Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS PERTUMBUHAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

(ORYZA SATIVA L.) SERTA PEMASARAN JUAL BELI PADI BAGI


MASYARAKAT LUBUK PAKAM.

DOSEN PEMBIMBING :
Ir. Gustamin Harahap,S,P,M.P

DISUSUN OLEH:
Felix Trinidad Silalahi
(198220130)
Agribisnis A3

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
T.A 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-


Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Paper Ekonomi Pertanian.
Terimakasih kepada dosen Ekonomi Pertanian karena telah memberikan kesempatan
kepada saya untuk membuat Paper tentang analisis pertumbuhan perkembangan tanaman padi
(oryza sativa l.) serta pemasaran jual beli padi bagi masyarakat Lubuk Pakam sehingga saya
dapat menyusun Paper ini.

Paper ini tidak lain membahas tentang analisis pertumbuhan perkembangan tanaman
padi (oryza sativa l) serta pemasaran jual beli padi bagi masyarakat Lubuk Pakam. Paper ini
juga di buat agar mahasiswa lebih memahami tentang mengelolah tanaman padi.
Saya menyadari masih banyak yang harus disempurnakan dalam Paper ini, untuk itu
saya menerima semua saran dan kritik yang bersifat membangun dalam penyempurnaan
Paper ini.Semoga Paper ini dapat bermanfaat serta memudahkan dalam mempelajari materi
ini.

Lubuk Pakam, 09 Januari 2021

Felix Trinidad Silalahi

ii
DAFTAR ISI

I.PENDAHULUAN hal
1. Latar Belakang …………………………………………………………………………1
2. Identifikasi Masalah…………………………………………………………………….4
3. Tujuan Penelitian………………………………………………………………………..4
4. Manfaat Penelitian………………………………………………………………………4
5. Kerangka Pemikiran…………………………………………………………………….5
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tanaman padi……………………………………………………………………………6
2. Benih Padi……………………………………………………………………………….6
3. Budidaya Padi……………………………………………………………………………7
4. Pembelian Benih Padi……………………………………………………………………7
5. Harga……………………………………………………………………………………..7
6. Luas Lahan……………………………………………………………………………….8
7. Jarak Tanam………………………………………………………………………………8
8. Usaha Tani ……………………………………………………………………………….9
III HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Metode Penentuan Daerah Penelitian……………………………………………….10
2. Sifat Penelitian……………………………………………………………………....10
3. Metode Analisa Data………………………………………………………………...10
4. Defenisi dan Batasan Operasional…………………………………………………...11
4.4.1 Defenisi Operasional…………………………………………………...11
4.4.2 Batasan Operasional ………………….. ………………………………11

IV PENUTUP
1. Kesimpulan………………………………………………………………………………12
2. Saran…………………………………………………………………………..…………12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….13-14

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di


pedesaan yang memiliki mata pencaharian dalam usaha pertanian. Berbagai komoditi seperti
buah-buahan, sayuran dan tanaman pangan dibudidayakan oleh masyarakat pedesaan dalam
usahataninya. Salah satu tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh petani yaitu tanaman
padi.
Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting
karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat, juga merupakan sector
andalan penyumbang devisa negara dari sektor non-migas. Indonesia sendiri tercatat sebagai
negara pengimpor beras pada tahun 1960-an. Untuk memenuhi kebutuhan beras secara
nasional melalui Departemen Pertanian untuk pertama kalinya setelah kemerdekaan upaya
pencapaian swasembada beras dicanangkan dan mencapai hasilnya pada tahun 1984 dengan
produksi sebesar 38,138 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan produktivitas rata-rata
2,66 ton/ha dengan jumlah penduduk 158,531 juta jiwa.
Selanjutnya, program peningkatan ketahanan pangan ditujukan untuk
memenuhikebutuhan pangan masyarakat dari produksi pangan nasional. Salah satu bahan
pangan nasional yang diupayakan ketersediaannya tercukupi sepanjang tahun adalah beras
yang menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas pangan pokok bangsa Indonesia. Sampai
saat ini beras merupakan bahan pangan yang hampir selalu muncul dalam menu sehari-hari.
Beras mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi yang terbesar.
Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, social maupun politik.
Pada awal tahun 2007, pemerintah telah bertekad untuk meningkatkan produksi beras
sebesar 2 juta ton pada tahun 2007 dan selanjutnya meningkat 5% per tahun hingga tahun
2009. Untuk mencapai target tersebut maka diluncurkan Program Peningkatan Produksi
Beras Nasional (P2BN) dengan menerapkan 4 strategi, yaitu:
(1) peningkatan produktivitas,
(2) perluasan areal,
(3) pengamanan produksi,
(4) kelembagaan dan pembiayaan serta peningkatan koordinasi
Menurut Sembiring (2008), keberhasilan peningkatan produksi padi lebih banyak
disumbang oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan peningkatan luas panen.
Pada periode 1971-2006 peningkatan produktivitas memberikan kontribusi sekitar 56,1%,
sedangkan peningkatan luas panen dan interaksi keduanya memberikan kontribusi masing-
masing 26,3% dan 17,5% terhadap peningkatan produksi padi. Dalam hal ini, irigasi memiliki

1
peranan penting dalam peningkatan efisiensi pemakaian air dalam rangka peningkatan
produksi beras di Indonesia.
Dari segi teknis kontruksi dan jaringannya, irigasi dibedakan atas irigasi teknis, semi
teknis dan sederhana. Dengan adanya irigasi teknis, diharapkan penyaluran air semakin
efektif dan efisien, namun secara ekonomi memerlukan biaya yang lebih besar untuk operasi
dan pemeliharaan saluran irigasi. Hal ini dapat diimbangi jika produktivitas padi yang
dihasilkan lebih besar daripada biaya operasional saluran irigasi (Rusydatulhal, 2004).
Peningkatan produksi padi mutlak diperlukan untuk mencukupi kebutuhan pangan
dalam negeri. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong daerah-daerah penghasil padi untuk
meningkatkan jumlah produksinya setiap musim tanam. Di pihak lain, penyusutan luas lahan
tanaman padi juga terus terjadi dari waktu ke waktu.
Peningkatan produksi padi, selain untuk menjamin adanya stok pangan (beras)
nasional, juga merupakan salah satu upaya untuk menaikkan pendapatan/ kesejahteraan
petani dan keluarganya. Namun peningkatan produksi yang dicapai petani pada kenyataannya
belum membawa petani pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi
Sumatera Utara. Salah satu sektor yang dominan berperan dalam pembangunan ekonomi
adalah sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2010
mencapai 4,08% dan pada tahun 2011 sebesar 3,25%. Pertumbuhan tersebut didukung oleh
hampir semua sektor perekonomian di Kabupaten Deli Serdang, kecuali sektor pertanian
yang turun sebesar 0,63%. Penurunan pertumbuhan sektor pertanian sebesar 0,63% ternyata
berdampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang dari 4,08%
pada tahun 2010 menjadi 3,25% pada tahun 2011 (Hermanto, 2013).
Penelitian yang dilakukan Sembiring dan Daniel (2003) menunjukkan bahwa
perkembangan padi di Sumatera Utara sepuluh tahun terakhir kurang menggembirakan. Rata-
rata peningkatan produktivitas hanya 0,62% per tahun dan terjadinya penurunan luas areal
panen. Keadaan ini mengkhawatirkan karena suatu saat nanti Provinsi Sumatera Utara tidak
dapat lagi memenuhi kebutuhan padinya sendiri. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya dalam
mempertahankan swasembada pangan khususnya beras (Hermanto, 2013).
Sebagai salah satu daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, untuk
menjagakondisi lahan persawahan agar tetap berproduksi, serta meningkatkan produksi padi,
Pemerintah Kabupaten Deli Serdang telah melakukan upaya perluasan lahan secara bertahap
dan konsisten (BPS Kabupaten Deli Serdang, 2013). Namun dengan berbagai keterbatasan
daya dukung lahan dan teknologi di tingkat petani khususnya untuk kawasan irigasi, maka
perlu diketahui sampai sejauh mana potensi produksi padi yang ada pada lahan sawah irigasi
dalam pencapaian produksi yang optimal.
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah penghasil padi dengan luas
panen pada tahun 2010 seluas 89.852 hektar. Tahun 2011 luas panen tanaman padi turun
14,55% dibanding tahun 2010 menjadi 76.780 hektar. Produksi padi turun sebesar 4,62% dari
jumlah produksi 404.404 ton pada tahun 2010 menjadi 385.722 ton pada tahun 2011 (Badan
Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2013). Di Kabupaten Deli Serdang terdapat berbagai
lahan untuk budidaya tanaman padi, yaitu lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, dan
lahan rawa pasang surut

2
Salah satu daerah penghasil padi di Kabupaten Deli Serdang adalah Kecamatan
Lubuk Pakam. Terdapat 13 desa/ kelurahan yang ada di Kecamatan Lubuk Pakam seperti
pada tabel berikut:

Tabel 1.1 Luas Lahan Produksi Padi Sawah di Kecamatan Lubuk Pakam

No Desa/Kelurahan Luas lahan Produksi (ton) Produktivitas


(Ha) Per Ha (ton)

1 Paluh Kemiri 343 2140,3 6,24

2 Petapahan 391 555,2 6,53

3 Tanjung Garbus 0 0 0

4 Pagar Merbau 0 0 0

5 Cemara 30 130,5 4,35

6 Pasar Melintang 1294 8725,0 6,83

7 Pagar Jati 475 3170,6 6,67

8 Syahmad 39 157,0 4,02

9 Lubuk Pakam III 0 0 0

10 Lubuk Pakam I/II 0 0 0

11 Lubuk Pakam Pekan 0 0 0

12 Bakaran Batu 269 1519,9 5,65

13 Sekip 507 3523,7 6,95

Jumlah 3.348 22.035,2 6,58

Sumber: Kantor Camat Lubuk Pakam

3
2. Identifikasi Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu:
1. Bagaimana perbedaan produktivitas usahatani padi antara petani yang mengusahakan
tanaman padi di lahan sawah irigasi dengan lahan non-irigasi (tadah hujan) di Kecamatan
Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang?
2. Bagaimana perbedaan pendapatan usahatani padi lahan irigasi dengan lahan non-irigasi
(tadah hujan) ?
3. Bagaimana perbedaan efisiensi usahatani padi lahan irigasi dengan lahan non-irigasi
(tadah hujan)

3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui perbedaan produktivitas usahatani antara petani yang mengusahakan
tanaman padi lahan sawah irigasi dengan petani yang mengusahakan lahan non-irigasi
(tadah hujan).
2. Untuk mengetahui perbedaan pendapatan usahatani padi lahan irigasi dengan lahan
nonirigasi (tadah hujan).
3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat efisiensi antara petani yang mengusahakan
tanaman
padi lahan irigasi dengan petani yang mengusahakan lahan non- irigasi (tadah hujan).

4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, yaitu:
1. Sebagai tugas akhir kepada penulis dalam memperoleh gelar sarjana (S1) di Program
Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen Medan.
2. Sebagai bahan masukan bagi petani dalam menganalisis usaha tani padi yang
diusahakan
di Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, guna
mengambil kebijakan yang tepat yang mendukung peningkatan produksi padi di
4
Kabupaten Deli Serdang.

5. Kerangka Pemikiran
Umumnya lahan persawahan di pedesaan dimanfaatkan masyarakat untuk budidaya
tanaman padi. Padi dipilih karena masyarakat beranggapan bahwa tanaman ini berguna
untuk mencukupi makanan sehari-hari, selain itu perawatan dan pengelolaan tanaman ini
juga termasuk mudah. Di Kecamatan Lubuk Pakam, masyarakat menanami tanaman padi
di lahan mereka yang sudah memiliki saluran irigasi dan ada juga yang mengusahakan
tanaman padi di lahan nonirigasi (tadah hujan).
Perbedaan waktu tanam antara lahan sawah irigasi dan lahan sawah nonirigasi sedikit
banyak membuat petani mengalami kesulitan dalam budidaya tanaman padi. Perbedaan
waktu penanaman padi antara lahan sawah irigasi dan lahan sawah non-irigasi juga
membuat perbedaan waktu panen pada kedua jenis lahan tersebut. Hal ini juga berdampak
pada produktivitas lahan dan jumlah pendapatan yang diterima petani. Selain itu, pada
waktu- waktu tertentu juga sulit mencari tenaga kerja untuk bekerja di sawah karena
apabila waktu tanam berbeda atau di luar musim, maka orang yang biasanya bekerja
sebagai tenaga kerja upahan akan beralih ke sektor lain di luar pertanian seperti buruh
bangunan, perkebunan rakyat dan lainnya.
Lahan sawah irigasi biasanya ditanami padi tiga kali dalam setahun atau lima kali
dalam waktu dua tahun. Berbeda dengan lahan sawah non-irigasi (tadah hujan) yang
hanya ditanami padi dua kali dalam setahun. Agar berhasil, waktu penanaman padi pada
lahan sawah tadah hujan harus diperhitungkan secara cermat, terutama dalam
hubungannya dengan ketersediaan air hujan. Air hujan memiliki ciri khas tidak
teratur,baik jumlah maupun distribusinya dalam kurun waktu satu tahun. Oleh karena itu,
waktu penanaman padi harus memperhitungkan curah hujan. Musim hujan jatuh pada
bulan-bulan September sampai Maret. Akhir September hujan mulai turun, mencapai
puncak pada bulan Desember-Januari, dan menurun pada bulan Februari-Maret. Untuk itu
penanaman padi di lahan tadah hujan dilakukan setelah hujan turun 2-3 kali (akhir
September atau awal Oktober).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Padi


Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun yang berasal
dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Penanaman padi
sendiri sudah dimulai sejak Tahun 3.000 sebelum masehi di Zhejiang, Tiongkok
(Purwono dan Purnamawati, 2007). Hampir setengah dari penduduk dunia
terutama dari negara berkembang termasuk Indonesia sebagian besar menjadikan
padi sebagai makanan pokok yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan
pangannya setiap hari (Rahmawati, 2006). Hal tersebut menjadikan tanaman padi
mempunyai nilai spiritual, budaya, ekonomi, maupun politik bagi bangsa
Indonesia karena dapat mempengaruhi hajat hidup banyak orang (Utama, 2015).
Padi sebagai makanan pokok dapat memenuhi 56 – 80% kebutuhan kalori
penduduk di Indonesia (Syahri dan Somantri, 2016).
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Oryza Linn
Species : Oryza sativa L.

2.2 Benih Padi


Benih padi merupakan gabah yang dipanen dengan tujuan untuk digunakan sebagai
input dalam usahatani. Sertifikasi benih mendapatkan pemeriksaan lapangan dan pengujian
laboratorium dari instansi yang berwenang dengan memenuhi standar yang telah ditentukan.
Benih bersertifikasi terbagi ke dalam empat kelas. Kelas pertama adalah benih penjenis
(Breeder Seed = BS = Benih teras), Kelas kedua adalah benih dasar (Foundation Seed = FS),

6
Kelas ketiga adalah benih pokok (Stock Seed = SS), Kelas keempat adalah benih sebar
(Extension Seed = ES) (Prasekti, 2015).
Benih unggul menjadi salah satu faktor penting dalam produksi padi karena
penggunaan benih unggul bermutu dapat menaikkan daya hasil sebesar 15% dibandingkan
dengan penggunaan benih yang tidak bermutu (Santoso et al., 2005). Semakin unggul benih
yang digunakan dalam usahatani, maka akan semakin tinggi pula tingkat produksi yang akan
diperoleh (Notarianto, 2011). Penggunaan benih dengan varietas unggul memberikan
sumbangan terhadap peningkatan produksi padi nasional hingga mencapai 56%, sementara
interaksi antara air irigasi, varietas unggul, dan pemupukan terhadap laju kenaikan produksi
padi memberikan kontribusi hingga 75% (Syahri dan Somantri, 2016).

2.3 Budidaya Padi


Petani pada umumnya membudidayakan tanamannya secara turun temurun dari
orangtua atau pendahulunya. Hal tersebut apabila dilakukan tanpa adanya bimbingan serta
pelatihan yang intensif akan membuat petani terjebak pada pola 7 budidaya konvensional
sehingga produksi padi tergolong minim bahkan dapat menurun (Utama, 2015). Budidaya
padi terdiri dari persiapan lahan, pemilihan benih, penyemaian, penanaman, pemupukan,
pemeliharaan tanaman, hingga panen dan pascapanen (Purwono dan Purnamawati, 2007).

2.4 Pembelian Benih Padi


Petani dalam kegiatan usahatani padi juga berperan sebagai konsumen dalam
pembelian salah satu input produksi yaitu benih, sehingga perilaku petani sebagai konsumen
menentukan kualitas input produksi. Hal yang mendasari keputusan petani dalam membeli
benih padi adalah varietas unggul yang memudahkan petani dalam penggunaan pestisida
maupun penggunaan pupuk yang efisien sehingga hasil panen dalam hal ini produksi serta
produktivitas yangdiperoleh lebih baik (Syamsiah, 2016). Lokasi toko saprodi yang strategis
berbanding lurus dengan pembelian sehingga semakin strategis lokasi maka peluang petani
berkunjung lebih besar (Kurniadi et al., 2013).
Penggunaan benih atau bibit unggul diakui telah menjadi satu faktor kunci
keberhasilan dalam peningkatan produksi. Benih unggul yang diperoleh dari varietas hasil
pemuliaan tanaman disebut dengan benih penjenis. Pemerintah telah menetapkan ketentuan
pokok maupun pengawasan untuk menghasilkan benih yang bersertifikat atau benih sebar
yang terjamin mutu, baik genetik dan kemurniannya (Jumin, 2010). Benih padi yang
digunakan dalam usahatani sebaiknya memiliki sertifikat. Kebutuhan benih padi dalam satu
hektar lahan berkisar 20 - 25 kg (Purwono dan Purnamawati, 2007).

2.5 Harga
Harga yang dibayarkan oleh petani merupakan rata-rata harga eceran barang yang
dikeluarkan untuk keperluan usahatani (Wahed, 2015). Harga mempengaruhi konsumen
dalam pembelian produk karena harga merupakan titik dimana penjual dan pembeli sepakat
untuk melakukan transaksi. Petani yang mengedepankan kualitas biasanya tidak

7
mementingkan mahalnya harga, namun bagi petani menengah ke bawah, maka harga
biasanya menjadi pertimbangan utama (Kurniadi et al., 2013).
Produk yang memiliki harga mahal dianggap memiliki mutu atau kualitas yang tinggi
oleh konsumen (Aji dan Widodo, 2010). Petani yang menggunakan benih berlabel baik dari
balai benih padi maupun toko pertanian telah mempunyai kesadaran yang tinggi akan
pentingnya benih berkualitas sehingga mereka sudah tidak mempermasalahkan mahalnya
harga benih berlabel (Romdon et al., 2012).

2.6 Luas Lahan


Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki kontribusi yang relatif
besar terhadap usahatani (Notarianto, 2011). Luas lahan merupakan input kunci yang penting
dalam bidang pertanian dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap faktor pertumbuhan
jumlah produktivitas padi (Othman dan Baharuddin, 2015).
Luas lahan dalam usahatani di daerah pedesaan sangat beragam. Luas lahan yang
dimiliki oleh petani dibedakan menjadi tiga kategori yaitu petani lapisan bawah dengan luas
lahan garapan < 0,5 ha, petani lapisan menengah dengan luas lahan garapan antara 0,5 ha –
1,0 ha, serta petani lapisan atas dengan luas lahan garapan > 1,0 ha (Santoso et al., 2005).
Secara umum semakin luaslahan yang digarap maupun lahan yang ditanami, maka semakin
besar pula jumlah produksi padi yang dihasilkan dari lahan tersebut sehingga jumlah benih
yang dibutuhkan juga semakin banyak (Hafidh, 2009).

2.7 Jarak Tanam


Modifikasi dan pengembangan jarak tanam dalam pola tanam budidaya padi sangat
penting. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi persaingan bibit lebih awal
sehingga bibit tanaman padi dapat tumbuh secara optimal sesuai dengan potensi genetik yang
dimilikinya, meningkatkan jumlah anakan yang produktif, meningkatkan jumlah anakan
tanaman padi per hektar, dan meningkatkan produksi per hektar (Utama, 2015). Pengaturan
jarak tanam merupakan salah satu cara untuk menciptakan faktor-faktor yang dibutuhkan
oleh tanaman agar faktor-faktor tersebut dapat tersedia merata bagi setiap individu tanaman
dan untuk mengoptimasi penggunaan faktor lingkungan yang tersedia (Kurniasih et al.,
2008).
Pengaturan jarak tanam menghindari tumpang tindih yang akan terjadi di antara tajuk
tanaman, memberikan ruang bagi perkembangan akar dan tajuk tanaman serta meningkatkan
efisiensi penggunaan benih. Jarak tanam pada tanah yang subur cenderung lebih lebar
sedangkan tanah yang kurang subur jarak tanam cenderung lebih rapat (Muyassir, 2012).
Penggunaaan jarak tanam pada dasarnya untuk membuat tanaman tumbuh dengan baik tanpa
mengalami banyak persaingan dalam hal menyerap air, unsur-unsur hara, dan cahaya
matahari. Jarak tanam yang tepat penting dalam pemanfaatan cahaya matahari untuk proses
fotosintesis secara optimal. Semakin rapat jarak tanam atau semakin banyak populasi
tanaman per satuan luas maka semakin menurun kualitas rumpun tanaman, seperti
menurunnya jumlah anakan dan jumlah malai per rumpun (Satriani et al., 2013).

8
2.8 Usaha Tani
Tanaman padi diusahakan pada dua jenis lahan yaitu lahan basah (sawah) dan lahan
kering. Padi yang diusahakan pada lahan basah dikenal sebagai padi sawah sedangkan padi
yang dibudidayakan pada lahan kering dikenal sebagai padi ladang. Tanaman padi
memerlukan curah hujan yang tinggi kurang lebih 15002000 milimeter per tahun dengan
ketinggian antara 0-1500 meter di atas permukaan laut dengan suhu optimal 23 derajat
Celcius (Pirngadi dan Makarim, 2006). Padi akan tumbuh optimal dengan paparan sinar
matahari langsung tanpaterhalang oleh apa pun termasuk pohon rindang. Ketersediaan air
dalam bercocok tanam padi sawah sangat mutlak meskipun padi sebenarnya bisa ditanam di
segala musim.
Sistem penanaman padi sawah biasanya didahului dengan pengolahan tanah seraya
petani melakukan persemaian (Purwono dan Purnamawati, 2007).Pengolahan tanah biasanya
dilakukan dengan menggunakan mesin atau ternak. Ada juga yang diolah dengan
menggunakan cangkul oleh manusia. Dalam penanaman padi sawah pengairan sebaiknya
disesuaikan dengan kebutuhan tanaman sehingga penggunaannya lebih efektif. Sedangkan
pada lahan kering atau sawah tadah hujan, kebutuhan tanaman akan air semata-mata sangat
diharapkan pada hujan (Utama, 2015). Pemeliharaan padi sawah meliputi penyiangan,
penyulaman, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit. Penyiangan dilakukan satu
sampai dua kali yaitu saat padi berumur 15 dan 35 hari setelah tanam atau tergantung dari
kecepatan tumbuh dari gulma. Penyulaman bibitdilakukan seminggu setelah penanaman atau
paling lambat dua minggu karena penyulaman yang lebih lama akan mengakibatkan tidak
serempaknya padi masak. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk buatan
(anorganik) dan pupuk alam (organik). Pupuk alam meliputi pupuk kandang (kompos)
sedangkan pupuk buatan seperti N (urea), K (kalium) dan pupuk fosfor (TSP). Pengendalian
hama dan penyakit dlakukan secara kimia dan mekanis. Pengendalian kimia dilakukan
dengan menggunakan bahan kimia, sedangkan pengendalian mekanis yaitu dengan cara
pembakaran jerami yaitu memutuskan perkembangbiakan dan penyebaran hama dan penyakit
(Utomo dan Nazaruddin, 2003).

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian


Daerah penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu Kabupaten Deli Serdang
dengan pertimbangan bahwa daerah ini merupakan salah satu daerah yang menghasilkan padi
sawah di Provinsi Sumatera Utara. Dari tingkat kabupaten dipilih Kecamatan Lubuk Pakam.
Dari 13 desa/kelurahan di Kecamatan Lubuk Pakam dipilih 3 yang mewakili, yaitu Kelurahan
Paluh Kemiri, Desa Pagar Jati, dan Desa Sekip dengan pertimbangan bahwa Kelurahan Paluh
Kemiri daerah produktivitas rendah yaitu 6,24 ton/ha, Desa Pagar Jati mewakili daerah
produktivitas sedang yaitu 6,67 ton/ha, dan Desa Sekip mewakili daerah produktivitas tinggi
yaitu 6,95 ton/ha

3.2 Sifat Penelitian


Penelitian ini bersifat deskriptip karena bertujuan untuk mengetahui jumlah produksi
padi yang dihasilkan pada lahan sawah irigasi dan lahan sawah non-irigasi (tadah hujan).
Sifat penelitian ini adalah deskriptip yang menggunakan penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif sering juga disebut dengan metode penelitian naturalistik karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Objek alamiah adalah
objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti
tidak mempengaruhi dinamika pada objek tersebut (Moleong, 2006).

3.3 Metode Analisa Data


Untuk mengetahui pengaruh ketersediaan air terhadap jumlah produksi serta jumlah
pendapatan pada usahatani padi lahan irigasi dan usahatani padi lahan non-irigasi (tadah
hujan) di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, peneliti menggunakan metode
analisa data deskriptip, yaitu untuk menjelaskan daerah penelitian dengan apa adanya tanpa
manipulasi. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best, 1982 dalam
Sukardi, 2004). Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini
peneliti tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel penelitian. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang
berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap,
pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena.

10
3.4 Defenisi Dan Batasan Operasional
3.4.1 Defenisi Operasional
Uraian beberapa defenisi operasional sebagai berikut:
1. Pertanian adalah kegiatan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya hayati untuk
menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, maupun sumber energi, serta untuk
mengelola lingkungan hidupnya.
2. Petani padi adalah orang yang memiliki aktivitas dalam budidaya tanaman padi.
3. Sawah merupakan lahan yang tergenang dan memiliki pematang sebagai penahan airnya
4. Sawah irigasi adalah sawah yang genangan airnya dapat diatur sesuai kebutuhan dan
memiliki saluran air mengalir.
5. Sawah tadah hujan adalah sawah yang sumber pengairannya hanya berasal dari air hujan.
6. Produksi adalah jumlah hasil panen padi yang diperoleh petani berupa gabah basah atau
gabah kering giling dalam satuan kg untuk satu kali musim tanam.
7. Pendapatan bersih petani adalah jumlah uang yang diterima petani dari hasil penjualan
gabah setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan dalam setiap kegiatan produksi yang diukur
dalam satuan mata uang (Rp).

3.4.2 Batasan Operasional


1. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari 2017.
2. Penelitian dilakukan di tiga desa/kelurahan yaitu Paluh Kemiri, Pagar Jati, dan Sekip yang
terletak di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
3. Sampel penelitian adalah petani yang mengusahakan padi di lahan sawah irigasi dan lahan
sawah non-irigasi (tadah hujan) di tiga desa/kelurahan, yaitu Paluh Kemiri, Pagar Jati, dan
Sekip yang terletak di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

11
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
1. Pertumbuhan dan produksi padi sawah terhdap pemberian pupuk kompos jerami
memberikan pengaruh terhadap jumlah anakan , berat seribu bulir tanaman padi, tinggi
tanaman, jumlah gabah permalai, dan produksi perpetak.
2. Pertumbuhan dan produksi padi sawah terhadap pemberian pupuk kompos jerami terbaik
ditunjukan pada tinggi tanaman, jumlah gabah permalai, dan produksi perpetak yaitu pada
perlakuan 10 ton/ha.

2. Saran
1. Pemberian pupuk kompos jerami pada tanaman padi setiap musimnya sesuai dengan dosis
yang dibutuhkan tanaman, dan 1 sampai 2 minggu sebelum tanam.
2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi kepada petani tentang pemberian
pupuk kompos jerami terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aji, J.M.M. dan Widodo, A. 2010. Perilaku konsumen pada pembelian beras bermerk di
Kabupaten Jember dan faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Sosial Ekonomi
Pertanian. 4 (3): 12-24.

Syahri dan R.U. Somantri. 2016. Penggunaan varietas unggul tahan hama dan penyakit
mendukung peningkatan produksi padi nasional. Jurnal Litbang Pertanian. 35 (1): 25-
36.
Hermanto, 1991, Ilmu Usahatani, Penebar Swadaya, Jakarta
Purwono, L dan Purnamawati. 2007. Budidaya Tanaman Pangan. Penerbit Agromedia.
Jakarta.

Prasekti, Y.H. 2015. Analisa ekonomi usaha penangkar benih padi ciherang di Kelurahan
Tamanan Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung. Jurnal Agribisnis Unita.
11 (13): 1 – 11.

Santoso, Alfandi, dan Dukat. 2005. Analisis usahatani padi sawah (Oryza sativa L.) dengan
benih sertifikasi dan non sertifikasi (studi kasus di Desa Karangsari, Kecamatan
Weru, Kabupaten Cirebon). Jurnal AGRIJATI. 1(1): 52-64.

Notarianto, D. 2011. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada Usahatani


Padi Organik dan Padi Anorganik (Studi kasus: Kecamatan Sambirejo, Kabupaten
Sragen). Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang. (Skripsi Sarjana
Ekonomi)

Kurniadi, S., S. Supardi, dan Kusnandar. 2013. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku petani dalam menentukan pembelian ke toko saprodi di Kabupaten Blora.
Jurnal Agribusiness Review. 1 (1): 65 – 77.

Utama, M.Z.H. 2015. Budidaya Padi pada Lahan Marjinal. Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Syamsiah, S. 2016. Sikap dan Preferensi Petani terhadap Penggunaan Benih Padi Varietas
Unggul di Kabupaten Subang Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Tesis
Magister Agribisnis)

Wahed, M. 2015. Pengaruh luas lahan, produksi, ketahanan pangan dan harga gabah terhadap
kesejahteraan petani padi di Kabupaten Pasuruan. Jurnal Ekonomi Studi P
embangunan. 7 (1): 68 – 74.

Hafidh, M. 2009. Pengaruh Tenaga Kerja, Modal, dan Luas Lahan terhadap Produksi

13
Usahatani Padi Sawah. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Semarang.
(Skripsi Sarjana Ekonomi).

Satriani, L. Effendy, dan E.J. Muslihat. 2013. Motivasi petani dalam penerapan teknologi
PTT padi sawah (Oryza sativa L.) di Desa Gunung Sari Provinsi Sulawesi Barat.
Jurnal Penyuluhan Pertanian. 8 (2): 86 – 93.

Moleong, Lexy J. (1995). Metode penelitian. Bandung: Remaja Rosda Karya.


Sukardi, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi
Aksara.

14

Anda mungkin juga menyukai