Anda di halaman 1dari 15

GEOGRAFI SOSIAL

Dosen Pengampu:
Rery Novio S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:
Rana 20045069

PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, 13 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Ragam aktivitas pertanian di Riau...........................................................................3
B. Isu, Strategi Pangan, Dan Permasalahan Di Riau....................................................4
C. Program, Sasaran Dan Strategi Ketahanan Pangan Dan Gizi Di Riau....................7
BAB III PENUTUP...........................................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................................11
B. Saran........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam
perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam
sumbangannya terhadap PDB, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan dalam
negeri. Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga
memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha,
pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk,
pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani
memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai
keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha
pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan
kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal
sebagai intensifikasi. Karena pertanian industri selalu menerapkan pertanian intensif,
keduanya sering kali disamakan.
Provinsi Riau secara geografis, geoekonomi dan geopolitik terletak pada jalur
yang sangat strategis baik masa kini maupun masa yang akan datang karena terletak
pada wilayah jalur perdagangan Regional maupun Internasional di kawasan ASEAN
melalui kerjasama IMT-GT dan IMS-GT. Keberadaan wilayah Provinsi Riau terletak
antara 0105’00’’ Lintang Selatan sampai 0225’00” Lintang Utara dan 10000’00”
sampai 10505’00” Bujur Timur berbatasan langsung dengan 4 Provinsi lainnya yaitu
Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi dan Provinsi
Kepulauan Riau.
Peranan sector pertanian di Provinsi Riau masih sangat penting, hal ini dapat
ditentukan dari kontribusinya terhadap Produk Dosmetik Regional Bruto (PDRB) yang
cukup besar yaitu pada tahun 1990, tahun 2000 dan 2009 masing-masing sebesar
25,47%, 43,48%, dan 33,86%. (BPS Riau). Kontribusi sector pertanian terhadap

1
kesempatan kerja juga masih cukup besar yaitu 58,13% pada tahun 1990 dan pada
tahun 2010 43,10%.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ragam aktivitas pertanian di Riau?
2. Apa isu, strategi pangan, dan permasalahan di Riau?
3. Bagaimana program, sasaran dan strategi ketahanan pangan dan gizi di Riau?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ragam aktivitas pertanian di Riau
2. Untuk mengetahui isu, strategi pangan, dan permasalahan di Riau.
3. Untuk mengetahui program, sasaran dan strategi ketahanan pangan dan gizi di
Riau?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ragam Aktivitas Pertanian di Riau
Menurut Van Aarsten (1953), pertanian adalah digunakannya kegiatan manusia
untuk memperoleh hasil yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan atau hewan yang
pada mulanya dicapai dengan jalan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan
yang telah diberikan oleh alam guna mengembangbiakkan tumbuhan dan atau hewan
tersebut. A.T Mosher (1968;19) mengartikan, pertanian adalah sejenis proses produksi
khas yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Kegiatan-kegiatan
produksi didalam setiap usaha tani merupakan suatu bagian usaha, dimana biaya dan
penerimaan adalah penting. Tumbuhan merupakan pabrik pertanian yang primer.
Aktivitas pertanian di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis, yakni pertanian
lahan basah, pertanian lahan kering, dan perkebunan. Aktivitas pertanian di Indonesia,
khususnya di Provinsi Riau adalah pertanian kelapa sawit.
Peranan sector pertanian di Provinsi Riau masih sangat penting, hal ini dapat
ditentukan dari kontribusinya terhadap Produk Dosmetik Regional Bruto (PDRB) yang
cukup besar yaitu pada tahun 1990, tahun 2000 dan 2009 masing-masing sebesar
25,47%, 43,48%, dan 33,86%. (BPS Riau). Kontribusi sector pertanian terhadap
kesempatan kerja juga masih cukup besar yaitu 58,13% pada tahun 1990 dan pada
tahun 2010 43,10%.
Kelapa sawit merupakan salah satu komditi unggulan bagi Provinsi Riau.
Provinsi Riau merupakan provinsi dengan areal perkebunan kelapa sawit yang terluas
di Indonesia. Pada tahun 2008 luas areal perkebunan kelapa sawit yang berada di
Provinsi Riau seluas 1,54 juta atau 21,89% dari total luas perkebunan kelapa sawit di
Indonesia. Produk perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau juga memberikan
kontribusi terbesar terhadap produksi kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2008 Riau
memberikan kontribusi sebesar 4,47 juta ton atau 24,40% .

3
B. Isu, Strategi pangan, dan permasalahan di Riau
Ketahanan pangan masih merupakan isu yang penting bagi bangsa Indonesia.
Sekalipun Negara Indonesia telah pernah berhasil mencapai swasembada beras, namun
ketahanan pangan masih menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. Hal ini
antara lain, karena pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak disubsitusi
dengan bahan lain.  Sementara, pertumbuhan jumlah penduduk  yang terus meningkat
memerlukan  bahan pangan dalam jumlah sangat besar. Disisi lain kapasitas
penyediaan pangan justru menghadapi sejumlah tantangan seperti perubahan iklim
global, kompetisi pemanfaatan sumberdaya lahan dan air untuk kegiatan pertanian dan
non pertanian, serta degradasi lingkungan yang menurunkan kapasitas produksi pangan
(Dewan Ketahanan Pangan, 2011).
Sehubungan dengan persoalan tersebut diatas, maka dalam RPJMN 2010-2014,
Pemerintah menempatkan pembangunan ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas
nasional. Dalam kaitan dengan pembangunan ketahanan pangan, pemerintah
memberikan penekanan pada perbaikan subsistem ketersediaan pangan, subsistem
distribusi pangan dan subsistem konsumsi pangan (Dewan Ketahanan Pangan, 2011).
Provinsi Riau merupakan Provinsi terkaya kedua setelah Kalimantan Timur,
yang memiliki  sumberdaya alam yang sangat banyak. Pertumbuhan ekonomi Provinsi
Riau pada tahun 2013  mencapai 7,81 % tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan
Provinsi lain di Sumatera. Hal ini ditunjang berkembangnya sector-sektor ekonomi di
daerah ini, seperti sector pertambangan, minyak bumi, perkebunan, perdagangan dan
jasa (BPS Riau, 2014).      Perkembangan ekonomi yang begitu pesat telah menjadi
daya tarik tersendiri bagi daerah ini, sehingga mengundang berbagai pendatang dari 
Provinsi lain untuk masuk ke Proponsi Riau mengadu nasib untuk mendapatkan
pekerjaan. Akibatnya dari tahun ke tahun pertumbuhan penduduk Riau terus
meningkat. Jika pada tahun 2000 penduduk Riau sebanyak 4.755.176 jiwa, maka pada
tahun 2013 sudah meningkat menjadi 6.764.205, dengan rata-rata laju pertumbuhan
penduduk mencapai 4,01 persen atau melebihi pertumbuhan penduduk nasional yang
mencapai 1,34 persen (BPS Riau, 2013).

4
Pertumbuhan penduduk yang tinggi ini akan menimbulkan berbagai persoalan
seperti meningkatnya pengangguran, kerawanan kejahatan, kemiskinan dan masalah
sosial lainnya. Persoalan lain yang amat penting adalah masalah pangan untuk
memenuhi permintaan atau kebutuhan penduduk. Masalah pangan adalah masalah
penduduk yang  azasi, karena ketersediaan pangan yang cukup menjadi indikator
kestabilan politik, ekonomi dan social di tengah masyarakat. Masalah pangan bukan
saja menyangkut kuantitas, akan tetapi menyangkut kualitas, merata, aman dan
terjangkau. Sehingga dapat mendukung untuk mewujudkan visi  pembangunan
Provinsi Riau 2014 – 2019 yakni Terwujudnya Provinsi Riau yang Maju, Masyarakat
Sejahtera dan Berdaya Saing Tinggi, Terhapusnya Kemiskinan serta Tersedianya
Lapangan Kerja.  
Kondisi ketahanan pangan di Provinsi Riau saat ini sebenarnya tengah
menghadapi ancaman yang tidak ringan. Berdasarkan hasil analisis penyediaan pangan
tahun 2013, secara makro disimpulkan bahwa ketersediaan pangan dalam bentuk
energi mencapai 3.072 Kalori, tetapi konsumsinya hanya 2.079 Kalori (Badan
Ketahanan Pangan Riau, 2014),  Terdapatnya kecenderungan meningkatnya prevalensi
gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita, merupakan indikasi adanya penurunan
ketahanan pangan rumah tangga.  Pada tahun tersebut pravelensi gizi kurang mencapai
13,3  persen dan gizi buruk 9,0  % (Kemenkes, 2013) Kondisi ini akan menyebabkan
menurunnya kualitas sumberdaya manusia, karena kurang gizi akan menyebabkan
kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan
produktivitas, menurunkan daya tahan, serta meningkatkan angka kesakitan dan
kematian (Sukandar, dkk, 2001)
Masalah penyediaan pangan di Provinsi Riau dimasa mendatang cukup serius,
karena tingginya pertumbuhan penduduk, kemiskinan, adanya degradasi lingkungan,
kurs nilai rupiah, kekeringan dan alih fungsi lahan yang akan berdampak terhadap
produksi berbagai komoditas pertanian tanaman pangan khususnya beras, dipihak lain
ketersediaan pangan akan ditentukan oleh produksi pangan di daerah ini.  Mengingat
kebutuhan pangan di Riau masih didatangkan dari daerah lain, akan berdampak harga

5
pangan akan mengalami fluktuasi setiap saat.  Karena permintaan pangan yang
meningkat, sedangkan ketersediaan terbatas, maka akan menyebabkan harga pangan
tersebut mengalami kenaikan. 
Ketahanan pangan tidak hanya bergantung kepada ketersediaan pangan saja,
tetapi juga akses dan penyerapan pangan Permasalahan dan tantangan yang dihadapi
Ketahanan Pangan di Riau saat ini dan akan datang adalah  meliputi:
1. Defisit pengan di Riau  semakin meningkat yaitu dari 1.324.066 ton tahun lalu, naik
7,7% menjadi 1.425.720 ton tahun ini. Ini disebabkan laju pertumbuhan penduduk
yang cukup tinggi  yaitu 3,5 %, dibanding nasional yang hanya mencapai 1,5 %
pertahun. Disamping itu, dalam kurun waktu yang sama telah terjadi peningkatan
pendapatan masyarakat  yang mempengaruhi meningkatnya “demand” bahan
pangan.
2. Defisit pangan utama Beras yang semakin membesar, dimana saat ini telah
mencapai angka 294.288 ton atau 47,6%, dibanding tahun lalu deficit Beras 273.145
ton atau 44,6%. Ini disebabkan masih rendahnya produksi padi akibat , terjadinya
kerusakan infra struktur pengairan yaitu 52 % di Daerah Irigasi (DI) dan 49% di
Daerah Rawa(DR). Kemudian berlangsungnya terus alih fungsi lahan dan 3 tahun
terakhir ini telah mencapai 17.000 Ha. Selain itu kondisi lahan pangan yang lebih
banyak berada diwilayah lahan jenis Organosol dan Podzolik Merah Kuning, yang
merupakan lahan kurang subur, ber Ph rendah, mudah menimbulkan
keracunan( Fe,Mn,Al) menyebabkan bertambah sulitnya meningkatkan
produktivitas.Selanjutnya adanya perubahan iklim(climate change)  sebagai akibat
pemanasan global  (global warming) yang menyebabkan seringnya terjadi cuaca
ekstrim yang berdampak kepada pola tanam, kerusakan pada tanaman, usaha
perikanan dan peternakan.
3. Rendahnya pendapatan usahatani dan kecilnya “insentif” petani tanaman pangan
khususnya petani padi, Jagung dan Kedele, menyebabkan lemahnya animo dan
kemampuan mereka untuk melakukan innovasi penggunaan teknologi budidaya
yang dapat meningkatkan produktivitas. Saat ini produktivitas padi masih berada
pada angka 3,6 ton per Ha; Jagung 2,2 ton per Ha da Kedele 1,1 ton per Ha. Selain
itu Nelayan, pembudidaya, pengolah, peternak masih mengalami kesulitan dalam
hal pengadaan sarana/peralatan, benih/bibit bermutu, pakan, obat-obatan dan modal
kerja.
4. Sentuhan penyuluhan saat ini dirasakan kurang efektif untuk mendorong petani
melakukan perbaikan teknologi budidaya. Ini disebabkan disamping terbatasnya

6
jumlah penyuluh, juga karena terbatasnya sarana yang sangat diperlukan seorang
penyuluh yaituberupa sarana mobilitas, perlengkapan kerja seperti pakaian, alat
pengukur Ph; Loupe; tempat penyimpanan vaksin dsb.
5. Selain aspek produksi yang merupakan bagian dari Subsistem Ketersediaan Pangan
yang telah diuraikan diatas, nampaknya saat ini hasil kegiatan dan program
Subsistem Konsumsi berupa Percepatan Penganeka Ragaman Pangan belum
optimal. Hal ini ditandai masih tingginya tingkat konsumsi Padi-Padian (123 kg/th),
walaupun konsumsi  Beras telah menurun menjadi 104 kg/kapita pertahun, tingkat
konsumsi Umbi-Umbian, Kacang-Kacangan, Pangan Hewani, Sayur dan Buah-
Buahan masih kurang dari standar yang dinjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi.
6. Pada Subsistem Distribusi dan Harga Pangan, masih terus diwarnai terjadinya
fluktuasi harga yang ekstrim setiap tahun pada beberapa jenis pangan seperti
Daging, Cabe, Bawang Ayam, Ikan dll. Lain halnya komoditi Beras, nampaknya
menunjukkan harga yang lebih stabil, karena memiliki intgrasi pasar yang cukup
baik, sehingga perbedaan harga antar daerah relative kecil. Selain itu daerah Riau
masih sering dilanda bencana alam berupa kekeringan dan terjadinya banjir dan
longsor yang menghambat arus transportasi dan  menyebabkan penduduk setempat
kesulitan mengakses pangan dan berpotensi rawan pangan.
7. Kelembagaan Non Struktural yang dibentuk berdasar Kepres No. 83 th. 2006
tentang Dewan Ketahanan Pangan, yang merupakan wadah koordinasi belum
berfungsi secara optimal. Kegiatan dan fungsi strategis Dewan Ketahanan Pangan
berupa perumusan kebijakan yang terintegrasi  belum berjalan sebagaimana yang
diharapkan. Aktivitas  Kelompok Kerja, baik Kelompok Kerja Teknis maupun
Kelompok Kerja Ahli dirasakan sangat terbatas, rapat hanya dilakukan sekali dalam
setahun, dan ini akibat terbatasnya alokasi anggaran, baik APBD maupun APBN.

C. Program, Sasaran dan Strategi Ketahanan Pangan dan Gizi di Riau


Memperhatikan potret permasalahan yang ada, dan menyadari sepenuhnya
bahwa Pangan merupakan hak azasi setiap individu untuk dapat hidup sehat, aktif dan
produktif, dan hal ini adalah merupakan tanggung jawab Pemerintah, termasuk
Pemeritah Daerah. Oleh karena itu sangat diperlukan kommitmen Gubernur bersama
Bupati/Walikota untuk terus  berperan aktif, berada diposisi terdepan, dengan
memanfaatkan sumber daya secara maksimal, menggalang kerjasama yang efektif,
mendorong, memotivasi dan mengawal percepatan program dan kegiatan terhadap:

7
1. Peningkatan produksi pangan, khususnya padi, jagung, kedele, daging dan telur.
Langka-langkah konkrit yang perlu dilakukan untuk merealisasikan percepatan
peningkatan produksi dan penganeka ragaman konsumsi pangan tersebut adalah :
a. Peningkatan produksi Padi, jagung,kedele perlu ditempuh langkah:
 pengendalian/penghentian alih fungsi lahan produktif, dan
pemanfaatan/pengkajian lahan sub-optimal seperti lahan rawa/pasang surut,
lahan kering dan lahan tidur untuk meningkatkan produksi.  Untuk itu UU No.
41 tahun 2009 perlu segera ditindak lanjuti  secepatnya dengan suatu Perda.
 Perbaikan jaringan irigasi yang rusak, pemeliraan yang kontinyu dengan
penyediaan biaya operasional, dan penigkatan efisiensi
 pemanfaatan air.
 peningkatan penggunaan varietas unggul yang lebih adaptif terhadap
perubahan iklim dan agroekosistem.
 perluasan areal padi ladang/padi gogo, jagung dan kedele dilahan kering,
diwilayah perkebunan dan peningkatan indeks pertanaman(IP), serta
penerapan model tumpang sari.
b. Peningkatan produksi Peternakan khususnya daging dan telur, dilakukan dengan
melanjutkan dan mempercepat  program pengembangan kawasan Peternakan
yang terintegrasi dengan Wilayah Perkebunan dan Tanaman Pangan,
pengembangan usaha pembibitan, pembiakan dan penggemukan, penyelamatan
sapi betina, pengembangan usaha pembibitan dan pembiakan ayam petelur.
c. Peningkatan produksi Perikanan dilakukan dengan melanjutkan    dan
mempercepat pengembangan usaha keramba, kolam, tambak,     budidaya pantai,
penangkapan dengan peyediaan benih bermutu,     pakan, peralatan,permodalan,
pemasaran dan bimbingan teknis       perikanan.
2. Distribusi dan aksesibilitas pangan
Dalam rangka memprelancar distribusi pangan dan mengatasi
terjadinyafluktuasi harga yang tajam/ekstrim pada beberapa jenis pangan tersebut
diatas, perlu ditempuh langkah:
 Perbaikan infra struktur dasar yaitu pelabuhan, sarana bongkar muat,
pergudangan, transportasi dan memprioritaskan pembangunan dan perbaikan
infra struktur pedesaan.

8
 Pemeliharaan, perbaikan dan pengawasan terus menerus poros    jalan
penghubung kedaerah pemasok pangan yaitu Sumbar, Sumut, Sumsel dan Jambi.
 Peningkatan stok pangan dengan penguatan cadangan pangan   baik oleh Pemda
maupun oleh masyarakat dan menyusun rencana  dan strategi yang berjangka
panjang ( 25 tahun ).
 Misi Bulog diminta agar selain menangani Beras, kiranya dapat     memperluas
tugas dan fungsinya menangani jenis pangan lainnya     yang sering harganya
melonjak seperti daging, ayam, bawang cabe, kedele dll. Selain itu Bulog diminta
agar selain missi ekonomi/profit  juga dapat mengemban missi sosial, khususnya
pada daerah rawan pangan, Bulog diharapkan melakukan fungsi sosial dengan
cara  pendekatan yang bersifat ‘rescue”

3. Penganekaragaman konsumsi pangan


Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) dan pengurangan
konsumsi beras dilakukan dengan upaya-upaya:
 melanjutkan program sosialisasi konsumsi pangan Beragam, Bergizi, Aman dan
Seimbang(B2SA)
 peningkatan Gerakan memasyrakatkan pangan lokal yang dimulai pada acara
rapat, seminar, selamatan, pesta perkawinan dsb.
 Gerakan dan sosialisasi pengurangan konsumsi beras dengan program “ One Day
No Rice “ dan sekaligus mengkampanyekan peningkatan konsumsi pangan
hewani, umbi-umbian, sayuran dan buah dengan slogan “ Gemar Makan Ikan dan
Telur “, “ Senang Makan Sayur dan Buah “ seta “ Suka Makan Sagu dan Umbi-
Umbian “
4. Peningkatan Peran Penyuluh
Agar kegiatan dan program Ketahanan Pangan dilapangan dapatberjalan sukses
sangat diperlukan peningkatan peran penyuluhan. Penyuluh merupakan motor
penggerak utama ( prime mover ) dan pemersatu potensi (integrator) dalam
menggelorakan semangatdan partisipasi masyarakat pertanian dan perikanan
sebagai pelaku utama. Oleh karena itu tambahan penyuluh melalui rekruitmen perlu
diprioritaskan, dan penyuluh yang ada sekarang tidak dialihkan ke tugas structural.
Penyuluh memerlukan perhatian Pemda agar memperolehfasilitas yang memadai
seperti mobilitas, alat/perlengkapan dan biaya operasional.

9
5. Peningkatan  Peran Kelembagaan Pemerintah, Mayarakat dan Swasta 
Upaya peningkatan Ketahanan Pangan masyarakat, tidaklah semata-mata
tanggung jawab pemerintah, tetapi tanggung seluruh rakyat, termasuk tanggung
jawab dunia usaha. Oleh karena itu pihak dunia usaha dapat berperan aktif
mendukung terwujudnya Ketahanan Pangan Daerah dengan membantu masyarakat
disekitar wilayah usahanya mulai aspek ketersediaan, distribusi sampai pada
konsumsi. Juga diminta kiranya dunia usaha membatu pada upaya    pengkajian,
survey, penelitian tentang peningkatan ketahanan pangan.  Sudah seharusnya
Kelompok Kerja Teknis (Pokja Tehnis) dan Kelompok Kerja Ahli (Pokja Ahli)
sesuai harapan Kepres No. 83 Tahun 2006, yang merupakan motor penggerak dan
tulang punggung Dewan Ketahanan Pangan agar semakin berperan aktif
berpartisipasi dalam rapat/pertemuan dan kegiatan terpadu,  untuk mempercepat
terwujudnya tujuan Ketahanan Pangan di Provinsi Riau.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

10
Kelapa sawit merupakan salah satu komditi unggulan bagi Provinsi Riau.
Provinsi Riau merupakan provinsi dengan areal perkebunan kelapa sawit yang terluas
di Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis penyediaan pangan tahun 2013, secara makro
disimpulkan bahwa ketersediaan pangan dalam bentuk energi mencapai 3.072 Kalori,
tetapi konsumsinya hanya 2.079 Kalori, Terdapatnya kecenderungan meningkatnya
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita, merupakan indikasi adanya
penurunan ketahanan pangan rumah tangga. Pada tahun tersebut pravelensi gizi kurang
mencapai 13,3 persen dan gizi buruk 9,0% Kondisi ini akan menyebabkan menurunnya
kualitas sumberdaya manusia, karena kurang gizi akan menyebabkan kegagalan
pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas,
menurunkan daya tahan, serta meningkatkan angka kesakitan dan kematian.
Memperhatikan potret permasalahan yang ada, dan menyadari sepenuhnya
bahwa Pangan merupakan hak azasi setiap individu untuk dapat hidup sehat, aktif dan
produktif, dan hal ini adalah merupakan tanggung jawab Pemerintah, termasuk
Pemeritah Daerah. Produksi pangan, khususnya padi, jagung, kedele, daging dan telur.
41 tahun 2009 perlu segera ditindak lanjuti secepatnya dengan suatu Perda.

B. Saran
Dengan adanya makalah yang dibuat oleh penulis, penulis berharap pembaca
bisa menambah pengetahuannya. Penulis juga berharap kepada pembaca agar
memberikan kritik dan sarannya terhadap makalah ini karena penulis menyadari
banyak kesalahan dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Chalid, N. (2011). Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Riau. Jurnal Ekonomi, 79.

11
Geek, T. (2019, Maret 29). 3 Aktivitas Pertanian yang Dikembangkan di Indonesia.
Retrieved November 13, 2021, from Kumparan: https://kumparan.com/techno-
geek/3-aktivitas-pertanian-yang-dikembangkan-di-indonesia-
1553075250264973247/4

Gevisioner. (2017, May 13). Potret Permasalahan Ketahanan Pangan Riau. Retrieved
November 14, 2021, from Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Riau:
diskepang.riau.go.id/artikel/detail/potret-permasalahan-ketahanan-pangan-riau

12

Anda mungkin juga menyukai