk setiap kilogram bahan baku
Rp 5.761,00/kg bb. dan untuk menghitung keuntungan dilakukan dengan
menghitung selisih antara nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja. Imbalan
tenaga kerja pada produk kedelai mentah adalah sebesar Rp 2.000,00/kg bb (atau
58

rasio bagian tenaga kerja sebesar 34,72%). Oleh karena itu, keuntungan yang
diperoleh adalah sebesar Rp 3.761,00/kg bb, yaitu: nilai tambah dikurangin
imbalan tenaga kerja Rp5.761,00/kg bb-Rp 2.000,00/kg bb). Jadi, tingkat
keuntungan yang diperoleh pada produk kerupuk kedelai mentah adalah sebesar
18,80% dari nilai produksi Rp 20.000,00/kg bb.

4.6.2.3. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi Pada Produk Kerupuk


Kedelai Mentah.

Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.11.) mencakup: balas jasa atas
penggunaan bahan baku utama; pendapatan tenaga kerja; dan sumbangan input
lain (balas jasa bahan penolong dan bahan pendukung); serta keuntungan kegiatan
produksi. Nilai-nilai setiap items pada variabel ini diperhitungkan dalam persen.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.11.) diketahui dari keseluruhan
proses produksi untuk produk kerupuk kedelai mentah yang menghasilkan nilai
produksi sebesar Rp 20.000,00/kg bb, kontribusi atau balas jasa bahan baku
utama sebesar 45,20%, tenaga kerja sebesar 10% dan sumbangan input lain
(bahan penolong dan bahan pendukung) sebesar 26%. Dengan demikian, tingkat
keuntungan kegiatan produksi pada jenis produk kerupuk kedelai antara sebesar
18,80% atau rata-rata sebesar Rp 3.761,00/kg bb.

4.6.3. Nilai Tambah Produk Kerupuk Kedelai Matang dan Mentah

Hasil analisis nilai tambah untuk jenis produk kerupuk kedelai matang dan
mentah disajikan pada Tabel 4.12.

Berdasarkan hasil analisis nilai tambah untuk kerupuk kedelai Matang dan
Mentah sebagai mana yang tampak pada Tabel 4.12., dapat diuraikan beberapa
variabel yang meliputi: (1) Input, Output dan Harga; (2) Penerimaan dan
Keuntungan; dan (3) Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi (Tabel 4.12.).

4.6.3.1. Input, Output dan Harga Produk Kerupuk Kedelai Matang dan
Mentah.
59

Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.12.) mencakup: Produksi;


Bahan Baku; Tenaga Kerja; Faktor Konversi; Koefesien Tenaga Kerja; harga
Output Rata-rata; dan Upah Rata-rata Tenaga Kerja.

Produksi, Bahan Baku Utama dan Faktor Konversi. Berdasarkan hasil


penelitian (Tabel 4.12.) diketahui rata-rata produksi yang diperoleh pengusaha
kerupuk kedelai matang dan mentah untuk sekali proses produksi sebanyak 51,56
kg/pp dengan harga output rata-rat sebesar Rp 33.333,00/kg. Adapun rata-rata
jumlah bahan baku utama yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah produksi
tersebut adalah sebanyak 85,93 kg, sehingga diperoleh faktor konversi sebesar
0,60. Nilai faktor konversi 0,60 berati setiap 1kg bahan baku utama dapat
menghasilkan 0,60 kg produk kerupuk kedelai Matang dan Mentah (51,56/85,93).

Tabel 4.12. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Kerupuk Kedelai Matang dan
Mentah di Kecamatan Labuapi, Tahun 2015,
No Variabel Formula Nilai
1 Output, Input dan Harga    
  a. Produksi (Kg) A 70,46
  b. Bahan Baku (Kg) B 97,86
  c. Tenaga Kerja (HKO) C 12,60
  d. Faktor Konversi (Kg/kg BB) d=a/b 0,72
  e. Koefesien Tenaga Kerja (HKO/kg BB) e=c/b 0,13
  f. Harga Output Rata-Rata (Rp/kg) F 26.666,67
  g. Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKO) G 11.652,93
2 Penerimaan dan Keuntungan    
  h. Harga Bahan Baku (Rp/Kg) H 8.783,81
  i. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg BB) i (i.1+i.2) 3.718,91
  i.1 Sumbangan Bhn. Penolong (Rp/kg BB) i.1 3.240,67
  i.2 Sumbangan Bhn. Pendukung (Rp/kg BB) i.2 478,24
  j. Nilai Produksi (Rp/Kg BB) j=dxf 19.200,00
  k1. Nilai Tambah (Rp/Kg BB) k1 = j – i – h 6.697,28
  k2. Rasio Nilai Tambah (%) k2 = (k1 / j) x 100% 34,88
  l1. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/Kg BB) l1 = e x g 1.500,00
  l2. Rasio Bagian Tenaga Kerja (%) l2 = (l1 / k1) x 100% 22,40
  m1. Keuntungan (Rp/Kg BB) m1 = k1 – l1 5.197,28
  m2. Tingkat Keuntungan (%) m2 = (m1 / j) x 100% 27,07
3 Balas Jasa Pemilik Faktor-Faktor Produksi    
60

  n1. Bahan Baku (%) n1 =(h / j) X 100% 45,75


  n2. Pendapatan Tenaga Kerja (%) n2 = (l1 / j) x 100% 7,81
  n3. Sumbangan Input Lain (%) n3 = (i / j) x 100% 19,37
  o Keuntungan Kegiatan Produksi (%) o = (m1 / j) x 100% 27,07
Sumber: Data Primer Diolah

Bahan baku utama ini meliputi: kedelai, tepung terigu, tepung kanji,
bawang putih, garam, penyedap rasa, dan soda kue (Lampiran 6.).

Tenaga Kerja dan Koefiesien Tenaga Kerja. Berdasarkan hasil penelitian


(Tabel 4.12.) diketahui jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi
kerupuk kedelai Matang dan Mentah dalam sekali proses produksi adalah
sebanyak 3,17 HKO dengan koefisen tenaga kerja sebesar 0,04. Nilai ini
menujukkan bahwa untuk mengolah 1 kg bahan baku utama hingga menjadi
produk kerupuk kedelai Matang dan Mentah dibutuhkan tenaga kerja 0,04 HKO.
Rata-rata upah tenaga kerja sebesar 54.188,00/HKO.

4.6.3.2. Penerimaan dan Keuntungan Produk Kerupuk Kedelai Matang dan


Mentah.

Beberapa pada variabel ini (Tabel 4.12.) mencakup: Harga bahan baku
utama; Sumbangan input lain; Sumbangan bahan penolong dan bahan pendukung;
Nilai produksi; Nilai tambah; Rasio nilai tambah; Imbalan tenaga kerja; Rasio
bagian tenaga kerja; Keuntungan dan Tingkat keuntungan. Nilai-nilai setiap items
pada variabel ini diperhitungkan untuk setiap kilogram bahan baku.

Harga Bahan Baku Utama dan Sumbangan Input Lain. Berdasarkan


hasil penelitian (Tabel 4.12.) diketahui rata-rata harga bahan baku utama sebesar
Rp 9.040,00/kg. Sementara itu, dalam proses produksi kerupuk kedelai Matang
dan Mentah untuk setiap kilogram bahan baku utama terdapat sumbangan input
lain sebesar Rp 5.199.00/kg bb., yang terdiri atas sumbangan bahan penolong
sebesar Rp 3.819.00/kg bb dan sumbangan bahan pendukung sebesar
Rp 1.380,00/kg bb. Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan kerupuk
kedelai Matang dan Mentah terdiri atas: kedelai, tepung terigu, tepung kanji,
bawang putih, garam, penyedap rasa, dan soda kue. Selanjutnya bahan penolong
yang digunakan meliputi: cabe, perwarna makanan dan minyak goreng, sedangkan
61

pendukung meliputi: plastik besar, plastik kecil, sekam, lambang produk, gas dan
kayu bakar.

Nilai Produksi dan Nilai Tambah. Berdasarkan hasil penelitian yang


disajikan pada Tabel 4.12., diketahui rata-rata produk yang dihasilkan untuk
setiap kilogram bahan baku utama adalah 0,60 kg/kg bb dengan rata-rata harga
produk Rp 33.333.00/kg diperoleh nilai prduksi sebesar Rp 20.000,00/kg bb.
Selanjutnya, untuk menghitung nilai tambah dapat diperoleh dari selisih antara
nilai produksi dengan harga bahan baku serta sumbangan bahan penolong dan
bahan pendukung. Total sumbangan bahan penolong dan sumbangan bahan
pendukung sebesar Rp 5.199,00/kg bb. Dari selisih antara nilai produksi
per kilogram bahan baku dikurangi harga bahan baku, bahan penolong dan bahan
pendukung diperoleh nilai tambah sebesar Rp 5.761,00/kg bb, dengan rasio nilai
tamabah 28,80%.

Keuntungan. Telah diuraikan di atas bahwa nilai tambah yang diperoleh


pada produk kerupuk kedelai Matang dan Mentah adalah sebesar Berdasarkan
hasil penelitian (Tabel 4.12.) diketahui rata-rata produk yang dihasilkan untuk
setiap kilogram bahan baku Rp 5.761,00/kg bb. Selanjunya untuk menghitung
keuntungan dilakukan dengan menghitung selisih antara nilai tambah dengan
imbalan tenaga kerja. Imbalan tenaga kerja pada produk kedelai Matang dan
Mentah adalah sebesar Rp 2.000,00/kg bb (atau rasio bagian tenaga kerja sebesar
34,72%). Oleh karena itu, keuntungan yang diperoleh adalah sebesar
Rp 3.761,00/kg bb, yaitu: nilai tambah dikurangin imbalan tenaga kerja
Rp5.761,00/kg bb – Rp 2.000,00/kg bb). Jadi, tingkat keuntungan yang diperoleh
pada produk kerupuk kedelai Matang dan Mentah adalah sebesar 18,80% dari
nilai produksi Rp 20.000,00/kg bb.

4.6.3.3. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi Pada Produk Kerupuk


Kedelai Matang dan Mentah.

Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.12.) mencakup: balas jasa atas
penggunaan bahan baku utama; pendapatan tenaga kerja; dan sumbangan input
62

lain (balas jasa bahan penolong dan bahan pendukung); serta keuntungan kegiatan
produksi. Nilai-nilai setiap items pada variabel ini diperhitungkan dalam persen.

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.12.) diketahui dari keseluruhan


proses produksi untuk produk kerupuk kedelai Matang dan Mentah yang
menghasilkan nilai produksi sebesar Rp 20.000,00/kg bb, kontribusi atau balas
jasa bahan baku utama sebesar 45,20%, tenaga kerja sebesar 10% dan sumbangan
input lain (bahan penolong dan bahan pendukung) sebesar 26%. Dengan hasil
demikian, tingkat keuntungan kegiatan produksi pada jenis produk kerupuk
kedelai antara sebesar 18,80% atau rata-rata sebesar Rp 3.761,00/kg bb.

4.7. Kelayakan Usaha Agroindustri Kerupuk Kedelai

Kelayakan usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang
dapat diperoleh dalam melasanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis kelayakan
usaha digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah
menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam
penelitian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang dilaksanakan
dapat memberikan manfaat dalam arti finansial. Kelayakan usaha kerupuk kedelai
dianalisa dengan menggunakan analisa Revenue Cost Ratio (R/C-ratio) yaitu
perbandingan antara total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC).
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.7; 4.11; dan 4.12), dapat diketahui
bahwa nilai R/C-ratio pada usaha agroindustri kerupuk kedelai lebih besar dari 1
yang berati secara finansial usaha agroindustri kerupuk kedelai tersebut layak
untuk dikembangkan. Adapun nilai efisiensi usaha pada kelompok responden
yang memproduksi kerupuk kedelai matang adalah: R/C-ratio = 1,22; pada
kelompok responden yang memproduksi kerupuk kedelai mentah adalah:
R/C-ratio = 1,25; dan pada kelompok responden yang memproduksi kerupuk
kedelai matang dan mentah adalah: R/C-ratio = 1,12.
Nilai R/C-ratio pada kelompok responden yang memproduksi kerupuk
kedelai matang sebesar 1,22 artinya: setiap Rp 1.000,- pengorbanan atau biaya
63

produksi yang dikeluarkan oleh agroindustri kerupuk kedelai matang dapat


menghasilkan nilai penerimaan sebesar Rp 1.220,- atau dengan kata lain setiap
Rp 1.000,- pengorbanan atau biaya produksi yang dikeluarkan oleh agroindustri
kerupuk kedelai matang dapat memberikan keuntungan sebesar Rp 220,-.
Nilai R/C-ratio pada kelompok responden yang memproduksi kerupuk
kedelai mentah sebesar 1,25 artinya: setiap Rp 1.000,- pengorbanan atau biaya
produksi yang dikeluarkan oleh agroindustri kerupuk kedelai mentah dapat
menghasilkan nilai penerimaan sebesar Rp 1.250,- atau dengan kata lain setiap
Rp 1.000,- pengorbanan atau biaya produksi yang dikeluarkan oleh agroindustri
kerupuk kedelai mentah dapat memberikan keuntungan sebesar Rp 250,-.
Selanjutnya, nilai R/C-ratio pada kelompok responden yang memproduksi
kerupuk kedelai matang dan mentah sebesar 1,12 artinya: setiap Rp 1.000,-
pengorbanan atau biaya produksi yang dikeluarkan oleh agroindustri kerupuk
kedelai matang dan mentah dapat menghasilkan nilai penerimaan sebesar Rp
1.120,- atau dengan kata lain setiap Rp 1.000,- pengorbanan atau biaya produksi
yang dikeluarkan oleh agroindustri kerupuk kedelai matang dan mentah dapat
memberikan keuntungan sebesar Rp 120,-.
64

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Terbatas pada ruang lingkup penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:

1. Aliran proses, Produksi akhir per proses pembuatan kerupuk kedelai: (1)
persiapan, (2) pengolahan, (3) pembungkusan, (4) perebusan, (5)
pendinginan,(6) pemotongan, (7) penjemuran, (8) penggorengan, (9)
pembungkusan. Waktu yang dibutuhkan dalam satu kali proses : 1.110
Menit, perkerjaan dan peroses yang membutuhkan waktu yang lebih lama
adalah pembungkusan karena membutuhkan waktu 480 menit dan perkerjaan
yang tidak membutuhkan waktu yang lama adalah proses pendinginan
membutuhkan waktu 30 Menit.

2. Struktur pembiayaan per satu kali proses produksi pada agroindustri


kelompok pengolahan hasil pertanian terdiri dari:
a) Total revenue produksi kerupuk kedelai matang sebesar Rp. 10.311.250,
total revenue produksi kerupuk kedelai mentah sebesar Rp. 4.974.750, dan
produksi kerupuk kedelai mentah dan matang sebesar Rp. 7.828.640.
b) Biaya produksi biaya bahan baku produksi kerupuk kedelai matang
Rp. 4.660.750, produksi kerupuk kedelai mentah Rp. 2.95.4875 dan
produksi kerupuk kedelai mentah dan matang Rp. 4.297.830.
c) Biaya produksi bahan penolong produksi kerupuk kedelai matang
Rp. 1.968.925, produksi bahan penolong kerupuk kedelai mentah Rp.
18.100, dan produksi bahan penolong kerupuk kedelai mentah dan matang
Rp. 1.585.625.
d) Biaya bahan pendukung produksi kerupuk kedelai matang Rp. 711.500,
bahan pendukung produksi kerupuk kedelai mentah Rp. 472.000 dan
bahan pendukung produksi kerupuk kedelai mentah dan matang Rp.
234.000.
65

e) Biaya tenaga kerja produksi kerupuk kedelai matang Rp. 1.031.125, biaya
tenaga kerja produksi tenaga kerja mentah Rp 462.248 dan biaya tenaga
kerja produksi kerupuk kedelai mentah dan matang Rp. 733.935.
f) Biaya depresiasi produksi kerupuk kedelai matang sebesar Rp. 58.716,67,
produksi kerupuk kedelai mentah sebesar Rp. 62.966,67, dan produksi
kerupuk kedelai mentah dan matang sebesar Rp. 154.533,33.
g) Total biaya produksi kerupuk kedelai matang Rp. Rp. 8.431.016,67,
produksi kerupuk kedelai mentah sebesar Rp. 3.970.189,17 dan produksi
kerupuk kedelai mentah dan matang sebesar Rp. 7.005.923,33.
h) Pendapatan kerupuk kedelai matang sebesar Rp. 1.880.233,33. Pendapatan
kerupuk kedelai mentah sebesar Rp. 1.004.560,21 dan pendapatan kerupuk
kedelai mentah dan matang sebesar Rp. 822.716,67.

3. Nilai tambah dari proses pengolahan bahan baku kedelai per bahan baku yang
diperoleh adalah : produksi kerupuk kedelai matang sebesar Rp. 5.760,84/kg
bb, produksi kerupuk kedelai mentah sebesar Rp. 4.612,62/kg bb dan produksi
kerupuk kedelai mentah dan matang sebesar Rp. 6.697,28/kg bb.

4. Kelayakan akan diketau layak atau tidak sebuah usaha atau perusahan,
kerupuk kedelai matang dengan hasil 1,22 >1, Kerupuk kedelai mentah
dengan hasil 1,25 >1, dan kerupuk kedelai mentah dan matang 1,12 >1 maka
usaha kerupuk kedelai layak di kerjaan karena >1.

V.2. Saran

Terbatas pada hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan, maka
dapat disarankan sebagai berikut:

1. Diharapkan bagi pengusaha agroindustri kerupuk kedelai melakukan proses


produksi yang lebih efisien agar menghasilkan nilai tambah dan keuntungan
yang lebih tinggi terutama berkaitan dengan penambahan bahan baku dan alat
yang lebih moderen.
66

2. Kepada pemerintah atau instansi terkait diharapkan agar memberi tambahan


pelatihan dan informasi yang lebih luas tentang pemasaran agroindustri
kerupuk kedelai.

3. Dipandang perlu untuk meningkatkan kerja sama dengan para pengusaha


kerupuk dan pedagang kedelai di wilayah Labuapi maupun Kota Mataram dan
di luar provinsi NTB.
67

DAFTAR PUSTAKA

Astuti E., 2009. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Berbasis Kedelai di Kota
Mataram. Universitas Mataram. Mataram.
Adrijal A., 2012. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Agroindustri Keripik
Nangka UD Lista Cakranegara Mataram. Universitas Mataram.
Mataram.
Badan Pusat Statistik. 2014. NTB. Produksi Dalam Angka, Lombok, Mataram.
Badan Pusat Statistik. 2014. NTB. Pengembngan Sektor Agroindustri Pertanian
Di Nusa Tenggara Barat. Mataram.
Murbyarto, 1987. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Nopriana D., 2011. Analisis Nilai Tambah agroindustri industri berbasis kedelai
di kota mataram. Universitas Mataram. Mataram
Purba, R., 1986. Manajemen Manunggal Bagi Wiraswasta. Pustaka Dian, Jakarta.
Rukmawan dan Yuyun, 1995. Kedelai budidaya dan pasca panen. Kanisiues,
Yogyakarta
Sabni B.S., 2011. Analisis kelayakan usaha dan pemasaran agroindustri telur
asin di kabupaten lombok barat. Universitas mataram. Mataram.
Suhendar, H., 2002. Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Industri
Kecil Tahu Sumedang (Studi Kasus di Bogor, Jawa Barat). Makalah
Penelitian Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas
Pertanian IPB. Bogor.
Said, G., 1999. Manajemen Agribisnis MMA. IPB.
Suproyo, 1979. Ciri-Ciri Pengertian Petani Kecil. Dalam Jurnal Agro Ekonomi.
Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Saragih, B. 2004. Pertanian Mandiri: Membangun Pertanian Perspektif
Agribisnis Penerbar Swadaya. Bogor.
Surakhmad, W. 1985. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik.
Tarsito. Bandung
Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2002-
2009. Badan Pertanian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Soedianto, 1993. Agribisnis seri IV. BPLP. Departemen Pertanian, Jakarta.
Soekartawi, 1986. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya.
Rajawali Pers. Jakarta.
Soekatawi, 1989. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian
CV, Rajawali Jakarta.
68

Soekartawi, 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Grafindo Per sada.
Jakarta.
Soekartawi, 2000. Pengantar Agroindustri . Rajawali Grafindo Per sada. Jakarta.
Soekatawi, 2011. Ilmu Usaha Tani dan Pengembangan Penelitian Untuk Petani
Kecil. Universitas Indonesia, Depok.
Sumarlin, 1993. Permodalan Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi
Rajawali Pers. Jakarta.
Supriyanti dan Herlina T., 2008. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Vol. 30. No. 4. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Bogor.
Tarigan, R., 2004. Ekonomi Regional. Bumi Aksara, Jakarta
Tarigan, H dan Ariningsih, E. 2007. Peluang dan Kendala Pengembangan
Agroindustri Sagu di Kabupaten Jayapura. Jayapura.
Yusuf M, 2004. Dasar-Dasar Agribisnis. Universitas Mataram Press, Mataram.

.
69

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai