BAB I. PENDAHULUAN
yang cukup memadai, baik di wilayah Kecamatan Labuapi maupun dari wilayah
lainnya di Kabupaten Lombok Barat (Tabel.1.1)
Tabel 1.1. Produksi Kedelai per Kecamatan di Kabupaten Lombok Barat, Tahun
2013.
Kecamatan Luas panen Area Rata-rata Produksi
No (ha) produksi (ton)
(ku/ha)
1. Sekotong 802 12,92 1.039
2. Lembar 278 13,67 380
3. Gerung 694 12,97 900
4. Labuapi 646 14,24 920
5. Kediri 491 13,48 662
6. Kuripan 251 14,70 369
7. Narmada - - -
8. Lingsar - - -
9. Gunung sari 283 14,10 399
10. Batu layar 198 13,70 261
Jumlah/Total 3.643 13,52 4.927
Sumber: BPS Lombok Barat, NTB, Tahun 2013.
Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa luas panen area untuk produksi per
Kecamatan Labuapi memiliki luas area panen sebesar 646 ha, selanjutnya
Kecamatan Sekotong dan Gerung yang masing-masing luas area lahan panen
sebesar 802 ha dan 694 ha. Dilihat dari rata-rata produksi Kecamatan Labuapi
sedikit lebih efektif dibandingkan Kecamatan Sekotong dan Kecamatan Gerung,
dengan rata-rata produksi sebesar 14,42 kw/ha dengan produksi sebesar 920 ton
pada tahun 2013. Potensi produksi kedelai dalam 5 tahun terakhir di Kecamatan
Labuapi pada tahun 2009 sampai 2013 disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Data Produksi Kedelai Pada 5 Tahun Terakhir per Kecamatan di
Kabupaten Lombok Barat, Tahun 2013.
Tahun Luas Panen Area Rata-rata Produksi Produksi (ton)
(ha) (ku/ha)
2013 3.643 13,52 4.927
2012 3.591 13.72 4.893
2011 3.643 13,52 4.927
2010 3.591 13,72 4.893
2009 3.947 13,46 5.265
Sumber: BPS Lombok Barat Dalam Angka NTB, Tahun 2013.
4
Sehubungan dengan biaya bahan baku yang dikeluarkan oleh pengusaha kerupuk
kedelai tergantung dari banyak sedikitnya produksi kerupuk kedelai. Jumlah
produksi yang dihasilkan bergantung pada pesanan atau kebutuhan konsumen.
Industri pengolahan yang mengubah bentuk primer menjadi produk baru
yang lebih tinggi nilai ekonomisnya dapat memberikan nilai tambah sehingga
terbentuk harga baru yang lebih tinggi dan keuntungannya lebih besar bila
dibandingkan dengan komoditas yang tanpa melalui proses pengolahan.
Agroindustri kerupuk kedelai yang berkembang di Labuapi adalah salah satu jenis
proses produksi yang mengubah bahan baku kedelai menjadi produksi baru
(kerupuk kedelai), yang umum dilakukan masyarakat secara turun menurun
dengan teknologi relative sederhana. Sekalipun demikian tranfomasi bahan baku
kedelai menjadi kerupuk kedelai tentu harus dapat menghasilkan nilai tambah.
Oleh karena itu, pelaku agroindustri harus benar-benar memperhitungkan nilai
tambah yang dapat dihasilkan di atas biaya bahan baku, bahan penolong, dan
biaya bahan lainnya yang digunakan proses produksi permasalahannya, apakah
kerupuk kedelai di wilayah Kecamatan Labuapi dengan teknologi relative
sederhana tersebut dapat memberikan nilai tambah proses produksi? Berapakah
omzet produksi yang dapat dihasilkan dalam sekali proses produksi termasuk
biaya-biaya yang dikeluarkan? Berapakah pendapatan yang diperoleh nilai dalam
sekali proses produksi? Berapakah nilai tambah yang dapat dihasilkan dalam
proses tranformasi bahan baku kedelai menjadi kerupuk kedelai? Apakah usaha
agroindustri tersebut layak secara finansial?
Lombok Barat?; (2) Apa saja unsur-unsur penyusun biaya (struktur biaya) pada
agroindustri kerupuk kedelai di Desa Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten
Lombok Barat?; (3) Berapa besar nilai tambah dan pendaptan dari agroindustri
kerupuk kedelai di Desa Telagawaru Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok
Barat?; (4) Apakah usaha agroindustri kerupuk kedelai di Desa Telagawaru
Kecamatan Labuapi Kabupaten Lombok Barat sudah layak atau belum?
1.3.1. Tujuan
terdiri dari 7 kabupaten dan 2 kota. Kabupaten Lombok barat merupakan salah
satu kabupaten yang memiliki sentral agroindutri terbesar di pulau Lombok, mulai
dari industri besar, industri sedang, industri kecil hingga industri rumah tangga
(BPS) usaha telur asin merupakan salah satu bentuk sentra agroindustri persekala
rumah tangga yang mengolah telur intik menjadi telur asin pengolahan ini di
lakukan mengingat telur merupakan salah satu dari produk pertanian yang
memiliki sifat: mudah rusak, volume banyak sedangkan nilai sedikit, dan
musiman. Keuntungan usaha ini hanya diukur berdasarkan asumsi-asumsi kasar
yng tidak bias dibuktikan secara kuantitatif. Selain itu tenaga kerja dalam
keluarga, penyusutan alat dan jumlah modal yang di tanamkan tidak di hitung.
Sementara, untuk menuju suatu usaha yang moderen segala input yang digunakan
harus dihitung sebagai biaya. Kondisi tersebut harus disadari oleh setiap
pengusaha terutama pengusaha agroindustri telur asin, sehingga bias diketahui dan
di buktikan secara kuantitatif bahwa usaha tersebut memperoleh keuntungan yang
maksimal dan layak untuk terus di usahakan.
Menurut Astuti, E (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Nilai Tambah Agroindustri Berbasis Kedelai di Kota Mataram, menyimpulkan
bahwa Kota Mataram merupakan salah satu sentra agroindustri yang cukup
banyak mengolah produk berbasis kedelai. Pengolahan kedelai ini dapat dibuat
menjadi beberapa produk olahan seperti: Tahu, Tempe, Susu kedelai dan Kopi
kedelai. Prospek industri kecil di Kota Mataram sangat baik dilihat dari kondisi
dan potensi industri yang ada. Maka kebijakan industri sebaiknya diarahkan dan
ditujukan pada pengembangan sentra-sentra industri kecil yang mempunyai
prospek yang baik dalam aspek pemasaran, peningkatan produksi secara kualitas
dan kuantitas serta peningkatan nilai tambah dan peningkatan pendapatan. Dari
hasil penelitian menunjukan bahwa: Rata-rata nilai tambah empat jenis produk
agroindustri berbasis kedelai di Kota Mataram dalam setiap 1 kg kedelai yang
paling tinggi adalah; (1) Susu kedelai sebesar Rp. 20.229,-; (2) Kopi kedelai
sebesar Rp. 10.408,-; (3) Tempe sebesar Rp. 1.911,- dan (4) Tahu sebesar
Rp. 736,-.
9
diperhatikan adalah harga produk yang lebih terjangkau, lokasi dekat dengan
konsumen, tempat berbelanja yang nyaman dan penyajiannya yang baik.
Agroindustri merupakan kegiatan dengan ciri-ciri; meningkatkan nilai
tambah, menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau
dimakan, meningkatkan daya simpan, dan menambah pendapatan dan keuntungan
produsen. Sifat kegiatannya mampu menciptakan lapangan pekerjaan,
memperbaiki pemerataan pendapatan dan mempunyai kapasitas yang cukup besar
untuk menarik pembangunan sektor pertanian. (Tarigan, 2007).
Agroindustri menurut Soekartawi (1991) adalah pengolahan hasil
pertanian sehingga agroindustri merupakan bagian dari 6 (enam) subsistem yang
disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan;
usahatani; pengolahan hasil (agroindustri); pemasaran; sarana dan pembinaan
Menurut Soedianto (1993) agroindustri merupakan aktivitas pengolahan
hasil pertanian yang menyangkut seluruh kegiatan mulai dari penanganan pasca
panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud
memberikan nilai tambah dari produk primer tersebut. Pada agroindustri terutama
pengolahan komoditas pertanian yang bertujuan untuk:
a. Dapat membuat komoditi pertanian menjadi lebih mudah untuk dikonsumsi.
b. Komoditi pertanian yang lebih bermanfaat (gizi, rasa, protein).
c. Dapat meningkatkan daya tahan dalam penyimpanan.
d. Agar lebih mudah untuk ditransportasikan.
e. Untuk dapat meningkatkan keterampilan dan pendapatan.
Sementara itu, ahli yang lain (Soeharjo, 1991, Soekartawi, 1992, 1992,
dan badan Agribisnis DEPTAN, 1995) dalam Soekartawi (1996) menyebutkan
bahwa, agroindustri adalah pengolahanan hasil pertanian dan arena itu
agroindustri merupakan bagian dari enam sub-sistem agribisnis yang disepakati
selama ini yaitu, sub-sistem penyedian sarana produksi dan perlaratan, usaha tani,
pengolahan hasil agroindustri, permasaran, sarana dan pembinaan.
Kegiatan agroindustri memiliki peranan yang cukup besar dalam
memberikan sumbangan kepada perekonomian nasional yang diwujudkan dalam
bentuk, antara lain (Sumarlin,1993):
11
2.1.3. Kedelai
mencapai 40.103 ton dan persediaan produksi dalam negeri hanya 59 ton,
sehingga harus mengimpor 40.071 ton.
Di Indonesia kedelai merupakan bahan baku utama industri pengolahan
pangan seperti tahu, tempe, kecap, kerupuk kedelai dan lain-lain. Konsumsi bahan
pangan yang berasal dari kacang-kacangan khususnya kedelai bagi masyarakat
indonesia pada masa mendatang diperkirakan naik terus. (Rukmana, Rhaman dan
Yuyun Yuniarsih, 1995)
Berikut ini beberapa contoh tahapan dalam pengolahan kedelai menjadi
produk yang siap dikonsumsi seperti kerupuk kedelai:
1) Proses Persiapan Bahan
Proses pembuatan kerupuk kedelai dimulai dengan penyiapan bahan (kedelai).
Kerupuk kedelai menggunakan sistem cair, menggunakan bahan tepung,
tapioka, terigu dan tepung ketan yang dicampur dengan bahan utama yakini
kedelai dan bumbu dalam bentuk cair dimasukan kedalam cetakan dan yang
kemudian dilanjukan dengan pengukusan. Perbandingan tepung kanji, terigu
50:50 untuk 1kg total tepung : 1 liter air : 100 gr kedelai. Bahan dan contoh
pembuatan kerupuk kedelai.
Bahan bahan :
a. Tepung terigu.
b. Tepung kanji.
c. Cabai.
d. Kedelai.
e. Bawang putih.
f. Soda kue Pewarna kuning untuk tempe secukupnya.
2) Proses pembuatan.
a. Rendam kedelai selama 8 jam terus kukus sampai masak. Belah kedelai
menjadi dua (masukkan kantong kain dan tekan sampai kedelai
terbelah)pisahkan kulitnya.
13
b. Campur bahan di bak, tepung, bumbu, air. Aduk sampai betul. Saring
cairan adonan dengan kasa plastik. Campur kedelai dan aduk sampai rata.
Cetak adonan pada loyang.
c. kukus sampai masak, jangan terlalu masak atau terlalu matang.
d. Iris sesuai selera ± 0.5 cm.
e. Jemur sampai kering.
f. Simpan atau dilanjutkan proses selanjutnya.
TC = TFC + TVC
Keterangan :
Keterangan :
NT = Na – (Nb + Ni)
Keterangan : NT = Nilai tambah
Na = Nilai akhir
Nb = Nilai bahan baku
Ni = Nilai bahan penolong dan input lain
Na = X H Bb Hp
Keterangan: Na = Nilai akhir
Hp = Hasil produksi
Bb = Bahan baku
H = Harga produk
Dari perhitungan nilai tambah ini dapat diketahui besarnya imbalan yang
diterima oleh pengusaha dan tenaga kerja. Analisis nilai tambah juga berguna
untuk mengetahui berapa tambahan nilai yang terdapat pada suatu output yang
15
Kelayakan usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang
dapat diperoleh dalam melasanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis kelayakan
usaha digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah
menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam
penelitian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang dilaksanakan
dapat memberikan manfaat dalam arti finansial.
Kelayakan usaha kerupuk kedelai dianalisa dengan menggunakan analisa
Revenue Cost Ratio (R/C ratio) yaitu perbandingan antara total penerimaan (TR)
dengan total biaya (TC). Untuk menghitung kelayakan usaha kerupuk kedelai
dihitung dengan menggunakan rumus analisis Revenue Cost ratio (R/C Ratio)
sebagai berikut :
Total Penerimaan
R/C ratio=
Total Biaya
Adapun kriteria suatu usaha dapat dikatakan layak atau tidak layak, bila
memenuhi syarat sebagai berikut : bila R/C ratio ≥ 1 maka usaha layak dikerjakan
dan bila R/C ratio < 1, maka usaha tidak layak dikerjakan.
Hasil produksi yang melimpah dan mudah rusak yang melekat pada
komoditas pertanian cenderung mengakibatkan penurunan harga produksi. Untuk
mengantisipasinya hal tersebut perlu dilakukan pengolahan hasil pertanian. Salah
satu bentuk olahan produk pertanian ini adalah melalui agroindustri kerupuk
kedelai.
Agroindustri pengolahan kerupuk kedelai merupakan salah satu jenis
agroindustri dengan memanfaatkan terigu sebagai bahan baku utama dan kedelai
sebagai bahan baku penolong dimana bahan tersebut akan diolah sesuai dengan
kebutuhan untuk dijual secara komersial.
17
Biaya-biaya produksi:
Bahan baku
Bahan penolong Proses pengolahan
Upah tenaga kerja
Penyusutan
Harga Jual
Pendapatan Usaha
Kelayakan
Usaha Nilai Tambah
Keputusan Usaha
1) Bahan baku kerupuk kedelai merupakan semua bahan yang digunakan untuk
membuat kerupuk kedelai, yang terdiri dari bahan baku kedelai, bahan
penolong, dan bahan lainnya.
19
11) Harga jual dimaksud adalah harga hasil olahan kerupuk kedelai pada tingkat
produsen dan lembaga pemasaran yang melaksanakan kegiatan penjualan
hasil olahan kerupuk kedelai.
12) Penerimaan yang dimaksud adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual.
13) Pendapatan yang dimaksud adalah besarnya total pendapatan yang diperoleh
dari nilai produksi usaha agroindustri kerupuk kedelai dikurangi dengan biaya
produksi.
14) Kelayakan usaha yang dimaksud adalah menghitung nilai R/C-ratio, untuk
melihat apakah usaha tersebut layak atau tidak secara finansial.
21
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah semua pemilik usaha
agroindustri kerupuk kedelai di Kelurahan Telagawaru Kecamatan Labuapi
Kabupaten Lombok Barat sebanyak 15 pengusaha agroindustri kerupuk kedelai.
1. Data Primerr
Data Primer adalah data yang dikumpulkan dan diperolah langsung dari
produsen kerupuk kedelai dan pihak-pihak yang terkait dengan menggunakan
daftar pertanyaan yang sudah diperiapkan sebelumnya.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari instansi yang terkait ( BPS, Dinas Pertanian,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta instansi terkait lainnya) dari
berbagai media cetak dan media online selain dari berbagai buku dan literatur
yang berkaitan dengan penelitian ini.
Dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik atau cara yang
dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga
dapat diperlihatkan penggunaannya melalui, wawancara, observasi, tes atau
dekoumentasi. Pengamatan data yang dilakukan terdiri dari metode wawacara dan
observasi.
1. Metode wawancara, yaitu metode pengambilan data dengan wawancara
secara luas dan mendalam dengan responden sampel dengan menggunakan
daftar pertanyan (kuesioner) yang telah dipersiapkan
23
1. Biaya produksi yaitu seluruh biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi
yang meliputi:
a. Biaya tetap yaitu biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi kerupuk
kedelai yang tidak habis dalam satu kali proses produksi seperti biaya
penyusutan peralatan dan bunga modal yang dinyatakan dalam satuan
rupiah (Rp).
b. Biaya variabel yaitu biaya yang dikeluarkan yang habis dalam satu kali
proses produksi atau biaya yang dikeluarkan secara rutin selama proses
produksi yang meliputi bahan baku dari kerupuk kedelai, bahan penolong
dan upah tenaga kerja yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
2. Produksi adalah jumlah produk kerupuk kedelai, yang dihasilkan dalam satu
kali proses produksi yang diukur dalam satuan kilogram (kg).
3. Penerimaan adalah jumlah produk yang dihasilkan dikalikan dengan harga
dari produk tersebut yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
4. Nilai tambah merupakan nilai produksi dikurangi bahan baku dan sumbangan
bahan input lain yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
5. Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
6. Pemasaran adalah kegiatan memperlancar perpindahan barang yaitu produk
kerupuk kedelai, dari produsen ke konsumen.
7. Harga jual hasil olahan kedelai adalah harga hasil olahan kerupuk kedelai
pada tingkat produsen dan lembaga pemasaran yang melaksanakan kegiatan
penjualan hasil olahan kedelai yang dinyatakan dalam Rp/kg.
8. Hasil analisis kelayakan usaha digunakan sebagai pertimbangan dalam
mengambil keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan
usaha.
24
2. Untuk menghitung biaya total dalam struktur biaya produksi digunakan rumus
sebagai berikut:
Rumus : TC = TFC + TVC
Keterangan :
TC = Biaya total (Rp)
TFC = Biaya tetap (Rp)
TVC= Biaya variabel (Rp)
Tabel 4.1. Luas Wilayah di Kabupaten Lombok Barat Dirinci per Kecamatan,
Tahun 2014.
No Kecamatan Luas Wlayah (Km2) Persentase (%)
1 Sekotong 529,38 50,23
2 Lembar 62,66 5,95
3 Gerung 62,30 5,91
4 Labuapi* 28,33 2,69
5 Kediri 21,64 2,05
6 Kuripan 21,56 2,05
7 Narmada 107,62 10,21
8 Lingsar 96,58 9,16
9 Gunungsari 89,74 8,51
10 Batu Layar 34,11 3,24
Jumlah 1.053,92 100,00
Sumber: BPS Provinsi NTB, Lombok Barat Dalam Angka, Tahun 2014.
1 hari. Untuk lama penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus
sebesar 91% dan terendah terjadi pada bulan Desember sebesar 46%.
Dikarenkan iklim dan cuaca yang mendukung untuk memproduksi
kerupuk kedelai pada saat penelitian dan berdasarkan responden dan fakta tahun
2015, tidak terdapat kendara.
Tabel 4.2. Luas Lahan, Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten
Lombok Barat Dirinci per Kecamatan Tahun 2014.
Luas Jumlah Kepadatan
Laki2 Perempuan
No Desa Wilayah Penduduk Penduduk
(jiwa) (jiwa)
(km2) (jiwa) (jiwa/km2)
1 Sekotong 529,38 30.069 30.354 60.423 114
2 Lembar 62,66 23.375 24.418 47.793 763
3 Gerung 62,30 37.880 42.129 80.009 1.284
4 Labuapi* 28,33 31.824 33.547 65.371 2.307
5 Kediri 21,64 28.429 29.825 58.254 2.692
6 Kuripan 21,56 18.007 18.580 36.587 1.697
7 Narmada 107,62 45.999 48.588 94.587 879
8 Lingsar 96,58 33.323 34.912 68.235 707
9 Gunungsari 89,74 41.820 42.707 84.527 942
10 Batu layar 34,11 24.368 24.432 48.800 1.432
Jumlah 1.053,92 315.094 329.492 644.586 612
Sumber: BPS Provinsi NTB, Lombok Barat Dalam Angka Tahun 2014
Tabel 4.4. Jumlah dan Jenis Alat Transportasi di Kabupaten Lombok Barat, Tahun
2014.
No Jenis Transportasi Jumlah (unit) Persentase (%)
1. Bus 20 0,26
2. Mini Bus 66 0,87
3. Truk 91 1,19
4. Pickup 86 1,12
5 Cidomo 221 2,89
6. Sepeda 2.545 33,23
7. Sepeda Motor 4.658 60,44
Jumlah 7.658 100,00
Sumber: BPS Provinsi NTB, Lombok Barat Dalam Angka, Tahun 2014
Dari Tabel 4.4. dapat dilihat bahwa jenis transportasi sepeda motor
merupakan alat transportasi terbanyak yang dimilki oleh penduduk di Kabupaten
Lombok Barat sebesar 60,44% atau 4.658 unit. Jenis transportasi sepeda motor
bagi pengusaha kerupuk kedelai di Kabupaten Lombok Barat digunakan sebagai
alat transportasi ke kebun dan membawa hasil kerupuk kedelai ke pasar.
Selain sarana transportasi, dalam memperlancar dan mengembangkan
perekonomian di Kabupaten Lombok Barat harus didukung dengan tersedianya
32
sarana perekonomian yang memadai seperti pasar, koperasi, bank dan jenis sarana
lainnya. Untuk lebih jelasnya sarana perekonomian disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Jenis dan Jumlah Sarana Perekonomian di Kabupaten Lombok Barat,
Tahun 2014.
No Jenis Sarana perekonomian Jumlah (unit)
1. Toko/Warung/Kios 549
2 Bank Umum 3
3. BPR 9
4. KUD 4
5. Koperasi Non KUD 15
6. Pasar 10
7. Toserba 1
8. Rumah Makan/Restoran 100
9. Hotel 15
Sumber : BPS Provinsi NTB, Lombok Barat Dalam Angka, Tahun 2014
Umur sangat berkaitan erat dengan produktifitas yaitu tenaga kerja, serta
pola pikir dalam mengambil berbagai keputusan yang ada. Semakin tinggi umur
seseorang maka pola pikirnya akan semakin luas. Menurut Simanjuntak (1985),
golongan usia produktif berkisar antara 15-64 tahun.
34
Dari Tabel 4.6., tampak bahwa umur responden yaitu pada kisaran umur
15-64 tahun, sebanyak 14 orang atau sebesar 100,00% dan 0,00% umur
responden > 61 tahun tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa anggota kelompok
tersebut mempunyai kemampuan untuk berkerja secara fisik dan mental dalam
melakukan kegiatan usaha untuk memperoleh produksi yang maksimal hingga
memasarkan hasil produksi kerupuk kedelai.
1) Pisau pengiris, digunakan untuk mengupas atau mengiris bahan baku dan
bahan penolong.
2) Panci, digunakan untuk merebus dan mengukus bahan baku.
3) Wajan, digunakan untuk menggoreng kerupuk kedelai.
4) Kelabang yang terbuat dari bambu digunakan untuk proses penjemuran
kerupuk kedelai.
5) Bak/ember digunakan sebagai tempat percampur adonan.
6) Kompor gas sebagai pemanas dalam melakukan proses perebusan,
pengukusan dan penggorengan dari produk kerupuk kedelai.
7) Loyang digunakan untuk wadah.
8) Alat pemotong digunakan sebagai pengiris adonan yang sudah dikukus.
Persiapan
Waktu: 60 menit
Penggorengan Pembungkusan
1) Persiapan Peralatan
2) Pengolahan
3) Pembungkusan
4) Perebusan
5) Pendinginan
6) Pemotongan
7) Penjemuran
8) Penggorengan
9) Pembungkusan
biaya yang dikeluarkan. Semakin tinggi harga dan semakin rendahnya baiya yang
dikeluarkan, semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh pengusaha.
Analisis pendapatan pada agroindustri pengolahan hasil pertanian di
Kecamatan Labuapi dimaksudkan adalah pada agroindustri kerupuk kedelai.
Untuk menghitung pendapatan, pada proses produksi kerupuk kedelai, akan
dibahas tentang unsur-unsur penyusun pendapatan itu sendiri, yaitu mencakup
biaya produksi dan penerimaan serta pendapatan. Dalam penelitian ini, terdapat
6 orang responden (40%) yang hanya memproduksi kerupuk matang; 4 orang
responden (26,67%) menjual dalam bentuk mentah saja; dan 5 orang responden
(33,33%) menjual dalam bentuk matang dan mentah. Berkaitan dengan hal
tersebut, peneliti mendeskripsikan pembahasan analisis pendapatan ke dalam
3 (tiga) kelompok berdasarkan bentuk penjualan sebagaimana telah diuraikan di
atas. Ketiga kelompok responden tersebut adalah: (1) Responden yang hanya
memperoduksi kerupuk kedelai matang: (2) Responden yang hanya menjual
kerupuk kedelai mentah: dan (3) Responden yang memproduksi kerupuk kedelai
matang dan mentah.
Biaya produksi terdiri dari biaya veriabel dan biaya tetap, dimana biaya
variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya pendukung
dan biaya tenaga kerja, sedangkan biaya tetap meliputi biaya penyusutan alat.
Berdasarkan Tabel 4.7., total biaya produksi untuk kerupuk kedelai matang yaitu;
sebesar Rp.1.405.169,44/proses. Biaya produksi tersebut mencakup biaya-biaya
seperti biaya bahan baku, bahan penolong, bahan pendukung, tenaga kerja dan
penyusutan peralatan.
41
Tabel 4.7. Struktur Biaya dan Pendapatan Agroindustri Kerupuk Kedelai Matang
di Kecamatan Labuapi, Tahun 2015,
Jumlah Fisik dan Nilai
Satuan per Proses Produksi per Bulan
No. Uraian
Fisik Jumlah Jumlah
Nilai (Rp.) Nilai (Rp.)
Fisik Fisik
1 Produksi/Penerimaan kg 51,56 1718541,67 515,56 17185416,67
2 Komponen Biaya
a. Bahan Baku Utama
(1) Kedele kg 17,50 175000,00 175,00 1750000,00
(2) Tepung Terigu kg 58,33 466666,67 583,33 4666666,67
(3) Tepung Kanji kg 4,38 30625,00 43,75 306250,00
(4) Bawang Putih kg 4,38 96250,00 43,75 962500,00
(5) Garam kg 0,88 437,50 8,75 4375,00
(6) Penyedap Rasa kg 0,03 1250,00 0,31 12500,00
(7) Soda Kue kg 0,44 6562,50 4,38 65625,00
b. Bahan Penolong :
(1) Cabe kg 0,13 3104,17 1,25 31041,67
(2) Pewarna Makanan gr 0,02 50,00 0,17 500,00
(3) Minyak Goreng kg 32,50 325000,00 325,00 3250000,00
c. Bahan Pendukung :
(1) Plastik Besar pack 2,17 65000,00 21,67 650000,00
(2) Plastik Kecil pack 1,33 2666,67 13,33 26666,67
(3) Sekam krg 0,00 0,00 0,00 0,00
(4) Lambang Produk (Cap) lmbr 58,33 11666,67 583,33 116666,67
(5) Gas (3 kg) kg 0,67 12000,00 6,67 120000,00
(6) Kayu Bakar ikat 2,33 27250,00 23,33 272500,00
3 Tenaga Kerja:
(1) TK Dalam Keluarga HKO 2,20 115026,61 21,95 1150266,07
(2) TK Luar Keluarga HKO 0,98 56827,56 9,76 568275,59
4 Biaya Penyusutan Alat Rp. 9786,11 97861,11
5 Total Biaya Produksi Rp. 1405169,44 14051694,44
6 Pendapatan Rp. 313372,22 3133722,22
7 R/C-ratio 1,22 1,22
Sumber: Data Primer diolah
produsen pada berbagai proses produk. Tebel 4.7., menunjukan untuk jumlah dan
biaya tenaga kerja yang dikeluarkan produk kerupuk kedelai mantang, masing-
masing menggunakan 2 HKO dan biaya-biaya yang dikeluarkan kerupuk kedelai
matang tenaga kerja dalam Rp. 115.026,61 per proses dan biaya-biaya yang
dikeluarkan di luar keluarga dengan nilai Rp. 56.827,56 per proses.
Produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah produk dari
hasil proses produksi yang dinyatakan dalam satuan kilogram (kg). Nilai produksi
merupakan hasil kali antara jumlah produksi dengan harga produksi dari tiga
macam produk. Pemerimaan yang dimaksud yaitu pendapatan kotor dari suatu
produk atau selisih antara nilai produksi dengan biaya produksi.
Biaya produksi terdiri dari biaya veriabel dan biaya tetap, dimana biaya
variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya pendukung
dan biaya tenaga kerja, sedangkan biaya tetap meliputi biaya penyusutan alat.
Berdasarkan Tabel 4.8., total biaya yang di keluarkan setiap sekali produksi untuk
kerupuk kedelai mentah yaitu; sebesar Rp.992.547,29/proses. Biaya produksi
tersebut mencakup semua biaya-biaya contoh; biaya bahan baku, bahan penolong,
bahan pendukung, tenaga kerja dan penyusutan peralatan.
Tabel 4.8. Struktur Biaya dan Pendapatan Agroindustri Kerupuk Kedelai Mentah
di Kecamatan Labuapi, Tahun 2015,
Jumlah Fisik dan Nilai
Satuan per Proses Produksi per Bulan
Uraian
Fisik Jumlah Jumlah
Nilai (Rp,) Nilai (Rp,)
Fisik Fisik
Produksi/Penerimaan Kg 62,18 1.243.687,50 621,84 12.436.875,00
Komponen Biaya
a, Bahan Baku Utama
(1) Kedele kg 16,88 1.68750,00 168,75 1687500,00
(2) Tepung Terigu kg 56,25 437500,00 562,50 4375000,00
(3) Tepung Kanji kg 4,22 29531,25 42,19 295312,50
(4) Bawang Putih kg 4,22 92812,50 42,19 928125,00
(5) Garam kg 0,84 421,88 8,44 4218,75
(6) Penyedap Rasa kg 0,08 3375,00 0,84 33750,00
(7) Soda Kue kg 0,42 6328,13 4,22 63281,25
b, Bahan Penolong :
(1) Cabe kg 0,13 4375,00 1,25 43750,00
(2) Pewarna Makanan gr 0,05 150,00 0,50 1500,00
(3) Minyak Goreng kg 0,00 0,00 0,00 0,00
c, Bahan Pendukung :
(1) Plastik Besar pack 2,25 67500,00 22,50 675000,00
(2) Plastik Kecil pack 1,75 3500,00 17,50 35000,00
(3) Sekam krg 0,00 0,00 0,00 0,00
(4) Lambang Produk (Cap) lmbr 37,50 7500,00 375,00 75000,00
(5) Gas (3 kg) kg 0,50 9000,00 5,00 90000,00
(6) Kayu Bakar ikat 2,75 30500,00 27,50 305000,00
Tenaga Kerja:
(1) TK Dalam Keluarga HKO 2,28 62490,59 22,82 624905,95
(2) TK Luar Keluarga HKO 2,08 53071,28 20,82 530712.80
Biaya Penyusutan Alat Rp, 15741,67 157416,67
Total Biaya Produksi Rp, 992.547,29 9925472,92
Pendapatan Rp, 251140,21 2511402,08
R/C-ratio 1,25 1,25
Sumber: Data Primer Diolah
meskipun bahan-bahan pendukung ini tidak gunakan, produk masih bisa jadi
sesuai harapan.Bahan pendukung yang dimaksud pada agroindustri kerupuk
kedelai pengolahan hasil pertanian ini yaitu plastik besar dan kecil yang
digunakan dalam pembukusan kerupuk kedelai yang sudah matang atau mentah,
lambang produk (cap) digunakan sebagai identitas produk sebagai pembeda
dengan produk perusahan lain dan gas ukuran tabung 3 kg, sekam dan kayu bakar
sebagai bahan bakar. Dalam Tabel 4.8., pada kerupuk kedelai mentah
menunjukkan penggunaan plastik besar sebanyak 2,25 pack/proses dengan nilai
Rp. 67.500,00. Plastik kecil yang membutuhkan 1,75 pack/proses dengan nilai
Rp. 3.500,00 kemudian untuk lambang produk (cap) digunakan 37,50
lembar/proses dengan nilai Rp. 7.500,00/lembar, dan penggunan bahan bakar
pada kerupuk kedelai matang seperti gas 3 kg sebanyak 0,50 kg/proses dengan
harga Rp 9.000,00/tabung dan penggunaan kayu bakar sebanyak untuk kerupuk
kedelai mentah,2,75 ikat/proses dengan harga Rp 30.500,00/ikat.
Analisis rata-rata biaya dan pendapatan untuk kerupuk kedelai matang dan
mentah pada agroindustri pengolahan hasil pertanian di Kecamatan Labuapi
disajikan pada Tabel 4.9.
Biaya produksi terdiri dari biaya veriabel dan biaya tetap, dimana biaya
variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya pendukung
dan biaya tenaga kerja, sedangkan biaya tetap meliputi biaya penyusutan alat.
Berdasarkan Tabel 4.9., total biaya produksi untuk kerupuk kedelai matang dan
mentah yaitu; sebesar Rp.1.401.184,67/proses. Biaya produksi tersebut mencakup
biaya-biaya seperti biaya bahan baku, bahan penolong, bahan pendukung, tenaga
kerja dan penyusutan peralatan.
yang digunakan sebanyak 19,20 kg/proses produksi dan nilai rata-rata bahan baku
per proses produksi berjumlah Rp. 192.000,00/proses,
Tabel 4.9. Analisis Biaya dan Pendapatan Agroindustri Kerupuk Kedelai Matang
dan Mentah di Kecamatan Labuapi, Tahun 2015,
Jumlah Fisik dan Nilai
Satuan per Proses Produksi per Bulan
No, Uraian
Fisik Jumlah Jumlah
Nilai (Rp,) Nilai (Rp,)
Fisik Fisik
3914,3
1 Produksi/Penerimaan Kg 391,432 1565.728,00 2 15657280,00
(1) Kerupuk Matang Kg 11,74 391432,00 117,43 3914320,00
(2) Kerupuk Mentah Kg 58,71 1174296,00 587,15 11742960,00
2 Komponen Biaya
a, Bahan Baku Utama
(1) Kedele Kg 19,20 192000,00 192,00 1920000,00
(2) Tepung Terigu Kg 67,00 510000,00 670,00 5100000,00
(3) Tepung Kanji Kg 5,03 35175,00 50,25 351750,00
(4) Bawang Putih Kg 5,03 110550,00 50,25 1105500,00
(5) Garam Kg 1,01 283,50 10,05 2835,00
(6) Penyedap Rasa Kg 0,10 4020,00 1,01 40200,00
(7) Soda Kue Kg 0,50 7537,50 5,03 75375,00
b, Bahan Penolong :
(1) Cabe Kg 0,25 1125,00 2,50 11250,00
(2) Pewarna Makanan Gr 0,00 0,00 0,00 0,00
(3) Minyak Goreng Kg 31,60 316000,00 316,00 3160000,00
c, Bahan Pendukung :
(1) Plastik Besar Pack 0,52 15600,00 5,20 156000,00
(2) Plastik Kecil Pack 5,60 8400,00 56,00 84000,00
(3) Sekam Krg 2,40 12000,00 24,00 120000,00
(4) Lambang Produk (Cap) Lmbr 0,00 0,00 0,00 0,00
(5) Gas (3 kg) Kg 0,20 3600,00 2,00 36000,00
(6) Kayu Bakar Ikat 0,60 7200,00 6,00 72000,00
3 Tenaga Kerja:
(1) TK Dalam Keluarga HKO 1,21 29058,52 12,11 290585,20
(2) TK Luar Keluarga HKO 9,40 117728,48 93.97 1177284,80
4 Biaya Penyusutan Alat Rp, 30906,67 309066,67
5 Total Biaya Produksi Rp, 1401184,67 14011846,67
6 Pendapatan Rp, 164543,33 1645433,33
49
produsen pada berbagai proses produk. Tebel 4.9., menunjukan untuk jumlah dan
biaya tenaga kerja yang dikeluarkan produk kerupuk kedelai mantang dan mentah,
masing-masing menggunakan 2 HKO dan biaya-biaya yang di keluarkan kerupuk
kedelai matang dan mentah tenaga kerja dalam Rp. 29.059,00 per proses dan
biaya-biaya yang dikeluarkan di luar keluarga dengan nilai Rp. 117.728,00 per
proses.
Dalam penelitian ini besarnya tambahan nilai (manfaat) yang diperoleh sebagai
akibat dari penggunaan sejumlah biaya dalam proses pengolahan kerupuk kedelai.
Analisis nilai tambah pada agroindustri kerupuk kedelai di Kecamatan Labuapi
dalam penelitian ini juga akan dibahas berdasarkan bentuk produk yang dijual,
yaitu: kerupuk kedelai matang; kerupuk kedelai mentah; dan kombinasi keduanya.
Hasil analisis nilai tambah untuk jenis produk kerupuk kedelai matang
disajikan pada Tabel 4.10.
Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.10.) mencakup: Harga bahan
baku utama; Sumbangan input lain; Sumbangan bahan penolong dan bahan
pendukung; Nilai produksi; Nilai tambah; Rasio nilai tambah; Imbalan tenaga
kerja; Rasio bagian tenaga kerja; Keuntungan dan Tingkat keuntungan. Nilai-nilai
setiap items pada variabel ini diperhitungkan untuk setiap kilogram bahan baku.
Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.10.) mencakup: balas jasa atas
penggunaan bahan baku utama; pendapatan tenaga kerja; dan sumbangan input
lain (balas jasa bahan penolong dan bahan pendukung); serta keuntungan kegiatan
produksi. Nilai-nilai setiap items pada variabel ini diperhitungkan dalam persen.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.10.) diketahui dari keseluruhan
proses produksi untuk produk kerupuk kedelai matang yang menghasilkan nilai
produksi sebesar Rp 20.000,00/kg bb, kontribusi atau balas jasa bahan baku
utama sebesar 45,20%, tenaga kerja sebesar 10% dan sumbangan input lain
(bahan penolong dan bahan pendukung) sebesar 26%. Dengan demikian, tingkat
keuntungan kegiatan produksi pada jenis produk kerupuk kedelai antara sebesar
18,80% atau rata-rata sebesar Rp 3.761,00/kg bb.
Dari hasil analisis nilai tambah untuk kerupuk kedelai mentah (Tabel
4.11.), terdapat beberapa variabel yang dapat diuraikan, meliputi: (1) Input,
Output dan Harga; (2) Penerimaan dan Keuntungan; dan (3) Balas Jasa Pemilik
Faktor-faktor Produksi (Tabel 4.11.
55
Hasil analisis nilai tambah untuk jenis produk kerupuk kedelai mentah
disajikan pada Tabel 4.11.
Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.11.) mencakup: Harga bahan
baku utama; Sumbangan input lain; Sumbangan bahan penolong dan bahan
pendukung; Nilai produksi; Nilai tambah; Rasio nilai tambah; Imbalan tenaga
57
kerja; Rasio bagian tenaga kerja; Keuntungan dan Tingkat keuntungan. Nilai-nilai
setiap items pada variabel ini diperhitungkan untuk setiap kilogram bahan baku.
rasio bagian tenaga kerja sebesar 34,72%). Oleh karena itu, keuntungan yang
diperoleh adalah sebesar Rp 3.761,00/kg bb, yaitu: nilai tambah dikurangin
imbalan tenaga kerja Rp5.761,00/kg bb-Rp 2.000,00/kg bb). Jadi, tingkat
keuntungan yang diperoleh pada produk kerupuk kedelai mentah adalah sebesar
18,80% dari nilai produksi Rp 20.000,00/kg bb.
Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.11.) mencakup: balas jasa atas
penggunaan bahan baku utama; pendapatan tenaga kerja; dan sumbangan input
lain (balas jasa bahan penolong dan bahan pendukung); serta keuntungan kegiatan
produksi. Nilai-nilai setiap items pada variabel ini diperhitungkan dalam persen.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.11.) diketahui dari keseluruhan
proses produksi untuk produk kerupuk kedelai mentah yang menghasilkan nilai
produksi sebesar Rp 20.000,00/kg bb, kontribusi atau balas jasa bahan baku
utama sebesar 45,20%, tenaga kerja sebesar 10% dan sumbangan input lain
(bahan penolong dan bahan pendukung) sebesar 26%. Dengan demikian, tingkat
keuntungan kegiatan produksi pada jenis produk kerupuk kedelai antara sebesar
18,80% atau rata-rata sebesar Rp 3.761,00/kg bb.
Hasil analisis nilai tambah untuk jenis produk kerupuk kedelai matang dan
mentah disajikan pada Tabel 4.12.
Berdasarkan hasil analisis nilai tambah untuk kerupuk kedelai Matang dan
Mentah sebagai mana yang tampak pada Tabel 4.12., dapat diuraikan beberapa
variabel yang meliputi: (1) Input, Output dan Harga; (2) Penerimaan dan
Keuntungan; dan (3) Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi (Tabel 4.12.).
4.6.3.1. Input, Output dan Harga Produk Kerupuk Kedelai Matang dan
Mentah.
59
Tabel 4.12. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Kerupuk Kedelai Matang dan
Mentah di Kecamatan Labuapi, Tahun 2015,
No Variabel Formula Nilai
1 Output, Input dan Harga
a. Produksi (Kg) A 70,46
b. Bahan Baku (Kg) B 97,86
c. Tenaga Kerja (HKO) C 12,60
d. Faktor Konversi (Kg/kg BB) d=a/b 0,72
e. Koefesien Tenaga Kerja (HKO/kg BB) e=c/b 0,13
f. Harga Output Rata-Rata (Rp/kg) F 26.666,67
g. Upah Rata-Rata Tenaga Kerja (Rp/HKO) G 11.652,93
2 Penerimaan dan Keuntungan
h. Harga Bahan Baku (Rp/Kg) H 8.783,81
i. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg BB) i (i.1+i.2) 3.718,91
i.1 Sumbangan Bhn. Penolong (Rp/kg BB) i.1 3.240,67
i.2 Sumbangan Bhn. Pendukung (Rp/kg BB) i.2 478,24
j. Nilai Produksi (Rp/Kg BB) j=dxf 19.200,00
k1. Nilai Tambah (Rp/Kg BB) k1 = j – i – h 6.697,28
k2. Rasio Nilai Tambah (%) k2 = (k1 / j) x 100% 34,88
l1. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/Kg BB) l1 = e x g 1.500,00
l2. Rasio Bagian Tenaga Kerja (%) l2 = (l1 / k1) x 100% 22,40
m1. Keuntungan (Rp/Kg BB) m1 = k1 – l1 5.197,28
m2. Tingkat Keuntungan (%) m2 = (m1 / j) x 100% 27,07
3 Balas Jasa Pemilik Faktor-Faktor Produksi
60
Bahan baku utama ini meliputi: kedelai, tepung terigu, tepung kanji,
bawang putih, garam, penyedap rasa, dan soda kue (Lampiran 6.).
Beberapa pada variabel ini (Tabel 4.12.) mencakup: Harga bahan baku
utama; Sumbangan input lain; Sumbangan bahan penolong dan bahan pendukung;
Nilai produksi; Nilai tambah; Rasio nilai tambah; Imbalan tenaga kerja; Rasio
bagian tenaga kerja; Keuntungan dan Tingkat keuntungan. Nilai-nilai setiap items
pada variabel ini diperhitungkan untuk setiap kilogram bahan baku.
pendukung meliputi: plastik besar, plastik kecil, sekam, lambang produk, gas dan
kayu bakar.
Beberapa items pada variabel ini (Tabel 4.12.) mencakup: balas jasa atas
penggunaan bahan baku utama; pendapatan tenaga kerja; dan sumbangan input
62
lain (balas jasa bahan penolong dan bahan pendukung); serta keuntungan kegiatan
produksi. Nilai-nilai setiap items pada variabel ini diperhitungkan dalam persen.
Kelayakan usaha adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang
dapat diperoleh dalam melasanakan suatu kegiatan usaha. Hasil analisis kelayakan
usaha digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah
menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha. Pengertian layak dalam
penelitian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang dilaksanakan
dapat memberikan manfaat dalam arti finansial. Kelayakan usaha kerupuk kedelai
dianalisa dengan menggunakan analisa Revenue Cost Ratio (R/C-ratio) yaitu
perbandingan antara total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC).
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.7; 4.11; dan 4.12), dapat diketahui
bahwa nilai R/C-ratio pada usaha agroindustri kerupuk kedelai lebih besar dari 1
yang berati secara finansial usaha agroindustri kerupuk kedelai tersebut layak
untuk dikembangkan. Adapun nilai efisiensi usaha pada kelompok responden
yang memproduksi kerupuk kedelai matang adalah: R/C-ratio = 1,22; pada
kelompok responden yang memproduksi kerupuk kedelai mentah adalah:
R/C-ratio = 1,25; dan pada kelompok responden yang memproduksi kerupuk
kedelai matang dan mentah adalah: R/C-ratio = 1,12.
Nilai R/C-ratio pada kelompok responden yang memproduksi kerupuk
kedelai matang sebesar 1,22 artinya: setiap Rp 1.000,- pengorbanan atau biaya
63
V.1. Kesimpulan
1. Aliran proses, Produksi akhir per proses pembuatan kerupuk kedelai: (1)
persiapan, (2) pengolahan, (3) pembungkusan, (4) perebusan, (5)
pendinginan,(6) pemotongan, (7) penjemuran, (8) penggorengan, (9)
pembungkusan. Waktu yang dibutuhkan dalam satu kali proses : 1.110
Menit, perkerjaan dan peroses yang membutuhkan waktu yang lebih lama
adalah pembungkusan karena membutuhkan waktu 480 menit dan perkerjaan
yang tidak membutuhkan waktu yang lama adalah proses pendinginan
membutuhkan waktu 30 Menit.
e) Biaya tenaga kerja produksi kerupuk kedelai matang Rp. 1.031.125, biaya
tenaga kerja produksi tenaga kerja mentah Rp 462.248 dan biaya tenaga
kerja produksi kerupuk kedelai mentah dan matang Rp. 733.935.
f) Biaya depresiasi produksi kerupuk kedelai matang sebesar Rp. 58.716,67,
produksi kerupuk kedelai mentah sebesar Rp. 62.966,67, dan produksi
kerupuk kedelai mentah dan matang sebesar Rp. 154.533,33.
g) Total biaya produksi kerupuk kedelai matang Rp. Rp. 8.431.016,67,
produksi kerupuk kedelai mentah sebesar Rp. 3.970.189,17 dan produksi
kerupuk kedelai mentah dan matang sebesar Rp. 7.005.923,33.
h) Pendapatan kerupuk kedelai matang sebesar Rp. 1.880.233,33. Pendapatan
kerupuk kedelai mentah sebesar Rp. 1.004.560,21 dan pendapatan kerupuk
kedelai mentah dan matang sebesar Rp. 822.716,67.
3. Nilai tambah dari proses pengolahan bahan baku kedelai per bahan baku yang
diperoleh adalah : produksi kerupuk kedelai matang sebesar Rp. 5.760,84/kg
bb, produksi kerupuk kedelai mentah sebesar Rp. 4.612,62/kg bb dan produksi
kerupuk kedelai mentah dan matang sebesar Rp. 6.697,28/kg bb.
4. Kelayakan akan diketau layak atau tidak sebuah usaha atau perusahan,
kerupuk kedelai matang dengan hasil 1,22 >1, Kerupuk kedelai mentah
dengan hasil 1,25 >1, dan kerupuk kedelai mentah dan matang 1,12 >1 maka
usaha kerupuk kedelai layak di kerjaan karena >1.
V.2. Saran
Terbatas pada hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan, maka
dapat disarankan sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Astuti E., 2009. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Berbasis Kedelai di Kota
Mataram. Universitas Mataram. Mataram.
Adrijal A., 2012. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Agroindustri Keripik
Nangka UD Lista Cakranegara Mataram. Universitas Mataram.
Mataram.
Badan Pusat Statistik. 2014. NTB. Produksi Dalam Angka, Lombok, Mataram.
Badan Pusat Statistik. 2014. NTB. Pengembngan Sektor Agroindustri Pertanian
Di Nusa Tenggara Barat. Mataram.
Murbyarto, 1987. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Nopriana D., 2011. Analisis Nilai Tambah agroindustri industri berbasis kedelai
di kota mataram. Universitas Mataram. Mataram
Purba, R., 1986. Manajemen Manunggal Bagi Wiraswasta. Pustaka Dian, Jakarta.
Rukmawan dan Yuyun, 1995. Kedelai budidaya dan pasca panen. Kanisiues,
Yogyakarta
Sabni B.S., 2011. Analisis kelayakan usaha dan pemasaran agroindustri telur
asin di kabupaten lombok barat. Universitas mataram. Mataram.
Suhendar, H., 2002. Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Industri
Kecil Tahu Sumedang (Studi Kasus di Bogor, Jawa Barat). Makalah
Penelitian Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas
Pertanian IPB. Bogor.
Said, G., 1999. Manajemen Agribisnis MMA. IPB.
Suproyo, 1979. Ciri-Ciri Pengertian Petani Kecil. Dalam Jurnal Agro Ekonomi.
Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Saragih, B. 2004. Pertanian Mandiri: Membangun Pertanian Perspektif
Agribisnis Penerbar Swadaya. Bogor.
Surakhmad, W. 1985. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik.
Tarsito. Bandung
Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2002-
2009. Badan Pertanian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Soedianto, 1993. Agribisnis seri IV. BPLP. Departemen Pertanian, Jakarta.
Soekartawi, 1986. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya.
Rajawali Pers. Jakarta.
Soekatawi, 1989. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian
CV, Rajawali Jakarta.
68
Soekartawi, 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Grafindo Per sada.
Jakarta.
Soekartawi, 2000. Pengantar Agroindustri . Rajawali Grafindo Per sada. Jakarta.
Soekatawi, 2011. Ilmu Usaha Tani dan Pengembangan Penelitian Untuk Petani
Kecil. Universitas Indonesia, Depok.
Sumarlin, 1993. Permodalan Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi
Rajawali Pers. Jakarta.
Supriyanti dan Herlina T., 2008. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Vol. 30. No. 4. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Bogor.
Tarigan, R., 2004. Ekonomi Regional. Bumi Aksara, Jakarta
Tarigan, H dan Ariningsih, E. 2007. Peluang dan Kendala Pengembangan
Agroindustri Sagu di Kabupaten Jayapura. Jayapura.
Yusuf M, 2004. Dasar-Dasar Agribisnis. Universitas Mataram Press, Mataram.
.
69
LAMPIRAN