Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS PANGSA PASAR AGROINDUSTRI KOPI REMPAH

MENGGUNAKAN METODE AHP (Analytical Hierarchy


Process) DI KABUPATEN JEMBER

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas praktikum
Manajemen Pengambilan Keputusan pada Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember

Disusun Oleh
Golongan H / Kelompok 2

LABORATORIUM MANAJEMEN AGRIBISNIS


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Luas
perairannya mencapai sekitar 5,8 juta km2 atau 75% dari total luas wilayahnya.
Wilayah perairan tersebar dalam bentuk pulau, berjumlah sekitar 17.506 pulau
yang dikelilingi oleh 81.000 km garis pantai. Kondisi geografis Indonesia yang
demikian menyebabkan Indonesia memiliki banyak kekayaan alam. Kekayaan
alam tersebut meliputi kekayaan migas seperti minyak bumi dan bahan tambang
dan juga kekayaan alam non-migas seperti tersedianya lahan pertanian yang
cukup luas. Indonesia disebut juga negara agraris karena sebagian besar
wilayahnya dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Lahan di Indonesia yang cukup
luas merupakan faktor pendukung pada sektor pertanian, di samping itu sebagian
besar wilayah Indonesia merupakan wilayah yang subur yang juga mendukung
untuk melakukan kegiatan di sektor pertanian. (Bachtiar dkk., 2013).
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor terpenting sebagai penghasil
devisa negara. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam
perekonomian nasional. Sektor pertanian memberikan pengaruh besar terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yang berkaitan dengan mata pencaharian
penduduk yang mayoritas bekerja sebagai petani. Pencapaian keberhasilan untuk
meningkatkan pembangunan sektor pertanian diperlukan adanya kerjasama antara
berbagai kalangan yang berkecimpung langsung di bidang pertanian baik itu dari
pelaku pertanian dalam hal ini petani, pemerintah, lembaga peneliti, ilmuwan,
inovator, kalangan akademik maupun pihak swasta sebagai kalangan industri.
Pembangunan pertanian tidak hanya dilakukan dengan cara meningkatkan
produksi saja, tetapi suatu komoditas juga harus mampu diolah sehingga diperoleh
nilai tambah dari proses pengolahan tersebut. Pengolahan Produk Pertanian
berbasis Agroindustri sangat diperlukan untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu
produk pertanian. Penjualan produk pertanian yang masih fresh memiliki banyak
kendala salah satunya umur produk yang singkat dan harga jualnya yang rendah
(Santosa dan Kusumawati, 2014).
Agroindustri pada dasarnya mencakup kegiatan pengolahan yang sangat
luas, baik dari tahapan prosesnya maupun dari jenisnya. Hal ini terlihat dari
pengertian Agroindustri yang dapat dijelaskan sebagai suatu kegiatan industri
yang memanfaatkan produk primer hasil pertanian sebagai bahan bakunya untuk
diolah sedemikian rupa sehingga menjadi produk baru, baik yang bersifat
setengah jadi maupun yang dapat segera dikonsumsi. Pengolahan produk
pertanian yang baik serta output yang memiliki daya beli yang tinggi merupakan
tujuan utama suatu agroindustri. Komoditas yang cukup banyak digunakan untuk
pengolahan sebagai bahan baku utama dalam agroindustri yaitu komoditas
perkebunan karena memiliki daya produksi tanaman yang cukup tinggi serta
memiliki tingkat ketahanan yang cukup lama sehingga dapat disimpan sebagai
bahan baku (Palisuri, 2016).
Menurut Rahardjo dalam Sembiring dkk. (2015), salah satu tanaman
perkebunan yang banyak dikembangkan untuk dilakukan pengolahan yaitu
komoditas kopi. Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah
lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi. Konsumsi
kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi Arabika dan 30% berasal dari
spesies kopi Robusta. Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di
Etopia. Tanaman kopi di Indonesia ada berbagai jenis, namun sebagian besar
ekspor kopi Indonesia adalah jenis kopi robusta dan kopi jenis arabika. Kopi
arabika Indonesia sudah lama dikenal di pasar internasional dengan citarasa
terbaik di dunia, karena memiliki kekhusuan dalam iklim mikro, varietas, dan
pengolahan, produk kopi arabika Indonesia memiliki potensi sebagai kopi
berkualitas tinggi. Berikut ini merupakan data produksi tanaman perkebunan di
Indonesia tahun 2011 – 2014.
Tabel 1.1 Produksi Tanaman Perkebunan Besar di Indonesia Tahun 2010 – 2014
Produksi (Ton)
Komoditas
2010 2011 2012 2013 2014
Kakao 837.918 712.231 740.513 720.862 0
Karet 2.734.854 2.990.184 3.012.254 3.237.433 3.153.186
Kopi 686.921 638.647 691.163 675.915 0
Tembakau 135.678 214.524 260.818 164.448 0
Sumber: Kementerian Pertanian (2016)
Berdasarkan tabel 1.1, dapat diketahui bahwa produksi komoditas kopi
menduduki posisi ke tiga setelah karet dan kakao. Pada tahun 2010 hingga tahun
2011 produksi kopi mengalami penurunan dari 686.921 ton menjadi 638.647 ton,
namun dari tahun 2011 hingga 2013 produksi kopi selalu mengalami peningkatan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa komoditas kopi sangat berpotensi untuk
dikembangkan guna memenuhi pasar internasional dan mampu bersaing dengan
negara-negara lain. Berikut ini juga disajikan data produksi komoditas kopi di
Provinsi Jawa Timur.
Tabel 1.2 Produksi Tanaman Perkebunan di Jawa Timur Tahun 2010 – 2014
Produksi (Ton)
Komoditas
2010 2011 2012 2013 2014
Kakao 24.199 24.788 28.575 30.364 24.871
Karet 23.577 26.754 26.816 24.904 24.957
Kopi 56.200 37.396 54.189 56.986 58.135
Tembakau 53.228 114.816 135.747 73.998 108.137
Sumber: Kementerian Pertanian (2016)
Berdasarkan tabel 1.2, dapat diketahui bahwa pada tahun 2010 produksi
komoditas kopi menduduki posisi pertama dari komoditas tanaman perkebunan
yang lainnya dengan jumlah produksi sebesar 56.200 ton. Akan tetapi, pada tahun
2011 hingga tahun 2014 komoditas kopi menduduki posisi kedua setelah
tembakau, meskipun begitu jumlah produksi kopi semakin meningkat dari tahun
2011 hingga tahun 2014. Hal tersebut menunjukkan bahwa komoditas kopi layak
diusahakan di wilayah Jawa Timur dan memiliki prospek yang tinggi. Berikut ini
merupakan data produksi komoditas kopi di beberapa kabupaten di Provinsi Jawa
Timur.
Tabel 1.3 Produksi Komoditas Kopi menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Timur
Produksi (Ton)
Kabupaten
2009 2010 2011 2012 2013
Bondowoso 1.993 2.056 1.130 1.843 1.846
Jember 3.209 3.357 1.880 3.178 3.105
Lumajang 3.149 3.365 1.999 2.665 2.683
Situbondo 596 603 431 735 738
Banyuwangi 2.572 2.917 1.620 2.138 2.165
Probolinggo 1.159 1.311 748 1.296 1.291
Pasuruan 2.291 2.579 1.516 2.764 2.766
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur (2014)
Berdasarkan tabel 1.3, dapat diketahui bahwa Kabupaten Jember memiliki
jumlah produksi komoditas kopi tertinggi di Jawa Timur. Pada tahun 2009 hingga
2010, produksi kopi di Kabupaten Jember mengalami peningkatan dari 3.209 ton
menjadi 3.357 ton. Pada tahun 2011, produksi kopi menurun menjadi 1.880 ton.
Pada tahun 2012 produksi kopi kembali meningkat menjadi 3.178 ton, namun
pada tahun 2012 produksi kopi di Kabupaten Jember mengalami penurunan
menjadi 3.105, penurunan yang erjadi tidaklah secara drastis. Hal tersebut
menunjukkan bahwa komoditas kopi memang sesuai dan memiliki prospek yang
tinggi untuk dikembangkan di Kabupaten Jember, mengingat jumlah produksi
yang tinggi dibandingkan dengan kabupaten yang lain.
Kabupaten Jember adalah daerah di Jawa Timur yang mempunyai potensi untuk
memproduksi kopi. Total terdapat 16.882 Ha perkebunan kopi di Jemebr, dimana
5.601,31 Ha diantaranya adalah perkebunan kopi rakyat degan skala usaha antara 1 – 2
Ha. Perkebunan kopi rakyat tersebar di 27 kecamatan diantara 31 kecamatan yang ada.
Jenis kopi yang banyak diusahakan di Kabupaten Jember adalah jenis kopi
robusta, meskipun terdapat beberapa wilayah dataran tinggi di Kabupaten Jember
yang mengusahakan kopi arabika. Kopi robusta masih menduduki tingkat
mayoritas dalam produksi kopi yang terdapat di Kabupaten Jember. Tingginya
produksi kopi di Kabupten Jember membuat masyarakat di daerah tersebut
mengusahakan kegiatan pengolahan kopi menjadi hasil olahan yang baik untuk
memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Berikut ini merupakan data produksi
komoditas kopi di Kabupaten Jember.
Tabel 1.4 Produksi Tanaman Perkebunana di Kabupaten Jember Tahun 2011 – 2014
Produksi (Ton)
Komoditas
2010 2011 2012 2013 2014
Kakao 4.097 3.811 4.829 5.945 1.697
Karet 0 0 14.976 10.475 0
Kopi 3.357 1.880 3.178 10.057 0
Tembakau 7.660 18.925 31.722 19.467 8.136
Sumber: Kementerian Pertanian (2016)
Berdasarkan tabel 1.4, dapat diketahui bahwa produksi kopi menempati
posisi ketigas setelah tembakau dan kakao. Pada tahun 2010 hingga tahun 2011
produksi kopi mengalami penurunan, namun dari tahun 2011 hingga ke tahun
2013 produksinya mengalami peningkatan yang sangat signifikan, dari 1.880 ton
menjadi 10.057 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa kabupaten jember memiliki
potensi yang besar untuk mengembangkan komoditas kopi.
Komoditas Kopi mempunyai prospek yang cukup cerah di masa
mendatang, hal ini terutama dilihat dari prospek pasar yang cenderung meningkat
sehingga memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar
ekspor kopi baik jenis spesialti maupun produk olahan kopi. Peningkatan nilai
tambah komoditas kopi dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan
ekonomi wilayah melalui pendirian unit usaha pengolahan kopi yang tidak hanya
memproduksi biji kering namun juga dalam bentuk produk olahan kopi yang
berupa kopi beras dan kopi bubuk yang memiliki nilai tambah yang tinggi
(Kusmiati dan Nursamsiyah, 2015).
Agroindustri Kopi yang terletak di JL. Mastrip IX No. 99 merupakan
salah satu agroindustri kopi yang ada di Kabupaten Jember, agroindusti tersebut
memiliki tenaga kerja yang terbagi ke dalam beberapa divisi. Divisi yang ada di
agroindustri terdiri dari divisi manajemen keuangan, produksi, pemasaran, dan
kepala divisi. Tenaga kerja di Agroindustri Kopi yang terletak di JL. Mastrip IX
No. 99 dipilih berdasarkan beberapa kriteria. Agroindustri Kopi yang terletak di
JL. Mastrip IX No. 99 menetapkan beberapa kriteria dengan tujuan agar tenaga
kerja yang diperoleh mampu melakukan kegiatan agroindustri kopi dengan baik
serta menghasilkan produk – produk kopi yang unggul. Berdasarkan fenomena
yang ada dilapang, peneliti ingin mengetahui kriteria apa saja yang dibutuhkan
dalam perekrutan tenaga kerja pada agroindustri kopi dan mengetahui divisi apa
yang berperan banyak dalam kegiatan agroindustri kopi serta divisi bagian mana
yang perlu diprioritaskan dalam kegiatan agroindusti kopi. Hal tersebut dilakukan
agar agroindustri kopi dapat berjalan dengan baik dalam kegiatannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa sajakah kriteria yang ditetapkan Agroindustri Kopi dalam mencari tenaga
kerja?
2. Divisi manakah yang harus diprioritaskan dalam Agroindustri Kopi?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan dalam agroindustri
kopi.
2. Untuk mengetahui divisi mana yang harus diprioritaskan dalam kcegiatan
agroindustri kopi.

1.3.2 Manfaat
1. Bagi pemerintah, sebagai informasi untuk mengetahui perkembangan
agroindustri kopi.
2. Bagi masyarakat, sebagai informasi untuk mengetahui potensi seperti tenaga
kerja yang dibutuhkan.
3. Bagi penulis, dapat dijadikan sebagai acuan penelitian selanjutnya dan
mengetahui pelaksanaan agroindustri kopi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Teori Agroindustri
Pertanian saat ini adalah pertanian yang berlandasan pada sistem
agribisnis. Menurut Wibowo (1994) dalam Nurmala, dkk (2012) sistem agribisnis
adalah segala aktivitas mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi
sampai kepada pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani
atau usaha agroindustri yang saling berkait satu sama lain. Agribisnis sebagai
sebuah sistem yang terdiri dari enam subsistem yaitu subsistem pengadaan dan
penyaluran sarana produksi, subsistem budidaya dan usahatani, subsistem
pengolahan dan agroindustri, subsistem pemasaran, subsistem kelembagaan
sarana prasarana, dan subsistem pembinaan. Subsistem agribisnis ini harus
berjalan lancar dan terpadu agar sistem pertanian itu berjalan secara efisien, sebab
jika salah satu subsistem itu tidak berjalan baik maka sistem pertanian ini akan
lumpuh atau akan terjadi pemborosan- pemborosan pemakaian sumberdaya-
sumberdaya produksi yang akhirnya akan meningkatkanbiaya produksi, biaya
pemasaran dan harga produk-produk pertanian ditingkat konsumen akhir akan
tinggi pula.
Salah satu bentuk upaya pembangunan adalah dengan membentuk sentra
agribisnis pada suatu wilayah yang memiliki komoditas yang dapat
dikembangkan. Pada sentra agribisnis ini suatu wilayah misalnya suatu kabupaten
berkomitmen untuk mengembangkan sistem agribisnis suatu komoditas di
wilayahnya. Subsistem hulu, usahatani, hilir, pemasaran dan pnunjangnya
dikembangkan seoptimal mungkin untuk memberikan kontribusi yang beraarti
bagi pendapatan asli daerahnya (Romaully, 2012).
Sektor pertanian di indonesia masih memiliki banyak peluang dan
mempumyai prospek yang cerah serta belum digali. Meskipun pada masa
sekarang sektor industri lebih diutmakan, perkembangan sektor pertanian tidaj
lepas sebagai pendukung yang kokoh. Perekonomian yang tangguh harus
didukung oleh sektor pertanian yang kokoh, maka harus ada kerjasma anatara
bidang-bidang yang berkaitan. Salah satu sektor industri yang banyak yaitu yang
bergerak di sektor industri pengolahan pangan atau sekarang yang lebih dikenal
dengan agroindustri. Agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku
agribisnis, mampu mendorong munculnya industri yang lain (Soekartawi, 2001
dalam Aji, dkk, 2012).
Agroindustri merupakan suatu usaha yang dapat menciptakan peluang
kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat khususnya masyarakat pedesaan.
Baik di negara maju mauoun di negara berkembang, pengembangan agroindustri
mempunyai peranan di bidang ekonomi yaitu dengan terciptanya lapangan kerja,
sehingga dapatmengurangi jumlah pengangguran, pendayagunaan sumber daya,
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sesuai dengan kondisi
masyarakat Indonesia sebagai pelaku pembangunan pertanian, pembangunan
industri lebih baik ditekankan pada pembangunan industri skala kecil termasuk di
dalamnya skala rumah tangga. Hal ini disebabkan pertumbuhan industri skala
kecil mampu mengurangi jumlah pengangguran yang ada, khususnya di daerah
pedesaan keberadaan industri kecil tersebut dihaapakan mampu memeratakan
pendapatan serta mampu menyokong pengembangan industri padat karya
(Hanani, dkk, 2012 a).
Pengembangan agroindustri semestinya menjadi pilihan yang strategis
dalam menanggulangi permasalahan ekonomi dan pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Hal ini disebabkan adanya kemampuan yang tinggi dari agroindustri
untuk menyerap tenaga kerja, mengingat sifat agroindutri pertanian yang padat
karya dan bersifat masal. Pemanfaatan teknologi yang lebih baik melalui
perbaikan proses, diversifiksi produk dari yang sudah ada serta perbaikan metode
pengemasan sebagai upaya untuk peningkatan daya simpandan media promosi
produk yang baik (Rahmi, dkk, 2013).
Keberhasilan pembangunan agroindustri dalam arus globalisasi sangat
ditentukan oleh keberhasilan dalam pngembangan faktor-faktor kekuatan daya
saing yang secara potensial dimiliki. Daya saing ini dapat terpusat pada arah
penurunan biaya produksi atau diferensiasi produk agroindustri. Hal ini tidak
terlepas dari persaingan usaha dalam era global, dimana suatu usaha dapat
memiliki daya saing jika memiliki efisiensi usaha sehingga dapat menghasilkan
produk dengan harga yang murah dan tentunya dapat diterima di pasar. Selain itu,
suatu usaha sangat ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan praktis bagi
seorang pengusaha atau manajer suatu agroindustri. Pengalaman diperlukan untuk
menghargai dan memahami lingkungan fisik dan ekonomi, serta keputusan yang
harus diambilnya. Pengetahuan sangat penting guna mendasari keputusan yang
bersifat logika empirik serta menghindarkan diri dari kekeliruan atau salah tafsir
yang mungkin timbul (Hanani, dkk, 2012 b).

2. 2 Teori Aspek Manajeral


Menurut Hunger dan Wheelen (1996) dalam Aji, dkk, (2012) menyatakan
bahwa manajemen strategis adalah suatu kesatuan rangkaian keputusan dan
tindakan yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Tercangkup
di dalamnya mengenali dan menganalisa lingkungan, memformulasi strategi,
mengimplementasikan strategi dan melakukan evaluasi pengendalian berikutnya.
Sedangkan pearce dan Robinson (2008), mendefinisikan manajemen strategis
meruakan sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan dan
implementasi rencana yang didesain untuk mencapai tujuan suatu perusahaan.
Manajemen dalam bidang agribisnis mencakup semua aktivitas yang menerapkan
berbagai prinsip dan pengetahuan umum manajemen yang baku pada kegiatan
agribisnis. Mengelola sebuah agribisnis, pihak manajemen perlu berkreasi dalam
melakukan suatu terobosan dengan menggunakan keahlian yang unik (Sa’id, dkk,
2001).
Para pelaku agribisnis skala kecil dan menengah seringkali menghadapi
banyak hambatan dalam mengembangkan agribisnisnya. Berbagai faktor yang
mempengaruhinya antara lain terletak pada kemampuan kewirausahaan dan
penerapan manajemen. Agar setiap aktivitas mencapai keberhasilan, maka
memerlukan penerapan unsur-unsur manajemen. Pada umumnya prinsip dan
pengetahuan manajemen sama untuk semua bisnis, namun yang membedakannya
terletak pada seni menggunakan prinsip dasar manajemen untuk menjalankan
bisnis (Downey dan Erickson, 1992 dalam Dananjaya, dkk, 2014)
Ada beberapa fungsi penopang dalam aspek manajemen agribisnis yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, koordinasi dan pengawasan.
Menurut Tim Penulis PS (2007), menyatakan manajemen sangat diperlukan dalam
suatu perusahaan karena dengan manajemen yang baik akan didapat suatu
penetapan dan pencapaian sasaran-sasaran usaha, dalam suatu perusahaan,
manajemen mempunyai fungsi sebagai berikut ini.
1. Planning (perencanaan)
Salah satu dari aspek-aspek tersebut yaitu strategi yang merupakan bagian
dari perencanaan. Menurut Proctor (2000) dalam Aji, dkk, (2012) strategi adalah
rencana yang mengintrepetasikan tujuan utama organisasi, kebijakan, keputusan
dan urutan tindakan menjadi suatu kesatuan yang kohesif. Hal ini dapat diterapkan
di semua tingkat dalam sebuah organisasi dan berkaitan dengan salah satu bidang
fungsinal manajemen.
Planning adalah perencanaan tentang apa yang akan dicapai yang
kemudian memberi pedoman tentang apa yang akan dituju. Disamping itu,
perencanaan juga merupakan suatu rumusan dari persoalan-persoalan tentang apa
dan bagaimana suatu pekerjaan akan dilaksanakan, termasuk persiapan untuk
tindakan administrasi. Perencanaan tidak harus tertulis dapat saja hanya di dalam
pikiran.
2. Organizing (pengorganisasian)
Setelah ada rencana, diadakan penentuan dan pengaturan tentang tugas
atau pekerjaan, siapa yang akan melakukan, apa alat-alatnya, serta bagaimana
modal dan fasilitas-fasilitasnya. Di sini diadakan pembagian tugas baik macam
maupun sifat tugasnya sehingga suatu tugas dapat dikerjakan oleh orang yang
tepat, dalam arti kecakapannya.
3. Actuating (pengerakan)
Dengan selesainya pengaturan maka segala sesuatunya perlu digerakkan
untuk menyelesaikan tugas demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.
4. Controlling (pengendalian/pengawasan)
Adanya rencana yang telah diatur dan digerakkan belum menjaminbahea
tujuan akan tercapai dengan sendirinya. Masih perlu adanya kendali/kontrol
apakah orang-orang yang bekerja telah sesuai dengan posisinya. Selain itu, apakah
cara bekerjanya sudah sesuai atau belum. Agar manajemen dapat mencapai tujuan
dengan sebaik-baiknya, diperlukan sarana-sarana pendukung. Sarana-sarana
tersebut terdiri dari men (tenaga kerja manusia), money (uangyang diperlukan
dalam usaha), methods (cara untuk mencapai tujuan), materials (bahan yang
diperlukan), machine (alat yang diperlukan), dan market (pasar, sebagai tempat
untuk menjual hasil produksi). Tanpa adanya sarana-sarana tersebut, manajemen
tidak akan dapat mencapai tujuan atau fungsinya.

2.3 Teori Manajemen Pengambilan Keputusan


Manajemen merupakan proses bekerjasama dengan dan melalui individu
dan kelompok serta sumber daya lain untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen memiliki unsur-unsur sumber daya manusia, uang, material, teknik,
pasar, dan metode dalam suatu organisasi. Proses manajemen memiliki fungsi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating),
dan pengawasan (controlling). Salah satu fungsi yang melekat dalam manajemen
terutama dalam konteks perencanaan adalah pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan dalam fungsi-fungsi manajemen meliputi: (1)
perencanaan-apa tujuan akhir organisasi? Strategi apa yang digunakan dalam
mencapai tujuan?; (2) pengorganisasian-bagaimana pekerja-pekerja itu dirancang?
Struktur organisasi bagaimana yang diperlukan? Siapa-siapa yang akan mengisi
pekerjaan?; (3) penggerakan- bagaimana menggerakkan pegawai agar mereka
berkinerja tinggi? Bagaimana kepemimpinan efektif dalam organisasi?; (4)
pengawasan-aktivitas apa yang saja dalam organisasi yang harus diawasi? Dalam
hal apa saja penyimpanan terjadi? Bagaimana menggerakkan organisasi secara
efektif?. Tidak ada satu pun fungsi manajemen yang dapat dilaksanakan tanpa
melalui proses pembuatan keputusan karena keputusan merupakan merupakan
pangkal tolak dari seluruh kegiatan yang dilakukan oleh menejemen organisasi
(Anzizhan, 2008).
Sistem pendukung keputusan adalah suatu pendekatan sistematis pada
hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta penentu yang matang dari
alternatif yangdihadapi dan pengambilan tindakan yang paling tepat. Sistem
pendukung keputusan adalah sistem penghasil informasi yang ditujukan pada
suatu masalah tertentu yang harus dipecahkan oleh manager dan dapat membantu
manager dalam pengambilan keputusan. Sistem pendukung keputusan merupakan
bagian tak terpisahkan dari totalitas sistem organisasikeseluruhan. Suatu sistem
organisasi mencakup sistem fisik, sistem keputusan dan sistem informasi
(Raymond Mc Leod dalam Eniyati, 2011).
Menurut Herjanto (2009) pengambilan keputusan merupakan suatu proses
manajemen yang dimulai dengan perencanaan atau persiapan dan berakhir dengan
penendalian. Teknik untuk mendapatkan hasil yang baik, pengambilan keputusan
seharusnya mengikuti suatu tahapan yang sistematis dan terkendali. Hasil suatu
proses pengambilan keputusan sangat mempengaruhi bagaimana tahapan proses
itu dilaksanakan. Tahapan dalam proses pengambilan keputusan mencakup
sebagai berikut:
1) Identifikasi masalah dan faktor-faktor yang berpengaruh
Kegiatan ini berupa identifikasi masalah secara jelas dan tepat termasuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab dan mempengaruhi hasil
keputusan. Tahap ini merupakan tahapan yang penting karena kesalahan
identifikasi mempengaruhi efektig tidaknya pengambilan keputusan yang
akan dibuat.
2) Tetapkan tujuan dan kriteria keputusan untuk memilih solusi
Tujuan dari suatu pengambilan keputusan dapat bermacam-macam, misalnya
maksimisasi keuntungan, minimalisasi penggunaan sumber daya, memperluas
pangsa pasar, atau mengalahkan pesaing. Dimensi waktunya bisa dalam
jangka pendek bisa dalam jangka panjang ataupun jangka pendek. Manajer
harus menetapkan tujuan yang menjadi prioritas utama, serta kriteria
keberhasilan dan ukurannya secara obyektif.
3) Kembangkan model dengan beberapa alternatifnya
Kembangkan beberapa model yang mengambarkan situasi atau keadaan yang
diamati. Model dapat dibuat dalam bentuk fisik, skematik, atau matematik,
dan harus diusahakan memuat unsur-unsur utama yang dapat mencerminkan
keadaan nyata dari suatu situasi yang diamati.
4) Analisis model dan bandingkan
Lakukan analisis terhadap model dan alternatifnya. Tahap ini merupakan
pengembangan penyelesaian maslah untuk mencari kemungkinan berbagai
jenis solusi yang dapat diambil.
5) Pilih model terbaik
Pilih solusi yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan realistis untuk
diimplementasikan.
6) Terpkan model terpilih
Terapkan hasil keputusan dan lakukan penyesuaian seperluanya jika
diperlukan. Tahap ini mencakup kegiatan memantau pelaksanaan keputusan
untuk menjamin hasil yang dikehendaki tercapai.

2.4 Teori AHP


Menurut Magdalena (2012), bahwa Analytical Hierarchy Process (AHP)
merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas
L. Saaty.Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor
atau multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Hirarki didefinisikan
sebagaisuatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu
struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor,
kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari
alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke
dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk
hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebihterstruktur dan sistematis.
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan
metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut:
a. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih,
sampai pada subkriteria yang paling dalam.
b. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
c. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan
keputusan.
Penerapan Expert Choice dengan model AHP menggambarkan model
dari sebuah pohon terbalik. Dengan puncak pohon yang mewakili suatu tujuan
tunggal dari masalah pengambilan keputusan. Titik daun menunjukan sebuah
kriteria. Ranting terletak diantara titik-titik kriteria. Keuntungan utama dari
AHP adalah penggunaan dari perbandingan berpasangan untuk mendapatkan
rasio, skala pengukuran. Skala rasio adalah alam, sarana perbandingan antara
alternatif dan memungkinkan pengukuran baik berwujud dan tidak berwujud
faktor. Secara umum, proses penerapan AHP dapat dibagi menjadi dua tahap.
Pertama, membentuk struktur hirarkis dengan rekursif dekomposisi masalah
keputusan. Kedua, membangun matriks perbandingan berpasangan untuk
menunjukkan kepentingan relatif dari alternatif (Kurniati dkk., 2015).
Proses pengambilan keputusan pada dasarnya memilih suatu alternatif.
Peralatan utama AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya
persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur
dipecahkan ke dalam kelompok-kelompok. Kemudian kelompok-kelompok
tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki. Dalam menyelesaikan permasalahan
dengan AHP ada beberapa prinsip yang harus dipahami, di antaranya adalah :
a. Membuat Hirarki
b. Penilaian Kriteria dan Alternatif
c. Menentukan Prioritas
d. Mengukur Konsistensi (Taufik, 2011).
Beberapa prinsip yang harus dalam AHP menurut Qoiriah (2012), adalah:
1. Dekomposisi
Memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya hingga tidak mungkin
dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga kemudian didapat tingkatan dari
persoalan tadi (hirarki). Contoh hirarki dapat dilihat dalam pengambilan
beberapa alternatif keputusan, dimulai dari tingkat dasar dengan menderetkan
semua alternatif yang ada secara hiraki. Kemudian tingkat berikutnya terdiri
atas kriteria untul mempertimbangkan berbagai alternatif tadi. Sedangkan yang
terakhir pada tingkat puncak hirarki adalah fokus pada satu elemen saja secara
menyeluruh.
2. Penilaian Komparatif (comparative judgement)
Prinsip kedua ini berarti dengan membuat penilaian tentang kepentingan relatif
dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitan dengan tingkat di atasnya.
Hasil penilaian ini lazim disajikan dalam bentuk perbandingan pairwise
(pairwise comparison). Pairwise comparison di implementasikan dengan dua
tahap, yaitu (1) menentukan secara kualitatif kriteria nama yang lebih penting,
misalnya mengurutkan rangking/peringkat. (2) menggunakan masing-masing
kriteria dengan bobot kuantitatif seperti peringkat yang memuaskan.
3. Uraian Priorotas (synthesis of priority)
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen vector nya
untuk mendapatkan local priority. Kumpulan dari masing-masing local
priority kemudian akan menghasilkan global priority.
4. Konsistensi Logis (logical consistency)
Maksudnya adalah bahwa proses yang dilakukan harus konsisten. Contoh
konsistensi logis pada AHP adalah objek-objek serupa dikelompokkan dalam
himpunan seragam.

BAB 3. GAMBARAN UMUM AGROINDUSTRI


Agroindustri kopi merupakan salah satu agroindustri yang ada di
Kabupaten Jember yang berada di sebelah utara kampus Universitas Jember.
Usaha agroindustri tersebut tepatntya berada di jalan Mastrip IX No 59, usaha
tersebut berdiri sejak tahun 2010. Awalmula usaha tersebut dimulai karena
pemilik agroindustri yang berperan sebagai ibu rumah tangga tersebut merasa
banyak waktu luang yang dibuang sia-sia tidak punya pekerjaan sampingan dan
pemilik terbesit di dalam pikirannya untuk memulai usaha. Usaha tersebut yaitu
agroindustri kopi. Usaha agroindustri kopi bukan satu-satunya usaha yang digeluti
oleh pemilik usaha, namun juga memiliki usaha lainnya yaitu jamu tradisional dan
dodol.
Agroindustri kopi ini awalnya dalam melakukan proses produksi hanya
dilakuakan seorang diri, namun lama kelamaan pemilik usaha merasa kewalahan.
Akhirnya pemilik usaha melakukan perekrutan tenaga kerja yang ada di sekitar
rumah yaitu 1 orang. Semakin berkembangnya usaha agroindustri kopi maka
pemilik usaha menambah tenaga kerjanya seiring dengan meningkatnya jumlah
permintaan di pasaran. Akhirnya sampai sekarang jumlah tenaga kerja yang
bekerja di agroindustri tersebut sebanyak 4 orang, dimana 3 orang bekerja
dibagian proses produksi dan 1 orang dibagian pemasaran. Agroindustri kopi ini
diapasarkan di toko-toko di wilayah kampusdan sampai saat ini sudah 8 toko
tempat pemasarannya. Produk kopi ini juga telah lolos sertifikasi dari pihak
disperindag.
Sistem upah yang dilkukan di agroindustri kopi ini yaitu dilakukan setiap
bulan. Upah setiap tenaga kerja sebesar Rp 600.000 per bulan. Pada agroindustri
kopi disini bekerja dimulai pukul 7 pagi hingga pukul 2 siang. Bahan baku dari
usaha agroindustri disini didapatkan dari pasar tanjung. Alat-alat penunjang dalam
proses produksi yaitu blender, mesin pengering dan mesin penggiling.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Kriteria dalam Perekrutan Tenaga Kerja pada Agroindustri Kopi Herbal
Agroindustri Kopi Herbal yang terletak di Jl. Mastrip IX No. 99 memiliki
beberapa kriteria untuk perekrutan tenaga kerja, diantaranya calon tenaga kerja
harus memiliki kejujuran yang tinggi, bertanggung jawab, serta ulet. Tenaga kerja
yang telah direkrut akan ditempatkan pada tiga divisi, diantaranya divisi keuangan
(KUA), divisi produksi (PRO), dan divisi pemasaran (PMS). Berdasarkan data
tersebut maka dapat ditentukan diagram hirarki sebagai berikut.

Perekrutan Tenaga
Kerja

Jujur Bertanggung Jawab Ulet

Divisi Keuangan Divisi Produksi Divisi Pemasaran

Gambar 4.1 Struktur Hirarki Perekrutan Tenaga Kerja pada Agroindustri Kopi Herbal
Awal mula berdirinya usaha Agroindustri Kopi Herbal dikelola seorang
diri oleh pemilik agroindustri. Seiring berjalannya waktu, usaha agroindustri ini
semakin berkembang dan permintaan produk semakin meningkat sehingga
pemilik usaha agroindustri merasa kualahan kemudian memutuskan untuk
merekrut 1 orang tenaga kerja. Tahun-tahun berikutnya pemilik usaha menambah
tenaga kerja hingga saat ini Agroindustri Kopi Herbal smemiliki 4 tenaga kerja
dimana 3 tenaga kerja sebagai tenaga kerja bagian produksi dan 1 tenaga kerja
sebagai tenaga kerja pemasaran. Perekrutan tenaga kerja yang dilakukan pada
Agroindustri Kopi Herbal pemilik usaha agroindustri selaku manajer tidak
menetapkan kriteria-kriteria khusus, hal ini dikarenakan berkaitan dengan tujuan
utama usaha agroindustri tersebut didirikan. Tujuan utama usaha agroindustri
tersebut didirikan yaitu karena pemilik ingin menciptakan lapangan kerja bagi
masyarakat sekitar Agroindustri Kopi Herbal. Pemilik usaha agroindustri merasa
masih banyaknya masyarakat sekitar yang kurang mampu dalam hal ekonomi.
Kejujuran tenaga kerja sangat diperlukan dalam melakukan usaha agroindustri ini,
karena pemilik usaha tidak selalu mengawasi jalannya kegiatan produksi dan
pemasaran. Tenaga kerja pada Agroindustri Kopi Herbal juga harus memiliki
tanggung jawab yang tinggi sesuai dengan bagian tugas masing-masing agar
kegiatan dalam agroindustri dapat berjalan dengan lancar. Keuletan dalam
pelaksanaan kegiatan agroindustri juga sangat penting agar produksi semakin
bertambah sehingga dapat memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat.

4.2 Divisi yang Harus Diprioritaskan dalam Agroindustri Kopi Herbal


Kegiatan Agroindustri Kopi Herbal dalam pelaksanaannya memiliki
beberapa bagian divisi. Setiap divisi memiliki peran dan tugas yang berbeda.
Seorang manajer Agroindustri Kopi Herbal dalam pelaksanaannya dibantu oleh
beberapa divisi. Divisi pada Agroindustri Kopi Herbal yaitu terdiri dari Divisi
Keuangan, Divisi Produksi, dan Divisi Pemasaran. Tugas manajer yaitu menyusun
rencana dalam kegaiatan Agroindustri Kopi Herbal. Menyusun rencana berarti
memikirkan apa yang akan dikerjakan. Agar dapat membuat rencana secara
teratur dan logis, sebelumnya harus ada keputusan terlebih dahulu sebagai
petunjuk langkah-langkah selanjutnya. Selain itu, pengorganisasian bertujuan
membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Hal ini
mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.
Seorang manajer juga menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan
sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan
yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah
kepemimpinan (leadership). Tindakan seorang manajer juga melakukan
pengawasan untuk menilai dan mengendalikan jalannya suatu kegiatan yang
mengarah demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Tugas Divisi Keuangan yaitu mengkoordinasikan kegiatan pengelolaan
keuangan beserta administrasinya dan menyusun laporan keuangan. Selain itu,
melaksanakan pengendalian dan pengawasan bidang keuangan sesuai dengan
target yang ditentukan, mengelola arus keluar masuknya keuangan agroindustri,
dan melaporkan kinerja manajemen unit operasi terhadap anggaran. Tugas dari
Divisi Produksi yaitu bertanggung jawab atas segala mekanisme manajemen
produksi secara teknis. Melakukan kegiatan proses pengolahan dari bahan mentah
menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah. Proses produksi dimulai dari
pengadaan bahan baku, kemudian dari bahan baku diolah, kemudian bahan baku
kopi setelah diolah dicampur dengan bahan bahan herbal, sentuhan akhir dari
pengolahan yaitu melakukan pengemasan agar produk kopi herbal dapat menarik
pelanggan untuk membeli. Divisi pemasaran yaitu melakukan tugas memasarkan
produk yang sudah dikemas di berbagai tempat oleh-oleh Jember. Mengkoordinir
penjualan agar memenuhi target, mengikuti dan menganalisa perkembangan
pasar, memberikan saran dalam rangka peningkatan penjualan
Tabel 4.1 Nilai Vektor Preferensi Final pada masing-masing Divisi

JU TJ UL Total
KUA 0.352 0.229 0.014 0.596
PRO 0.123 0.071 0.097 0.291
PMS 0.111 0.034 0.030 0.175
Total       1
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai vector preferensi final pada masing-
masing divisi. Hasil tersebut dianalisis menggunakan AHP. Tabel tersebut
menunjukkan hasil divisi yang menjadi prioritas dalam Agroindustri Kopi Herbal.
Divisi-divisi tersebut terdiri atas Divisi Keuangan (KUA), Divisi Produksi (PRO),
dan Divisi Pemasaran (PMS). Divisi dalam agroindustri mempertimbangkan
berbagai kriteria tertentu untuk perekrutan tenaga kerja. Kriteria tersebut terdiri
atas jujur (JU), tanggung jawab (TJ), dan ulet (UL). Berdasarkan tabel 4.1
menunjukkan bahwa divisi yang paling diprioritaskan dalam Agroindustri Kopi
Herbal adalah Divisi Keuangan, hal ini didasarkan pada penilaian terkait kriteria
JU, TJ, dan UL sebesar 0,596. Divisi kedua yang diprioritaskan dalam
Agroindustri Kopi Herbal adalah Divisi Produksi, hal ini didasarkan pada
penilaian terkait kriteria JU, TJ, dan UL sebesar 0,291. Divisi ketiga yang
diprioritaskan dalam Agroindustri Kopi Herbal adalah Divisi Pemasaran, hal ini
didasarkan pada penilaian terkait kriteria JU, TJ, dan UL sebesar 0,175. Jadi,
divisi yang paling diprioritaskan dalam Agroindustri Kopi Herbal adalah Divisi
Keuangan.
Penilaian dalam analisis AHP ini dibutuhkan suatu konsistensi.
Mengetahui konsistensi dalam penilaian ini menggunakan Consistency Index
matriks perbandingan pereferensi berpasangan antar kriteria. Menghitung
konsistensi ini dengan membandingkan CI dan RI. CI merupakan Consistency
Index dan RI merupakan nilai pembangkit random. Pengambilan keputusan dalam
penilaian konsistensi ini yaitu jika nilai CI/RI ≤ 0,10 maka penilaian yang
dilakukan tidak konsisten dan jika nilai CI/RI < 0,10 maka penilaian yang
dilakukan konsisten. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai CI/RI pada penilaian
preferensi antar kriteria ini sebesar 0,046. Artinya, penilaian yang dilakukan
adalah konsisten.

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN


5.1 SIMPULAN
5.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA
Anzizhan, Syafaruddin. 2008. Sistem Pengambilan Keputusan. Jakarta: Grasindo.

Bachtiar, N., N. Harahap, dan H. Riniwati. 2013. Strategi Pengembangan


Pemasaran Ikan Sidat (Anguilla bicolor) di Unit Pengelola Perikanan
Budidaya (UPPB) Desa Deket, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan,
Jawa Timur. Api Student, 1(1): 29 – 36.

Eniyati, Sri. 2011. Perancangan Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan untuk


Penerimaan Beasiswa dengan Metode SAW (Simple Additive Weighting).
Jurnal Teknologi Informasi, 16 (2) : 171-176.
Herjanto, Eddy. 2009. Sains Manajemen Analisis Kuantitatif untuk Pengambilan
Keputusan. Jakarta: Grasindo.

Kurniati, R., Farikhin, dan B. Surarso. 2015. Sistem Pendukung Keputusan


Penyelekseian Proposal Dana Menggunakan Metode AHP D Numbers.
Jurnal Sistem Informasi Bisnis, 5 (1):9-18.
Kusmiati, A. dan D. Y. Nursamsiyah. 2015. Kelayakan Finansial Usahatani Kopi
Arabika dan Prospek Pengembangannya di Ketinggian Sedang.
Agriekonomika, 4(2): 221 – 234.

Magdalena, Hilyah. 2012. Sistem Pendukung Keputusan Untuk Menentukan


Mahasiswa Lulusan Terbaik di Perguruan Tinggi (Studi Kasus STMIK
ATMA Luhur Pangkalpinang). Seminar Nasional Teknologi Informasi dan
Komunikasi, Halaman 1-8.
Palisuri, Palipada. 2016. Analisis Produksi dan Agroindustri Pisang Ambon dalam
Kaitannya dengan Peningkatan Pendapatan Usahatani di Kabupaten Gowa.
Ecosystem, 16(1): 1 – 12.

Qoiriah, Anita dan N. A. Praditama. 2012. Implementasi AHP (Analytic


Hierarchy Process) Pada Sistem Seleksi Event Organizer PT. CBM.
Jurnal Manajemen Informatika, 1 (1):1-8.

Santosa, P. B. dan A. Kusumawati. 2014. Nilai Tambah Usaha Agroindustri Labu


menjadi Kuaci dan Pia. JDEB, 11(2): 107 – 119.

Sembiring, S. A., P. Marbun, dan K. S. Lubis. 2015. Kajian Jumlah Biji dan Berat
Biji Basah Kopi Robusta pada beberapa Ketinggian, Kemiringan Lereng
dan Jenis Tanah di Kecamatan Dairi. Agroteknologi, 4(1): 1857 – 1864.
Taufik, Rohmat. 2011. Rancang Bangun Sistem Pendukung Keputusan Penilaian
Kinerja Karyawan Menggunakan Metode Analytical Hierarchi Process
(AHP). Jurnal Ilmiah Faktor Exacta, 4 (3):238-245.

Anda mungkin juga menyukai