Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Ulat Kantong (Metisa plana)

Daun adalah organ tempat berlangsungnya proses fotosintesis, dan reaksi-


reaksi biokimia lainnya yang berkaitan dengan petumbuhan seluruh tubuh
tanaman kelapa sawit (Mangoensoekarjo & Semangun, 2000).

Ulat kantong Metisa plana merupakan salah satu hama pada perkebunan
kelapa sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun,
sehingga bekas gigitannya mengering dan berlubang. Daun yang mengering
akan digunakan sebagai bahan pembuat kantong ulat tersebut (Susanto et al.,
2012). Daun yang diserang ulat kantong M.plana dapat menjadi kering seperti
terbakar karena ulat pada saat memakan daun mengeluarkan cairan yang
bersifat racun (Lubis, 2008 ).

Gambar 2.1 Metisa plana, Mahasena corbetti, dan Pteroma pendula

M.plana, Mahasena corbetti, Cremastopsyce pendula merupakan jenis ulat


kantong yang biasa menyerang kelapa sawit (Rozziansha & Susanto, 2011).
Jenis ulat kantong yang paling merugikan di perkebunan kelapa sawit adalah
M.plana dan Mahasena corbetti.

4
Ciri khas ulat kantong adalah hidupnya didalam sebuah bangunan mirip
kantong yang berasal dari potongan-potongan daun, tangkai bunga tanaman
inang, disekitar daerah serangan.

Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan
spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan
memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang
dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan (Mangoensoekarjo &
Semangun, 2000).

1.2 Siklus Hidup dan Morfologi Ulat Kantong (Metisa plana)

Metisa plana berukuran lebih kecil dibandingkan dengan Mahasena corbetti


yakni pada akhir perkembangannya dapat mencapai panjang sekitar 12 mm,
dengan panjang kantong 15-17 mm. kantong terbuat dari potongan kecil daun
kelapa sawit. Stadia ulat terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung sekitar 50
hari. Pada waktu berkepompong, kantong kelihatan halus permukaan luarnya,
berukuran panjang sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait dipermukaan
bawah daun. Stadia kepompong berlangsung selama 25 hari (Prawirosukarto,
2002).

Tabel 2.1 : Siklus hidup betina Metisa plana


Stadia Lama (hari) Keterangan
Telur 18 Jumlah telur 100-300 butir
Larva 50 Terdiri dari 7 instar, berada dalam kantong
Pupa 25 Menggantung pada permukaan daun bagian bawah
Imago - Betina tidak memiliki sayap
Jumlah 93 Tergantung pada lokasi dan lingkungan

Secara umum waktu yang dibutuhkan M.plana dalam menyelesaikan


hidupnya sekitar 70-90 hari. Penetasan telur membutuhkan waktu 19-20 hari,
masa perkembangan larva sekitar 50-60 hari, sedangkan fase pupa betina
membutuhkan waktu 9-10 hari dan jantan 21 hari. Imago jantan dapat hidup

5
1-2 hari. Terdapat perbedaan jumlah hari pada siklus hidup betina dan jantan
M.plana. Jantan bisa mencapai instar 6, sedangkan betina dapat mencapai
instar 7 (Susanto et al., 2012).

1.2.1 Telur Ulat Kantong Metisa Plana

Tidak seperti ulat api, telur ulat kantong berada didalam kantong.
Telur berukuran kecil berbentuk bulat dan berwarna putih saat
diletakkan, dan kecoklatan saat akan menetas. Kopulasi terjadi
didalam kantong imago betina dengan telur yang dihasilkan sebanyak
100-300 butir selama hidupnya. Telur diletakkan dalam kantong
imago betina dan menetas dalam waktu 18 hari.

Gambar 2.2 Telur ulat kantong Metisa plana

Telur berwarna kuning pucat dan berbentuk seperti tong yang


mempunyai lapisan korion yang halus. Dan masa inkubasinya adalah
19,7 ± 0,3 hari. Produktifitas betina pada pembiakan di laboratoriom
lebih tinggi daripada betina yang hidup di alam bebas (158 ± 10,3 vs
99,9 ± 5,7 telur per betina), masih lebih rendah dari pada spesies
family Psychidae yang lain (Susanto et al., 2012).

Produktifitas M.plana relatif rendah jika dibandingkan dengan spesies


ulat kantong yang lain : Mahasena corbetti [rerata keperidian
mencapai 2000-3000 telur per betina, Eumeta variegate [± 300
telur/betina, dan Pteroma plagiophleps [± 1774 telur/betina (Susanto
et al., 2012).

6
1.2.2 Larva

Pembentukan kantong hampir sama pada semua instar. Setelah


penetasan, instar pertama berada pada kantong. Kemudian larva
tersebut memotong jaringan dari permukaan daun kemudian dikaitkan
satu sama lain dengan sutra. Seperti halnya dengan ulat kantong yang
lain, pengendalian instar dibuat dengan mengukur lebar kapsul kepala
larva. Meskipun dilapangan, pengukuran dapat mengalami kesulitan
karena larvanya tersembunyi. Dalam situasi ini, pengukuran panjang
kantong dan pengamatan morfologi kantong menjadi berguna.

Menurut Susanto et al. (2012), ciri khas masing-masing instar adalah :

Gambar 2.3 Instar larva ulat kantong Metisa plana

a. Instar (a) : Permukaan kantong relatif lembut


b. Instar (b) : Sedikit kecil dan sekeliling potongan daun yang terikat
dengan longgar pada bagian ujung anterior kantong.
c. Instar (c) : Lebih besar, potongan daun-daun berbentuk persegi
panjang (sampai 6 potong) terikat pada bagian ujung
posterior kantong.
d. Instar (d) : Lebih banyak potongan daun berbentuk bulat sampai
persegi panjang yang terikat dengan longgar, terlihat
seperti semak.

7
e. Instar (e) : kebanyakan potongan daun yang longgar menempel
kebawah, terlihat halus dan terdapat tanda putih yang
menyempit.
f. Instar (f) : Semua potongan daun yang longgar menempel
kebawah dan tanda putih melebar sampai seperempat
panjang kantong.
g. Instar (g) : Sama dengan instar 6, tetapi dengan tanda putih yang
lebih lebar dan lebih panjang (sepertiga panjang
kantong).

1.2.3 Pupa (kepompong)

Pada waktu pupa, kantong kelihatan halus permukaannya, berukuran


panjang sekitar 15 mm. Pupa ulat kantong tetap berada didalam
kantong berwarna kuning kecoklatan. Stadia kepompong berlangsung
selama 25 hari (Sulistyo, 2010).

Gambar 2.4 (a) Pupa Metisa plana Jantan, (b) Pupa Metisa plana
betina.

Dimorphisme seksual juga tercatat pada ukuran pupa (jantan lebih


kecil daripada betina). Panjang pupa jantan lebih pendek dibandingkan
betina (± 8-12 mm vs 11-15 mm). Pupa jantan menggantung seperti
kait pada permukaan bawah daun. Waktu perkembangan pupa jantan;
21,4 ± 0,3 hari sedangkan betina; 10,0 ± 0,4 hari. Waktu
perkembangan pada betina yang lebih pendek dapat dihitung dari
karakteristik morfologi betina sederhana (Susanto et al,. 2012).

8
1.2.4 Imago (Dewasa)

Imago jantan dewasa hama ulat kantong berupa kupu-kupu, sehingga


dapat terbang, sedangkan imago tidak mempunyai sayap.

Gambar 2.5 Imago ulat kantong Metisa plana.

Imago jantan dapat hidup 1-2 hari. Imago jantan memiliki sayap dan
akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina
untuk menarik serangga jantan. Betina ulat kantong dewasa tanpa
sayap akan menghabiskan seluruh hidupnya didalam kantong. Betina
dapat hidup sampai 7 hari dan dapat menghasilkan telur sebanyak 100-
300 butir serta akan mati setelah telur menetas (Prawirosukarto, 2002).

Laju perkembangan populasi hama terutama didukung oleh kemampuan


berkembangbiak dan waktu yang dipergunakan dalam menyelesaikan siklus
hidup. Semakin tinggi daya berkembangbiak serta semakin pendek siklus
hidup maka semakin cepat laju pertambahan populasi hama. Hal ini berarti
bahwa toleransi terhadap tingkat batas kritis populasi hama menjadi lebih
rendah.

1.3 Gejala dan Dampak Serangan Ulat Kantong (Metisa plana)

Serangan yang ditimbulkan oleh Metisa plana pada daun kelapa sawit terlihat
seperti terbakar. Pada larva instar awal bagian yang dimakan adalah bagian
epidermis atas daun, sedangkan untuk larva instar akhir, bagian yang dimakan
adalah epidermis bawah (Susanto et al., 2012).

9
Kerusakan yang disebabkan ulat kantong adalah daun tidak utuh lagi, rusak,
dan berlubang-lubang. Kerusakan helaian daun dimulai dari lapisan
epidermisnya. Kerusakan lebih lanjut adalah mengeringnya daun yang
menyebabkan tajuk bawah berwarna abu-abu dan hanya daun muda yang
masih berwarna hijau, kerusakan akibat hama ini dapat menimbulkan
penyusutan produksi.

Gambar 2.6 Dampak serangan ulat kantong Metisa plana.

Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi
lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8
tahun. keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat
kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling
bersinggungan.

Apabila kerusakan daun terjadi pada kelapa sawit yang lebih muda, maka
kehilangan hasil yang ditimbulkannya menjadi lebih kecil. Kehilangan daun
sebesar 50% pada tanaman kelapa sawit yang berumur 2 tahun dan 1 tahun,
masing-masing akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar 12%-24%
dan < 4% pada tahun pasca serangan (Prawirosukarto, 2002).

Serangan ulat kantong akan sangat merugikan karena dapat menyebabkan


terganggunya pertumbuhan dan produksi pada tanaman kelapa sawit. Untuk
itu perlu dilakukan pengendalian hama ulat kantong pada areal tanaman
kelapa sawit yang terserang ulat kantong.

Kriteria serangan digunakan untuk mengetahui tingkat serangan dari hama


dan juga untuk menentukan tindakan pengendalian yang harus dilakukan

10
untuk menurunkan tingkat serangan. Adapun kriteria tingkat serangan ulat
kantong M.plana menurut (Sulistyo, 2010) adalah :

a. Ringan : bila terdapat <3 ekor ulat kantong per pelepah


b. Sedang : bila terdapat 3-5 ekor ulat kantong per pelepah
c. Berat : bila terdapat >5 ekor ulat kantong per pelepah

1.4 Metode Pengendalian Hama Ulat Kantong (Metisa plana)


Pengendalian hama pada tanaman kelapa sawit sangatlah penting mengingat
bahwa hama sangat mempengaruhi hasil dan kualitas produksi tanaman
kelapa sawit.

Ulat kantong termasuk hama yang relatif sulit dikendalikan karena larva
berada di dalam kantong sehingga apabila tidak tepat waktu aplikasi
insektisida akan terhalang oleh kantong tersebut. Kesulitan yang kedua adalah
banyaknya insektisida yang sudah dilarang. Oleh karena itu teknik
pengendalian harus menerapkan ketepatan waktu aplikasi dengan stadia
sensitif ulat kantong. Perkembangan ulat kantong dipantau dari kantor dengan
melihat sebagian pelepah yang terserang ulat kantong. Karena persebaran ulat
kantong relatif lambat maka strategi yang ditempuh biasanya dilakukan
pengendalian yang dimulai dari bagian luasan terluar yang terserang hama ini,
baru merangsek menuju pusat serangan ulat kantong (Susanto et al., 2012).

Pengenalan tentang jenis dan biologi dari hama pemakan daun merupakan
pijakan dasar untuk penyusunan metode pengendalian yang sesuai terhadap
hama tersebut di perkebunan kelapa sawit.

Jenis-jenis hama pada umumnya tidak sulit diidentifikasikan, tetapi petani


atau perusahaan perkebunan dapat menghadapi kesulitan dalam membedakan
dan mengidentifikasikan jenis-jenis kumbang atau ulat, karena tanda-
tandanya banyak yang mirip. Pada situasi seperti itu ada baiknya meminta
bantuan lembaga-lemabaga penelitian (Mangoensoekarjo & Semangun,
2000).

11
Untuk melokalisir serangan hama dapat dilakukan melalui pengedentifikasian
spesies hama dan populasinya melalui pengecekan secara khusus di area yang
mempunyai tingkat populasi hama yang tinggi dengan menilai beratnya
kerusakan sehingga dapat mengetahui kebutuhan pengendalian (Madiyuanto,
2013).

Menurut Susanto et al,(2010) pengendalian hama terpadu, yaitu :

a. Menggabungkan cara-cara pengendalian yang ada secara kompatibel


b. Penekanan pada pelestarian dan pemanfaatan berbagai musuh alami hama
c. Melaksanakan pengendalian hayati terapan
d. Pengutamaan pengendalian yang ramah lingkungan
e. Kunci utama pengendalian hama sistem PHT adalah adanya monitoring
hama yang dilakukan secara berkala. Hama tidak akan meledak dengan
tiba-tiba karena masing-masing hama memiliki siklus hidup sendiri-sendiri
dan kapasitas berkembang biak yang berbeda-beda dimana untuk
mencapai populasi tertentu sangat bergantung pada waktu. Jika monitoring
hama dilakukan dengan benar, maka kondisi populasi hama akan sangat
terpantau masih dibawah ambang batas pengendalian.

1.4.1 Pengendalian Secara Biologis


Parasitoid dan predator memiliki potensi untuk mengendalikan hama
secara biologi. Manipulasi lingkungan yang tepat untuk
mengendalikan hama ini karena tindakan ini akan memodifikasi
lingkungan untuk kelangsungan hidup dan perkembangan musuh
alami.

Pada beberapa perkebunan kelapa sawit di Sumatera telah ditemukan


33 jenis parasitoid dan 11 jenis predator hama pemakan daun.
Parasitoid dan predator tersebut berperan penting sebagai faktor
pengendali populasi hama secara alami di perkebunan kelapa sawit
sehingga perlu dijaga kelestariannya dan perlu diperhitungkan serta

12
dimanfaatkan didalam pengendalian hama ulat kantong M.plana
(Sulistyo, 2010).

Pengendalian secara biologi dilakukan dengan melestarikan parasit


dan predator alami ulat kantong. Diantara parasitoid yang bekerja
cukup efektif adalah Goryhus bunoh, Hiper parasitoid, dan
Dolichogenidea metesae.

Untuk memperbanyak parasitoid di perkebunan kelapa sawit ada


beberapa langkah yang dilakukan, yaitu :

a. Mengurangi penggunaan insektisida


b. Menyediakan makan bagi imago parasitoid tersebut.

Stadia serangga parasitoid yang aktif menyerang hama adalah larva.


Sedangkan imago memperoleh makanan dari madu (nectar yang
dihasilkan oleh berbagai macam tumbuhan). Nectar bagi parasitoid
banyak tersedia pada tanaman Turnera subulata, Turnera ulmifolia,
Euphorbia heterophylla, Cassia tora, Borreria alata, dan
Elephantopus tomentosus. Dengan demikian tanaman-tanaman
tersebut jangan dimusnahkan tetepi justru harus ditanam (Susanto at
al., 2010).

Turnera subulata Turnera ulmifolia Cassia tora

Borreria alata Elephantopus tomentosus Euphorbia heterophylla


Gambar 2.7 Tumbuhan yang menjadi makanan parasitoid.

13
1.4.2 Pengendalian Secara Mekanis
Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:

a. Memungut ulat satu per satu (Handpicking), mengumpulkannya,


terutama pada tanaman yang masih muda yang tingginya masih
terjangkau oleh tangan. Agar populasi ulat terkendali,
pemungutan harus dilakukan secara rutin dua kali seminggu
(Hadi, 2004).
b. Penunasan pelepah yang terdapat banyak larva ulat, menumpuk
dan kemudian membakarnya.
c. Penggunaan perangkap seperti lampu, food attractan dan
feromon.

1.4.3 Pengendalian Secara Kimiawi


Pengendalian ulat kantong metisa plana dapat dilakukan dengan
penyemprotan menggunakan insektisida legal dengan dosis sesuai
yang dianjurkan. Alat semprot dapat menggunakan knapsack sprayer
atau mist blower (Susanto et al,. 2010).

Pengendalian ulat kantong secara kimiawi dilakukan dengan


menyemprotkan insektisida yang terbuat dari bahan-bahan kimia
tertentu. Pengaplikasian metode ini juga bisa dikerjakan menggunakan
teknik fogging dan injeksi. Tanaman kelapa sawit yang berusia kurang
dari 2 tahun bisa disemprot memakai knapsack sprayer. Sedangkan
tanaman yang berusia lebih dari 3 tahun bisa diasapi atau disuntik.

1.4.4 Injeksi Batang


Injeksi batang dapat dilaksanakan jika tanaman telah berumur >7
tahun. Lubang dibuat 1 m dari permukaan tanah dengan kemiringan
450 arah vertikal. Injeksi batang dapat dilaksanakan 8-12 kali per
siklus tanaman (SPO PT. Perkebunan Nusantara IV, 2007).

14
Cara Kerja :

a. Tim terdiri dari 2 orang, 1 orang (laki-laki) sebagai operator alat


dan 1 orang (perempuan) sebagai aplikator insektisida dengan
menutup lubang menggunakan daun kelapa sawit setelah aplikasi
insektisida.
b. Lubang bor dibuat pada ketinggian ±50 cm (tergantung dari umur
tanaman dengan kemiringan lubang 450.
c. Pada saat tanaman sudah berumur di atas 7 tahun, kanopi sudah
tinggi sehingga aplikasi insektisida dengan cara penyemprotan
tidak bisa dilakukan. Pengaplikasian insektisida dengan cara
injeksi batang akan member hasil yang lebih efektif dan efisien.

Upaya mendeteksi hama pada waktu yang lebih dini mutlak harus
dilaksanakan. Selain akan memudahkan tindakan pencegahan dan
pengendalian, keuntungan deteksi dini juga bertujuan agar tidak terjadi
ledakan serangan yang tidak terkendali/terduga. Secara ekonomis, biaya
pengendalian melalui deteksi dini dipastikan jauh lebih rendah daripada
pengendalian serangan hama yang sudah menyebar luas (Pahan, 2007).

15

Anda mungkin juga menyukai