Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sub sektor perkebunan mempunyai peluang yang sangat besar untuk dijadikan andalan

ekspor. Pembangunan di bidang perkebunan diarahkan untuk lebih mempercepat laju

pertumbuhan produksi baik dari perkebunan besar, swasta maupun perkebunan negara, dan

perkebunan rakyat, untuk mendukung pembangunan industri, serta meningkatkan pemanfaatan

dan kelestarian sumber daya alam (SDA) berupa air dan tanah.Untuk memenuhi Crude Palm Oil

(CPO) dan minyak goreng sawit, perkebunan kelapa sawit sangat layak dikembangkan (Risza.S,

2012).

Perkembangan kalapa sawit di Indonesia dapat dilihat dari peningkatan luas areal

budidaya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2018), luas areal perkebunan kelapa

sawit dari 11,20 juta hektar pada tahun 2016 menjadi 12,76 juta hektar pada tahun 2018.

Peningkatan luas areal juga diimbangi dengan peningkatan produksi minyak kelapa sawit.

Produksi minyak kelapa sawit pada tahun 2016 sebesar 31,94 juta ton dan meningkat menjadi

36,59 juta ton pada tahun 2018 (Badan Pusat Statistik Indonesia 2018).

Hampir setiap provinsi di Indonesia melakukan budidaya kelapa sawit. Provinsi yang

menghasilkan produksi CPO terbesar di Indonesia pada tahun 2012 adalah Provinsi Riau sebesar

5,8 juta ton (24,83%), kemudian berturut-turut Provinsi Sumatera Utara 4,1 juta ton (17,61%),

Sumatera Selatan 2,2 juta ton (9,53%), Kalimantan Tengah 2,1 juta ton (9,26%) dan Jambi 1,7

juta ton (7,29%) (Jesi A. 2014).

Perkembangan luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara menunjukkan trend

peningkatan yang selalu positif. Luas areal perkebunan diseluruh Sumatera Utara pada tahun
2015 sebesar 395.489,00 ha, perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara terdiri dari tanaman

belum menghasilkan sebesar 63.093,00 Ha, tanaman yang menghasilkan sebesar 328.429,00 Ha

dan tanaman yang tidak menghasilkan sebesar 3.967,00 Ha (BPS SUMUT 2016).

Kabupaten Labuhanbatu Selatan terdiri dari Kecamatan Sungai Kanan, Torgamba,

Kotapinang, Silangkitang, dan Kampung Rakyat menghasilkan produksi kelapa sawit

(perkebunan rakyat) sebesar 635.372 ton dengan total luas tanaman 42.839 ha pada tahun 2017

(BPS Labuhanbatu Selatan 2018).

Adapun luas perkebunan rakyat di Kecamatan Torgamba mengenai luas lahan

danproduksi kelapa sawit pada tahun 2014 – 2017 dapat di lihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat di
Kecamatan Torgamba 2014-2017
No Tahun Produksi Luah Lahan Produksi Produktivitas
(Ha) (Ton) (ton/ha)
1. 2014 23.871 187.607 7,85
2. 2015 23.871 187.607 7,85
3. 2016 35.602 512.667 14,39
4. 2017 35.602 598.132 16,54
Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Torgamba 2018

Dari tabel 1.1 diatas dijelaskan produksi kelapa sawit perkebunan rakyat di Kecamatan

Torgamba selama empat tahun terakhir yaitu bisa dilihat dari produk/ton. Tahun 2014 dan tahun

2015 produksinya sama yaitu 187.607 ton, pada tahun 2016 produksi nya naik yaitu sebesar

512.667 ton dengan luas lahan 35.602 ha, dan pada tahun 2017 produksi meningkat sebesar

598.132 ton.

Tabel 1.2 Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat
Menurut Jenisnya Kecamatan Torgamba menurut Desa (2017)
No. Desa Luas lahan Produksi Produtivitas
(Ha) (ton/ha)
(Ton)
1. Bukit Tujuh - - -
2. Sungai Meranti 6.900 115.920 16,8
3. Torganda 2.700 45.360 16,8
4. Aek Raso 3.548 59.616 16,8
5. Torgamba - - -
6. Rasau 510 8.568 16,8
7. Bangai 498 8.376 16,8
8. Teluk Rampah 1.565 26.292 16,8
9. Aek Batu 1.800 30.240 16,8
10. Beringin Jaya 1.540 25.872 16,8
11. Pinang Dame 392 6.585 16,7
12. Asam Jawa 2.135 35.868 16,8
13. Pangarungan 11.454 192.427 16,7
14. Bunut 2.560 43.008 16,8
JUMLAH 35.602 598.132 16,8
Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Torgamba 2018

Dari Tabel 1.2 dapat di lihat bahwa tingkat pertumbuhan produksi kelapa sawit di

Kecamatan Torgamba pada tahun 2017 secara keseluruhan adalah 598.132 ton, dapat di lihat

bahwa tanaman keras seperti kelapa sawit sudah mulai di kembangkan dan banyak di usahakan

di Kecamatan Torgamba dengan luas tanaman 35.602 ha.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan diteliti,

yaitu:

1. Bagaimanatingkat pendapatan petani kelapa sawit diKecamatan Torgamba Kabupaten

Labuhanbatu Selatan ?

2. Berapa kontribusi pendapatan dari usahatani kelapa sawit terhadap pendapatan total

keluarga di Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhanbatu Selatan ?

3. Berapa kontribusi pendapatan dari usahatani non kelapa sawit dan non usahatani

terhadap pendapatan total keluarga di Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhanbatu

Selatan ?

4. Bagaimana tingkat kesejahteraan petani kelapa sawit rakyat di Kecamatan Torgamba

Kabupaten Labuhanbatu Selatan ?


1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui :

1. Tingkat pendapatan usahatani kelapa sawit di Kecamatan Torgamba Kabupaten

Labuhanbatu Selatan.

2. Kontribusi pendapatan dari usahatani kelapa sawit terhadap total pendapatan keluarga di

Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

3. kontribusi pendapatan dari usahatani non kelapa sawit dan non usahatani terhadap

pendapatan total keluarga di Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

4. Tingkat kesejahteraan petani kelapa sawit rakyat di Kecamatan Torgamba Kabupaten

Labuhanbatu Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai syarat penyusunan tugas akhir bagi penulis dalam memperoleh gelar Sarjana

Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen Medan

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah di Kecamatan

Torgamba.

3. Bagi penulis, untuk menambah ilmu pengetahuan yang dimiliki dengan kenyataan yang

ada dilapangan khususnya usahatani kelapa sawit.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir ini disusun dengan berdasarkan pada tinjauan pustaka dan hasil

penelitian yang relevan atau terkait. Petani didalam mengusahakan tanaman kelapa sawit

terdapat faktor-faktor produksi yang terdiri dari lahan, modal, dan tenaga kerja yang seluruhnya

ditujukan untuk proses menghasilkan produksi buah kelapa sawit. Dalam kegiatan produksi

terdapat harga yang dihasilkan maka produksi dikali dengan harga sehingga diperoleh
penerimaan dan ada biaya produksi dalam penerimaan tersebut yang dikeluarkan petani sehingga

memperoleh pendapatan. Setelah memperoleh total pendapatan dari usaha tani kelapa sawit dan

pendapatan usahatani non kelapa sawit seperti tanaman cabai, kelapa, ubi kayu, dan lainnya,

maka dapat di hitung kontribusinya terhadap total pendapatan keluarga dengan rumus yang

sudah ditentukan serta menambahkan pendapatan dari non usahatani seperti dari pedagang, guru,

karyawan sipil dan lainnya. Adapun skema kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan pada

Gambar 1 :

Petani kelapa sawit

Faktor-faktor
produksi : Usahatani Non
Usahatani Non
1. Lahan kelapasawit
kelapa sawit Usahatani
rakyat 2.Tenagak
erja
3. Modal
4. Manajemen
Produksi
Harga
pendapatan
penerimaa Biaya
Produksi Pendapatan

Pendapata

Kontribusi Total pendapatan keluarga kontribusi

Tingkat Kesejahteraan Petani (Menurut Sajogyo 1997)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit


Rakyat Dan Kontribusinya Terhadap Total Pendapatan Keluarga serta Tingkat
Kesejahteraan Petani

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika

Barat.Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika

Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit dihutan Brazil

dibandingkan dengan Afrika. (Fauzi,2012).


Kelapa sawit biasa ditemukan di daerah semak belukar dengan berbagai jenis tipe tanah

seperti podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dan

muara sungai. Jenis tanah tersebut mempengaruhi tingkat produksi kelapa sawit, dimana

produktivitas kelapa sawit diusahakan di tanah podzolik lebih tinggi dibandingkan di tanah

berpasir dan gambut.Kelapa sawit kurang optimal jika ditanam di Pulau Jawa karena jenis

tanahnya yang kurang sesuai dengan jenis tanah yang mendukung pertumbuhan kelapa

sawit.Temperatur optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24-28˚C dengan ketinggian 1-

500 mdpl dan tingkat kelembaban 80-90%. Kecepatan angin yang optimal adalah 5-6 km/jam,

dimana kecepatan akan membantu proses penyerbukan bunga kelapa sawit. Kelapa sawit

membutuhkan curah hujan yang sangat tinggi yaitu sekitar 1500-4000 mm per tahun.Tingkat

curah hujan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.Kebutuhan

penyinaran kelapa sawit berada pada rentang normal yaitu 5-7 jam/hari, sehingga dalam

perkebunan kelapa sawit jarak tanam dibuat dengan ukuran 9x9 meter agar setiap tumbuhan

mendapatkan cukup cahaya.

Menurut Pardamean (2008), kelapa sawit merupakan tanaman tahunan dengan umur

ekonomis 25 tahun. Pada 3 tahun pertama tanaman belum menghasilkan. Sesudahnya, pada umur

4 tahun tanaman telah menghasilkan. Sutopo (2012), tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan

membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan masak pada 5-6 bulan setelah penyerbukan.

Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya. Buah

akan menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak kandungan minyak pada daging

buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai

tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol, (Fauzi, 2005), Besarnya produksi

kelapa sawit sangat tergantung pada berbagai faktor, di antaranya jenis tanah, jenis bibit, iklim
dan teknologi yang diterapkan.Dalam keadaan yang optimal, produktivitas kelapa sawit dapat

mencapai 20-25 ton TBS/ha/tahun atau sekitar 4-5 ton minyak sawit.

2.1.2 Faktor Produksi

Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman

tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi ini dikenal pula dengan

istilah input dan korbanan produksi dan memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi

yang diperoleh. Faktor produksi dibagi menjadi empat yaitu:

1. Tanah (land)

Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu

tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi ke luar.Faktor produksi tanah

mempunyai kedudukan paling penting.Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima

oleh tanah dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya.Potensi ekonomi lahan pertanian

dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berperan dalam perubahan biaya dan pendapatan ekonomi

lahan.Setiap lahan memiliki potensi ekonomi bervariasi (kondisi produksi dan pemasaran),

karena lahan pertanian memiliki karakteristik berbeda yang disesuaikan dengan kondisi lahan

tersebut. Maka faktor-faktornya bervariasi dari satu lahan ke lahan yang lain dan dari satu negara

ke negara yang lain. Secara umum, semakin banyak perubahan dan adopsi yang diperlukan

dalam lahan pertanian, semakin tinggi pula resiko ekonomi yang ditanggung untuk perubahan-

perubahan tersebut.Kemampuan ekonomi suatu lahan dapat diukur dari keuntungan yang didapat

oleh petani dalam bentuk pendapatannya.Keuntungan ini bergantung pada kondisi-kondisi

produksi dan pemasaran. Keuntungan merupakan selisih antara hasil (returns) dan biaya (cost).

2. Tenaga Kerja (labour)


Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu

diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari

tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah :

a) Tersedianya tenaga kerja. Setiap proses produksi diperlukan jumlah kerja yang cukup

memadai. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan perlu disesuaikan dengan kebutuhan

sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang

diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga

kerja, jenis kelamin, musim, dan upah tenaga kerja.

b) Kualitas tenaga kerja. Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang

pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi

ini diperlukan, dan ini tersedianya dalam jumlah yang terbatas.

c) Kebutuhan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses

produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan

tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan penanaman,

pemupukan dan pemanenan.

d) Tenaga kerja musiman pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan

tenaga kerja musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman.

3. Modal (capital)

Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua bagian yaitu

modal tetap dan modal tidak tetap. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh

modal tersebut. Dengan demikian modal tetap didefenisikan sebagai biaya yang dikeluarkan

dalam proses produksi yang tidak habis sekali proses produk seperti tanah, bangunan dan mesin-
mesin. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relatif pendek dan tidak berlaku untuk jangka

panjang. (Soekatawi, 2003). Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel adalah

biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi

tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan,

atau yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. Besar kecilnya modal dalam usaha

pertanian tergantung dari :

a. Skala usaha, besar kecilnya skala usaha sangat menentukan besar kecilnya modal yang

dipakai, dimana makin besar skala usaha makin besar pula modal yang dipakai.

b. Macam komoditas, komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga menentukan

besar kecilnya modal yang dipakai.

c. Tersediaya kredit sangat menentukan keberhasilan suatu usahatani (Soekatawi,2003)

4. Manajemen (science dan skill)

Manajemen terdiri dari merencanakan, mengorganisasikan, dan melaksanakan serta

mengevaluasi suatu proses produksi. Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang

(tenaga kerja) dari berbagai tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola

orang-orang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi (Soekartawi,2008).

2.1.3 Biaya Produksi Usahatani

Biaya adalah nilai dari seluruh sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi suatu

barang. Menurut Soekartawi (2007), biaya dalam usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua,

yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya

yang jumlahnya relatif tetap, dan terus dikeluarkan meskipun tingkat produksi usahatani tinggi

ataupun rendah, dengan kata lain jumlah biaya tetap tidak tergantung pada besarnya tingkat

produksi.Sedangkan biaya variabel adalah jenis biaya yang besar kecilnya berhubungan dengan
besar kecilnya jumlah produksi. Dalam usaha tani kelapa sawit yang termasuk dalam biaya tetap

adalah biaya penyusutan peralatan, dan biaya tenaga kerja. Sedangkan biaya variabel meliputi

biaya untuk pembelianobat-obatan.Menurut Soekartawi (2007), total biaya adalah penjumlahan

biaya variabel dengan biaya tetap secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

TC = TFC + TVC

Keterangan :

TC = Biaya total (Rp)

TFC = Biaya tetap total (Rp)

TVC = Biaya variabel total (Rp)

2.1.4 Penerimaan Usaha Tani

Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Semakin

banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produksi yang

bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya

jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima

produsen semakin kecil. (Soekartawi, 2005), Penerimaan usahatani kelapa sawit adalah hasil

penjualan panen kelapa sawit yang dikurangi grading (sampah sawit, air dan susut) sesuai

dengan ketentuan setiap agen, Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut :

TR = Y.PY

Keterangan :

TR = Total penerimaan (Rp)

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani (Kg)

PY = Harga Y (Rp/kg)
2.1.5 Pendapatan Usahatani

Pendapatan usaha tani menurut Gustiyana 2004, dapat dibagi menjadi dua pengertian,

yaitu (1) pendapatan kotor, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam usahatani

selama satu tahun yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan atau pertukaran hasil produksi

yang dinilai dalam rupiah berdasarkan harga per satuan berat pada saat pemungutan-pemungutan

hasil, (2) pendapatan bersih, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam satu tahun

dikurangi dengan biaya produksi selama proses produksi. Biaya produksi meliputi biaya rill

tenaga kerja dan biaya rill sarana produksi.Dalam pendapatan usaha tani ada dua unsur yang

digunakan, yaitu unsur penerimaan dan pengeluaran dari usaha tani tersebut.Menurut Soekartawi

(2007) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual, biaya usahatani

adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani, sedangkan pendapatan

usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Produksi berkaitan dengan

penerimaan dan biaya produksi, penerimaan tersebut diterima petani karena masih dikurangi

dengan biaya produksi yaitu keseluruhan biaya yang dipakai dalam proses produksi tersebut

(Mubyarto, 2006).

Secara matematis untuk menghitung pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai

berikut

π = TR-TC

Keterangan:

= (Rp)

TR = Total penerimaan (Rp)

TC = Biaya Total (Rp)


Pendapatan petani dari usaha taninya dapat diperhitungkan dari total penerimaan yang

berasal dari penjualan produksi ditambah nilai yang dikonsumsi sendiri dikurangi dengan total

pengeluaran yang meliputi pembelian benih, pupuk, upah tenaga kerja dan lain-lain.

2.1.6Kontribusi / Pendapatan Keluarga

Kontribusi adalah sumbangan atau dalam penelitian dimaksudkan sebagai besarnya

bagian pendapatan yang disumbangkan dari usahatani kelapa sawit dan usahatani luar kelapa

sawit terhadap pendapatan total keluarga usahatani kelapa sawit di Desa Aek Batu Kecamatan

Torgamba Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Untuk menganalisis besar kontribusi usahatani

yang di usahakan petani di daerah penelitian secara matematis dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Kontribusi Pendapatan kelapa sawit= X100%

2.1.7Tingkat Kesejahteraan

Menurut kriteria Sajogyo (1997), tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari

persentase pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan pengeluaran beras per kapita per

tahunnya. Kemudian disetarakan dengan harga beras rata-rata di daerah setempat. Selanjutnya

dikonversikan kedalam ukuran setara beras per kilogram agar dapat diketahui tingkat

kemiskinannya. Untuk menggunakan ukuran setara beras menggunakan harga beras Bada Pusat

Statistik (BPS) sebesar Rp 10.915. Secara matematis tingkat pengeluaran per kapita per tahun

pada rumah tangga petani dan tingkat pengeluaran per kapita per tahun setara beras dapat

dirumuskan (Sajogyo, 1997) sebagai berikut :

/ ( )
Pengeluaran Per Kapita/Tahun (Rp) =
" #

/ / ( )
Pengeluaran Per Kapita/Tahun setara beras (Kg)=
$ % ( / )
Petani miskin dikelompokkan sebagai berikut :

1) Paling Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180 kg setara

beras/tahun.

2) Miskin Sekali : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180-240 kg setara

beras/tahun.

3) Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 240-320 kg setara

beras/tahun.

4) Nyaris Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 320-480 kg setara

beras/tahun.

5) Cukup : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 480-960 kg setara

beras/tahun.

6) Hidup layak : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah > 980 kg setara bras/tahun.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian Furqan (2014) dengan judul Analisis UsahataniPerkebunan Kelapa Sawit di

Kabupaten Way Kanan, menunjukkan produksi kelapa sawit rata-rata petani adalah 1.063 kg

pada luas lahan rata-rata 1 ha. Dengan harga rata-rata Rp 1.500,-. Penerimaan petani kelapa sawit

adalah sebesar Rp 19.141.423. Usahatani kelapa sawit di Kabupaten Way Kanan menguntungkan

dengan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 11.739.725 dan pendapatan atas biaya total

sebesar Rp 10.308.945.

Penelitian Heliyani, dkk (2009) dengan judul analisis pendapatan usaha perkebunan

kelapa sawit rakyat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Air Periukan

Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu, menunjukan bahwa pendapatan rata-rata petani usahatani

kelapa sawit sebesar Rp 16.682.610,41/Ha/Thn.


Penelitian yang di lakukan oleh Hermansyah (2011) dengan judul Analisa Pendapatan

Usahatani Kelapa Sawit Pasca Umur Ekonomis pada Perkebunan Sawit Inti Rakyat di

Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat (Studi Kasus: KPS Sejahtera Pir-Bun

Ophir, menunjukan bahwa budidaya yang dilakukan pada tanaman kelapa sawit pasca umur

ekonomis pada KPS Sejahtera adalah pemupukan, pengendalian hama penyakit dan pemanenan.

Pendapatan yang diterima oleh KPS Sejahtera pada tahun 2010 sebesar Rp 11.158.637,64/ tahun.

Penelitian Laelani (2011) menunjukkan Analisis Usaha Tani Kelapa Sawit Di Desa

Hampalit Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan, biaya total kebutuhan usahatani

kelapa sawit tahun tanam 2004 rata-rata sebesar Rp. 19.038.791,- /ha. Total penerimaan usaha

pertanaman kelapa sawit tahun tanam 2004 rata-rata sebesar Rp. 203.454.000,- / ha. Total

pendapatan usaha pertanaman kelapa sawit tahun tanam rata-rata sebesar Rp. 148.876.133,- per

ha. Efisiensi R/C rata-rata adalah sebesar 4.Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kelapa sawit

di Desa Hampalit Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan efisien untuk

diteruskan/menguntungkan.

Berdasarkan hasil penelitian oleh Irpan Romadhon (2018) dengan judul Analisis

Pendapatan UsahataniKelapa Sawit Di Kecamatan Sinunukan Kabupaten Mandiling Natal, dan

hasil penelitian menunjukan rata-rata pendapatan usahatani dari Januari sampai dengan

Desember pada tahun 2017 sebesar Rp. 3.413.560, rata-rata pendapatan diluar usaha tani dari

Januari sampai dengan Desember pada tahun 2017 sebesar Rp. 4.906.115, dan rata-rata

kontribusi pendapatan dari Januari sampai dengan Desember pada tahun 2017 sebesar 69,7%,

maka dapat disimpulkan bahwa kontribusi pendapatan pada tahun 2017 cukup besar. Sehingga

dari hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa usaha tani di Kecamatan Sinunukan Kabupaten
Mandailing Natal memberikan kontribusi yang cukup besar bagi masyarakat yang menjalankan

usahatani.

Larasati (2011), yang berjudul Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani dan Tingkat

Kesejahteraan Petani Pasca Reforma Agraria di Desa Sidorejo Kecamatan Bangun Rejo

Kabupaten Lampung Tengah dengan metode Kuantitatif dan Kualitatif, menyatakan pendapatan

rumah tangga peserta Reforma Agraria di Desa Sidoharjo adalah Rp 17,978.225,91 per musim

tanam. Pendapatan rumah tangga sebagaian besar diperoleh dari hasil usahatani disektor

pertanian seperti sawah, tegalan, kebun, dan peternakan yaitu rata-rata pendapatan sebesar Rp

13.851.008,74. Hasil analisis tingkat kesejahteraan rumah tangga berdasarkan indikator Badan

Pusat Statistik menunjukkan, bahwa rumah tangga petani peserta Reforma Agraria di Desa

Sidorejo dikategorikan dalam rumah tangga sejahtera dengan range skor antara 99-147.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive sampling) yaitu di Kecamatan

Torgamba, Desa Aek Batu dan Desa Pangarungan, dengan pertimbangan bahwa di Desa

Pangarungan mempunyai produksi lebih tinggi dan di Desa Aek Batu pada umumnya masyarakat
bermata pencaharian utamanya sebagai petani kelapa sawit dan sangat perlu untuk di

kembangkan.

3.2 Metode Penentuan Sampel.

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang berprofesi sebagai petani kelapa

sawit di Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Tabel 3.1 Jumlah Populasi Petani Kelapa Sawit di Desa Aek Batu Dan Desa Pangarungan
di Kecamatan Torgamba
No Jumlah KK Petani Kelapa Sawit Populasi
1. Aek Batu 2.261
2. Pangarungan 1.594
Jumlah 3.855
Sumber : Kantor Camat Torgamba 2020

3.2.2 Sampel

Metode penentuan jumlah sampel/responden yang menjadi sumber data dilakukan secara
sengaja (Purposive sampling) sebanyak 30 responden yang berada di Kecamatan Torgamba.
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Petani Kelapa Sawit di Desa Aek Batu dan Pangarungan
No. Desa Jumlah Sampel
1. Aek Batu 15
2. Pangarungan 15
Jumlah 30
Sumber: Kantor Camat Torgamba 2020

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.Data

primer diperoleh dengan cara pengamatan dan wawancara langsung kepada petani responden

berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari

berbagai instansi terkait, kantor camat, kantor lurah/desa, statistik Kecamatan Torgamba dan

Badan Pusat Statistik (BPS).

3.4 Metode Analisis Data


a. Untuk menyelesaikan masalah nomor 1, digunakan analisis deskriptif yaitu menjelaskan

tingkat pendapatan petani kelapa sawit dengan rumus sebagai berikut:

π = TR-TC

TR = Y.PY

TC=TFC + TVC

Keterangan :

= (Rp)

TR = Total penerimaan (Rp)

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usaha tani (Kg)

PY = Harga Y (Rp/kg)

TC =Biaya total (Rp)

TFC = Biaya tetap total (Rp)

TVC = Biaya variabel total (Rp)

b. Untuk menyelesaikan masalah 2 digunakan analisis deskriptif yaitumenganalisis besar

kontribusi usahatani kelapa sawit terhadap total pendapatan keluarga yang secara

matematis dirumuskan sebagai berikut:

Kontribusi Pendapatan= X 100%

c. Untuk menyelesaikan masalah 3 yaitu untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah


tangga petani kelapa sawit digunakan kriteria sajogyo (1997). Secara sistematis tingkat

pengeluaran per kapita per tahun pada rumah tangga petani dan tingkat pengeluran per

kapita per tahun setara beras dapat rumus sebagai berikut :

/ ( )
Pengeluaran Per Kapita/Tahun (Rp) =
" # &
/ / ( )
Pengeluaran Per Kapita/Tahun setara beras (Kg)=
$ % ( / )

Petani miskin dikelompokkan sebagai berikut :

1) Paling Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180 kg setara

beras/tahun.

2) Miskin Sekali : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180-240 kg setara

beras/tahun.

3) Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 240-320 kg setara

beras/tahun.

4) Nyaris Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 320-480 kg setara

beras/tahun.

5) Cukup : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 480-960 kg setara

beras/tahun.

6) Hidup layak : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah > 980 kg setara

beras/tahun.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

3.5.1 Definisi

1. Modal kerja merupakan kemampuan ekonomis dari suatu masyarakat atau suatu kegiatan

dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan menutupi biaya-biaya yang terjadi selama

proses produksi.

2. Pendapatan adalah penerimaan yang dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan

dalam jangka waktu satu tahun dengan satuan (Rp).

3. Sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai kualitas yang dapat mewakili

keseluruhan populasi.
4. Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual suatu

usaha dengan satuan (Rp)

5. Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman

tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Kecamatan Torgamba

2. Waktu penelitian dilakukan dari Bulan Juli sampai Agustus 2020

3. Penelitian yang dilakukan adalah “analisis pendapatan usahatani kelapa sawit rakyat dan

kontribusinya terhadap total pendapatan keluarga serta tingkat kesejahteraan petani”.

4. Jumlah pengamatan adalah 30 sampel.

Anda mungkin juga menyukai