Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH GEOGRAFI

Ketahanan Pangan Makanan di Indonesia

Di Susun Oleh:
Abdul Gafur Fofid
XII IIS
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini
dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik. Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang Geografi, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu
yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun, dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang “Ketahanan Pangan Makanan di Indonesia” yang


menjelaskan bagaimana arah dan strategi dari ketahanan pangan ini. Semoga maakalah
ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas lepada pembaca. Walaupun makalah ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritikannya,
Terima kasih.
DAFTAR ISI

Lembar Judul
Kata Pengantar ............................................................................................................................i
Daftar Isi ........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................3
1.3 Tujuan Masalah ..................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Permasalahan dalam Ketahanan Pangan .................................................................4
2.2 Pemberdayaan Masyarakat dalam Ketahanan Pangan ......................................4
2.3 Strategi dan Kebijakan Pangan .....................................................................................4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...........................................................................................................................11
3.2 Saran ........................................................................................................................................11
Daftar Pustaka ..............................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu strategis dalam pembangunan


suatuNegara (Simatupang, 2007). Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan,
sektorpertanian merupakan sektor yang sangat penting karena sektor ini menjadi
penyediapangan utama (Sumastuti, 2010), lebih-lebih negara yang sedang berkembang,
karena memiliki peran ganda yaitu sebagai salah satu sasaran utama pembangunan dan
salahsatu instrumen utama pembangunan ekonomi. Fungsi ketahanan pangan sebagai
prasyarat untuk terjaminnya akses pangan determinan utama dari inovasi ilmu
pengetahuan, teknologi dan tenaga kerja produktif serta fungsi ketahanan pangan
sebagai salah satu determinan lingkungan perekonomian yang stabil dan kondusi bagi
pembangunan. Setiap negara senantiasa berusaha membangun sistem ketahanan pangan
yang mantap. Oleh sebab itu sangat rasional dan wajar kalau Indonesia menjadikan
program pemantapan ketahanan pangan nasional sebagai prioritas utama
pembangunannya.
Sebagai negara agraris yang mempunyai potensi tinggi terhadap sektor
pertanian,Indonesia masih mengalami masalah ketersediaan pangan,menurut Jokolelono
(2011). Hal itu terkait dengan masalah pembangunan pedesaan dan sektor pertanian.
Seperti di negara slovakia, pertanian selalu menjadi salah satu bagian terpenting. Promosi
kegiatan komersial dan pekerjaan yang berkelanjutan untuk daerah pedesaan sangat
penting dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup dan mempertahankan
kepadatan penduduk pedesaan (Holiencinova,2016).Realitaspertanian di pedesaan
setidaknya dipangku oleh tiga pilar,yaitu penguasaan tanah, hubungan kerja, dan
perkreditan. Tanah atau lahan masih merupakan aset terpenting bagi penduduk
pedesaan untuk menggerakkan kegiatan produksi. Sedangkan relasi kerja akan
menentukan proporsi nisbah ekonomi yang akan dibagi kepada pelaku ekonomi di
pedesaan. Terakhir, aspek perkreditan pembiayaan berperan amat penting sebagai
pemicu kegiatan ekonomi pedesaan. Ketiga pilar tersebut dan perubahannya akan amat
menentukan keputusan petani sehingga turut mempengaruhi derajat ketahanan pangan.
Tujuan program ketahanan pangan menurut Haryanto(2014), yaitu menjamin hak
atas pangan, menjadi basis pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan
menjadi pilar ketahanan nasional. Tujuan pembangunan ketahanan pangan itu sendiri
adalah untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu
dan gizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah, hingga rumah tangga. Pada era
otonomi daerah ketahanan pangan menjadi bagian urusan setiap daerah yang wajib
dikelola dan diupayakan. Pelakanaan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001
telah menghasilkan perubahan penting yang berkaitan dengan peran pemerintah pusat
dan daerah. Peran pemerintah pusat yang sebelumnya sangat dominan saat ini berubah
menjadi fasilitator, stimulator atau promotor pembangunan pertanian. Pembangunan
pertanian pada era otonomi daerah akan lebih mengandalkan kreativitas rakyat di setiap
daerah. Selain itu, proses perumusan kebijakan juga telah berubah dari pola top down
dan sentralistik menjadi pola bottom up desentralistik.
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2010 oleh Dewan Ketahanan Pangan Indonesia
menyebutkan bahwa padi merupakan komoditas pangan strategis diIndonesia. Padi
menghasilkan beras yang menjadi makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat
Indonesia. Produksi padi terkonsentrasi di wilayah Pulau Jawa. Lebih dari 50 persen
produksi padi dihasilkan oleh provinsi-provinsi di Pulau Jawa.Untuk itulah, Pulau Jawa
merupakan wilayah penting bagi produksi tanaman pangan, terutama padi sebagai
komoditas pangan strategis. Selain Jawa Timur yang terkenal sebagai lumbung pangan,
Jawa Tengah juga memberikan sumbangan yang berarti bagi ketersediaan pangan
nasional. Provinsi ini tetap mampu menghasilkan padiseiring dengan terjadinya
peyusutan lahan sawah. Dalam beberapa dekade ini, Provinsi Jawa Tengah menjadi salah
satu penopang produksi beras nasional, disamping Jawa Barat dan Jawa Timur (Purwanto,
2010).
Pentingnya beras dalam hal kebutuhan pangan menurut Juanda (2012), yaitu beras
sebagai komoditas basis strategis. Pemerintah selalu berupaya meningkatkan ketahanan
pangannya dari produksi dalam negeri (Darwanto, 2011). Sasaran indikatif produksi
komoditas utama tanaman pangan dan cadangan pangan pemerintah berbasis pada
beras. Namun demikian, dengan semakin berkurangnya areal garapan per-petani,
keterbatasan pasokan air irigasi dan mahalnya harga input serta relatif rendahnya harga
produk dapat menjadi faktor-faktor pembatas atau kendala untuk program peningkatan
kesejahteraan dan kemandirian petani yang berbasis sumberdaya lokal tersebut. Selain
itu penduduk yang semakin membesar, dengan sebaran populasi yang menyebar dan
cakupan geografis yang luas. Indonesia memerlukan ketersediaan pangan dalam jumlah
yang mencukupi, terdistribusi secara merata sepanjang waktu dengan harga terjangkau
serta memenuhi kriteria kecukupan konsumsi maupun persyaratan operasional logistik,
oleh karena itu program pengelolaan distribusi dan pasar pangan sangatlah diperlukan.
Pertambahan penduduk memerlukan lahan yang semakin luas (Uchyani, 2010). Tidak saja
guna perluasan pemukiman namun juga sebagai ruang perluasan kegiatan-kegiatan
perekonomian salah satunya di sektor pertanian, untuk meningkatkan jumlah produksi
dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang turut meningkat.

Tabel 1.1
Luas panen dan Produksi Padi Jawa Tengah Periode 2011-2015
Tahun 2011 2012 2013 2014 2015
Luas Panen (ha) 1 724 246 1 773 558 1 845 447 1 800 908 1 875 293
Produksi Padi (ton) 9 391 959 10 232 934 10 344 816 9 648 104 11 301 442
Produktifitas (kw/ha) 54,47 57,70 56,16 53,57 60,99

Menurut Tabel 1.1 Luas lahan dan Produksi Padi di Jawa Tengah tahun 2011
sampai tahun 2015 mengalami fluktuasi. Luas panen dan produksi terus
meningkat
dari tahun 2011 sampai tahun 2013, kemudian mengalami penurunan pada tahun
2014, dan mengalami kenaikan yang fantastis pada tahun 2015.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana menyelesaikan permasalahan, kebijakan, dan pemberdayaan
masyarakat ?
2. Strategi dan Kebijakan pangan

C. Manfaat Penulisan
Tulisan ini akan menjadi Khasanah pengetahuan untuk pembaca seluruhnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan dalam ketahanan pangan


Permasalahan secara umum mengenai ketahanan pangan adalah jumlah penduduk yang
besar dengan pertumbuhan penduduk yang positif. Dengan demikian masih akan meningkat.
Peningkatan pangan juga didorong oleh peningkatan pendapatan, kesadaran akan kesehatan
dan pergeseran pola makan karena pengaruh globalisasi, serta ragam aktivitas masyarakat.
Disisi lain, ketersediaan sumber daya lahan, semakin berkurang, karena tekanan penduduk
serta persaingan pemanfaatan lahan anatar sektor pangan dengan sektor non pangan secara
spesifik, permasalahan sehubungan dengan ketahanan pangan adalah penyediaan, distribusi,
dan konsumsi pangan.
1. Penyediaan Pangan
Penyediaan pangan melalui peningkatan produsi pangan dalam negeri dihadapkan pada
masalah pokok yaitu semakin terbats dan menurunnya kapasitas produksi. Desakan
peningkatan penduduk beserta aktivitas ekonominya menyebabkan:
( 1). Terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian,
(2). Menurunnya kualitas dan kesuburan lahan, akibat kerusakan lingkungan,
(3). Semakin terbatas dan tidak pastinya penyediaan air untuk produksi kerusakan hutan,
(4). Rusaknya sekitar 30% prasaranan pengairan, dan
(5).Persaingan pemanfaat sumber daya airdengan sektor industri dan permukiman
(nainggolan 2006).
Secara rinci penyebab terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dapat dikelompokkan
dalam faktor teknis dan sosial ekonomi sebagai berikut:
a. Faktor Teknis:
 Berkurangnya lahan pertanian karena alih lahan pertanian ke non pertanian, yang
di pekirakan laju peningkatannya 1% / Tahun.
 Produktivitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat
 Teknologi produksi yang belum efektif dan evesien
 Imprestruktur pertanian (Irigasi) yang tidak menambah dan kemampuannya
semakin menurun.
 Tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%)
 Kegagalan faktor produksi karena faktor iklim yang berdampak pada musim kering
dan banjir
b. Faktor Sosial- ekonomi:
 Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah
 Sulitnya mencapai 3 efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya
jumlah petani (21 juta rumah tangga tani) dengan lahan produksi yang semakin
sempit dan terfrakmentasi (laju 0,5% / tahun)
 Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari
pemerintah kecuali beras
 Tataniaga prduk pangan yang belum pro
 Petani termasuk kebijakan tarif impor yang melindungi kepentingan petani
 Terbatasnya devisa untuk impor pangan

2. Distribusi pangan
Distribusi pangan adalah kegiatan menyalurkan bahan pangan dari pointed of production
( petani produsen) kepada pointed of consumpition ( komsumen akhir). Dengan demiikian
perlu dibuat pola distribusi pangan yang menjamin seluruh rumah tangga dapat memperoleh
pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau.
Permasalhan dalam distribusi pangan (Nanngolan, 2006).
 Prasarana distribusi darat dan antar pulau yang diperlukan untuk menjangkau
seluruh wilayah konsumen balum memadai, sehingga wilayah terpencil masih
mengalami keterbatasan pasokan pangan pada waktu-waktu tertentu.
 kelembagaan pemasaran belum mampu berperan, baik sebagai penyangga
kestabilan distribusi maupun harga pangan pada masa panen, pasokan pangan
berlimpah kepasar sehingga menekan harga produk pertanian dan mengurangi
keuntungan usahatani.
 Bervariasinya kemampuan produksi antar wilayah dan antar musim menuntut
kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan.
 Keamanan jalur distribusi dan adanya pungutan sepanjang jalur distribusi dan
pemasaran
3. Konsumsi Pangan
Permasalahan mengenai konsumsi penduduk Indonesia adalah belum terpenuhnya
kebutuhan pangan, karena belum tercukupnya konsusmsi energi ( meskipun konsumsi
protein sudah mencukupi ). Konsumsi energi penduduk Indonesia masih lebih rendah dari
yang direkomendasikan WKNPG VIII. Permasalahan selanjutnya adalah mengenai konsumsi
energi yang sebagian besar dari padi-padian, dan bias ke beras.

Strategi dan kebijakan ketahanan pangan


Kebijakan pangan pemerintah sebagai pelaksanaan UUD No 7 Tahun 1996, Dituangkan dalam
peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 mengenai ketahanan pangan, yang secara garis
besar mengatur:
 Ketersediaan pangan
Dilakukan dengan pengembangan sistim produksi, efisiensi sistim usaha pangan,
teknologi produksi pangan, sarana dan prasarana produksi pangan dan
mempertahankan lahan produktif.
 Cadangan pangan nasional
Berasal dari cadangan pangan masyarakat dan cadangan pemerintah (Dari tingkat
desa, Kabupaten/kota, provinsi-pemerintah pusat).
 Penganekaragaman pangan
konsumsi pangan yang beraneka ragam dengan prinsip gizi yang seimbang.
 Pencegahan dan penanggulangan masalah pangan
Suatu langkah antisipatif untuk menghindari terjadinya masalah pangan
(kelebihan/kekurangan dan kemampuan rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan
pangan).
 Peran pemerintah daerha dan masyarakat
Pemerintah daerah melaksanakan jakan ketahanan pangan di wilayahnya masing-
masing melalui pemberian informasi dan pendidikan. Selanjutnya peran masyarakat
dalam ketahanan pangan dilakukan melalui kegiatan produksi, perdagangan dan
distribusi pangan, serta cadangan pangan.
Badan ketahanan pangan menyusun kebijakan umum mengenai ketahanan pangan yaitu:
1. Kebijakan Umum
Substansi kebijakan umum ketahanan pangan terdiri dari 14 elemen penting, yang
tersusun dalam rencana aksi pangan periode tahun 2006-2009, yang diharapkan menjadi
panduan pelaksanaan kebijakan umum di tingkat lapangan, yaitu para pelaksana dan
para Stakeholders ketahanan pangan yang meliputi lembagapemerintah, swasta, BUMN,
Perguruan tinggi, lembaga swadata masyrakat dan kalangan masyarakat umum. Secara
garis besar disajikan dalam tulisan ini adalah tujuan kebijakan dan kegiatan pada setiap
tujuan , Sebagai berikut (Badan Ketahanan Pangan).
a. Tujuan kebijakan: Menjamin ketersediaan pangan
Kegiatan:
 Pengembangan lahan abadi 15 juta ha lahan sawah beririgasi dan 15 juta ha lahan
kering.
 Pengembangan konservasi dan rehabilitasi lahan.
 Pelestarian sumber daya air dan pengelolaan daerah aliran sungai.
 Pengembangan skim permodalan bagi petani/nelayan
 Peningkatan produksi dan produktivitas (perbaikan genetik dan teknologi budidaya).
 Pencapaian swasembada lima komoditas strategis (padi,jagung, kedelai, tebu, daging
sapi).

b. Tujuan kebijakan:Menata pertanahan dan tata ruang serta wilayah


Kegiatan:
 Pengembangan reforma agraris.
 Penyusunan tata ruang daerah dan wilayah.
 Perbaikan administrasi pertanahan dan sertifikasi lahan.
 Pengenaan sistem perpajakan progresif bagi pelaku konversi lahan pertanian subur
dan yang mentelantarkan lahan pertanian.

c. Tujuan Kebijakan: Mengembangkan cadangan pangan


Kegiatan:
 Pengembangan cadangan pangan pemerintah (nasional, daerah dan desa).
 Pengembangan lumbung pangan masyarakat.
d. Tujuan Kebijakan: Mengembangkan sistem distribusi pangan yang adil dan efisien
Kegiatan:
 Pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana distribusi.
 Penghapusan restribusi produk pertanian dan perikanan.
 Pengawasan sistem persaingan perdagangan yang tidak sehat.
e. Tujuan Kebijakan: Menjaga stabilitas harga pangan
Kegiatan:
 Pemantauan harga pangan pokok secara berkala untuk mencegah jatuhnya harga
gabah/beras dibawah HPP.
 Pengelolaan pasokan pNGn dan cadangan penyangga untuk stabilitas harga pangan.
f. Tujuan Kebijakan: Meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan
Kegiatan:
 Pemberdayaan masyarakat miskin dan rawan pangan
 Peningkatan efektivitas program raskin.

2. Arah dan Strategi Kebijakan


Arah dari pembangunan ketahanan pangan adalah mencapai sasaran t ingkat mikro
(tingkat rumah tangga/Individu) dan tingkat makro (nasional). Sasaran diindikatorkan
sebagai berikut (badan ketahanan pangan).
a. Tingkat Mikro (rumag tangga)
 Dipertahankannya ketersediaan energi perkapita minimal 2.200 kilo kalori/hari,
dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari.
 Meningkatnya kemampuan pemanfaatan dari konsumsi pangan perkapita untuk
memenuhi kecukupan energi minimal 2.000 kilokalori/hari dan protein
perkapita minimal 57 gram/hari, dengan skor PPH minimal sebesar 80.
 Meningkatnya rata-rata penguasaan lahan petani.
 Tertanganinya secara cepat penduduk yang mengalami rawan pangan transien
di daerah karena bencana alam dan bencana nasional.
b. Tingkat Makro (nasional)
 Meningkatnya kemandirian pangan yang diwujudkan melalui pencapaian
swasembada beras berkelanjutan. Swasembada jagung pada tahun 2017,
swasembada kedelai pada tahun 2015, swasembada gula apda tahun 2009, dan
swasembada daging sapi pada tahun 2010, serta membatasi impor pangan
utama di bawah 10 persen dari kebutuhan pangan nasional.
 Meningkatnya land-man rasio melalui penetapan lahan abadi beririgasi minimal
15 juta ha, dan lahan kering minimal 15 juta ha.
 Meningkatnya kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah daerah
dan pemerintah pusat.

Strategi pelaksanaan kebijakan umum menuju kepada sasaran dilakukan melalui jalur
ganda (twin-track strategy) (Badan Ketahanan pangan).
 Membangun ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan untuk menyediakan
lapangan kerja dan pendapatan.
 Memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan melalui
pemberian bantuan angsung agar tidak semakin terpuruk, serta pemberdayaan
agar erka semakin mampu mewujudkan ketahan pangannya secara mandiri.
Kedua strategi ini dijalankan dengan melibatkan seluruh komponen bangsa yaitu
pemerintah, masyarakat termasuk LSM, organisasi profesi, organisasi massa, organisasi
sosial, koperasi dan pelaku usaha.

3. Pemberdayaan Ketahanan Pangan Masyarakat


Kecukupan pangan nasional tidak menjamin bahwa semua rumah tangga memperoleh
pangan yang dibutuhkannya, sehingga fokus ketahanan pangan adalah rumah tangga.
Dengan demikian kebijakan ketahanan pangan difokuskan kepada pemberdayaan rumah
tangga dan masyarakat agar mampu menolong dirinya sendiri dalam mewujudkan ketahanan
pangan dan mengatasi masalah-masalah pangan yang dihadapi.
Seiring dengan ekonomi daerah, maka proses pemberdayaan didesentralisasikan sesuai
dengan potensi dan keragaman sumber daya wilayah. Demikian juga mengenai kesempatan
berusaha, bahwa usaha yang dilalukan tidak harus pada usahatani padi, tapi juga usahatani
non padi (on-farm), off-farm bahkan non-farm. Pada intinya upaya peningkatan ketahanan
pangan tidak fokus pada pengembangan pertanian dalam arti primer, namun juga sistem dan
usaha agribisnis (Tauched, 2007). Tujuan utama pembangunan ketahanan pangan tingkat
rumah tangga adalah meningkatnya daya beli rumah tangga melalui pengingkatan
pendapatannya.
Dalam rangka membangun ketahanan pangan rumah tangga tersebut, maka fokus
pembangunan ketahanan pangan adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti
meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam
mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu.
Pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat diimplementasikan melalui program Desa
Mandiri Pangan yang dimulai pada tahun 2005 (Nainggalan, 2006). Pemantapan ketahaan
panga masyarakat melalui program ini adalah mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga
yang secara kumulatif diharapkan dapat menopang ketahanan pangan pangan di ringkat
desa dan tingkat wilayah.
Prinsip pengembangan model desa mandiri adalah (i) kemampuan pengelolaan ketahanan
pangan di tingkat desa, (ii) kemampuan upaya pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk
meningkatkan kualitas pemenuhan kebutuhan pangan, (iii) kemampuan menangani masalah
kelebihan/kekurangan pangan dan ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses pangan,
serta (iv) prinsip-prinsip pemberdayaan ketahanan pangan secara partisipatif dan
berkelanjutan (Nainggolan, 2004).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Permasalahan sehubungan dengan ketahanan pangan adalah penyediaan,
distribusi dan konsumsi pangan. Penyediaan dihadapkan pada semakin
terbatas menurunnya kapasitas produksi. Distribusi dihadapkan pada
permasalahan prasarana distribusi darat dan antar pulau, Kelembagaam
dan keamanan jalur distribusi, serta bervariasinya kapasitas produksi antar
wilayah dan antar musim. Permasalahan konsumsi adalah belum
terpenuhinya kebutuhan pangan, karena belum tercukupinya konsumsi
energi (meskipun konsumsi protein sudah mencukupi), sera konsumsi
energi yang sebagian besar dan padi-padian, danbias ke beras.

B. Saran
Dengan arah kebijakan tersebut, maka ketahanan pangan difokuskan
kepada pemberdayaan rumah tangga masyarakat agar mampu menolong
dirinya sendiri dalam mewujudkan ketahanan pangan dan mengatasi
masalah-masalah pangan yang dihadapi. Pemberdayaan ketahanan pangan
diimplementasikan melalui program desa mandiri pangan yang dimulai
pada tahun 2005.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Bustanul. 2007. “ strategi dan kebijakan sektor pertanian dan mewujudkan
kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan”.
Apriyantono, Anton. 2006. Kebijakan strategis pembangunan ketahanan pangan
nasional. Naskah pidato pada diesnatalis ke xx dan wisuda sarjana Univertas Islam Darrul
Ulum. Lamongan Jawa Timur. 9 Desember 2006.

Anda mungkin juga menyukai