Anda di halaman 1dari 55

1

OPTIMALISASI SISTEM AGRIBISNIS MANGGA


DALAM RANGKA MEMENUHI EKSPOR NON-MIGAS JAWA
TIMUR
Bahan kajian MK Metode Pengembangan Wilayah
PMPSLP PPSUB DESEMBER 2011
Diabstraksikan oleh Prof Dr Ir Soemarno

I. SENTRA PRODUKSI MANGGA DI JAWA TIMUR

Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai komoditi mangga di


Jawa Timur, ternyata potensi mangga di Jawa Timur didominasi oleh varietas
arumanis, manalagi, golek dan gadung gincu. Buah mangga selain dapat
dikonsumsi dalam bentuk buah segar (fresh) dapat juga diolah menjadi
berbagai bentuk produk olahan seperti Juice, manisan mangga, asinan dan
produk olahan lainnya. Daya tarik komersial buah mangga segar dapat dillhat
dari bentuk, ukuran, wama kulit, aroma, rasa dan daging buah.
Beberapa wilayah di Jawa Timur yang merupakan sentra produksi
komoditas mangga adalah Kabupaten Kediri, Ponorogo, Probolinggo,
Pasuruan, Sidoarjo, Ngawi, dan Sumenep. Untuk mengetahul besarnya
produksi dan produktivitas di masing-masing wilayah tersebut, dikemukakan
pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Nilai Produksi dan Produktivitas Komoditas Mangga

No Lokasi Produksi Produkitivitas Keterangan


(ton) (kg / pohon)
1. Pemkot 19.814 160,700 Produktivitas
Pasuruan Tertinggi.
2. Kediri 118,866 97,850 Produksi
tertinggi
3. Ponorogo 107,948 135,230
4. Probolinggo 43,193 44,080
5. Sidoarjo 41,511 132,430
6. Sumenep 34,670 101,960
7. Ngawi 20.379 141,220
Keterangan: Diolah dari berbagai sumber data, 2000/2001.

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber di daerah-daerah,


ternyata buah mangga yang terdapat di masing-masing daerah banyak yang
bukan hasil dari daerah yang bersangkutan. Misalnya di wilayah
Probolinggo, buah mangga yang ada di daerah tersebut bukanlah
seluruhnya berasal dari Probolinggo, melainkan dari Bondowoso atau
Situbondo yang masuk ke wilayah ini dan sebaliknya.
2

Sebagai salah satu komoditas unggulan di Jawa Timur, hampir di


setiap wilayah banyak dijumpai tanaman mangga, baik yang diusahakan
secara kornersial atau memenuhl kebuttihan konstimen maupun yang
diusahakan secara sub sistem atau hanya memenuhi kebutuhan keluarga,
selain itu terbukti bahwa kornoditas mangga mempakan kornoditas
buah-buahan yang banyak diminati konsumen, baik dari kalangan menengah
kebawah maupun kalangan atas. Kualitas mangga yang dihasilkan juga akan
berpengaruh terhadap permintaan konsumen akan produk. tersebut.
Wilayah-wilayah yang menjadi sentra produksi mangga di Jawa
Timur, antara lain Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, Tuban, Lamongan, Madiun,
Magetan, Ngawi, Ponorogo, Kediri, Pemkot Kediri, Pernkot Pasuruan,
Probolinggo, Pemkot Probolinggo, Banyuwangi, Parnekasan, Sampang, dan
Sumenep. Adapun nilai Location Quotion (LQ) dari masing-masing daerah
tersebut disajikan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Wilayah-Wilayab Basis untuk Komoditas Mangga di Jawa Timur

No Lokasi Nilai LQ Keterangan


1. Gresik 2,10
2. Sidoarjo 3,56
3. Mojokerto 1,47
4. Tuban 1,75
5. Lamongan 1,35
6. Madiun 2,24
7. Magetan 1,50
8. Ngawi 2,01
9. Ponorogo 2,80
10. Kediri 1,60
11. Kota Kediri 2,14
12. Kota Pasuruan 3,73 Batas tertinggi
13. Probolinggo 2,56
14. Kota Probolinggo 3,26
15. Situbondo 2,76
16. Pamekasan 1,55
17. Sampang 2,57
18. Sumenep 1,62

Berdasarkan nilai-nilai tersebut maka yang menjadi sentra produksi


utama dari komoditas mangga adalah Kota Pasuruan dengan nilai LQ 3,73.
Dengan adanya daerah -daerah yang rnemiliki nilai LQ >1 ini artinya mangga
yang dihasilkan di wilayah tersebut memiliki potensi untuk dipasarkan ke
daerah lain.
Umumnya usahatani mangga belum dikelola secara intensif, akan
tetapi lebih bersifat sebagai usaha sampingan. Sehingga sering dijumpai di
masyarakat, tanaman mangga tumbuh secara alamiah dan tanpa perawatan
di pekarangan /tegal. Hal ini disebabkan oleh sifat tanaman mangga yang
dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi.
3

II. SISTEM AGRIBISNIS MANGGA DI JAWA TIMUR

2.1. Pendahuluan

Beberapa permasalahan agribisnis mangga di Jawa Timur yang dapat


diidentifikasikan selama ini adalah:
(a). Volume ekspor buah mangga selama ini mengalami fluktuasi yang sangat
tajam dari waktu ke waktu. Beberapa faktor yang terkait dengan masalah
ini adalah potensial demand pasar luar negeri dan domestik ; kendala-
kendala kualitas (terutama tentang jenis/varietas yang paling disukai
konsumen); keadaan teknik penanganan pascapanen; serta kendala-
kendala kontinyuitas dan peningkatan produksi buah.
(b). Sebagian besar tanaman mangga ditanam penduduk di lahan
pekarangan di sela-sela tanaman lainnya. Alternatif pengembangan
kebun mangga monokultur pada lahan tegalan atau perkebunan masih
belum diketahui secara meyakinkan, apakah tanaman mangga yang
diusahakan secara komersial cukup "layak" (feasible) baik ditinjau dari
aspek finansial, ekonomi, maupun sosial.
(c). Biaya investasi untuk pengusahaan mangga apabila dilakukan secara
komersial (perkebunan) cukup besar, sulit terjangkau oleh petani yang
permodalannya lemah. Oleh karenanya, dalam rangka pengembangan
agribisnis mangga, perlu dikaji model pengelolaan yang dapat
memecahkan masalah tersebut, termasuk permodalan, pemasaran,
transfer teknologi serta permasalahan lainnya.

2.2. Potensi Produksi Mangga

Perkembangan produksi mangga di Jawa Timur semenjak tahun 1985


menunjukkan peningkatan (Tabel 2.1). Tiga jenis mangga yang dominan
adalah Arumanis, Gadung dan Manalagi (Tabel 2.2)
4

Tabel 2.1. Perkembangan Produksi Mangga di Jawa Timur

Tahun Produksi Perkembangan


(ton) (% /th)
1985 186.250 -
1986 207.600 11.46
1987 284.850 37.21
1988 306.225 7.50
1989 452.500 47.77
1990 611.250 35.08
1995 15.50
2000 10.40

Sumber: Diolah dari laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan


Propinsi Jawa Timur dan SUMBER lainnya.

Tabel 2.2. Produksi Mangga di Jawa Timur, rata-rata 1990-2000

Jenis Mangga Produksi Persen


(ton) (%)
Arumanis 216.994 35.50
Golek 92.290 15.10
Manalagi 132.641 21.70
Jenis lain 169.316 27.70
Sumber: Diolah dari Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Jawa Timur, dan sumber-sumber lainnya.

2.3. Wilayah Agroekologi mangga

Tanaman mangga sangat cocok untuk daerah-daerah yang


mempunyai bulan kering sekitar tiga bulan (tipe iklim yang sesuai B2, C dan
D), ia cukup tahan kekeringan. Di daerah yang beriklim basah tanaman
mangga sering mengalami ganggua seperti kerontokan bunga, gangguan
penyakit Gleosporium dan penggerek buah. Di daerah iklim kering
diperlukan persyaratan bahwa kedalaman air tanah tidak boleh lebih dari 200
cm. Tanaman ini kurang sesuai untuk daerah dataran tinggi (>1000 m dpl).
Periode kering sebelum dan sewaktu pembungaan sangat diperlukan untuk
keberhasilan pembuahan, sedangkan cuaca berawan dan banyak hujan pada
saat pohon berbunga dapat mengganggu perkawinan bunga dan
mengakibatkan kerontokan. Karakteristik tanah yang sesuai adalah gembur
dan tekstur lempung berpasir, dan solumnya cukup dalam.
Tiga macam faktor agroekologi utama yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman mangga adalah ketinggian tempat, pola
hujan sepanjang tahun, dan solum tanah. Sedangkan faktor-faktor
5

agroekologi lain yang dapat membatasi produktivitas tanaman mangga


adalah (i) salinitas tanah yang tinggi, (ii) muka air tanah yang terlalu dangkal,
(iii) tekstur tanah liat berat, (iv) drainase tanah yang jelek/daerah
genangan/banjir, (v) faktor khusus. Hasil evaluasi rekonaisans di Jawa Timur
diabstraksikan dalam Tabel 2.3.
Secara general, wilayah pengembangan mangga di Jawa Timur dapat
dijelaskan seperti berikut.
(1). Wilayah pengembangan dataran menengah beriklim basah (400-
1000 m dpl, CH = > 2000 mm/tahun)
Daerah ini kurang sesuai bagi tanaman mangga, faktor pembatasnya
adalah curah hujan yang berlebihan. Pada saat tanaman mangga
menghendaki periode kering ternyata masih turun hujan. Oleh karena itu
kasus yang sering terjadi ialah kerontokan bunga dan bakal buah.
(2). Wilayah pengembangan dataran menengah beriklim agak basah (400-
1000 m dpl, CH = 1000 - 2000 mm/tahun)
Sebaran wilayah ini di Jawa Timur sangat luas dengan kondisi agroe-
kologi sangat beragam. Keadaan ini memungkinkan berbagai jenis
mangga tumbuh dan berkembang dengan baik. Kendala yang mungkin
dihadapi adalah solum tanah yang tipis, tekstur liat berat atau berpasir.
(3). Wilayah pengembangan dataran rendah beriklim kering
(0-400 m dpl, CH = < 1000 mm/tahun)
Wilayah pengembangan ini hanya sesuai bagi tanaman mangga yang
tahan terhadap kekeringan, yaitu jenis-jenis lokal yang mempunyai
perakaran sangat dalam dan luas, penetrasinya kuat dan umumnya
mempunyai tajuk yang daunnya kecil-kecil. Kendala yang lazim adalah
cekaman air tanah yang mengakibatkan kegagalan fruitset.
6

Tabel 2.3. Klasifikasi lahan bagi pengembangan mangga di Jawa Timur


(Soemarno dkk, 1991/92)

N Development zones Altitude Tipe Solum Possible constraint*)


o (Symbols) ( m dpl iklim (cm)
1. A1R1S1 (Sesuai) 0-400 C2-C3 > 100 k1; k2 k3 k4 k5
2. A1R1S2 (Sesuai) 0-400 C2-C3 60-100 k1; k2 k3 k4 k5
3. A1R1S3 (Kurang sesuai) 0-400 C2-C3 < 60 k1; k2 k3 k4 k5
4. A1R2S1 (Kurang sesuai) 0-400 D > 100 k1; k2 k3 k4 k5
5. A1R2S2 (Kurang sesuai) 0-400 D 60-100 k1; k2 k3 k4 k5
6. A1R3S1 (Kurang sesuai) 0-400 B; E > 100 k1; k2 k3 k4 k5
7. A1R3S2 (Kurang sesuai) 0-400 B; E 60-100 k1; k2 k3 k4 k5
8. A2R1S1 (Sesuai) 400-1000 C2-C3 > 100 k1; k2 k3 k4 k5
9. A2R1S2 (Sesuai) 400-1000 C2-C3 60-100 k1; k2 k3 k4 k5
10 A2R1S3 (Cukup sesuai) 400-1000 C2-C3 < 60 k1; k2 k3 k4 k5
11 A2R2S1 (Cukup sesuai) 400-1000 D > 100 k1; k2 k3 k4 k5
12 A2R2S2 (Cukup sesuai) 400-1000 D 60-100 k1 ;k2 k3 k4 k5
13 A2R2S3 (Kurang sesuai) 400-1000 D < 60 k1; k2 k3 k4 k5
14 A2R3S1 (Kurang sesuai) 400-1000 B; E > 100 k1; k2 k3 k4 k5
15 A2R3S2 (Kurang sesuai) 400-1000 B; E 60-100 k1; k2 k3 k4 k5
16 A3R2S3 (Tidak sesuai) >1000 D < 60 k1; k2 k3 k4 k5
Keterangan : *) Kendala yang mungkin ada; k1 = salinitas yang tinggi; k2 =
kedalaman muka air tanah < 50 cm; k3 = tekstur tanah liat berat; k4 =
drainase buruk/daerah genangan/banjir; k5 = kekeringan; k6 = kondisi
iklim (suhu dan kelembaban udara) ; k7 = curah hujan berlebihan.

(4). Wilayah pengembangan dataran rendah beriklim agak basah (0-400 m


dpl, CH = 1000-2000 mm/tahun)
Wilayah ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi pusat
produksi mangga. Kondisi agroklimat umumnya sesuai bagi
pertumbuhan dan produksi mangga. Periode kering cukup panjang bagi
periodisasi pertumbuhan tanaman mangga. Kendala yang mungkin
dihadapi adalah muka air tanah yang terlalu dangkal, drainase yang jelek
atau genangan air, dan tekstur tanah liat berat.

2.4. Pusat produksi mangga

Tanaman mangga di Jawa Timur tersebar pada hampir seluruh


wilayah. Daerah-daerah sentra produksi aktual mangga di Jawa Timur
disajikan dalam Tabel 2.4.
7

Tabel 2.4. Daerah Sentra Produksi Mangga di Jawa Timur

Kabupaten Produksi buah (ton) Kultivar:


Arumanis Golek Lainnya
1. Pasuruan 44.436 27.025 29.143
2. Probolinggo 28.895 2.565 9.620
3. Kediri 4.962 8.575 24.850
4. Lumajang 7.040 4.128 13.760
5. Jombang 17.940 1.331 5.430
6. Gresik 7.524 1964 9.642
7. Mojokerto 7.434 1.127 8.270
8. Ponorogo 7.560 975 7.515
Sumber: Diolah dari Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Propinsi Jawa Timur, dan sumber-sumber lainnya 1995-2000.

2.5. Keragaan Sistem Agribisnis Mangga

2.5.1. Usahatani

Tanaman mangga pada umumnya diusahakan di lahan pekarangan


secara sambilan. Estimasi tentang persentase luas pengusahaan mangga
berdasarkan sistim pengusahaannya disajikan dalam Tabel 2.5.
8

Tabel 2.5. Estimasi Persentase Usahatani Tanaman Mangga Berdasarkan


Sistem Pengusahaannya

Farming systems % luasan


1. Mangga diusahakan pada lahan pekarangan 90 - 95
2. Mangga diusahakan pada lahan
tegal dan tumpangsari dengan tanaman pangan 5.0
3. Mangga diusahakan pada lahan
tegal secara monokultur 1.0
Sumber: Soemarno dkk., 2001.

Tanaman mangga di lahan pekarangan penduduk tidak mendapatkan


perawatan secara memadai, pemupukan dilakukan ala kadarnya,
pemangkasan tajuk tidak dilakukan. Sebagian besar tanaman berumur tua
dan ditanam dari biji.

2.5.2. Produktivitas mangga


Jumlah tanaman mangga dan produksinya di daerah sentra produksi
Probolinggo disajikan dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Jumlah Tanaman dan Produksi Buah Mangga di


Kabupaten Probolinggo dan sekitarnya, 2000/2001.

Kultivar Jumlah pohon mangga: Produksi


Productif Muda Total buah
(kw)
Gadung 95.527 55.520 151.047 137.085
Manalagi 44.735 33.149 77.884 58.357
Golek 20.950 23.986 44.936 35.803
Madu 7.229 18.303 25.532 7.898
Jenis lain 45.972 63.932 109.904 142.372
Jumlah 214.413 204.890 419.303 381.515
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Probolinggo,
Jawa Timur, dan sumber primer, 2000/2001.
9

2.5.3. Usahatani mangga rakyat

Deskripsi ringkas sistem usahatani mangga yang dilakukan oleh petani sbb:

1. Rata-rata jumlah pohon 3-5 pohon


2. Lahan yang digunakan Lahan pekarangan
3. Jarak tanam Tidak beraturan
4. Sistim penanaman Sebagian besar berasal dari
Cangkokan
5. Jenis mangga yang Arumanis (gadung) dan
banyak diusahakan Manalagi
6. Pemangkasan Umumnya dilakukan pada
waktu tanaman umur 1-3 tahun
7. Pemupukan Umumnya dilakukan pada waktu
tanaman umur 1-2 tahun
8.Pemberantasan hama dan penyakit Jarang dilakukan

2.5.4. Sistem Pemasaran

Buah mangga pada umumnya dikonsumsikan dalam bentuk segar,


kurang dari satu persen dari total produksi yang diproses menjadi bentuk
olahan (Direktorat Bina Produksi Hortikultura, 1986). Buah mangga sebagian
besar dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

a. Saluran Pemasaran. Buah mangga yang dihasilkan di Kabupaten


Pasuruan, Probolinggo dan sekitarnya dipasarkan di dalam wilayah Kabu-
paten dan sebagian dikirim ke luar wilayah.

b. Cara Pemasaran
Penjualan buah mangga pada umumnya dilakukan melalui tiga cara,
yakni tebasan, ijon dan kontrak. Sebagian besar petani melakukan
pemasaran mangganya dengan cara tebasan (80%), sisanya dengan cara
ijon dan kontrak. Dalam hal ijon dan kontrak, penentuan harga sangat
didominasi oleh pedagang.

c. Marjin pemasaran
Marjin pemasaran mangga di Kabupaten Probolinggo sebagaimana
Tabel untuk pemasaran sampai luar Probolinggo (ke Jakarta) . Market
Share petani dari harga beli konsumen hanya sebesar lebih kurang 45% .

2.5.5. Agroteknologi mangga

Sebagian besar petani mangga di dua daerah sentra produksi mangga


(Pasuruan dan Probolinggo) kurang menerapkan teknologi budidaya
mangga. Terutama para petani yang menanam mangga di pekarangan dapat
dikatakan belum melakukan usaha kearah peningkatan teknologi budidaya,
atau boleh dikatakan melakukan budidaya apa adanya.
10

2.6. Kebun Teknologi Mangga

2.6.1. Pendahuluan

Kebun teknologi mangga Cukur Gondang terletak di desa Cukur


Gondang, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan. Luas areal seluruhnya
kurang lebih 11 Ha. Jenis tanahnya termasuk komplek latosol dengan
ketinggian 50 m di atas permukaan laut. Rataan curah hujan tahunan 1100
mm, dengan suhu udara rata-rata 31 oC. Kedalaman air tanah dapat
mencapai sekitar 1,5 m di bawah permukaan tanah.
Tanaman uatamanya adalah mangga yang merupakan tanaman
koleksi. Pada umumnya tanaman ini sudah tua ( ditanam tahun 1941).
Adapun tanaman lainnya adalah koleksi pisang, tanaman pekarangan,
tanaman buah-buahan aneka warna. Koleksi mangga terdiri dari 197 jenis
yang berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan luar negeri.
Pada bulan juni 1981 yang baru lalu ditambah 6 jenis mangga baru asal
Pakistan.

2.6.2. Beberapa kultivar penting

1. Kultivar Manalagi

Asal-usul:
1. Pasuruhan Kebun Pohjentrek No.69, Kebun Cukur Gondang I/61-62.
2. Bangil, Kebun Pohjentrek No. 83, Kebun Cukur Gondang I/ 73/74
3. Rumah Bupati di Situbondo, Kebun Pohjentrek No. 241, Kebun Cukur
Gondang II/ 179/180.
Sifat-sifat buahnya merupakan perpaduan antara Kultivar Golek
dengan Arumanis. Kebanyakan tanaman yang berasal dari biji buahnya
kurang enak karena rasanya masam dan berserat. Tinggi pohon mencapai
7.5 m, tajuk pohon bulat bergaris tengah 12.5 m. Percabangan sedang,
berdaun jarang sampai sedang, berbuah teratur berontokan buah sedikit.
Letak daun menggantung, permukaan berombak berbentuk jorong, tidak
melipat, pucuk daun lancip, dasar daun bulat, panjang 28 cm, lebarnya 7.2
cm. Malai bunga berukuran 34 x 21 cm, bentuk malai piramida lancip, warna
bunga kuning, tangkai mulai hijau muda kemerah-merahan. Berat buah 560
gram, berukuran 16 x 8.2 x 7.3 cm, berbentuk jorong, letak tangkai miring,
pangkal buah runcing, sedikit berleher, pucuk buay bulat, tidak atau
sedikit berlekuk, berparuh jelas. Kulit buah tebal, halus, berlilin, bintik-bintik
jarang berwarna hijau keputihan, timbul titik-titik coklat di tengahnya. Warna
masak, pangkal buah kuning, pucuk buah hijau, daging buah tebal, lunak,
warna masak kuning, berserat halus sekali, air buah sedang, beraroma
harum, rasanya manis segar. Bijinya kecil, berukuran 14 X 4,6 X 2 cm,
sebagian biji berserat pendek.
Produksi buah: Rata-rata berat buah/ pohon/th:
Manalagi 69 : 36,48 kg. 1946 - 1967.
11

Manalagi 83 : 23,82 kg. 1944 - 1967.


Manalagi 241: 22,64 kg.(1947-1967) dan 15,1 kg. 1976-1980.

2. Kultivar Lalijiwo

Asal-usul: Kebun Cukur Gondang I/115-116.


Tinggi pohon mencapai 9-11 m, tajuk pohon jorong ke atas bergaris
tengah 13,5 - 15 m. Percabangannya sedang, berdaun sedang, berbuah
jarang, rontokan buah banyak. Letak daun mendatar, permukaan keriput,
berbentuk jorong, lipatan datar, pucuk daun runcing, dasar daun runcing,
panjang 23 - 24 cm, lebar 4-5 cm. Produksi rata-rata berat buah/pohon/tahun
Lalijiwo 1991 : 71,3 kg. 1975 - 1980.

3. Kultivar Arumanis

Asal-usul :
1. Pilang, Probolinggo. Kebun Poh Jentrik No. 1, Kebun Cukur Gondang I/1-
2.
2. Paiton, Kraksaan, Kebun Pohjentrek No. 135, Kebun Cukur Gondang
1/97-88.
3. Muka Klenteng Kota Probolinggo, Kebun Poh Jentrik No. 143, Kebun
Cukur Gondang I/95-96.
4. Kebunsari Kulon, Kanegaran, Kraksaan, Kebun Pohjentrek No.151,Kebun
Cukur Gondang I/103-104

Nama Arumanis sama dengan "Gadung", hal ini disebabkan karena


kedua jenis tanaman tersebut mempunyai karakteristik yang sama, di
antaranya bentuk dan warna buahnya yang tergantung pada kesuburan
tanamannya. Tinggi Pohon mencapai 9,2 m, tajuk pohon piramida tumpul
bergaris tengah mencapai 11,8 m. Percabangan sedang, berdaun tebal,
berbuah sedang dan teratur, kerontokan buah sedikit. Letak daun mendatar,
permukaan daun berombak berbentuk jorong, agak melipat, pucuk daun
runcing, dasar daun tumpul, panjang 20,3 cm lebar 6,4 cm. Malai bunga 44,8
X 30,2 cm, bentuk malai piramida lancip, warna bungan kuning, tangkai malai
hijau keunguan. Berat buah 450 gram, berukuran 15.1 x 7.8 x 5.5 cm
berbentuk jorong, letak tangkai di tengah, pangkal buah bulat dan miring,
lekukan dangkal atau tidak ada, pucuk buah runcing, berparuh sedikit.
kulit buah tipis, halus, berlilin bintik-bintik agak jarang berwarna putih
kehijauan. Warna buah masak pangkal buah hijau kuning kecoklatan sampai
merah keunguan, pucuk buah hijau. Daging buah tebal, warna masak kuning
berserat halus, air buah banyak, beraruma harum rasanya manis.Bijinya
tipis berukuran 13,75 x 4,25 x 1,9 cm, sebagian biji berserat pendek.

Produksi rata-rata berat buah/pohon pada 1944 - 1967 :


Aromanis 1 : 41.96 kg.
Aromanis 135 : 46.75 kg.
Aromanis 143 : 54.71 kg.
Aromanis 151 : 28.04 kg.
Aromanis 205 : 38.54 kg.
12

Aromanis 21 : 50.64 kg.

Dari angka produksi diatas Aromanis 143 dan Gadung 21 kiranya


perlu mendapatkan prioritas dalam pembibitan karena kemampuan
produksinya yang tinggi dibandingkan dengan lain-lain.

4. Kultivar Santog

Asal-usul : Kebun Cukur Gondang I/75/76.


Tinggi pohon mencapai 12 - 12.5 m, tajuk pohon jorong kesamping,
bergaris tengah 13,5 m. Percabangan jarang, berdaun jarang, berbuah
jarang, kerontokan buah banyak. Daun letaknya mendatar, permukaan
keriput berbentuk jorong, lipatan datar, pucuk daun tumpul, dasar daun
tumpul, panjang 27 - 29 cm, lebar 6 - 7 cm. Malai bunga (tidak teramati).
Berat buah 180 gram, berukuran 7 X 18 cm, berbentuk jorong, letak
tangkai miring, pangkal buah bulat, sedikit melekuk dan miring, sedikit
berparuh. Kulit buah halus, berlilin, bintik-bintik rapat dan jelas berwarna
hijau muda. Warna masak : pangkal buah hijau muda. Daging buah tebal,
kenyal, warna masak kuning, pucuk buah hijau tua, berserat banyak, air
buah sedang, beraruma sedang, rasanya masam. Bijinya kecil berukuran 8 x
2.5 x 1.5 cm, sebagian biji berserat pendek.
Produksi Rata-rata berat buah/pohon/tahun Santog 89 : 70.40 kg
selama periode 1976 -1980.

5. Kultivar Golek

Asal-usul :
1. Sebani, Pasuruhan, Kebun Pohjentrek No. 31, Kebun Cukur Gondang
I/27-28.
2. Kili, Bayeman, Pasuruhan, Kebun Pohjentrek No. 33 Kebun Cukur
Gondang I/29-30.
3. Randukuning, Kraksaan, Kebun Pohjentrek No.35, Kebun Cukur Gondang
I/31-32.
4. Bayeman, Probolinggo, Kebun Pohjentrek No.133, Kebun Cukur Gondang
I/85-86
5. Sukabumi, Probolinggo, Kebun Pohjentrek No.177, Kebun Cukur Gondang
I/129-130.
6. Bayeman, Pasuruhan, Kebun Pohjentrek No.195, Kebun Cukur Gondang
I/147-148
7. Kebun Pohjentrek, Pasuruhan, Kebun Pohjentrek No. 229, Kebun Cukur
Gondang I/169-170.
8. Kelian, Bangkalan, Kebun Pohjentrek No.255, Kebun Cukur Gondang
II/189-190.

Tinggi pohon mencapai 8.7 m, tajuk pohon bulat bergaris tengah


mencapai 13.5 m. Percabangan sedang, berdaun jarang, berbuah jarang
dan teratur, kerontokan buah sedikit. Letak daun tegak, permukaan
berombak, berbentuk jorong, agak melipat, pucuk daun lancip, dasar daun
tumpul, panjang 24.8 cm, lebar 5.6 cm. Malai bunga 32.6 X 21.4 cm, bentuk
13

malai piramida lancip, warna bunga kuning, tangkai malai hijau muda.
Berat buah 512 gram, berukuran 16.7 X 7.9 X 6.2 cm, berbentuk panjang,
letak tangkai ditengah, pangkal buah runcing, tidak berlekuk, tidak berparuh,
kulit buah agak tebal, halus berlilin, bintik-bintik sedang, berwarna putih
kehijauan. Buah yang masak pangkalnya kuning, pucuknya hijau muda.
Daging buah tebal lunak, warna masak kuning halus, air buah sedang,
beraroma agak harum, rasanya manis, apabila terlalu masak rasanya tidak
enak lagi. Bijinya medium, berukuran 14.5 X 4.2 X 2.8 cm, sebagian biji
berserat pendek.
Rata-rata berat buah/pohon/tahun selama 1944 - 1967:
Golek 31 : 52.34 kg (disebar-luaskan)
Golek 33 : 32.86 kg.
Golek 35 : 30.51 kg.
Golek 133 : 23.78 kg.
Golek 177 : 26.69 kg.
Golek 29 : 52.45 kg. 1976 - 1980.
Golek 195 : 25.59 kg.
Golek 229 : 22.22 kg (disebar-luaskan)
Golek 255 : 13.06 kg.

6. Kultivar Madu

Asal-usul
1. Wangkal, Pasuruhan, Kebun Pohjentrek No.65, Kebun Cukur Gondang
I/57-58.
2. Kebuncendi, Pasuruhan, Kebun Pohjentrek No.67, Kebun Cukur Gondang
I/59-60.
3. Rumah Bupati Probolinggo, Kebun Pohjentrek No.131, Kebun Cukur
Gondang I/83-84.
4. Tongas, Probolinggo, Kebun Pohjentrek No.139, Kebun Cukur Gondang
I/91-92.
5. Karang anyar, Pasuruhan, Kebun Pohjentrek No.179, Kebun Cukur
Gondang I/131-132.
6. Pohjentrek, Pasuruhan, Kebun Pohjentrek No. 225,Kebun Cukur Gondang
I/No.167-168.
7. Pohjentrek, Pasuruhan, Kebun Pohjentrek No.233, Kebun Cukur Gondang
I/ 172-173.
8. Pohjentrek Pasuruhan, Kebun Pohjentrek No.311, Kebun Cukur Gondang
II/219-220.

Tinggi pohon mencapai 10,1 m, tajuk pohon Jorong ke atas bergaris


tengah mencapai 12,8 m. Percabangan sedang, berdaun sedang, berbuah
jarang dan teratur, kerontokan buah sedikit. Letak daunnya tegak, permukaan
berombak, berbentuk jorong, agak melipat, pucuk daun lancip, dasar daun
tumpul, panjang 22,6 cm, lebar 5,7 cm. Malai bunga 22.8 X 27 cm, bentuk
malai piramida lancip, warna bunga kuning, tangkai malai hijau keunguan.
Berat buah 370 gram, berukuran 10.4 X 6.9 X 5.6 cm, berbentuk jorong, letak
tangkai agak miring, pangkal buah bulat, pucuk buah bulat, tidak belekuk,
tidak berparuh. Kulit buah sedang, halus berlilin, bintik-bintik sedang,
14

berwarna putih kehijauan.Daging buah tebal lunak, warna masak kuning


berserat, sedikit dan agak kasar, air buah sedang, beraroma harum,
rasanya manis. Bijinya sedang, berukuran 9.1 X 4.9 X 2.4 cm, sebagian biji
berserat pendek.
Produksi :
Rata-rata berat buah/pohon/tahun :
Madu 65 : 30.25 kg. 1944 - 1968.
Madu 67 : 28.83 kg. 1946 - 1968.
Madu 131: 33.49 kg. 1944 - 1968 (Disebar-luaskan)
Madu 139: 6.46 kg. 1944 - 1968.
Madu 179: 30.72 kg. 1944 - 1968.
Madu 225: 20.34 kg. 1944 - 1980.
Madu 233: 11.59 kg. 1944 - 1968.
Madu 311: 45.15 kg. 1948 - 1968.
Madu 255: 31.5 kg. 1976 - 1980.
15

2.6.3. Irama pertumbuhan tanaman

1. Waktu terbentuknya daun muda (pupus/flush)

Pupus terbentuk 1-2 bulan setelah musim kering, kemudian 2-4


minggu kemudian segera akan tumbuh bunga, tergantung dari kultivar.

2. Periode pembungaan

Kuncuk bunga akan tumbuh dam membuka pada musim kemarau


(periode kering) . Namun demikian bunga dapat juga tumbuh mada musim
hujan tetapi hal ini sering kali menyebabkan gagalnya penyerbukan bunga
sehingga berpengaruh pula terhadap calon buah. Dari hasil observasi
ternyata pembungaan terjadi pada musim kering, yakni pada bulan 5-8 (Mei-
Agustus). Akan tetapi bunga terbanyak tumbuh pada bulan 7-8. Pada bulan 4
sering juga terjadi pembungaan namun bunga yang tumbuh pada bulan ini
sedikit sekali dan banyak yang gugur akibat hujan yang terjadi pada bulan itu
(Tabel 2.7).

Tabel 2.7. Rata-rata waktu terbentuknya bunga dari beberapa jenis tanaman
mangga

No. Macam Varietas Rata-rata bulan terbentuknya bunga


1 Manalagi 241 4-9
2 Lalijiwo 91 6-8
3 Arumanis 205 7 - 10
4 Santog 89 7 - 10
5 Kepodang 45 5-8
6 Golek 229 6-8
7 Madu 225 5 - 10
8 Cuncung 201 7 - 10
Sumber: Sukindar, 1997.

3. Periode pembuahan

Pembuahan terjadi apabila keadaan lingkungan memenuhi syarat.


Dalam hal ini salah satu faktor yang dapat membantu terjadinya pembuahan
adalah serangga. Dari hasil observasi buah terbentuk pada 3-4 minggu
setelah pembungaan (Tabel 2.8).

Tabel 2.8. Rata-rata waktu pembuahan dari beberapa jenis tanaman


mangga
16

No. Macam Varietas Rata-rata bulan mulai berbuah


1 Manalagi 241 5-9
2 Lacijiwo 91 6-8
3 Arumanis 205 7 - 10
4 Santog 89 7 - 10
5 Golek 229 6-8
6 Madu 225 5 - 10
7 Cuncung 201 7 - 10
Sumber: Sukindar, 1997.

2.6.4. Saat panen.

Pada umumnya buah segera dapat dipanen setelah tanaman berumur


3-4 bulan dari saat berbunga. Adapun cara pemetikan buah yang biasa
dilakukan petani adalah dengan bambu yang dianyam (dibentuk) sedemikian
rupa, sehingga apabila bambu ditarik maka buah akan langsung dapat
masuk kedalam anyaman tersebut. Masa panen mangga disjaikan pada
Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Rata-rata saat penen dari beberapa jenis tanaman mangga

No. Macam Varietas Saat panen bulan ke:


1 Manalagi 241 7 - 11
2 Lacijiwo 91 9 - 10
3 Arumanis 205 10 - 12
4 Santog 89 10 - 12
5 Kepodang 45 8 - 11
6 Golek 229 9 - 10
7 Madu 225 8 - 12
8 Nanas 175 9 - 11
9 Penci 427 9 - 12
10 Cuncung 201 10 - 12

Sumber: Sukindar, 1997.

2.6.5. Produksi
Produksi tanaman buah-buahan fluktuasinya besar sekali dari tahun
ketahun. Menurut Kusumo (1975) berat buah perpohon berkisar antara 2,58 -
84,20 kg, sedang berat buah perbiji diantara 110-800 g. Dari hasil observasi
dapat dilihat, bahwa rata-rata produksi selama 5 tahun berkisar antara 2.1-
129.4 kg/pohon/tahun. Hal ini sangat terganung dari macam varietas
tanaman mangga

Tabel 2.10. Produksi beberapa verietas tanaman mangga


17

No. Macam Varietas Rata-rata produksi


(kg/ph)
1 Manalagi 241 15.10
2 Lacijiwo 91 71.30
3 Arumanis 205 37.90
4 Santog 89 70.40
5 Kepodang 45 129.45
6 Golek 229 51.45
7 Madu 225 31.50
8 Nanas 175 2.10
9 Penci 427 13.65
10 Cuncung 201 41.40
Sumber: Sukindar, 1997.

2.7. Beberapa Ciri Agribisnis Mangga di Jawa Timur

Sebagian besar wilayah Jawa Timur mempunyai kondisi agro ekologi


yang cukup sesuai bagi pertumbuhan dan produksi tanaman mangga.
Daerah sentra produksi mangga umumnya terletak pada ketinggian 0-400 m
dpl dengan kondisi iklim tipe C2 dan C3. Pada daerah-daerah dengan
ketinggian 400-1000 m dpl juga masih ditemukan banyak tanaman mangga
yang produktif.

2.7.1. Tingkat Kelayakan Sistem Usahatani Mangga

(a). Usahatani mangga, baik yang dilakukan di lahan pe-


karangan dan kebun campuran maupun di kebun-kebun monokultur,
dengan jarak tanam 7 m x 7 m dan 10 m x 10 m secara sosial-ekonomi
dan ekologi layak untuk dikembangkan di daerah dengan ketinggian 0-
1000 m dpl dengan tipe iklim C 2 dan C3. Kondisi daerah seperti ini
tersebar di wilayah Kabupaten Kediri, Jombang, Ngawi, Nganjuk, Madiun,
Tuban, Pasuruan, Probolinggo, Malang dan sekitarnya.

(b). Sistem usahatani mangga di Jawa Timur secara sosio-


teknologi juga layak untuk dikembangkan karena pada saat sekarang
penduduk telah menguasai agroteknologi budidaya mangga yang telah
memenuhi syarat minimal. Infrastruktur penyuluhan teknologi budidaya
mangga juga memungkinkan untuk melakukan transfer IPTEK yang lebih
baik untuk mengintensifkan usahatani mangga. Demikian juga respon
penduduk terhadap komoditi ini sangat baik mengingat peluang pasarnya
cukup besar. Beberapa pusat pengembangan teknologi mangga, baik
milik pemerintah maupun suasta, telah mulai merintis dan
mengembangkan agroteknologi mangga yang dapat disebarkan kepada
masyarakat sekitarnya.

2.7.2. Potensi Produksi Mangga di Jawa Timur.


18

(a). Sebagian besar wilayah Jawa Timur mempunyai kondisi


agroekologi yang cukup sesuai bagi pertumbuhan dan produksi tanaman
mangga. Daerah sentra produksi mangga umumnya terletak pada
ketinggian 0-400 m dpl dengan kondisi iklim tipe C2 dan C3. Pada
daerah-daerah dengan ketinggian 400-1000 m dpl juga masih ditemukan
banyak tanaman mangga yang produktif; sedangkan pada ketinggian
lebih dari 1000 m dpl produktivitas tanaman mangga mulai menurun
terutama kalau di daerah yang banyak hujan.
(b). Rata-rata produksi buah mangga di Jawa Timur pada sa-at
sekarang relatif masih rendah dibandingkan dengan potensi produksi
(potensi genetik) yang mungkin dapat dicapai. Hal ini karena sebagian
besar mangga milik penduduk adalah pohon mangga tua yang
produktivitasnya sudah menurun, sedangkan tanaman mangga hasil
peremajaan masih belum mencapai tingkat produksi yang optimal.
Selain itu, sebagian besar pemilik mangga tidak melakukan
pemeliharaan secara intensif, seperti pemupukan, pemangkasan dan
pengaturan tajuk, manipulasi pembungaan dan pembuahan, penyiangan
dan pemberantasan hama dan penyakit. Kontribusi kebun-kebun mangga
komersial terhadap produksi regional masih sangat rendah.
(c). Jenis (varietas) pohon mangga produktif yang ada sekarang
sangat beragam, sehingga buah mangga yang dipasarkan juga beragam.
Sebagian besar jenis mangga ini kualitas buahnya kurang bagus, namun
cukup baik untuk digunakan sebagai batang bawah. Usaha peremajaan
tanaman mangga penduduk sebagian besar telah memilih jenis Gadung,
Arummanis atau Manalagi. Sebagai akibat dari keragaman jenis tersebut
maka irregular-bearing tampak jelas dan fluktuasi produksi dari tahun ke
tahun tampak jelas.
(d). Rataan produksi mangga Arummanis di Pasuruan (kebun
mangga monokultur dengan tingkat intensifikasi medium) mulai umur 5 -
20 tahun sekitar 10-11 ton/ha/tahun. Sedangkan untuk mangga Manalagi
di Probolinggo sekitar 7.5-8.0 ton/ha/tahun.

2.7.3. Sistem Pemasaran Buah Mangga di Jawa Timur

(a). Lembaga pemasaran buah mangga segar yang ada sekarang


tampaknya telah terbentuk sejak lama, mulai dari tingkat pedagang
pengumpul desa hingga pedagang pengumpul di kota-kota besar dan
pedagang pengecer. Pada tingkat petani produsen ternyata mekanisme
penetapan harga juah didominasi oleh para penebas/pedagang desa
yang membeli buah mangga dengan cara tebasan kontan atau ijon.
(b). Saluran pemasaran buah mangga segar di Jawa Timur se-cara
umum adalah: Petani ----> pedagang/penebas ----> pedagang penyalur
di kota besar (Surabaya/ Jakarta/Bandung) ----> pengecer lokal ---->
Konsumen.
(c). Penerapan fungsi-fungsi pascapanen dan manajemen pe-masaran buah
mangga sepenuhnya dilakukan oleh para pedagang, terutama pedagang
pengumpul tingkat desa atau kecamatan. Produsen jarang sekali
melakukan fungsi pasca panen buah mangga. Hal ini yang dianggap
19

sebagai penyebab rendahnya marjin pemasaran yang diterima petani


mangga (rata-rata kurang dari 50%).
(d). Volume pemasaran buah mangga segar Jawa Timur masih
didominasi oleh segmen pasar domestik Jawa Timur, dan beberapa kota
besar di Jateng, Jabar dan DKI Jakarta. Perdagangan antar pulau masih
terbatas ke beberapa kota di Kalimantan. Sedangkan volume ekspor
buah mangga masih relatif sangat kecil dibandingkan dengan total
volume buah mangga yang dipasarkan.

2.7.4. Penanganan pascapanen dan pengolahan buah mangga

Penanganan pascapanen buah mangga masih terbatas kepada


upaya-upaya untuk menyeragamkan proses pematangan dan upaya-
upaya untuk menangguhkan proses pematangan buah secara
sederhana. Aktivitas ini umumnya dilakukan oleh pedagang dalam
rangka untuk meningkatkan kualitas buah atau untuk memperluas
jangkauan pasar buah mangga segar.
20

III. AGROTEKNOLOGI MANGGA

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa


pengembangan sistem agribisnis mangga di Jawa Timur dapat ditempuh
dengan mengintegrasikan (secara fungsional) aktivitas kebun mangga
monokultur komersial dengan kebun mangga rakyat (di pekarangan dan
kebun campuran) dan pusat-pusat inovasi agroteknologi mangga. Lima hal
yang masih dipandang sangat penting untuk menunjang pengembangan
sistem agribisnis mangga di Jawa Timur, adalah : (1). Inovasi teknologi bibit
dan pembibitan; (2). Teknologi off-season; (3). Teknologi penghambatan
pematangan buah mangga; (4). Pengembangan pusat informasi mangga ;
(5). Teknologi pengolahan buah mangga.

3.1. Teknologi Budidaya Mangga (Mangifera indica)

1. Syarat tumbuh tanaman: ketinggian tempat < 400 m dpl dengan curah
hujan 800-1000 mm setahun dengan tipe iklim (Schmidt & Ferguson) C,
D, E dan musim kemarau yang tegas.

2. Bibit tanaman: berasal dari okulasi atau grafting dengan menggunakan


batang bawah ejenis madu dan podang. Kultivar batang atas yang
disarankan adalah Arumanis 143, Gurih 163, Golek 41 dan Manalagi 69.

3. Penanaman bibit:
(a). Lubang tanam dibuat dengan ukuran 60x60x60 cm, tanah lapisan
atas sedalam 30-40 cm dipisahkan dengan lapisan bawah.
(b). Jarak tanam 6x6m - 8x8 m, tanah lapisan atas dicampur dengan
rabuk organik, pupuk dasar, dan Furadan 8-10 gram.
(c).Bibit grafting atau okulasi ditanam pada lubang tanam yang disiapkan
1/2 - 1 bulan sebelumnya.
(d). Bibit grafting (hasil sambungan dini) siap ditanam pada umur 6-7
bulan, sedangkan bibit okulasi umur 12 bulan.
(e). Penanamanm bibit dilakukan pada awal musim hujan
21

4. Pemeliharaan tanaman:

(a). Pemupukan dapat dilakukan dengan dosis seperti di bawah ini.

Umur ZA TSP KCl Rabuk Keterangan


(th) kandang
0 50 25 25 2 Sebulan setelah tanam
1 200 100 100 2 separuh pada Desember-Januari
dan sisanya Juni-Juli;Semua
rabuk kandang pada bulan
Desember -Januari
2-3 500- 250- 250- 2-3 sda
1000 500 500
4-5 1000- 500- 500- 2-3 sda
2000 1000 1000
6-10 2000- 1000 1000- 3-4 sda
3000 - 1500
1500
>10 3000- 1500 1500- 3-4 sda
4000 - 2000
2000
Sumber: SP2UK-P2LK Jatim, 1991.

(b). Tanah di sekitar tanaman dibersihkan dan digemburkan, pada musim


kemarau ditutup dengan mulsa
(c). Batang utama dipangkas setinggi 70-75 cm, cabang yang tumbuh
dipelihara 3-4 arah, pemangkasan dilakukan sampai tahun ke dua
setelah tanam dan dilakukan pada awal musim hujan.
(d). Tanaman yang berasal dari grafting atau okulasi akan berproduksi
pada umur 3-4 tahun.
(e). Untuk memacu pembungaan mangga yang lebih awal, digunakan
Cultar dengan dosis 2.5 ml/liter air/pohon untuk tanaman umur 3- 4 tahun
dan 10 ml/liter air/pohon untuk tanaman umur 5-10 tahun. Aplikasi
dilakukan pada bulan April-Mei.

5. Pemangkasan tanaman
Pemangkasan tanaman pada awal pertumbuhannya dilakukan untuk
membentuk tajuk. Hal-hal penting yang harus diperhatikan sbb:
(a). Pemangkasan dilakukan pada awal musim hujan, sebulan setelah
pemupukan
(b). Pemangkasan dilakukan tepat pada ruas atau buku tanaman, sekitar
50-60 cm di atas permukaan tanah
(c). Dipilih 3-4 cabang dari cabang-cabang yang tumbuh setelah
pemangkasan
(d). Cabang yang dipilih adalah yang sehat, bagus, tersebar di sekeliling
batang pokok, dan tidak saling berdekatan
(e). Pemangkasan ke dua dilakukan pada cabang-cabang yang diper-
tahankan tumbuh setelah pemangkasan pertama, dan dilaksanakan pada
awal musim penghujan tahun berikutnya setelah dilakukan pemupukan
22

(f). Pemangkasan ke dua jaraknya 25-30 cm dari pangkal cabang, tepat


pada mata/ruas/buku yang menghadap ke luar.
(g). Setelah tajuk terbentuk pada awal musim hujan berikutnya, perlu
dilakukan pemangkasan lagi untuk menyempurnakan bentuk tajuk.

6. Hama dan penyakit tanaman


(a). Wereng mangga atau Sikada, dikendalikan dengan Gusadrin 2 ml
per liter air
(b). Penggerek batang dan buah, dikendalikan dengan Azodrin atau
Guzadrin 5-25 ml diinjeksi melalui batang atau disemprotkan dengan
dosis 2-5 ml per liter air.
(c). Lalat buah, dikendalikan dengan metil eugenol 1-2 ml + mono krotophos.
(d). Antraknose, dikendalikan dengan Benlate, Dithane M-45.

7. Panen buah dan pascapanen

Pemetikan buah dilakukan setelah terjadi perubahan warna kulit buah,


pada umur 89-101 hari setelah penyerbukan atau ditandai bila antara 3-5 cm
tangkai buah dan pangkal buah dipetik sudah tidak mengeluarkan getah.
Untuk memperlambat pematangan buah dilakukan pelapisan lilin.
23

3.2. REKAYASA TEKNOLOGI TEPAT GUNA PERMANGGA-AN

1. TEKNOLOGI PRA-PANEN BUAH:


Budidaya Tanaman & Kebun Mangga

2. TEKNOLOG PANEN BUAH :


FRUIT CALENDER
VISUAL INDICATOR BUAH SIAP-PANEN

3. TEKNOLOGI PASCA-PANEN BUAH:


Pengemasan buah
Pengepakan buah

4. TEKNOLOGI PENGOLAHAN BUAH MANGGA:


Diversifikasi Produk olahan buah
Pohon industri buah mangga

5. KEBUN TEKNOLOGI MANGGA


WARINTEK
SIM-PASAR
24

FAKTOR PENENTU KUALITAS BUAH SEGAR MANGGA GADUNG


SUPER:

BIBIT / BENIH: 40%

AGROTEKNOLOGI
PRAPANEN: 25 %

RELATIVE SHARE

KONTROL KUALITAS
AGROTEKNOLOGI
PANEN: 30 %

TEKNOLOGI
PASCA-PANEN: 5 %
25

FRUITSET = PEMBENTUKAN BUAH MANGGA

BUNGA SEMPURNA BUNGA JANTAN

POLLE
N
BAKAL BUAH
SEMPURNA

PENYERBUKAN
SEMPURNA
GAGAL

FRUITSET
BUNGA
RONTOK
GAGAL

KUALITAS BUAH
3-4 BULAN BUAH
RONTOK
GANGGUAN

PANEN BUAH
KUALITAS BAGUS
BUAH
INFERIOR
26

KEGAGALAN PENYERBUKAN disebabkan oleh:

1. Kepala putik tidak siap (belum masak), cacat, dan/ atau kedalu-warsa
2. Pollen = tepungsari kualitasnya jelek, disebabkan oleh:
Suhu udara terlalu tinggi > 40oC
Kelembaban Udara terlalu kering
Suhu udara terlalu rendah, < 15oC

3. Cuaca buruk: Hujan lebat, Angin topan/badai.

4. Bunga betina sakit atau rusak

5. Bunga diserang hama/penyakit, seperti serangga malam atau ulat.

IV. OPTIMALISASI SISTEM AGRIBISNIS MANGGA DI JAWA TIMUR

4.1. Latar Belakang

Dalam tatanan ekonomi daerah, sektor pertanian hingga saat ini masih
memegang peranan yang sangat penting dalam menyediakan pendapatan
daerah dan kesempatan kerja bagi masyarakat. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar penduduk masih menggantungkan mata-pencahariannya
pada sektor ini. Oleh karenanya pembangunan sektor pertanian yang
mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat
landasan untuk pembangunan pada tahap berikutnya perlu dilakukan terus.
Tingkat keberhasilan pembangunan pertanian yang ditandai dengan
meningkatnya produktivitas masih dihantui oleh adanya berbagai tantangan
dan peluang. Dengan demikian di samping untuk melestarikan produktivitas,
pembangunan pertanian juga harus ditujukan untuk perbaikan gizi
masyarakat dan peningkatan kegiatan-kegiatan agribisnis yang dapat
diakses langsung oleh masyarakat. Dengan arah seperti ini, sasaran
peningkatan pendapatan, perluasan kesempatan kerja, melalui peningkatan
sektor basis akan dapat segera terwujud. Bertitik tolak dari pertimbangan
seperti di atas, maka pemerintah akhir-akhir ini mulai menaruh perhatian
yang sangat besar untuk mengembangkan komoditas yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi yang diharapkan dapat merangsang kegiatan agribisnis dan
mangarah pada komoditi sektor basis, seperi komoditas mangga, yang
selama ini dianggap mempunyai potensi pemasaraan dan distribusi ke luar
daerah.
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh sistem agribisnis
komoditas mangga di wilayah sentra Produksi Jawa Timut yang dapat
diidentifikasikan selama ini adalah:
(a). Volume perdagangan buah mangga ke luar daerah selama ini
mengalami fluktuasi yang sangat tajam dari waktu ke waktu. Beberapa
faktor yang terkait dengan masalah ini adalah kendala-kendala kuali tas
(terutama tentang tingginya ragam jenis/varietas yang ada dan
27

umumnya mempunyai kualitas buah yang inferior); keadaan teknik


penanganan pascapanen (pengemasan dan pengepakan buah segar)
untuk perdagangan jarak jauh; serta kendala-kendala diversifikasi produk
olahan buah mangga.
(b). Selama ini tanaman mangga masih banyak (sekitar 70% dari total
populasi) ditanam penduduk pada lahan pekarangan di sela-sela
tanaman lainnya. Alternatif pengembangan kebun mangga monokultur
pada lahan tegalan atau perkebunan masih belum diketahui secara
meyakinkan, apakah tanaman mangga yang diusahakan secara
komersial cukup "layak" (feasible) baik ditinjau dari aspek finansiil,
ekonomi, maupun sosial.
(c). Biaya investasi untuk pengusahaan mangga apabila dilakukan secara
komersial (perkebunan) cukup besar, sulit terjangkau oleh petani yang
permodalannya lemah. Oleh karenanya, dalam rangka pengembangan
agribisnis mangga, perlu dikaji model penge lolaan yang dapat
memecahkan masalah tersebut, termasuk permodalan, pemasaran,
transfer teknologi serta permasalahan lainnya.

4.2. Tujuan

(1). Ikut menggerakkan roda perekonomian daerah Jawa Timur pada tingkat
akar rumput (grass - roots), khususnya yang melibatkan secara
langsung masyarakat dengan segenap sumberdayanya untuk
mengelola agribisnis buah Mangga
(2). Membantu memperlancar sistem produksi, nilai tambah dan distribusi
hasil buah mangga serta hasil-hasil olahannya, melalui perancangan
dan upaya penerapan teknologi tepat guna inovatif
(3). Mengembangkan kewirausahaan di kalangan masyarakat untuk
berwawasan sebagai pengusaha mikro dan/atau pengusaha kecil yang
terkait dengan pengelolaan agribisnis komoditas mangga
(4). Menggalang sinergisme antara masyarakat , kelembagaan tradisional
yang ada, perguruan tinggi dan PEMDA guna menggerakkan roda
perekonomian masyarakat dengan melibatkan kelompok-kelompok
masyarakat (Receiving System Groups) secara langsung dengan
segala sumberdayanya untuk mengembangkan agribisnis komoditas
mangga .

4.3. Pokok-pokok Sistem Agribisnis Mangga

4.3.1. Sistem Pengusahaan


Tanaman mangga pada umumnya diusahakan di lahan pekarangan
secara sambilan. Tanaman mangga di lahan pekarangan umumnya tidak
mendapatkan perawatan secara memadai, pemupukan dilakukan ala
kadarnya, pemangkasan tajuk tidak dilakukan. Sebagian besar tanaman telah
berumur tua dan dahulu ditanam dari biji. Dalam keadaan seperti ini sifat
irregular-bearing sangat menonjol , kualitas hasil panen dan waktu panen
sangat beragam.
28

4.3.2. Produktivitas Tanaman Mangga


Jumlah tanaman mangga dan produksinya di daerah sentra produksi
Dolopo disajikan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 . Estimasi Jumlah Tanaman dan Produksi Mangga

Kultivar Jumlah tanaman mangga Produksi


Dewasa Muda Total buah
(q)
Gadung 95.527 55.520 151.047 137.085
Manalagi 44.735 33.149 77.884 58.357
Golek 20.950 23.986 44.936 35.803
Madu 7.229 18.303 25.532 7.898
Jenis lain 45.972 63.932 109.904 142.372
Sumber: Diolah dari berbagai sumber data.

4.3.3. Sistem usahatani mangga rakyat

Deskripsi ringkas sistem usahatani mangga yang dilakukan oleh


petani sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Sistem Usahatani Mangga Yang Dilakukan Petani

Rata-rata kondisi riil


1. Rata-rata jumlah pohon / 3 - 10 pohon
RTP
2. Lahan yang digunakan Lahan pekarangan
3. Jarak tanam Tidak beraturan
4. Sistim penanaman bibit Sebagian besar berasal dari cangkokan
5. Jenis mangga yang banyak Arumanis (gadung): umur < 10 tahun
diusahakan Mangga Jawa: tanaman tua > 15 tahun
6. Pemangkasan Umumnya dilakukan pada
waktu tanaman umur 1-3 tahun
7. Pemupukan Umumnya dilakukan pada waktu
tanaman umur 1-2 tahun
8. Pemberantasan hama dan Jarang dilakukan
penyakit
Source: Diolah dari Data Primer , 2000.

4.3.4. Pemasaran buah

Buah segar mangga pada umumnya dipasarkan dalam bentuk buah


segar, kurang dari satu persen dari total produksi yang diproses menjadi
29

bentuk olahan. Buah mangga sebagian besar dikonsumsi untuk memenuhi


kebutuhan luar daerah sentra produksi.

a. Saluran Pemasaran
Buah mangga yang dihasilkan di sentra mangga Jawa Timur Bagian
Barat, sebagian kecil dipasarkan di dalam wilayah dan sebagian besar
dikirim ke luar wilayah. Saluran pemasaran buah mangga tersebut dapat
diabstraksikan sbb:

Petani Pedagang 15-20% Pengecer


MANGGA Dolopo di Madiun

20-30% 50 - 65%

Pedagang dalam Propinsi Pedagang luar Propinsi


Jawa Timur: Jawa Timur:
- Surabaya - Jakarta , Bandung
- Malang - Bali
- Kediri - Semarang, Solo

b. Metode Pemasaran
Penjualan buah mangga dari petani kepada pedagang pengumpul
biasnaya dilakukan melalui tiga cara, yakni tebasan, ijon atau kontrak.
Sebagian besar petani melakukan pemasaran mangganya dengan cara
tebasan (80%), sisanya dengan cara ijon dan kontrak. Dalam hal cara ijon
dan kontrak, mekanisme penentuan harga sangat didominasi oleh pedagang.

c. Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran mangga dari Kabupaten Madiun ke luar daerah (ke
Jakarta dan Bandung) disajikan dalam Tabel 4.4. Market Share petani dari
harga beli konsumen hanya sebesar lebih kurang 40-45%.

4.3.5. Agro-Technologi Mangga

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan, diperoleh


informasi tentang agro-teknologi mangga seperti yang diabstraksikan dalam
Tabel 7. Sebagian besar petani mangga di dua daerah sentra produksi
mangga (Pasuruan dan Probolinggo) kurang menerapkan teknologi
budidaya mangga. Terutama para petani yang menanam mangga di
pekarangan dapat dikatakan belum melakukan usaha kearah peningkatan
teknologi budidaya, atau boleh dikatakan melakukan budidaya apa adanya.

Tabel 4.4. Pemasaran Mangga ke luar wilayah Sentra Produksi

Aktivitas Nilai Pangsa relatif


30

(Rp/100 buah) (%)


1. Petani
Harga jual 14.280 44.70
2. Pedagang pengumpul
a. Harga beli 14.280 44.70
b. Biaya
- Panen 714 2.23
- Sortasi 460 1.44
- Packing 1.285 4.02
- Transport lokal 250 0.78
- Kuli angkut 860 2.69
- Transport keluar
daerah (Jakarta) 5.732 17.94
Total 9.301 29.12
c. Harga jual 31.945 100
d. Keuntungan 8.355 26.15
Keterangan: Berpedoman harga tahun dasar 1998/99.

4.4. Kelayakan sistem agribisnis mangga

4.4.1. Prospek pengembangan mangga

Keberhasilan pengembangan mangga di wilayah Jawa Timur


menghadapi beberapa faktor:

(a). Suplai bahan pangan


Pengembangan tanaman mangga haruslah diarahkan pada lahan kering
(pekarangan, tegalan, kebun campuran, dan lahan-lahan kritis). Arah
kebijakan ini dipertegas oleh Dinas Pertanian Cabang Kabupaten yang
menggelarkan "gerakan mangganisasi", yaitu menanam tanaman
mangga pada setiap jengkal lahan yang kosong.

(b). Pengelolaan lahan kritis


Lahan-lahan kritis di wilayah Kabupaten Madiun sampai saat ini masih
memerlukan penanganan yang lebih serius, terutama yang berada di
kawasan lahan usaha milik penduduk. Kenyataan ini mendorong adanya
kebijakan Pemerintah Daerah untuk menggerakkan program
penghijauan. Jenis tanaman unggulan yang dianjurkan adalah mangga,
karena tanaman ini disamping untuk tujuan penghijauan sekaligus dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
(c). Respon Penduduk/Petani
Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon petani untuk menanam
mangga pada lahan kering (pekarangan, tegalan, kebuun, dan lahan-
lahan terlantar) cukup besar. Untuk lebih membantu respon penduduk ini
pemerintah daerah telah mengarahkan bantuan pembangunan desa
untuk pengadaan bibit mangga yang baik.
(d). Peningkatan intensitas penggunaan lahan
31

Intensitas penggunaan lahan kering masih sangat rendah yakni satu


sampai dua kali setahun (tanam yang kedua kadang-kadang berhasil
dipanen dan kadang- kadang gagal dipanen karena mengalami
kekeringan). Pada musim kemarau lahan-lahan seperti ini praktis tidak
menghasilkan produk, sehingga lazimnya dikategorikan sebagai lahan
tidur "Sleeping Land". Dengan demikian penanaman mangga pada
lahan seperti ini diharapkan dapat meningkatkan intensitas produktivi -
tasnya.
(e). Peningkatan Pendapatan Petani
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman mangga memberikan
sejumlah pendapatan keluarga. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
apabila pengembangan mangga diarahkan pada lahan-lahan petani
tersebut diharakan dapat meningkatkan pendapatan petani.

4.4.2. Aspek Sosio-teknologi


Penguasaan agroteknologi mangga oleh penduduk pada umumnya
sudah menguasai syarat minimal, akan tetapi untuk menuju kepada
usahatani yang lebih intensif masih diperlukan tambahan informasi teknologi
inovatif. Teknologi bibit dan pembibitan, pena naman dan perawatan
tanaman, serta fungsi pascapanen sederhana telah dikuasai penduduk.

4.4.3. Ketersediaan Input Produksi


Ketersediaan sarana produksi untuk pengembangan mangga yang
terpenting adalah bibit yang kualitasnya baik. Potensi bibit mangga di
wilayah Kabupaten Madiun, Jawa Timur masih dapat dikembangkan lagi
sesuai dengan permintaan pasar. Dalam rangka penyediaan bibit mangga,
peranan masyarakat dalam usahatani pembibitan mangga dipandang perlu
dilibatkan, karena usahataninya cukup efisien dan meningkatkan pendapatan
petani (Tabel 4.5).
32

Tabel 4.5 . Analisis Usaha pembibitan volume 1500 batang bibit

Bahan :
a. Sewa Tanah 0.15 Ha Rp. 150.000
b. Benih 2000 x Rp. 10 Rp. 20.000
c. Pupuk I 10 Kg x Rp. 170.- Rp. 1.700
II 30 Kg x Rp. 170.- Rp. 5.100
d. Tali Plastik Rp. 1.000
e. Kranjang 2000 x Rp. 50.- Rp. 100.000
f. Entris 2000 x Rp. 15 Rp. 30.000
Rp. 307.800

Tenaga_Kerja :
a. Pengolahan Tanah:
- Bajak 10 HKSP x Rp. 2.000 Rp. 20.000
- Bedengan 17.5 HKSP x Rp. 2.000 Rp. 35.000
b. Penanaman:
- Ajir & tanam 12.5 HKSP x Rp.2.000. Rp. 25.000
c. Pengairan:
- Penyiraman 25 HKSP x Rp. 2.000 Rp. 50.000
- Pengairan 24 HKSP x Rp. 2.000 Rp. 48.000
d. Penyiangan 18 HKSP x Rp. 2.000 Rp. 36.000
e. Pemupukan 10 HKSP x Rp. 2.000 Rp. 20.000
f. Penyambungan 1500 x Rp. 100 Rp. 150.000
g. Pemanenan &
Pembungkusan 50 HKSP x Rp. Rp. 100.000
2.000
Rp. 484.000
Produksi : 1500 bibit x Rp. 1.250 Rp.1.875.000
Total biaya: Rp.307.800 + Rp. 484.000 Rp. 791.800
Pendapatan : Rp.1.083.200
Sumber: Berpedoman harga tahun dasar 1998/99
Olahan hasil observasi lapangan, 2000/2001

4.4.4. Aspek Finansial

a. Tingkat profit
Usahatani mangga apabila akan dikembangkan secara kormersial
dalam bentuk ke-bun mangga monokultur, terlebih dahulu perlu dievaluasi
keuntungannya. Perkiraan biaya investasi dan keuntungan usahatani
mangga monokultur disajikan dalam Tabel 4.6 dan 4.7.
33

Tabel 4.6. Biaya Investasi Awal Usahatani Mangga (Hasil Estimasi)

Uraian Satuan Volume Nilai (Rp)


1. Sewa tanah Ha 1 200.000
2. Sarana pengairan Buah 2 400.000
(pembuatan sumur) (@ Rp.
200.000 )
3. Sarana produksi:
a. Bibit batang 175 218.750
b. Pengolahan tanah HKSP 11 22.000
c. Penanaman HKSP 20 40.000
d. Pengairan HKSP 8 16.000
e. Pupuk dan rabuk unit 175 43.750
Sub Total 340.500
Total of initial invesment 940.500
*) Berpedoman harga tahun dasar 1998/99.

Ramalan produksi mangga dilakukan hingga umur ekonomi tanaman


mangga 30-35 tahun pada tingkat produktivitas medium. Hal ini dilakukan
dengan alasan untuk mem perhitungkan faktor resiko dikarenakan adanya
mangga yang tidak bisa dipasarkan karena busuk, terlalu kecil, kecurian,
gangguan hama-penyakit dan lain-lain. Berdasarkan estimasi cash flow
selama 30 tahun diperoleh informasi bahwa tanaman mangga baru
mendatangkan keuntungan setelah umur 5 tahun. Sedangkan apabila
modalnya berasal dari kredit akan dapat terlunasi pada tahun ke-10.
Besarnya keuntungan mangga pada "discount rate" 18 persen per tahun
dengan "Net Present Value" (NPV) sekitar Rp.4.000.000,- sedangkan
besarnya "Internal Rate of Return" (IRR) sekitar 32.75 persen. Dengan
informasi ini dapat disimpulkan bahwa secara finansial usahatani kebun
mangga secara monokultur sangat menguntungkan.

4.5. Teknologi Inovatif Tepat Guna

Komoditi buah segar mangga dan produk olahannya mempunyai


potensi yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi produk unggulan
yang mampu bersaing dengan buah-buah sejenis dari daerah lain dan
produk eks-impor. Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh komoditi
mangga ini adalah quality control untuk mendapatkan kualitas buah segar
yang tinggi dan seragam sesuai dengan pasar. Untuk buah Mangga adalah
Arumanis/Gadung Grade A Kualitas 1, Mangga Manalagi adalah Grade 1,
dan untuk mangga Golek adalah Kualitas 1.

Tabel 4.7. Analisis Keuntungan Usahatani kebun mangga


34

(untuk setiap Hektar kebun Mangga)

Keterangan Keadaan
1. Umur mulai berproduksi 4 tahun
2. Umur impas permodalan 10 tahun
3. Net Present Value (NPV)
dengan DF = 18 % Rp. 4.060.000
4. Internal Rate of Return (IRR) 32.75 %
5. Nilai Break Event Point (BEP)
a. Produksi 152 buah / pohon
b. Harga Rp. 32.5 / buah

*) Harga menggunakan tahun dasar 1998/99

Dalam kaitannya dengan perbaikan kualitas buah mangga ini


diperlukan upaya-upaya pemberdayaan petani produsen melalui penerapan
teknologi tepat guna dalam aspek:
1. Teknologi Pra-panen , yang berkenaan dengan
AGROTEKNOLOGI INOVATIF pembibitan dan penanaman bibit,
perawatan tanaman dan pembentukan tajuk tanaman,
penanganan pembungaan dan pembuahan, serta perawatan
buah.
2. Teknologi panen, panen selektif yang berpedoman pada
Kalender petik Buah serta indikator visual yang berkaitan
langsung dengan kualitas buah
3. Teknologi pasca-panen, terutama yang berkenaan dengan
pengemasan dan pengepakan buah mangga dengan
menggunakan keranjang bambu, peti kayu, atau kotak
kerdus/karton yang dilengkapi dengan guntingan kertas sayur
atau kertas telur.

Penggunaan sistem pengepakan dengan peti kayu atau kotak karton


yang dilengkapi dengan Kertas Telur disarankan dengan kemasan seberat
30-35 kg dan kemasan 15-20 kg untuk buah mangga Grade A kualitas 1.
Sistem ini seyogyanya untuk buah mangga yang akan dikirim menempuh
jarak jauh.
Dalam hal penerapan teknologi perawatan tanaman hingga panen
dapat diabstraksikan sbb:
Tanaman mangga secara alami dapat berbuah sekali dalam setahun.
Tindakan pengelolaan selama satu siklus panen buah dengan menerapkan
AGROTEKNOLOGI INOVATIF untuk menghasilkan buah Grade A dengan
Kualitas No 1 adalah sbb:

Panen
35

Pemupukan dan perawatan tajuk tanaman

Pemupukan
Pengairan
Circle weeding Pemangkasan tajuk

Pelengkungan cabang

Pestisida
Zat tumbuh / Pecah kuncup daun/bunga
hormon

Bunga - Fruitset

penjarangan
pembungkusan Perkembangan Buah

Panen
36

Teknik perawatan tanaman mangga secara inovatif harus


berpedoman pada bagan di atas. Perawatan tanaman yang baik pada satu
periode panen akan berpengaruh baik pula pada periode panen berikutnya.
Demikian juga sebaliknya, pengelolaan tanaman yang jelek akan
menurunkan produktivitas tanaman pada panenan berikutnya.

Teknologi pembibitan grafting untuk mendapatkan bibit unggul produktif:

Biji mangga Jawa Lokal Pohon induk terpilih

Perkecambahan biji Pecah kuncup daun

Bibit /tanaman muda : Sambung pucuk Tunas pucuk

Bibit Grafting di pesemaian Polybag systems

Bibit grafting hidup/


siap tanam

Penanaman bibit di lahan : Pocket systems


37

Teknologi penanganan pascapanen buah dapat diabstraksikan sbb:

Panen Buah Mangga: Indikator visual buah tua

Sortasi dan Gradasi: Grade A Kualitas 1

ke luar propinsi dalam kota/kabupaten

Penghambatan Percepatan / Penyeragaman


Proses pematangan Proses Pematangan
(perlakuan CaCl2) (Perlakuan ether)

Teknologi Teknologi
Pengepakan Pengemasan /labelling
- keranjang
-peti kayu
- kotak kardus Pengiriman / Pengangkutan/
Transportasi

Bongkar muatan

Pengemasan akhir & labelling

Penyajian pada market-gate:


Kios buah / Swalayan/ Pasar buah/ Pengecer

Konsumen

IV.6. OPTIMALISASI SISTEM AGRIBISNIS MANGGA:


MODEL KLASTER dalam Kawasan Pengembangan

Model Klaster mengacu pada sejumlah usaha yang terlibat dalam


kegiatan ekonomi yang serupa yang berlokasi di suatu kawasan. Beberapa
klaster ekonomi beroperasi sebagai rantai produksi yang terpadu secara
horisontal, dengan tahapan produksi yang berbeda ditangani oleh sejumlah
38

usaha lain yang lokasinya berdekatan satu sama lain. Klaster mencakup
kegiatan mulai dari pra-panen sampai pasca-panen dan pemasaran, dan
sering kali pula mencakup unit usaha lain yang tak berkaitan langsung,
namun menyediakan layanan penclukung yang dibutuhkan oleh sebuah
klaster.
Pengelompokkan kegiatan ekonomi pada suatu kawasan bisa
menjadi cara yang sangat efektif untuk mendorong pengembangan usaha
dan pertumbuhan ekonomi daerah, seperti di Pasuruan, Kediri, Ponorogo,
Probolinggo, Sidoarjo, Sumenep dan Ngawi, sepanjang klaster ekonomi yang
dipilih sesuai dan tepat bagi kondisi wilayah. Banyak klaster yang berhasil
berkernbang baik dari waktu ke waktu berkat dukungan penuh Pemerintah
Kabupaten / Kota dan Pernerintah Propinsi serta kebijakan yang
menguntungkan mereka.
Cukup banyak manfaat klaster yang dirasakan baik oleh para pelaku
usaha yang terkait langsung dengan klaster maupun masyarakat pada
umunmya, yaitu :

1. Melakukan kegiatan bersarna untuk kegiatan riset dan promosi


2. Meningkatkan kapasitas produsen melalui transfer pengetahuan,
keterampilan dan menarik tenaga kerja terampil untuk masuk ke
dalam klaster
3. Mengangkat dan mendorong tumbuhnya kelompok pelobi yang
progresif untuk meningkatkan posisi tawar, baik terhadap pasar
maupun kebijakan
4. Menciptakan sebuah lingkungan yang kreatif yang mendorong
tumbuhnya inovasi dan kerjasama
5. Memperluas jaringan dan meningkatkan akses terhadap sumber
informasi

Klaster tidak dapat berdiri sendiri dan klaster tidak mungkin


berkembang tanpa adanya dukungan yang cukup bagi klaster untuk dapat
berkembang sehingga keberhasilan klaster dalam mendorong pertumbuhan
ekonorni di suatu wilayah Kabupaten / Kota sangat tergantung pada ada
tidaknya upaya lain yang mampu membuat klaster tersebut bekerja dengan
baik.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan, diantaranya

1. Memahami dan membangun kondisi dan peluang pasar melalui


keunggulan kompetitif
2. Melakukan diversifikasi usaha dan industri Master
3. Memberikan dukungan pada klaster melalui penyediaan infra
struktur dan fasilitas lain yang dibutuhkan.
4. Memanfaatkan telmologi infonnasi dan komunikasi.

Wilayah-wilayah yang menjadi sentra produksi mangga, agar menjadi


komoditas unggulan sebaiknya menerapkan model klaster yang didukung
dengan penyediaan in-fratruktur dan fasilitas-fasiltas yang lain, mengingat
klaster komoditas mencakup semua kegiatan yaitu mulai dari pra-panen
hingga pemasaran produk mangga. Klaster komoditas juga mencakup semua
39

stakeholder yang berkaitan dengan komoditas tersebut dan berbagai


hubungan yang ada diantara mereka, mulai dari petani / produsen, industri
olahan , pedagang, eksportir, LSM, lernbaga riset dan lernbaga pernerintah.
Selanjutnya keterkaitan antara perdesaan dan perkotaan menjadi salah satu
faktor penting dalam keberhasilan klaster karena perkotaan merupkan pasar
bagi daerah perdesaan, untuk itu penting diadakan kerjasama antar daerah.
Pemerintah Propinsi Jawa Timur seyogyanya melakukan pilot project melalui
kerjasama dengan Pernerintah Kabupaten/Kota yang memiliki mangga
unggulan varietas arumanis, manalagi, golek dan gadung gincu agar mampu
mengisi permintaan ekspor.

4.6.1. Kawasan Agribisnis Mangga Milik Masyarakat (KAMM):


Klaster Agribisnis Mangga

1. Pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat


perkebunan mangga dan olahan mangga, melalui KAMM Mangga
(Kebun rakyat mangga)
2. Antisipasi KRISIS produk buah, akibat melimpahnya buah-buah impor
3. Sistem Produksi dan Distribusi produk buah segar Indonesia:
- lemahnya posisi tawar petani mangga
- Industri estate di Jawa sekala besar in-feasible
- Produksi mangga pada lahan-lahan subur mengalami tekanan berat
dari komoditi lain
- Sistem kemitraan petani mangga - pedagang mangga kurang adil
- Biaya produksi relatif tinggi, terutama biaya angkutan
4. Industri hilir masih terbatas pada industri olahan tertentu.
5. Luasnya kawasan lahan kritis yang potensial untuk dikembangkan
menjadi kebun-rakyat mangga

4.6.2. Tujuan

1. Memberdayakan ekonomi masyarakat perkebunan mangga rakyat


melalui KAMM Mangga guna peningkatan daya saing produk buah
mangga dari kawasan laon
2. Menginisiasi berkembangnya KAMM Mangga-Terpadu yang didukung
oleh adanya techno-industrial cluster yang relevan
3. Pengembangan teknologi pengolahan diversivikasi produk agribisnis
mangga: Buah mangga, olahan mangga, pupuk organik, silage pakan
ternak
4. Pengembangan kelembagaan Koperasi pengelola KAMM Mangga-
terpadu

4.6.3. Keterkaitan Sistem Kelembagaan

MANAJEMEN PENDANAAN DAN TEKNOLOGI


40

DANA INVESTASI

POSYANTEK Teknol Koperasi KAMM-Mangga


dana

Kebun KSP Mangga


Teknologi & 100-500 ha
SIM-Pasar Kebun-Rakyat 3-S

Industri Pengolahan
Pohon-Industri
MANGGA

Industri Industri
Pupuk Organik Jasa Transport
Pakan Ternak Promosi
(sillages) Pemasaran
41

KETERKAITAN ANTAR CLUSTER DALAM KAMM-MANGGA

Cluster
ALSINTAN

KSP INDUSTRI Olahan Cluster PASAR


KEBUN Kripik mangga produk Regional
Mangga Mangga mangga
3-Strata
Limbah
olahan

- Pupuk
- Pestisida Bahan
- Herbisida penolong

Hujauan Cluster
Cluster pakan Pemasaran &
Agrokimia Transportasi

Pasar
Industri Industri Cluster Nasional
Silages Pupuk Kemas &
Pakan Organik Packaging
ternak

SISTEM PERBANKAN DAN ASURANSI

4.6.4. Evaluasi Kondisi Agribisnis Mangga

1. KEKUATAN:

a. Ketersediaan bahan baku yang didukung oleh keungolahan manggan


komparatif kualitas sumberdaya lahan dan agroklimat
42

b. Sifat unggul buah mangga untuk pasar regional dan nasional


c. Ketersediaan SDM dan masyarakat dengan etos kerja pantang
menyerah
d. Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya
tinggi terhadap pengembangan Kebun-Rakyat Mangga
e. Potensi pasar yang sangat besar

2. KELEMAHAN

a. Kesenjangan hasil LITBANG ke aplikasi komersial


b. Lembaga pemasaran bertindak juga sebagai lembaga eksklusif
c. Belum terbentuknya keterkaitan-kemitraan yang adil antar pelaku
(cluster) agribisnis mangga
d. Produk hilir masih terbatas pada buah mangga segar.
e. Tingginya komponen biaya transportasi dalam struktur biaya produksi

3. PELUANG

a. Pasar domestik (lokal, regional dan nasional) sangat terbuka


b. Diversifikasi produk-produk perkebunan mangga sangat potensial
c. Kebutuhan pengembangan keterkaitan antara cluster /pelaku
kegiatan agribisnis mangga (KAMM Mangga)
d. Kebutuhan Pemberdayaan sistem kelembagaan produksi mangga

5. ANCAMAN
a. Hambatan-hambatan sistem distribusi buah mangga domestik
b. Persaingan dengan produk buah impor
c. Persaingan dengan komoditi non-mangga dalam penggunaan lahan
d. Hambatan-hambatan sistem industri pengolahan buah mangga

6. Program Pengembangan

1. Pemberdayaan Koperasi Pengelola KAMM Mangga Terpadu di wilayah


Dolopo, Kabupaten Madiun Jawa Timur
2. Pengembangan KAMM Mangga Terpadu dengan komponen utamanya:
a. KSP (Kawasan Sentra Produksi) Kebun rakyat Mangga 3-Strata
b. Cluster Industri Olahan Mangga
c. Cluster Industri Pupuk Organik Limbah kebun mangga
d. Cluster Industri Silages Pakan Ternak
e. Cluster ALSINTAN Pendukung
f. Cluster Agrokimia
g. Cluster LITBANG, Kebun Teknologi dan Sistem Informasi Pasar
h. Cluster Pengemasan dan Pengepakan
g. Cluster Transportasi dan Pemasaran
3. Kajian Keungolahan manggan produk-produk hilir kebun mangga rakyat
4. Sosialisasi dan Komersialisasi hasil-hasil kajian
5. Implementasi sistem Quality Assurance (QA)
43

7. OUTCOME

1. Berkembangnya KAMM Mangga-terpadu dengan keterkaitan yang adil di


antara cluster-cluster yang ada melalui pendekatan kawasan
2. Terbentuknya Koperasi pengelola KAMM Mangga yang mampu
mengkoordinasikan sistem produksi dan sistem distribusi produk-produk
mangga
3. Berkembangnya industri pengolahan buah mangga sekala mini
4. Meningkatnya citra dan keungolahan manggan produk mangga domestik

8. DAMPAK

1. Sinergi kelembagaan dan industri dalam CLUSTER


2. Sinergi antar pelaku agribisnis/agroindustri dalam KAMM Mangga
terpadu
3. Tumbuh-kembangnya semangat masyarakat untuk memproduksi
mangga
4. Tumbuh-kembangnya pasar produk-produk olahan mangga
5. Tumbuhnya semangat untuk melestarikan sumberdaya lahan kritis

4.6.5. SASARAN YANG INGIN DICAPAI

Tujuan utama dari pengembangan Kawasan Agribisnis Mangga ini


khususnya adalah peningkatan pendapatan petani mangga di wilayah lahan
kritis yang direncanakan menjadi sentra produksi komoditi mangga. Tujuan
lainnya adalah meningkatkan kegiatan perekonomian pedesaan di sekitar
sentra produksi mangga tersebut yang pada akhirnya diharapkan membawa
perbaikan pada taraf hidup masyarakat sekitarnya.
Sasaran pokok atau target yang ingin dicapai adalah :
1. Pengembangan atau pembangunan kebun-rakyat komoditi utama
mangga di wilayah KAMM dengan total areal sekitar 500-1000 ha.
2. Penumbuhan dan peningkatan peran kelembagaan dalam pembangunan
pertanian meliputi : Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA)
mangga, Koperasi Petani Mangga, perusahaan/swasta, Balai
Penyuluhan Informasi Pertanian (BIPP) dan FORKA (Forum Komunikasi
Agribisnis Mangga).
3. Pembangunan perluasan dan perbaikan sarana dan prasarana di wilayah
KAMM, khususnya pada lokasi-lokasi dimana sentra agribisnis komoditas
mangga akan dibangun. Sarana prasarana tersebut meliputi antara lain :
sistem pengairan dengan sumur gali, jalan desa/jalan kebun, pasar/kios
desa dan pusat informasi agro-teknologi.
4. Perbaikan dan peningkatan fasilitas pengolahan dan sistem pemasaran
tradisional.

A. Pengembangan Komoditas
44

Pembangunan Kebun Mangga


Gadung Klon 21 dan Arumanis Klon 143 ditetapkan sebagai kultivar
mangga yang akan ditanam pada lokasi Kawasan Agribisnis (KAMM) Mangga
Mlarak-Sambit.
Target pembangunan kebun mangga/sentra produksi mangga pada
tiga kecamatan terpilih adalah seluas 1000 Ha kebun rakyat; sebagian daer
kebun rakyat ini sekarang telah ada dan sisanya dapat dilaksanakan dalam
waktu mendatang.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa
pengembangan sistem agribisnis mangga ditempuh dengan
mengintegrasikan (secara fungsional) aktivitas kebun mangga monokultur
komersial dengan kebun mangga rakyat (di pekarangan dan kebun
campuran) dan pusat-pusat inovasi agroteknologi mangga (KAMM Mangga).
Lima hal yang masih dipandang sangat penting untuk menunjang
pengembangan KAMM mangga, adalah : (1). Inovasi teknologi bibit dan
pembibitan; (2). Teknologi off-season; (3). Teknologi penghambatan
pematangan buah mangga; (4). Pengembangan pusat informasi mangga ;
(5). Teknologi pengolahan buah mangga.
45

KEBUN-RAKYAT MANGGA: 1 RTPLK = 0.5 ha kebun mangga

Tanm pagar : Pete, Sengon, Lamtoro gung, JATI

10 m
Phn mangga

10 m

jalan kebun/teras kebun: Rumput gajah

tnm sela JAGUNG, KAC HIJAU

arah slope PAH/sumur batas lahan

Kandang ternak: Unit pengolah


Kambing/ rabuk-kandang
Sapi kereman

Pola Pengembangan Kawasan


46

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pada setiap UTPP terpilih


akan dikembangkan sentra produksi mangga seluas 400-500 ha (100 ha
kebun inti dan 300-400 ha daerah dampak). Sekitar 5 Ha dari kebun inti
tersebut dapat dikelola oleh Penyuluh Lapang (PL), merupakan kebun inti
sekaligus berfungsi sebagai Demplot kebun mangga. Sedangkan selebihnya
merupakan tanaman mangga yang dikelola petani mangga.

Tanaman Sela, dan Tanaman Pagar /Pembatas


Pada areal KAMM di antara pohon mangga muda yang ditanam
dengan jarak 8 x 8 meter akan ditanam tanaman palawija jagung, kedelai,
kacang tanah, kacang hijau, cabai/lombok yang dapat dipanen setelah 3 - 4
bulan. Tujuan dari pemberian tanaman sela ini antara lain agar petani dapat
memperoleh hasil/ pendapatan dari lahan usahataninya sebelum tanaman
mangga berproduksi. Salah satu dari kedua palawija tersebut akan ditanam
secara bergilir hingga pohon mangga mencapai usia 5 tahun. Sedangkan
tanaman pagar/pembatas dapat berupa jati, sengon, pete, kaliandra, lamtoro
gung dan lainnya.

Kondisi Fisik
Setelah kurun waktu beberapa tahun, diharapkan tercipta sentra
produksi mangga milik petani di wilayah KAMM dengan kondisi sebagai
berikut :
a. Terdapat kebun-rakyat inti dengan populasi tanaman sebanyak 100-200
pohon per hektar dengan jarak tanam 8 x 8 meter.
b. Setiap petani berhasil mengelola 0.5-1 ha kebun mangga atau 50 - 75
pohon produktif.
c. Kebun dilengkapi dengan jalan (jalan kebun) sepanjang 100 meter/Ha.
d. Terdapat sumur gali atau PAH dua buah per/ha sebagai sumber air bersih.

B. Kelembagaan

Kelompok Usaha Bersama Agribisnis (KUBA) Mangga


Mengingat bahwa sasaran areal pengembangan agribisnis mangga
tersebar di wilayah Madiun, maka target penumbuhan kelompok tani sebagai
lembaga inti pengembangan sentra agribisnis mangga dalam kurun waktu
tersebut mencapai jumlah 50 KUBA. Target penumbuhan kelompok tani
sebanyak 50 KUBA ini berdasarkan pertimbangan bahwa dalam skala/luasan
20 Ha kebun/pekarangan dapat dibentuk satu kelompok tani dan dapat
bekerja secara efektif.
Satu KUBA mangga terdiri dari 20-30 RTPLK dengan setiap orang
diharapkan menguasai lahan tegalan rataan seluas 0.5 Ha. Dalam 1 Ha
lahan akan ditanami mangga sebanyak 250 pohon. Dengan demikian satu
KUBA Mangga mempunyai tanaman sebanyak 2500-3125 pohon mangga.
Penumbuhan kelompok tani pada Sentra Agribisnis mangga
seyogyanya didasarkan pada kedekatan hamparan dengan maksud
mempermudah menghadapi masa panen dan pemasaran hasil. Karena
penumbuhan kelompok tani berdasarkan kedekatan hamparan usahata-
ninya, maka melalui pelatihan-pelatihan (sekolah lapang) dan dengan
47

bimbingan Petugas Penyuluh Lapangan (PL II) petani-petani yang tergabung


dalam kelompok tani hamparan tersebut diharapkan mampu mandiri.

Pengembangan Koperasi Petani Mangga


Koperasi dan Kios/Waserda adalah prasarana pelayanan yang akan
dikembangkan menjadi lembaga pemasaran. Pelayanan dimaksud berupa :
- Penyediaan saprodi
- Membantu menyediakan modal
- Sebagai lembaga pemasaran
- Investasi armada pengangkutan
Koperasi diharapkan tumbuh dan keberadaannya dibutuhkan oleh
para petani baik dalam fungsinya sebagai lembaga yang menyediakan
kebutuhan para petani maupun sebagai lembaga pemasaran bersama yang
dapat memasarkan hasil produksi milik petani. Karena itu pengurus koperasi
sedapat mungkin berasal dari para kontak tani (Ketua KUBA) dalam
kelompok-kelompok tani dalam di wilayah kecamatan yang sama.
Dalam fungsinya sebagai lembaga pemasaran bersama, Kontak Tani
Andalan (Ketua KUBA) sebagai pengurus kelompok tani serta sebagai
pengurus Koperasi diharapkan mampu mengadakan rintisan kemitraan
dengan pengusaha/swasta agar bersedia menampung hasil panen petani.
Dengan demikian petani memperoleh kepastian pasar bagi produksinya.
48

Kebun-rakyat 3-strata MANGGA seluas 200 ha

RTPLK-2 RTPLK-400
RTPLK-1
0.5 ha tegalan
0.5 ha tegalan 125 phn mangga 0.5 ha tegalan
125 ph mangga tnm sela 125 ph mangga
tnm sela tnm sela

PPL
5 ha Tegalan
1250 phn mangga
tnm sela

KUBA-1 KUBA-2 KUBA-...


25 RTPLK 25 RTPLK ....... 25 RTPLK
12.5 ha kebun 12.5 ha kebun .... ha kebun
3125 ph mangga .... ph mangga

KOPERASI PETANI MANGGA

Kebun Inti 200 ha, 50.000 pohon mangga Klon 21


Tanaman sela jagung, kedelai, kac tanah 200 ha

SUASTA PASAR BRI/BPD

Industri Olahan Pedagang KKPA, KUT

Petugas Penyuluh Lapangan (PL II)


PL II merupakan tenaga penyuluh lapangan yang dalam
tugasnya sehari-hari berhubungan langsung/memberikan bimbingan
langsung kepada kelompok-kelompok tani (KUBA). Dengan
mempertimbangkan bahwa satu orang PL II mampu membina areal seluas
49

200-300 Ha atau 15 KUBA, maka pada lima Kecamatan lokasi sentra


agribisnis mangga harus terdapat minimal 5 orang petugas PL II yang
profesional dalam agribisnis mangga.
Diharapkan ke 5 orang PL II tersebut merupakan mediator antara Balai
Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai penyedia informasi yang dibutuhkan
petani dengan kelompok-kelompok tani yang memanfaatkan informasi-
informasi tersebut melalui program- program Sekolah Lapang (SL).

C. Sarana dan Prasarana yang dibutuhkan

1. Pengairan
Ketersediaan air merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi pada
saat proses produksi s/d proses pengolahan. Bantuan pembuatan sistem
Pengairan Air Sumur (PAS) diharapkan dapat terlaksana, atau kalau tidak
memungkinkan dapat dikembangkan sistem Pengairan Air Hujan (PAH)
melalui pembangunan embung penampung air hujan. Idealnya, 2 buah
sumur harus terdapat pada 1 ha kebun mangga. Dengan standard tersebut
maka selama 5 tahun pembangunan Kebun Mangga (KAMM mangga) akan
dibutuhkan sebanyak 2000 buah sumur gali atau 1000 buah embung air
hujan untuk memenuhi kebutuhan air pada lokasi KAMM mangga seluas
1000 Ha.

Jasa Angkutan dan Transportasi


Pembangunan sarana/prasarana angkutan kondisi jalan di sekitar
sentra produksi mangga maupun dari sentra produksi ke jalan Kabupaten
menentukan kecepatan penyaluran saprodi dan pengangkutan/pemasaran
hasil produksi. Dengan meningkatnya kondisi jalan di sekitar sentra,
diharapkan akan meningkatkan frekwensi lalulintas angkutan umum termasuk
angkutan barang disekitar sentra produksi mangga yang pada akhirnya
menumbuhkan dan meningkatkan kegiatan sektor sektor jasa yaitu jasa
angkutan umum termasuk angkutan barang.

Pasar
Pasar yang ada untuk tingkat wilayah desa/kecamatan telah cukup
memadai. Hal yang perlu ditingkatkan fasilitasnya adalah pasar di tingkat
kabupaten. Untuk mengantisipasi melimpahnya mangga yang akan
dipasarkan dalam bentuk buah segar, maka lembaga pemasarean di tingkat
kabupaten perlu dilengkapi armada angkutan untuk mendistribusikan hasil
produksi dari desa dan kecamatan.

Agro-Teknologi
Petani mangga di Kabupaten Madiun pada saat ini umumnya masih
kurang menerapkan teknologi budidaya secara intensif maupun penanganan
panen dan pasca panen. Dalam hal budidaya, tanaman belum mendapat
perawatan dan pemupukan secara memadai. Dalam hal panen dan pasca
panen tidak dilakukan perlakuan tertentu karena sebagian besar petani
menjualnya dengan sistem tebasan.
50

Teknologi tepat guna yang diperlukan dan akan dilatihkan kepada


para petani meliputi :
- Teknik penyiapan lahan
- Pembibitan dan penanaman bibit
- Budidaya
- Panen
- Pasca Panen (pengolahan skala kecil).

D. Pengolahan dan Pemasaran

Buah mangga dapat dijual dalam bentuk buah segar atau hasil
olahannya. Upaya pengolahan untuk mendapatkan buah segar berkualitas
tinggi meliputi :
a. Pemeraman untuk menyeragamkan kematangan buah dengan
perlakuan fisiko-kimia.
b. Penghambatan proses pematangan buah dengan perlakuan fisiko-
kimia.
c. Grading
d. Packing/pengemasan
e. Kalender panen tanda setelah panen sesuai dengan tanggal dipetik.
f. Buku harian pakan (untuk memonitor produksi pohon).

Gadung Klon 21 merupakan jenis mangga yang masih mempunyai


prospek besar dijual sebagai buah segar. Namun demikian tetap perlu
dilakukan antisipasi terjadinya fluktuasi harga atau turunnya harga mangga
segar pada saat booming produksi/supply mangga. Pengolahan buah
mangga menjadi produk olahan dapat berupa :
- Manisan/asinan mangga
- Kripik Mangga
- Selai dan sirup
- Buah potong dalam kaleng atau juice mangga
Industri selai dan sirup dapat dilakukan sebagai home Industri dan
bahan bakunya cukup dipenuhi dari mangga yang bukan kualitas nomor 1.
Untuk industri kripik, buah potong dalam kaleng atau juice mangga
diperlukan pengolahan skala besar, dengan kebutuhan bahan baku (buah
mangga) yang harus di supply secara kontinue. Paling sedikit dibutuhkan
areal panen seluas 500 Ha untuk dapat memenuhi bahan baku mangga bagi
industri tersebut.

4.6.6. Pokok-Pokok Rekomendasi

(1). Sebagian besar wilayah sentra produksi Jawa Timur mempunyai kondisi
agro ekologi yang cukup sesuai bagi pertumbuhan dan produksi
tanaman mangga. Daerah sentra produksi mangga umumnya terletak
pada ketinggian 0-400 m dpl dengan kondisi iklim tipe C2 dan C3. Pada
daerah-daerah dengan ketinggian 400-1000 m dpl juga masih
ditemukan banyak tanaman mangga yang produktif.
51

(2). Usahatani mangga, baik yang dilakukan di lahan pekarangan dan


kebun cam puran maupun di kebun-kebun monokultur, dengan jarak
tanam 7 m x 7 m dan 10 m x 10 m secara sosial-ekonomi dan ekologi
layak untuk dikembangkan di daerah dengan ketinggian 0-1000 m dpl
dengan tipe iklim C2 dan C3.
(3). Rata-rata produksi buah mangga di Wilayah Kabupaten Madiun, Jawa
Timur, pada saat sekarang relatif masih rendah dibandingkan dengan
potensi produksi (potensi genetik) yang mungkin dapat dicapai.
Rendahnya tingkat fruitset (rata-rata kurang dari 40%) belum
diupayakan ditingkatkan dengna manipulasi agrokimia atau manipulasi
fisik / tajuk tanaman.
(4). Jenis (varietas) pohon mangga produktif yang ada sekarang sangat
beragam, sehingga buah mangga yang dipasarkan juga beragam.
Usaha peremajaan tanaman mangga rakyat sebagian besar telah
memilih jenis Gadung / Arummanis , Manalagi atau Golek, tanaman
mangga jenis unggul ini rata-rata masih di bawah 10 tahun.
(5). Lembaga pemasaran buah mangga segar yang ada sekarang
tampaknya telah terbentuk sejak lama, mulai dari tingkat pedagang
pengumpul desa hingga pedagang pengumpul di kota-kota besar dan
pedagang pengecer. Pada tingkat petani produsen ternyata mekanisme
penetapan harga juah didominasi oleh para penebas/pedagang desa
yang membeli buah mangga dengan cara tebasan kontan atau ijon.
1. Saluran pemasaran buah mangga segar di wilayah sentra mangga
Jawa Timur adalah: Petani ----> pedagang/penebas ----> pedagang
penyalur di kota Madiun ----> pengecer lokal ----> Konsumen.
2. Saluran pemasaran buah mangga segar ke luar propinsi Jawa
Timur secara umum adalah: Petani ----> pedagang/penebas desa
----> pedagang pengumpul Kecamatan ---------> Pedagang/Grosir di
Jakarta/Bandung/Denpasar/Semarang ----> Pedagang pengecer
lokal ----> Konsumen.

(6). Penerapan fungsi-fungsi pascapanen dan manajemen pemasaran buah


mangga sepenuhnya dilakukan oleh para pedagang, terutama
pedagang pengumpul tingkat desa atau kecamatan, yaitu meliputi
pengepakan dengan keranjang , kotak karton , atau peti-peti kayu.
Produsen jarang sekali melakukan fungsi pasca panen buah mangga.
Hal ini yang dianggap sebagai penyebab rendahnya marjin pemasaran
yang diterima petani mangga (rata-rata kurang dari 50%).
(7). Model Pengembangan Sistem Agribisnis Mangga yang dapat
dikembangkan di sentra mangga, Jawa Timur harus didukung oleh lima
subsistem yang saling berinteraksi secara fungsional, yaitu (1) pusat
informasi mangga dan kebun bibit yang berfungsi sebagai kelembagaan
transfer informasi teknologi inovatif, (2) Subsistem produksi: kebun
mangga rakyat dan kebun mangga monokultur dengan pola kemitraan;
(3) diversivikasi produk olahan dari buah mangga, (4) penanganan
pascapanen buah segar (Pengemasan dan pengepakan), dan (5)
promosi dan pemasaran produk-produk buah mangga.
52

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, S. 1991. Pengaruh Beberapa macam Media terhadap Pertumbuhan


Tiga Varietas Batang Bawah Mangga dan Keberhasilan Sambungan
Muda dengan Teknik Mini-Trees. Tesis S1, Jurusan Budidaya
Pertanian, Faperta Unibraw, Malang.
Aliudin. 1979. Masalah kerontokan buah pada mangga. Departemen
Agronomi, Fakultas Pertanian, Unibraw.
Annisa. 1992. Pengaruh pemberian pupuk NPK terhadap pertumbuhan
mangga Gadung yang disambung pada lima varietas batang bawah
mangga (Mangifera indica L.). Skripsi, Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas pertanian, Unibraw, Malang.
Aravindakshan,M. dan J. Philip. 1980. Effect of varying doses of NPK on
growth and vigour of mango during prebearing stage. South Indian
Horticulture 28(3): 94-97
Arifin, M.S. 1986. Studi tentang Penggunaan Zat Penghambat Pertumbuhan
pada Buah Mangga (Mangifera indica L.). Tesis S1, Jurusan
Budidaya Pertanian, Faperta Unibraw, Malang.
Astawa, I.N.G. 1985. Pengaruh beberapa wadah pembibitan dan pemupukan
terhadap pertumbuhan berbagai jenis mangga sebagai bahan
batang bawah. Skripsi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
pertanian, Unibraw, Malang.
Bambang Tegopati, 1986. Penggunaan NAA untuk Mempercepat Tumbuhnya
Bunga Mangga, Jurnal Hortikultura Nomor 17: 551-553.
Budhi, D.D. 1991. Pengaruh penyusuan terhadap tingkat keberhasilan dan
pertumbuhan tiga varietas batang bawah mangga. Skripsi, Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas pertanian, Unibraw, Malang.
Das, G.C. dan J. Panda. 1975. Study on the effect of B- nine (N-Dimethyl
Amino Succinamic Acid) and Maleic Hydrazide on vegetative shoots
of late occurrence in mango. Orissa Jour. of Hort. 4(1&2): 33-36.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Timur, 1987. Prospek dan
Masalah Produksi Buah-Buahan di Jawa Timur (Makalah Kursus
Singkat). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Timur, 1998-2001. Laporan
Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Timur,
Surabaya.
Direktorat Bina Produksi Hortikultura, 1986. Kebijaksanaan Pemerintah
dalam Pengembangan Hortikultura di Indonesia (Makalah
Simposium). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan
Makanan. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.
FAO. 1978. Agro-ecological Zone Project. Soil Resources Report No. 48.
Rome.
Hanani, N., R. Dwi Astuti, Syafrial, S. Wijana, M. Dewani dan A. Affandie.
1991. Studi Pengembangan Agribisnis Mangga di Jawa Timur.
Penelitian PHB I/1 DP4M DEPDIKBUD.
53

Handajani, S. 1979. Mencagah kerontokan buah mangga. Cabang Lembaga


Penelitian Hortikultura, Malang.
Hussein, M.A., dan K.E. Youssef. 1973. Physico-chemical Parameter as
An Index of Optimum Maturity in Egyptian Mango Fruit, Mangifera
indicaL. Hort. Dept., Univ. of Assiut, Assiut, Egypt.
Idiyah, S. 1987. Studi Budidaya Tanaman Mangga (Mangifera indica L.) di
Balai Benih Induk Pohjentrek , Kebun Percobaan Kraton dan Kebun
Percobaan Cukur-Gondang Pasuruan. Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Unibraw, Malang.
Indiyah, S. 1988. Pengaruh tiga rarietas batang bawah dan saat
penyambungan terhadap keberhasilan sambung dini tanaman
mangga (Mangifera indica L.). Skripsi, Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas pertanian, Unibraw, Malang.
Ingdrawati, M.L.A. 1989. Pengaruh Penggunaan Berbagai Jenis Lokal yang
Berpotensi Sebagai Batang Bawah terhadap Keberhasilan
Sambungan dengan Batang Atas Mangga Gadung. Tesis S1,
Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta Unibraw, Malang.
Kuntari, Y.B. 1989. Pengaruh Letak Sambungan dan Waktu Defoliasi Batang
Atas Terhadap Keberhasilan Grafting pada Mangga Batang Bawah
Varietas Madu. Tesis S1, Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta
Unibraw.
Kusumaningsih, D. 1990. Pengaruh Pemangkasan dan Pemberian Dormex
terhadap Pemecahan Kuncup dan Pertumbuhan Tunas Lateral pada
Bibit mangga Varietas Lokal. Tesis S1, Jurusan Budidaya Pertanian,
Faperta Unibraw.
Kusumo, S. dan T. Suminto. 1971. Jenis-jenis Mangga yang Baik Untuk Buah
Meja. Bulletin Tjahort. 5: 1-24.
Mujiono. 1988. Pengaruh Cara Penyambungan terhadap Tingkat
Keberhasilan dan Pertumbuhan Beberapa Varietas Batang Atas
Mangga (Mangifera indica L.). Tesis S1, Jurusan Budidaya
Pertanian, Faperta Unibraw, Malang.
Musrifah, S. 1991. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh terhadap
Pembibitan Buah Mangga (Mangifera indica L.). Tesis S1, Jurusan
Budidaya Pertanian, Faperta Unibraw, Malang.
Notodimedjo, S. 1983. Pengantar Ilmu Hortikultura. Fakultas Pertanian.
Universitas Brawijaya Malang.
Oetomo, T.K. 1987. Pengaruh Penggunaan Berbagai Dosis Herbisida
Otyfluorfen Dalam Pengendalian Gulma dan Akibatnya terhadap
Pertumbuhan Tanaman Mangga (Mangifera indica L.) Varietas
Madu di Pesemaian. Tesis S1, Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta
Unibraw, Malang.
Patel, B.M. dan R.S. Amin. 1981. Investigation Into the Best Period for
Soft Wood Grafting of Mango in Situ South Indian Horticulture.
29(2):90-94.
Purbiati, T., Widodo, dan A. Supriyanto. 1986. Pengaruh Media dan Saat
Penyambungan pada Pembibitan Mangga Secara Cepat. Sub Balai
Penelitian Tanaman Hortikultura, Malang. Hortikultura No. 21: 84-92.
54

Purnomo, S. 1987. Strategi Pengelolaan Tanaman dan Perbaikan Hasil


Mangga. Badan LITBANG Pertanian, Departemen pertanian,
Jakarta.
Purushatham, K. dan B. Narasimhan. 1981. Depletion of Soil Moisture by
Young Mango Trees With and Without Irrigation. South Indian
Horticulture 29(1):68-69.
Purwati,S. 1987. Budidaya Tanaman Mangga dan Permasalahannya di
Kabupaten Pasuruan. Laporan Praktek Kerja Lapang, Jurusan
Budidaya Pertanian, Faperta Unibraw, Malang.
Rachim, F. 1988. Pengaruh KNO3 pada Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif
mangga Varietas Gadung, Golek, dan Kopyor. Tesis S1, Jurusan
Budidaya Pertanian, Faperta Unibraw, Malang.
Rao, V.N.V., J.B.M.M.A. Khader. 1980. Effect of Pruning and Thinning of
Young Shoot Clusters of Mango Vari eties. Indian Food Packer.
34(3):60-63.
Ryall, A.L. dan W.J. Lipton. 1983. Handling, Transportation and Storage of
Fruits and Vegetables. Volume I. AVI Publishing Company, Inc.
Westport, Connecticut.
Santoso, R.D. 1987. Keberhasilan Umur Penyambungan Muda beberapa
Varietas Batang Bawah dan Batang Atas Tanaman Mangga
(Mangifera indica L.). Tesis S1, Jurusan Budidaya Pertanian,
Faperta Unibraw, Malang.
Sentra, I.W. 1988. Pengelolaan Kebun bibit buah-buahan Bank Indonesia,
Pasuruan. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Unibraw, Malang.
Soemarno, N. Hanani, S. Wijana dan M. Dewani. 1996. Penelitian
Pengembangan Agroindustri Buah-buahan di Jawa Timur (Kasus
Durian, Mangga dan Rambutan). Kerjasama Pusat Penelitian
Unibraw dengan Bappeda Tingkat I Jawa Timur.
Soemarno, N. Hanani, W. Susinggih, dan M. Dewani. 1991. Penelitian
Pengembangan Agroindustri Buah-buahan di Jawa Timur.
Kerjasama antara Bappeda Tk I Jawa Timur dan Pusat Penelitian
Universitas Brawijaya, Malang.
Soemarno, dkk. 2000/2001. Penelitian Pengembangan Agribisnis Mangga di
Sentra produksi mangga di Jawa Timur bagian barat: Madiun-
Ponorogo-Magetan. Kerjasama antara BALITBANGDA dengan LPM
Unibraw, Malang.

Suhadak, E. 1988. Pengaruh Zat Antioksida pada Kultur kalus Tanaman


Mangga (Mangfera indica L.). Tesis S1, Jurusan Budidaya
Pertanian, Faperta Unibraw, Malang.
Sukindar. 1982. Observasi tanaman mangga (Mangifera indica L.) di
Kebun Percobaan Cukur Gondang, Pasuruan. Departemen
Agronomi, Fakultas Pertanian, Unibraw, Malang.
Sumarno, S.Z. Nurchasanah dan H. Danoesastro. 1981. Usaha Mempercepat
Perakaran "Turus Daun" Apel dan Mangga Dengan IBA. Fakultas
Pertanian, Universitas Gajahmada, Yogyakarta.
55

Sumiatun. 1989. Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh terhadap


Pembentukan Buah Mangga. Tesis S1, Jurusan Budidaya Pertanian,
Faperta Unibraw, Malang.
Sunaryono, H. 1981. Pengenalan Jenis Tanaman Buah- Buahan dan
Bercocok Tanam Buah-Buahan Penting di Indonesia. Penerbit
Sinar Baru. Bandung.
Supriyanto, A. 1985. Teknik Pembibitan Buah-buahan Secara Cepat. Sub
Balai Penelitian Hortikultura Tlekung, Malang.
Tridasa, A.M. 1986. Pertumbuhan Periodik Mangga Varietas Golek, Manalagi,
dan Gadung Pasuruan. Praktek Lapang, Jurusan Budidaya
Pertanian, Faperta Unibraw, Malang.

Anda mungkin juga menyukai