Anda di halaman 1dari 29

Yellow Trap : Perangkap Serangga

Beberapa hari yang lalu saya ditunjuk untuk menjadi pemandu dalam sebuah acara yang
bernama BEPHT (Belajar Pengelolaan Hama Terpadu). Dalam acara itu saya harus menjadi
pemandu “Pembuatan Perangkap Serangga”. Salah satu perangkap itu adalah yellow trap. Prinsip
kerjanya sangat sederhana. Serangga menyukai cahaya, serangga menyukai warna kuning atau
jingga / kuning ke orange. Sehingga ketika serangga melihat warna itu ia akan mendatanginya.
Ketika serangga mendekatinya, kita perangkap serangga itu dengan lem yang sudah kita olesi
pada warna itu.

Fatoni (2002), dalam penelitiannya yang berjudul Keanekaragaman Serangga pada tingkat
Famili yang diberi Jenis warna dan Daya Lampu Berbeda di Lokasi Gedong Songo. Menulis
dalam hasil penellitiaannya sebgai berikut :

1. Famili Sminthuridae sebagai famili yang suka terhadap semua jenis warna dan daya
lampu.
2. Lampu kuning 15 watt (L3W3) memiliki jumlah keragaman serangga tertinggi, yaitu:
14,5 sedangkan.
3. Lampu kuning 10 watt (L3W2) memiliki jumlah individu serangga tertinggi, yaitu 110,0.
4. Interaksi perlakuan jenis warna dan daya lampu memberikan pengaruh pada keragaman
serangga, tetapi tidak untuk jumlah individu serangga.

Alat yang dibutuhkan adalah :

1. Gelas plastik transparan


2. Kertas warna kuning atau orange
3. Lem tikus
4. Gunting kertas
5. Stepler
6. Patok bambu (jika diperlukan)

Pertama potong kertas persegi panjang dengan panjang sama dengan diameter gelas plastik.
Kertas ini nantinya akan digunakan untuk menutupi seluruh permukaan gelas namun dari sebelah
dalam. Agar kertas tidak lepas dari gelas plastiknya, maka kertas distepler pada gelas plastik.
Sekarang gelas plastik yang semula bening menjadi berwarna kuning karena ada kertas di
seluruh permukaan kulit bagian dalamnya. Sentuhan terakhir adalah mengolesi bagian luar gelas
dengan lem tikus. Mengapa lem tikus? karena jika kita gunakan lem kertas kurang efektif. Lem
kertas mudah kering. Saya pernah mencoba untuk menggunakan vaselin, namun tidak rekat. Jika
menggunakan minyak goreng mungkin bisa, namun hanya serangga kecil saja yang
terperangkap. Setelah semua percobaan saya, lem tikus lah yang paling baik. Tetapi berhati –
hati karena lem tikus sangat rekat.
Jika sudah di olesi lem, selesailah yellow trap kita. Yellow trap tidak memancarkan cahaya
sendiri. Sehingga agar warna kuning itu terlihat, perangkap ini harus digunakan di tempat yang
terang seperti di halaman, kebun atau di dalam rumah (biasanya di dapur). Perangkp ini tidak
bisa digunakan ketika malam atau di tempat gelap, perlu lampu untuk menggunakannya di
tempat gelap. Jika digunakan di lapangan, maka kita membutuhkna patok kayu.

Hasilnya lumayan, beberapa serangga tertangkap dalam waktu kurang dari tiga jam. Semoga apa
yang saya jelaskan dapat dipahami. Jika ada pertanyaan silahkan hubungi akun facebook saya.
Selamat mencoba.

LAPORAN PRAKTIKUM PERANGKAP


HAMA “Yellow Trap”
Written By Hery Yanto on Sabtu, 12 Januari 2013 | Sabtu, Januari 12, 2013

A. Pendahuluan
Perangkap adalah tempat atau akat yang digunakan untuk menangkap hama yang diberi umpan.
Pengendalia hama terpadu merupakan pengendalian dengan cara meminimalisir penggunaan
pestisida kimia. Pengendalian hama yang ramah lingkungan dapat dikendalikan dengan
pengendalian fisik dan mekanik. Salah satu pengendalian fisik dapat dilakukan dengan cara
penggunaan lampu perangkap, sedangkan pengendalian mekanik dapat dilakukan dengan
memasang perangkap yang diberi zat-zat kimia yang dapat menarik atau melekatkan maupun
yang membunuh hama. Umumnya serangga tertarik dengan cahaya, warna, aroma makanan atau
bau tertentu. Serangga tentu juga lebih tertarik terhadap warna. Warna yang disukai serangga
biasanya warna-warna kontras seperti kuning cerah.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkap hama adalah sebagai berikut : ukuran
atau jenih serangga yang akan ditangkap, kebiasaan keluar : siang atau malam hari, stadium
perkembangan hama, makanan kesukaanya, warna kesukaannya, kekuatan atau kemampuan
hama untuk berinteraksi terhadap jerat dan cara terbang hama.
Tujuan praktikum ini adalah mahasiswa dilatih untuk membuat dan mengaplikasikan
perangkap hama berupa perangkap warna, aroma, dan cahaya. Selain itu
mahasiswa diharuskan mengawasi dan mengontrol penangkapan secara teratur. Dengan
perangkap hama kita dapat melihat perkembangan populas hama.
Manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa mampu merakit perangkap hama,
pengaplikasian serta dapat menganalisis atau mengamati jenis hama yang dapat masuk ke dalam
perangkap tersebut serta dapat mengetahui sejauhmana perkembangan populasi hama.
B. Pokok bahasan
Prinsip dasarnya adalah menjebak hama menggunakan pemikat tertentu.Lalat buah Bactrocera sp
jantan akan mengikuti bau hormon betinanya sehingga diciptakan senyawa yang baunya mirip
hormon lalat buah betina. Beberapa jenis kutu tertarik pada warna kuning mencolok sehingga
dibuat jebakan dari kertas atau plastik kuning yang diluluri lem. Ngengat dan serangga
nokturnal—aktif di malam hari—tertarik pada nyala api atau lampu, makanya dibuatkan
perangkap obor dan lampu.
Jenis-jenis perangkap:
1. Perangkap kuning
Jebakan ini didasari sifat serangga yang menyukai warna kuning mencolok. Musababnya warna
itu mirip warna kelopak bunga yang sedang mekar sempurna. Permukaannya dilumuri lem
sehingga serangga yang hinggap bakal lengket sampai ajal menjemputnya. Perangkap kuning
ampuh memikat hama golongan aphid, kutu, dan tungau. Itu juga dijadikan indikator populasi
hama di sekitarnya.
Saat jumlah hama yang tertangkap perangkap melebihi ambang yang ditentukan, misalnya 50
individu kutu putih/hari, maka saat itu perlu dilakukan penanggulangan serius dengan pestisida
kimia maupun biologis. Umumnya perangkap berbentuk lembaran triplek, fiber, atau karton tebal
berukuran 15x 15 cm2 dan dilumuri vaselin, oli, atau minyak jelantah dengan kepadatan 60—
100 perangkap/ha.
2. Lampu
Serangga nokturnal menjadikan cahaya dominan di suatu tempat sebagai panduan utama. Mereka
akan terbang mendekat begitu melihat cahaya,baik berasal dari lampu maupun nyala api. Di
tempat terang itu mereka bertemu lawan jenis lalu kawin untuk meneruskan generasinya.
Sebelum ada penerangan buatan manusia, cahaya terang itu hanya berasal dari bulan. Saat terang
bulan, serangga keluar dan beramai-ramai kawin. Hasilnya, populasi serangga meningkat ketika
bulan memasuki bulan mati, yaitu periode 5—10 hari sesudah purnama.
Hama dari golongan serangga di kebun pun mempunyai sifat yang sama. Makanya pekebun
membuat perangkap lampu. Serangga bakal terbang mengitarinya sampai akhirnya jatuh atau
masuk jebakan berupa air atau lem yang diletakkan di bawah lampu. Perangkap ini bisa
mengendalikan hama dari golongan aphid, kupu, ngengat, atau kumbang. Sebanyak 10—20
perangkap/ha diletakkan 25—40 cm lebih tinggi daripada tanaman.
3. Feromon
Jebakan itu dibuat dengan memanfaatkan kebutuhan komunikasi serangga pengganggu tanaman.
Komunikasi itu dilakukan dengan hormon bernama feromon. Itu berguna untuk menunjukkan
adanya makanan, memikat pejantan, menandai jejak, membatasi wilayah teritorial, atau
memisahkan kelas pekerja, tentara, dan ratu. Yang sekarang banyak digunakan adalah feromon
untuk menarik pasangan.
Zat yang baunya mirip feromon betina—disebut bahan atraktan—dipasang pada perangkap yang
ditempatkan di kebun. Serangga jantan akan tertarik dan masuk ke perangkap yang sudah diberi
air atau lem. Makhluk sial yang tertipu itu pun menemui ajalnya. Sejak 2 tahun terakhir
perangkap itu populer digunakan untuk memerangi lalat buah yang menjadi momok di
perkebunan buah-buahan skala sedang sampai luas. Atraktan yang paling banyak dipakai adalah
metil eugenol. Lahan 1 ha cukup dipasangi 8—10 perangkap lantaran aroma tajamnya bisa
tercium dari jarak cukup jauh.
C. Lokasi praktikum
Lokasi praktikum ada 2 yaitu lokasi pembuatan perangkap hama dan lokasi penyimpanan
perangkap hama. Pembuatan perangkap dilakukan di RPM sedangkan penyimpanan perangkap
pada pohon nangka.
D. Bahan dan alat
Bahan :
- Lem tikus
Alat :
- Gelas plastik transparan
- Kertas warna kuning
- Gunting kertas
- Stepler
- benang
E. Hasil pengamatan
Nama serangga
No yang Ciri-ciri Status Serangga Keterangan
ditemukan
1. Lalat buah · Sayap panjang
· Warna tubuh kuning
kecoklatan
· Berukuran kecil antara
3-5 mm
· Sungut (arista)
umumnya berbentuk lurus
· Mata majemuk Hama
berbentuk bulat agak
ellips
· Thorax berbulu-bulu
dengan warna dasar putih,

2. Semut Musuh alami


3. Nyamuk Musuh alami
4. Kumbang · Menyerang kuncup
· Menyerang buah yang Hama
masih lunak
5. Ulat · Membuat terowongan ulat-ulat ini
sampai ke kuncup, pucuk akan menjadi
Hama
muda, dan buah. pupa di dalam
terowongan itu
6. kepik · Nimfa dan kepik dewasa
menghisap cairan bagian
tanaman yang masih
muda (daun dan buah).
· Ukuran telurnya 1,5 m,
diletakkan dengan cara Hama
ditusukkan pada jaringan
tanaman.
· Nimfa dan kepik dewasa
warnanya bervariasi,
hijau atau kuning-
kehitaman dan kuning
oranye. Mengalami 5 kali
masa instar.
· Kepik dewasa
panjangnya berkisar 6,5-
7,5 mm dengan
kemampuan bertelur
sampai 18 butir.

7. Aphids Hama

F. Pembahasan
Ulat diaphania caesalis yaitu penggerek pucuk, membuat terowongan sampai ke kuncup, pucuk
muda, dan buah. Pemotongan bagian yang terserang memutuskan daun hidupnya karena ulat-ulat
ini akan menjadi pupa di dalam terowongan itu;
Kumbang-kumbang belalai (weevil) coklat yang menyerang kuncup, Ochyromera artocarpi,
merupakan hama nangka yang khas. Tempayaknya (grubs) masuk ke dalam kuncup dan buah
yang masih lunak, yang dewasa memakan daun. Menyeruaknya kumbang bersayap selaput
(spittle bug), Cosmoscarata relata, memakan daun muda. Nimfa hidup bersama-sama dalam
suatu massa busa yang disekresi oleh mereka ;
Hama-hama lainnya adalah bermacam-macam serangga pengisap, seperti kutu tepung, afid, lalat
putih, dan ‘thrips’, juga ulat perekat daun (leaf webber). Hama nangka yang lain adalah kepik
Helopeltis (Miridae,Hemiptera). Nimfa dan kepik dewasa menghisap cairan bagian tanaman
yang masih muda (daun dan buah). Ukuran telurnya 1,5 m, diletakkan dengan cara ditusukkan
pada jaringan tanaman. Masa inkubasi 5-7 hari. Nimfa dan kepik dewasa warnanya bervariasi,
hijau atau kuning-kehitaman dan kuning oranye. Mengalami 5 kali masa instar. Kepik dewasa
panjangnya berkisar 6,5-7,5 mm dengan kemampuan bertelur sampai 18 butir.
G. Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat di simpulkan bahwa yellow trap ini efektif untuk perangkap hama
karena banyak hama yang terperangkap tetapi musuh alami juga ikut terperangkap dalam
perangkap ini.

H. Lampiran
A. Latar belakang

Hama penyakit merupakan organisme parasit yang sangat merugikan tanaman.khususnya hama.
Dalam proses budi daya pertanian tidak terlepas dari apa yang namanya Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT), kerugian akibat serangan hama bisa mencapai 37 %, penyakit 35 %, gulma 29
%, dan bahkan akibat yang di timbulkan oleh serangan hama dalam kendisi tertentu bisa
menyebabkan gagal panen (puso).Hama juga sebagai binatang perusak tanaman budidaya.untuk
mengurangi serangan hama tentunya kita harus membuat suatu pengendalian yang bertujuan
untuk mengendalikan atau mengurangi resiko terserang hama.pengendaliannya dapat berupa
pengendalian dengan cara penyemprotan bahan kimia,pengendalian dengan pemberian
predator,maupun dengan cara menangkap dengan tangan atau memberi perangkap buatan.
Menangkap dengan tangan sepertinya tidak terlalu efisien karena jumlah tanaman banyak,jumlah
hama banyak.jika pada kondisi seperti itu tidak dimungkinkan ditangkap dengan tangan karena
akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.untuk mengurangi tenaga kerja tentunya kita
lebih baik membuat perangkap buatan. Dan dalam praktek kali ini saya membuat perangkap
hama dengan menggunakan bahan kertas kuningdan lem tikus.mengapa menggunakan kertas
kuning ?. karena kebanyakan hama menyukai warna kuning. Menggunakan cara seperti ini
mudah dibuat dan ekonomis.

B. Tujuan

Untuk menangkap hama yang ada dilapangan budidaya tanaman.

BAB II

METODOLOGI

A.Alat dan Bahan.

Alat Bahan:

 Gunting Map Plastik Warna Kuning.

 Pembobol Kertas Lem Kertas.

 Ajir Benang Kasur.

B.Waktu dan Tempat.

Waktu :Rabu,20 Oktober 2010

Tempat :Lab Teknologi Benih.

C.Langkah Kerja.

-Memotong Kertas Sesuai Ukuran.

-Melubangi Kertas.

-Memberikan lem Tikus dikedua belah Sisi Kertas.

-Kertas Siap digantung pada Ajir

-Perangkap Siap digunakan.

BAB III
PEMBAHASAN

Pengendalian OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi pertanian agar produksi tetap
optimal, pengendalian hama adalah usaha –usaha manusia untuk menekan populasi hama sampai
dibawah ambang batas yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan dengan
pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu memilih suatu cara atau menggabungkan
beberapa cara pengendalian anatara lain dengan jebakan dan mengurangi perkembangan hama,
sehingga tidak merugikan secara ekonomis, biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang
tinggi tentang lingkungan yang sehat dan pertnian yang berkelanjutan diperlikan cara
pengendalian yang tepat.

Pengendalian dengan perangkap terhadap hama adalah mengupayakan hama bisa masuk/
tertangkap dalam jebakan, sehingga tidak bisa keluar lagi. Macam perangkap bisa dengan kertas
berwarna,zat-zat penarik dari tumbuhan / sintetik sepertieugenol yang dipasang pada aqua untuk
menarik dan memangkap hama lalat buah, dengan lubang bubu untuk menangkap dan bisa juga
bengan memberikan lem.demikian halnya dengan perangkap kuning.

Perangkap Kuning (Yellow Trap), yaitu perangkap yang berwarna kuning sehingga dapat
menarik serangga dan menjeratnya karena telah diolesi dengan lem. Hama yang dapat
diperangkap dengan hama ini antara lain Kutu loncat, trips, kutu daun, dan semua golongan
serangga yang tertarik dengan gelombang yang dipancarkan benda yang berwarna kuning.
Penggunaan perangkap ini memang sangat membantu selain mudah dibuat dan biaya
pembuatannya sangat mudah.kebanyakan petani lebih sering menggunakan cara ini. Seebagai
pengalama saya pernah menggunakan bahan-bahan bekas seperti botol pestisida yang berwarna
kuning diolesi dengan oli kadaluwarsa (biasanya disebut minyak gemuk).dengan cara ini kutu
ataupun serangga yang menyerang tanaman melekat pada botol yang digantung di batang pohon
jeruk.dengan cara ini terbukti bahwa tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membuat suatu
perangkap hama. Perangkap ini selain mudah dibuat,harga ekonomis juga ramah lingkungan
.karena tanpa menggunakan bahan kimia yang bisa menggangu lingkungan budidaya.

BAB IV

KESIMPULAN

Penggunaan perangkap ini bertujuan sebagai menjebak hama yang ada disekitar / areal
pertanaman. Perangkap ini selain mudah dibuat,harga ekonomis juga ramah lingkungan .karena
tanpa menggunakan bahan kimia yang bisa menggangu lingkungan budidaya.

DAFTAR PUSTAKA

Suharno, 2005. Perlindungan Tanaman. Diktat STPP, jurluhtan, yogyakarta

Ir .pracaya,2007. Hama dan penyakit tanaman.penebar swadaya. jakarta

A. Latar belakang.
Untuk meningkatkan hasil pertanian yang lebih banyak, banyak cara yang dapat
dilakukan diantaranya dengan cara ekstensifikasi pertanian dan intensifikasi pertanian. Tapi
dalam hal hal berbudidaya tanamn pertanian banyak kendala yang dihadapi oleh petani. Baik itu
dalam bibit, penanaman sampai pemanenan. Diantara kendalaa itu adalah hama dan penyakit.
Hama dan penyakit tanaman menyerang dan merusak usaha budidaya tanaman sehingga
mengakibatkan berkurangnya kualitas dan kuantitas hasil yang diperoleh. Dengan demikian,
perkembangan dunia pertanian tidak pernah lepas dari masalah pengendalian hama dan penyakit
tanaman. Dengan pengendalian hama dan penyakit tanaman diharapkan mampu mendapatkan
hasil produksi yang optimal dari tanaman yang dibudidayakan. Apapun dilakukan oleh petani
untuk mengendalikan hama dan penyakit yang ada pada tanamanya itu.
Pengendalian yang sering dilakukan petani untuk mengendalikan hama dan penyakit
adalah pengendalian secara kimia/w yaitu dengan pestisida kimia. Petani lebih memilih ini dalam
pengendalian OPT (organisme Penganggu Tanaman) tanpa mempertimbangkan efesiensi dan
bahaya akibat penggunaan pestisida. Padahal ada yang dapat digunakan untuk mengendalikan
hama dan penyakit. Misalnya dengan menggunakan Musuh alami ,sanitasi, pengendalian secara
mekanis dan lainnya.

B. Tujuan praktikum
1. Dapat melakukan teknik sampling dengan cara pembuatan perangkap
2. Dapat menerapkan pengendalian hama dan penyakit secara mekanis di lapangan.
3. Dapat Mengidentifikasi hama yang ada pada perangkap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Prinsip dasarnya dari pembuatan perangkap hama adalah menjebak hama menggunakan
pemikat tertentu. Lalat buah Bactrocera sp jantan akan mengikuti bau hormon betinanya
sehingga diciptakan senyawa yang baunya mirip hormon lalat buah betina. Beberapa jenis kutu
tertarik pada warna kuning mencolok sehingga dibuat jebakan dari kertas atau plastik kuning
yang diluluri lem. Ngengat dan serangga nokturnal—aktif di malam hari—tertarik pada nyala api
atau lampu, makanya dibuatkan perangkap obor dan lampu.
Jenis-jenis perangkap:
1. Perangkap kuning
Jebakan ini didasari sifat serangga yang menyukai warna kuning mencolok. Musababnya
warna itu mirip warna kelopak bunga yang sedang mekar sempurna. Permukaannya dilumuri lem
sehingga serangga yang hinggap bakal lengket sampai ajal menjemputnya. Perangkap kuning
ampuh memikat hama golongan aphid, kutu, dan tungau. Itu juga dijadikan indikator
populasi hama di sekitarnya. Saat jumlah hama yang tertangkap perangkap melebihi ambang
yang ditentukan, misalnya 50 individu kutu putih/hari, maka saat itu perlu dilakukan
penanggulangan serius dengan pestisida kimia maupun biologis. Umumnya perangkap berbentuk
lembaran triplek, fiber, atau karton tebal berukuran 15 x 15 cm2 dan dilumuri vaselin, oli, atau
minyak jelantah dengan kepadatan 60—100 perangkap/ha.

2. Lampu
Serangga nokturnal menjadikan cahaya dominan di suatu tempat sebagai panduan utama.
Mereka akan terbang mendekat begitu melihat cahaya, baik berasal dari lampu maupun nyala
api. Di tempat terang itu mereka bertemu lawan jenis lalu kawin untuk meneruskan generasinya.
Sebelum ada penerangan buatan manusia, cahaya terang itu hanya berasal dari bulan. Saat terang
bulan, serangga keluar dan beramai-ramai kawin. Hasilnya, populasi serangga meningkat ketika
bulan memasuki bulan mati, yaitu periode 5—10 hari sesudah purnama. Hama dari golongan
serangga di kebun pun mempunyai sifat yang sama. Makanya pekebun membuat perangkap
lampu. Serangga bakal terbang mengitarinya sampai akhirnya jatuh atau masuk jebakan berupa
air atau lem yang diletakkan di bawah lampu. Perangkap ini bisa mengendalikan hama dari
golongan aphid, kupu, ngengat, atau kumbang. Sebanyak 10—20 perangkap/ ha diletakkan 25—
40 cm lebih tinggi daripada tanaman.

3. Feromon
Jebakan itu dibuat dengan memanfaatkan kebutuhan komunikasi serangga pengganggu
tanaman. Komunikasi itu dilakukan dengan hormon bernama feromon. Itu berguna untuk
menunjukkan adanya makanan, memikat pejantan, menandai jejak, membatasi wilayah teritorial,
atau memisahkan kelas pekerja, tentara, dan ratu. Yang sekarang banyak digunakan adalah
feromon untuk menarik pasangan.
Zat yang baunya mirip feromon betina—disebut bahan atraktan—dipasang pada perangkap yang
ditempatkan di kebun. Serangga jantan akan tertarik an masuk ke perangkap yang sudah diberi
air atau lem. Makhluk sial yang tertipu itu pun menemui ajalnya. Sejak 2 tahun terakhir
perangkap itu populer digunakan untuk memerangi lalat buah yang menjadi momok di
perkebunan buah-buahan skala sedang sampai luas. Atraktan yang paling banyak dipakai
adalah metil eugenol. Lahan 1 ha cukup dipasangi 8—10 perangkap lantaran aroma tajamnya
bisa
Salah satu masalah dalam membudidayakan tanaman khususnya sayuran dan hortikultura
baik di lahan tadah hujan/irigasi, lahan kering, lahan rawa pasang surut maupun rawa lebak
adalah adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yaitu serangan hama dan
penyakit. Di lahan pasang surut ditemukan beberapa jenis hama potensial pada tanaman sayuran
seperti hama perusak daun (ulat grayak, ulat jengkal, ulat pengorok daun serata hama perusak
buah yaitu lalat buah). Hama lalat buah merupakan hama penting pada tanaman hortikultura
dan dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap 150 spesies tanaman buah dan sayur-
sayuran di daerah tropis dan subtropis (Haramoto dan Bess 1970, Alyoklin et al. 2000, Bateman
1972, Hasyim et al. 2006 dan 2008). Lalat buah meletakkan telurnya dengan menusukkan
ovipositor ke dalam buah, kemudian larva menetas dan berkembang di dalam buah. Kerusakan
yang diakibatkan hama ini menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang
diinginkan, sehingga produksi, baik kualitas maupun kuantitasnya menurun. Kehilangan hasil
yang diakibatkan oleh serangan hama lalat buah bervariasi antara 30-100% bergantung pada
kondisi lingkungan dan kerentanan jenis buah yang diserangnya (Gupta dan Verma 1978,
Dhillon et al. 2005a, 2005b, dan 2005c).
Hama lalat buah menggunakan sejumlah isyarat visual (visual cues) ataupun isyarat
kimia (chemical cues) untuk menemukan inangnya. Kesesuaian isyarat visual maupun kimia
menentukan ketertarikan lalat buah terhadap inangnya.
Menurut Thamrin et.al (2002), melaporkan bahwa ditemukan beberapa jenis hama
sayuran seperti pada tanaman sawi adalah ulat grayak (Spodoptera litura), ulat plutela (Plutela
xylostella), penggerek pucuk (Crocidolomia binotlid) pada tanaman timun adalah kutu daun
(Aphid gossypii), lalat buah (Dacus cucurbitae), ulat buah (Diaphania indica). Pada tanaman
paria adalah kutu daun (Aphid sp.), tungau (Trips sp.), lalat buah (Dacus sp), kumbang daun
(Aulocophora similes), ulat grayak (Spodoptera sp), ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites) dan
lalat buah (Dacus sp). Tingkat kerusakan dari hama utama tersebut cukup bervariasi antara 10-
25%. Pada MH. 2002/2003 telah terjadi ledakan hama (Diaphania indica), pada tanaman paria
ulat pemakan daging buah dilahan rawa pasang surut dengan tingkat kerusakan dapat mencapai
80-10 %.
Semut rangrang (Oecophylla smaragdina F), memiliki sifat morfologik sebagai
pemangsa,keberadaan rangrang sebagai pemangsa juga tampak apabila rangrang bertemu dengan
ulat pemakan daun.Hasil pengamatan intensitas kerusakan akibat lalat buah pada paria, yang
diberi perlakuan semut rangrang dimana intensitas kerusakan relatif jauh lebih rendah
dibandingkan tanpa perlakuan. Tanaman paria yang diberi semut rangrang intensitas kerusakan
berkisar antara 1-2% Hal ini dikarenakan rangrang sangat aktif mencari mangsa terutama dari
lalat buah berupa telur yang diletakkan pada paria tersebut. Telur-telur tersebut tidak sempat
menetas untuk menjadi larva, karena diambil semua untuk dimakan dan sebagian dibawa
kedalam sarang sebagai makanan anak-anaknya. Pengamatan secara visual dimana imago lalat
buah yang hinggap pada tanaman paria tersebut selalu dihadang oleh rangrang dan diserbu
beramai-ramai, sehingga dapat menghindari dari peletakkan telur oleh imago lalat buah.
Disamping itu, semut rangrang ersebut kalau menggigit kebiasaannya selalu mengeluarkan
cairan yang berbau langu. Hal ini diduga pula bahwa cairan berbau tersebut yang dikeluarkan
oleh rangrang dapat mempengaruhi/mengusir lalat buah. Semut rangrang yang bersarang pada
tanaman jambu juga menunjukkan sifat predasi yang nyata.
Fenomena ini terjadi pada jambu, yang buahnya diserang lalat buah. Larva lalat buah
yang sedang keluar untuk berkepompong sudah dihadang semut rangrang. Begitu bagian depan
telah muncul dan digigit, larva segera ditarik keluar dan dikeroyok oleh 5-8 ekor rangrang yang
menggigit dengan posisi melingkar, sehingga larva lalat buah tidak berkutik (Soeprapto,. 1999).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan tempat
Praktikum dilaksanakan di Medan Baru, Bengkulu pada 27 november 2011. Jam 10.00 WIB
B. Bahan dan Alat
 Kertas karton
 Kertas manila warna hijau , dan orange,
 Lem
 Bambu kecil panjang 30 cm
 Aqua Cup plastik = 2 buah
 Sabun colek
 Gunting
 plastik
C. Cara kerja
Pembuatan perangkap warna
1. Potong kertas karton dan manila berukuran 20 cm x 30 cm.
2. Lengketkan kertas manila pada kertas karbon. Kemudian sebarkan lem pada kertas warna.
Lalu tancapkan kayu bambu kecil pada kertas karton sebagai tiang.
3. Tancapkan tiang perangkap tersebut pada tiap petakan. Biarkan sampai beberapa hari.
Perangkap lubang
1. Isi air pada aqua cup tersebut sebanyak 2/3 bagiannya dan campurkan sedikit sabun colek.
2. Gali lobang seukuran aqua gelas tersebut. Kemudian masukkan gelas aqua cuap yang sudah
berisi air. Dan datar kan tanah disekitar lobang tersebut.
3. Buat naungan plastik pada perangkap lobang tersebut.
Beberapa hari kemudian , ambil semua perangkap. Amati hama yang ada pada tiap
perangkap. Hitung jenis, dan banyak populasi tiap hama pada tiap jenis perangkap.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL

1. Perangkap lubang
a. Lubang 1 :
- jangkrik = 5 ekor
- lalat = 2 ekor
- belalang = 1 ekor
- semut = 1
b. lubang 2:
- jangkrik = 2 ekor
- belalang = 1 ekor
- semut = 1
hama yang mendominasi poda perangkap lubang = jangkrik
hama lain = lalat, belalang, semut,
2. perangkap warna
Perangkap ke -
Warna perangkap
1 (ekor ) 2 (ekor ) 3 (ekor )
Hijau Lalat = 10 Lalat = 16 Lalat = 9
Semut = 1 Semut = 7 Semut = 1
Hymenoptera = 5 Nyamuk =1 Hymenoptera =
Hymenoptera =2
Orange Lalat = 4 Lalat = 4 Lalat = 10
Semut = 2 Semut = 2 Hymenoptera =1
Hymenoptera =1 Coleoptera =1 Coleoptera = 3
Coleoptera =1 Hymenoptera = 1 Nyamuk = 3
Nyamuk =1
Cokelat Tidak ada ( perangkap rusak )

B. Pembahasan
Pada setiap perangkap yang kami buat , ada beberapa hama yang paling mendominasi
pada tiap jenis perangkap. Pada perangkap lobang , hama yang mendominasi adalah jangkrik.
Jangkrik merupakan organisme yang sering hidupnya ditanah. Hama ini kelihatannya
menyukai air dibandingka hama yang lain, misalnya belalang. Untuk itu ,maka perangkap
lobang sangat cocok dibuat untuk mengendalikan hama yang hidup dipermukaaan tanah.

Pada perangkap warna hijau dan orange , hama yang mendominasi adalah hama lalat
dan hymenoptera. Hama lain adalah hymenoptera , maupun coleoptera. Sedangkan
perangkap warna cokelat, tidak ada karena perangkap rusak. Dari ketiga perangkap warna ini
, perangkap yang paling banyak hamaya adalah pada perangkap warna hijau. Berdasarkan
data itu, dapat kita lihat bahwa warna yang paling disukai oleh hama adalah warna kuning.
Maka untuk menerapakan perengkap warna , warna yang paling cocok adalah warna hijau
daripada warna orange atau pun coklat. Untuk penerapan pengendalian hama secara mekanis
ini. Hanya belaku untuk beberapa jenis hama saja. Dan ini paling efektif untuk mngendalikan
hama lalat.

BAB V
KESIMPULAN

 Untuk mengendalikan hama yang ada sering ada dipermukaan tanah adalah(jangkrik)
perangkat lobang.
 Perangkap warna yang paling disukai oleh hama serangga adalah warna hijau daripada
warna orange maupun cokelat. Maka perangkap yang paling efektif digunakan adalah
perangkap warna hijau.

DAFTAR PUSTAKA
Haramoto, F.H. and H.A. Bess. 1970. Recent Studies on the Abundance of the Oriental and
Mediterranean Fruit Flies and the Status of Their Parasite. Hawai. Entomol. Soc. 20:551-556.

Gupta J.N., and A.N. Verma. 1978. Screening of Different Cucurbit Crops for the Attack of the
Melon Fruit Fly, Dacus cucurbitae Coq. (Diptera: Tephritidae). Haryana J. Hortic. Sci. 7:78-
82.
Soptrapto, M. 1999. Asosiasi Rangrang Oecophylia smaragdina (F) (Hymenoptera : Formicidae)
dengan Serangga lain. Dalam Syarif, H., Sadeli, N., Enton Santosa, Sumeno, Delon S.,
Tohidin., Sudarjat, Bey Permadi, M.Suhunan, S., Nenet Susniahti dan Elly Rosmaria.
Pengelolaan Serangga secara Berkelanjutan. Prosiding Kongres Perhimpunan Entomologi
Indonesia V dan Symposium Entomologi. Bandung 24-26 Juni 1997.

Membuat Alat Perangkap Lalat Buah

Oleh : Asri A

Alat Perangkap lalat buah bisa dibuat dari botol bekas air mineral berukuran satu liter
atau 600 ml. Setiap sisinya dilubangi sebagai pintu masuk bagi lalat buah. Pada dasar botol
diberi air agar lalat yang terperangkap akan mati. Selanjutnya pada mulut botol dimasukkan
kawat. Pada ujung kawat yang berada dalam botol diberi kapas. Terlebih dahulu kapas
tersebut ditetesi metil eugenol dan sebaiknya tidak tersentuh air yang berada didasar botol.

Selanjutnya ujung kawat yang berada di luar botol digunakan untuk menggantungkan
alat perangkap didahan pohon. Jarak pemasangan perangkap antara satu pohon dengan pohon
berikutnya 20 meter. Perangkap digantung pada pohon pada ketinggian 2-3 meter dari
permukaan tanah. Setiap minggu air diganti agar bau metil eugenol tidak terpengaruh dengan
bau air. Setiap seminggu atau dua minggu sekali metil eugenol diganti.

Senyawa pemikat yaitu metil eugenol yang berasal dari petrogenol mudah didapatkan
di pasaran. Petrogenol dalam kemasan kecil (5 cc) di pasaran dijual seharga RP. 5.500.
Senyawa pemikat (sex pheromone) bekerja sebagai penghubung antara individu jantan dan
individu betina sehingga keduanya dapat menjalankan perilaku kawin dan kopulasi.

Hama lalat buah (Bactrocera sp) merupakan hama utama buah. Inangnya banyak yaitu
mangga, jambu air, jambu biji, cabai, papaya, nangka, jeruk, melon, ketimun, tomat, alpukat,
pisang dan belimbing. Kerugian yang ditimbulkan dapat secara kuantitatif maupun kualitatif.
Kerugian kuantitatif yaitu berkurangnya produksi buah sebagai akibat rontoknya buah yang
terserang sewaktu buah masih muda ataupun buah yang rusak serta busuk yang tidak laku
dijual. Kualitatif yaitu buah yang cacat berupa bercak, busuk berlubang dan berulat yang
akhirnya kurang diminati konsumen. Kerusakan buah dapat mencapai 100% jika tidak
dilakukan pengendalian secara tepat. Di Indonesia lalat ini mempunyai inang lebih dari 26
jenis yang terdiri dari sayuran dan buah-buahan. Seekor lalat betina mampu meletakkan telur
pada buah sebanyak 1-10 butir dan dalam sehari mampu meletakkan telur sampai 40 butir.
Telur kemudian menetas menjadi ulat dan merusak buah, sepanjang hidupnya seekor lalat
betina mampu bertelur sampai 800 butir.

Lalat buah bersimbiose mutualisme dengan bakteri sehingga apabila lalat buah
meletakkan telur pada buah selalu disertai bakteri dan disusul jamur jika kondisi lingkungan
memungkinkan yang akhirnya menyebabkan buah busuk. Bakteri ini berada di saluran telur.

AsriA

Penulis adalah Peneliti BPTP Sulteng

(Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 9 April 2003)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori
1. Lalat Buah
Lalat buah merupakan salah satu hama yang sangat ganas pada tanaman hortikultura
di Dunia. Pada populasi yang tinggi, intensitas serangannya dapat mencapai 100%. Oleh
karena itu, hama ini telah menarik perhatian seluruh dunia untuk melaksanakan upaya
pengendalian secara terprogram. Program pengendalian itu memerlukan waktu lebih dari
lima tahun, bahkan puluhan tahun (Suputa dkk, 2006b).
Lalat buah merusak buah dengan cara memasukkan telur pada buah. Setelah 3 hari,
larva akan menetas dan akan memakan daging buah sehingga buah menjadi busuk. Akibatnya
buah jatuh dan tidak bisa dipanen. Bagian luar buah biasanya terlihat mulus, tetapi bagian
dalamnya sudah busuk. Larva lalat buah berada dalam buah selam 23 sampai 16 hari
kemudian meloncat ke tanah dan berubah menjadi pupa. Setelah 3 hari, pupa berubah
menjadi imago yang siap kawin dan dapat meletakkan telur di buah yang segar lagi
(Kusnaedi, 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli menyimpulkan bahwa lalat
buah membutuhkan karbohidrat, asam amio, mineral dan vitamin. Karbohidrat dan air
merupakan sumber energi bagi aktivitas hidup lalat buah. Sukrosa adalah salah satu bentuk
karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh lalat buah betina untuk menghasilkan telur. Asam
askorbat dibutuhkan lalat buah terutama dalam proses pergantian kulit. Apabila kebutuhan
zat ini tidak terpenuhi dari pakannya, lalat buah akan mengalami kegagalan dalam pergantian
kulit dan akhirnya mati. Lalat buah juga membutuhkan protein untuk memproduksi telur dan
sperma. Pakan lalat buah dewasa diperoleh dari cairan manis buah-buahan, aksudat bunga,
nektar, embun madu yang dikeluarkan oleh kutu homoptera dan kotoran burung. Serangga
jantan dan betina dapat terbang jauh jika di dekatnya tidak terdapat makanan atau tempat
meletakkan telurnya (Putra, 1997).
2. Taxonomi Lalat Buah
Di indonesia pada saat ini di laporkan ada 66 spesies lalat buah, diantaranya yang
dikenal sangat merusak adalah Bactrocera spp. Menurut Drew and Hancock (1994) dalam
Yulistiono (2009), klasifikasi lalat buah adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Tephritidae
Genus : Bactrocera
Spesies : Bactrocera spp.
Panjang tubuh lalat buah dewasa adalah 3,5 – 5 mm, berwarna hitam kekuningan dan
khusus pada bagian abdomen, kepala dan kaki berwarna coklat. Torak berwarna hitam,
abdomen yang jantan berbentuk bundar, sementara abdomen yang betina dilengkapi dengan
ovipositor yang berbentuk seperti pisau yang terletak pada ujung abdomen (Anonim, 1999).
Pada kondisi suhu 26oC dan kelembaban relatif 70% siklus hidupnya dari telur sampai
dewasa membutuhkan waktu sekitar 22 hari. Telur membutuhkan satu sampai dua hari untuk
menetas, sementara tahapan larva berakhir antara 6-9 hari, dan waktu pupasi lamanya sekitar
8 – 9 hari (Anonim, 1999). Menurut Putra (1997), pupa dari lalat buah jenis Bactrocera
cucurbitae, Bactrocera dorsalis dan Ceratitis capitata mempunyai perkembangan yang
paling cepat pada tanah dengan kelembaban 90%. Pada suhu 25 – 27o C dan kelembaban
relatif sebesar 7 – 90o C menjadi serangga dewasa yang matang seksualnya setelah 8 – 10 hari
muncul dari pupa (Anonim, 1999).
3. Morfologi Lalat Buah
Warna dadanya (thorax) kelabu, sedangkan perutnya (abdomen) berpita melintang
dengan warna kuning, kepalanya berwarna coklat kemerahan, sayapnya transparan. Jika
dibentangkan lebar sayap sekitar 5 – 7 mm panjang badannya 6 – 8 mm. Jika dilihat dari atas,
warna perutnya (abdomen) coklat muda dengan pita coklat tua melintang. Telurnya putih,
bentuknya memanjang dan runcing kedua ujungnya. Panjang telur 1,2 mm, sedangkan
lebarnya 0,2 mm. larva yang muda berwarna putih. Namun, jika telah cukup dewasa, warna
belatung menjadi kekuningan, panjangnya 1 cm (Pracaya, 1999).
Bagian depan tubuh larva meruncing lebih sempit dari pada bagian belakang tubuh
yang membesar dan papak seperti terpotong (Putra, 1997). Panjang larva 1 mm setelah
penetasan dan 7 – 8 mm ketika akan menjadi pupa. Larva berwarna putih atau mirip dengan
warna daging buah. Larva terdiri dari tiga instar, larva yang telah berumur empat hari
merupakan larva instar dua kemudian larva yang berumur 5 samapi 7 hari adalah larva instar
tiga awal, tengah, dan akhir (Purcell et al., 1996). Larva yang berumur tua dapat meloncat
dan jatuh ke tanah sampai kedalaman 2 sampai 7 cm untuk kemudian membentuk pupa
(Anonim, 1999).
4. Perkembangan Lalat Buah
Tentang perkembangannya dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Telur yang terbawa dari luar pada material yang dimasukkan ke dalam gudang, akan menetas
di dalam gudang, telur ini berwarna putih, berbentuk lonjong dengan bagian ujungnya agak
meruncing. Ketika masih di lapangan biasanya telur-telur ini ditempatkan oleh induk lalat
pada bagian buah yang telah dilukainya atau pada bagian yang telah ada celah atau lubang-
lubang kecil.
b. Biasanya beberapa hari saja produk-produk tanaman itu ada di dalam gudang (kalau di luar
gudang biasanya sekitar 3 sampai 5 hari) terjadilah penetasan.
c. Larva-larvanya akan masuk ke dalam jaringan buah, pengrusakan berlangsung dalam buah,
mengakibatkan kehancuran dan pembusukan. Selama dalam buah, pada umumnya larva ini
mengalami dua kali pergantian kulit.
d. Menjelang masa berkepompong, ulat atau larva-larva itu keluar dari dalam buah, selanjutnya
berlindung di bawah buah itu sendiri atau pada celah-celah wadahnya sambil mempersiapkan
kokon bagi kepompongnya.
e. Siklus hidupnya berlangsung sekitar 16 sampai dengan 20 hari.
Lalat buah termasuk serangga yang bermetamorfosis sempurna yaitu terdiri dari
empat fase pertumbuhan : telur, larva, pupa dan imago (Suputa dkk, 2006b).
a. Telur
Lalat buah betina meletakkan telur ke dalam buah dengan menusukkan ovipositornya
(alat peletak telur). Bekas tusukan itu ditandai adanya noda/titik hitam yang tidak terlalu jelas
dan hal ini merupakan gejala awal serangan lalat buah.
b. Larva
Bentuk dan ukuran larva famili tephritidae umumnya bervariasi, tergantung dari
spesies dan ketersediaan zat gizi esensial dalam media makanannya. Larva berwarna putih
keruh atau putih kekuningan, berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing.
c. Pupa
Pupa (kepompong) berbentuk oval, warna kecoklatan, dan panjangnya 5mm. Masa
pupa adalah 4-10 hari dan setelah itu keluarlah serangga dewasa (imago) lalat buah.
d. Imago
Imago lalat buah rata-rata berukuran 0,7 x 0,3mm dan terdiri atas kepala, toraks dada,
dan abdomen.
Dalam perkembang biakannya, induk lalat akan menempatkan telur-telurnya pada
jaringan buah dalam posisi agak miring, kedua helai benang halusnya itu tetap menjulur
keluar. Telur menetas dalam waktu 2 atau 3 hari, larvanya langsung merusak dan memakan
jaringan buah. Siklus hidupnya dapat dikatakan demikian singkat, sekitar 14 - 21 hari
(Kartasapoetra, 1987).
Di daerah panas sepanjang Tahun semua tingkatan kehidupannya masih bisa
ditemukan, mulai dari telur, larva, pupa, hingga lalat. Telur diletakkan di dalam buah sedalam
6 mm di bawah permukaan sebanyak 10 – 15 butir. Pada temperatur 25 – 30oC telur akan
menetas dalam waktu lebih kurang 30 – 36 jam. Sesudah menetas, larva (belatung) memakan
daging buah. Belatungnya akan makan selama lebih kurang satu minggu, kemudian keluar
dari buah. Belatung yang telah dewasa mempunyai kebiasaan melenting dan bisa mencapai
jarak 30 cm. Belatung masuk ke dalam tanah sedalam 1 – 5 cm. Selanjutnya, belatung
membuat puparium. Setelah 10 hari, pupa menjadi lalat. Lalat betina mulai bertelur setelah
berumur 5 – 7 hari. Daur hidup dari telur sampai dewasa yaitu 25 hari. Di daerah dingin daur
hidupnya lebih lama (Pracaya, 2009).
5. Ekologi Lalat Buah.
Lalat buah merupakan hewan yang bersayap, dan berukuran kecil. Maka dari itu
pengamatan morfologi hewan ini bisa dengan menggunakan alat bantu seperti LUV. Genus
Bactrocera mempunyai banyak species. Species yang paling banyak dan tersebar luas adalah
Bactrocera spp.
Biasanya lalat berwarna cerah kuning, coklat, oren, hitam, atau kombinasi dari warna
tersebut. Abdomennya terdiri dari 5 ruas. Kepalanya besar dan lebar dengan leher yang
sangat kecil. Biasanya sayapnya lebar dengan bercak-bercak hitam. Lalat betina mempunyai
ovipositor yang dipergunakan untuk memasukkan telur kedalam buah atau jaringan-jaringan
tanaman lunak yang lain. Larvanya langsing dengan panjang sekitar 10 mm. larvanya bias
melenting dengan melingkarkan badannya, kemudian meloncat. Larva ini tidak berkaki dan
dapat membuat trowongan dalam jaringan tanaman. Selanjutnya, larva menjadi pupa dalam
trowongan atau dalam tubuh (Pracaya, 2009).
6. Gejala Serangan Lalat Buah
Lalat buah betina menusuk kulit buah dengan ovipositornya sehingga buah akan
mengeluarkan getah. Getah tersebut menarik perhatian lalat lain untuk datang dan memakan
atau bertelur. Tusukan tersebut juga menyebabkan bentuk buah menjadi jelek, berbonjol, dan
kadang menyebabkan kerontokan. Selain itu, cendawan pembusukan kadang datang sehingga
terjadi perubahan warna dan pembusukan buah. Biasanya dengan datangnya serangga dan
cendawan, buah menjadi rusak atau pecah (Pracaya, 2009).
Lalat buah (ordo Diptera, famili Tephritidae), terdiri atas ± 4000 spesies yang terbagi
dalam 500 genus. Tephritidae merupakan famili terbesar dari ordo Diptera dan merupakan
salah satu famili yang penting karena secara ekonomi sangat merugikan.
Stadium lalat buah yang paling merusak adalah stadium larva, yang pada umumnya
berkembang di dalam buah (Suputa dkk, 2006).
Sekitar 35% dari spesies lalat buah menyerang buah-buahan yang berkulit lunak dan
tipis, termasuk di dalamnya buah-buahan komersial yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Di samping menyerang buah-buahan yang lunak, sekitar 40% larva lalat buah juga hidup dan
berkembang pada bunga famili Asteraceae (=Composite); sedangkan selebihnya hidup pada
bunga tanaman famili lainnya atau menjadi pengorok pada daun, batang, atau jaringan akar.
Hanya beberapa spesies lalat buah yang diketahui bukan fitopagus (Suputa dkk, 2006b).
Larva ordo ini disebut belatung, serta jentik-jentik, warna belatung putih tidak
berkaki, kepalanya kecil, makin ke belakang makin membesar. Biasanya bila terganggu akan
melenting. Belatung hidup dalam buah, batang tangkai daun atau sebagai parasit binatang.
Biasanya menjadi pupa dalam tanah, tidak di dalam sumber makanan. Sementara jentik-jentik
hidup dalam air (Pracaya, 1995).
7. Identifikasi Jenis Kelamin
Kriteria atau ciri-ciri pada lalat buah yaitu, tungkai-tungkai sayap, gambaran huruf T
berwarna gelap pada daerah tergit ketiga ruas abdomen dan ketotaksis (susunan rambut, bulu
terutama dari kepala dan torak) serta ada dan tidaknya struktur rambut halus pada tergit ke
tiga ruas abdomen ketiga lalat buah jantan. Melihat ciri-ciri pada daerah abdomen yaitu
gambaran huruf T pada tergit ke tiga pada ruas abdomen lalat buah. Identifikasi yang
dilakukan mengacu pada Putra (1997) dengan melihat ciri perbedaan warna pada daerah
kepala, torak dan abdomen. Ciri lain yang dijadikan sebagai acuan adalah ada tidaknya dua
garis lateral dan satu garis median di daerah skutum pada wilayah sekitar anterior torak
(rongga dada) serta ada tidaknya struktur rambut pada tergit ke tiga ruas abdomen ketiga lalat
buah jantan.

D.Penggunaan Perangkap Warna

Umumnya serangga tertarik dengan cahaya, warna, aroma makanan, atau bau tertentu.
Metode penggunaan perangkap dikembangkan dengan memanfaatkan kelemahannya.
Caranya adalah dengan merangsang agar serangga berkumpul pada perangkap yang
disesuaikan dengan kesukaannya sehingga nantinya serangga yang terperangkap tersebut
tidak dapat terbang dan akhirnya mati. Pengendalian metode ini cukup efektif bila digunakan
secara meluas dan tepat waktu sebelum terjadi ledakan hama.

Perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkap adalah sebagai berikut : (1) ukuran
atau jenis serangga yang akan ditangkap, (2) kebiasaan serangga keluar: siang atau malam
hari, (3) stadium perkembangan serangga, (4) makanan kesukaannya, (5) warna kesukaannya,
(6) kekuatan atau kemampuan hama untuk berinteraksi terhadap jerat. Namun perangkap ini
hanya bisa digunakan pada hama siang hari saja. Prinsip kerjanyapun tidak jauh berbeda
dengan perangkap cahaya dimana serangga yang datang pada tanaman dialihkan perhatiannya
pada perangkap warna yang dipasang. Bila pada obyek tersebut telah dilapisi semacam lem,
perekat atau getah maka serangga tersebut akan menempel dan mati (Firmansyah, 2008).

Salah satu teknik untuk menekan populasi dari serangga hama lalat buah adalah
melalui penggunaan perangkap kuning. Penggunaan perangkap warna kuning untuk
melakukan pemantauan populasi hama. Perangkap ini berguna untuk menentukan sebaran
dan aktivitas kehidupan hariannya. Perangkap warna kuning tersebut cukup efisien menjebak
lalat untuk memantau populasi dan keberadaan lalat di lapangan (Hartanto, 2008).

Perangkap warna berperekat cukup aman di gunakan dan tidak membunuh predator
dan parasitoid dari hama. Perangkap ini telah digunakan untuk monitoring hama di lapangan
dan di rumah kaca. Penggunaan perangkap berperekat tidak menyebabkan kerusakan
tanaman namun dapat mengurangi populasi hama. Hal ini sesuai dengan program
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Sastrosiswoyo dkk, 1993).

Warna dan posisi ketinggian perangkap sangat efektif dalam mengendalikan hama
lalat buah dan juga untuk memonitor efek perangkap yang dibuat di lapangan (Solis,1997).
Tinggi pemasangan perangkap berpengaruh nyata terhadap efisiensi penangkapan hama,
yakni semakin menjauhi kanopi tanaman semakin sedikit jumlah hama yang tadi tertangkap.
Perangkap yang paling efisien menangkap hama adalah yang dipasang di sekitar kanopi
tanaman. Hal ini memberi indikasi bahwa aktivitas terbang hanya terjadi di sekitar tinggi
tanaman, ukuran tubuh lalat yang relatif kecil, migrasinya sangat tergantung pada bantuan
angin (Supriyadi dkk, 2002).

Metil eugenol merupakan zat yang bersifat volatile atau menguap dan melepaskan
aroma wangi. Susunan kimia metil eugenol terdiri dari unsur C, H, dan O (C12H24O2). Zat ini
merupakan food lure atau dibutuhkan oleh lalat buah jantan untuk dikonsumsi. Dengan
demikian, jika mencium aroma metil eugenol, lalat buah jantan akan berusahan mencari
sumber aroma tersebut dan memakannya. Radius aroma antraktan dari metil eugenol ini
mencapai 20-100 m, tetapi jika di bantu angin, jangkauannya bisa mencapai 3 km.

Di dalam tubuh lalat buah jantan, metil eugenol di proses menjadi zat pemikat yang
akan berguna dalam proses perkawinan. Dalam proses perkawinan tersebut, lalat buah betina
akan memilih lalat buah jantan yang telah mengonsumsi metil eugenol karena lalat buah
jantan tersebut mampu mengeluarkan aroma yang berfungsi sebagai sex pheromone (daya
pikat seksual).

Metil eugenol dapat di buat secara sintesis dari bahan-bahan kimia, tetapi antraktan
tersebut dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Selain dari bahan kimia sintesis, metil eugenol
juga dapat dibuat secara tidak langsung dari eugenol. Salah satu bahan penghasil eugenol
adalah tanaman cengkeh. Eugenol dari tanaman cengkeh ini harus diproses lagi agar bisa
menjadi metil eugenol. Proses perubahan dari eugenol menjadi metil eugenol ini disebut
dengan metilasi. Karena membutuhkan proses yang cukup panjang, dengan sendirinya biaya
yang diperlukan untuk menghasilkan metil eugenol dari bahan sintesis juga lebih tinggi.
Sebagai gambaran, harga metil eugenol dari bahan sintesis yang ada di pasaran saat ini adalah
Rp 1.200.000/liter, sementara harga metil eugenol alami Rp 300.000- Rp 400.00/liter.

Di alam, lalat buah jantan memperoleh metil eugenol dari berbagai jenis tanaman,
seperti treggula dan selasih. Lalat buah jantan memperoleh metil eugenol dengan cara
mengisap bunga atau daun tanaman penghasil metil eugenol sehingga tidak jarang dilihat
kerumunan lalat buah yang sedang mengerumuti tanaman penghasil metil eugenol.
(Kardinan, A., 2003)
http://alimrusajun.blogspot.com/2011/07/laporan-penelitian-perangkap-lalat-
buah.html

Lalat buah mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) dari telur, larva


(belatung), pupa dan akhirnya menjadi serangga dewasa (imago).

Gambar siklus hidup lalat buah (Bactrocera spp)

Umur imago atau lalat buah dewasa dapat mencapai 1 bulan. Telur yang berumur 2-3
hari ditusukkan oleh serangga betina kedalam kulit buah menggunakan alat bertelurnya
(ovipositor) setelah itu, telur akan berdiam di bawah perpukaan kulit buah dan menetas
menjadi larva atau belatung. Selama hidupnya, larva atau belatung tersebut berada di dalam
buah dan memakan isi buah. Akibatnya buah tampak busuk dan berbelatung. Busuknya buah
disebabkan oleh adanya bakteri yang selalu mengikuti telur-telur yang diletakkan oleh lalat
betina. Bakteri inilah yang berperan dalam mempercepat proses pembusukan selain itu,
terjadinya luka pada buah biasanya juga memicu serangan jamur. Tumbuhnya jamur ini juga
bisa mempercepat proses pembusukan buah.
Larva terdiri dari tiga masa instar atau tiga kali proses penggantian kulit proses ini
memerlukan waktu 7-10 hari dan terjadi didalam buah. Setelah selesai masa instar, larva akan
menjatuhkan diri ke tanah dan selanjutnya berubah menjadi pupa. Masa pupa berlangsung di
dalam tanah dengan waktu 5-25 hari atau tergantung dari keadaan lingkungan. Selama masa
ini, pupa berpuasa dan hanya berdiam diri untuk mempersiapkan diri menjadi serangga
dewasa (lalat). Karna itu, beberapa orang yang mempunyai pohon buah-buahan dihalam
rumah (dalam jumlah sedikit) sering menembok tanah di bawah pohonnya agar siklus hidup
lalat buah terpotong.
2.4.2 Gejala

Pada buah yang terserang biasanya terdapat lubang kecil di bagian tengah kulitnya.
Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai
dengan noda/titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan
telur ke dalam buah. Selanjutnya karena aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut
berkembang menjadi meluas. Larva memakan daging buah sehingga menyebabkan buah
busuk sebelum masak. Apa bila dibelah pada daging buah terdapat belatung-belatung kecil
dengan ukuran antara 4-10 mm yang biasanya meloncat apabila tersentuh. Kerugian yang
disebabkan oleh hama ini mencapai 30-60%. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larvanya akan
menyebabkan gugurnya buah sebelum kematangan yang diinginkan.

2.4.3 Bioekologi

Dalam siklus hidupnya lalat buah mempunyai 4 stadium hidup yaitu telur, larva, pupa
dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur kedalam kulit buah jeruk atau didalam luka
atau cacat buah secara berkelompok. Lalat buah betina bertelur sekitar 15 butir. Telur
berwarna putih transparan berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing.
Larva lalat buah hidup dan berkembang di dalam daging buah selama 6-9 hari. Larva
pengorek daging buah sambil mengeluarkan enzim perusak atau pencerna yang berfungsi
melunakkan daging buah sehingga mudah dihisap dan dicerna. Enzim tersebut diketahui yang
mempercepat pembusukan, selain bakteri pembusuk yang mempercepat aktivitas
pembusukan buah. Jika aktivitas pembusukan sudah mencapai tahap lanjut, buah akan jatuh
ke tanah, bersamaan dengan masaknya buah, larva lalat buah siap memasuki tahap pupa,
larva masuk ke dalam tanah dan menjadi pupa. Pupa berwarna coklat dan berbentuk oval
dengan panjang 5 mm. Lalat dewasa berwarna kecoklatan, dada berwarna gelap dengan dua
garis kuning membujur dan pada bagian perut terdapat garis melintang. Lalat betina ujung
perutnya lebih runcing dibandingkan lalat jantan. Siklus telur menjadi dewasa berlangsung
selama 16 hari. Fase kritis tanaman yaitu pada saat tanaman mulai berbuah terutama pada
saat buah menjelang masak. Lalat buah yang mempunyai ukuran tubuh relatif kecil dan siklus
hidup yang pendek peka terhadap lingkungan yang kurang baik. Suhu optimal untuk
perkembangan lalat buah 26oc, sedangkan kelembaban relatif sekitar 70%. Kelembaban tanah
sangat berpengaruh terhadap perkembangan pupa. Kelembaban tanah yang sesuai untuk
stadia pupa adalah 0-9%. Cahaya mempunyai pengaruh langsung terhadap perkembangan
lalat buah. Lalat buah betina akan meletakkan telur lebih cepat dalam kondisi yang terang,
sebaliknya pupa lalat buah tidak akan menetes apabila terkena sinar. Lalat buah yang paling
banyak menyerang pada pamelo (Citrus Grandis) dan sedikit yang menyerang jeruk manis
(C. Sinensis) maupun keprok (C. Reticulata). Pada pamelo di identifikasi sebagai B.
Carambolae dan B. Papayae pada pamelo serangan lalat buah kadang-kadang bersamaan
dengan serangga penggerek buah Citripestis sagitiferella, sehingga agak sulit membedakan
serangga tersebut. Hama yang banyak ditemukan di sentra-sentra produksi jeruk seperti di
sumatra utara dan jawa timur.

2.5 Pengendalian

Fase kritis tanaman dan saat pemantauan populasi adalah saat buah menjelang masak.
Lalat buah dapat dikendalikan dengan berbagai cara melalui mekanis, kultur teknis, biologi
dan kimia. Di alam lalat buah mempunyai musuh alami berupa parasitoid dari genus biosteres
dan opius dan beberapa predator seperti semut, sayap jala (Chrysopidae va.(ordo
neuroptera)), kepik pentatomide (ordo hemiptera) dan beberapa kumbang tanah (ordo
kleoptera). Peran musuh alami belum banyak di manfaatkan mengingat populasinya masih
rendah dan banyaknya petani yang mengendalikan hama menggunakan insektisida. Parasitoid
dan predator ini lebih rentan terhadap insektisida dari pada hama yang di serangnya. Cara
mekanis adalah dengan pengumpulan dan pemungutan sisah buah yang tidak dipanen
terutama buah sotiran untuk menghindarkan hama tersebut menjadi inang potensial, akan
menjadi serangan hama berikutnya. Pengendalian mekanis juga dapat dilakukan dengan
pengendalian buah yang busuk atau sudah terserang kemudian dibenamkan kedalam tanah
atau dibakar. Pembungkusan buah mulai umur 1,5 bulan untuk mencegah peletakan telur
(oviposisi), merupakan cara mekanik yang paling baik untuk diterapkan sebagai antisipasi
terhadap serangan lalat buah. Pengendalian secara kultur teknis dapat dilakukan dengan
pengolahan tanah (membalik tanah) dibawah pohon/tajuk tanaman dengan tujuan agar pupa
terangkat kepermukaan tanah sehingga terkena sinar matahari dan akhirnya mati.
Pengendalian secara kimia dilakukan dengan menggunakan senyawa perangkap/antraktan
yang di kombinasikan dengan insektisida. Senyawa yang umum digunakan adalah metil
eugenol. Caranya dengan meneteskan pada segumpal kapas tapi tidak sampai menetes,
ditambah dengan insektisida dan dipasang pada perangkap yang sederhana, modofikasi dari
model perangkap Stiener. Alat perangkap terbuat dari botol bekas air mineral yang lehernya
dibentuk kerucut atau toples plastik. Perangkap dipasang dekat pertanaman atau pada cabang
atau ranting tanaman jeruk. Pemasangan dilakukan sejak buah pentil (umur 1,5 bulan) sampai
panen. Pemberian cairan antraktan diulang setiap 2 minggu sampai 1 bulan. Setiap satu
hektar dapat dipasang 15-25 perangkap. (anonim, 2007)
Metil Eugenol Sebagai Perangkap Lalat Buah

Metil eugenol adalah senyawa kimia yang bersifat attraktan atau sebagai penarik

serangga terutama terhadap lalat buah. Attraktan ini tidak meninggalkan residu pada buah

dan mudah diaplikasikan pada lahan yang luas. Karena bersifat volatil (menguap), daya

jangkaunya atau radiusnya cukup jauh, mencapai ratusan meter, bahkan ribuan meter,

bergantung pada arah angin. Daya tangkap attraktan bervariasi, bergantung pada lokasi,

cuaca, komoditas dan keadaan buah di lapangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan metil eugenol dapat menurunkan intensitas serangan lalat buah pada mangga

sebesar 39-59%.

Metil eugenol di alam terdapat pada beberapa jenis tumbuhan antara lain daun

Melaleuca (Melaleuca bracteata) dan Selasih (Ocimum spp). Selasih dan Melaleuca dapat

menghasilkan minyak atsiri yang mengandung metil eugenol melalui proses penyulingan.

Minyak atsiri dari daun Melaleuca mengandung metil eugenol sekitar 80% sedangkan dari

selasih 63%.

Selasih memiliki beberapa spesies, bahkan dalam satu spesies terdapat beberapa

bentuk, sehingga dikenal sebagai tanaman yang bersifat polymorphis. Terdapat dua kelompok

tanaman selasih dengan kandungan utama yang berbeda, khususnya kelompok penghasil

eugenol antara lain O. basilicum dan O. gratisimum serta kelompok penghasil metil eugenol

yaitu O. tenuiflorum, O. sanctum, dan O. minimum. Hasil penelitian di lapangan

menunjukkan bahwa selasih sangat efektif sebagai perangkap lalat buah. Melaleuca

merupakan genus dari famili Myrtaceae dan biasanya tumbuh di sepanjang sungai, sekitar

rawa atau danau. Semakin tinggi tempat tumbuh semakin baik pertumbuhannya. Rendemen

minyak dari daunnya sekitar 1,3 % dan minyaknya memiliki daya tangkap yang lebih baik

(491 ekor/perangkap/minggu) dibandingkan dengan attraktan sintetis yang sudah beredar


secara komersial di pasaran (315 ekor/perangkap/minggu). Pengujian di beberapa lokasi pada

beberapa komoditas menunjukkan attraktan dari daun Melaleuca bracreata memiliki

efektivitas yang cukup tinggi dalam mengendalikan hama lalat buah.

Penggunaan metil eugenol merupakan cara pengendalian yang ramah lingkungan dan

telah terbukti efektif. Attraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam

tiga cara yaitu : (1) Mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, (2) menarik lalat buah

untuk kemudian dibunuh dengan perangkap, dan (3) mengacaukan lalat buah dalam

perkawinan, berkumpul dan cara makan.

Lalat buah adalah serangga perusak buah-buahan dan tanaman hortikultura lainnya

yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas buah. Tingkat kerusakan yang disebabkannya

dapat mencapai 75%. ?Intensitas serangan lalat buah di beberapa daerah di Jawa Timur dan

Bali menunjukkan variasi yang cukup besar berkisar antara 6,4-70%. Intensitas serangan lalat

buah pada mangga berkisar antara 14,8-23%. Namun tidak jarang kerusakan yang

diakibatkan oleh lalat buah khususnya pada belimbing dan jambu biji dapat mendapai 100%.

Hama ini juga dapat menjadi penghambat perdagangan (trade barrier) antar negara, karena

apabila pada komoditas ekspor suatu produk terdapat telur lalat buah, maka produk tersebut

akan ditolak. Hal ini pernah terjadi terhadap Indonesia pada komoditas paprika yang akan

diekspor ke Taiwan.

Ada beberapa cara pengendalian terhadap lalat buah, diantaranya penggunaan GA

(Gibberelic Acid) yaitu membuat penampilan buah-buahan tidak matang, sehingga lalat buah

enggan meletakkan telurnya pada buah. Selain itu, pelepasan serangga mandul telah

dikembangkan pula dan memberikan hasil yang memuaskan. Tehnik lain yang sudah berhasil

dikembangkan di Australia adalah penggunaan umpan beracun (foliage baiting),


penyemprotan tanaman beserta buahnya dengan insektisida (coverspraying), dan attraktan

serta yang sangat penting adalah sanitasi lingkungan.

Keunggulan dari perangkap model ini adalah menggunakan bahan yang murah dan

mudah diperoleh, cara membuatnya pun cukup mudah, dan dapat dibawa ke lapangan.

Kelemahannya, kalau sering turun hujan, air dalam botol akan bertambah sehingga

merendam kapas yang mengandung metil eugenol. Akibatnya perangkap tidak berfungsi.

Oleh karena itu, sebaiknya setelah turun hujan dilakukan pengecekan untuk mengetahui

kondisi perangkap (Thamrin, 2013).

Aroma atau bau tertentu juga dapat menarik perhatian serangga. Seperti halnya

seorang laki-laki yang tertarik oleh parfum yang digunakan wanita atau sebaliknya, serangga

pun demikian. Mereka tertarik pada aroma yang dikeluarkan lawan jenisnya dengan zat

tertentu saat akan melakukan kawin. Dengan mengetahui sifat serangga seperti itu maka telah

dikembangkan perangkap aroma dengan menggunakan atraktan. Atraktan merupakan bahan

pemikat yaitu suatu bahan kimia yang tergolong pestisida dimana bahan aktifnya bersifat

memikat jasad sasaran yang biasanya khusus untuk serangga tertentu. Penggunaan perangkap

aroma merupakan perangkap yang paling banyak digunakan petani terutama untuk

pengendalian serangga lalat buah baik pada cabai, mangga dan lain-lain.

Serangga hama tertentu juga lebih tertarik terhadap warna. Warna yang disukai

serangga biasanya warna-warna kontras seperti kuning cerah. Keunggulan dari penggunaan

perangkap warna ini adalah murah, efisien juga praktis. Namun perangkap ini hanya bisa

digunakan pada hama siang hari saja. Prinsip kerjanya pun tidak jauh berbeda dengan

perangkap cahaya dimana serangga yang datang pada tanaman dialihkan perhatiannya pada

perangkap warna yang dipasang.

Anda mungkin juga menyukai