Anda di halaman 1dari 10

TATA KELOLA KELEMBAGAAN PADA IMPLEMENTASI

PEREMAJAAN KELAPA SAWIT (PSR) DI LAHAN GAMBUT

Mayarni Mayarni1, Meyzi Heriyanto2, Harapan Tua Ricky Freddy Simanjuntak3,


Hafzana Bedasari4, Resa Vio Vani5
1,3,4
Department of Public Administration, Universitas Riau. Pekanbaru City.
Indonesia
2,5
Departement of Business Administration, Universitas Riau. Pekanbaru City.
Indonesia

Correspondence: Mayarni@lecturer.unri.ac.id

Abstrak
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan dan
mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional. Kabupaten Indragiri Hilir
merupakan salah satu wilayah dengan pertumbuhan perkebunan kelapa sawit yang
cukup pesat di Provinsi Riau. Luas areal tanaman kelapa sawit milik Perkebunan
Rakyat (RA) di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2022 sebesar 308. 197 Ha
dengan total produksi 912. 875 Ton. Tujuan penelitian untuk mengetahui tata kelola
(governance) kelembagaan pada penerapan PSR di lahan gambut di kabupaten
Indragiri Hilir dan peran tata kelola (governance) dalam implementasinya. Penelitian
ini menggunan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan
yang relevan, menggunakan teknik analisis data yaitu analisis kepustakaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada prakteknya tata kelola program PSR di
kabupaten Indragiri Hilir belum maksimal, karena proses implementasi terhambat
pada status lahan yang menimbulkan beberapa tantangan oleh stakeholder. Persoalan
tata kelola sawit bukan hanya pada ketiadaan regulasi melainkan intervensi kebijakan
di lapangan. Penataan kelembagaan dan kebijakan yang relevan mengarah pada
keseimbangan dan keberhasilan implementasi program Peremajaan Sawit
Rakyat (PSR).

Kata Kunci: tata kelola, kelembagaan, PSR


PENDAHULUAN
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang mendapat perhatian besar di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis
sangat tinggi dengan banyaknya variasi produk turunan minyak kelapa sawit
menyebabkan tanaman ini memiliki arti penting bagi pembangunan
perkebunan nasional. Menurut data dari Food and Agriculture Organization
(FAO) sekitar 61% produksi buah kelapa sawit dunia berasal dari Indonesia.
Di Indonesia terdapat 10 provinsi yang menjadi sentra sebagai produsen
sawit diantaranya adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Kalimantar Barat, Kalimatan Tengah, Kalimantan Timur
dan Kalimantan Selatan. Berdasarkan data statistik unggulan Direktorat
Jendral Perkebunan tahun 2022 mencatat luas areal kelapa sawit di Indonesia
mencapai 15.380.981 ha dengan produksi sebesar 48.235.405 ton (Ditjenbun,
2022).
Di Indonesia banyak areal perkebunan kelapa sawit yang tersebar
pada lahan-lahan marginal maupun lahan-lahan produktif, baik pada lahan
tanah mineral maupun pada lahan gambut. Kondisi media tanam yang
berbeda tentunya akan memberikan gambaran yang berbeda pula pada saat
dilakukan kegiatan peremajaan tanaman (replanting) kelapa sawit.
Sebelumnya dalam upaya untuk menjaga peran kelapa sawit secara
berkesinambungan, pemerintah berusaha untuk mengembangkan
perkebunan kelapa sawit milik rakyat. Kabupaten Indragiri Hilir merupakan
salah satu wilayah dengan pertumbuhan perkebunan kelapa sawit yang
cukup pesat di Provinsi Riau. Luas areal tanaman kelapa sawit milik
Perkebunan Rakyat (RA) di Kabupaten Indragiri Hilir pada tahun 2022
sebesar 308. 197 Ha dengan total produksi 912. 875 Ton (Ditjenbun, 2022).
Kabupaten Indragiri Hilir merupakan kabupaten yang memiliki luasan
gambut terbesar di Provinsi Riau dengan luas sekitar 998.610 hektar, atau
sekitar 93%.

Melalui Kementerian Pertanian dan BPDKS, pemerintah membuat


sebuah program yang ditujukan bagi petani kelapa sawit, program tersebut
bernama Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Kegiatan pada Program Peremajaan
ini berfokus pada peremajaan sawit yang sudah tua, yaitu pohon kelapa sawit
yang sudah berumur + 25 tahun sehingga dapat meningkatkan produktivitas
buah kelapa sawit. Dalam Permentan No. 14 Tahun 2009 Tentang Pedoman
Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit peningkatan
produktivitas dan perluasan lahan masih menghadapi berbagai tantangan,
antara lain konversi, degradasi, ketersediaan sumber daya lahan, ancaman
variabilitas, dan perubahan iklim. Salah satu upaya dalam peningkatan
produktivitas dan perluasan pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat
dilakukan melalui pemanfaatan lahan gambut. Pemerintah Indonesia
memiliki sebuah program Permajaan Sawit Rakyat (PSR) program yang
bertujuan untuk meningkatkan produksi sawit di tingkat petani atau rakyat,
meningkatkan pendapatan petani sawit, serta mengurangi dampak negatif
pertanian sawit terhadap lingkungan. Peran tata kelola dan kelembagaan
dalam implementasi Program PSR merupakan hal yang penting untuk bisa
mencapai tujuan yang diharapkan, lembaga perdesaan sebagai pelaksana
memiliki peran penting dalam terselenggaranya program PSR. Hingga saat ini
masih terbatas studi yang mengkaji terkait Pelaksanaan Peremajaan Sawit
Rakyat (PSR) dan bentuk tata kelola, terutama dalam aspek kelembagaan di
lahan gambut berdasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan adanya
penelitian mengenai Tata Kelola Kelembagaan Pada Implementasi
Peremajaan Kelapa Sawit (PSR) Di Lahan gambut.

METODE
Pada kajian ini instrumen utama pada penelitian ini menggunakan
deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan yang relevan,
menggunakan teknik analisis data yaitu analisis kepustakaan. Beberapa
literatur yang digunakan berupa, artikel ilmiah, buku dan media massa yang
digunakan sebagai sumber data. Analisis data dilakukan setelah semua data
dikumpulkan.

Hasil dan Pembahasan


Pengelolaan kelembagaan pada implementasi Peremajaan Kelapa Sawit
(PSR) di lahan gambut mengacu pada tipologi tanah di Provinsi Riau banyak
areal perkebunan kelapa sawit yang tersebar pada lahan gambut, memberikan
gambaran yang berbeda pula pada saat dilakukan kegiatan peremajaan
tanaman (replanting) kelapa sawit. Dalam upaya untuk menjaga peran kelapa
sawit secara berkesinambungan, pemerintah berusaha untuk mengembangkan
perkebunan kelapa sawit milik rakyat melalui program Peremajaan Sawit
Rakyat (PSR). Tata kelola yang baik berdasarkan kerangka hukum dan
kelembagaan yang sehat dan dapat ditegakkan, merupakan dasar untuk
menciptakan lingkungan yang memungkinkan dalam implementasi Peremajaan
Sawit Rakyat (PSR) di Provinsi Riau.
Tabel. 1 Luas Areal Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten dan
Keadaan Tanaman Tahun 2020

Luas Areal/ Area (ha)


No Kabupaten
TBM TM TTM/TR Jumlah
1 Kuantan Singingi 7.128 17.586 2.063 26.777
2 Indragiri Hulu 24.077 120.675 - 144.752
3 Indragiri Hilir 7.237 277.504 23.457 308.197
4 Pelalawan 1.078 162.614 128 163.821
5 Siak 19.301 142.168 4.253 165.722
6 Kampar 8.325 202.072 318 210.715
7 Rokan Hulu 18.387 143.700 - 162.087
8 Bengkalis 40.734 91.013 - 131.747
9 Rokan Hilir 30.689 309.712 8.147 348.548
10 Kep Meranti - - - -
11 Pekanbaru 89 17.334 300 17.723
12 Dumai 4.670 77.181 222 82.074
Provinsi 161.715 1.561.559 38.889 1.762.163
Sumber: Olahan Penelitian

Berdasarkan pada Tabel 1 Provinsi Riau memiliki luas areal


perkebunan rakyat 1.762.163 ha yang tersebar dari 12 (dua belas)
kabupaten/kota pada tahun 2020. Provinsi Riau masih menjadi provinsi
penghasil kelapa sawit terbesar dengan luas sebesar 2,86 juta hektar atau
19,55 persen dari total luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Dari
luas areal tersebut, Provinsi Riau menghasilkan 8,96 juta ton CPO
(Ditjenbun,2022). Di provinsi Riau implementasi pelaksanaan Peremajaan
Sawit Rakyat (PSR) berdasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 03 Tahun 2022 Tentang Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Penelitian Dan Pengembangan, Peremajaan, Serta Sarana Dan
Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit. Teori manajmen oleh George Terry
(2009) Menyebutkan bahwa dalam pengelolaan kelembagaan pada
implementasi peremajaan sawit rakyat ada empat peran dan fungsi sebagai
berikut :
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sesuatu hal yang mencakup pendefinisian
tujuan tentang, penetapan strategi, dan mengembangkan rencana untuk
merencanakan atau mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Fungsi
perencanaan ini adalah proses rangkaian keputusan untuk mengambil
tindakan pada waktu yang akan datang agar tercapainya suatu tujuan.
Pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit oleh
pelaku usaha perkebunan meliputi perencanaan, pembukaan lahan,
penanaman, pemeliharaan dan konservasi. Pengusulan peremajaan
kelapa sawit disampaikan oleh Poktan, Gapoktan, Koperasi atau
Kelembagaan Pekebun Lainnya kepada Direktur Jenderal. Pengusulan
peremajaan kelapa sawit berupa permohonan dan dilengkapi dengan
surat pernyataan dari Perusahaan Perkebunan terkait kelengkapan dan
kebenaran dokumen pengusulan peremajaan kelapa sawit. Usulan
peremajaan diajukan secara daring dan luring. Permentan No.3 Tahun
2022 Pasal 18 Tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Penelitian Dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana Dan Prasarana
Perkebunan Kelapa Sawit menegaskan bahwa kriteria peremajaan
yakni tanaman telah melewati umur 25 (dua puluh lima) tahun; dan
produktivitas kurang dari atau sama dengan 10 ton TBS/ tahun pada
umur paling sedikit 7 (tujuh) tahun; serta kebun yang menggunakan
benih tidak unggul.

b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah proses penentuan, pengelompokan,
dan pengaturan agar mencapai tujuan. Kelompoktani merupakan
kelembagaan ditingkat petani yang dibentuk untuk mengorganisir
petani dalam aktivitas usahatani, merupakan kumpulan petani yang
dibentuk atas dasar kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan dan
keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.
Kelompoktani dianggap organisasi yang efektif untuk memberdayakan
petani, peningkatan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan
melalui bantuan dan fasilitas dari pemerintah. Kartasapoetra (1994)
menyatakan bahwa usahatani yang dilaksanakan oleh masing-masing
anggota kelompoktani, secara keseluruhan harus dipandang sebagai
satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala
ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas, kualitas maupun
kontinuitas (Edwina, Susy et.al 2020).
Kelembagaan Pekebun sebagaimana dimaksud dalam Permentan
No. 03 Tahun 2022 Pasal 15 ayat (1) huruf a, terdiri atas Poktan,
Gapoktan, Koperasi atau Kelembagaan Pekebun Lainnya. Kelembagaan
Pekebun yang memiliki kriteria beranggotakan paling sedikit 20 (dua
puluh) Pekebun; atau memiliki hamparan paling sedikit seluas 50 (lima
puluh) hektare, dalam jarak antar kebun paling jauh 10 (sepuluh)
kilometer. Rekap kelompok tani per wilayah BP3K Bpp Kempas,
Kabupaten Indragiri Hilir terdapat 138 kelompok tani
(SIMLUHTAN,2023).

c. Pelaksanaan / Penggerakan (Actuating)


Dalam pelaksanaan peremajaan kelapa sawit, penggunaan Dana
yang bersumber dari BPDPKS digunakan untuk dukungan manajemen
dan pembangunan kebun. Dana untuk dukungan manajemen meliputi:
Sosialisasi, pendampingan, verifikasi usulan, penilaian fisik kebun dan
pengawasan. Dalam penelitian oleh Pramuhadi, gatot et.al (2020)
tentang “Studi Peremajaan Tanaman Kelapa Sawit Di Areal Lahan Tanah
Mineral Dan Lahan Gambut” Kegiatan replanting di areal lahan gambut
di kabupaten indragiri hilir meliputi pekerjaan falling, chipping,
deboling, holing hingga penanaman dengan besar kapasitas lapang
(0.06 ha/jam hingga 1.25 ha/jam) dan besar waktu lapang total 73.7
jam/ha. Permasalahan administratif pada praktiknya membuat
penerapan target replanting menjadi sama sekali tidak menyenangkan
buat banyak pihak. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Bidang Produksi,
menyampaikan bahwa realisasi program PSR di Riau terhambat. Hal ini
pasalnya pemerintah Provinsi Riau menilai bantuan program PSR
bukan karena terbentur aturan main diterbitkan Kementan, namun
karena kondisi lahan sawit di Riau yang mau diremajakan berada di
lahan gambut. Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit
menghadapi beragam masalah di lapangan dalam penerapan program
peremajaan tanaman sawit (replanting). Masalah krusial mengenai
status lahan dan mengelola jumlah peserta.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 03 Tahun 2022 Tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, Serta Sarana Dan Prasarana
Perkebunan Kelapa Sawit Pasal 17 ayat (5) yakni status lahan
dibuktikan dengan keterangan: a. tidak berada di kawasan hutan dan
kawasan lindung gambut, dari unit kerja kementerian yang membidangi
lingkungan hidup dan kehutanan; dan b. tidak berada di lahan Hak Guna
Usaha, dari kantor pertanahan.
Namun, Pengembangan kelapa sawit di lahan gambut, Indonesia
telah memiliki kebijakan nasional yakni Undang-Undang Perkebunan
(UU No. 39/2014) dan Undang-Undang Pengelolaan dan Pelestarian
Lingkungan Hidup (UU No. 32/2009) yang kemudian diterjemahkan
dalam Peraturan Pemerintah No. 57/2016 (perubahan atas PP No.
71/2014) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Lahan
gambut. Khusus untuk perkebunan kelapa sawit telah dituangkan
dalam Permentan No. 14/2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan
Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit. Selain itu, pada level perusahaan
yang melakukan budidaya kelapa sawit di lahan gambut juga memiliki
pedoman kultur teknis dan manajemen kebun sawit di lahan gambut
(GAPKI SUMUT, 2023).
d. Pengawasan (Controling)
Pembinaan, monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Dinas
daerah kabupaten/kota, Dinas daerah provinsi, Direktorat Jenderal, dan
BPDPKS sesuai dengan kewenangan yang dilaksanakan secara periodik
atau sewaktu-waktu. Pengawasan dilakukan agar kegiatan sarana dan
prasarana dapat terlaksana sesuai standar teknis. Dinas Perkebunan
memiliki tugas dalam BPDP adalah fungsi Pengawasan, Sosialisasi, dan
Verifikasi data dalam implementasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di
kabupaten Indragiri Hilir.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Perkebunan Provinsi Riau
Petani Di Indragiri Hilir Keseluruhannya Bersifat Mandiri (Swadaya),
Replanting Di Inhil bukan karena tua tetapi karena tidak produktif dan bibit
tidak bagus. Rata-rata di Indragiri Hilir biaya tinggi, akses jalan produksi berat
melewati sungai sehingga banyak petani menjual ditempat. Para petani tidak
berlembaga, yang membentuk lembaga di inhil adalah pemerintah disbun prov
dan kab. Karena kondisi petani di Indragiri Hilir masih sendiri-sendiri,
pemerintah menjadi insiator melaui Disbun kab dan prov membentuk
kelompok kemudian didaftarkan. Mengadakan pertemuan membentuk
kelompok, ketua, sekretaris, bendahara dan disaksikan oleh kepala desa
kemudian Disbun mendaftarkan akun ke BPDPKS. Pola tersebut sudah dimulai
sejak 2019, tetapi butuh 2 tahun untuk berhasil karena belum ada peta
(Kordinat). Kordinat itu harus dipoligonkan, artinya mengambil titik sudut
kebun kemudian dimasukkan ke sistem untuk mencari luasannya karena dana
Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) berbasis luas perkebunan. Sumber Daya
Manusia (SDM) di dinas diperkuat diajarkan cara memetakan lahan.
Tabel 2 PSR Kabupaten Indragiri Hilir

REALISASI
%
TAHUN TARGET LUAS KELEMBAGAA PEKEBUN
TERHADAP
(HA) N (UNIT) (ORANG)
TARGET
2017 - - - - 0%
2018 - - - - 0%
2019 - - - - 0%
2020 1,000 - - - 0%
2021 2,000 155.4123 - 82 8%
2022 500 - - - 0%
Total 3,500 155.4123 - 82 4%
Sumber: Analisis Data

Berdasarkan Tabel 2 diatas realisasi PSR 0% di Kabupaten Indragiri Hilir


yang disebabkan oleh syarat bebas lahan gambut pada tahun 2022, program
Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tidak dapat terealisasi di provinsi riau
khususnya di kabupaten indragiri hilir karena mengharuskan syarat bebas
lahan gambut. hal ini menjadi kendala karena sebagian besar wilayah di
kabupaten indragiri hilir termasuk dalam kawasan gambut. Peremajaan Sawit
Rakyat (PSR) dibantu pemerintah, harusnya 70 jt namun hanya dibantu 30
jt/ha. dana tersebut semestinya digunakan hingga tahun pertama di lahan
mineral, tetapi lain halnya dilahan gambut 30jt/ha hanya untuk pembukaan
lahan, penanaman, dan pemupukan pertama. pemerintah telah
mengklasifikasikan kepdirjen tahun 2020, di inhil gambut nya marjinal sehingga
membutuhkan 34-37 jt per hektar untuk membangun kebun sampai perawatan
tahun pertama, namun di kepdirjen disebutkan hanya membatasi maksimal 32
jt, dan bantuan BPDPKS hanya 30 jt dibawah standar sedangkan hitungan awal
70 jt sampai panen. mengajukan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) harus melalui
kelompok tani atau koperasi atau melalui kelembagaan petani lainnya.
Mekanisme untuk surat izin PSR, lama dan ribet dalam pengurusannya.
dalam penandatanganan surat izin pembebasan lahan, harus dilakukan langsung oleh
dirjen sehingga timbul kesulitan dan membutuhkan waktu yang lama. banyak
regulasi yang tidak lengkap dan tidak bisa menjawab semua permasalahan
dilapangan. regulasi yang dangkal akhirnya tujuan tidak tercapai, Peremajaan Sawit
Rakyat (PSR) untuk produksi dan produktivitas tapi banyak regulasi yang dikurang
komprehensif. misalnya kelembagaan pada saat pelaksanaan yang melaksanakan
peremajaan tidak diatur mekanisme di dana pemerintah karena dana PSR uang
negara, seharusnya tata kelola pengadaan barang/jasa mengikutsertakan perpres
no.04. semua kontraktor yang baru berdiri sekarang, bisa ikut kemudian lebih dari
200 ha petani yang menunjuk langsung kontraktor. Hal ini yang menjadi masalah
dilapangan, dinas perkebunan (pemerintah) tidak boleh mengarahkan.
KESIMPULAN
Berdasarka dari pembahasan di atas, Dalam melakukan percepatan
implementasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dengan aspek kelembagaan
diperlukan tata kelola (governance) agar tercapainya target realisasi
Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan peningkatan produktivitas kelapa sawit di
kabupaten Indragiri Hilir. Tata kelola dan dukungan yang memadai untuk
memasukkan tindakan konservasi dan produksi berkelanjutan oleh berbagai
pelaku, sektor, dan yurisdiksi.
Dalam prakteknya tata kelola program PSR di kabupaten Indragiri Hilir
belum maksimal, karena proses implementasi terhambat pada status lahan
yang menimbulkan beberapa tantangan oleh stakeholder. Persoalan tata kelola
sawit selama ini terletak bukan hanya pada ketiadaan regulasi melainkan
intervensi kebijakan di lapangan. Oleh karena itu penataan kelembagaan dan
kebijakan yang relevan mengarah pada keseimbangan dan berhasilnya
implementasi program tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Mayarni et.al. (2022). “Governance of the Sustainable Public Palm Oil


Replanting Program (PSR) in Riau Province”. Journal of Governance, 7
(1), 260-274
Mayarni et.al. (2023). “Tata Kelola Kawasan Mangrove Terintegrasi Perspektif
Governance di Indonesia”. Jawa Tengah: SIP Publishing (Anggota
IKAPI)
Heriyanto, etc. (2018). “Analisis Faktor Produksi Kelapa Sawit Rakyat
Menurut Tipologi Lahan di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau”.
Jurnal Lahan Suboptimal, Vol. 7, No.1: 14-25
Amelia Rizka, et.al. (2019). “Perubahan Tutupan Lahan Akibat Ekspansi
Perkebunan Kelapa Sawit: Dampak Sosial, Ekonomi dan Ekologi”.
Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol.17 No.1: 130-139
Enjelina, Dian & Mayarni. (2022). “Kolaborasi Kelembagaan Dalam
Percepatan Implementasi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) Dengan Pola
Kemitraan Di Kabupaten Kampar”. Jurnal SARAQ OPAT, Vol 5, No. 1
032-040
(DITJENBUN) Direktorat Jenderal Perkebunan. (2021). “ Statistik Perkebunan
Unggulan Nasional 2020-2022”. Jakarta: Sekretariat Direktorat
Jenderal Perkebunan
(BPS) Badan Pusat Statistik .(2022). Statistik Kelapa Sawit Indonesia
(FAO) Food and Agriculture Organization of The United Nations. (2022).
“World food and Agriculture”. Rome:FAO
Peraturan Kementerian Pertanian No. 14 Tahun 2009 Tentang Pedoman
Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit
Edwina, Susy et.al. (2020). “Analisis Kelembagaan Kelompoktani Sistem
Integrasi Sapi Dan Kelapa Sawit (Siska) Di Kabupaten Pelalawan”.
Jurnal AGRISEP, Vol. 19No. 1 Hal: 145–166
Pramuhadi, Gatot et.al (2020). “Studi Peremajaan Tanaman Kelapa Sawit Di
Areal Lahan Tanah Mineral Dan Lahan Gambut”. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung , 9 (3) Hal 201-212

Anda mungkin juga menyukai