Anda di halaman 1dari 28

22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian

Kecamatan Gemawang adalah salah satu kecamatan di Kabupaten

Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia.Kecamatan Gemawang berada pada

ketinggian 700 m dpl dan berjarak19,5 km dari Kota Temanggung. Sebagian

besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pertanian yang

diunggulkan adalah kopi robusta, jenis kopi robusta yang sering dibudidayakan

adalah varietas Sri Ayu. Proses budidaya kopi robusta di Kecamatan

Gemawang dilakukan mulai dari bulan Maret yaitu berupa pengolahan lahan

atau yang lebih dikenal dengan istilah lokal pendangiran. Tahap selanjutnya

adalah perawatan yang berupa kegiatan penyetekan, pemangkasan, dan

pengendalian hama. Tahap perawatan dilakukan pada bulan Maret, Oktober dan

sebelum panen yaitu pada bulan Mei. Petani kopi robusta di Kecamatan

Gemawang pada umumnya melakukan panen raya yang dimulai bulan Mei

hingga Juni, dan berakhir pada bulan Agustus hingga September. Kecamatan

Gemawang mempunyai lahan perkebunan kopi terluas diantara Kecamatan-

kecamatan lainnya di Temanggung, yaitu 2.035,52 ha dan produksi kopi

sebanyak 408,81 ton. Hasil ini membuktikan bahwa sentra komoditas kopi di

Kabupaten Temanggung berada di Kecamatan Gemawang.

Perbandingan luas lahan untuk Kecamatan Gemawang dapat dilihat

pada Tabel 1.
23

Tabel 1. Luas Lahan, Luas Lahan Sawah, Luas Lahan Bukan Sawah di Kecamatan
Gemawang Kabupaten Temanggung 2016. (Sumber: BPS Kecamatan Gemawang,
2017.)

No Desa Luas Lahan Luas Lahan Lahan Bukan


Sawah Sawah

----ha---- ----ha---- ----ha----


1. Jambon 410,00 120,00 290,00
2. Kalibanger 348,00 47,00 301,00
3. Ngadisepi 1118,77 66,80 1051,97
4. Kemiriombo 483,00 38,00 445,00
5. Gemawang 1120,00 141,00 979,00
6. Banaran 655,00 71,00 584,00
7. Krempong 457,00 26,50 430,00
8. Muncar 1128,23 77,70 1050,53
9. Sucen 530,00 21,00 509,00
10 Karangseneng 461,00 34,00 427,00
.
Jumlah .6711,00 643,00 .6068,00

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa desa di Kecamatan Gemawang

memiliki jumlah luas lahanyang bukan bukan sawah lebih besar daripada

jumlah luas lahan sawah menyebabkan mayoritas penduduknya tidak hanya

bekerja sebagai petani, tetapi merupakan pekerja di sektor-sektor lain seperti

industri, bangunan, dan jasa-jasa. Tanaman pangan yang dibudidayakan

di Kecamatan Gemawangmeliputi padi, jagung, ketela pohon, dan

kacang tanah serta tanaman perkebunan yang dibudidayakan meliputi

tembakau dan kopi. Kopi Robusta merupakan jenis tanaman yang

dibudidayakan.Kecamatan Gemawang memiliki jumlah penduduk sebesar

32,445 jiwa diantaranya 16.381 pria dan 16.604 wanita yang terbagi atas 10

desa. Jumlah penduduk di Kecamatan Gemawang dapat dilihat dari Tabel 2.


24

Tabel 2. Banyaknya Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dirinci
Per Desa di Kecamatan Gemawang 2016. (Sumber:BPSKecamatan Gemawang,
2017.)

No Desa Rumah Tangga Laki-laki Perempuan Jumlah


Keluarga
---orang--- ---orang--- ---orang---
1. Jambon 842 1.705 1.696 3.401
2. Kalibanger 533 1.102 1.097 2.199
3. Ngadisepi 1.019 2.138 2.164 4.302
4. Kemiriombo 646 1.356 1.227 2.583
5. Gemawang .1.412 2.957 2.881 5.838
6. Banaran 713 1.515 1.466 2.981
7. Krempong 397 866 823 1.689
8. Muncar .1.190 2.452 2.487 4.939
9. Sucen 693 1.542 1.507 3.049
10 Karangseneng 321 748 716 1.464
.
Jumlah 7.766 16.381 16.064 32.445
.

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa Desa Gemawang memiliki

jumlah penduduk terbanyak dengan 5.838 jiwa dengan 2.957 jiwa laki-lakidan

2.881 jiwa perempuan. Desa Gemawang termasuk 10 desa di Kecamatan

Gemawang yang mempunyai luas lahan yang besar. Perekonomian di

Kecamatan Gemawang ditunjang dari mata pencaharian penduduk di

Kecamatan Gemawang.Pada umumnya pendudukan di Kecamatan Gemawang

memiliki mata pencaharian sebagai petani tanaman perkebunan dan kehutanan,

hal ini disebabkan oleh lahan sawah yang cukup luas untuk dimanfaatkan

sebagai lahan pertanian. Mata Pencaharian penduduk Kecamatan Gemawang

dapat dilihat dari Tabel 3.


25

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian


Penduduk 10 Tahun Keatas Di Kecamatan Gemawang 2016. (Sumber : BPS
Kecamatan Gemawang, 2017).

No Pekerjaan Persentase
-----%----
1. Petani Tanaman Pangan 43,10
2. Petani Perkebunan 42,10
3. Petani Kehutanan 1,30
4. Industri 3,40
5. Bangunan 2,76
6. Pengangkutan & Komunikasi 1,16
7. Jasa-Jasa 4,77
8. Lain-lain 0,41
Jumlah .. 100,00
..

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa pada umumnya mata pencaharian

penduduk di Kecamatan Gemawang adalah petani, yang berupa petani kopi

robusta. Sektor pertanian mendominasi dengan menunjukkan persentase sebesar

85,20%. Sektor Pertanian di Kecamatan Gemawangterdiri dari subsektor tanaman

pangan 43,10% dan subsektor perkebunan 42,10%. Tanaman pangan meliputi

padi, jagung, ketela pohon, dan kacang tanah serta tanaman perkebunan meliputi

tembakau dan kopi.

4.2. Petani Kopi Robusta di Kecamatan Gemawang

Petani kopi robusta di Kecamatan Gemawang dibantu oleh anggota

keluarga seperti anak dan istridalam kegiatan budidaya kopi robusta, seperti pada

proses pengolahan lahan atau yang lebih dikenal sebagai kegiatan pendangiran

oleh petani Kecamatan Gemawang.Pada umumnya tenaga kerja wanita tidak

membantu pada semua proses pengolahan dikarenakan sifat pekerjaan tersebut

lebih berat untuk dikerjakan, sehingga tenaga kerja wanita hanya membantu
26

dalam kegiatan ringan sepertiperawatan tanaman, hal ini sesuai dengan pendapat

Berliani (2017) yang menyatakan bahwa tenaga kerja pria umumnya dapat

mengerjakan semua pekerjaan usahatani terutama jenis pekerjaan yang

membutuhkan kemampuan otot yang tidak mampu dilaksanakan oleh wanita

misalnya pengolahan tanah.

Tenaga kerja keluarga juga membantu pada kegiatan perawatan tanaman

yaitu proses pemupukan, penyetekan, dan pengendalian hama hingga pada proses

pasca panen karena pekerjaan tersebut bersifat relatif mudah untuk dikerjakan, hal

ini sesuai dengan pendapat Sormin (2016) yang menyatakan bahwa tenaga kerja

wanita juga berperan penting dalam budidaya tanaman kopi, yaitu dengan

melakukan kegiatan yang lebih ringan namun membutuhkan ketelitian dan

keuletan yang lebih seperti pemupukan dan pemangkasan. Kegiatan budidaya

kopi robusta membutuhkan waktu sebanyak 9 hingga 10 bulan per musim panen.

4.3. Identitas Responden

Identitas responden digunakan untuk memberikan hasil mengenai faktor

sosial terhadap curahan waktu kerja petani kopi robusta. Responden pada

penelitian ini yaitu 98 petani kopi robusta di Kecamatan Gemawang yang

memiliki lahan sendiri. Identitas responden untuk penelitian ini meliputi umur,

jumlah tanggungan keluarga, pengalaman bekerja, tingkat pendidikan, dan

pekerjaan lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Harahap et al. (2015) yang

menyatakan bahwafaktor-faktor sosial yang berpengaruh pada curahan waktu

kerja Petani antara lain yaitu umur, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman

bekerja, tingkat pendidikan, dan pekerjaan lain.


27

4.3.1. Umur

Tingkat umur petani merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi curahan waktu petani dalam usahataninya. Semakin tua umur

petani maka petani tersebut akan semakin membutuhkan waktu yang lama untuk

mengerjakan lahannya.Umur responden Petani kopi robusta di Kecamatan

Gemawang dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Umur Petani


Kopi Robusta di Kecamatan Gemawang.

Tingkat Umur Jumlah Persentase


---tahun--- ---orang--- ---%---
>54 7 7,16
47-54 22 22,46
37-46 39 39,81
27-36 21 21,44
15-26 9 9,13
Jumlah 98 100,00

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa jumlah responden sebesar

90,87% tergolong dalam usia produktif, sedangkan 9,13% responden tergolong

dalam usia tidak produktif. Umur petani termuda yaitu 20 tahun dan tertinggi 64

tahun dengan rata-rata umur yaitu 41 tahun. Petani kopi robusta yang berumur 15

hingga 54 tahun tergolong pada usia produktif bekerja. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Fauziyah et al. (2014) yang menyatakan bahwa

petani dikategorikan dalam usia produktif pada umur 15 hingga 54 tahun, dengan

rata rata umur responden 51 tahun. Sehingga sebagian besar petani kopi robusta di

Kecamatan Gemawang dapat dikategorikan pada usia produktif dalam melakukan

kegiatan usahatani, sehingga curahan waktu yang diberikan cukup besar. Hal ini
28

sesuai dengan pendapat Kusumastuti (2012) yang menyatakan bahwa selama

petani berada dalam umur produktif maka efektivitas curahan jam kerja akan

meningkat dan semakin tua usianya maka efektivitas curahan jam kerja akan

semakin menurun karena kemampuan fisik yang dimiliki juga semakin menurun.

4.3.2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang

belum mandiri secara ekonomi, sehingga menjadi tanggung jawab kepala keluarga

untuk menghidupi anggota keluarganya.Semakin banyak tanggungan keluarga,

maka curahan waktu yang dibutuhkan semakin sedikit karena banyaknya anggota

keluarga yang dapat membantu.Jumlah tanggungan keluarga responden Petani

kopi robusta di Kecamatan Gemawang dapat dilihat dalam Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden BerdasarkanJumlah Tanggungan


Keluarga Petani Kopi Robusta di Kecamatan Gemawang.

Responden Petani
Jumlah Tanggungan
Jumlah Persentase
Keluarga
---orang--- ---orang--- ---%---
Tidak memilikitanggungan .3 3,06
1 23 23,46
2 53 54,10
3 16 16,32
>3 .3 3,06
Jumlah 60 ..100,00

Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa bahwa jumlah tanggungan

keluarga responden di Kecamatan Gemawangsebagian besar memiliki 2 orang

yang tergolong.Tanggungan keluarga adalah anggota keluarga yang sedang tinggal

disatu rumah dan belum bekerja yang biasanya berupa anak-anak yang masih
29

berada dalam usia sekolah dan orang tua yang tidak bekerja.Jumlah tanggungan

keluarga responden tergolong kecil karena kurang dari 3 anggota keluarga yang

masih ditanggung oleh kepala keluarga, hal ini sesuai dengan pendapat Widyawati

dan Pujiyono (2013) yang menyatakan bahwa keluarga petani pada umumnya

memiliki lebih dari 3 anggota keluarga yang menjadi tanggungan. Petani kopi

robusta di Kecamatan Gemawang pada umumnya memiliki anggota keluarga yang

tidak berkontribusi terhadap usahatani yang dimiliki oleh kepala keluarga karena

anggota keluarga tersebut pada umumnya adalah anak yang masih dalam tahap

pendidikan, sehingga kepala keluarga harus bekerja lebih keras untuk mencari

nafkah agar dapat membiayai keluarganya. Hal ini sesuai dengan

pendapatWidyawati dan Pujiyono (2013) yangmenyatakan bahwa semakin banyak

jumlah tanggungan keluarga, jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi juga

semakin banyak, sehingga dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk bekerja

agar pendapatan yang diperoleh juga semakin banyak.

4.3.3. Pengalaman Bekerja

Pengalaman bekerja adalah lama waktu petani kopi robusta yang

digunakan untuk melakukan kegiatan bertani kopi robusta dari awal bekerja

hingga sekarang.Pengalaman bekerja dapat menjadi faktor yang mempengaruhi

curahan waktu yang dibutuhkan petani dalam mengerjakan kegiatan bertani.

Petani yang lebih berpengalaman pada umumnya lebih mampu untuk

mengelola usahatani yang dimiliki. Pengalaman bekerja responden Petani kopi

robusta di Kecamatan Gemawang dapat dilihat dalam Tabel 7.


30

Tabel 7. Jumlah dan PersentaseRespondenBerdasarkan Pengalaman Bertani


Kopi Robusta di Kecamatan Gemawang.

Responden Petani
Pengalaman Bekerja
Jumlah Persentase
---tahun--- ---orang--- ---%---
>40 .4 . 4,10
31 – 40 19 19,38
21 – 30 34 34,69
11 – 20 30 30,61
1 – 10 11 11,22
Jumlah 98 .100,00

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa rata-rata petani di

Kecamatan Gemawang memiliki pengalaman yang tinggi yaitu lebih dari 10

tahun berjumlah sebesar 88,78%. Petani yang memiliki pengalaman rendah

berjumlah sedikit dikarenakan pada umumnya petani dalam golongan tersebut

merupakan petani muda, tetapi petani muda di Kecamatan Gemawang

berjumlah sedikit karena kurangnya minat generasi muda untuk bekerja dalam

bidang pertanian. Petani kopi robusta di Kecamatan Gemawangpada umumnya

sudah cukup berpengalaman karena telah terlibat mengikuti kegiatan bertani

dari orang tua sejak kecil, sehingga petani tersebut sudah terampil dan terbiasa

dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari. Petani yang lebih terampil akan

lebih cepat dalam mengerjakan lahan dan dapat mencurahkan waktunya secara

lebih efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Edwar (2011), yang menyatakan

bahwa pengalaman usahatani akan berpengaruh terhadap kemampuan atau

kemahiran seseorang melakukan usahatani,dengan pengalamannya, petani

dapat memanfaatkan lahannya dengan baik.


31

4.3.4. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang dapat

mempengaruhi curahan waktu petani. Petani yang memiliki pendidikan tinggi

akan mempunyai pola pikir yang semakin maju.Pendidikan terakhir responden

Petani kopi robusta di Kecamatan Gemawang dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Responden Petani Kopi Robusta di Kecamatan Gemawang.

Responden Petani
Pendidikan Terakhir
Jumlah Persentase
---orang--- ---%---
Tidak Bersekolah 43 43,87
SD 31 31,63
SMP 13 13,26
SMA .9 9,18
S1 .2 2,06
Jumlah .98 .100,00

Berdasarkan Tabel8, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan Petani di

Kecamatan Gemawangmasih cukup rendah. Hal ini disebabkan oleh

respondenyang beranggapan bahwa pekerjaan petani hanya memerlukan

keterampilan, sehingga kurangnya kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan

yang lebih tinggi. Sehingga sebagian besar petani hanya lulus SD atau tidak

bersekolah dengan jumlah 75,5%. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani

maka petani akan memiliki pola pikir yang semakin baik, sehingga

petanidapatmemanfaatkan waktunya dengan lebih baik dalam mengelola

usahatani yang dimiliki, dan waktu kerja yang dicurahkan akan semakin

efektif.Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafie (2010) yang menyatakan bahwa

Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada sikap mental dan perilaku tenaga
32

kerja dalam usahatani.Petani di Kecamatan Gemawang tetap dapat

menjalankan usahataninya dengan baik karena telah terbiasa untuk melakukan

kegiatan pertanian sejak kecil dan mengetahui cara membudidayakan tanaman

kopi walaupun tidak memiliki pendidikan yang tinggi, hal ini sesuai dengan

pendapat Berliani (2017) yang menyatakan bahwa petani meneruskan warisan

lahan atau sawah milik keluarga dan mereka sudah terbiasa bertani sejak kecil.

4.3.5. Pekerjaan lain

Pekerjaan lain merupakan pekerjaan yang ditekuni oleh petani selain

dari kegiatan bertani kopi robusta. Pekerjaan Lain Petani kopi robusta di

Kecamatan Gemawang dapat dilihat dalam Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan Lain Petani


Kopi Robusta diKecamatan Gemawang.

Responden Petani
Pekerjaan
Jumlah Persentase
---orang--- ---%---
Pertanian (Pangan, Perkebunan,
93 98,89
Peternakan)
Non-pertanian (Pegawai swasta,
5 5,11
pegawai pemerintahan)
Jumlah 98 .100,00

Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa pada umumnya petani kopi

robusta di Kecamatan Gemawangmemiliki pekerjaan lain yang berada dalam

bidang pertanian dengan persentase sebanyak 98,89%. Hal ini dikarenakan

banyaknya petani yang melakukan pertanian secara terintegrasi, sehingga

responden pada umumnya memilih pekerjaan lain sebagai petani komoditas lain

seperti padi atau tembakau dan merangkap menjadi peternak.Petani yang bekerja
33

di bidang non pertanian adalah petani yang merangkap menjadi perangkat desa,

sehingga waktu yang dimiliki lebih dicurahkan untuk pekerjaan tersebut. Petani di

Kecamatan Gemawang pada umumnya tidak memiliki pekerjaan lain yang tidak

berada dalam bidang pertanian dikarenakan oleh pekerjaan sebagai petani yang

dianggap sudah dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya, sehingga petani

mencurahkan sebagian besar waktunya kepada pekerjaan bertani tersebut.Hal ini

sesuai dengan pendapat Oktaveasma (2013) yang menyatakan bahwa padatnya

curahan kerja menyebabkan kurangnya minat petani dalam menambah pekerjaan

lain yang dimiliki.

4.4. Curahan Waktu Kerja Petani

Curahan waktu kerja yaitu waktu yang dihabiskan petani dalam

membudidayakan kopi robusta yang diukur menggunakan satuan jam/hari dalam

satu kali MP (Musim Panen) yaitu selama 10 bulan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Widyawati (2013), yang menyatakan bahwa perhitungan curahan waktu

kerja Petani selama satu kali musim panen menggunakan rumus: C = Ca1 + Ca2 +

Ca3 + Ca4 + Ca5 + Ca6 yang dimana C merupakan curahan waktu kerja dan Ca1

sampai Ca6 yaitu kegiatan-kegiatan budidaya kopi robustaseperti pengolahan

lahan (Ca1), pemupukan (Ca2), penyetekan (Ca3), pemangkasan (Ca4), panen

(Ca5), pasca panen (Ca6) yang diukur dalam jam/hari dengan rumus jam x

frekuensi x hari.

Kegiatanbudidaya kopi robusta membutuhkan waktu sebanyak 9 hingga

10 bulan per musim panen dan terbagi mulai dari pengolahan tanaman yang

dilakukan dengan kegiatan pembersihan lahan menggunakan sabit, kegiatan ini


34

dilakukan 2 hingga 3 kali yaitu pada bulan Oktober dan Maret. Proses pemupukan

tanaman kopi robusta dilakukan dengan pemberian pupuk organik atau anorganik,

kegiatan ini dilakukan 2 kali pada bulan Oktober dan Maret.

Proses penyambungan tanaman atau penyetekan tanaman kopi dilakukan

dengan penempelan dan penyulaman tanaman, kegiatan ini dilakukan 1 kali

selama bulan Desember hingga Januari. Pemangkasan dilakukan dengan

pemotongan cabang cabang yang dianggap mengganggu pertumbuhan tanaman,

dan dilakukan dua kali dalam setahun yaitu pada sebelum dan sesudah panen yaitu

pada bulan Mei dan Agustus. Pengedalian hama dan penyakit dilakukan dengan

penyemprotan insektisida untuk mencegah serangan hama, kegiatan ini dilakukan

sebanyak 1 kali sebelum panen yaitu pada bulan Mei.

Panen dilakukan dengan memetik buah yang sudah matang pada tanaman

panen, kegiatan ini dilakukan sebanyak 4 hingga 5 kali selama bulan Juni hingga

Agustus. Pasca panen dilakukan dengan proses penjemuran atau pengeringan

hingga penyimpanan dan diolah dengan digoreng atau menjadi bubuk kopi,

kegiatan ini dilakukan sebanyak 1 kali pada bulan Juni hingga Agustus karena

proses pengeringan harus dilakukan setelah mendapatkan buah yang telah

dipanen. Curahan waktu kerja Petani kopi robusta di Kecamatan Gemawang

dapat dilihat dalam Tabel 10.


35

Tabel 10. Alokasi Curahan Waktu Kerja Petani Kopi Robusta per 1 Kali Musim
Panen (10 Bulan).

Kegiatan Alokasi Curahan Waktu Kerja Persentase


---jam/hari--- ---jam/MP--- ---%---
Pengelolaan Lahan 0,835 254 30,20
Pemupukan 0,617 51 6,06
Penyetekan 0,233 71 8,44
Pemangkasan 0,319 91 11,53
Pengendalian Hama Penyakit 0,088 27 3,22
Panen 0,730 222 26,40
Pasca Panen 0,391 119 14,15
Total 2,763 841 ./100,00

Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa total curahan waktu kerja sebesar

841 jam per musim panen, rata-rata 2,763 jam/hari, dengan rata-rata jumlah

tanaman sebanyak 1388 pohon. Petani di Kecamatan Gemawangdalam melakukan

semua kegiatan budidaya kopi robusta dibantu oleh istri dan anggota keluarga

lainnya, kecuali pada kegiatan panen dimana petani pada umumnya menyewa

tenaga kerja sewa yang biasanya berupa tenaga kerja wanita untuk memudahkan

dan mempercepat proses panen. Hal ini disebabkan oleh tingkat keterampilan

petani wanita yang lebih tinggi dari petani pria, sehingga pemilik lahan cenderung

memilih lebih banyak tenaga kerja petani wanita dibandingkan dengan petani pria.

Hal ini sesuai dengan pendapat Berliani (2017) yang menyatakan bahwa petani

wanita pada umumnya lebih cekatan dan terampil dalam melakukan kegiatan

panen. Kegiatan pengolahan lahan merupakan kegiatan yang paling banyak

memakan waktu dalam budidaya kopi robusta dikarenakan oleh kegiatan tersebut

berupa kegiatan yang bersifat berat seperti pembuatan rorak atau pembuatan

lubang untuk menjadi sarana penyimpanan pupuk organik atau sebagai saluran got

untuk memudahkan kegiatan penyiangan. Hal ini sesuai dengan penelitian


36

terdahulu oleh Laksono (2018) yang menyatakan bahwa kegiatan pengolahan

lahan yang berupa pembersihan lahan dan pembuatan rorak membutuhkan waktu

yang cukup banyak karena memerlukan tenaga yang cukup besar.

Pengolahan lahan dilakukan selama 3 kali dalam 1 kali musim panen.

Kegiatan pengolahan lahan setelah pasca panen berupa pembersihan lahan.

Pembersihan lahan merupakan kegiatan dimana petani membersihkan lahan dari

sisa gulma yang ada setelah musim panen sebelumnya. Hal ini dilakukan agar

tanaman kopi terhindar dari berbagai macam penyakit dan juga agar dapat

menyerap unsur hara secara maksimal. Kegiatan pembersihan lahan pada

umumnya dilakukan dengan memangkas gulma menggunakan alat seperti

cangkul dan sabit.Pengolahan lahan memerlukan curahan waktu kerja 254 jam

untuk satu kali musim panen. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyoutami et al.

(2010) yang menyatakan bahwa pembersihan lahan berguna untuk

menghilangkan gulma yang mengganggu serta mencegah terjadinya erosi.

Pemupukan merupakan kegiatan penambahan satu atau beberapa hara

yang dibutuhkan oleh tanaman kopi untuk mempertahankan kesuburan tanah

yang ada agar dapat mencapai produksi yang tinggi. Kegiatan pemupukan

memerlukan curahan waktu kerjarata-rata 51 jam per 1 kali musim panen.

Kegiatan ini dilakukan 2 kali dalam satu tahun, yaitu pada awal dan akhir musim

penghujan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kimia seperti urea, TSP, KCL,

Dolomite dengan takaran 5 ons. Pupuk yang digunakan oleh petani kopi robusta

di Kecamatan Gemawang berasal dari penyedia pupuk yang berada di Pasar

Gemawang dengan menggunakan kartu tani. Hal ini disebabkan oleh tanaman
37

kopi di Kecamatan Gemawang yang rata-rata bersifat anorganik.Hal ini sesuai

dengan pendapat Rahardjo(2012) yang menyatakan bahwa kegiatan pemupukan

bertujuan untuk menyuburkan tanaman dengan cara pemberian pupuk organik

atau anorganik dengan takaran yang telah ditentukan.

Penyetekan merupakan salah satu kegiatan perawatan tanaman yang

berupa kegiatan perbanyakan bahan tanaman. Proses ini juga terdiri dari

penempelan dan penyulaman tanaman. Kegiatan ini berguna untuk memperbaiki

dan memperbanyak jumlah tanaman untuk mencegah kerusakan agar tingkat

produksi tetap terjaga. Perbanyakan bahan tanaman rata-rata memerlukan curahan

waktu kerja 71 jam per musim panen.Petani di Kecamatan Gemawang rata-rata

kurang mengenali istilah-istilah yang digunakan dalam kegiatan ini, sehingga

kurang mahir dalam melakukan kegiatan penyetekan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Syakir, (2010) yang menyatakan bahwa sambungan dan setek

merupakan cara perbanyakan tanaman kopi yang umum dilakukan dengan tujuan

memanfaatkan dua sifat unggul dari bibit batang bawah tahan terhadap hama

nematoda parasit akar, dan sifat unggul dari batang atas yaitu mempunyai

produksi yang tinggi dan mutu biji baik.

Kegiatan pemangkasan merupakan kegiatan pemotongan cabang cabang

yang dianggap mengganggu pertumbuhan tanaman, dan dilakukan dua kali dalam

setahun yaitu pada sebelum dan sesudah panen.Kegiatan ini dibagi menjadi 3

tahap yang berupa pemangkasan pada bentuk yang berguna untuk mencegah agar

tanaman kopi tidak tumbuh terlalu tinggi serta dilakukan pada tahun pertama

hingga ketiga tanaman kopi. Tahap selanjutnya adalah pemangkasan produksi


38

yang berguna untuk menumbuhkan cabang yang bersifat produktif, dan dilakukan

pada awal musim penghujan. Tahap yang terakhir adalah pemangkasan rejuvenasi

yang berguna untuk tanamn yang sudah tua agar dapat mengembalikan

kemampuannya untuk berproduksi, tahap ini pada umumnya dilakukan setelah

musim panen.Hal ini sesuai dengan pendapatRahardjo (2017) yang menyatakan

bahwapemangkasan bergunauntuk menumbuhkan cabang baru dari tanaman kopi

agar produktivitas kopi meningkat.

Kegiatan pengendalian hama dilakukan dengan cara menyemprotkan

insektisida yang sesuai dengan hama yang ada, dan dilakukan pada saat musim

penghujan berlangsung, namun petani kopi robusta di Kecamatan Gemawang

tidak terlalu memperhatikan proses ini karena pada umumnya hama yang

menyerang tanaman kopi robusta sulit untuk dibunuh dengan insektisida.

Pemangkasan membutuhkan curahan waktu kerja petani rata-rata sebesar 73 jam

per musim panen. Hama yang menyerang tanaman kopi robusta adalah seperti

jamur upas, hama penggerek, nematoda, dan semut. Jamur upas dan hama

penggerek belum memiliki pencegahan secara khusus sehingga petani kopi

robusta lebih sering untuk mencabut danmembakar ranting yang terserang oleh

kedua hama tersebut, dan dibiarkan selama 1 hingga 2 tahun.

Hal ini harus dilakukan secara cepat karena dapat menyebar ke tanaman

lain dan berpotensi mengurangi produksi. Hama semut dapat dicegah dengan

menggunakan semprot insektisida atau hanya dengan memakai penutup mata dan

caping karena pada umumnya tidak terlalu bersifat menggangu produksi, namun

dapat mempersulit proses panen. Pada umumnya, kegiatan ini dilakukan oleh
39

petani pria dikarenakan dalam pengendalian hama dan penyakit petani pria lebih

mengetahui cara penanganannya karena didampingi oleh penyuluh pertanian.Hal

ini sesuai dengan pendapat Rahardjo (2017) yang menyatakan bahwa kegiatan

pengendalian hama bertujuan untuk mencegah kopi dari serangan OPT seperti

hama penggerek dan nematoda.

Kegiatan panen dibagi menjadi tiga tahap, yang pertama adalah tahap awal

dimana petani memetik atau memotong tanaman yang terpapar oleh penyakit dan

terserang hama, tahap ini dilakukan pada awal musim panen yaitu juni. Tahap

selanjutnya adalah panen raya dimana tanaman kopi dipanen saat buahnya terlihat

60% hingga 80% memerah dikarenakan kekhawatiran petani akan adanya pihak-

pihak yang mengambil panen petani kopi robusta. Tahap ketiga adalah tahap

untuk mengambil sisa-sisa tanaman yang sudah terlambat masak atau tanaman

yang dianggap kurang baik sehingga tidak dipilih pada proses sebelumnya.

Pada umumnya, petani kopi robusta di Kecamatan Gemawang menyewa

tenaga kerja untuk tahap panen raya karena kurangnya tenaga kerja yang dimiliki

masing-masing keluarga dengan sistem pemberian gaji secara kiloan atau

berdasarkan jumlah panen harian yang telah ditentukan. Varietas kopi robusta

yang umum dipanen di Kecamatan Gemawang adalah varietas Sri Ayu, varietas

ini dipilih karena memiliki naungan yang banyak. Kegiatan panen dilakukan

setiap 9 hingga 10 hari sekali selama dua bulan, yaitu pada bulan Juli hingga

bulan Agustus. Curahan waktu kerja pada kegiatan panenadalah 222 jam per satu

kali musim panen(7-8 jam per hari). Petani kopi robusta di Kecamatan Gemawang

pada umumnya menyewa tenaga kerja petani wanita untuk membantu pada proses
40

panen, hal ini disebabkan oleh tenaga kerja wanita yang dinilai lebih ulet dan

cermat dalam memetik dan memilih buah dibanding petani pria. Hal ini sesuai

dengan pendapat Syakir, (2010) yang menyatakan bahwabuah kopi dipanen

dengan cara memetik buah pada usia 2,5 hingga 3 tahun dengan kematangan yang

berbeda, dan dilakukan pada bulan mei hingga september.

Kegiatan pasca panen dilakukan dengan memilih buah yang berkualitas

dan memisahkan buah yang cacat, atau yang lebih dikenal sebagai tahap sortasi.

Kegiatan pasca panen memiliki rata-rata curahan waktu kerja sebanyak 119 jam

selama 7 jam per hari. Buah dijemur dibawah terik matahari kurang lebih satu

hingga dua minggu dikarenakan cuaca yang kurang menentu, pada tahap ini buah

yang dikeringkan juga dibalik agar proses pengeringan dapat lebih merata dan

cepat.

Selanjutnya buah dibersihkan dan dikupas dengan menggunakan mesin

penggiling, lalu biji kopi di sortasi ulang agar dapat terpisahkan dari kulit dan

buah yang kurang baik setelah dijemur. Proses selanjutnya adalah penyimpanan

biji kopi didalam karung yang berguna agar aroma kopi tetap terjaga. Tahap

selanjutnya adalah proses pengolahan secara lanjut dengan menyangrai biji kopi

yang umumnya dilakukan secara manual karena tidak semua petani memiliki

mesin roaster. Beberapa petani juga melakukan proses penggilingan kopi agar

menjadi kopi bubuk yang dibantu dengan mesin. Proses ini bertujuan untuk

menambah nilai jual kopi sehingga petani mendapatkan untung yang lebih

banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Syakir, (2010) yang menyatakan bahwa

pengolahan umumnya dibedakan menjadi dua yaitu dengan proses basah yaitu
41

dengan pengupasan kulit kopi, sortasi biji kering, pengeringan, pencucian,

fermentasi, pengupasan kulit buah merah, sortasi buah, pengemasan dan

penyimpanan dan semi basah yaitu penjemuran 1-2 hari dengan kadar air ± 40 %,

pengupasan kulit cangkang, penjemuran biji hingga kadar air mencapai nilai 11-

13%, dan diakhiri dengan sortasi, pengemasan, penyimpanan dan penggudangan.

4.5. Faktor Faktor Sosial Yang Berpengaruh Terhadap Curahan


Waktu Kerja

Beberapa faktor-faktor sosial yang mempengaruhi curahan waktu kerja

petaniadalah umur, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman,

dan pekerjaan lain. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program

aplikasi statistik tersebut diperoleh suatu model yang dapat menjelaskan

hubungan antara variabel dependen, yaitu curahan waktu kerja dengan variabel

independen yang mempengaruhinya.

4.5.1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data berdistribusti normal

atau tidak dengan cara melihat nilai signifikansi P value, jika nilai > 0,05 maka

data tersebut berdistribusti normal dan sebaliknya. Berdasarkan uji normalitas

yang telat dilakukan, didapatkan hasil nilai p value sebesar 0,09 yang dimana nilai

tersebut > 0,05 dan dapat disimpulkan data berdistribusi normal (Lampiran. 4).

Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso, (2010) yang menyatakan bahwauji

normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data

berdistribusi normal atau tidak. Jika angka signifikansi >0,05, maka data
42

berdistribusi normal. Sedangkan jika angka signifikansi < 0,05, maka data tidak

berdistribusi normal.

2
4.5.2. Uji Koefisien Determinasi (R )

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur besarnya tingkat

hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen Berdasarkan uji

koefisien determinasi yang dilakukan, hasil menunjukkan koefisien determinasi

2
R sebesar 0,352 (Lampiran. 5).

4.5.3. Uji Multikolienaritas

Uji multikolienaritas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

variabel independen yang mengalami korelasi degan melihat nilai dariVariace

Inflation Factor (VIF). Uji multikolienaritas dapat dilihat dari Tabel 10.

Tabel 10. Uji Multikolienaritas.

Variabel VIF
Umur 1,042
Jumlah Tanggungan Keluarga 1,030
Pengalaman Bekerja 1,021
Tingkat Pendidikan 1,058
Pekerjaan Lain 1,031

Berdasarkan Tabel 10, maka dapat diketahui nilai VIF pada semua variabel

independen kurang dari 10 yang artinya data tidak terjadi korelasi atau

multikolienaritas. Pendeteksian problem multikolinearitas dapat dilihat dapat

dilihat dari nilai Variace Inflation Factor (VIF). Jika nilai VIF < 10, maka tidak

ada gejala multikolinearitas dan jika nilai VIF > 0,10 maka tidak ada gejala

multikolinearitas.
43

4.5.4. Uji Heteroskedastitas

Uji heteroskedastitas digunakan untuk mengetahui data tersebut terdapat

adanya ketidaksamaan varian residual semua pengamatan pada model regresi.Uji

heteroskedastitas dapat diketahui dari pola titik-titik atau Scatter Plot, jika Scatter

Plot membentuk pola acak maka terjadi heteroskedastitas dan

sebaliknya.Berdasarkan data yang telah diuji tidak terdapat heteroskedastitas

dikarenakan pola residual pada Scatter Plot terlihat beraturan dan tidak acak

(Lampiran. 7).

4.5.5. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi

yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada

model regresi yang menyebabkan terjadi penyimpangan autokorelasi. Uji

autokorelasi dapat dilakukan dengan beberapa cara salah satunya menggunakan

Run Test. Run Test digunakan untuk mengetahui apakah residual terjadi secara

random atau tidak dengan melihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada tabel

Unstandardized Residual, jika hasil menunjukkan >0,05 maka data yang

dipergunakan random sehingga tidak terjadi autokorelasi dan sebaliknya.

Berdasarkan data yang telah diuji, hasil menunjukkan nilai 0,053 yang berarti

lebih dari 0,05 hipotesis nol diterima sehingga disimpulkan bahwa data tidak

terjadi autokorelasi(Lampiran. 6).


44

4.5.6. Uji Regresi Berganda

Uji regresi berganda yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui

persentase pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan cara

melihat besarnya signifikansi. Jika Sig >0,05 maka variabel X berpengaruh

terhadap variabel Y dan sebaliknya. Berdasarkan penelitian yang telah

dilaksanakan, variabel independen antara lain umur (X 1), jumlah tanggungan

keluarga (X2), pengalaman bekerja (X3), tingkat pendidikan (X4), dan pekerjaan

lain (X5) berpengaruh terhadap curahan waktu kerja wanita (Y). Hasil analisis

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji Regresi Berganda.


Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t-hitung sig.
Umur (X1) -72,588 -0,212 11,451 0,016
Jumlah Tanggungan (X2) -130,499 -0,500 -2,464 0,000
Pengalaman (X3) -15,815 -0,059 -5,835 0,490
Tingkat Pendidikan (X4) -44,866 -0,175 -0,694 0,047
Pekerjaan Lain (X5) -18,623 -0,075 -2,014 0,381
Konstanta 1523,672 - - -
2
R 0,352 - - -
R Adjust 0,316 - - -
Sig. F
Berdasarkan Tabel 14, didapatkan hasil analisis persamaan regresi yaitu :

Y= 1523,672-72,588X1-130,499X2-15,815X3-44,866X4-18,623X5 + e

Keterangan :
Y = Curahan Waktu Kerja Petani (jam / 1 kali musim panen)
b1.. b5 = Koefisien regresi (intercept)
X1 = Umur (tahun) (Skor)
X2 = Jumlah Tanggungan Keluarga (Skor)
X3 = Pengalaman Bekerja (tahun) (Skor)
X4 = Tingkat Pendidikan (Skor)
X5 = Pekerjaan Lain (Skor)
e = Koefisien error
45

- b0 = konstanta1523,672 yang artinya apabila variabel independen X1-X5

konstan, maka variabel nilai curahan waktu kerja memberi pengaruh yang sebesar

1523,672 satuan.

b0 = konstanta = 1523,672 artinya apabila variabel bebas X1-X5 konstan, maka

variabel nilai curahan waktu kerja naik sebesar 1523,672 satuan.

b1 = -72,588 artinya apabila variabel umur (X1) naik satu satuan, variabel curahan

waktu kerja akan turun (Y) sebesar 72,588 satuan dengan asumsi variabel bebas

lain konstan (X1, X2, X3, X4, X5 = 0).

b2 = -130,499 artinya apabila variabel pendidikan terakhir (X2) naik satu satuan,

variabel curahan waktu kerja akan turun (Y) sebesar 130,499 satuan dengan

asumsi variabel bebas lain konstan (X1, X2, X3, X4, X5 = 0).

b3 = -15,815 artinya apabila variabel jumlah tanggungan (X3) naik satu satuan,

variabel curahan waktu kerja akan turun (Y) sebesar 15,815 satuan dengan asumsi

variabel bebas lain konstan (X1, X2, X4, X4, X5 = 0).

b4 = -44,866 artinya apabila variabel penerimaan terakhir (X5) naik satu satuan,

variabel curahan waktu kerja akan turun (Y) sebesar 44,866 satuan dengan asumsi

variabel bebas lain konstan (X1, X2, X3, X4, X5 = 0).

b5 = -18,623artinya apabila variabel luas lahan (X5) naik satu satuan, variabel

curahan waktu kerja akan turun (Y) sebesar 18,623 satuan dengan asumsi variabel

bebas lain konstan (X1, X2, X3, X4, X5 = 0).


46

4.5.7. Uji F

Uji F yaitu uji yang digunakan untuk melihat apakah variabel independen

(X) berpengaruh secara serempak terhadap variabel dependen (Y) dan diketahui

dengan cara melihat nilai signifikansi. Berdasarkan uji F yang telah dilakukan

didapatkan hasil signifikansi F sebesar 0,00 yang berarti nilai tersebut < 0,05 dan

dapat disimpulkan variabel independen yaitu umur (X1), jumlah tanggungan

keluarga (X2), pengalaman bekerja (X3), tingkat pendidikan (X4), dan pekerjaan

lain (X5) berpengaruh secara serempak terhadap variabel independen yaitu

curahan Waktu Kerja Petani (Y) (Lampiran. 5).

4.5.8. Uji t

Variabel independen (X1,X2,X3,X4,X5) dianggap mempengaruhi variabel

dependen (Y) jika nilai signifikansi <0,05(Lampiran. 5). Hal ini dapat dilihat dari

uji t secara satu per satu variabel dibawah ini.

4.5.8.1.Pengaruh Umur Terhadap Curahan Waktu Kerja Petani

Pengaruh umur terhadap curahan waktu kerja Petani kopi di Kecamatan

Gemawang menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,016 yang berarti nilai

tersebut <0,05 dengan nilai koefisien variabel sebesar -72,588 satuan dan dapat

disimpulkan variabel X1 dinyatakan signifikan terhadap curahan waktu kerja

petani (Y). Hal ini disebabkan oleh jika petani berada dalam umur yang produktif,

makapetani akan lebih semangat dalam melakukan pekerjaannya karena tenaga

yang dihasilkan lebih kuat dan waktu yang dibutuhkan untuk bekerja di lahan

lebih cepat dibandingkan petani yang kurang produktif, sehingga curahan waktu
47

yang dibutuhkan semakin sedikit. Bertambahnya variabel umur menyebabkan

berkurangnya tenaga petani tersebut dikarenakan oleh produktivitas yang semakin

menurun, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan kegiatan budidaya

kopi robusta semakin banyak dan menyebabkan bertambahnya curahan waktu

kerja. Hal ini sesuai dengan pendapatNovita (2012) yang menyatakan bahwa

semakin muda petani biasanya akan semakin semangat untuk bekerja dan begitu

juga sebaliknya.

4.5.8.2. Pengaruh Jumlah Tanggungan Terhadap Curahan Waktu Kerja


Petani

Pengaruh jumlah tanggungan terhadap curahan waktu kerja petani kopi di

Kecamatan Gemawang menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang

berarti nilai tersebut <0,05 dengan nilai koefisian variabel sebesar -130,499

satuan dan dapat disimpulkan variabel X2 dinyatakan berpengaruh signifikan

terhadap curahan waktu kerja petani (Y). Hal ini dikarenakan kepala keluarga

yang pada umumnya memiliki jumlah tanggungan yang tinggi, sehingga anggota

keluarga dapat berkontribusi untuk membantu pekerjaan di lahan, sehingga

semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka waktu yang dibutuhkan

semakin sedikit dan curahan waktu kerja semakin menurun. Hal ini sesuai dengan

pendapat Berliani(2017) yangmenyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga

yang tinggi pada suatu rumah tangga tanpa diikuti dengan peningkatan dari segi

ekonomi akan mengharuskan anggota keluarga selain kepala keluarga untuk

bekerja.
48

4.5.8.3.Pengaruh Pengalaman Terhadap Curahan Waktu Kerja Petani

Pengaruh pengalaman bertani terhadap curahan waktu kerja petani kopi di

Kecamatan Gemawang menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,490 yang

berarti nilai tersebut >0,05 dengan nilai koefisien variabel sebesar -15,815 dan

dapat disimpulkan variabel X5 dinyatakan tidak berpengaruh signifikan terhadap

curahan waktu kerja Petani (Y).Pengalaman tidak memiliki signifikansi terhadap

curahan waktu kerja dikarenakan responden sudah cukup berpengalaman dalam

melakukan kegiatan budidaya kopi robusta. Petani di Kecamatan Gemawang pada

umumnya memiliki pengalaman yang diwariskan secara turun temurun sehingga

mayoritas petani sudah cukup berpengalaman dalam mengelola usahataninya. Hal

inisesuai dengan pendapat Novita(2012) yang menyatakan bahwa petani pada

umumnya sudah dibekali pengalaman yang dimiliki secara turun temurun,

sehingga petani terbiasa untuk melakukan budidaya tanpa harus memiliki

pengalaman bekerja yang tinggi.

4.5.8.4. PengaruhTingkat Pendidikan Terhadap Curahan Waktu Kerja


Petani

Pengaruh tingkat pendidikan terhadap curahan waktu kerja Petani kopi di

Kecamatan Gemawang menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,047 yang

berarti nilai tersebut <0,05 dengan nilai koefisien variabel sebesar -44,866X4dan

dapat disimpulkan variabel X4 dinyatakan berpengaruh signifikan terhadap

curahan waktu kerja Petani (Y). Petani di Kecamatan Gemawang berpendidikan

rendah sehingga kurang dapat untuk mengelola dan mengembangkan

usahataninya dibanding dengan petani yang lebih berpendidikan. Petani yang


49

berpendidikan pada umumnya memiliki sifat open minded sehingga petani

tersebut lebih gampang untuk menerima teknologi baru atau melakukan pekerjaan

sesuai prosedur.Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafie (2010) yang menyatakan

bahwa tingkat pendidikan akan berpengaruh pada sikap mental dan perilaku

tenaga kerja dalam usahatani.

4.5.8.5.Pengaruh Pekerjaan Lain Terhadap Curahan Waktu Kerja Petani

Pengaruh pekerjaan lain petani terhadap curahan waktu kerja Petani kopi

di Kecamatan Gemawang menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,381 yang

berarti nilai tersebut >0,05 dengan nilai koefisien variabel sebesar -18,623 X5dan

dapat disimpulkan variabel X5 dinyatakan tidak berpengaruh signifikan terhadap

curahan waktu kerja Petani (Y).Hal ini disebabkan oleh petani di Kecamatan

Gemawang melakukan pekerjaan bertani kopi robusta sebagai salah satu

rangkaian dalam pertanian yang terintegrasi, sehingga bertani kopi robusta bukan

satu-satunya kegiatan yang dilakukan oleh petani dalam satu tahun, tetapi petani

juga membudidayakan tanaman pangan dan tanaman perkebunan lainnya atau

melakukan pekerjaan lainnya seperti beternak, sehingga petani yang melakukan

pekerjaan tersebut telah memiliki jadwal yang teratur dan tidak mengganggu

waktu yang seharusnya digunakan untuk budidaya tanaman kopi.Hal ini sesuai

dengan pendapat Oktaveasma (2013) yang menyatakan bahwa padatnya curahan

kerja menyebabkan kurangnya minat petani dalam menambah pekerjaan lain yang

dimiliki.

Anda mungkin juga menyukai