Anda di halaman 1dari 31

USULAN PENELITIAN

KEBERLANJUTAN USAHA PETERNAKAN SAPI BERDASARKAN


DIMENSI EKONOMI DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR
KABUPATEN MUARO JAMBI

OLEH
YOSAFAT MARIHOT SIMANJUNTAK
E10020103

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
USULAN PENELITIAN

KEBERLANJUTAN USAHA PETERNAKAN SAPI BERDASARKAN


DIMENSI EKONOMI DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR
KABUPATEN MUARO JAMBI

OLEH
YOSAFAT MARIHOT SIMANJUNTAK
E10020103

Menyetujui:
Pembimbing Utama,

Dr. Ir. Nahri Idris, M.Sc.


NIP 196703301993031002

Mengetahui :
Ketua Jurusan Peternakan Pembimbing Pendamping

Dr. Bayu Rosadi, S.Pt., M.Si. Ir. Indra Sulaksana, M.Si


NIP.197212101999031003 NIP. 196411251993031003
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Usulan Penelitian
ini dengan judul “Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi Berdasarkan Dimensi
Ekonomi di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Nahri Idris, M.Sc.
selaku pembimbing utama dan Ir. Indra Sulaksana, M.Si selaku pembimbing
pendamping atas segala nasehat dan arahannya sehingga dapat menyelesaikan
Usulan Penelitian ini dengan baik.
Dalam penulisan Usulan Penelitian ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi sempurnanya Usulan Penelitian ini. Penulis berharap semoga
Usulan Penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada
umumnya.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Jambi, Desember 2023

Yosafat Marihot Simanjuntak

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah....................................... 3
1.3 Hipotesis................................................................................ 3
1.4 Tujuan.................................................................................... 4
1.5 Manfaat.................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 5
2.1 Keadaan Umum Kecamatan Sungai Bahar........................... 5
2.2 Ternak Sapi............................................................................ 6
2.3 Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi................................... 10
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keberlanjutan Usaha
Peternakan Sapi...................................................................... 11
BAB III MATERI DAN METODE........................................................ 14
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian............................................... 14
3.2 Materi Penelitian................................................................... 14
3.3 Metode Penelitian.................................................................. 14
3.4 Metode Pengumpulan Data................................................... 14
3.5 Analisis Data......................................................................... 14
3.6 Batasan Konsep Operasional................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
LAMPIRAN............................................................................................

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Tabel 1 indikator tingkat keberlanjutan usaha peternakan sapi
berdasarkan dimensi ekonomi di Kecamatan Sungai Bahar
Kabupaten Muaro Jambi..................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan peternakan sebagai bagian dari subsektor pertanian, terus
diupayakan pengembangannya dalam mencukupi kebutuhan protein hewani
sekaligus memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan nasional. Sapi
potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging sebagai
produk utamanya. Pemeliharaan ternak sapi potong merupakan salah satu usaha
yang dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat di
pedesaan. Usaha peternakan sebagai salah satu bidang pertanian mampu
menopang kegiatan perekonomian masyarakat. Usaha peternakan sapi potong
merupakan salah satu usaha yang sangat potensial menghasilkan daging sebagai
protein yang relatif lebih tinggi. Kebutuhan sapi saat ini dipasok dari peternakan
rakyat yang menjadi tumpuan utama, sehingga dibutuhkan usaha untuk
meningkatkan populasi dan produktivitas sapi potong (Misriani, 2011).
Keberhasilan usaha sapi potong dipengaruhi oleh faktor internal maupun
eksternal. Faktor internal meliputi skala usaha, modal peternak dan lokasi
sedangkan eksternal meliputi pasar, teknologi, kondisi ekonomi dan kebijakan
pemerintah.
Keberhasilan usaha ternak sapi potong tergantung cara pemeliharaan
perkembangan ternak. Usaha ternak sapi potong banyak dipelihara oleh peternak
kecil di pedesaan dan merupakan sebuah hal yang sangat positif dengan harapan
baru. Ternak sapi potong mempunyai peranan yang komplek di dalam sistem
pertanian di Indonesia, sebagai fungsi ekonomi dan biologis. Ternak sapi potong
merupakan salah satu ternak yang diharapkan sumbangannya guna meningkatkan
pendapatan petani dan sekaligus memberikan peranan untuk pertumbuhan
ekonomi bagi petani di pedesaan. Tersedianya hijauan pakan ternak yang cukup
dalam jumlah dan mutunya, merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan
keberhasilan usaha dalam pengembangan ternak sapi potong, baik berskala besar,
sedang maupun kecil (Dwiyanto, et al., 2010).

1
Kecamatan Sungai Bahar merupakan wilayah di Provinsi Jambi yang
memiliki potensi cukup baik dalam pengembangan usaha ternak sapi. Ternak sapi
yang dipelihara peternak pemasok komoditi daging bagi kota jambi (BPS Muaro
Jambi, 2017). Alasan utama pengembangan ternak sapi potong adalah kondisi
lahan yang cukup luas serta ketersediaan hijauan ternak dan limbah pertanian
yang cukup melimpah sepanjang tahun bagi kebutuhan ternak. Selama tahun
2015-2019 populasi ternak sapi di Kecamatan Sungai Bahar rata-rata sebanyak
795 ekor/tahun dengan rata-rata perkembangan sebesar 13,86%/tahun. Pada tahun
2015-2018 populasi ternak sapi di Kecamatan Sungai Bahar terus mengalami
peningkatan sampai 1.160 ekor dengan angka perkembangan sebesar 9,85% dari
tahun sebelumnya. Akan tetapi, tahun 2019 populasi ternak sapi di Kecamatan
Sungai Bahar mengalami penurunan yang sangat signifikan dari tahun
sebelumnya menjadi 569 ekor dengan angka perkembangan bernilai negatif yaitu
-50,95% (Gevinanda et al, 2022).
Perkembangan populasi ternak sapi di Kecamatan Sungai Bahar
mengalami penurunan pada tahun 2019. Penurunan populasi ternak sapi di
Kecamatan Sungai Bahar diduga karena adanya pemotongan maupun kematian
ternak yang menyebabkan populasi ternak menurun. Selain itu, terdapat
permasalahan pada pemeliharaan sapi yang menyebabkan ternak sapi menjadi
sakit (penyakit jembrana). Oleh karena itu pemerintah dituntut untuk segera
menerapkan strategi keberlanjutan usaha peternakan sapi potong guna mengurangi
ketergantungan pada impor daging, yaitu dengan cara pengembangan berbagai
potensi yang ada pada peternak sapi potong melalui berbagai aspek, terutama
aspek ekonomi. Upaya dan langkah strategis lain untuk peningkatan peran sub
sektor peternakan antara lain dapat dilakukan melalui pengembangan dan
peningkatan populasi, produksi dan produktivitas ternak yaitu sapi potong.
Kondisi peternakan sapi potong di Kecamatan Sungai Bahar hampir sama
dengan beberapa daerah di Indonesia yakni masih dikelola secara tradisional dan
bertumpu pada usaha peternakan rakyat. Salah satu masalah internal yang paling
dirasakan oleh peternak di lapangan adalah kurangnya modal dalam usaha
pengembangan sapi potong. Masalah ini berdampak pada kepemilikan ternak
yang rendah, tenaga kerja yang belum dimaksimalkan serta rendahnya pendapatan

2
yang diperoleh dari usaha sapi potong. Suatu kawasan pembangunan usaha
peternakan sapi yang berkelanjutan harus memiliki salah satu dimensi, yaitu:
sosial-ekonomi. Dimensi dari pembangunan berkelanjutan merupakan dimensi
penting yang mempresentasikan permintaan terhadap sumber daya alam (SDA)
dan jasa-jasa lingkungan dimana manfaat dari pembangunan wilayah pesisir
seharusnya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal sekitar program
terutama yang termasuk ekonomi lemah (Sulaksono, et al. 2021).
Sampai saat ini, belum ada laporan yang melakukan evaluasi mengenai
Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten
Muaro Jambi Berdasarkan Dimensi Ekonomi, oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi di
Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Berdasarkan Dimensi
Ekonomi.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
Keberlanjutan usaha peternakan sapi memungkinkan terjadinya
peningkatan pendapatan bagi peternak sapi di Kecamatan Sungai Bahar
Kabupaten Muaro Jambi. Berdasarkan hal ini, maka rumusan masalah dari
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaiman keberlanjutan usaha peternakan sapi di Kecamatan Sungai Bahar
Kabupaten Muaro Jambi Berdasarkan Dimensi Ekonomi tergolong tinggi?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberlanjutan usaha peternakan
sapi di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Berdasarkan
Dimensi Ekonomi?
1.3 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Keberlanjutan usaha peternakan sapi di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten
Muaro Jambi Berdasarkan Dimensi Ekonomi tergolong cukup baik.
2. Faktor yang diduga mempengaruhi terhadap keberlanjutan usaha peternakan
sapi di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Berdasarkan
Dimensi Ekonomi yaitu Umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak,
jumlah kepemilikan ternak, pendapatan ternak, dan motivasi beternak.

3
1.4 Tujuan
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Keberlanjutan usaha peternakan sapi di Kecamatan
Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi Berdasarkan Dimensi Ekonomi
2. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberlanjutan
Usaha Peternakan Sapi Dalam Masyarakat di Kecamatan Sungai Bahar
Kabupaten Muaro Jambi.
1.5 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai
Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten
Muaro Jambi Berdasarkan Dimensi Ekonomi.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keadaan Umum Kecamatan Sungai Bahar


Menurut peraturan daerah Kabupaten Muaro Jambi Nomor 39 Tahun 2001
Kecamatan Sungai Bahar merupakan kecamatan hasil dari pemekaran Kecamatan
Mestong,yang memiliki 24 desa diantaranya: Desa Suka Makmur, Marga Mulya,
Jenang, Marga, Rantau Harapan, Talang Bukit, Bukit Subur, Tri Jaya, Tanjung
Harapan, Berkah, Ujung Tanjung, Markanding, Tanjung Lebar, Sumber Mulya,
Matra Manunggal, Bukit Mulya, Bukit Makmur, Bahar Mulya, Tanjung Mulya,
Bukit Mas, Sumber Jaya, Adipura Kencana, Bukit Jaya, dan Tanjung Sari. Letak
geografis Kecamatan Sungai Bahar mempunyai batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara dengan Kecamatan Muara Bulian, Sebelah Timur dengan
Kecamatan Mestong dan Sumetera Selatan, Sebelah Selatan dengan Kecamatan
Muara Bulian dan Sebelah Barat dengan Kecamatan Muara Bulian.
Wilayah Kecamatan Sungai Bahar berasal dari sebagian wilayah
kecamatan mestong yaitu seluas 695.5 Km2, terdiri dari 24 Desa dengan jumlah
penduduk 89.425 jiwa atau 20.281 KK (Kepala Keluarga). Kecamatan Sungai
Bahar segi geografis dan potensi wilayahnya secara spesifik memiliki karateristik
sebagai berikut: Ex wilayah transmigrasi, berpotensi yang besar untuk mampu dan
berkembang dikarenakan memiliki jumlah penduduk yang relatif banyak. Potensi
ekonomi yang cukup besar yaitu perkebunan sawit dan investasi berskala normal
(2 buah pabrik sawit) serta Sumber PAD/PBB yang cukup potensial. Luas wilayah
Kecamatan Sungai Bahar terdiri dari: Kebun Sawit : 376,37 Km2, Perkarangan :
52,53 Km2, Lahan Luas Usaha (LU) I : 22,51 Km2, Lahan LU II : 240 Km2, dan
Jumlah Penduduk : 89.425 jiwa, Laki-laki : 46.028 jiwa, Perempuan : 43.397 jiwa.
Pada umumnya keadaan ekonomi masyarakat Kecamatan Sungai Bahar adalah
sebagai pengolah kebun kelapa sawit dan usaha sampingan dengan beternak sapi.
Kecamatan Sungai Bahar memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat
terbesar yang ada di Kabupaten Muaro Jambi yaitu sebesar 11,71% dari total luas
lahan kelapa sawit.

5
Kecamatan Sungai Bahar memiliki potensi cukup baik dalam
pengembangan usaha ternak sapi, khususnya sebagai sistem integrasi ternak
dengan sawit. Selama tahun 2015 hingga 2018 populasi ternak sapi meningkat,
namun pada tahun 2019 mengalami penurunan populasi menjadi 569 ekor.
Penurunan tersebut disebabkan adanya pemotongan dan terdapat kematian ternak
yang menyebabkan populasi ternak menurun. Usaha peternakan sapi di
Kecamatan Sungai Bahar dengan pola pemeliharaan bervariasi, terdiri dari pola
pemeliharaan ekstensif yang dipelihara di kebun sawit, pola pemeliharaan semi
intensif yang dipelihara dengan digembalakan pada siang hari dan dikandangkan
pada malam hari. Potensi usaha peternakan di Kecamatan Sungai Bahar dapat
berupa potensi internal dan potensi eksternal.

2.2 Ternak Sapi


Sapi adalah ras murni Indonesia yang fertilitasnya lebih baik dari pada
sapi yang berasal dari Eropa, karena lebih cocok dengan lingkungan yang
beriklim tropis di Indonesia walaupun pertumbuhan lambat dan mempunyai
periode beranak yang panjang tetapi sapi mempunyai daya tahan terhadap
penyakit (Copland, 1995). Ciri-ciri anak sapi Bali jantan umur 6 bulan adalah
warnanya sama dengan sapi Bali betina yaitu merah kecoklatan, tetapi semakin
bertambah umur akan mulai berubah warna coklat kehitaman (Pane, 1986).
Menurut Siregar (2013), sistem usaha ternak sapi adalah suatu sistem
usaha yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berkaitan terhadap usaha
pemeliharaan sapi. Peternak memilih mengusahakan ternak sapi dengan beberapa
tujuan. Bagi peternak, ternak sapi berfungsi sebagai sumber pendapatan, protein
hewani, dan tenaga kerja serta penghasil pupuk dan fungsi lain adalah sebagai
penghasil bibit serta bersifat tabungan.
Menurut Afrisawati et al., (2019) bahwa pengambilan bibit sapi potong
sangat penting dengan seleksi bibit yang bagus akan berpengaruh terhadap
kualitas dagingnya. Bangsa sapi potong sudah banyak keberadaannya di Asia dan
Afrika terdapat puluhan sapi potong bahkan ribuan ekor sapi potong. Secara
umum ada tiga ras yaitu Bos Taurus (berasal dari Inggris dan Eropa daratan), Bos
indicus (berasal dari benua Asia dan Afrika) serta Bos Sondaicus (terdapat di
Semenanjung Malaya dan Indonesia) (Rianto, 2009).

6
Usaha ternak sapi potong secara langsung berpengaruh terhadap
pendapatan keluarga, karena pendapatan yang diperoleh dari usaha potong dapat
memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap pendapatan keluarga, dimana
kontribusi pendapatan keluarga adalah seberapa besar kontribusi atau sumbangan
pendapatan bersih usaha ternak sapi potong terhadap pendapatan keluarga
sedangkan pendapatan bersih adalah selisih antara total penerimaan dengan total
biaya usaha ternak sapi. Sapi potong local Indonesia mempunyai keragaman
genetik yang cukup besar yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan
tropis, pada kondisi dimana kuantitas dan kualitas pakan yang terbatas, relative
tahan serangan penyakit tropis dan parasite, serta performan reproduksinya cukup
efisien, sapi potong berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai materi genetik dalam
pengembangan sapi potong yang unggul (Wiyono dan Aryogi, 2006).
Ternak sapi potong merupakan salah satu jenis ternak ruminansia dan
penyumbang protein hewani kedua setelah ternak unggas, sehingga kebutuhan
protein hewani yang berasal dari daging sapi mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun seiring dengan pertambahan penduduk serta kesadaran pentingnya
kebutuhan protein hewani dalam tubuh manusia. hampir 90% usaha ternak sapi
potong di Indonesia masih dengan skala kecil dengan model peternakan rakyat,
modal terbatas serta bersifat hanya usaha sampingan rumah tangga. Padahal
dilihat dari permintaan pasar masih kurang untuk kebutuhan daging dalam negeri,
sehingga memiliki potensi dapat meningkatkan perekonomian petani dan
menutupi volume impor sapi potong dan olahannya yang mencapai 600-700
ekor/tahun.
Jenis ternak sapi potong yang sering dijumpai di Indonesia yaitu sapi Bali
yang merupakan hasil keturunan dari sapi liar yang sudah mengalami serangkaian
proses adaptasi yang cukup lama. Ciri-ciri dari sapi Bali yaitu memiliki bulu
halus, pendek dan mengkilap, warna bulu coklat dan hitam, bobot badan jantan
dewasa mencapai 350-400 kg dan betina dewasa 250-300 kg. sapi Bali memiliki
karkas yang kandungan lemak sedikit serta tulang sangat rendah, umumnya dijual
untuk memenuhi kebutuhan pasar seperti hotel, restaurant, industri pengolahan
daging serta pasar atau pulau di kota-kota besar.

7
Menurut Ardhani (2006), agar usaha ternak sapi potong dapat lebih
menguntungkan maka diperlukan sumber daya manusia petani peternak yang
senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tentang manajemen
perkembangbiakan, manajemen kesehatan, manajemen pakan, manajemen
perkandangan dan manjemen sosial ekonomi. Selain itu, Ketersediaan hijauan
pakan ternak merupakan salah satu faktor penentu untuk keberhasilan usaha bagi
petani. Penyediaan hijauan pakan yang berkualitas dapat menghasilkan
keuntungan yang optimal bagi petani.
Pemeliharaan ternak sapi potong skala 4-6 ekor/petani keuntungan bersih
sekitar Rp.1.048.066/tahun/petani dan nilai B/C ratio 0,17. Untuk penggemukan
ternak sapi jantan PO sekitar skala 3 ekor keuntungan bersih sekitar
Rp.5.464.000/tahun/petani. Nilai B/C ratio 1.3 pemeliharaan skala 7-10
ekor/petani keuntungan bersih sekitar Rp.3.705.159/ tahun/peternak, ternak sapi
potong secara sosial memiliki nilai ekonomi yang cukup baik bagi peternak
(Rusdiana et al., 2010).
Hasil produksi dari ternak potong dapat digolongkan menjadi dua bagian
yaitu produk utama seperti daging dan produk sampingan berupa kulit, limbah
padan dan limbah cair. Limbah yang dihasilkan dari ternak potong jika tidak
dimanfaatkan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, sebaliknya jika limbah
dari ternak potong dimanfaatkan dengan baik dapat menjadi nilai ekonomis bagi
peternak. Limbah ternak sebagai hasil akhir dari usaha peternakan memiliki
potensi untuk dikelola menjadi pupuk organik seperti kompos yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan daya lingkungan, produksi tanaman,
pendapatan petani dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan.
Menurut Windyasmara et al. (2012) pembuatan pupuk organik padat dapat
dilakukan dengan menggunakan kotoran berbagai ternak salah satunya yaitu
kotoran sapi. Kotoran sapi mempunyai C/N ratio sebesar 23,5%. Rentang rasio
C/N antara 25-30% merupakan rentang optimum untuk proses penguraian
anaerob, maka nitrogen akan terkonsumsi sangat cepat oleh bakteri untuk
memenuhi kebutuhan protein dan tidak akan lagi bereaksi dengan sisa karbonnya,
sedangkan jika rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan dibebaskan dan terkumpul
dalam bentuk NH4OH. Pupuk organik hasil siap digunakan setelah proses

8
fermentasi berlangsung lebih dari tiga minggu yang dicirikan dengan struktur
tanah terlihat mulai gembur dan warna tanah berwarna gelap. Pemanfaatan
kotoran sapi menjadi pupuk membantu memenuhi kebutuhan pupuk bagi petani
sekaligus mengurangi limbah yang mencemari lingkungan tempat tinggal warga
(Purnamasari et al., 2022).
Usaha ternak sapi potong adalah usaha di bidang agribisnis dengan rantai
kegiatan tidak terbatas pada kegiatan on farm tetapi meluas, dari hulu dan hilir
sebagai unit usaha pendukung. Dilihat dari kegiatan hulu dan hilir dapat
mendukung produktivitas sapi dan meningkatkan kualitas dan nilai tambah (value
added) bagi daging sapi yang perlu dilakukan secara integrasi agar terbentuk
sistem usaha peternakan sapi potong yang kuat (Rianto dan Purbowati, 2009).
Peternakan sapi merupakan salah satu usaha ternak ruminansia yang
mempunyai peluang dan kontribusi sebagai penghasil daging untuk pemenuhan
kebutuhan protein hewani. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, konsumsi
daging di Indonesia terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk. Pada tahun 2020 konsumsi daging sapi nasional sebesar 623,42
ribu ton atau setara dengan 2,31 kg/kapita/tahun. Di sisi lain jumlah produksi
daging nasional hanya sebesar 515,62 ribu ton (BPS, 2020). Dikarenakan masih
mengalami defisit dalam penyediaan kebutuhan daging. Maka, terdapat potensi
pengembangan peternakan sapi untuk kebutuhan daging nasional.
Masih rendahnya produksi daging nasional menyebabkan kebijakan impor
diambil oleh pemerintah. Pada tahun 2020, impor daging mencapai 223,4 ton.
Jumlah ini menunjukkan kenaikan apabila dibandingkan dengan tahun 2018 yang
mencapai 207,4 ribu ton (BPS, 2020). Selain itu, terdapat pula upaya untuk
mewujudkan swasembada daging nasional. Upaya tersebut antara lain melalui
pengarahan pada system pembibitan dan pengembangbiakan sapi indukan wajib
bunting, penyediaan lembaga atau balai Inseminasi Buatan (IB) (Kementerian
Peternakan, 2017).

9
2.3 Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi
Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008) mengatakan bahwa usaha ternak
sapi potong yang efisien dan ekonomis bisa menjadi kenyataan bila tuntutan hidup
mereka terpenuhi salah satu tuntutan hidup mereka yang utama adalah pakan
disamping kebutuhan lingkungan hidup seperti oksigen dan lain sebagainya.
Menurut Grace (2014), mengatakan bahwa peternakan benar-benar berkelanjutan
memerlukan system berbasis padang rumput. Hewan atau ternak padang rumput
dibesarkan dengan cara berkeliaran dilingkungan alami mereka dimana mereka
bisa makan rumput bergizi dan tanaman lain dan tubuh mereka diadaptasikan
untuk dicerna.
Menurut Mauludin et al. (2012) permasalahan peternak pada umumnya
berkaitan dengan tipe pendekatan pemberdayaan. Peternak belum kompeten
berhubungan dengan arus pembangunan yang lebih menempatkan peternak
sebagai obyek sehingga potensi kreatif peternak menjadi kurang berkembang.
Permasalahan rendahnya produksi hasil ternak dinilai dipengarungi kompetensi
peternak dalam mengakses berbagai sumberdaya. Kompetensi peternak dalam
mengembangkan usaha ternak akan mempengaruhi produktivitas produk pangan
hewani, kemampuan membangun dan membina kelembagaan peternakan.
Tingkat kompetensi adalah hasil dari sebuah proses pemberdayaan.
Pemberdayaan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk memberikan daya-
daya pada masyarakat atau kegiatan yang membuat masyarakat mampu
membangun dirinya sendiri, mampu bekerjasama, berani menghadapi resiko, dan
mampu bertindak sesuai situasi (Slamet 2003). Pemberdayaan masyarakat tidak
cukup hanya dengan meningkatkan produktivitas, memberikan kesempatan
berusaha yang sama tetapi juga bisa menjamin adanya kerjasama dan kemitraan
yang erat antara yang telah maju dan belum berkembang.
Syarifuddin, et al. (2019) melakukan penelitian keberlanjutan usaha
peternakan sapi secara sistem integrasi dengan sawit. Hasil penelitian menunjukan
bahwa nilai keberlanjutan dimensi ekonomi terhadap integrasi sapi - sawit
kategori bernilai 79,60 % dan ini berarti nilai indeks dimensi ekonomi berstatus
berkelanjutan. Ada tiga atribut yang paling sensitive yaitu kemitraan perusahaan
dengan peternak, Besarnya subsidi, dan Kelayakan finansial dan Ekonomi. Hasil

10
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu
menunjukan bahwa Indeks keberlanjutan pola CLS di Sungai Bahar sebesar 52,92
% dalam kategori cukup berlanjut (Syarifuddin, 2010).
Rendahnya peran dan ketersediaan kebijakan pemerintah yang mendorong
usaha ternak serta tidak tersedianya lembaga pendukung usaha ternak yang
memadai menyebabkan kecenderungan rendahnya tingkat kompetensi peternak.
Menurut Ife dan Tesoriero (2008) strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai
peningkatan kompetensi adalah melalui kebijakan dan perencanaan, aksi sosial
dan politik, pendidikan dan penyadaran.
Dariah (2009) menyatakan pemberdayaan masyarakat merupakan salah
satu upaya untuk mempersiapkan masyarakat dengan memperkuat kelembagaan
masyarakat agar mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan
dalam suasana keadilan sosial berkelanjutan. Dukungan lingkungan eksternal
yang tidak sesuai juga didasarkan pada kondisi pasar ternak yang belum mampu
diakses oleh peternak. Pada umumnya menjual ternak dan membeli ternak bakalan
dari pedagang pengumpul (tengkulak).
Bune (2002) bahwa ekonomi rakyat tumbuh secara natural karena adanya
sejumlah potensi ekonomi disekelilingnya, mulanya mereka tumbuh tanpa adanya
insentif artifisal apapun, atau hanya mengandalkan naluri usaha dan kelimpahan
sumber daya alam, sumber daya manusia serta peluang pasar.
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keberlanjutan Usaha Peternakan Sapi
Keberlanjutan usaha peternakan sapi tercermin dari kemampuan dalam
membangun usaha peternakan dan dapat menjalin kerja sama dengan pihak lain
dalam rangka peningkatan pendapatan. Peternak belum mampu jika hanya
diberdayakan dengan meningkatkan produktivitas, memberikan kesempatan
berusaha yang sama tetapi juga bisa menjamin adanya kerjasama dan kemitraan
yang erat antara yang telah maju dan belum berkembang (Simamora, T. 2020).
Dengan demikian, peternak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan
memanfaatkan segala kemampuan, pengetahuan, akses dan tuntutan serta
kekayaan yang dimiliki secara lokal maupun global dan terus meningkatkan
kemampuan dirinya dengan bekerja sama dengan orang lain, berinovasi,
berkompetisi agar dapat bertahan dalam kondisi perubahan.

11
Soekartawi (1988) bahwa semakin muda umur petani biasanya
mempunyai semangat untuk ingin tahu, dengan demikian semangat dan kemauan
lebih cepat untuk merespon suatu inovasi. Umur ini berpengaruh pada
kemampuan fisik petani agar dapat bekerja secara optimal. Semakin
bertambahnya umur maka kekuatan fisik semakin menurun sehingga
mengakibatkan penurunan pada produktivitas kerja. Didukung juga dengan
penelitian Ryandi (2017), umur peternak akan berpengaruh pada kinerja dari
peternak itu sendiri. peternak yang masih dalam usia produktif cendrung lebih
kuat untuk mencurahkan tenaganya guna melakukan pemeliharaan ternak tersebut.
Tingkat pendidikan formal petani atau peternak berkaitan terhadap
kemampuan gapoktan dalam menjalankan usaha. Makin tinggi tingkat pendidikan
formal petani, diharapkan makin rasional pola pikir dan daya nalarnya. Dengan
pendidikan yang semakin tinggi, maka semakin lebih mudah merubah sikap dan
perilaku untuk bertindak lebih rasional. Peternak yang mempunyai tingkat
pendidikan rendah kondisi usahanya relatif sama dengan peternak yang
mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi. Dalam prakteknya hubungan antara
tingkat pendidikan dan tingkat adopsi adalah berjalan secara tidak langsung,
kecuali bagi mereka yang belajar secara spesifik tentang inovasi baru tersebut di
sekolah (Simamora, T. 2020).
Lama berusahatani berpengaruh terhadap daya respon, tanggapan,
penerimaan serta perannya didalam sebuah organisasi petani. Semakin lama
pengalaman berusahatani, diharapkan peran aktif petani sebagai anggota
organisasi dapat memaksimalkan perannya. Pengalaman usahatani memberikan
gambaran seberapa lama seseorang telah berkecimpung dalam menjalankan usaha
taninya. pengalaman berusahatani tersebut dapat diinterprestasikan bahwa dalam
kondisi yang memungkinkan untuk diprediksi usaha yang berkelanjutan karena
mayoritas usia produktif sudah mempunyai pengalaman usaha yang memadai.
Hermawan et al. (2017) menunjukkan pengalaman usaha secara tidak langsung
menunjukkan kemampuan pembudidaya yang baik dalam menjalankan usahanya.
Kepemilikan ternak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap sikap
peternak karena semakin besar jumlah ternak yang dimiliki itu berbanding lurus
dengan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam berusaha tani dan semangat

12
berkelompok. Peternak yang memiliki ternak lebih dari 4 ekor tetap bertahan dan
melanjutkan usahanya serta berkeinginan untuk mengembangkan usaha
peternakannya agar lebih baik dari segi populasi, manajemen, pengetahuan dan
keterampilan (Harniati et al.,2019).
Usaha peternakan sapi potong dianggap dapat memenuhi kebutuhan
sehari-harinya, walaupun sebagian peternak memiliki usaha skala kecil namun
belum nampak terlihat secara signifikan hasil usahanya. Sari (2013) bahwa
pemasukan pendapatan dari usaha ternak ruminansia dalam suatu usahatani adalah
sangat penting karena fungsi ternak tersebut sebagai sumber pendapatan petani
dan penyebar resiko secara merata.
Sistem pemeliharaan ternak terpadu akan mendorong terjadinya efisiensi
produksi, pencapaian produksi yang optimal, peningkatan diversifikasi usaha dan
peningkatan daya saing produk pertanian yang dihasilkan, sekaligus
mempertahankan dan melestarikan sumberdaya lahan (Diwyanto dan
Handiwirawan 2004).

13
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sungai Bahar, Muaro Jambi
sejak tanggal….bulan….Sampai tanggal….Bulan…2023.
3.2 Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak dengan
menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan–pertanyaan yang berkaitan dengan
penelitian ini. Subjek yang diteliti yaitu peternak sapi di Kecamatan Sungai
Bahar.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey. Teknik
pengumpulan data dilakukan secara sensus pada peternak di perkebunan kelapa
sawit yang ada di Kecamatan Sungai Bahar. Data yang dihimpun terdiri dari data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari responden melalui
wawancara dan pengisian kuisioner. Data primer yang diamati meliputi keadaan
umum peternak yaitu : Umur, motivasi beternak, pendidikan, pendapatan, jumlah
tanggungan keluarga dan pengalaman beternak, sedangkan data sekunder
diperoleh dari Badan Pusat Statistika Kabupaten Muaro Jambi dan Dinas
Peternakan Kecamatan Sungai Bahar, Kantor Desa dan data di Kantor Kecamatan
Sungai Bahar.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara dua tahap yaitu :
a. Tahap pertama : Pemilihan desa, menggunakan Simple Random Sampling dan
diambil sebanyak 20% dari jumlah desa yang ada, sehingga jumlah desa yang
terpilih sebanyak 3 desa.
b. Tahap kedua: Pemilihan Responden, dilakukan dengan menggunakan metode
sensus dari jumlah peternak yang ada di masing-masing desa tersebut.

3.5 Analisis Data


Data diolah dengan cara penjumlahan, rataan, dan persentase. Untuk
mengetahui tingkat keberlanjutan usaha peternakan sapi berdasarkan dimensi

14
ekonomi dilakukan wawancara dengan peternak di Kecamatan Sungai Bahar
Kabupaten Muaro Jambi berdasarkan indikator yang harus di perhatikan yaitu:
1. Keuntungan usaha ternak
2. Hasil usaha ternak dan komoditas lain
3. Cara menjual ternak sapi
4. Ketersediaan pasar pemasok daging
5. Daya saing komoditas
6. Ketersediaan akses jalan usaha ternak
Selanjutnya berdasarkan hasil dari pengisian kuesioner yang diisi oleh
responden kemudian dianalisis menggunakan skor sangat rendah, sedang, tinggi,
dan sangat tinggi. Tahap kedua melakukan pengumpulan data dan menganalisis
data untuk menggambarkan dan menguraikan data informasi secara keseluruhan,
kemudian di ambil kesimpulan dari analisis tersebut. Berikut Tabel indikator
tingkat keberlanjutan usaha peternakan sapi berdasarkan dimensi ekonomi di
Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi di bawah ini:
Tabel 1. indikator tingkat keberlanjutan usaha peternakan sapi berdasarkan
dimensi ekonomi di Kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Muaro Jambi
Nilai Indeks Status Keberlanjutan
0,00-25,00 Sangat rendah
25,01-50,00 Rendah
50,01-75,00 Sedang
75,01-100 Tinggi
Keterangan: *conteng salah satu

Sedangkan untuk mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi


keberlanjutan usaha peternakan sapi digunakan uji Regresi Berganda dengan
persamaan berikut :
Y = a+bx1 + bx2 + bx3 + bx4 + bx5 + bx6 + e
Keterangan :
Y = Tingkat Keberlanjutan Usaha peternakan sapi
a = Konstanta
b = koefisien arah regresi
x1 = Umur
x2 = Tingkat pendidikan

15
x3 = Lama Usaha
x4 = Jumlah kepemilikan ternak
x5 = Pendapatan peternak
e = Kesalahan (pengganggu)
3.6 Batasan Konsep Operasional
Batasan – batasan konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Usaha peternakan sapi merupakan salah satu usaha ternak ruminansia yang
mempunyai peluang dan kontribusi sebagai penghasil daging untuk pemenuhan
kebutuhan protein hewani.
2. Tingkat keberlanjutan usaha peternakan sapi merupakan persentase dari sebuah
usaha peternakan sapi yang layak dan tidak untuk di lanjutkan (sustainable).
3. Dimensi ekonomi merupakan presentasi permintaan terhadap SDA dan jasa-
jasa lingkungan dimana manfaat dari pembangunan wilayah pesisir seharusnya
untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal sekitar program terutama
yang termasuk ekonomi lemah.
4. Umur peternak adalah usia responden hingga saat penelitian berlangsung
(tahun)
5. Tingkat pendiidkan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti para
peternak (tahun)
6. Pengalaman beternak adalah lamanya peternak dalam memelihara ternak sapi
(tahun).
7. Jumlah kepemilikan ternak sapi adalah banyaknya ternak sapi yang dipelihara
oleh anggota (satuan ternak).
8. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah anggota keluarga responden yang
terdiri dari suami, isteri, anak dan orang yang tinggal dalam satu atap/rumah
atas tanggung jawab kepala keluarga (orang).
9. Luas lahan perkebunan kelapa sawit yang digunakan oleh peternak (Ha).

16
DAFTAR PUSTAKA

Afrisawati, dan Irianto, 2019. Pemilihan bibit ternak sapi potong melalui
kombinasi metode ahp dan metode mfep. Jurnal Teknologi dan Sistem
Informasi. Vol 6. No 1. Hal 43-50.
Ardhani., F. 2006. Prospek dan Analisa Usaha Penggemukan Sapi Potong Di
Kalimantan Timur Ditinjau Dari Sosial Ekonomi. EPP.Vol 3 (1): Hal 21-30.
Badan Pusat Statistik. 2020. Produksi Daging Sapi Menurut Provinsi (ton) 2018-
2020.
Badan Pusat Statistik. 2017. Kecamatan Bahar Utara Dalam Angka 2017.
Badan Pusat Statistik. 2020. Kecamatan Sungai Bahar dalam angka 2020.
Badan Pusat Statistika Muaro Jambi. 2017. Muaro Jambi Dalam Angka 2017.
Bune. F. 2002. Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Suatu
Kajian Konseptual. Makalah: Seminar Pemberdayaan Ekonomi Rakyat di
Propinsi NTT, tgl. 26 Nopember 2002. Hotel Kristal. Kupang.
Dariah, R.A. 2009. Peran perguruan tinggi dalam aplikasi variasi model
pemberdayaan masyarakat desa di Jawa Barat. Jurnal Mimbar. 25(2): 143-
151.
Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Manti, I.W. Mathius, dan Soentoro. 2004.
Pengkajian pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit-sapi. Dalam
Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi.
Bengkulu, 9-10 September 2003. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT Agricinal, Bogor.
Gevinanda, A.P., Alamsyah, Z., Yanita, M. 2022. Analisis Pola Nafkah Rumah
Tangga Petani Kelapa Sawit Pada Masa Peremajaan Di Kecamatan Sungai
Bahar Kabupaten Muara Jambi. Journal Of Agribusiness and Local Wisdom
(JALOW). Vol 5 (1): Hal 1-14
Grace Communication Foundation. 2014. Sustainable Liverstock Husbandry.
http://www.Sustainabletable.org/248/Sustainable-Livestock-.Husbandry.
Diakses tanggal 09 November 2023.
Harniati., Ampun., Wardani., dan Pratama. 2019. Keberlanjutan Usaha Peternakan
Sapi Potong dan Peran Kelembagaan Ekonomi Petani di Kecamatan
Gegerbitung Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Politeknik
Pembangunan Pertanian (POLBANGTAN). Bogor.
Hermawan, A., Amanah, S., Fatchiya, A. 2017. Partisipasi pembudidaya ikan
dalam kelompok usaha akuakultur di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Jurnal Penyuluhan, 13(1): 1-13.
Ife J, Tesoriero F. 2008. Alternatif Mengembangan masyarakat di Era Globalisasi:
Cetakan 1. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Mauludin, M.A., Winaryanto, dan S, Alim. 2012. Peran Kelompok dalam
mengembangkan keberdayaan peternak sapi potong. Jurnal Ilmu Ternak,
12(1): 1-8.
Misriani, V. 2011. Hubungan karakteristik peternak dengan pendapatan pada
pembibitan sapi potong rakyat di kecamtan bayang, kabupaten pesisir
selayar. Universitas Andalas.
Pane, I dan P. M. Packard 1986. Proyek Pembibitan Dan Pengembangan Sapi
Bali. Jakarta : Program Kerja Sama Bilateral RI-Selandia Baru.
Purnamasari, I., Ristiyana, S., Wijayanto, Y., Saputra, T.W. 2021. Pengolahan
Limbah Kotoran Sapi Menjadi Pupuk Organik Untuk Perbaikan Kualitas
Lingkungan Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember. Jurnal
Pengabdian Magister Pendidikan IPA. Vol 5 (1): 161-168.
Rianto, E dan Purbowati, E. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar
Swadaya Jakarta.
Rusdiana, S., B. Wibowo dan L. Praharani. 2010. Penyerapan Sumberdaya
Manusia dalam Analisis Fungsi Usaha Penggemukan Sapi Potong Rakyat di
Pedesaan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner
Puslitbangnak Bogor Oktober 2010. hal. 453-460.
Ryandi. 2017. Evaluasi Usaha Ternak Sapi Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP) Kasus Desa Sarang Burung Kecamatan Jambi
Luar Kota. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Jambi, Jambi.
Sari, M.A. 2013. Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Pengembangan Usaha
Peternakan Sapi Bali di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Tesis
Universitas Udayana, Denpasar.
Simamora, T. 2020. Peningkatan kompetensi peternak dan keberlanjutan usaha
sapi potong di Desa Oebkim Kecamatan Bikomi Selatan Kabupaten Timor
Tengah Utara. Jurnal Agribisnis Lahan Kering, 5(2): 20-23.
Siregar, N.W.P. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Usaha Ternak Sapi
Potong di Desa Mangkai Lama Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara
Provinsi Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajamen,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Slamet. 2003. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Sebelas Maret
University Press. Surakarta.
Sudarmono, AS., dan Sugeng. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta
Sulaksono, Badarina, E., dan Putranto, H. D. 2021. Kajian keberlanjutan usaha
ternak sapi potong di Kecamatan Air Napal dan Kecamatan Batiknau
Kabupaten Bengkulu Utara. – Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan, 10(2): 426-439.
Syarifuddin, H., J. Jalius., dan S. Hadi. 2019. Analisis keberlanjutan integrasi sapi
sawit di Kecamatan Bahar Utara, Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Ilmiah
Ilmu-Ilmu Peternakan, 22(1): 1-11.
Syarifuddin, H. 2010. Integrasi ternak sapi dengan tanaman kelapa sawit berbasis
indeks keberlanjutan Studi Kasus di Sungai Bahar. Jurnal Penelitian
Universitas Jambi Seri Sains. 12(4): 29-35.
Windyasmara, L., A. Pertiwiningrum, Dan L. M. Yusiati. 2012. Pengaruh Jenis
Kotoran Ternak Sebagai Substrat Dengan Penambahan Serasah Daun Jati
(Tectona Grandis) Terhadap Karakteristik Biogas Pada Proses Fermentasi.
Peternakan, 36(1): 40-47.
Wiyono, D. B dan Aryogi 2006. Petunjuk Teknis Sistem Perbibitan Sapi Potong.
Lokal Penelitian Sapi Potong Grati. Pasuruan.

LAMPIRAN

Kuisioner
A. Identitas responden
Nama :
Umur :
Pendidikan Terakhir :
Lama Beternak :
Alamat Peternak :
Jumlah Anggota Keluarga :
Jumlah Ternak :
Jenis
Kelamin < 1 tahun Remaja Dewasa

B. Keuntungan Usaha Ternak

1. Berapa kali menjual sapi dalam satu tahun terakhir?


A.1 kali dalam satu Tahun
B.2 kali dalam satu Tahun
C.3 kali dalam satu Tahun
D.4 Kali dalam Satu Tahun
2. Berapa harga jual sapi tersebut?
A. Murah
B. Sangat Murah
C. Sedang
D. Sangat Mahal
3. Berapa harga rumput untuk ternak sapi tersebut?
A. Murah
B. Sedang
C. Mahal
D. Sangat Mahal
4. Berapa pendapatan keuntungan dari penjualan sapi tersebut?
a. Sesuai yang di harapkan
b. Tidak sesuai yang di harapkan
c. biasa saja
5. Apakah keuntungan dari usaha sapi tersebut sesuai dengan yang di
harapakan?
a. Sangat sesuai
b. Sederhana saja
c. Tidak sesuai
C. Hasil usaha ternak dan komoditas lain
1. Dari hasil usaha ternak ini selanjutnya di gunakan untuk apa?
A. Usaha sapi berikutnya
B. Tabungan
C. Kebutuhan rumah tangga
2. Berapa persen sumbangan untuk usaha lain?
A. Sudah di lakukan
B. belum di lakukan
C. tidak dilakukan sama sekali
3. Berapa persen penghasilan dari usaha lain?
A. Sudah dilaksanakan
B. Belum dilaksanakan
C. Tidak di laksanakan sama sekali
4. Berapa hasil dari pendapatan pokok?
A. Sangat Cukup
B. Lumayan
C. Kurang
5. Apakah ada usaha sampingan?
A. Ada
B. Ada beberapa
C. Tidak ada
D. Cara menjual ternak sapi
1. Siapa saja konsumen yang biasa membeli ternak dalam usaha
peternakan?
A. Tidak menentu
B. Menentu
C. Sedikit menentu
D. Sangat Menentu
2. Dimana kah letak pasar yang di tuju untuk menjual ternak sapi potong
ini?
A. Tidak menentu
B. Menentu
C. Sedikit menentu
D. Sangat Menentu
3. Bagaimana cara dalam menentukan harga sapi yang akan di jual?
A. Tidak menentu
B. Menentu
C. Sedikit menentu
D. Sangat Menentu
4. Apakah Kendala Disaat Menjual Ternak Sapi Tersebut?
A. Sangat Mudah
B. Mudah
C. Susah
D. Sangat Susah
5. Apakah ada kendala dalam cara penjualan ternak sapi tersebut?
A. Sedikit ada
B. Tidak ada
C. Memiliki banyak kendala
E. Ketersediaan pasar pemasok daging
1. Apakah Pasar Yang jual Daging Sapi Masih Aktif?

A.Aktif
B.Tidak Aktif
C.Sangat Aktif
D.Sama Sekali Tidak Aktif
2. Bagaimana kondisi ketersediaan daging sapi di dalam Pasar?
a. Sangat baik
b. Tersedia dengan baik
c. Tersedia dengan terbatas
d. Kurang tersedia
e. Tidak tersedia
3. Bagaimana tingkat kepuasan Anda terhadap kualitas daging yang
disediakan oleh pemasok utama?
a. Sangat puas, kualitasnya sangat baik
b. Puas, kualitasnya cukup baik
c. Biasa saja, kualitasnya standar
d. Tidak puas, kualitasnya kurang memuaskan
e. Sangat tidak puas, kualitasnya buruk
4. Apakah ada Perubahan dalam pasokan daging ayam belakangan ini?
a. Tidak ada Perubahan
b. Sedikit Perubahan, namun masih stabil
c. Ada Perubahan yang signifikan
d. Sangat Ada perubahan yang mengakibatkan pasokan tidak konsisten
e. Tidak ada Sama Sekali Perubahan
5. Seberapa banyak pilihan pemasok daging tersedia dalam wilayah
Anda?
a. Banyak pilihan pemasok dengan berbagai jenis daging
b. Ada pilihan yang memadai, namun terbatas pada beberapa jenis
c. Tersedia dengan terbatas
d. Hanya sedikit pilihan pemasok
e. Tidak ada pilihan pemasok
F. Daya saing komoditas
1. Bagaimana Anda menilai daya saing daging sapi lokal dibandingkan dengan
impor?
a. Lebih unggul dari impor
b. Lebih atau kurang sebanding dengan impor
c. Lebih rendah daripada impor
d. Tidak yakin / Tidak berpendapat
2. Sejauh mana faktor harga mempengaruhi preferensi konsumen terhadap
daging lokal atau impor?
a. Sangat Berpengaruh
b. Tidak Berepengaruh
c. Konsumen lebih memilih daging impor karena harganya lebih murah
d. Faktor harga tidak mempengaruhi preferensi konsumen
3. Apakah kualitas daging lokal dapat bersaing dengan standar kualitas daging
impor?
a. Lebih baik dari impor
b. Sama baiknya dengan impor
c. Sedikit lebih rendah dari impor
d. Jauh lebih rendah dari impor
4. Apakah adanya Sistem atau kebijakan pemerintah yang berdampak pada
daya saing daging lokal di pasar?
a. Sistem membantu meningkatkan daya saing daging lokal
b. Sistem memiliki dampak netral terhadap daya saing
c. Sistem membatasi daya saing daging lokal
d. Sistem tidak sama sekali Membantu daya saing daging
5. Seberapa besar kesadaran konsumen terhadap aspek keberlanjutan (misalnya,
sumber daya, lingkungan) dalam memilih daging lokal?
a. Kesadaran konsumen sangat tinggi terhadap keberlanjutan dalam memilih
daging lokal
b. Kesadaran konsumen memengaruhi sedikit pilihan antara daging lokal dan
impor
c. Konsumen cenderung tidak memperhatikan aspek keberlanjutan memilih
daging

G. Ketersediaan Akses Jalan Ternak


1. Bagaimana kondisi akses jalan yang menuju ke daerah peternakan atau
penggembalaan ternak?
A. Sangat baik, jalan mudah diakses dan terjaga dengan baik
B. Baik, namun ada beberapa bagian jalan yang buruk
C. Cukup baik, namun ada sejumlah bagian jalan yang sulit diakses
D. Buruk, sebagian besar jalan rusak dan sulit diakses
2. Sejauh mana kondisi akses jalan menjadi faktor penentu dalam memilih
lokasi peternakan atau penggembalaan ternak baru?
A. Tidak mempengaruhi
B. Berpengaruh sedikit dalam memilih lokasi
C. Memengaruhi cukup besar dalam memilih lokasi
D. Menjadi faktor penentu utama dalam memilih lokasi
3. Apakah Akses Jalan Menuju Lokasi Ternak Beraspal?
A. Aspal
B. Aspal berbatu
C. Aspal Beton
D. jalan tanah
I. Daftar Pertanyaan
1. Apa tujuan memelihara ternak ?

Jawab:
2. Dari mana asal pengetahuan peternak ?
Jawab:
3. Sistem pemeliharaan ternak….
Jawab:
4. Bibit ternak sapi yang dipelihara berasal dari mana…
Jawab:
5. Bangsa sapi yang dipelihara ..............
Jawab:
6. Populasi ternak tiap tahunnya ..............
Jawab:
7. Penyakit yang pernah menyerang…….
Jawab:
8. Luas lahan yang diusahakan .............
Jawab:
9. Berapa lama penggembalaan jam ………. s/d ……..

Anda mungkin juga menyukai