Anda di halaman 1dari 23

ANALISIS PENDAPATAN PETANI KELAPA SAWIT PADA BERBAGAI

LUAS LAHAN STUDI KASUS DI DESA MARBAU SELATAN,


KECAMATAN MARBAU, KABUPATEN LABUHANBATU UTARA,
SUMATERA UTARA.

PROPOSAL

Disusun Oleh :

AGUS SYAHPUTRA

17 / 19185 / EP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN STIPER

YOGYAKARTA

2020

1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan


perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang
mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan
devisa negara. Indonesia merupakan salah satu perodusen utama minyak sawit.
Indonesia adalah negara dengan luas areal kelapa sawit terbesar di dunia yaitu
sebesar 34,18 % dari luas areal kelapa sawit di dunia. (Fauzi, Widyastuti,
Satyawibawa Dan Paeru, 2012).

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan di


Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Komoditas kelapa sawit,
baik yang berupa bahan mentah maupun produk olahan, mampu menduduki
peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas setelah karet dan kopi. Saat ini
Indonesia menjadi negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia.

Prospek ke depan kelapa sawit di kancah pedagangan dunia cukup


menjanjikan. Kebutuhan dunia akan minyak sawit terus meningkat. Hampir
sebagian besar negara di dunia mengkonsumsi kelapa sawit. Negara-negara
pengimpor kelapa sawit antara lain China, Uni Eropa, Pakistan, India, Mesir
dan Myanmar. Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa
sawit berupa minyak sawit mentah (CPO atau crude palm oil) yang berwarna
kuning dan minyak inti sawit (PKO atau palm kernel oil) yang tidak berwarna.
Saat ini minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit sering digunakan
sebagai bahan industri, baik pangan maupun non pangan. Selain berupa minyak
nabati, tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan beberapa produk sampingan,
seperti bungkil kelapa sawit (palm kernel chips), pelet ampas inti kelapa sawit
(palm kernel pellets), arang tempurung (charcoal), dan pupuk abu (ash).
Sementara itu, tandan buah kelapa sawit kosong (janjang kosong) dapat
digunakan sebagai pupuk organic yang langsung dikembalikan ke lapangan
(kebun). Manfaat itulah yang menjadikan prospek tanaman kelapa sawit cukup

2
menjanjikan, baik didalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu, sebagai
negara tropika yang memiliki lahan luas, Indonesia berpeluang untuk
mengembangkan perkebunan kelapa sawit (Raharja, 2016).

Tabel 1.1 Luas areal tanaman kelapa sawit PR, PBN, dan PBS pada tahun
2014-2018.
Luas Areal Kelapa Sawit
No Tahun (ha)
PR PBN PBS
1 2014 4.422.365 729.022 5.603.414
2 2015 4.535.400 743.894 5.980.982
3 2016 4.656.648 747.948 6.509.903
4 2017 4.756.272 752.585 6.798.820
5 2018 5.818.888 614.756 7.892.706
Total 24.189.573 3.588.205 32.785.825
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019.

Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa Luas areal perkebunan kelapa
sawit pada tahun 2018 tercatat mencapai 14.326.350 ha. Dari luasan tersebut,
sebagian besar diusahakan oleh perusahaan besar swasta (PBS) yaitu sebesar
55,09 % atau seluas 7.892.706 ha. Perkebunan Rakyat (PR) menempati posisi
kedua dalam kontribusinya terhadap total luas areal perkebunan kelapa sawit
Indonesia yaitu seluas 5.818.888 ha atau 40,62 % sedangkan sebagian kecil
diusahakan oleh perkebunan besar negara (PBN) yaitu 614.756 ha atau 4,29 %.
Dari tabel diatas dapat diketahui juga bahwa selama kurun waktu 5 tahun dari
Tahun 2014 hingga Tahun 2018 perkembangan luas areal perkebunan rakyat
(PR) dan perkebunan besar swasta (PBS) cenderung meningkat dengan laju
pertumbuhan rata-rata masing-masing sebesar 7,35% dan 9,83%. Luas areal
PBS meningkat dari 5.603.414 hektar pada Tahun 2014 menjadi 7.892.706
hektar pada Tahun 2018, sementara luas aeal PR meningkat sebesar 4.422.365
hektar dari Tahun 2014 menjadi 5.818.888 hektar pada Tahun 2018.
Sedangkan perkembangan luas areal perkebunan besar negara (PBN) kurang
mengalami perkembangan yang berarti dalam 5 tahun terakhir. Hal ini
disebabkan karena PBN yang pada umumnya didominasi oleh PT. Perkebunan
Nusantara mempunyai kendala dalam pembiayaan untuk melakukan ekspansi

3
disamping kendala administrasi seperti dalam menentukan harga pembelian
lahan perkebunan yang sudah ada. Dengan kata lain, pengembangan PR dan
PBS sangat berpengaruh terhadap pengembangan total perkebunan kelapa
sawit di Indonesia.

Tabel 1.2 Laju pertumbuhan produktivitas kelapa sawit PR, PBN, dan PBS
pada tahun 2014-2018.
Produktivitas Kelapa Sawit
No Tahun (kg/ha)
PR PBN PBS
1 2014 3.145 3.897 3.906
2 2015 3.147 3.802 3.948
3 2016 3.231 3.070 3.931
4 2017 3.165 3.349 4.003
5 2018 3.369 4.024 3.840
Total 16.057 18.142 19.628
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019.

Kelapa Sawit Indonesia jika dilihat dari segi produktivitas cenderung


fluktuatif dari tahun ke tahun. Pertumbuhan produktivitas kelapa sawit nasional
berdasarkan status pengusahaan dapat dilihat pada tabel 1.2 dimana terlihat
bahwa perkebunan besar baik swasta maupun negara memberikan kontribusi
terbesar terhadap peningkatan produktivitas kelapa sawit di Indonesia.
Perkebunan rakyat memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan perkebunan besar sehingga terdapat ketimpangan produktivitas kelapa
sawit antara perkebunan rakyat dengan perkebunan besar.

Faktor penting yang berpengaruh pada jumlah produksi petani kelapa


sawit adalah luas lahan. Luas lahan perkebunan kelapa sawit rakyat yang
terdapat di Kecamatan Marbau menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten
Labuhanbatu Utara yaitu 27.002,5 hektar dengan hasil produksi sebesar
460.770 ton, sehingga produkstivitas yang dicapai 17,06 ton/ha. Terdapat 18
desa yang ada di Kecamatan Marbau, salah satu diantaranya yaitu Desa
Marbau Selatan. Desa Marbau Selatan memiliki luas wilayah 10,36 km2 atau
1.036 hektar dimana 86% dari luas wilayah tersebut merupakan lahan

4
perkebunan kelapa sawit yaitu seluas 899 hektar. .Perkebunan kelapa sawit
telah menyediakan lapangan pekerjaan dan juga sebagai sumber pendapatan
bagi sebagian besar penduduk yang ada di Desa Marbau Selatan. Komoditi
perkebunan kelapa sawit sangat diminati oleh sebagian masyarakat di desa
Marbau Selatan dikarenakan telah memberikan tingkat pendapatan yang lebih
baik dibandingkan dengan usaha tani lainnya. Hal tersebut terbukti dengan
banyaknya tanaman kelapa sawit yang budidayakan di Desa Marbau Selatan.

Meskipun terdapat banyak lahan perkebunan kelapa sawit rakyat di


Desa Marbau Selatan, tetapi dalam segi kepemilikan luas lahan antar petani
berbeda-beda, bahkan banyak petani kelapa sawit yang memliki luas lahan
relatif kecil yaitu dibawah 1 ha. Luas lahan tersebut menjadi salah satu faktor
penentu jumlah pendapatan yang diperoleh petani. Menurut Djojosumarto
(2008), menyatakan bahwa dalam usaha pertanian ataupun proses produksi,
luas penguasaan lahan pertanian merupakan suatu yang sangat penting.
Kepemilikan dan penguasaan lahan sempit dalam usahatani sudah kurang
efisien dibandingkan lahan yang lebih luas. Semakin sempit luas lahan usaha,
maka semakin tidak efisien usahatani yang dilakukan. Kecuali bila suatu
usahatani dijalankan dengan tertib dengan manajemen yang baik serta
teknologi yang tepat.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian


yang bertujuan untuk mengetahui tentang penggunaan sarana produksi dan
tenaga kerja pada luas lahan yang berbeda-beda serta untuk mengetahui juga
pendapatan petani pada berbagai luas lahan (Studi Kasus di Desa Marbau
Selatan), Kecamatan Marbau, Kabupaten Lebuhanbatu Utara, Sumatera Utara.

5
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dikaji oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja yang ada pada
usaha tani kelapa sawit per usaha tani dan per hektar pada berbagai luas
lahan di Desa Marbau Selatan ?
2. Berapakah pendapatan yang diperoleh petani kelapa sawit per usaha tani dan
per hektar pada berbagai luas lahan di Desa Marbau
Selatan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja yang ada
pada usaha tani kelapa sawit per usaha tani dan per hektar pada berbagai
luas lahan di Desa Marbau Selatan.
2. Untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh petani kelapa sawit per usaha
tani dan per hektar pada berbagai luas lahan di Desa Marbau
Selatan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, sebagai syarat lulus sarjana di Institut Pertanian STIPER
Yogyakarta sekaligus sebagai sarana bagi peneliti untuk melatih
kemampuan yagn diperoleh selama masa kuliah.
2. Bagi petani, dapat memberikan informasi mengenai perbedaan pendapatan
dan hasil produksi berdasarkan luas lahan serta mengatasi kendala yang
dihadapi dalam kegiatan budidaya kelapa sawitnya.
3. Bagi pembaca penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah
referensi sebagai bahan penelitian lanjutan yang lebih mendalam pada masa
yang akan datang.

6
II. TINJAUAN PUSTAKAN DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Perkebunan Rakyat
Perkebunan merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh
masyarakat Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perkebunan
rakyat merupakan usaha budidaya tanaman perkebunan yang diusahakan
tidak di atas lahan HGU. Perkebunan rakyat diusahakan oleh petani kecil
atau masyarakat biasa sebagai mata pencahariannya.
Menurut Novita dalam Junaidi (2016), Dinas Pertanian Indonesia
menyatakan perkebunan rakyat merupakan usaha tanaman perkebunan
yang dimiki dan/atau diselenggarakan atau dikelola oleh perorangan atau
tidak berbadan hukum. Luasan maksimal adalah 25 hektar, atau pengelola
tanaman perkebunan yang memiliki jumlah pohon yang dipelihara lebih
dari batas minimum usaha (BMU). Berdasarkan besar kecilnya, uasaha
perkebunan rakyat dibedakan menjadi dua kelomppok yaitu pengelolaan
tanaman perkebunan dan pemeliharaan tanaman perkebunan. Pengeloa
tanaman perkebuna adalah perkebunan rakyat yang diselenggarakan secara
komersial dan memiliki jumlah pohon yang dipelihara lebih besar dari
BMU. Sedangkan, pemelihara tanaman perkebunan adalah perkebunan
rakyat yang diselenggarakan atas dasar hobi atau belum diusahakan secara
komersial dan mempunyai jumlah pohon lebih kecil dari BMU.
Syarfi (2004) menyatakan bahwa petani kecil (rakyat) sering
dianggap sebagai suatu suatu titik kelemahan dalam pengembangan hasil
produksi tanaman pekebunan. Kualitas dan hasil produksinya dianggap
rendah menurut standar pasar dunia, kontunuitas produksinya pun tidak
teratur, akhirnya peningkatan kesejahteraan petani perkebunan sulit
tercapai. Namun demikian perkebunan rakyat memiliki peran penting, bila
dilihat dari; 1) Secara keseluruhan kontribusinya terhadap penerimaan
devisa subsector perkebunan masih dominan. 2) Produk Domestik Bruto
(PDB) dari perkebunan rakyat lebih tinggi dari perkebunan besar, dan 3)

7
perkebunan rakyat jauh lebih luas dari perkebunan besar kecuali untuk
komoditi kelapa sawit.
Dilaporkan oleh Fauzi (2012) bahwa dilihat dari pengusahaannya,
perkebunan kelapa sawit Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu perkebunan
rakyat, perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Perkebunan
rakyat adalah perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat memiliki
luas lahan yang terbatas, yaitu 1-10 hektar. Dengan luas lahan tersebut,
tentunya menghasilkan produksi TBS yang terbatas pula sehingga
penjualannya sulit dilakukan apabila ingin menjualnya langsung ke
prosesor/industri pengolah.
Aleksander dalam Junaidi (2016) menyatakan bahwa petani
swadaya merupakan petani yang mengusahakan kebun yang dimilikinya di
bangun di atas tanah milik sendiri atau milik komunitas/ulayat. Dalam hal
penentuan luas, didasarkan pada kebutuhan ekonomi rumah tangga dan
sistem pembangunan dilakukan secara individu.
2. Budidaya Tanamana Kelapa Sawit
Teknik budidaya diperlukan untuk menghasilkan buah kelapa sawit
dengan jumlah dan mutu yang baik. Menurut Iyung Pahan (2013), dalam
kegiatan usaha tani kelapa sawit terdapat beberapa hal penting yang harus
diperhatikan diantaranya sebagai berikut.
a) Pembibitan
secara visual kecambah yang unggul tidak menunjukkan tanda-
tanda yang khusus. Kecambah yang unggul secara genetik hanya
dapat dijamin kualitasnya dengan sertifikat dari produsen benih
tersebut. Kualitas bibit merupakan faktor utama yang paling
menentukan tingkat produksi. Rehabilitasi faktor jenis dan kualitas
tanaman setelah beberapa tahun tumbuh di lapangan tidak dapat
dilakukan.
1) Pemilihan jenis kecambah
 Tujuannya untuk mendapatkan kecambah unggul sehingga
setelah ditanam memberikan hasil/produksi yang tinggi.

8
 Secara visual kecambah yang unggul tidak menunjukkan
tanda-tanda abnormal dan secara genetik kecambah unggul
kualitasnya terjamin dengan adanya sertifikat.
 Memilih kecambah unggul dapat dilakukan dengan cara
mendatangkan kecambah berlegitimasi dari produsen benih
yang bersertifikat, yaitu Pusat Penelitian kelapa sawit
medan; PT Socfindo Medan; PT MP London Sumatra
Indonesia Tbk. Medan; PT Bina Sawit Makmur Palembang;
PT Tunggal Yunus Estate Pekanbaru; dan PT Tania Selatan
Palembang.
2) Seleksi
Seleksi pertama kali dilakukan pada saat kecambah
diterima di kebun. Kecambah abnormal, patah atau busuk
harus dibuang. Di pre-nursery (PN) dilakukan dua kali
seleksi pada saat bibit umur 4-6 minggu dan sebelum
transplanting ke main nursery (MN). Semai yang normal
berbentuk daun “lanceolate”, setiap daun yang keluar pada
akhir pertumbuhannya akan lebih besar dari daun yang
terdahulu. Di main nursery dilakuakan empat kali seleksi
dengan membuang bibit abnormal. Bibit abnormal
memiliki cirri kelainan pada habitus tanaman, kelainan
pada bentuk daun dan kelainan daya tumbuh,
 Tahap I :umur bibit 4 bulan
 Tahap II :umur bibit 6 bulan
 Tahap III :umur bibit 8 bulan
 Tahap IV :sebelum bibit ditanam kelapangan
b) Pemeliharaan tanaman.
Kelapa sawit memerlukan kondisi yang optimum untuk
dapat tumbuh dan berproduksi tinggi yang berkelanjutan, sesuai
dengan yang diharapkan. Kondisi yang diharapkan tersebut seperti
tidak adanya persaingan dalam pengambilan unsur hara, suhu dan

9
kelembaban yang optimum, penyinaran yang optimum serta tekstur
tanah yang baik.
1) Pengendalian gulma
 Kondisi kebun yang hanya ditumbuhi sedikit sekali ilalang
dapat dikendalikan dengan wiping lalang yaitu dengan
mengusap permukaan daun lalang dengan kain yang telah
dibasahi larutan herbisida (glyphosate) seperti
amyphosate 480 AS (kosentrasi 1,0-1,3 %) + surfacton
(kosentrasi 0,5%).
 Membersihkan (digaruk) piringan dengan standar jari-jari
piringan 1 m (umur 1-2 tahun), 1.5 m (umur 2-3 tahun)
dan 2 m (umur 3-4 tahun).
 Menyemprot piringan (jari-jari 2 m), pasar pikul (lebar 1,2
m) dan TPH (luas 3x4 m) setelah tanaman berumur 1,5
tahun dengan menggunakan campuran herbisida
amyphosate dosis 250-375 cc/ha (konsentrasi 1-1,5%) dan
amiron 12,5 cc/hc (konsentrasi 0,05%). Rotasi
penyemprotan 3-4 kali setahun.
2) Pemupukan
 Nitrogen (N)
Kekurangan unsur hara N dapat mengakibatkan daun
menjadi kuning pucat dimulai dari daun termuda serta
daun menjadi pendek dank keras.
Dosis Urea:
 TBM 1: 0,5-0,7 kg/pokok (2x rotasi)
 TBM 2: 0,7-0,85 kg/pokok (2x rotasi)
 TBM 3: 0,9-1,25 kg/pokok (2x rotasi)
 TM muda (umur 3-5 tahun): 0,9-1,75 kg/pokok (2x
rotasi)

10
 TM remaja (umur 6-15 tahun): 1-3 kg/pokok (2x
rotasi)
 TM tua (umur <15 tahun): 1,5-2,5 kg/pokok (2x
rotasi)
 Fosfor (P)
Kekurangan unsur hara P mengakibatkan daun memendek
dan keungu-unguan, daun rumputan disekitar tanaman
berwarna ungu memangjang serta batang dan tandan
mengecil.
Dosis Rock Phospate:
 Lubang tanam: 0,25-0,50 kg/pokok (1xrotasi)
 TBM 1: 0,75-1,25 kg/pokok (2x rotasi)
 TBM 2: 0,5-1 kg/pokok (2x rotasi)
 TBM 3: 0,75-1 kg/pokok (1x rotasi)
 TM muda (umur 3-5 tahun): 0,75-1,5 kg/pokok (1x
rotasi)
 TM remaja (umur 6-15 tahun): 1,25-3,5 kg/pokok (1x
rotasi)
 TM tua (umur <15 tahun): 1,5-3 kg/pokok (2x rotasi)
 Kalium (K)
Kekurangan unsur hara K mengakibatkan pada daun
terdapat bercak berwarna kuning (tembus cahaya).
Dosis MOP:
 TBM 1: 0,75-1,25kg/pokok (2x rotasi)
 TBM 2: 1-1,75 kg/pokok (2x rotasi)
 TBM 3: 1,20-2,25 kg/pokok (2x rotasi)
 TM muda (umur 3-5 tahun): 1,20-2,50 kg/pokok (2x
rotasi)
 TM remaja (umur 6-15 tahun): 1,5-3,5 kg/pokok (1-
2x rotasi)

11
 TM tua (umur <15 tahun): 1,5-2,25 kg/pokok (1x
rotasi)
 Magnesium (Mg)
Kekurangan unsur hara Mg mengakibatkan daun
menguning merata pada daun tua, jaringan yang mati
ditemui dari pinggir daun sampai ke anak daun (gejala
tersebut hanya ditemukan pada daun yang terkena cahaya
matahari.
Dosis Kiserite:
 TBM 1: 0,5-0,6 kg/pokok (2x rotasi)
 TBM 2: 0,7-1 kg/pokok (2x rotasi)
 TBM 3: 0,9-1,25 kg/pokok (2x rotasi)
 TM muda (umur 3-5 tahun): 0,9-1 kg/pokok (1x
rotasi)
 TM remaja (umur 6-15 tahun): 1-2 kg/pokok (1x
rotasi)
 TM tua (umur <15 tahun): 0,5-3 kg/pokok (1x rotasi)
 Boron (B)
Kekurangan unsur hara B mengakibatkan ujung anak daun
bebentuk pancing, daun mongering serta bagian ujung
daun memendek.
Dosis (HGFB) diberikan tergantung pada konsisi
lapangan:
 TBM 1: 20-30 g/pokok (1x rotasi, jika ada gejala
defisiensi)
 TBM 2: 30 g/pokok (1x rotasi)
 TBM 3: 50 g/pokok (1x rotasi)
 TM muda (umur 3-5 tahun): 50-100 g/pokok (1x
rotasi)

12
3. Penelitian Terdahulu

Hastutik, Dance, Sulaeman (2019) dengan penelitian yang


bertujuan untuk mengetahui pendapatan usahatani kelapa sawit di Desa
Lariang Kecamatan Tikke Raya Kabupaten Mamuju Utara dengan masa
panen 24 kali per tahun dimulai dari bulan juli tahun 2016 sampai dengan
bulan juni tahun 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode random sampling. Alat analisis yang digunakan adalah analisis
pendapatan. Hasil analisa menunjukkan bahwa, rata-rata pendapatan yang
diterima oleh petani dalam kurun waktu satu tahun adalah
Rp.30.294.165,9/ha, rata-rata luas lahan yang dimiliki responden adalah
seluas 2,17 ha. Pendapatan tersebut diperoleh dari rata-rata penerimaan
Rp.44.274.193,5/ha dikurangi dengan rata-rata total biaya sebesar
Rp.13.980.027,6/ha.

Isnaidi, Arifuddinlamusa, Sulaeman (2020) dalam penelitannya


Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Di Desa Bulumario
Kecamatan Sarudu Kabupaten Mamuju Utara yang bertujuan untuk
menghitung pendapatan yang diterima oleh petani kelapa sawit di desa
Bukumario, Kecamatan Sarudu, Kabupaten Mamuju Utara. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa jumlah produksi 40.807,74/2 ha/tahun
atau 20.403,87 kg/ha/tahun dengan harga jual tandan buah segar
Rp.1.379/kg. Total biaya sebesar Rp.11.578.057,67/2 ha/tahun atau
sejumlah Rp. 5.789.029,83/ha/tahun dan penerimaan sebesar
Rp.56.273.876,12/2 ha/tahun atau sebesar Rp.28.136.938,06/ha/tahun,
sehingga pendapatan petani sebesar Rp.44.695.816,45/ 2 ha/tahun atau
sebesar Rp.22.347.908,22/ha/tahun.
Mega Oktovianti, Yusmini, Didi Muwardi (2015) dalam
penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis tingkat
pendapatan bersih dari petani kelapa sawit di Kecamatan Sungai Apit

13
Kabupaten Siak, mengetahui dan menganalisis perbandingan tingkat
efisiensi terhadap petani kecil kelapa sawit di kategori I dan kategori II di
Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak, dan mengetahui permasalahan
yang dihadapi oleh pekebun swadaya. Metode pengambilan sampel yang
digunakan yaitu purposive sampling, dimana 15 responden diambil
sebagai sampel dari kategori I dan 15 responden lainnya diambil dari
kategori II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha tani kelapa sawit
yang dijalankan oleh kedua kategori tersebut menguntungkan, dengan rata-
rata pendapatan petani kategori lahan I sebesar Rp.15.611.225,23/ha/tahun
dan rata-rata pendapatan petani kategori II Rp.22.340.469,82/ha/tahun.
Skor rata-rata RCR untuk petani kecil di kategori I Rp.2,42 sedangkan
petani kategori II sebesar Rp.2,49. Dari uji t diperoleh bahwa nilai t lebih
kecil dari pada tabel, itu berarti bahwa pendapatan bersih yang diperoleh
petani kategori I tidak berbeda secara signifikan dari pendapatan bersih
petani kecil di ktaegori II. Permasalahan yang dihadapi oleh pekebun kecil
kecil kelapa sawit adalah kurangnya pembinaan, sarana produksi dan
hama.
Muhammad rifkisyahputra, Nila Ratna Juita A, Istiti Purwandari
(2018) dengan tujuan penelitian untuk mengetahui berapa besar
pendapatan yang diterima oleh petani kopi arabika dan bagaimana
kelayakan usaha tani kopi arabika di Desa Tanjung Beringin. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kemudian dianalisa secara tabel.
Pengambilan sampel penelitian ini berjumlah 30 orang petani kopi.
Pengambilan sampel petani dilakukan dengan mtode snowball sampling
yaitu pengumpulan sampel dilakukan secara berantai dengan meminta
informasi pada orang yang telah diwawancarai sebelumnya untuk menuju
ke sampel berikutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis
menunjukan bahwa nilai R / C untuk usahatani kopi adalah lebih dari 1.
Hal ini menunjukan usahatani kopi arabika yang ada di Desa Tanjung
Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi mengalami keuntungan dan
layak diusahakan.

14
Rahmat Kurniawan, Angga Widiyo Pangestu (2018) dalam
penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui Besarnya Pendapatan yang
diperoleh Petani Kelapa di Desa Teluk Payo Kecamatan Banyuasin II
Kabupaten Banyuasin. Penelitian ini dilaksakan di Desa Teluk Payo
Kecamatan Banyuasin II Kabupaten Banyuasin. Pada bulan Juli sampai
Agustus 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Survei,
untuk metode penarikan contoh yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode Simple Random Sampling, dimana dalam penelitian ini
terdapat 20 sampel petani kelapa. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi langsung dan
wawancara. Metode pengolahan data yang dilakukan secara tabulasi lalu
dianalisa secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menjawab
berapa besar kontribusi petani kelapa terhadap pendapatan keluarga. Hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa Besarnya pendapatan yang diperoleh
petani kelapa di Desa Teluk Payo Kecamatan Banyuasin II Kabupaten
Banyuasin yaitu sebesar Rp. 65.217.450,15/ha/th atau dengan persentase
sebesar 75,09%. Pendapatan tersebut diperoleh dari pendapatan usahatani
pokok yaitu kelapa.

Ririn Anggreni Pulungan, Mitra Musika Lubis, Gustami Harahap


(2020). Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui berapa pendapatan
petani kelapa sawit, untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi produksi kelapa sawit, untuk mengetahui berapa
pengeluaran konsumsi petani kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan di
Desa Lubuk Bunut Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Padang Lawas.
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
probability sampling dengan menggunakan proportionate stratified
sampling. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan sekunder. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
deskriptif dengan metode kuantitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa pendapatan bersih rata-rata yang di peroleh oleh petani kelapa sawit

15
di Desa Lubuk Bunut pada bulan Juni tahun 2019 adalah Rp. 6.079.229,00.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kelapa sawit secara parsial
adalah pupuk NPK dan luas lahan sedangkan yang tidak berpengaruh
adalah tenaga kerja dan harga TBS. Pengeluaran konsumsi petani kelapa
sawit di Desa Lubuk Bunut pada bulan Juni tahun 2019 yaitu rata-rata
sebesar Rp. 3.068.734,00.

B. Landasan Teori
1. Teori Biaya
Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh
suatu perusahaan untuk memperoleh faktor produksi (input-input) yang
akan digunakan untuk menghasilkan sesuatu produk (output). Biaya
produksi merupakan hasil kali antara input yang dipakai dengan harga dari
masing-masing input yang digunakan.
Biaya produksi ada yang berbentuk eksplisit dan ada yang
berbentuk implisit.
 Biaya eksplisit merupakan biaya produksi yang harus dikeluarkan
untuk faktor-faktor produksi yang harus dibeli dari pihak luar.
 Biaya implisit merupakan biaya produksi yang tidak dikeluarkan tapi
tetap dihitung dengan cara taksiran, karena biaya-biaya ini berasal dari
penggunaan faktor produksi yang dimilki sendiri oleh pengusaha
(Amaliawiati dan Murni, 2014).
Konsep biaya erat hubungannya dengan jumlah produk yang
dihasilkan, sehingga dikenal ada biaya total, biaya tetap dan biaya
variabel.
a) Total Fixed Cost (TFC).
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan produsen untuk
menghasilkan barang maupun jasa yang nilainya tidak berubah (tetap)
artinya besarnya biaya tidak dipengaruhi besar kecilnya output yang
dihasilkan walaupun tidak menghasilkan output (output = 0), sebagai
contoh: biaya sewa, biaya pemeliharaan gedung, gaji karyawan tetap,

16
bayar bunga modal yang dipinjam, bayar pajak bumi dan bangunan,
bayar bunga deviden, dsb.
b) Total Variable Cost.
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan produsen untuk
menghasilkan barang maupun jasa yang digunakan untuk membeli
input nilainya dapat berubah dengan mudah dalam waktu yang
singkat atau dengan kata lain adalah besarnya
biaya yang dipengaruhi oleh besar kecilnya output yaang dihasilkan,
sebagai contoh: biaya bahan baku, upah buruh borongan, bahan
bakar,biaya penyusutan yang diakitkan dengan penggunaan pabrik,
penggunaan peralaatan, dsb.
c) Total Cost
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan produsen untuk
menghasilkan barng dan jasa, baik yang bersifat tetap (tidak
dipengaruhi perubahan output) maupun biaya yang sifatnya dapat
berubah (dipengaruhi perubahan output).
TC merupakan penjumlahan dari TFC dan TVC.
TC = TFC + TVC (Amaliawiati dan Murni, 2014).
TC
Cost
VC

FC

Output
0
Gambar 2.1 Kurva Biaya Tetap (FC), Biaya Variabel (VC) dan
Biaya Total (TC).
2. Teori Penerimaan dan Pendapatan
Menurut Suratiyah dalam Pulungan (2019) ada beberapa macam
pendapatan yaitu Pendapatan kotor (Gross income) adalah pendapatan

17
usahatani yang belum dikurangi biaya-biaya dan pendapatan bersih (net
income) adalah pendapatan setelah dikurangi biaya.
Pendapatan usahatani adalah besarnya manfaat atau hasil yang
diterima oleh petani yang dihitung berdasarkan dari nilai produksi
dikurangi semua jenis pengeluaran yang digunakan untuk produksi. Untuk
itu pendapatan usahatani sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya sarana
produksi, biaya pemeliharaan, biaya pasca panen, pengolahan dan
distribusi serta nilai produksi (Pahan dalam Pulungan 2019).
Revenue adalah pendapatan/penerimaan produsen dari hasil usaha
penjualan barang atau jasa (output) yang diproduksi.
 Total Revenue (TR), yaitu penerimaan total produsen dari hasil
penjualan outputnya
TR= PQ
Keterangan: P = Price (harga)
Q = Quantity (jumlah)

Apabila konsep Revenue tersebut dihubungkan dengan konsep


biaya, maka kita akan dapat menentukan Income (laba) atau rugi, dan
break event point. Dalam menentukan besarnya laba dan rugi ada beberapa
cara, yaitu :
 Dengan cara mengurangi Total revenue (TR) dikurangi total cost (TC)
 = TR – TC
Keterangan :  = Income
TR = Total Revenue (Penerimaan total) (PQ)
TC = Total Cost, semua biaya yang dikeluarkan
 Jika hasilnya positif, berarti perusahaan mendapat keuntungan
(laba)
 Jika hasilnya negative, berarti perusahaan mengalami rugi
 Jika hasilnya 0 (nol), berarti perusahaan mencapai titik Break
Event Point (BEP) kembali pokok.

18
C. Kerangka Berfikir

Petani Kelapa Sawit

Lahan Lahan Lahan


Luas Sedang Sempit

Sarana Sarana Sarana


Produksi dan Produksi dan Produksi dan
Tenaga Kerja Tenaga Kerja Tenaga Kerja
yang yang yang
digunakan digunakan digunakan

Biaya Penerimaan Biaya Penerimaan Biaya Penerimaan

Pendapatan Pendapatan Pendapatan

19
III.METODELOGI PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian.
Metode atau pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
salah satu jenis pendekatan deskriptif berupa studi kasus. Menurut
Wahyuningsih (2013) menyatakan bahwa metode studi kasus adalah
penelitian yang menggali suatu fenomena tertentu dalam suatu waktu dan
kegiatan serta mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan
menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu.
B. Metode Penentuan Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Marbau Selatan, Kecamatan
Marbau, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Penentuan
lokasi dalam penelitian dilakukan dengan metode sampling Purposive, yaitu
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013).
Desa Marbau Selatan dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan
adanya kemudahan dalam mengakses data-data yang dibutuhkan, maka
dengan menggunakan metode purposive dapat menentukan penelitian dengan
sengaja. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2020.
C. Metode Penentuan Sampel.
Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
Nonprobability sampling dengan menggunakan simple random sampling.
probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberi
peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel. Sedangkan simple random sampling adalah teknik
pengambilan anggota sampel dari populasi dengan dilakukan secara acak
tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2013).
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data
dari petani kelapa sawit yang berada di Desa Marbau Selatan secara random
untuk berbagai luas lahan dengan jumlah sebanyak 30 responden.

20
D. Metode Pengambilan dan Pengumpulan Data.
Metode yang digunakan dalam pengambilan dan pengumpulan data
pada penelitian ini yaitu :
1. Wawancara, digunakan apabila ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila ingin
mengetahui hal-hal mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
2. Obeservasi, digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak
terlalu besar.
E. Konseptualisasi dan Pengukuran Variabel.
Untuk memudahkan dalam pengumpulan data maka perlu adanya
pengukuran variabel yang digunalkan pada penelitian ini yaitu :
1. Luas Lahan adalah areal/tempat yang digunakan oleh petani kelapa sawit
untuk melakukan kegiatan usaha taninya diatas sebidang tanah, yang
diukur dalam satuan hektar (ha).
2. Biaya produksi adalah segala pengeluaran biaya yang digunakan untuk
mengelola usaha tani kelapa sawit dalam satu bulan (Rp/bulan).
3. Penerimaan adalah sumber penghasilan yang diperoleh petani dari hasil
penjualan produksi kelapa sawitnya (Rp/bulan).
4. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan yang diperoleh petani
dengan biaya produksi yang dikeluarkannya (Rp/bulan).
5. Tenaga kerja adalah individu/orang yang jasanya digunakan dalam usaha
tani kelapa sawit selama satu kali masa produksi.
6. Sarana produksi adalah bahan atau alat yang digunakan selama kegiatan
budidaya kelapa sawit.
7. kategori luas lahan adalah mengelompokkan lahan kelapa sawit kedalam
beberapa golongan atau jenis, diantaranya lahan sempit ( 0,1-2 ha), lahan
sedang (2,1-4 ha), dan lahan luas (4,1-10 ha).

21
F. Analisis Data dan Pembentukan Model.
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini berupa analisis
kuantitatif deskriptif. Analisis data ini bertujuan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Analisis
ini juga menyajikan data dengan menggunakan bentuk tabel (Sugiyono,
2013). Metode analisis kuantitatif deskriptif pada penelitian ini yaitu berupa
analisis pendapatan, dimana analisis pendapatan ini digunakan untuk
mengetahui jumlah pendapatan yang diperoleh oleh petani.
Untuk dapat mengetahui jumlah pendapatan petani kelapa sawit,
terlebih dahulu perlu dilakukan perhitungan mengenai penerimaan dan biaya-
biaya yang dikeluarkan, sehingga dapat diketahui pendapatan bersih yang
diperoleh petani, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Biaya Produksi.
Biaya produksi dikeluarkan untuk memenuhi segala kebutuhan didalam
kegiatan produksi usaha tani kelapa sawit.
Total biaya (total cost) merupakan biaya total yang dikeluarkan oleh
kontraktor selama truck beroperasi.
TC = TFC + TVC
Keterangan : TC = total biaya
TFC = biaya tetap
TVC = biaya variabel
2. Penerimaan dan Pendapatan
Total Revenue (TR), yaitu penerimaan total petani kealapa sawit dari
hasil penjualan TBS-nya.
TR= PQ
Keterangan: P = Price (harga)
Q = Quantity (jumlah)
Apabila konsep Revenue tersebut dihubungkan dengan konsep
biaya, maka akan dapat menentukan profit (laba) atau rugi, dan break

22
event point. Dengan cara mengurangi Total revenue (TR) dikurangi total
cost (TC).
 = TR – TC
Keterangan :  = Income
TR = Total Revenue (Penerimaan total) (PQ)
TC = Total Cost, semua biaya yang dikeluarkan

23

Anda mungkin juga menyukai