Anda di halaman 1dari 32

PENGARUH UMUR PEMOTONGAN PADA BOBOT KARKAS DAN NON

KARKAS AYAM JOPER (JOWO SUPER) YANG DIPELIHARA DALAM


KANDANG TERBUKA

Oleh

MUHAMMAD HIDAYAT
B1D 017 201

Proposal Diajukan untuk Menyusun Skripsi

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2023

i
USULAN PENELITIAN

PENGARUH UMUR PEMOTONGAN PADA BOBOT KARKAS


DAN NON KARKAS AYAM JOPER (JOWO SUPER) YANG
DIPELIHARA DALAM KANDANG TERBUKA

Oleh
Muhammad Hidayat
B1D 017 201

Menyetujui :

Prof. Dr. Ir. Moh. Hasil Tamzil, M.Si Ir. Ni Ketut Dewi Haryani, MP

NIP. 19601231 198603 1019 NIP. 19610727 198603 2003

Pembimbing I Pembimbing II

Mengesahkan :

Fakultas Peternakan Universitas Mataram


Program Studi Peternakan
Ketua,

ii
Dr.Ir. I Wayan Wariata, M.Si.
NIP : 19601231 198703 1016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
Proposal Penelitian yang berjudul “PENGARUH UMUR PEMOTONGAN PADA
BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS AYAM JOPER (JOWO SUPER) YANG
DIPELIHARA DALAM KANDANG TERBUKA “ ini tepat pada waktu yang
direncanakan. Penulis berharap kegiatan Penelitian yang akan dilaksanakan dapat
menambah penguasaan ilmu dan teknologi peternakan bagi mahasiswa
bersangkutan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


memberikan bimbingan, dukungan, do’a dan bantuannya dalam penyusunan
proposal ini, yaitu:

1. Ibu dan Ayah beserta seluruh keluarga besar yang tidak pernah henti-
hentinya mengirimkan do’a dan memberikan dukungan baik berupa moril
maupun material.
2. Bapak Dr. Ir. Wayan Wariata, M.Si., selaku Ketua Program Studi S1
Peternakan.
3. Bpk Prof. Dr. Ir. Moh. Hasil Tamzil, M.Si., selaku dosen pembimbing I,
atas bimbingannya dalam penyusunan proposal penelitian ini.
4. Ibu Ir. Ni Ketut Dewi Haryani, M., selaku dosen pembimbing II, atas
bimbingannya dalam penyusunan proposal penelitian ini.
5. Teman-teman seperjuangan yang telah membersamai dalam penyusunan
proposal dan kegiatan penelitian ini.

Penulis menyadari adanya banyak kekurangan dalam penyusunan proposal


penelitian ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sebagai perbaikan di masa mendatang. Akhir kata

iii
penulis berharap semoga proposal ini dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri
dan bagi pembaca. Aamiin

Mataram, Oktober 2023

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................v
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian......................................3
1.3 Hipotesis.........................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................4
2.1 Ayam Joper ....................................................................................4
2.2 Karakteristik Pertumbuhan Ayam .................................................5
2.3 Pertumbuhan Bobot Badan.............................................................5
2.4 Karkas dan Non Karkas..................................................................5
2.6 Bobot Karkas dan Non Karkas.......................................................7
2.7 Pengaruh Umur Terhadap Bobot Karkas dan Non Karkas.............8
2.8 Kandang Terbuka............................................................................9
BAB III. MATERI DAN METODE PENELITIAN....................................11
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian..........................................................11
3.2 Materi Penelitian..............................................................................11
3.3 Metode Penelitian.............................................................................11
3.4 Variabel Yang Diamati.....................................................................11
3.5 Analisis Data....................................................................................11
3.5 Prosedur Perencanaan......................................................................11
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN…………………………......….......13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..……........14

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Karkas Ayam ............................................................................................... 7
2. Diagram Perencanaan .................................................................................. 12

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Usaha ayam kampung dilindungi dan di diperhatikan oleh pemerintah.
Berbeda dengan peternakan ayam ras (pedaging dan petelur) yang umumnya
dikelola oleh perusahaan besar dengan populasi sampai ratusan ribu ekor.
Melalui kebijakan pemerintah yang diatur dalam Perpres No. 77/2007 sebagai
penyempurnaan dari Keppres No. 127/2001, bahwa ayam kampung hanya
dapat diusahakan dan dikembangkan oleh peternakan rakyat. Dengan
demikian keberlanjutan usaha ayam kampung (buras) akan terjaga dan
menjadi peluang bagi peternak rakyat untuk mengembangkan usaha terutama
bagi peternak pemula (Udjianto, 2018). Dikatakan pula, walaupun populasi
ayam kampung (buras) tidak sebanyak ayam ras, namun permintaan produk
ayam kampung, baik daging maupun telur, tidak akan tergeser oleh produk
ayam ras. Hal ini disebabkan, produk ayam kampung memiliki rasa yang khas
dan lebih gurih (enak) dibandingkan dengan produk ayam ras. Oleh
karenanya, harga produk ayam kampung juga lebih tinggi dari pada produk
ayam ras.
Populasi ayam kampung di Indonesia tahun 2018 tercatat 310.960.000
ekor meningkat sekitar 13% dibanding populasi pada tahun 2014 (Ditjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2018). Produksi telur ayam kampung
dalam waktu yang sama naik sekitar 23% dan produksi daging naik sekitar
6%. Kondisi ini menunjukkan bahwa peternakan ayam kampung mengalami
perkembangan yang cukup baik, baik ditinjau dari sisi produksi maupun
permintaan. Secara nasional, perkembangan peternakan ayam kampung
memang tidak secepat dan setinggi ayam ras, namun kemanfaatan bagi
pengembangan ekonomi masyarakat terutama masyarakat pedesaan,
peternakan ayam kampung lebih unggul. Peternakan ayam kampung sebagian
besar (sekitar 94%) berada di daerah pedesaan sisanya di daerah perkotaan,
sebaliknya peternakan ayam ras sekitar 81% berada di daerah perkotaan dan
sisanya di daerah pedesaan (Wibowo, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa

1
peternakan ayam kampung memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan
di daerah pedesaan.
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), keberadaan ayam kampung
sangat strategis. Ayam kampung merupakan bahan baku kuliner unggulan di
NTB khususnya di Pulau Lombok, yang dikenal dengan masakan Ayam
Taliwang. Ayam Taliwang dan Plecing Kangkung merupakan makanan khas
Pulau Lombok yang telah dikenal secara nasional. Wisatawan baik domestik
maupun luar negeri hampir pasti mencari restoran khas Ayam Taliwang
tersebut. Hal ini berarti peternakan ayam kampung mempunyai andil yang
besar dalam mendukung pariwisata di NTB khususnya di Pulau Lombok.
Oleh karena itu, sejalan dengan pengembangan pariwisata halal yang
dipusatkan di Mandalika Lombok Tengah, pengembangan peternakan ayam
kampung di wilayah Lombok Tengah sangat strategis. Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi NTB telah mengembangkan ayam kampung di
kawasan Lombok Tengah melalui program Kawasan Kampung Unggas.
Populasi penduduk yang semakin meningkat menyebabkan semakin
meningkat pula kebutuhan masyarakat akan protein hewani, salah satunya
adalah ayam. Industri peternakan di Indonesia saat ini telah mengembangkan
salah satu jenis ayam unggul yaitu ayam jawa super.
Ayam kampung super atau sering disebut juga dengan ayam joper
termasuk dalam golongan ayam buras (bukan ras) hasil persilangan antara
ayam lokal jantan dengan ayam ras betina (Iskandar, 2006). Ayam kampung
super merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang digemari
oleh masyarakat Indonesia. Sukmawati et al, (2015) menyebutkan bahwa
daging ayam kampung super mempunyai rasa yang gurih dan enak.
Kualitas daging ayam joper menjadi salah satu faktor yang harus
diperhatikan dalam budidaya ayam joper untuk menghasilkan keuntungan,
baik bagi peternak maupun konsumen. Kualitas ayam joper yang baik dapat
menguntungkan peternak karena dapat meningkatkan nilai jual, sedangkan
bagi konsumen dapat memberikan jaminan kandungan gizi dan keamanan.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas ayam joper salah satunya

2
umur pemotongan. Pemotongan ayam pada umur yang salah dapat
mengakibatkan penurunan kualitas daging.
Oleh karena itu, penelitian mengenai pengaruh umur pemotongan
pada bobot karkas dan non karkas ayam joper yang dipelihara dalam kandang
terbuka sangat penting dilakukan. Penelitian ini dapat memberikan informasi
yang berguna bagi peternak ayam dalam menentukan umur pemotongan yang
tepat, sehingga dapat meningkatkan produksi ayam yang berkualitas.

1.2 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian


1.2.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh umur pemotongan pada bobot karkas dan non karkas ayam
joper yang dipelihara dalam kandang terbuka untuk menghasilkan
dan meningkatkan hasil produksi ayam yang berkualitas

1.2.2 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Sebagai informasi bagi mahasiswa maupun peternak tentang
pengaruh pemotongan terhadap bobot karkas dan non karkas
2. Sebagai referensi dan bahan pembanding bagi penelitian
penelitian selanjutnya
3. Sebagai acun data bagi peternak dan mahasiswa maupun
pembaca

1.3. Hipotesis
H0 = Tidak ada perbedaan nyata dari pengaruh umur pemotongan terhadap
bobot karkas dan non karkas ayam joper.
H1 = Ada perbedaan nyata dari pengaruh umur pemotongan terhadap
bobot karkas dan non karkas ayam joper.

3
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Ayam Joper
Ayam buras merupakan salah satu unggas lokal yang umumnya
dipelihara peternak di pedesaan. Ayam kampung dipelihara sebagai penghasil
telur konsumsi, telur tetas dan daging. Pemeliharaan ayam kampung, selain
dapat diusahakan secara sambilan, mudah dipelihara dengan teknologi
sederhana, dan sewaktu-waktu dapat dijual untuk keperluan mendesak
(Rasyid, 2002; Mardiningsih et al., 2004), usaha peternakan ayam kampung
mempunyai prospek yang menjanjikan, baik secara ekonomi maupun sosial,
karena produknya berupa daging dan telur merupakan bahan pangan bergizi
tinggi (Gunawan dan Sundari, 2003).
Ayam buras umumnya bertubuh kerdill dengan pertumbuhan lambat,
produksi telur rendah, dan kemampuan untuk mengkonversi pakan menjadi
produk protein lebih rendah dibandingkan ayam ras. beberapa jenis ayam
buras yaitu Ayam Bangkok, Ayam KUB, Ayam Arab, Ayam Joper Ayam
Pelung dan beberapa jenis lainnya (Cahyono, 2011).
Ayam kampung super atau sering disebut juga dengan ayam joper
termasuk dalam golongan ayam bukan ras atau ayam buras, yang merupakan
persilangan antara ayam lokal jantan dengan ayam ras betina (Iskandar,
2006). Ayam kampung super merupakan salah satu komoditas ternak
penghasil daging yang digemari oleh masyarakat Indonesia.
Ayam kampung super dalam usia dua bulan beratnya bisa mencapai
1,5 kg, umur 45-60 hari siap untuk dikonsumsi. Tampilannya mempunyai
bentuk yang hamper sama dengan ayam kampung, warna telur ayam
kampung super berkerabang putih kecoklatan. Ayam Kampung super
mempunyai pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ayam kampung lokal.
(Trisiwi., 2016) Selain itu ayam joper mempunyai kandungan protein yang
tinggi, dan mempunyai rasa yang lezat, kandungannya dapat digunakan
sebagai penguat stamina, obat, tubuh, dan obat hati atau liver. (Widayanto et
al., 2019).

4
2.2 Karakteristik Pertumbuhan Ayam Joper
Pertumbuhan ayam joper memang bisa dibilang bagus yaitu bisa
mencapai berat 0.6-0,8 kg pada umur pemeliharaan 45 hari, akan tetapi
tingkat konsumsi pakan masih tergolong tinggi. Karkas ayam kampung super
sepintas memang agak sulit dibedakan dengan ayam kampung asli (Sofjan,
2012).
Ayam Joper kini ramai diperbincangkan berbagai lapisan masyarakat,
mulai dari calon pembibitan, peternakan pembesaran DOC ayam joper,
pengelola yang menjadi konsumen paling potensial, dan kita sebagai
konsumen biasa. Berbeda dari ayam kampung biasa, ayam kampung super
memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat, sehingga bisa dipanen pada
umur 50-60 hari dengan bobot badan sekitar 0,8 – 1,0 kg/ekor.
Produktivitas ayam joper memang rendah, rata-rata per tahun hanya
60 butir dengan berat telur rata-rata 30 gram/butir. Berat badan ayam jantan
tua tidak lebih dari 1,9 kg sedangkan yang betina lebih rendah lagi (Rasyaf,
2006).
2.3 Pertumbuhan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan merupakan ukuran produksi bagi seekor
ternak. Pertambahan bobot badan dapat diukur dalam mingguan atau harian.
Pertambahan bobot dipengaruhi oleh tipe ternak, suhu lingkungan, jenis
ternak dan gizi yang ada di dalam ransum. Laju pertumbuhan seekor ternak
dikendalikan oleh banyaknya konsumsi ransum, terutama energi yang
diperoleh. selain itu keseimbangan energi dan protein merupakan hal yang
harus diperhatikan dalam penyusunan ransum unggas, sebab hal ini
berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan, konsumsi ransum dan efisiensi
penggunaan ransum (Suprijatna et al., 2005).
2.4 Karkas dan Non Karkas
Karkas ayam merupakan bentuk komoditi yang paling banyak dan
umum diperdagangkan. Gambar karkas ayam disajikan pada Gambar 1.
Karkas ayam pedaging menurut BSN (2007) bagian tubuh ayam setelah
dilakukan penyembelihan secara halal sesuai dengan CAC/GL 24-1997,
pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki, paru-paru

5
dan atau ginjal, dapat berupa karkas segar, karkas segar dingin, atau karkas
beku. Sedangkan menurut Yoa et al,. (2006) karkas ayam pedaging adalah
bagian tubuh ayam yang disembelih lalu dibuang darah, kaki bagian bawah
mulai tarsus metatarsus kebawah, kepala, leher serta dicabut bulu dan organ
dalam kecuali paru-paru, jantung dan ginjal. Menurut Muchtadi Dkk, (2015)
Karkas ayam biasanya dihasilkan setelah melalui tahap inspeksi ante mortem,
penyembelihan, penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu dan dressing
yaitu pemotongan kaki, pengambilan jeroan dan pencucian. Karkas ayam
pedaging yang berkualitas diperoleh dari pemberian pakan yang memenuhi
kebutuhan, baik secara kualitas dan kuantitas yang nantinya akan memberikan
pengaruh terhadap peningkatan berat badan ternak di samping manajemen
pemeliharaan yang baik (Warwick dan Legates, 1988). Bobot potong ternak
ditentukan oleh bobot hidupnya, bobot potong akan berpengaruh terhadap
besarnya penimbunan lemak tubuh, persentase karkas dan kualitas daging.
Kenaikan bobot potong cenderung akan meningkatkan persentase karkas,
yang diikuti dengan kenaikan persentase tulang dan daging (Soeparno, 1994).
Selain itu faktor lingkungan juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan
komposisi bobot karkas dan persentase karkas yang biasanya meningkat
seiring dengan meningkatnya bobot hidup ayam (Soeparno, 1994). Data
persentase karkas diambil dari hasil prosesing ayam umur 6 minggu atau pada
akhir penelitian berdasarkan bobot karkas dibagi bobot hidup dikalikan
dengan 100%. Menurut Brake et al., (1993) persentase karkas berhubungan
dengan jenis kelamin, umur dan bobot badan. Risnajati (2012), menyatakan
bahwa persentase karkas selain disebabkan oleh bobot hidup yang dihasilkan,
dipengaruhi pula oleh penanganan dalam proses pemotongan. Strain ayam
juga dapat mempengaruhi persentase karkas.

6
Gambar 1. Karkas Ayam
Menurut Soeparno (2009), bahwa persentase karkas terhadap berat
hidup biasanya meningkat sesuai dengan peningkatan berat hidup, tetapi
persentase non karkas seperti kulit, darah, lambung, usus kecil, ampela dan
hati menurun. Mahfudz dkk. (2009) Persentase non karkas berbanding
terbalik dengan bobot badan akhir, semakin tinggi persentase karkas
mengakibatkan persentase non karkas semakin rendah dan sebaliknya.
Persentase non karkas merupakan bobot non karkas dibagi
dengan bobot tubuh sebelum dipotong dikalikan 100%. Bobot non karkas
berhubungan erat dengan bobot karkas. Semakin tinggi bobot non karkas
maka akan semakin rendah pula bobot karkasnya (Soeparno, 2009).
Persentase karkas ditentukan oleh jumlah nutrien pakan terkonsumsi dan
tercerna, yang digunakan untuk meningkatkan pertambahan bobot badan
pada unggas sehingga diperoleh bobot potong yang lebih tinggi
(Dewanti,2013). Menurut Ensiminger (1998), persentase bagian yang
dipisahkan sebelum menjadi karkas adalah hati/jantung 1,50%, rempela
1,50%, paru-paru 0,90%, usus 8%, leher/kepala 5,60%, darah 3,50%, kaki
3,90%, bulu 6%, karkas 60,10% serta air 9%.
2.5 Bobot Karkas dan Non Karkas
Jenis kelamin merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada
tenunan tubuh yang sekaligus mempengaruhi bobot karkas dan non karkas
ternak. Rahman (2014), menyatakan bahwa perbedaan persentase karkas dan
non karkas pada ternak berdasarkan jenis kelamin dipengaruhi oleh hormon
pertumbuhan. Bobot hidup ternak jantan lebih tinggi dibandingkan dengan

7
bobot hidup ternak betina sehingga persentase karkas dan non karkas ternak
betina lebih tinggi daripada ternak jantan. Mahfudz (2009) bahwa umur dapat
mempengaruhi bobot hidup, karkas dan non karkas yang terdiri dari kepala,
leher, kaki, viscera, bulu dan darah. Umur juga mempengaruhi persentase
karkas.
2.6 Pengaruh Umur Terhadap Bobot Karkas dan Non Karkas
Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas yang utama
adalah umur, jenis kelamin dan strain. Faktor lain adalah genetik, pakan dan
pengelolaan, salah satu faktor yang mempengaruhi persentase karkas ayam
ras pedaging adalah bobot hidup (Soeparno, 2005). Hasil dari komponen
tubuh ayam ras pedaging berubah dengan meningkatnya umur dan bobot
badan begitupun dengan karkas.
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan ayam. Pada umur tertentu, ayam akan mencapai berat
badan maksimalnya dan setelah itu berat badannya akan cenderung stabil.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa umur mempengaruhi bobot
karkas dan non karkas ayam Joper.
Menurut Suryanti (2017), umur ayam Joper yang paling optimal untuk
mencapai bobot karkas maksimal adalah pada umur 10 minggu. Pada umur
tersebut, ayam Joper dapat mencapai bobot karkas rata-rata sebesar 1,8 kg,
sedangkan untuk bobot non karkas, penelitian yang dilakukan oleh Sari
(2018) menunjukkan bahwa umur ayam Joper yang paling optimal untuk
mencapai bobot non karkas maksimal adalah pada umur 12 minggu. Pada
umur tersebut, ayam Joper dapat mencapai bobot non karkas rata-rata sebesar
1,2 kg.
Menurut Wijayanti (2019), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
pengaruh umur terhadap bobot karkas dan non karkas ayam Joper antara
ayam jantan dan betina. Pada ayam jantan, umur yang paling optimal untuk
mencapai bobot karkas maksimal adalah pada umur 10 minggu dengan bobot
rata-rata sebesar 1,9 kg. Sedangkan pada ayam betina, umur yang paling
optimal untuk mencapai bobot karkas maksimal adalah pada umur 12 minggu
dengan bobot rata-rata sebesar 1,7 kg. Untuk bobot non karkas, pada ayam

8
jantan umur yang paling optimal adalah pada umur 12 minggu dengan bobot
rata-rata sebesar 1,3 kg, sedangkan pada ayam betina umur yang paling
optimal adalah pada umur 14 minggu dengan bobot rata-rata sebesar 1,1 kg.
2.7 Kandang Terbuka
Kandang terbuka ayam joper adalah salah satu sistem pemeliharaan
ayam yang semakin populer di Indonesia. Sistem ini memungkinkan ayam
untuk bergerak bebas di luar kandang, namun tetap terlindungi dari predator
dan cuaca buruk. Kandang terbuka ayam joper biasanya terdiri dari area
terbuka yang dikelilingi oleh pagar atau jaring, serta area tertutup yang
berfungsi sebagai tempat berteduh dan tempat makan dan minum. Sistem ini
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sistem kandang tertutup
konvensional, antara lain meningkatkan kesejahteraan ayam, mengurangi
risiko penyakit, dan meningkatkan kualitas telur dan daging ayam.
Sebuah studi kasus yang dilakukan oleh Nurhayati dan Suryani (2018)
menunjukkan bahwa implementasi kandang terbuka ayam joper di Indonesia
dapat meningkatkan kesejahteraan ayam dan kualitas telur. Namun, studi
tersebut juga menunjukkan bahwa implementasi kandang terbuka ayam joper
memerlukan biaya investasi yang lebih tinggi dan perawatan yang lebih
intensif dibandingkan dengan sistem kandang tertutup konvensional.
Menurut Putra (2015) Tempat deposit daging pada karkas ayam
broiler yang paling banyak selain bagian dada yaitu pada bagian paha. Hal
tersebut memperlihatkan bahwa kepadatan kandang berpengaruh tidak nyata
terhadap berat paha. Hal ini ada hubungan yang erat antara berat karkas dan
bagian-bagian karkas dengan berat potong. Hasil penelitian dari Makrina
(2017) menyatakan perbedaan kepadatan kandang pada pemeliharaan ayam
broiler selama 5 minggu menghasilkan berat potong dan berat karkas yang
berbeda tidak nyata. Bobot karkas dan bobot potong dipengaruhi juga oleh
konsumsi ransum. Ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan
energi bagi berlangsungnya proses biologis di dalam tubuh secara normal
sehingga pertumbuhan berlangsung normal.
Kepadatan kandang memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap
berat punggung dan sayap. Punggung dan sayap merupakan bagian yang

9
didominasi oleh tulang dan kurang berpotensi menghasilkan daging. Sejalan
dengan yang dikemukakan Basoeki (1983) bahwa punggung dan sayap ayam
pedaging banyak mengandung jaringan tulang. Selama pertumbuhan, tulang
tumbuh secara terusmenerus dengan kadar laju pertumbuhan relatif lambat,
sedangkan pertumbuhan otot relatif lebih cepat sehingga rasio otot dengan
tulang meningkat selama pertumbuhan (Soeparno, 1994).
Kemudian, potongan punggung dipengaruhi oleh bobot potong yang
secara tidak langsung akan mempengaruhi berat karkas dan bagian-bagian
karkas. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) bahwa ada hubungan
yang erat antara berat karkas dan bagian-bagian karkas dengan berat potong,
sehingga apabila dari hasil analisis berat potong dan karkas didapat hasil yang
berpengaruh tidak nyata maka hasilnya tidak jauh berbeda pada bagian-
bagian karkasnya.
Kepadatan kandang yang tinggi akan menurunkan tingkat konsumsi
ransum, disebabkan karena kandang yang semakin padat menyebabkan suhu
dan kelembapan kandang yang semakin meningkat. Apabila suhu lingkungan
meningkat dari keadaan normal, maka ayam akan lebih banyak minum dan
sedikit makan. Pada tingkat kepadatan kandang yang rendah, ayam lebih
bebas bergerak, sehingga zat gizi ransum yang dikonsumsi lebih banyak
sebagai sumber energi dari pada untuk pertumbuhan. Semakin tinggi dan
rendah tingkat kepadatan kandang berpengaruh pada pertambahan bobot
badan ayam. Kepadatan kandang konvensional (opened house) biasanya 10
ekor per m2. Kepadatan kandang yang tinggi sangat diutamakan untuk
mendapatkan keuntungan maksimal dari luas lantai yang digunakan (Nisa,
2008). Peningkatan kepadatan kandang dapat mempengaruhi bobot badan
akhir dan efisiensi pengunaan pakan (Riley dan Eztevez, 2000).
kepadatan kandang yang berbeda tidak berpengaruh terhadap berat
karkas ayam broiler yang dipelihara selama 5 minggu. Kepadatan kandang 12
ekor/m2 dalam pemeliharaan ayam broiler umur 5 minggu menghasilkan
berat dan persentase bagian- bagian karkas yang hampir sama dengan
kepadatan kandang 8 dan 10 ekor/m2 (I Putu Subagia, Dkk).

10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini direncanakan pada bulan Oktober 2023 yang bertempat
di daerah Dusun Sama Jaya, Desa Montong Are, Kec. Kediri
3.2 Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan 60 ekor ayam Joper yang terdiri 30 ekor
jantan dan 30 ekor betina, dengan rincian 20 ekor disembelih pada umur 35
hari, 45 hari, dan 55 hari.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa timbangan
digital, pisau, talenan, dan alat dokumentasi.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Dengan pengambilan sampel secara acak dalam setiap perlakuan. Perlakuan
pemotongan dilakukan pada 3 tahapan umur 35 hari, 45 hari dan 55 hari
masing-masing 20 ekor diambil secara acak dari populasi ayam joper yang
dipelihara dalam kandang terbuka.
3.4 Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah bobot hidup, bobot
darah, bobot bulu, bobot isi dalam, bobot lemak abdominal, bobot kepala dan
leher, dan bobot kaki.
3.5 Analisis Data
Analisis data yang akan digunakan yaitu analisis varian (ANOVA)
untuk melakukan analisis komparasi multivariabel. Teknik analisis
komparatif dengan menggunakan Duncan’s New Multiple Range Test
(DMRT) yakni dengan mencari perbedaan yang signifikan dari dua mean
3.6 Prosedur Perencanaan
Berdasarkan kajian dari metode penelitian maka ditemukan prosedur
perencanaan tentang proses penelitian ini.

11
Prosedur Perencanaan

Pengambilan sampel

Penimbangan ayam hidup Bobot Hidup

Disembelih

Setelah mati didiamkan

Ditimbang Berat Darah

Dimasukan kedalam air panas


dengan suhu 100 ̊ C

Mencabut bulu

Ditimbang Berat Bulu

Memisahkan bagian non


karkas yang tersisa dari karkas

Menimbang karkas Berat Karkas

Menimbang non karkas yang


sudah di pisahkan Berat Non Karkas

Mendapat hasil berat dari


karkas dan non karkas

Gambar 2. Diagram perencanaan

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi hasil penelitian


Penelitan yang berjudul “Pengaruh Umur Pemotongan Pada Bobot Karkas
dan Non Karkas Ayam Joper (Jowo Super) Yang Dipelihara Dalam Kandang
Terbuka” ini telah dilaksanakan pada 13 Januari – 2 Maret 2024 di Kabupaten
Lombok Tengah.
Sampel yang digunakan pada penelitian ini 90 ekor ayam joper dan
ditempatkan pada kadang petak berjumlah 9 kandang dengan luas 1 meter
persegi, tiap kandang diisi 10 ekor ayam joper dipilih secara acak. Penelitian
ini memiliki 3 kelompok dan 3 ulangan, yang dimana tiap kelompok memiliki
umur panen yg berbeda yaitu 35 hari, 45 hari dan 55 hari. Setelah masuk
masa panen maka setiap kandang pada kelompok pertama diambil 6 ekor
ayam joper, 3 betina dan 3 jantan dikarenakan pada tiap kandang memiliki
jenis kelamin yang dominan.
4.1.1 Pertumbuhan
Laju pertumbuhan ayam joper memang bisa dibilang bagus yaitu
bisa mencapai berat 0,6-0,8 kg pada umur pemeliharaan 45 hari, akan
tetapi konsumsi pakan masih tergolong tinggi (sofjan, 2012).
Pertambahan bobot badan dapat diukur dalam mingguan atau harian.
Data rata-rata pertumbuhan per minggu ditunjukkan pada tabel.
Tabel. Rata-rata Pertumbuhan Ayam Joper
Bobot Rataan Pertumbuhan (g)
P1 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 35 Hari
72,07 145,17 239,14 329,39 437,81
P2 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 35 Hari 42 Hari 45 Hari
70,10 139,95 222,37 306,72 419,56 546,54 571,12
P3 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 35 Hari 42 Hari 49 Hari 55 Hari
69,96 139,45 238,53 334,27 457,35 582,45 724,59 849,11

Berdasarkan hasil pengamatan pada bobot pertumbuhan P1


didapatkan pertumbuhan tertinggi pada umur pemotongan 5 minggu
yaitu 437,81 g, sedangkan pertumbuhan yang terendah pada umur

13
pemotongan 1 minggu sebesar 72,07 g. Pada bobot Pertumbuhan P2
didapatkan pertumbuhan tertinggi pada umur pemotongan minggu 7
ditambah 4 hari yaitu 571,12 g, sedangkan pertumbuhan yang terendah
pada umur pemotongan 1 minggu sebesar 72,10 g. Pada bobot
pertumbuhan P3 didapatkan pertumbuhan tertinggi pada umur
pemotongan minggu 8 ditambah 1 hari yaitu 849,11 g, sedangkan
pertumbuhan yang terendah pada umur pemotongan 1 minggu sebesar
69,96 g.

Rerata Hasil Bobot Pertumbuhan Ayam


Joper
900.00
800.00
700.00
600.00
500.00
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
7 hari 14 hari 21 hari 28 hari 35 hari

Gambar. Menunjukan dalam perminggu terdapat rataan


pertumbuhan bobot yang semakin meningkat sejalan dengan waktu
pemeliharaannya.
4.1.2 Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dapat dimakan oleh
ternak apabila pakan tersebut diberikan secara terus-menerus tanpa
dibiarkan kosong. Konsumsi pakan disajikan pada tabel.

14
Tabel. Rata-rata Konsumsi Pakan Ayam Joper Per Minggu
Tabel Konsumsi Pakan (g)
Kelompo
7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 35 Hari
k
P1 1874,5 2646,73 2515,73 2793,9 3879,63
Per Hari 267,78 378,1 359,39 399,13 554,23
Ekor Per
8,93 12,6 11,98 13,3 18,47
Hari
Kelompo
7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 35 Hari 42 Hari 45 Hari
k
P2 1931,5 2671,2 2363,7 2835,37 3863,6 4808,23 2023,73
Per Hari 275,93 381,6 337,67 405,05 551,94 686,89 674,58
Ekor Per
9,2 12,72 11,25 13,5 18,4 22,9 22,48
Hari
Kelompo
7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 35 Hari 42 Hari 49 Hari 55 Hari
k
P3 1825,2 2873,6 2310,53 2656,9 3522,03 4633,7 4522,9 4626,83
Per Hari 260,74 410,51 330,08 379,56 503,15 661,96 646,13 771,14
Ekor Per
8,69 13,68 11 12,65 16,77 22,06 21,54 25,7
Hari

hasil pengamatan pada tabel. Rataan konsumsi pakan ayam joper per
minggu memiliki nilai beragam dan menunjukan jumlah yang berbeda tiap
minggunya. Konsumsi pakan merupakan salah satu faktor peningkatan
bobot ayam yang juga dapat mempengaruhi pertumbuhan ayam.

Rerata Konsumsi Pakan


6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Hari 35 Hari 42 Hari 45 Hari 49 Hari 55 Hari

P1 kelompok P2 kelompok P3

Bedasarkan hasil diagram menunjukan bahwa konsumsi pakan


tertinggi pada minggu ke enam (42 hari) pada sampel rataan P2
sejumlah 4808,23 g dalam seminggu dan konsumsi terendah pada
minggu ke 1 (7 hari) pada sampel rataan P3 sejumlah 1825,2 g.
berdasarkan diagram tersebut dari minggu ke 1 – minggu ke 2

15
menunjukan peningkatan konsumsi pakan, minggu ke 2 – minggu ke 3
menunjukan penurunan konsumsi pakan, minggu ke 3 – minggu ke 6
menunjukan peningkatan konsumsi pakan.
4.2 Bobot Panen
Bobot panen yaitu bobot akhir ayam sebelum pemotong setelah di
puasakan selama 12 jam untuk menentukan bobot akhir ayam.
Rataan Bobot Panen (g)
Umur 35 Umur 45 Umur 55
Hari Hari Hari
Janta
499,12 667,76 933,68
n
Betin
354,38 546,58 753,56
a

Pada tabel. Menunjukan bobot panen tertinggi 933,68 g pada umur panen 55
hari berjenis kelamin jantan dan bobot terendah pada umr 35 hari berjenis
kelamin betina. Jenis kelamin salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan bobot panen ayam.

Rerata Bobot Panen


1000.00
800.00
600.00
400.00
200.00
0.00
Umur 35 Umur 45 Umur 55

Jantan Betina

Pada gambar. Menunjukan perbedaan bobot panen ayam di tiap umur dan
jenis kelamin, umur panen ayam berbanding lurus dengan bobot pane ayam
joper. Semakin bertambahnya umur maka bobot panen ayam joper semakin
meningkat.
4.3 Bobot Karkas
Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan ayam tanpa darah, bulu,
kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, dan organ dalam
(jeroan). Bobot karkas ayam joper pada berbagai umur pemotongan yang
berbeda disajikan pada Tabel.

16
Rataan Bobot Karkas (g)
Umur 35 Umur 45 Umur 55
Jantan 273,63 392,29 547,14
Betina 183,32 315,14 443,67
Tabel.
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel didapatkan bobot karkas
tertinggi pada umur pemotongan 55 hari jenis kelamin jantan yaitu 447,14 g,
sedangkan bobot karkas yang terendah pada umur pemotongan 35 hari jenis
kelamin betina sebesar 183,32 g.

Rerata Bobot Karkas


600.00
500.00
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
umur 35 umur 45 umur 55

jantan betina

Berdasarkan hasil gambar. Menunjukan peningkatan bobot karkas pada


tiap umur dan jenis kelamin ayam dan ada perbedaan bobot karkas pada jenis
kelamin yang dimana jenis kelami jantan lebih besar dari jenis kelamin
betina.
Gambar menunjukkan bahwa umur pemotongan berbanding lurus dengan
bobot karkas ayam joper. Semakin bertambahnya umur maka bobot karkas
ayam joper semakin meningkat pula. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Indra dkk (2021) yang menyatakan bahwa bobot karkas akan bertambah
dengan bertambahnya umur dan bobot badan, dimana rata-rata bobot karkas
ayam yang paling besar yaitu ayam joper umur pemotongan 55 hari. lebih
besar disebabkan oleh umur pemeliharaan yang lebih lama dibandingkan
dengan pemeliharaan 35 hari, dan 45 hari.

17
4.4 Bobot Non Karkas
Bobot non karkas ayam diperoleh dengan menimbang bagian bagian yang
bukan dari bagian karkas ayam. Beberapa hasil bobot non karkas ayam joper
bedaskan umur dan jenis kelamin ayam joper.

Rataan Bobot Non Karkas (g)


Umur 35 Umur 45 Umur 55
Jantan 225,49 278,16 386,53
Betina 171,06 230,64 309,89

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel didapatkan bobot non karkas


tertinggi pada umur pemotongan 55 hari jenis kelamin jantan yaitu 386,53 g,
sedangkan bobot karkas yang terendah pada umur pemotongan 35 hari jenis
kelamin betina sebesar 171,06 g.

Rerata Bobot Non Karkas


1000.00
800.00
600.00
400.00
200.00
0.00
Umur 35 Umur 45 Umur 55

Jantan Betina

Berdasarkan hasil gambar. Menunjukan peningkatan bobot non karkas pada


tiap umur dan jenis kelamin ayam dan ada perbedaan bobot non karkas pada
jenis kelamin yang dimana jenis kelamin jantan lebih besar dari jenis kelamin
betina.
Gambar menunjukkan bahwa umur pemotongan berbanding lurus dengan
bobot non karkas ayam joper. Semakin bertambahnya umur maka bobot non
karkas ayam joper semakin meningkat pula. Bobot non karkas akan
bertambah dengan bertambahnya umur dan bobot badan, dimana rata-rata

18
bobot non karkas ayam yang paling besar yaitu ayam joper umur pemotongan
55 hari. lebih besar disebabkan oleh umur pemeliharaan yang lebih lama
dibandingkan dengan pemeliharaan 35 hari, dan 45 hari.

4.5 Uji Statistik

Kelompok Dependent Uji Statistik Alpha Sig


35 Hari Bobot Panen Umur <0,05 0,001
Kelamin <0,05 0,001
Umur*Kelamin <0,05 0,204
45hari Karkas Umur <0,05 0,001
Kelamin <0,05 0,001
Umur*Kelamin <0,05 0,507
55 Hari Non Karkas Umur <0,05 0,001
Kelamin <0,05 0,001
Umur*Kelamin <0,05 0,057

Pada tabel menunjukan nilai signifikan pada dependent Bobot Panen,


Bobot Karkas, dan Bobot non Karkas pada uji statistik umur dan kelamin (p
value/ nilai p) pada uji two-way ANOVA sebesar 0,001 yang berarti p < 0,05
sehingga dapat dinyatakan ada perbedaan yang signifikan pada hasil uji
statistik bedasarkan umur dan jenis kelami. Pada uji statistik umur*kelamin
menunjukan p > 0,05 sehingga dapat dinyatakan tidak ada berbedaan yang
signifikan.
Hasil umur*kelamin yang dimana nilai p > 0,05 maka di lanjukan dengan
uji post hoc test DMRT.
Kelomp Depende
Uji DMRT
ok nt
Bobot Umur*Kela
35 Hari 1 2 3
Panen min
426,75
607,16
7
843,61
7
Sig. 1,000 1,000 1,000
Umur*Kela
45hari Karkas 1 2 3
min
228,47
8
352,76
7
495,40

19
6
Sig. 1,000 1000 1000
Non Umur*Kela
55 Hari 1 2 3
Karkas min
198,27
2
254,4
348,21
1
Sig. 1,000 1,000 1,000

Dari hasil uji post hoc test DMRT menunjukan pada dependent bobot
panen, bobot karkas, dan bobot non karkas dalam setiap umur panen nilai p <
α sehingga dapat dinyatakan ada perbedaan signifikan umur*kelamin terhadap
umur panen.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hafid dkk. (2017) dan Hafid (2019) yang
menyatakan bahwa proporsi jaringan tulang, daging, dan lemak akan
dipengaruhi oleh umur, bangsa, bobot tubuh, jenis kelamin, dan makanan.
Menurut Soeparno (2020) menyatakan bahwa bobot potong dipengaruhi oleh
pertambahan bobot Bobot akhir merupakan bobot ayam yang ditimbang
sebelum dipotong setelah ayam dipuasakan selama 12 jam.
Menurut Soeparno (2020) menyatakan bahwa bobot potong dipengaruhi
oleh pertambahan bobot badan dan umur ternak, sedangkan pertambahan
bobot badan dipengaruhi oleh asupan nutrien.

20
21
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2007. SNI 3924-2009 tentang Karkas Ayam


Pedaging. Jakarta: BSN.

Basoeki, B. D. A. (1983). Pengaruh Tingkat Pemberian Ampas Tahu dalam


Ransum terhadap Potongan Karkas Komersial Ayam Broiler Betina Strain
Hybro Umur 6 Minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogo. Bogor.

Brake, J., G.B. Havenstein., S.E. Schidelet., P.R. Ferket and D.V. River. 1993.
Relationship of Sex, Age and Body Weight to Broiler Carcass Yield and
Offal Production. Poultry Science. 70:680-688

Cahyono B. 2011. Ayam Buras Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya

Ensimiranger. 1998. Poultry Science. The Interstate Printer and Publisher.


Denvile
Gunawan dan M.M.S. Sundari.2003. Pengaruh penggunaan probiotik dalam
ransum produktifitas ayam.Wartazoa. 13 (3) : 92 - 98.

I Putu Subagia, N. K. (2019). Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Berat dan


Persentase Bagian Karkas Ayam Broiler Umur 5 Minggu. Gema Agro.

Iskandar, S. 2006. Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Lokal. Balai Penelitian


ternak. Cianjur.

Iskandar, S. 2006. Tatalaksana Pemeliharaan Ayam Lokal. Cianjur. Balai


Penelitian ternak.
Kusnadi, E., & Sumantri, C. (2019). Pengaruh umur pemotongan terhadap
kesehatan ayam broiler. Jurnal Ilmu Ternak, 19(1), 1-8.

Mahfudz, L. D., Maulana, F. L., Atmomarsono, U. dan Sarjana, T. A. 2009.


Karkas dan lemak abdominal ayam broiler yang diberi ampas bir dalam
ransum. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Fakultas Peternakan
Universitas Dipenegoro

Makrina, H.P. (2017). Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Berat Karkas,


Persentase Karkas dan Giblet Ayam Broiler CP 707. Skripsi. Program
Studi Peternakan, Fakultas Pertanian. Universitas Warmadewa. Denpasar.

Mardiningsih, Rahayuning, W. Roesali, dan D. J.Sriyanto. 2004. Tingkat


produktivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kerja wanita
pada peternakan ayam lokal intensif di Kecamatan Ampal Gading,
Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Prosiding. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. 1(2): 540--548.

22
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 2015. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta.
Bandung.

Nisa, A. S. H. 2008. Performa Ayam Broiler yang Mendapat Ransum


Bersuplemen Cr Organik dan Dipelihara pada Kepadatan Kandang yang
Berbeda. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Skripsi)

Nurfaizin, L. D. Mahfudz dan U. Atmomarsono. 2014. Profil hematologi ayam


broiler akibat pemeliharaan dengan kepadatan kandang dan penambahan
jintan hitam (N. setivai) yang berbeda. Jurnal Agromedia. (1):81-88.

Nurhayati, E., & Suryani, A. (2018). Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam
Joper di Kabupaten Banyumas. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis, 6(1), 1-10.

Putra, A., Rukmiasih.,R.Afnan. (2015). Persentase dan Kualitas Karkas Itik


Cihateup-Alabio (CA) pada Umur Pemotongan yang Berbeda. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 3(1): 27-31.

Rahman A. 2014. Komposisi Karkas dan Non Karkas serta Efisiensi Ekonomi Itik
Mandalung pada Umur Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Rasyaf, M. 2006. Beternak Ayam Pedaging. Penerbit PT Swadaya, Jakarta.

Rasyid, T.G. 2002. Analisis perbandingan keuntungan peternak ayam buras


dengan system pemeliharaan yang berbeda. Bulletin Nutrisi dan Makanan
Ternak, 3(1): 15—22

Riley, R. P. And I. Estevez. 2000. Effects of density on perching behaviour of


broiler chikens. Appl. Anim. Behav. Sci. 71: 127-140

Risnajati, D. 2012. Perbandingan Bobot Akhir, Bobot Karkas dan Persentase


Karkas Berbagai Strain Broiler. Jurusan Produksi Ternak, Fakultas
Pertanian Bandung Raya. Sains Peternakan, 10 (1) ISSN 1693-8828.

Sari, D. P., & Sumantri, C. (2018). Pengaruh umur pemotongan terhadap kualitas
daging ayam broiler. Jurnal Ilmu Ternak, 18(1), 1-8.

Sari, R. (2018). Pengaruh Umur terhadap Bobot Non Karkas Ayam Joper. Jurnal
Ilmiah Peternakan, 6(1), 23-28.

Soeparno. (1994). Ilmu dan Teknologi Daging, Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

23
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan kedua. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Sofjan, I. 2012. Optimalisasi protein dan energi ransum untuk meningkatkan


produksi daging ayam lokal. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian.

Sukmawati, N.M.S., I.P. Sampurna, M. Wirapartha, N.W. Siti, dan I.N. Ardika.
2015. Penampilan dan komposisi fisik karkas ayam kampung yang diberi
jus daun papaya terfermentasi dalam ransum komersial. Majalah Ilmiah
Peternakan

Suprijatna, E. Atmomarsono, U. Kartasudjana, Ruhyat. 2005. Ilmu Dasar Ternak


Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta

Suryani, E., & Sumantri, C. (2017). Pengaruh umur pemotongan terhadap bobot
karkas dan non karkas ayam broiler. Jurnal Ilmu Ternak, 17(1), 1-8.

Suryanti, D. (2017). Pengaruh Umur terhadap Bobot Karkas Ayam Joper. Jurnal
Ilmiah Peternakan, 5(2), 45-50.

Udjianto, A. (2018). Beternak ayam kampung hemat pakan & tanpa bau /
Abdullah Udjianto. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Warwick, E.J. and J.E. Legates. 1988. Breeding and Improvement of Farm
Animals. Tata Mc Graw. Hill Publishing Company Ltd. New York.

Wibowo, B.P. 2019. Agribisnis Ayam Kampung Pedaging dan Petelur. Cetakan I,
Penerbit: Agriflo, Cibubur.Jakarata Timur

Wijayanti, A. (2019). Perbedaan Pengaruh Umur terhadap Bobot Karkas dan Non
Karkas Ayam Joper antara Ayam Jantan dan Betina. Jurnal Ilmiah
Peternakan, 7(1), 12-17.

Yoa, J., X. Tian., J. Han., M.Xu. 2006. Effect of Choice Feeding on Performance,
Gastrointestinal Development and Feed Utilization of Broilers. J. Anim.
Sci. 19 : 91-96.

24
Data Konsumsi Pakan P1 (gr)
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
P11 1924,1 2513,7 2552,2 2881,9 3913,7
P12 1802,2 2624,9 2435 2645 3878,9
P13 1897,2 2801,6 2560 2854,8 3846,3
Rataan 1874,5 2646,7 2515,7 2793,9 3879,6
Rataan Per Hari 267,8 378,1 359,4 399,1 554,2
Rataan Per Ekor 62,5 88,2 83,8 93,1 129,3

Data Konsumsi Pakan P2 (gr)


Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu 6+3 Hari
P21 1938,8 2572,5 2393,1 2710 3860 4834,7 1987,4
P22 1950,8 2719,5 2329,4 2917,6 3910,8 4803,4 2061,3
P23 1904,9 2721,6 2368,6 2878,5 3820 4786,6 2022,5
Rataan 1931,5 2671,2 2363,7 2835,4 3863,6 4808,2 2023,7
Rataan Per Hari 275,9 381,6 337,7 405 551,9 686,9 674,6
Rataaan Per Ekor 64,4 89 78,8 94,5 128,8 160,3 67,4

Data Konsumsi Pakan P3 (gr)


Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 7+6
1 2 3 4 5 6 7 Hari
P31 2056,8 2930,6 2447,1 2668,9 2806 4575,5 4667,3 4606,2
P32 1577,6 2791,7 2247,7 2623,3 3816 4606,6 4312,5 4571,3
P33 1841,2 2898,5 2236,8 2678,5 3944,1 4719 4588,9 4703
2310,53 3522,03
Rataan 1825,2 2873,6 2656,9 4633,7 4522,9 4626,833
3 3
Rataan Per
260,7 410,5 330,1 379,5 503,1 661,9 646,1 771,1
Hari
Rataan Per
60,8 95,8 77 88,6 117,4 154,4 150,8 154,2
ekor

P1 BH BM BBr BID BKL BKC BK BD BB


499,1 479,1 454,3 99,0 49,5 27,1 273,6 19,9 24,8
Jantan
2 9 8 9 1 4 3 3 1
354,3 336,9 319,3 79,5 35,3 17,1 183,3 17,4 17,5
Betina
8 1 8 7 4 4 2 7 3
%
100% 20% 10% 5% 55% 4% 5%
Jantan
%
100% 22% 10% 5% 52% 5% 5%
Betina

25
P2 BH BM BBr BID BKL BKC BK BD BB
675,3 649,9 609,5 99,1 65,0 40,1 392,2 25,2 38,8
Jantan
6 4 9 3 3 3 9 7 8
547,4 525,7 493,5 87,1 61,9 29,4 315,1 21,8
Betina 31,5
9 4 6 7 4 9 4 3
%
100% 15% 10% 6% 58% 4% 6%
Jantan
%
100% 16% 11% 5% 58% 4% 6%
Betina

P3 BH BM BBr BID BKL BKC BK BD BB


Jantan 933,68 901,3 846,52 149,83 89,52 49,67 547,14 32,38 54,78
Betina 753,56 724,59 677,73 120,03 71,67 36,72 443,67 28,97 46,86
% Jantan 100% 16% 10% 5% 59% 3% 6%
% Betina 100% 16% 10% 5% 59% 4% 6%

26

Anda mungkin juga menyukai