Anda di halaman 1dari 48

ANALISIS RISIKO USAHATANI KELAPA SAWIT DIDESA

MOTU KECAMATAN BARAS KABUPATEN

MAMUJU UTARA

DOSEN PENGAMPUH :

Dr.Drs. F. R. Poylema, M.Si

DISUSUN :

WASTY NOVITA BITTO (2022110138)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

STIM-LPI MAKASSAR

TAHUN AJARAN

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehdirat tuhan yang maha esa atas berkat dan
karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis
Risiko Usahatani Kelapa Sawit Didesa Motu Kecamatan Baras Kabupaten Mamuju
Utara”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penelitian ini tidak luput dari berbagai
kekurangan.

Oleh karena itu, kritikan dan saran demi kesempurnaan dan perbaikannnya sehingga
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk bisa dimengerti dan dipahami

Makassar, 12 mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………........iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………...3
1.3 Tinjauaan Dan Kegunaan Penelitian……………………………………… …..4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………5


2.1 Pengertian Kelapa Sawit………………………………………………………..5
2.2 Karakteristik Tanaman Kelapa Sawit…………………………………………..8
2.3 Aspek Ekonomi Kelapa Sawit………………………………………………….8
2.4 Landasan Teori………………………………………………………………….9
2.5 Risiko Usahatani………………………………………………………………. 10
2.6 Kerangka Pikir………………………………………………………………….12

BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………………14


3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian………………………………………………….14
3.2 Teknik Penentuan Sampel……………………………………………………..14
3.3 Jenis Dan Sumber Data…………………………………………………………14
3.4 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………………...15
3.5 Teknik Analisis Data……………………………………………………………15
3.6 Defenisi Operasional………………………………………………………… 18

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN…………………...20


4.1 Letak Geografis………………………………………………………………….20
4.2 Keadaan Demografis…………………………………………………………….21
4.3 Keadaan Dan Prasarana………………………………………………………….24
4.4 Kondisi Pertanian………………………………………………………………..25

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………..28


5.1 Karakteristik Responden…………………………………………………………28

iii
5.2 Analisis Pendapatan Petani…………………………………………………….32
5.3 Risiko-Risiko Yang Dihadapi Petani Di Desa Motu…………………………...36
5.4 Upaya Memitigasi Risiko………………………………………………………39

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………40

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………41

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha perkebunan kelapa sawit dikelola dalam 3 bentuk, yaitu: (1) perkebunan besar
yang dikelola oleh BUMN, (2) perkebunan besar yang dikelola oleh perusahaan swasta
besar, dan (3) perkebunan rakyat yang dikelola oleh rumah tangga dalam bentuk usaha
perorangan. Perkebunan rakyat mempunyai peran yang sangat strategis dalam
meningkatkan peran sub sektor perkebunan kedepan. Sedangkan pada sisi produktivitas,
perkebunan rakyat masih tertinggal dibandingkan perkebunan besar negara dan swasta.
Rendahnya produktivitas ini disebabkan oleh kurangnya permodalan dan penguasaan
teknologi, sehingga perkebunan rakyat umumnya ditandai dengan jarak tanam yang kurang
teratur, tidak ada perencanaan penggantian tanaman yang teratur sesuai umur tanaman dan
sebagainya (Daim, 2003).
Luas area Tanaman Menghasilkan (TM) dan produksi kelapa sawit tahun 2017 di
Kabupaten Sulawesi Barat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Areal Tanaman Menghasilkan (TM) Dan Produksi Kelapa Sawit
Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat.

Kabupaten Luas Areal (ha) Produksi (ton)


Majene - -
Polewali Mandar - -
Mamasa - -
Mamuju 10.643 16.423
Mamuju Utara 43.528 309.245
Mamuju Tengah 41.748 276.258
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan 2023

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa Kabupaten Mamuju Utara mempunyai luas areal
tanaman menghasilkan (TM) yakni ± 43.528 ha dan produksi kelapa sawit yakni ± 309.245
ton.

Kelapa sawit yang mempunyai umur ekonomis 25 tahun dan bisa mencapai tinggi 24
meter dapat hidup dengan baik di daerah tropis (15°LU-15°LS). Tanaman ini tumbuh

1
sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit
membutuhkan iklim dengan curah hujan yang stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah
yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau.

Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan terpenting di Provinsi Sulawesi Barat


khususnya Kabupaten Mamuju Utara. Pada sektor pertanian terdiri dari tanaman pangan,
hortikultura, dan tanaman perkebunan. Luas areal tanaman perkebunan di Kabupaten kelapa
sawit, luas area perkebunan yang mempunyai kontribusi besar adalah kakao seluas 12.802
hektar, serta kelapa dengan seluas 4.752 hektar (Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat,
2018).

Untuk luas areal dan tingkat produksi kelapa sawit di Kabupaten Mamuju Utara menurut
kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2:

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kabupaten Mamuju Utara Tahun .

Tahun Luas Areal (ha) Produksi (ton)


2013 69.971 202.173
2014 72.229 210.600
2015 67.175 200.699
2016 72.709 224.805
2017 100.084 514.455
Total 382.168 1.352.732
Sumber : Kementrian Pertanian 2023
Tabel 2 menunjukkan bahwa tahun 2017 mempunyai luas areal dan produksi kelapa
sawit terbesar di kabupaten Mamuju Utara yakni luas arealnya. ±100.084 ha dan
produksinya ± 514.455 ton, sedangkan yang terkecil luas areal dan produksinya adalah tahun
2015 yakni luas arealnya ± 67.175 ha dan produksinya ±200.699 ton.
Saat ini masyarakat cenderung memilih kelapa sawit sebagai tanaman utama ketimbang
kakao dan kelapa. Kakao rentan terkena serangan penyakit sementara kelapa sawit tergolong
tanaman yang tahan hama penyakit. Faktor menarik lainnya adalah tanaman ini cepat
berbuah dalam waktu 3 tahun. Oleh karena itu pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
khususnya Kabupaten Mamuju Utara mengandalkan komoditi ini untuk mensejahterakan
petani dan andalan pertumbuhan ekonomi wilayah.

2
Kehidupan ekonomi petani kelapa sawit rakyat berada pada posisi yang tidak menentu
karena pendapatan mereka harus ditentukan oleh keadaan harga pasar global. Fluktuasi
harga buah klapa sawit menyebabkan petani sawit di Kabupaten Mamuju Utara berada
dalam kondisi dilematis untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Di pertengahan
tahun 2015 harga komoditas buah kelapa sawit mengalami penurunan secara signifikan
yang menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial ekonomis para petani kelapa sawit
rakyat, khususnya di Desa Motu Kecamatan Baras Kabupaten Mamuju Utara (Kementrian
Pertaian, 2018).
Hal ini kegiatan pertanian akan bergantung pada keadaan pasar global. Jika keadaan
pasar tidak stabil maka akan terjadi fluktuasi yang berdampak pada pendapatan, dan tingkat
kesejahteraanp petani. Saat ini tekanan ekonomi global dirasakan oleh petani rakyat di
Indonesia khususnya di Desa Motu Kecamatan Baras Kabupaten Mamuju Utara, terutama
karena memang produk pertanian cenderung berorientasi ekspor dan harganya tergantung
pada pasar internasional. Fluktuasi harga yang cenderung menurun pada beberapa jenis
komoditi pertanian khususnya kelapa sawit merupakan permasalahan ekonomis yang
mengancam keberlangsungan hidup masyarakat petani.
Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata produksi kelapa sawit di Desa Motu pada
bulan November 2018 mencapai 3,14 ton/ha. Namun, pada bulan Desember 2018−Januari
2019 produksi kelapa sawit di Desa Motu mengalami penurunan yang signifikan hingga
mencapai 1,25 ton/ha dan pada bulan Februari mengalami peningkatan kembali mencapai
2,04 ton/ha. Adanya fluktuasi produksi tersebut menunjukkan bahwa terdapat risiko
produksi dalam usahatani kelapa sawit. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Risiko Usahatani Kelapa Sawit di Motu, Kecamatan
Baras, Kabupaten Mamuju Utara."

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu:
1. Berapa besarnya risiko produksi dan pendapatan yang dihadapai oleh petani dalam
usahatani kelapa sawit di Desa Motu Kecematan Baras Kabupaten Mamuju Utara?
2. Bagaimana upaya yang perlu dilakukan oleh petani dalam mengurangi risiko produksi
dan pendapatan di Desa Motu Kecematan Baras Kabupaten Mamuju Utara?

3
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian
Untuk mengetahui besarnya risiko produksi dan pendapatan yang dihadapi oleh petani
kelapa sawit di Desa Motu Kecematan Baras Kabupaten Mamuju Utara.
a. Untuk mengetahui upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh petani dalam
mengurangi risiko produksi dan pendapatan di Desa Motu Kecematan
Baras Kabupaten Mamuju Utara.
b. Untuk mengetahui upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh petani dalam
mengurangi risiko produksi dan pendapatan di Desa Motu Kecematan
Baras Kabupaten Mamuju Utara.
Kegunaan Penelitian
1. Bagi petani dan pengusaha perkebunan, penelitian ini diharapkan menjadi masukann
dan pertimbangan dalam mengetasi dan memitigasi risiko yang ada.
2. Bagi perkembangan Ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan bisa
melengkapi dan memperkaya kaidah-kaidah dan juga dapat digunakan sebagai
referensi bagi penelitian selanjutnya.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika
Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari
Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit
di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa
sawit hidup subur diluar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand,
dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang
lebih tinggi (Fauzi, 2002).
Klasifikasi botani tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: Devisi
: Tracheopita
Subdevisi : Pteropsida
Kelas : Angiospermeae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Palmales
Famili : Palmaceae
Genus : Elaeis
Species : Elaeis guinensis, Jacq.
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1 – 500 m
dpl (dari permukaan laut), dengan lama penyinaran 5-7 jam perhari dan
memerlukan curah hujan tahunan 1.500 – 4000 m. Temperatur optimal untuk
tanaman kelapa sawit 24-28 derajat celcius dengan kelembaban optimum yang
ideal untuk tanaman kelapa sawit 80 – 90 %, dan kecepatan angin 5 – 6 km/jam.
untuk membantu proses penyerbukan (Anonim,2008).
Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomis adalah buahnya. Satu
tandan tanaman dewasa beratnya mencapai 20 – 35 kg, bahkan ada yang
mencapai diatas 40 kg, tergantung pada perawatan dan pemupukan tanaman.
Tandan tersebut terdiri dari 200 – 600 buah yang masing-masing buah beratnya
20- 35 gr. Buah sawit diambil minyaknya dengan hasil berupa sabut (daging
buah/mesocarp) menghasilkan minyak 20 – 26%, inti sawit sebanyak 6% yang
menghasilkan minyak inti (PKO) , 3-4 % (Pahan, 2011).

5
Menurut Pahan (2012) tanaman kelapa sawit berdasarkan jenisnya dibagi
menjadi tiga varietas, yaitu:
1. Varietas Dura, dengan ciri-ciri yaitu ketebalan cangkangnya 2-8 mm, dibagian luar
cangkang tidak terdapat lingkaran serabut, daging buahnya relatif tipis, dan daging
biji besar dengan kandungan minyak yang rendah. Varietas ini biasanya digunakan
sebagai induk betina oleh para pemulia tanaman.
2. Varietas Pisifera, dengan ciri-ciri yaitu ketebalan cangkang yang sangat tipis
(bahkan hampir tidak ada). Daging buah pissifera tebal dan daging biji sangat tipis.
Pisifera tidak dapat digunakan sebagai bahan baku untuk tanaman komersial, tetapi
digunakan sebagai induk jantan oleh para pemulia tanaman untuk menyerbuki
bunga betina.
Varietas Tenera merupakan hasil persilangan antara dura dan pisifera. Varietas
ini memiliki ciri-ciri yaitu cangkang yang yang tipis dengan ketebalan 1,5 – 4
mm, terdapat serabut melingkar disekeliling tempurung dan daging buah yang
sangat tebal. Varietas ini umumnya menghasilkan banyak tandan buah.
Dalam mengelola usahatani kelapa sawit banyak input produksi yang
digunakan. Input produksi dibedakan menjadi input non tradable (yang ada dalam
negeri) terdiri dari bibit, lahan, dan tenaga kerja dan input tradable ( yang
diperdagangkan di pasar dunia) meliputi herbisida , dan pupuk.
a. Bibit kelapa sawit
Bibit yang digunakan pada usahatani kelapa sawit di masyarakat berasal
dari berbagai sumber, yaitu dari Pusat Penelitian Kelapa sawit (PPKS) berupa
kecambah, bibit cabutan, dan bibit yang dikecambahkan sendiri oleh petani yang
berasal dari pemasok kecambah yang jenis dan kualitas kecambah tidak diketahui
(Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2008). Bibit yang banyak digunakan oleh petani
kelapa sawit yaitu bibit varietas tenera karena varietas ini memiliki daging buah
yang sangat tebal sehingga menghasilkan minyak banyak.
b. Lahan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 41 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di dalam pasal 1 berbunyi
bahwa lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan
fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi
penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk
secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
6
Mengelola usahatani kelapa sawit, lahan adalah salah input produksi yang
sangat penting, baik kecocokan lahan dengan tanaman kelapa sawit, maupun luas

lahan yang akan diusahakan. Lahan yang digunakan untuk usahatani kelapa sawit
sebagian besar adalah lahan milik sendiri yang semula luasnya rata-rata 2 hektar,
yaitu lahan jatah dari pemerintah dari program transmigrasi. Seiring dengan
perjalanan waktu, lahan yang semula 2 hektar setiap kepala keluarga, ada yang
mengalami penambahan dan pengurangan. Penambahan lahan usahatani kelapa
sawit diperoleh petani dengan membeli lahan dari petani lain, dan juga adanya
pembukaan lahan baru (Winarna. 2007).
c. Tenaga Kerja
Pada kegiatan pertanian peranan tenaga kerja sangat penting sebagai suatu
alat penggerak dari usaha tani. Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus
disesuaikan dengan pendapatan dari lahan pertanian yang diusahakan. Di Negara -
negara yang sudah maju, kemajuan tenaga kerja diukur dengan tingginya
produktivitasnya, namun tenaga kerja yang berasal dari manusia produktivitasnya
terbatas, dalam keadaan ini mesin - mesin penghemat tenaga kerja dapat
meningkatkan produktivitas output yang dihasilkan (Mubyarto,2002).
d. Pupuk

Pemupukan tiap kebun disusun berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu :


dosis pupuk yang ditetapkan berdasarkan kemampuan tanah untuk memasok unsur
hara untuk pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit, waktu pemberian
pupuk yang ditetapkan berdasarkan pola curah hujan, dan intensitas pemberian
pupuk yang ditetapkan berdasarkan penyebaran akar kelapa sawit di dalam tanah.
Namun secara umum tanah tropis kekurangan unsur hara N, P dan K sehingga
ketiga unsur hara tersebut harus ditambah melalui pemupukan anorganik.
Pemberian pupuk pertama sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan dan
kedua diakhir musim hujan (Purwanto,2009).
e. Herbisida
Menurut Riadi (2011) herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia
yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan.
Herbisida yang digunakan dalam usahatani kelapa sawit petani kebanyakan
menggunakan gramoxone.

7
Produk kelapa sawit yang dapat dihasilkan dari minyak sawit sangat banyak
Ragam produk turunan akan bervariasi sesuai intensitas modal dan teknologi yang
digunakan. Produksi CPO (Crude Palm oil) dapat memberikan nilai tambah yang
cukup tinggi Nilai tambah tersebut dapat dilihat dari berbagai macam produk
turunan minyak kelapa sawit. Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai
industri yakni industri pangan dan non pangan (Goenadi, 2008).

2.2 Karakteristik Tanaman Kelapa Sawit


Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/ industri berupa pohon batang lurus
dari famili Palmae. Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas pertanian yang
cukup penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang
cukup cerah. Komoditas kelapa sawit baik berupa bahan mentah maupun hasil
olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar
bagi negara setelah karet dan kopi. Hal ini menjadikan kelapa sawit sebagai
tanaman penghasil minyak nabati yang dapat diandalkan, karena minyak yang
dihasilkan memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan minyak yang
dihasilkan oleh tanaman lain. Keunggulan tersebut diantaranya memiliki kadar
kolesterol rendah bahkan tanpa kolesterol.
Menurut Sihotang ( 2010), bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa
sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit
mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng.

2.3 Aspek Ekonomi Kelapa Sawit

Aspek ekonomi, industri minyak sawit berkontribusi pada pembangunan


berkelanjutan, menghasilkan devisa, pembangunan daerah, dan berhasil
menciptakan petani ke berpendapatan menengah. Perkembangan industri minyak
sawit juga bersifat inklusif dan menarik perkembangan sektor-sektor lain. Dalam
perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup
strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cukup cerah sebagai
sumber devisa. Disamping itu minyak sawit merupakan bahan baku utama
minyak goreng yang banyak dipakai diseluruh dunia, sehingga secara terus
menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini mampu

8
pula menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan
Masyarakat (Zen, 2008).

Aspek ekonomi, industri minyak sawit berkontribusi pada pembangunan


berkelanjutan dalam bentuk sumber devisa dan pendapatan negara, pembangunan
ekonomi daerah, dan peningkatan pendapatan petani (Joni, 2012). Perkembangan
industri minyak sawit juga bersifat inklusif, yakni menarik perkembangan sektor-
sektor lain. Bahkan, manfaat ekonomi sawit juga dinikmati masyarakat negara-
negara pengimpor, seperti Uni Eropa, yakni memberi manfaat besar terhadap
GDP, penerimaan pemerintah ataupun kesempatan kerja Uni Eropa.

2.4 Landasan Teori Pendapatan


Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor- factor produksi
yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis
faktor produksi yang ikut dalam usahatani tergantung kepada tujuannya. Pada
akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang
disebut dengan pendapatan usahatani.

Menurut Soekartawi (2006) penerimaan usahatani adalah perkalian antara


produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang
dipergunakan dalam suatu usahatani, sedangkan pendapatan usahatani adalah
selisih antara penerimaan dan pengeluaran.
Pendapatan usaha tani merupakan selisih antara penerimaan dan semua
biaya atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau
penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor atau penerimaan total
adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi
biaya produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan atau
Total Revenue (TR) dengan total biaya atau Total Cost (TC) atau dapat dituliskan
dengan rumus sebagai berikut :
I = TR – TC
TR = P.Q

TC = TFC + TVC

9
Dimana :
I = Pendapatan
TR = Total penerimaan (total revenue)

TC = Total biaya

(total cost)

FC = Biaya tetap

(fixed cost)

VC = Biaya variabel (variabel cost)

Q = Produksi yang diperoleh dalam


suatu usahatani
Py = Harga Y

Dari sisi penerimaan, dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah produksi.


Dari sisi biaya dapat dilakukan dengan meminimalisir pengeluaran seperti
pembelian pupuk, pestisida dengan asumsi kebutuhan optimum dari setiap tanaman
tetap terpenuhi atau dengan kata lain kualitas TBS (Tandan Buah Segar) tidak
berkurang. Dengan cara demikian, maka pendapatan diharapkan akan dapat
meningkat (Soekartawi, 2006).

2.5 Risiko Usahatani

Risiko adalah kemungkinan, bahaya, kerugian, akibat kurang menyenagkan


dari sesuatu perbuatan, usaha, dan sebagainya (Hanafi, 2006). Oleh karena itu,
risiko sebuah usaha penting untuk di lakukan analisis agar petani mengetahui risiko
yang mungkin terjadi dan tinggi rendahnya risiko yang dimiliki suatu usaha.
Menurut Masyhud Ali (2006), ada beberapa hal penyebab risiko, yaitu
ketidakpastian produksi, tingkat produksi, tingkat harga dan perkembangan
teknologi sebagai berikut:
a. Risiko produksi
Sumber risiko yang berasal dari kegiatan produksi diantaranya adalah
gagaLpanen, rendahnya produktivitas, kerusakan pada tanaman yang
ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim dan cuaca,

10
kesalahan sumberdaya manusia, dan masih banyak lagi.
b. Risiko harga
Risiko harga dapat di pengaruhi oleh perubahan harga produksi atau input
yang digunakkan. Risiko ini muncul ketika proses produksi sudah berjalan. Hal
ini lebih disebabkan kepada proses produksi dalam jangka waktu lama pada
pertanian. Sehingga kebutuhan akan input setiap periode memilikiharga yang
berbeda.
c. Risiko pendapatan
Risiko pendapatan adalah segala macam risiko yang berkaitan dengan
keuangan. Risiko pendapatan biasanya kita dapat karena terjadi perbedaan
harga jual suatu produk, dalam hal ini kelapa sawit. Perbedaan harga yang terjadi
musim hujan dan kemarau mengakibatkan perbedaan pendapatan. Risiko
pendapatan harus dapat diketahui sejak awal, maka dari itu perlunya manajemen.

Koefisien variasi (CV) yang merupakan ukuran risiko relatif secara sistematis
dirumuskan sebagai berikut:
a) Risiko Produksi :

σ
𝐶𝑉 =
Q

b) Risiko Harga :

σ
𝐶𝑉 =
C

c) Risiko Keuntungan :

σ
𝐶𝑉 =

11
Keterangan :

CV : Koefisien Variasi
σ : Standar Deviasi
C : Rata-rata Harga (Rp)
Q : Rata-rata Produksi (Kg)ksi,
Y : Rata-rata Pendapatan (Rp)

Jika nilai koefisien variasi (CV) diketahui, maka kita akan dapat mengetahui
besarnya risiko produksi, harga, dan keuntungan yang harus ditanggung petani
dalam berusahatani kelapa sawit. Nilai CV berbanding lurus dengan risiko yang
dihadapi petani, artinya semakin besar nilai CV yang didapat maka semakin besar
pula risiko yang harus ditanggung petani. Begitu pula sebaliknya, semakin
rendah nilai CV yang diperoleh maka risiko yang harus di tanggung petani akan
semakin kecil.

2.6 Kerangka Pikir

Upaya-upaya mengurangu risiko dapat dilakukan dengan mengetahui cara


mencegah hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit. Dan mengetahui jadwal
panen yang tepat dan waktu pengangkutan kelapa sawit ke pabrik. Dengan upaya
tersebut diharapkan usahatani kelapa sawit yang dijalankan oleh petani dapat
memberikan hasil yang berkuantitas dan berkualitas tinggi. Kualitas TBS (Tandan
Buah Segar) yang baik tentunya akan memberikan produk turunan yang baik pula
sehingga harga jualnya pun akan tinggi. Harga jual yang tinggi akan memberikan
pendapatan yang tinggi bagi petani.
Perlunya analisis risiko dikarenakan petani sering dihadapkan pada masalah
ketidakpastian terhadap besarnya keuntungan usahatani yang diperoleh. Hal
tersebut disebabkan oleh terbatasnya penguasaan petani terhadap iklim dan harga
pasar. Ketidakpastian ini menimbulkan adanya risiko yang berupa risiko produksi
dan pendapatan sehingga akan mempengaruhi keuntungan yang diperoleh petani.
Untuk lebih jelasnya gambaran dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat
pada skema kerangka pemikiran Gambar 1

12
Usahatani Kelapa Sawit

Petani

Risiko
Produksi produksi

Upaya Penerimaan
Mengurangi
Risiko

Pendapatan Risiko
Pendapatan

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Analisis Risiko Usahatani Kelapa Sawitt


Di Motu Kecematan Baras Kabupaten Mamuju Utara

13
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Motu, Kecamatan Baras, Kabupaten
Mamuju Utara, Provinsi Sulawesi Barat. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal
20 maret – 10 mei 2023

3.2 Teknik Penentuan Sampel


Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampel acak
sederhana atau simple random sampling. Untuk mendapatkan sampel, langsung
dilakukan random pada unit sampling. Dengan demikian setiap unit sampling
sebagai unsur populasi terkecil, memperoleh peluang yang sama untuk menjadi
sampel atau untuk mewakili populasi (Dessy Alfindasari, 2014)
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, diketahui jumlah populasi
petani kelapa sawit di Desa Motu, Kecamatan Baras, Kabupaten Mamuju Utara
sebanyak 212 orang. Dilihat dari kemampuan tenaga, dana dan waktu peneliti maka
jumlah sampel yang diambil yaitu 15 % dari jumlah petani yaitu sebanyak 32 orang.
Pengambilan sampel untuk penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2010), jika
subjeknya kurang dari 100 orang sebaiknya diambil semuanya, jika subjeknya
besar atau lebih dari 100 orang dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih.

3.3 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif
dan kuantitatif.
1. Data kualitatif merupakan data yang dapat dinyatakan dalam bentuk bukan
angka, misalnya jenis pupuk yang digunakan, status lahan, risiko-risiko
yang dihadapi petani dan data lain yang berbentuk bukan angka.
2. Data kuantitatif merupakan suatu data yang dapat dinyatakan dalam bentuk
angka, misalnya usia seseorang, jumlah produksi, dan lain sebagainya.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan sekunder.

14
a. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden
menggunakan kuisioner yaitu petani (anggota kelompok tani
Responden dalam penelitian ini difokuskan pada petani kelapa
sawit.
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi atau lembaga
yang terkait degan penelitian ini. Sumber dari data sekunder ini
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mamuju
Utara. Data tersebut adalah jumlah produksi kelapa sawit di
kabupaten Mamuju Utara.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Observasi lapangan, yaitu melakukan pengamatan atau peninjauan
langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran yang jelas
tentang kegiatan usahatani.
b. Wawancara, yaitu percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yag mengajukan pertanyaan dan yang di wawancarai yang
memberikan jawaban atas pertanyaan dengan menggunakan
instrumen/menggunakan kuesioner yang telah disiapkan .
c. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari dokumen-
dokumen atau segala sumber terkait dengan cara studi kepustakaan serta
pengambilan gambar berupa foto-foto.

3.5 Teknik Analisis Data

Untuk mencapai tujuan penelitian, analisis data yang digunakan dalam


penelitian ini yaitu:
1. Untuk menjawab masalah pertama digunakan analisis deskriptif kuantitatif,
yaitu mengidentifikasi risiko-risiko usahatani kelapa sawit menggunakan
data dari hasil wawancara petani responden di Desa Motu terkait tentang
biaya-biaya produksi, produksi, panen, proses pengangkutan TBS (Tandan
Buah Segar) kelapa sawit ke pabrik hingga harga jual TBS kelapa sawit.

15
Pada penelitian ini, produksi dan pendapatan menggunakan data mulai
proses pemupukan hingga proses penjualan TBS.
Analisis pendapatan petani dilakukan dengan menghitung:
1) Pendapatan
Untuk mengetahui pendapatan usahatani dapat dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:
I = TR – TC
Dimana :
I = Pendapatan (income) (Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
2) Biaya produksi
Untuk menghitung biaya produksi digunakan rumus sebagai berikut:
TC = TVC + TFC
Dimana :
TC = Total Biaya (Rp)
TVC = Total Biaya Variabel (Rp)
TFC = Total Biaya Tetap (Rp)
3) Penerimaan
Untuk mengetahui penerimaaan usahatani dapat dihitung menggunakan
rumus sebagai berikut:
TR = P . Q
Dimana :
TR = Total Penerimaan (Rp)

P = Harga (Rp/Kg)

Q = Produksi (Kg)

1. B/C Rasio
Untuk mengetahui apakah agribisnis kelapa sawit tang dijalankan
menguntungkan. Dapat dilihat menggunakan rumus sebagai berikut :

16
TR
𝐵/c=
TC

Dimana:
TR = Total Revenue (total
penerimaan) P. Q
TC = Total Cost (total biaya)

Dengan kriteria R/C > 1, maka usaha untung; jika R/C = 1, maka usaha
tidak untung dan tidak rugi; jika R/C < 1, maka usaha rugi.

Untuk mengetahui besar risiko produksi dan pendapatan petani dapat


dilakukan dengan cara analisis koefisien variasi (CV). Cara ini membutuhkan
data produksi dan pendapatan petani. Pengukuran dirumuskan sebagai berikut:
σ
𝐶𝑉 =
X𝑟

Dimana:

CV = Koefisien Variasi

σ = Standar Deviasi/Simpangan Baku

Xr = Nilai Rata-rata

Untuk menghitung standar deviasi (simpangan baku) digunakan rumus:

∑𝑛 (𝑋𝑖 − ̅X ) ²

σ = √ 𝑖=1

𝑛–1

17
Dimana:

σ= standar deviasi simpangan baku


̅X = Data rata-rata produksi/pendapatan
n = Jumlah sampel

Menurut Hernanto (1993), Hal ini menunjukkan bahwa apabila CV >


0,5 maka risiko pendapatan pada usahatani yang ditanggung petani semakin
besar, sedangkan nilai CV ≤ 0,5 maka petani akan selalu untung atau impas.
Dimana koefisien variansi merupakan suatu ukuran variansi yang dapat
digunakan untuk membandingkan suatu distribusi data yang mempunyai
satuan yang berbeda.
2. Untuk menjawab rumusan masalah kedua menggunakan analisis
deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan upaya-upaya yang perlu
dilakukan petani dalam mengurangi risiko yang dihadapi selama
melakukan usahatani kelapa sawit. Mengurangi risiko ini dilakukan agar
dapat meminimalisir atau mengurangi kerugian yang akan terjadi akibat
dari risiko dalam usahatani.

3.6 Definisi Operasional


Untuk memudahkan dalam pengambilan data dan informasi serta
menyamakan persepsi dalam penelitian ini, maka digunakan konsep operasional
sebagai berikut:
1. Petani kelapa sawit adalah petani di Desa Motu, Kecamatan Baras, Kabupaten
Mamuju Utara yang mengusahakan tanaman kelapa sawit sebagai tanaman
utama.
2. Usahatani kelapa sawit dalah kegiatan petani dalam mengusahakan lahannya
menjadi lahan produktif yang menghasilkan buah mentah dari tanaman kelapa
sawit. Usahatani yang dilakukan dimulai dari pemupukan hingga penjualan
Tandan Buah Segar (TBS) dalam satu tahun.
3. Risiko petani yang dihitung adalah risiko produksi dan pendapatan berdasarkan
nilai rata-rata petani dengan menggunakan analisis koefisen variansi deskriptif.
Dimana risiko produksi membutuhkan data jumlah produksi petani, sementara
pendapatan membutuhkan data dari penerimaan petani dikurangi dengan total

18
biaya-biayapengeluaran selama melakukan usahatani.
4. Pendapatan adalah pendapatan yang diterima petani pada tanaman
menghasilkan (TM) yaitu tanaman yang berumur lebih dari 3 tahun. Dimana
nilai penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam satu tahun produksi yang
dinyatakan dalam rupiah (Rp).
5. Mengurangi risiko adalah suatu tindakan yang perlu dilakukan petani kelapa
sawit di Desa Motu, Kecamatan Baras, Kabupaten Mamuju Utara agar dapat
mengurangi dampak dari suatu kejadian yang berpengaruh terhadap
peningkatan produksi dan pendapatan.

19
BAB IV
GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

1.1 Letak Geografis


Secara geografis wilayah Desa Motu Kecamatan Baras. Desa Motu
terletak dibagian Utara wilayah Kecamatan Baras dengan batas-batas wilayah :
➢ Sebelah Utara : Desa Karave
➢ Sebelah Selatan : Desa Balanti
➢ Sebelah Barat : Desa Kasano
➢ Sebelah Timur : Desa Bukit Harapan

Kantor Kepala Desa berada di wilayah Dusun Bukit Asri Desa Motu,
mempunyai luas wilayah + 5.570 Km2 yang terdiri dari Areal perkebunan seluas
+. 570 Km2, areal permukiman seluas + 1500 Km2 dan lain-lain luas selebihnya.
Iklim di Desa Motu sama dengan wilayah lain, yaitu tropis (hujan dan kemarau).
Desa Motu merupakan wilayah potensial untuk mengembangkan, usaha
Perkebunan, Pertanian, dan Peternakan. Berdasarkan kondisi desa ini maka akan
dijabarkan permasalahan, potensi, hingga daftar Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa ( RPJM-Des ) yang diprogramkan untuk 6 (enam) tahun.
Kondisi iklim sebagian besar Desa Motu tidak jauh beda dengan kondisi
iklim wilayah Kecamatan Baras dan bahkan Desa Motu secara umum ada dua
musim, yaitu musim kemarau yang berlangsung antara bulan Juni hingga Agustus
dan musim hujan antara bulan September hingga Mei dengan temperatur / suhu
udara pada tahun 2008 rata - rata berkisar antara 25,52 ºc sampai 37,46 ºc dan suhu
maksimum terjadi pada bulan Oktober dengan suhu 26,10 ºc serta suhu minimum
28,70 ºc terjadi pada bulan Juni. Kelembaban udara berkisar antara 65,78 %,
kelembaban udara maksimum terjadi pada bulan Maret dan Nopember sebesar
50,50 % sedangkan kelembaban minimum terjadi pada bulan September dan Juli
sebesar 75,90 %. Wilayah Desa Motu terbentang aliran sungai Maha Makmur
sebagai batas wilayah dengan Desa Bukit Harapan, Sedangkan Untuk batas pada
Desa Lainnya Yaitu Batas Alam.

20
1.2 Keadaan Demografis

Kondisi kependudukan (demografis) merupakan hal yang harus menjadi


perhatian pihak pemerintah dan masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Penduduk mempunyai peranan yang sangat penting
dalam perkembangan suatu daerah. Kepadatan penduduk dalam suatu tempat yang
kemudian diimbangi dengan tingginya kualitas sumber daya dalam berbagai bidang
akan mempercepat kemajuan suatu daerah dan sebaliknya, begitupun di Desa
Motu, Kecamatan Baras, Kabupaten Mamuju Utara. Oleh sebab itu peningkatan
kualitas sumber daya manusia dalam suatu wilayah akan sangat penting agar dapat
meningkatkan persainggan dalam pembangunan suatu daerah.

Jumlah penduduk yang besar biasa menjadi modal dasar pembangunan


sekaligus bisa menjadi beban pembangunan, jumlah penduduk Desa Motu adalah
3.072 Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 1.536 KK. Agar dapat menjadi dasar
pembangunan maka jumlah penduduk yang besar harus disertai kualitas SDM yang
tinggi. Penanganan kependudukan sangat penting sehingga potensi yang dimiliki
mampu menjadi pendorong dalam pembangunan, khususnya pembanguna Desa
Motu. Berkaitan dengan kependudukan, aspek yang penting antara lain
perkembangan jumlah penduduk, kepadatan dan persebaran serta strukturnya.
Berdasarkan data profil Desa jumlah penduduk Desa Motu adalah 3.558 jiwa
yang komposisi tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Motu.
Data Penduduk Jumlah Ket
Laki-Laki 1.648 Jiwa
Perempuan 1.424 Jiwa
Total 3.072 Jiwa
Sumber : Kantor Desa Motu 2023
1. Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Berdasarkan struktur umur, penduduk Desa Motu tergolong penduduk usia
muda. Indikasi ini tergambar dari rasio penduduk usia kelompok umur 15-45 tahun
merupakan yang terbanyak jumlahnya masing-masing 1.099 jiwa. Kemudian
disusul dengan umur 07-15 tahun dan 45 tahun keatas. Rasio jenis kelamin
penduduk Desa Motu menunjukkan bahwa penduduk Laki-laki relatif lebih banyak

21
dibandingkan Perempuan.
Tabel 4. Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin di Desa Motu.
No Kelompok Umur Tahun 2018
LK PR Jumlah
1 07 – 15 tahun 325 287 612
2 15 – 45 tahun 557 542 1.099
3 45 TH Keatas 208 143 351
Sumber Data: Kantor Desa Motu, 2023

Tabel 5. Penduduk Menurut Strata Pendidikan

MENURUT PENDIDIKAN
S1 S2 S3
Sarjana/perguruantinggi
58 - -
D1 D2 D3
Tamat diploma
- - 35
Tamat slta / sederajat 547 - -
Tamat smp / sederajat 639 - -
Tamat sd / sederajat 800 - -
Mahasiswa 52 - -
Pelajar slta / sederajat 303 - -
Pelajar smp / sederajat 227 - -
Pelajar sd / sederajat 358 - -
Tidak tamat & putus sekolah 3 - -
Belum sekolah 122 - -
Sumber : Kantor Desa Motu, 2023
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pendidikan di Desa Motu
kebanyakan tamat SD yaitu 800 orang sedangkanyang paling sedikit hanya 3
orang.Pendidikan adalah satu hal penting dalam memajukan tingkat kesejahteraan
pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya. Dengan tingkat
pendidikan yang tinggi maka akan mendongkrak tingkat kecakapan. Tingkat
kecakapan juga akan mendorong tumbuhnya ketrampilan kewirausahaan dan pada
gilirannya mendorong munculnya lapangan pekerjaan baru. Dengan sendirinya

22
akan membantu program pemerintah untuk pembukaan lapangan kerja baru guna
mengatasi pengangguran. Pendidikan biasanya akan dapat mempertajam
sistimatika pikir atau pola pikir individu, selain itu mudah menerima informasi
yang lebih maju.
Kondisi ekonomi di Desa Motu tergolong sangat dinamis, hampir 80 %
masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dan berkebun, sisanya 20%
bermata pencaharian sebagai pedagang, dan Pegawai Negeri.
Tabel 6. Mata Pencarian Penduduk Desa Motu
No Mata Pencaharian Jumlah (Orang)
1 Petani 424
2 Buruh Tani 279
3 Pedagang Jual Beli Kopra 2
4 Pedagang Jual Beli Brondolan 15
5 Jual Beli Ayam 3
6 Peternak Ayam 1
7 Peternak Sapi 25
8 Peternak Kambing 5
9 Peternak Babi 35
10 Pelajar (SD,SMP,SMA & Mahasiswa) 940
11 Karyawan 253
12 PNS 75
13 TNI 1
14 POLRI 5
15 Tenaga Honor 21
16 Ibu Rumah Tangga 751
17 Sopir 208
18 Buruh Bangunan 15
19 Tukang Pencetak Batako 7
20 Bengkel Mobil 3
21 Bengkel Motor 4
Sumber : Kantor Desa Motu, 2023

23
4.3 Keadaan Sarana dan Prasarana
Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan
suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik karena apabila kedua
hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat
mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana dan sarana dan prasarana
juga merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses kegiatan baik
alat tersebut adalah merupakan peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang
keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai (Hendrianus,
2017). Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Motu yang mendukung
kegiatan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 7. Prasarana dan Infrastruktur yang Menjadai Aset Desa
Lokasi
Volume Sumber
No Jenis Aset Tahun Kondisi /
(Unit) Dana
Dusun
(RT)
1 Kantor Desa 1 1988 Swadaya Baik Motu
2 Gedung SMP/Sederajat 1 2001 APBD/KAB Baik Motu
3 Gedung SD/Sederajat 3 1989 APBD/KAB Baik Motu

4 Bangunan gedung TK 3 2002 APBD/KAB Baik Motu


5 Mesjid 5 2008 Swadaya Baik Motu
6 Gereja Protestan 7 1988 Swadaya Baik Motu
7 Gereja Katholik 1 1988 Swadaya Baik Motu
8 Pura 2 1987 Swadaya Baik Motu
9 Musollah 6 1987 Swadaya Baik Motu
10 Drainase 7 2002 APBD/KAB Baik Motu
11 Pembangunan TPA 6 1987 Swadaya Baik Motu
12 Posyandu 4 2001 APBD/KAB Baik Motu
13 Puskesmas 1 2001 APBD/KAB Baik Motu
Sumber : Kantor Desa Motu, 2023

24
Tabel 8. Jumlah Tempat Ibadah di Desa Motu
Jumlah Jumlah gereja Jumlah Pura (Unit)
No Dusun Masjid
Protestan (Unit)
(Unit)
1 Palasari 1 - -
2 Bukit Asri 1 1, 2
3 Lembah Makmur - 1 -
4 Kali Permai 1 - 1
5 Maha makmur 1 - -
6 Bulili raya 2 1 -
7 Karabi 1 1 -
8 Agri baras 1 1 -
9 Bulili pabrik 1 - -
10 Agri utara 1 1 -
11 Dampela 1 - -
JUMLAH 11 6 3
Sumber : Kantor Desa Motu, 2023

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jumah masjid di Desa motu


lebih banyak disbanding dengan gereja dan pura. Di karenakan mayoritas penduduk
Desa Motu menganut Agama Islam. Dalam kehidupan beragama kesadaran
melaksanakan ibadah keagamaan sangat berkembang dengan baik dan saling
toleransi sesame agama.

4.4 Kondisi Pertanian

Wilayah Desa Motu memiliki berbagai potensi yang baik. Potensi tersebut
dapat meningkatkan taraf perekonomian dan pendapatan masyarakat. Tabel berikut
terdapat data keadaan ekonomi penduduk Desa Motu.

25
Tabel 9. Luas Areal Produksi Pertanian di Desa Motu.
Bidang perkebunan/pertanian Luas (Ha)
Kelapa dalam 98

Kelapa sawit 100

Jagung 25

Ubi kayu 15

Pisang 10

Mangga 5

Nangka 7

Langsat 8

Durian 1,2

Merica 2
Sumber : Kantor Desa Motu, 2023
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa lahan paling luas di Desa Motu adalah lahan
untuk bidang perkebunan/pertanian untuk tanaman kelapa sawit dengan luas 100
Ha sedangkan lahan yang paling sempit adalah lahan untuk bidang
perkebunan/pertanian untuk tanaman durian dengan luas lahan hanya 1,2 Ha.
Tabel 10. Jumlah Bidang Peternakan di Desa Motu.
Bidang peternakan Jumlah (ekor)
Sapi 37
Kambing 69
Babi 579
Bebek/itik 120
Angsa 86
Ayam 48
Ikan tawar 124

Sumber : Kantor Desa Motu, 2023

26
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa dalam bidang peternakan yang paling banyak di
Desa Motu adalah peternakan babi dengan jumlah + 579 sedangkan bidang peternakan
yang paling sedikit yaitu peternakan sapi dengan jumlah 37 ekor.

27
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden


Karakterisitk responden diklasifikasikan berdasarkan nama responden,
umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani, jumlah tanggungan keluarga dan luas
lahan. Adapun karakteristik tersebut diuraikan sebagai berikut:
5.1.1 Umur
Umur akan sangat mempengaruhi dalam kegiatan berusahatani. Hal tersebut
berhubungan dengan kemampuan bekerja dan cara berpikir petani dalam menerima
inovasi baru. Pada umumnya petani yang berumur muda mempunyai kemampuan
fisik lebih kuat dan responsive terhadap penerapan inovasi baru dibandingkan
petani yang berumur tua. Adapun tingkat umur petani responden dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 11. Kisaran Rata-rata Umur Petani Responden di Desa Motu, Kecamatan
Baras, Kabupaten Mamuju Utara.
No Kelompok Umur Jumlah (Orang) Presentase (%)
1 30 – 37 Tahun 4 12,5
2 38 – 45 Tahun 6 18,7
3 46-53 Tahun 10 31,3
4 54-61 Tahun 8 25
5 62-69 Tahun 3 9,4
6 70-77 Tahun 1 3,1
Jumla 32 100
h
Sumber : Kantor Desa Motu, 2023

28
Berdasarkan dari tabel 11 di atas menunjukkan bahwa pada umur yang
produktif berada pada tingkat umur 46-53 tahun dengan tingkat presentase 31,3%
hal ini dapat dikatakan tidak menjadi hambatan dalam berusahatani kelapa sawit di
masa depan.

5.1.2 Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengambangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (Prihatiningtyas, 2015) Adapun karakteristik
responden tingkat pendidikan Usahatani Kelapa Sawit di Desa Motu:
Tabel 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Usahatani
Kelapa Sawit Di Desa Motu.
No. Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. SD 16 50,00
2. SMP 8 25,00
3. SMA 8 25,00
Jumlah 32 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2023

Berdasarkan dari Tabel 12 diatas dapat kita lihat bahwa tingkat pendidikan yang
sangat dominan yaitu SD sebanyak 16 orang dengan tingkat presentasi 50%. SMP
8 orang dengan tingkat presentasi 25% dan SMA 8 orang dengan tingkat presentasi
25%. Ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani masih rendah. Dikarenakan
di desa Motu pendidikan tidak diutamakan oleh petani disana sehingga petani saat
sudah lulus sekolah tingkat SD responden tidak mau melanjutkan
pendidikannya dan melanjutkan dibidang pertanian dikarenakan kurangnya biaya
untuk melanjutkan pendidikan.

29
5.1.3 Lama Berusahatani

Pengalaman berusahatani dapat menjadi acuan bagi petani dalam


menentukan keputusan usahataninya dengan belajar pada apa yang telah dilakukan
selama ini. Pengalaman juga dapat menjadi pemacu minat petani dalam mengolah
lahan pertaniannya karena dengan banyaknya pengalamanan yang mereka miliki
maka akan ada banyak cara yang dapat mereka lakukan untuk meningkatkan
produksi pertaniannya. Adapun identitas petani responden di Desa Motu
berdasarkan pengalaman usahataninya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Kisaran Lama Berusahatani di Desa Motu.
Kisaran Lama Berusahatani Jumlah
No Persentase (%)
(tahun) (orang)
1 10-12 8 25
2 13-15 4 13
3 16-18 - -
4 19-21 4 13
5 22-24 - -
6 25-27 1 3
7 28-30 15 46
Jumlah 32 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2023

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kisaran lama berusahtani petani


kelapa sawit di Desa Motu sebanyak 15 orang dengan lama berusahatani 28-30
tahun dengan presentase 46%. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman
merupakan potensi dalam mengembangkan usahatani dan dapat mengetahui lebih
banyak tentang risiko apa yang dihadapi dan bagaimana cara menanganinya.

30
5.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga.


Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan
keluarga yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota
keluarga berarti semakin sedikit pula kebutuhanyang harus dipenuhi keluarga.
Adapun karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
Usahatani Kelapa Sawit di Desa Motu dapat di lihat pada tabel 14 berikut:

Tabel 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga


Usahatani Kelapa Sawit Di Desa Motu.
No. Tanggungan Keluarga Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. 1-2 11 34,3
2. 3-4 17 53,2
3. 5-6 4 12,5
Jumlah 32 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2023

Berdasarkan dari Tabel 14 diatas diketahuai bahwa jumlah tanggungan


keluarga di Desa Motu yang banyak adalah tingkat tanggungan sebanyak 3 orang
tanggungan sebanyak 13 orang dengan presentase 40,6%. Hal ini menunjukkan
bahwa responden rata-rata memiliki tanggungan keluarga yang tidak terlalu besar
sehingga tidak merupakan hambatan dalam pegembangan usahatani kelapa sawit.

5.1.5 Luas Lahan


Pada dasarnya luas lahan yang dikelola oleh petani responden sangat
berpengaruh terhadap kegiatan usahataninya baik terhadap jenis komoditi maupun
pada pola usahatani itu sendiri. Lahan yang dimiliki oleh petani berada dekat
dengan lokasi pabrik kelapa sawit sehingga tidak terlalu mahal biaya
pengankutannya. Adapun identitas petani responden berdasarkan luas lahannya di
Desa Motu dapat dilihat pada

31
Tabel 15. Rata-rata Luas Lahan Petani Responden di Desa Motu, Kecamatan Baras,
Kabupaten Mamuju Utara, 2019.
No Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Presentase (%)
1 1-2 24 75
2 3-4 5 15,7
3 5-6 3 9,3
Jumlah 32 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2023.

Tabel 15 menunjukkan bahwa luas lahan yang dimiliki petani responden di


Desa Motu paling banyak memiliki luas lahan rata-rata 2 Ha yaitu sebanyak 18
orang. 2 Ha termasuk lahan yang luas karena penghasilan yang di dapat oleh petani
sebanyak 2.000.000 atau lebih setiap bulan sehingga mencukupi biaya hidup
keluarga mereka.

5.2 Analisis Pendapatan Petani

Usahatani adalah kegiatan petani dalam mengalokasikan sumberdaya yang


ada secara efektif dan efesien sehingga dapat menghasilkan pendapatan yang
sebesar-besarnya. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan
yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Penerimaan dapat berasal dari
penjualan hasil tanaman yang telah diusahakan sedangkan biaya yang dimaksud
adalah segala pengeluaran yang dilakukan dalam sekali proses produksi meliputi
biaya sarana produksi, upah tenaga kerja, pajak lahan dan nilai penyusutan alat.
1. Pemupukan
Petani di Desa Motu pada umumnya melakukan pemupukan dengan
menggunakan pupuk Urea. Pemupukan biasanya dilakukan sebanyak 2 kali oleh
petani yaitu setiap enam bulan sekali pada awal dan akhir musim hujan, selanjutnya
pemupukan dilakukan dengan cara sistem tabur dengan jarak 1-3 meter dari batang
pohon tanaman kelapa sawit. Untuk pemupukan petani lebih banyak melakukan
sendiri disbanding menggunakan tenaga kerja. Adapun rata- rata biaya pemupukan
yang dikeluarkan petani sebesar Rp 55.625/ Ha.

32
2. Penyemprotan
Herbisida merupakan suatu senyawa kimia yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan atau mematikan gulma yang ada. Herbisida yang
digunakan oleh rata-rata petani kelapa sawit di Desa Motu adalah penggunaan
gramoxone sebanyak 5 liter/ha. Cara kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2
hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena
tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan
cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan
tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh,
tunas sampai ke perakarannya. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan alat
pompa semprot dan nilai penyusutan alatnya sebesar Rp 41.875,-.
3. Pembersihan Lahan

Pembersihan lahan meliputi pembersihan setelah melakukan penyemprotan


dan pembersihan setelah panen. Pembersihan lahan bertujuan agar terhindar dari
hama dan penyakit. Pembersihan lahan dilakukan dengan menggunakan parang dan
nilai penyusutan alatnya sebesar Rp 18.555.
4. Panen dan Pascapanen
Panen biasanya dilakukan mulai umur tanaman 3 tahun . Sebagian besar
petani di Desa Motu melakukan pemanenan untuk tanaman yang masih berumur 3-
8 tahun menggunakan dodos untuk melakukan pemanenan dikarenakan pohon
kelapa sawit masih pendek . Sedangkan umur tanaman 9 tahun ke atas sudah
mengggunakan egrek karena pohon kelapa sawit sudah mulai tinggi. Untuk proses
pemanenan ini sebagian besar petani menggunakan tenaga kerja luar keluarga
mengingat pengerjaannya yang cukup berat dan memerlukan waktu yang cukup
lama sehingga dibutuhkan tambahan tenaga kerja agar dapat terselesaikan dengan
baik dan cepat. Rata-rata biaya tenaga kerja untuk panen sebesar Rp
1.410.719/Ha. Pemberian upah panen dihitung berdasarkan jumlah tandan buah
segar (TBS) kelapa sawit sebesar Rp 2.000/tandan. Panen dilakukan dengan
menggunakan dodos dan eggrek. Nilai penyusutan alat dodos sebesar Rp 12.266
dan nilai penyusutan alat eggrek sebesar Rp 13.438.

33
Pasca panen petani di Desa Motu yaitu pengangkutan TBS ke pabrik kelapa sawit
yang berada di wilayah perusahaan (PT. Unggul Widya Teknologi Lestari). Pasca
panen dilakukan dengan menggunakan gerobak untuk mengangkut buah ke pinggir
jalan/tempat pengumpulan hasil (TPH). Nilai penyusutan alat gerobak sebesar Rp
138,086 Pengangkutan TBS ke pabrik menggunakan truk besar. Rata-rata biaya
tenaga kerja untuk pascapanen sebesar Rp 2.311.500/Ha. Pemberian upah
pascapanen dihitung berdasarkan berat jumlah tandan buah segar (TBS) kelapa
sawitsebesar Rp 1.000/Kg. Adapun analisis pendapatan petani kelapa sawit dalam
satu tahun terakhir di Desa Motu dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Analisis rata-rata Pendapatan Petani Kelapa Sawit Selama Satu Tahun di
Desa Motu, Kecamatan Baras, Kabupaten Mamuju Utara, 2019

Jumlah Fisik (Rata- Harga Satuan Nilai


N Uraian rata/Ha/Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Ha/Tahun
o )
1 Produksi 30.670 956 29.320.520
2 Biaya Variabel
Pupuk (Kg)
250 2.000 500.000
Urea
Total Biaya 500.000
Pupuk
5 350.000 350.000
Herbisida
350.000
Gramaxone
Total Biaya 250 300 55.625
Herbisida 1.191 2.000 1.410.719
Upah Tenaga Kerja 30.670 150 2.311.500
Pemupukan (Kg)
3.777.844
Panen (Tandan)
Pengangkutan (Kg) 4.630.969
3 Total biaya Upah

TK 50.000 50.000 50.000


72.637

34
Total Biaya 122.637
4 Variabel 4.753.606
Biaya Tetap 24.566.914
5 a. Pajak Lahan
b. NPA
Total Biaya Tetap
Total Biaya (2+3)
Pendapatan (1-4)
Sumber : Data primer setelah diolah, 2023
Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata produksi petani responden sebesar
30.670,-Kg/Ha/Tahun dengan rata-rata harga satuan Rp 956,-/Kg/Tahun,
sedangkan penerimaan yang diperoleh rata-rata sebesar Rp 29.320.520 Ha/Tahun.

Biaya variabel yang dikeluarkan sebesar Rp 4.630.969,-/Ha/Tahun terdiri dari biaya


pupuk sebesar Rp 500.000,-/Ha/Tahun, dan biaya herbisida sebesar Rp 350.000,-
/Ha/Tahun. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan sebesar Rp 3.777.844,-
/Ha/Tahun yang terdiri dari biaya tenaga kerja pemupukan sebesar Rp 55.625,-/Ha,
tenaga kerja proses panen sebesar Rp 1.410.719,-/Ha/Tahun serta biaya tenaga kerja
pengangkutan sebesar Rp 2.311.500,-/Ha/Tahun. Biaya tetap yang dikeluarkan
petani responden sebesar Rp 122.637,-/Ha/Tahun terdiri dari nilai penyusutan alat
sebesar Rp 72.637,-/Ha/Tahun dan pajak lahan sebesar Rp 50.000,-/Ha/Tahun.
Jadi, total biaya yang dikeluarkan petani responden sebesar Rp 4.753.606 ,-
/Ha/Tahun dan total pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 24.566.914,-
/Ha/Tahun. Hal ini bisa dikatakan bahwa petani mengalami peningktan atau
penurunan pendapatan tergantung dari tenaga kerjanya. Di dalam system pemberian
upah tenaga kerja petani memberikan di akhir setiap produksi. Tenaga kerja yang
digunakan petani tenaga kerja tetap. Selanjunya mengenai pupuk dan herbisida
petani sangat mudah dalam menjangkau tempat pembelian pupuk dan herbisida
karena banyaknya toko tani yang menyiapkan. Mengenai harga TBS (Tandan Buah
Segar) terkadang naik turun tidak menentu ini menyebabkan produksi tidak
menetap. Dalam proses pennentuan harga TBS yang menentukan dan
diikutsertakan pemerintah, ketua kelompok tani.

35
5.3 Risiko-risiko Yang Dihadapi Petani di Desa Motu

Usahatani kelapa sawit di Desa Motu, Kecamatan Baras, Kabupaten


Mamuju Utara memiliki berbagai risiko yang menjadi tantangan bagi petani kelapa
sawit. Mulai dari cuaca yang tidak menentu, produksi dan harga yang tidak
menentu. Risiko-risiko yang paling berdampak terhadap produksi dan pendapatan
petani yaitu faktor alam. Sementara itu, risiko lain yang sering dihadapi petani yaitu
hama dan penyakit dan harga jual TBS (Tandan Buah Segar) yang naik turun sesuai
dengan tingkat harga penjualan CPO (Crude Palm Oil), dan peralatan yang
digunakan biasa rusak atau patah.
Menurut Kartikaningsih (2009), sumber daya peralatan dalam pertanian
merupakan penunjang dari berjalannya usahatani. Pengembangan sumber daya
peralatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas serta meningkatkan
mutu dan nilai tambah hasil. Misalnya saja petani melakukan pekerjaannya
pengolahan tanah dengan mesin traktor yang dapat bekerja secara cepat dan
menggunakan tenaga manusia semakin sedikit. Fungsi peralatan tersebut sangat
membantu dalam proses pertanian.
Berdasarkan hasil wawancara pada petani di Desa Motu, risiko yang terjadi
dikarenakan Harga TBS (Tandan Buah segar) yang naik turun, peralatan yang
dimiliki petani masih minim karena jumlah rata-rata peralatannya yaitu gerobak
sebanyak 1 unit, pompa semprot sebanyak 1 unit, parang sebanyak 1 unit, cangkul
sebanyak 1 unit, eggrek sebanyak 1 unit dan dodos sebanyak 1 unit, sehingga
apabila peralatan yang digunakan rusak pada saat dikebun mengakibatkan
pekerjaan terhambat.

Petani di Desa Motu mengalami risiko yang terjadi dikarenakan faktor cuaca
yang tidak menentu jika pada musim hujan menyebabkan rusaknya jalan utama
menuju tempat penjualan buah (pabrik kelapa sawit), produksi buah yang sedikit,
tenaga kerja terkadang melakukan kesalahan dalam proses produksi dan terserang
hama tanaman. Sumber risiko yang sering terjadi dan memberikan dampak
kerugian yaitu faktor cuaca dan hama penyakit tanaman.

36
5.3.1 Analisis Risiko Produksi
Risiko usahatani kelapa sawit di Desa Motu terdiri dari risiko produksi dan
risiko pendapatan. Risiko ini dianalisis dengan koefisien variansi. Nilai koefisien
variasi yang kecil menunjukkan variabilitas nilai rata-rata distribusi tersebut rendah.
Hal ini menggambarkan risiko yang dihadapi kecil. Adapun analisis risiko produksi
kelapa sawit di Desa Motu, dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Analisis Risiko Produksi
No Uraian Kelapa Sawit (Ha/Bulan)
1 Rata-rata Produksi(Kg) 2.556

2 Standar Deviasi (Kg) 2,86806668


3 Koefisien Variasi (CV) 0,00321
Sumber : Data primer setelah diolah, 2023
Tabel 17 menunjukkan bahwa koefisien variasi yang diperoleh berdasarkan
perhitungan dengan membandingkan rata-rata produksi dengan standar deviasi
sebesar 0,00321. Nilai koefisien variasi kurang dari 0,5 (0,00321<0,5). Hal ini
menunjukkan bahwa risiko produksi petani kelapa sawit di Desa Motu tergolong
risiko rendah. Menurut petani, risiko yang hadapi seperti hama dan penyakit masih
dapat dikendalikan. Seperti hama tikus di kendalikan dengan racun tikus. Dan risiko
saat alat panen rusak saat melakukan pemanenan. Petani harus menyiapkan
cadangan alat agar saat alat rusak ada penggantinya.

5.3.2 Analisis Risiko Pendapatan


Risiko pendapatan dianalisis dengan koefisien variansi. Nilai koefisien
variasi yang kecil menunjukkan variabilitas nilai rata-rata distribusi tersebut rendah.
Hal ini menggambarkan risiko yang dihadapi kecil. Adapun analisis risiko
pendapatan petani kelapa sawit di Desa Motu, dapat dilihat pada Tabel 18.

37
Tabel 18. Analisis Risiko Pendapatan
No Uraian Kelapa Sawit (Ha/Bulan)
1 Rata-rata Pendapatan (Kg) 2.243.143

2 Standar Deviasi (Kg) 7.874,04229


3 Koefisien Variasi (CV) 0,00351
Sumber : Data primer setelah diolah, 2023
Tabel 18 menunjukkan bahwa koefisien variasi yang diperoleh berdasarkan
perhitungan dengan membandingkan rata-rata pendapatan dengan standar deviasi
sebesar 0,00351. Nilai koefisien variasi kurang dari 0,5 (0,00351<0,5). Hal ini
menunjukkan bahwa risiko pendapatan petani kelapa sawit di Desa Motu tergolong
risiko rendah. Menurut petani, risiko yang hadapi seperti biaya tenaga kerja yang
dapat berubah-ubah dan tenaga kerja yang kurang teliti masih dapat dikendalikan.
Dengan cara memantau secara langsung proses pemupukan dan panen.

Keuntungan usahatani kelapa sawit dapat diketehui dengan analisis B/C ratio.
Benevit Cost Ratio merupakan perbandingan antara total nilai produksi dengan total
biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam mengelola usahataninya. B/C ratio juga
dapat mengetahui kelayakan suatu usahatani, apakah usahatani tersebut dapat
dilanjutkan atau tidak. Jika B/C ratio ≥ 1, maka usahatani tersebut layak untuk
dikembangkan, jika B/C ratio ≤ 1, maka usahatani tersebut tidak layak
dikembangkan dan jika B/C ratio = 1, maka usahatani tersebut selalu impas. Adapun
rata-rata perhitungan B/C ratio usahatani kelapa sawit petani responden Di Desa
Motu, Kecamatan Baras, Kabupaten Mamuju Utara dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Analisis Rata-rata B/C Ratio Petani Kelapa Sawit di Desa Motu,
Kecamatan Baras, Kabupaten Mamuju Utara.
No Uraian Nilai (Rp/tahun)
1 Pendapatan (Rp/Ha/Tahun) 24.566.914
2 Total Biaya (Rp/Ha/Tahun) 4.753.606
3 Keuntungan 19.813.308
4 B/C Racio 4,1
Sumber : Data primer setelah diolah, 2023

38
Tabel 19 menunjukkan bahwa hasil perhitungan nilai B/C ratio dari usahatani
kelapa sawit adalah 4,1. Dari hasil perbandingan pendapatan dengan total produksi
Berdasarkan kriteria nilai B/C ratio lebih besar dari 1 yang berarti bahwa usahatani
yang dilakukan petani responden menguntungkan dan tidak mengalami kerugian.
Jadi setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan meperoleh pendapatan sebesar 4,1.

5.4 Upaya Memitigasi Risiko


5.4.1 Risiko Produksi

Beberapa permasalahan yang paling sering dihadapi oleh petani yaitu


permasalahan mengenai iklim. Petani di Desa Motu mengatakan bahwa dengan
adanya iklim yang tidak menentu merupakan risiko utama. Curah hujan yang terus
menerus menyebabkan berbagai macam hama dan penyakit yang menyerang
tanaman serta jalan rusak menuju pabrik kelapa sawit. Untuk mengatasi
permasalahan hama dan penyakit sebaiknya petani melakukan pengamatan secara
langsung pada tanaman. Apabila terjadi tanda-tanda serangan hama dan penyakit,
maka petani segera mempersiapkan obat-obatan yang sesuai untuk mengatasi hama
dan penyakit tersebut.
5.4.2 Risiko Pendapatan
Risiko lain yang sering dihadapi petani yaitu pada proses pengangkutan
TBS ke pabrik kelapa sawit terkadang terlambat dikarenakan hujan mengakibatkan
jalanan rusak sehingga truk susah untuk masuk ke dalam kebun untuk mengambil
TBS dan membawa ke pabrik kelapa sawit.
Untuk mengatasi masalah tersebut, sebaiknya petani lebih memperhatikan
jadwal panen dan pengangkutan buah agar pemasukan buah ke pabrik dapat
dilakukan tepat waktu. Selain itu, petani sebaiknya memperbaiki jalanan agar bisa
dilewati truk. Masalah harga TBS kelapa sawit ini telah ditentukan oleh pusat.
Penetapan harga TBS dibuat sesuai dengan ketentuan di dalam SK Menteri
Kehutanan dan Perkebunan No. 627 Tahun 1998. Harga TBS ditentukan oleh tim
yang terdiri dari dinas perkebunan, wakil perusahaan inti, dan wakil petani. Untuk
mendapatkan harga yang maksimal, upaya yang perlu dilakukan yaitu petani
sebaiknya mampu memperhatikan kualitas dan mutu TBS agar dapat memperoleh
hasil penjualan yang tinggi.

39
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Risiko-risiko yang dihadapi petani di Desa Motu yaitu risiko produksi dan
risiko pendapatan. Risiko produksi diperoleh nilai Koefisien Variasi (CV)
sebesar 0,00321 dan risiko pendapatan diperoleh nilai Koefisien Variasi
(CV) sebesar 0,00351. hal ini menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi
petani rendah, sehingga petani dapat menangani sendiri risiko tersebut.

2. Upaya yang perlu dilakukan petani dalam mengurangi risiko produksi


dalam usahatani kelapa sawit yaitu petani segera mempersiapkan obat-
obatan yang sesuai untuk mengatasi hama dan penyakit. Sementara itu,
upaya yang perlu dilakukan petani dalam mengurangi risiko pendapatan
dalam usahatani kelapa sawit yaitu sebaiknya petani lebih memperhatikan
jadwal panen dan memantau tenanga kerja saat bekerja dan pengangkutan
buah agar pemasukan buah ke pabrik dapat dilakukan tepat waktu.

6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan
beberapa hal sebagai berikut, bagi petani hendaknya mampu memperhatikan sumber
daya peralatan yang digunakan dalam berusahatani yaitu dengan menambah peralatan
yang masih kurang sehingga mampu meningkatkan produkstivitas dalam usahatani
kelapa sawit.

40
DAFTAR PUSTAKA

Alfindasari, Dessy. 2014. Teknik Sampling Pada Penelitian Kualitatif. Diterima


darihttp://www.eurekapendidikan.com/2014/11/teknik-sampling-pada
penelitian.html. Diakses pada tanggal 5 November 2016

Ali, Masyhud, Manajemen Risiko (Strategi Perbankan dan Dunia Usaha


Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006.

Anonim, 2008. Kelapa Sawit, Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil Dan Aspek
Pemasaran. Penerba Swadaya. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik Sulawesi Barat. 2018. Provinsi Sulawesi Barat dalam Angka
2018.

Daim, Chamidun. 2003. Pengembangan Kemitraan dan Dukungan Pendanaannya


di Bidang Perkebunan. IPB. Bogor.

Darmosarkoro, W., Sutarta, S. E dan Winarna. 2007. Lahan dan Pemupukan Kelapa
Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Fauzi, Y., Widiastuti Y.S., Satyiawibawa I. Dan Hartono, R. , 2005. Budidaya


Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisi Usaha dan Pemasaran Kelapa
Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hanafi, Mamduh M.. Manajemen Risiko., Yogyakarta: Sekolah Tinggi ilmu


manajemen YKPN, 2006

Hernanto, F. 1993. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Isjoni. 2010. Cooperatif Learning (Efektivitas Pembelajaran Kelompok).

41
Bandung: Alfabeta.
Kartikaningsih, Anita. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Petani dalam Berusahatani Tebu. Skrispsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mangoensoekarjo, S. dan H. Samangun, 2005. Manajemen Agribisnis Kelapa
Sawit. UGM-Press . Yogyakarta.

Mubyarto. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ketiga. LP3ES. Jakarta

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2008. Informasi mengenai pembibitan kelapa


sawit. Medan. Sumatera Utara

Pahan, Iyung.2011. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta : Penebar Swadaya

Pahan, I. 2012. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu ke
Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta

Prihatiningtyas, Eko. 2015. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur


Modal Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2008-2013. Skripsi, Fakultas Ekonomi & Bisnis.

Purwanto H. 2009. Pengelolaan Pemupukkan pada Tanaman Kelapa Sawit


(Elaeis guineensis Jacq.) di Perkebunan PT. Cipta Futura Plantation
Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor.

Riadi, Muh. 2011. Herbisida dan aplikasinya. Universitas hasanudin. Makasar


Santi L.P. dan D.H. Goenadi, 2008. Pupuk Organo-kimia untuk Pemupukan Bibit

Kelapa Sawit. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor


Sihotang,B. 2010. Kandungan Senyawa Kimia pada Pupuk Kandang Berdasarkan
Jenis Binatangnya. Kumpulan Artikel Budidaya Tanaman http : // pustaka

.litbang .deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp09037.pdf.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan.

42
Zen, Ratna Permatasari. 2008. Prospek Pengembangan Kelapa Sawit Perkebunan
Rakyat (Studi Kasus: KUD-P3RSU, Desa Aek Nabara, Kecamatan Bila
Hulu, Kabupaten Labuhan Batu). Skripsi. Medan: Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.

43
44

Anda mungkin juga menyukai