PENDAHULUAN
Sub sektor perkebunan mempunyai peluang yang sangat besar untuk dijadikan andalan
pertumbuhan produksi baik dari perkebunan besar, swasta maupun perkebunan negara, dan
dan kelestarian sumber daya alam (SDA) berupa air dan tanah.Untuk memenuhi Crude Palm Oil
(CPO) dan minyak goreng sawit, perkebunan kelapa sawit sangat layak dikembangkan (Risza.S,
2012).
Perkembangan kalapa sawit di Indonesia dapat dilihat dari peningkatan luas areal
budidaya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2018), luas areal perkebunan kelapa
sawit dari 11,20 juta hektar pada tahun 2016 menjadi 12,76 juta hektar pada tahun 2018.
Peningkatan luas areal juga diimbangi dengan peningkatan produksi minyak kelapa sawit.
Produksi minyak kelapa sawit pada tahun 2016 sebesar 31,94 juta ton dan meningkat menjadi
36,59 juta ton pada tahun 2018 (Badan Pusat Statistik Indonesia 2018).
Hampir setiap provinsi di Indonesia melakukan budidaya kelapa sawit. Provinsi yang
menghasilkan produksi CPO terbesar di Indonesia pada tahun 2012 adalah Provinsi Riau sebesar
5,8 juta ton (24,83%), kemudian berturut-turut Provinsi Sumatera Utara 4,1 juta ton (17,61%),
Sumatera Selatan 2,2 juta ton (9,53%), Kalimantan Tengah 2,1 juta ton (9,26%) dan Jambi 1,7
peningkatan yang selalu positif. Luas areal perkebunan diseluruh Sumatera Utara pada tahun
2015 sebesar 395.489,00 ha, perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara terdiri dari tanaman
belum menghasilkan sebesar 63.093,00 Ha, tanaman yang menghasilkan sebesar 328.429,00 Ha
dan tanaman yang tidak menghasilkan sebesar 3.967,00 Ha (BPS SUMUT 2016).
(perkebunan rakyat) sebesar 635.372 ton dengan total luas tanaman 42.839 ha pada tahun 2017
danproduksi kelapa sawit pada tahun 2014 – 2017 dapat di lihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat di
Kecamatan Torgamba 2014-2017
No Tahun Produksi Luah Lahan Produksi Produktivitas
(Ha) (Ton) (ton/ha)
1. 2014 23.871 187.607 7,85
2. 2015 23.871 187.607 7,85
3. 2016 35.602 512.667 14,39
4. 2017 35.602 598.132 16,54
Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Torgamba 2018
Dari tabel 1.1 diatas dijelaskan produksi kelapa sawit perkebunan rakyat di Kecamatan
Torgamba selama empat tahun terakhir yaitu bisa dilihat dari produk/ton. Tahun 2014 dan tahun
2015 produksinya sama yaitu 187.607 ton, pada tahun 2016 produksi nya naik yaitu sebesar
512.667 ton dengan luas lahan 35.602 ha, dan pada tahun 2017 produksi meningkat sebesar
598.132 ton.
Tabel 1.2 Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat
Menurut Jenisnya Kecamatan Torgamba menurut Desa (2017)
No. Desa Luas lahan Produksi Produtivitas
(Ha) (ton/ha)
(Ton)
1. Bukit Tujuh - - -
2. Sungai Meranti 6.900 115.920 16,8
3. Torganda 2.700 45.360 16,8
4. Aek Raso 3.548 59.616 16,8
5. Torgamba - - -
6. Rasau 510 8.568 16,8
7. Bangai 498 8.376 16,8
8. Teluk Rampah 1.565 26.292 16,8
9. Aek Batu 1.800 30.240 16,8
10. Beringin Jaya 1.540 25.872 16,8
11. Pinang Dame 392 6.585 16,7
12. Asam Jawa 2.135 35.868 16,8
13. Pangarungan 11.454 192.427 16,7
14. Bunut 2.560 43.008 16,8
JUMLAH 35.602 598.132 16,8
Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Torgamba 2018
Dari Tabel 1.2 dapat di lihat bahwa tingkat pertumbuhan produksi kelapa sawit di
Kecamatan Torgamba pada tahun 2017 secara keseluruhan adalah 598.132 ton, dapat di lihat
bahwa tanaman keras seperti kelapa sawit sudah mulai di kembangkan dan banyak di usahakan
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan diteliti,
yaitu:
Labuhanbatu Selatan ?
2. Berapa kontribusi pendapatan dari usahatani kelapa sawit terhadap pendapatan total
3. Berapa kontribusi pendapatan dari usahatani non kelapa sawit dan non usahatani
Selatan ?
Labuhanbatu Selatan.
2. Kontribusi pendapatan dari usahatani kelapa sawit terhadap total pendapatan keluarga di
3. kontribusi pendapatan dari usahatani non kelapa sawit dan non usahatani terhadap
Labuhanbatu Selatan.
1. Sebagai syarat penyusunan tugas akhir bagi penulis dalam memperoleh gelar Sarjana
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah di Kecamatan
Torgamba.
3. Bagi penulis, untuk menambah ilmu pengetahuan yang dimiliki dengan kenyataan yang
Kerangka berpikir ini disusun dengan berdasarkan pada tinjauan pustaka dan hasil
penelitian yang relevan atau terkait. Petani didalam mengusahakan tanaman kelapa sawit
terdapat faktor-faktor produksi yang terdiri dari lahan, modal, dan tenaga kerja yang seluruhnya
ditujukan untuk proses menghasilkan produksi buah kelapa sawit. Dalam kegiatan produksi
terdapat harga yang dihasilkan maka produksi dikali dengan harga sehingga diperoleh
penerimaan dan ada biaya produksi dalam penerimaan tersebut yang dikeluarkan petani sehingga
memperoleh pendapatan. Setelah memperoleh total pendapatan dari usaha tani kelapa sawit dan
pendapatan usahatani non kelapa sawit seperti tanaman cabai, kelapa, ubi kayu, dan lainnya,
maka dapat di hitung kontribusinya terhadap total pendapatan keluarga dengan rumus yang
sudah ditentukan serta menambahkan pendapatan dari non usahatani seperti dari pedagang, guru,
karyawan sipil dan lainnya. Adapun skema kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan pada
Gambar 1 :
Faktor-faktor
produksi : Usahatani Non
Usahatani Non
1. Lahan kelapasawit
kelapa sawit Usahatani
rakyat 2.Tenagak
erja
3. Modal
4. Manajemen
Produksi
Harga
pendapatan
penerimaa Biaya
Produksi Pendapatan
Pendapata
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika
Barat.Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika
Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit dihutan Brazil
seperti podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dan
muara sungai. Jenis tanah tersebut mempengaruhi tingkat produksi kelapa sawit, dimana
produktivitas kelapa sawit diusahakan di tanah podzolik lebih tinggi dibandingkan di tanah
berpasir dan gambut.Kelapa sawit kurang optimal jika ditanam di Pulau Jawa karena jenis
tanahnya yang kurang sesuai dengan jenis tanah yang mendukung pertumbuhan kelapa
sawit.Temperatur optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 24-28˚C dengan ketinggian 1-
500 mdpl dan tingkat kelembaban 80-90%. Kecepatan angin yang optimal adalah 5-6 km/jam,
dimana kecepatan akan membantu proses penyerbukan bunga kelapa sawit. Kelapa sawit
membutuhkan curah hujan yang sangat tinggi yaitu sekitar 1500-4000 mm per tahun.Tingkat
penyinaran kelapa sawit berada pada rentang normal yaitu 5-7 jam/hari, sehingga dalam
perkebunan kelapa sawit jarak tanam dibuat dengan ukuran 9x9 meter agar setiap tumbuhan
Menurut Pardamean (2008), kelapa sawit merupakan tanaman tahunan dengan umur
ekonomis 25 tahun. Pada 3 tahun pertama tanaman belum menghasilkan. Sesudahnya, pada umur
4 tahun tanaman telah menghasilkan. Sutopo (2012), tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan
membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan masak pada 5-6 bulan setelah penyerbukan.
Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya. Buah
akan menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak kandungan minyak pada daging
buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai
tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol, (Fauzi, 2005), Besarnya produksi
kelapa sawit sangat tergantung pada berbagai faktor, di antaranya jenis tanah, jenis bibit, iklim
dan teknologi yang diterapkan.Dalam keadaan yang optimal, produktivitas kelapa sawit dapat
mencapai 20-25 ton TBS/ha/tahun atau sekitar 4-5 ton minyak sawit.
Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman
tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi ini dikenal pula dengan
istilah input dan korbanan produksi dan memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi
1. Tanah (land)
Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu
tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi ke luar.Faktor produksi tanah
mempunyai kedudukan paling penting.Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima
dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berperan dalam perubahan biaya dan pendapatan ekonomi
lahan.Setiap lahan memiliki potensi ekonomi bervariasi (kondisi produksi dan pemasaran),
karena lahan pertanian memiliki karakteristik berbeda yang disesuaikan dengan kondisi lahan
tersebut. Maka faktor-faktornya bervariasi dari satu lahan ke lahan yang lain dan dari satu negara
ke negara yang lain. Secara umum, semakin banyak perubahan dan adopsi yang diperlukan
dalam lahan pertanian, semakin tinggi pula resiko ekonomi yang ditanggung untuk perubahan-
perubahan tersebut.Kemampuan ekonomi suatu lahan dapat diukur dari keuntungan yang didapat
produksi dan pemasaran. Keuntungan merupakan selisih antara hasil (returns) dan biaya (cost).
diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari
tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah :
a) Tersedianya tenaga kerja. Setiap proses produksi diperlukan jumlah kerja yang cukup
memadai. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan perlu disesuaikan dengan kebutuhan
sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang
diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga
b) Kualitas tenaga kerja. Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang
pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi
c) Kebutuhan tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses
produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan
tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan penanaman,
d) Tenaga kerja musiman pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan
3. Modal (capital)
Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua bagian yaitu
modal tetap dan modal tidak tetap. Perbedaan tersebut disebabkan karena ciri yang dimiliki oleh
modal tersebut. Dengan demikian modal tetap didefenisikan sebagai biaya yang dikeluarkan
dalam proses produksi yang tidak habis sekali proses produk seperti tanah, bangunan dan mesin-
mesin. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relatif pendek dan tidak berlaku untuk jangka
panjang. (Soekatawi, 2003). Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel adalah
biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi
tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan,
atau yang dibayarkan untuk pembayaran tenaga kerja. Besar kecilnya modal dalam usaha
a. Skala usaha, besar kecilnya skala usaha sangat menentukan besar kecilnya modal yang
dipakai, dimana makin besar skala usaha makin besar pula modal yang dipakai.
b. Macam komoditas, komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga menentukan
mengevaluasi suatu proses produksi. Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang
(tenaga kerja) dari berbagai tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola
orang-orang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi (Soekartawi,2008).
Biaya adalah nilai dari seluruh sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi suatu
barang. Menurut Soekartawi (2007), biaya dalam usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap merupakan biaya
yang jumlahnya relatif tetap, dan terus dikeluarkan meskipun tingkat produksi usahatani tinggi
ataupun rendah, dengan kata lain jumlah biaya tetap tidak tergantung pada besarnya tingkat
produksi.Sedangkan biaya variabel adalah jenis biaya yang besar kecilnya berhubungan dengan
besar kecilnya jumlah produksi. Dalam usaha tani kelapa sawit yang termasuk dalam biaya tetap
adalah biaya penyusutan peralatan, dan biaya tenaga kerja. Sedangkan biaya variabel meliputi
biaya variabel dengan biaya tetap secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
TC = TFC + TVC
Keterangan :
Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Semakin
banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produksi yang
bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya
jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima
produsen semakin kecil. (Soekartawi, 2005), Penerimaan usahatani kelapa sawit adalah hasil
penjualan panen kelapa sawit yang dikurangi grading (sampah sawit, air dan susut) sesuai
dengan ketentuan setiap agen, Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut :
TR = Y.PY
Keterangan :
PY = Harga Y (Rp/kg)
2.1.5 Pendapatan Usahatani
Pendapatan usaha tani menurut Gustiyana 2004, dapat dibagi menjadi dua pengertian,
yaitu (1) pendapatan kotor, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam usahatani
selama satu tahun yang dapat diperhitungkan dari hasil penjualan atau pertukaran hasil produksi
yang dinilai dalam rupiah berdasarkan harga per satuan berat pada saat pemungutan-pemungutan
hasil, (2) pendapatan bersih, yaitu seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam satu tahun
dikurangi dengan biaya produksi selama proses produksi. Biaya produksi meliputi biaya rill
tenaga kerja dan biaya rill sarana produksi.Dalam pendapatan usaha tani ada dua unsur yang
digunakan, yaitu unsur penerimaan dan pengeluaran dari usaha tani tersebut.Menurut Soekartawi
(2007) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual, biaya usahatani
adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani, sedangkan pendapatan
usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Produksi berkaitan dengan
penerimaan dan biaya produksi, penerimaan tersebut diterima petani karena masih dikurangi
dengan biaya produksi yaitu keseluruhan biaya yang dipakai dalam proses produksi tersebut
(Mubyarto, 2006).
berikut
π = TR-TC
Keterangan:
= (Rp)
berasal dari penjualan produksi ditambah nilai yang dikonsumsi sendiri dikurangi dengan total
pengeluaran yang meliputi pembelian benih, pupuk, upah tenaga kerja dan lain-lain.
bagian pendapatan yang disumbangkan dari usahatani kelapa sawit dan usahatani luar kelapa
sawit terhadap pendapatan total keluarga usahatani kelapa sawit di Desa Aek Batu Kecamatan
Torgamba Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Untuk menganalisis besar kontribusi usahatani
yang di usahakan petani di daerah penelitian secara matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
2.1.7Tingkat Kesejahteraan
Menurut kriteria Sajogyo (1997), tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari
persentase pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan pengeluaran beras per kapita per
tahunnya. Kemudian disetarakan dengan harga beras rata-rata di daerah setempat. Selanjutnya
dikonversikan kedalam ukuran setara beras per kilogram agar dapat diketahui tingkat
kemiskinannya. Untuk menggunakan ukuran setara beras menggunakan harga beras Bada Pusat
Statistik (BPS) sebesar Rp 10.915. Secara matematis tingkat pengeluaran per kapita per tahun
pada rumah tangga petani dan tingkat pengeluaran per kapita per tahun setara beras dapat
/ ( )
Pengeluaran Per Kapita/Tahun (Rp) =
" #
/ / ( )
Pengeluaran Per Kapita/Tahun setara beras (Kg)=
$ % ( / )
Petani miskin dikelompokkan sebagai berikut :
1) Paling Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180 kg setara
beras/tahun.
2) Miskin Sekali : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180-240 kg setara
beras/tahun.
beras/tahun.
4) Nyaris Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 320-480 kg setara
beras/tahun.
beras/tahun.
6) Hidup layak : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah > 980 kg setara bras/tahun.
Kabupaten Way Kanan, menunjukkan produksi kelapa sawit rata-rata petani adalah 1.063 kg
pada luas lahan rata-rata 1 ha. Dengan harga rata-rata Rp 1.500,-. Penerimaan petani kelapa sawit
adalah sebesar Rp 19.141.423. Usahatani kelapa sawit di Kabupaten Way Kanan menguntungkan
dengan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 11.739.725 dan pendapatan atas biaya total
sebesar Rp 10.308.945.
Penelitian Heliyani, dkk (2009) dengan judul analisis pendapatan usaha perkebunan
kelapa sawit rakyat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Air Periukan
Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu, menunjukan bahwa pendapatan rata-rata petani usahatani
Usahatani Kelapa Sawit Pasca Umur Ekonomis pada Perkebunan Sawit Inti Rakyat di
Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat (Studi Kasus: KPS Sejahtera Pir-Bun
Ophir, menunjukan bahwa budidaya yang dilakukan pada tanaman kelapa sawit pasca umur
ekonomis pada KPS Sejahtera adalah pemupukan, pengendalian hama penyakit dan pemanenan.
Pendapatan yang diterima oleh KPS Sejahtera pada tahun 2010 sebesar Rp 11.158.637,64/ tahun.
Penelitian Laelani (2011) menunjukkan Analisis Usaha Tani Kelapa Sawit Di Desa
Hampalit Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan, biaya total kebutuhan usahatani
kelapa sawit tahun tanam 2004 rata-rata sebesar Rp. 19.038.791,- /ha. Total penerimaan usaha
pertanaman kelapa sawit tahun tanam 2004 rata-rata sebesar Rp. 203.454.000,- / ha. Total
pendapatan usaha pertanaman kelapa sawit tahun tanam rata-rata sebesar Rp. 148.876.133,- per
ha. Efisiensi R/C rata-rata adalah sebesar 4.Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kelapa sawit
diteruskan/menguntungkan.
Berdasarkan hasil penelitian oleh Irpan Romadhon (2018) dengan judul Analisis
hasil penelitian menunjukan rata-rata pendapatan usahatani dari Januari sampai dengan
Desember pada tahun 2017 sebesar Rp. 3.413.560, rata-rata pendapatan diluar usaha tani dari
Januari sampai dengan Desember pada tahun 2017 sebesar Rp. 4.906.115, dan rata-rata
kontribusi pendapatan dari Januari sampai dengan Desember pada tahun 2017 sebesar 69,7%,
maka dapat disimpulkan bahwa kontribusi pendapatan pada tahun 2017 cukup besar. Sehingga
dari hasil penelitian ini dapat dipastikan bahwa usaha tani di Kecamatan Sinunukan Kabupaten
Mandailing Natal memberikan kontribusi yang cukup besar bagi masyarakat yang menjalankan
usahatani.
Larasati (2011), yang berjudul Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani dan Tingkat
Kesejahteraan Petani Pasca Reforma Agraria di Desa Sidorejo Kecamatan Bangun Rejo
Kabupaten Lampung Tengah dengan metode Kuantitatif dan Kualitatif, menyatakan pendapatan
rumah tangga peserta Reforma Agraria di Desa Sidoharjo adalah Rp 17,978.225,91 per musim
tanam. Pendapatan rumah tangga sebagaian besar diperoleh dari hasil usahatani disektor
pertanian seperti sawah, tegalan, kebun, dan peternakan yaitu rata-rata pendapatan sebesar Rp
13.851.008,74. Hasil analisis tingkat kesejahteraan rumah tangga berdasarkan indikator Badan
Pusat Statistik menunjukkan, bahwa rumah tangga petani peserta Reforma Agraria di Desa
Sidorejo dikategorikan dalam rumah tangga sejahtera dengan range skor antara 99-147.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Torgamba, Desa Aek Batu dan Desa Pangarungan, dengan pertimbangan bahwa di Desa
Pangarungan mempunyai produksi lebih tinggi dan di Desa Aek Batu pada umumnya masyarakat
bermata pencaharian utamanya sebagai petani kelapa sawit dan sangat perlu untuk di
kembangkan.
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang berprofesi sebagai petani kelapa
Tabel 3.1 Jumlah Populasi Petani Kelapa Sawit di Desa Aek Batu Dan Desa Pangarungan
di Kecamatan Torgamba
No Jumlah KK Petani Kelapa Sawit Populasi
1. Aek Batu 2.261
2. Pangarungan 1.594
Jumlah 3.855
Sumber : Kantor Camat Torgamba 2020
3.2.2 Sampel
Metode penentuan jumlah sampel/responden yang menjadi sumber data dilakukan secara
sengaja (Purposive sampling) sebanyak 30 responden yang berada di Kecamatan Torgamba.
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Petani Kelapa Sawit di Desa Aek Batu dan Pangarungan
No. Desa Jumlah Sampel
1. Aek Batu 15
2. Pangarungan 15
Jumlah 30
Sumber: Kantor Camat Torgamba 2020
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.Data
primer diperoleh dengan cara pengamatan dan wawancara langsung kepada petani responden
berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari
berbagai instansi terkait, kantor camat, kantor lurah/desa, statistik Kecamatan Torgamba dan
π = TR-TC
TR = Y.PY
TC=TFC + TVC
Keterangan :
= (Rp)
PY = Harga Y (Rp/kg)
kontribusi usahatani kelapa sawit terhadap total pendapatan keluarga yang secara
pengeluaran per kapita per tahun pada rumah tangga petani dan tingkat pengeluran per
/ ( )
Pengeluaran Per Kapita/Tahun (Rp) =
" # &
/ / ( )
Pengeluaran Per Kapita/Tahun setara beras (Kg)=
$ % ( / )
1) Paling Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180 kg setara
beras/tahun.
2) Miskin Sekali : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 180-240 kg setara
beras/tahun.
beras/tahun.
4) Nyaris Miskin : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah 320-480 kg setara
beras/tahun.
beras/tahun.
6) Hidup layak : jika pengeluaran per anggota keluarga adalah > 980 kg setara
beras/tahun.
3.5.1 Definisi
1. Modal kerja merupakan kemampuan ekonomis dari suatu masyarakat atau suatu kegiatan
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan menutupi biaya-biaya yang terjadi selama
proses produksi.
3. Sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai kualitas yang dapat mewakili
keseluruhan populasi.
4. Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual suatu
5. Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman
3. Penelitian yang dilakukan adalah “analisis pendapatan usahatani kelapa sawit rakyat dan