Anda di halaman 1dari 32

STUDI PEMBUATAN NUGGET DARI TETELAN TUNA LOIN DENGAN

VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG JAGUNG

USULAN PENELITIAN

Oleh

RESMON APRIANUS MANAFE

NIM. 18390004

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS KRISTEN ARTHA WACANA

KUPANG

2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul “Studi Pembuatan Nugget Dari
Tetelan Tuna Loin Dengan Variasi Penambahan Tepung Jagung”.

Usulan penelitian disusun sebagai salah satu syarat dalam penulisan skripsi
pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Kristen Artha Wacana Kupang.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih belum sempurna,


sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan di masa mendatang. Penulis
berharap usulan penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang
berguna bagi semua pihak. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Umbu P. L. Dawa, S.Pi., M.Sc selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Kristen Artha Wacana Kupang.
2. Dewi S. Gadi, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi hasil
Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Kristen Artha
Wacana Kupang.
3. Dr. Ir. Ayub U. I. Meko, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan usulan penelitian
ini.
4. Orang Tua dan Keluarga tercinta, yang dengan penuh kesabaran telah
mengasuh dan mengasihi serta mendoakan dalam setiap langkah da usaha
untuk mewujudkan setiap harapan penulis.
5. Teman-teman THP 2018 yang selalu mendukung dan membantu dalam proses
penulisan usulan penelitian ini.

Kupang, April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................................... 3
1.4 Hiposkripsi .................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp) ................................................................ 5
2.2 Komposisi Kimia Ikan Tuna (Thunnus sp) ................................................... 6
2.3 Tepung Jagung ............................................................................................ 7
2.3.1 Komposisi Gizi Tepung Jagung .................................................................... 8
2.4 Tepung Maizena .......................................................................................... 9
2.5 Tetelan ....................................................................................................... 10
2.6 Nugget ....................................................................................................... 11
2.6.1 Pengertian Nugget ........................................................................................ 11
2.6.2 Syarat Mutu Nugget ..................................................................................... 12
2.6.4 Bahan Pengisi dan Bahan Pengikat ............................................................ 14
2.6.5 Pengolahan nugget ....................................................................................... 15
2.6.6 Perubahan yang Terjadi Selama Pembuatan Nugget ............................... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 19
3.1 Waktu dan tempat Penelitian ....................................................................... 19
3.2 Materi Penelitian ......................................................................................... 19
3.3 Metode Penelitian ........................................................................................ 19
3.3.1 Model Matematika ....................................................................................... 20
3.3.2 Pengacakan Denah Percobaan .................................................................... 20
3.4 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 21
3.5 Variabel Pengamatan ................................................................................... 22
3.5.1 Uji Organoleptik ........................................................................................... 22
3.5.2 Kadar Air (Sudarmadji et.al., 1997)........................................................... 22

iii
3.5.3 Kadar Lemak (Sudarmadji et.al., 1997) .................................................... 22
3.5.4 Kadar Protein (Sudarmadji et.al., 1997) .................................................... 23
3.6 Analisis Data ............................................................................................... 24
LEMBAR PENILAIAN ORGANOLEPTIK ........................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan hasil perikanan sebagai sumber bahan pangan penting bagi
kebutuhan manusia, karena ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat
baik untuk kebutuhan kesehatan. Rata-rata konsumsi masyarakat Indonesia
terhadap protein hewani berupa ikan yaitu ikan laut maupun ikan air tawar juga
masih terbilang rendah. Pada tahun 2015 menurut Erawan dan Boer (2018),
tingkat konsumsi ikan di Indonesia hanya 40 kg/kapita/tahun. Peningkatan ini
konsumsi ikan dari tahun ke tahun tidak banyak mengalami peningkatan. Pada
tahun 2010 tercatat tingkat konsumsi ikan di Indonesia sebesar 30,17
kg/kapita/tahun dan tahun 2013 sebesar 35,62 kg/kapita/tahun dan tahun 2014 lalu
sebesar 38 kg/kapita/tahun hal ini menunjukan kenaikan hanya sekitar 3
kg/kapita/tahun. Jika dibandingkan dengan malaysia yang hanya memiliki
panjang garis pantai 4.675 km saja Indonesia masih kalah tingkat konsumsi
ikannya tahun 2010 sebesar 55,4 kg/kapita/tahun sedangakan tahun 2015
mencapai 70 kg/kapita/tahun. Terlebih jika dibandingkan sama negara Korea,
Cina, Jepang sudah mencapai 140 kg/kapita/tahun. Maka berdasarkan hal tersebut
diperlukan upaya untuk meningkatkan gemar makan ikan melalui usaha
diversifikasi produk pengolahan berbasis ikan, diantaranya melalui pengolahan
menjadi produk nugget ikan.
Kebiasaan konsumsi masyarakat saat ini banyak beralih ke makanan yang
serba instan dan cepat. Produk makanan yang bersifat ready to eat atau ready to
cook sangat menjamur. Makanan ini mudah ditemui di pusat jajanan atau kuliner.
Menurut Wulandari, dkk, (2016), produk ready to eat adalah produk pangan yang
langsung dapat dikonsumsi saat sampai ke tangan konsumen. Sedangkan produk
ready to cook adalah produk pangan yang telah mengalami proses pengolahan
sampai ke tahap pengemasan sehingga saat produk tersebut sampai ke tangan
konsumen, produk siap dimasak sebelum dikonsumsi contohnya nugget.
Nugget adalah suatu bentuk produk daging giling yang dibumbui, kemudian
diselimuti oleh perekat tepung, pelumuran tepung roti (breading), dan digoreng

1
setengah matang lalu dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama
penyimpanan (Permadi, dkk, 2012).
Nugget merupakan produk olahan berbentuk cetakan dan potongan,
berbahan dasar daging lumat berlapis tepung berbumbu (Maghfiroh, 2000).
Nugget relatif mempunyai masa simpan yang lama apabila didinginkan atau
dibekukan. Nugget ikan mempunyai keunggulan yaitu makanan yang
menyehatkan, mempunyai nilai gizi, tekstur yang empuk, variasi rasa dan
penampilan, dapat dikonsumsumsi oleh hampir semua tingkatan umur dan dapat
dipasarkan baik di pasar tradisional maupun pasar modern. Dalam memperbaiki
tekstur dan nilai gizi nugget dilakukan penambahan pengisi (filler) dari berbagai
bahan berserat seperti tepung kanji atau tapioka, tepung umbi-umbian, jamur,
kacang hijau, ubi singkong, rumput laut dan sagu (Desmelati dan Hayati, 2008).
Tetelan ikan tuna adalah limbah hasil pengolahan tuna loin, yang terdiri dari
jenis daging merah dan sebagian daging ikan putih. Tetelan juga merupakan
daging ikan tuna yang menempel pada tulang atau daging ikan yang tidak dapat di
manfaatkan karena sayatannya yang tidak merata. Kantun et al. (2014)
menyatakan, dari satu ekor ikan tuna yang diolah menjadi loin akan menghasilkan
loin sebesar 39,7% dan limbah sebesar 60,3% terdiri dari: sekitar 23,1% tetelan,
kepala 17,8%, tulang dan sirip 8,5 %, jantung 0,6%, jeroan 3,2% serta darah dan
kulit 4,6%. Kelemahan tetelan ikan tuna adalah berbau amis, sehingga kurang
disukai konsumen, untuk mengurangi kelemahan ini dilakukan diversifikasi
pengolahan. Perlakuan pengukusan, dan penambahan bumbu-bumbu dapat
mengurangi bau amis tetelan ikan tuna ini. Tetelan ikan tuna berpotensi digunakan
dalam produk diversifikasi hasil olahan perikanan seperti nugget, bakso otak-otak,
kerupuk, surimi, dan lain-lain.
Menurut Widrial (2005), kualitas nugget dapat dipengaruhi beberapa faktor,
salah satuya adalah jumlah atau konsentrasi bahan pengikatnya yang
ditambahkan. Karena belum mengetahui presentasi jumlah bahan pengikatnya
yang ditambahkan dalam adonan nugget khususnya untuk tetelan tuna loin, maka
diduga konsentrasi bahan pengikat yang berbeda akan menghasilkan karakter dan
mutu nugget yang berbeda. Selanjutnya dari hasil penelitian Widrial (2005),
bahan pengikat yang ditambahkan berkisar 0-30% dari total bahan baku nugget

2
dari daging ikan patin. Dijelaskan juga bahwa, pada konsentrasi 30% dihasilkan
nugget dengan tekstur yang keras sedangkan sebaliknya tanpa penambahan bahan
pengikat pada konsentrasi 0 % tidak terjadi nugget.
Menurut Tanoto (1994), produk nugget ikan yang memiliki elastisitas baik
adalah produk dengan bahan pengikat tepung maizena karena lebih rendah
mengandung kadar lemak dari tepung lainnya sehingga tidak cepat menimbulkan
ketengikan pada hasil olahan produk, selain itu tepung maizena sangat baik untuk
produk-produk emulsi karena mampu mengikat air dan menahan air tersebut
selama pemasakan. Produk pangan yang menggunakan tepung maizena lebih
renyah dibandingkan tepung lainnya (Setyowati, 2002).
Berdasarkan uraian diatas, akan dilakukan penelitian yang berjudul “Studi
Pembuatan Nugget Dari Tetelan Tuna Loin Dengan Variasi Penambahan
Tepung Jagung”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu diketahui : Bagaimana
pengaruh konsentrasi tepung jagung yang berbeda terhadap karakteristik nugget
tetelan tuna loin.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Untuk mendapatkan jumlah tepung jagung yang tepat sebagai pengikat
dalam pembuatan nugget dari tetelan tuna loin.
2. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi tepung jagung yang berbeda
terhadap karakteristik nugget dari tetelan tuna loin.
1.3.2 Manfaat
1. Meningkatkan daya guna tetelan tuna loin menjadi produk yang bernilai
tambah
2. Untuk memberikan keanekaragaman produk ikan yang dapat dikonsumsi
masyarakat dan diharapkan meningkatkan konsumsi protein masyarakat
melalui produk olahan ikan (nugget)
1.4 Hiposkripsi
H0 : Diduga tidak ada pengaruh konsentrasi tepung jagung yang berbeda
terhadap karakteristik nugget tetelan tuna loin.

3
H1 : Diduga ada pengaruh konsentrasi tepung jagung yang berbeda terhadap
karakteristik nugget tetelan tuna loin.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp)
Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scrombidae, tubuh seperti cerutu,
mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah
dari sirip belakang, mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) dibelakang sirip
punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip
ekor berbentuk bulan sabit (Saanin, 1984). Tuna digunakan sebagai nama grup
dari beberapa jenis ikan yang terdiri dari tuna besar (yellowfin tuna, big eye,
southern bluefin tuna, albacore) dan ikan mirip tuna (tuna-like species), yaitu
marlin, sailfish,dan swordfish (Kementrian Kelautan dan Perikanan 2005).
Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984 dan FAO 2011) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Teleostei

Ordo : Perciformes

Subordo : Scombridae

Famili : Scrombidae

Genus : Thunnus

Spesies : Thunnus obesus (big eye tuna, tuna mata besar)

T. alalunga (albacore, tuna albacore)

T. albacares (yellowfin tuna, madidihang)

T. Tonggol (longtail tuna, tuna ekor panjang)

T. macoyii (southern bluefin tuna, tuna sirip biru selatan)

T. thymnus (northern bluefin tuna, tuna sirip biru utara)

T. atlanticus (blackfin tuna, tuna sirip hitam)

5
Gambar 1. Ikan Tuna Sirip Kuning

Migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur
migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perbatasan
perairan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Migrasi kelompok tuna
yang melintasi wilayah perairan pantai dan teritorial terjadi karena perairan
tersebut berhubungan langsung dengan perairan kedua samudera (Wahyuni 2011).
Kelompok tuna merupakan jenis kelompok ikan pelagis besar, yang secara
komersial dibagi menjadi kelompok tuna besar dan tuna kecil. Tuna besar terdiri
dari tuna mata besar, madidihang, albakora, tuna sirip biru selatan, dan tuna abu-
abu, sedangkan yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (KKP 2003).
Tuna merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan dan
penampakan eksternal tuna merupakan pertimbangan penting untuk menentukan
nilai jual, sehingga penanganan tuna harus dilakukan dengan hati-hati, cepat, dan
digunakan suhu rendah segera setelah penangkapan. Selain itu, penanganan yang
baik dapat meningkatkan umur simpan dan mempertahankan kesegaran tuna
(Wahyuni 2011). Aktivitas penanganan ikan tuna di kapal meliputi membunuh
tuna (killing), membuang darah (bleeding), membuang insang dan jeroan (gilling
and gutting), mencuci (cleaning), dan menyimpan pada suhu rendah (Blanc et al.
2005).
2.2 Komposisi Kimia Ikan Tuna (Thunnus sp)
Ikan tuna adalah jenis ikan yang mengandung lemak rendah (kurang dari
5%) dan protein yang sangat tinggi (lebih dari 20%). Komposisi gizi ikan tuna
bervariasi tergantung spesies dan bagian-bagian dari tubuh ikan tersebut. Selain
itu, variasi ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis, umur,
musim, laju metabolisme, aktivitas pergerakan, dan tingkat kematangan gonad.

6
Kandungan lemak ikan tuna berbeda nyata pada bagian tubuh yang satu dengan
yang lainnya, misalnya antara daging merah dengan daging putih. Berdasarkan
lapisan lemaknya, daging tuna dibagi menjadi tiga bagian, yaitu otoro, chutoro,
akami. Otoro dan chutoro merupakan jenis-jenis toro dengan kadar lemak sekitar
25%. Otoro berwarna merah muda, merupakan bagian terbaik dan termahal
sebagai bahan baku sashimi, kemudian diikuti oleh chutoro yang berwarna lebih
gelap. Bagian daging tuna yang terletak agak dipusat ikan dan berwarna lebih
merah dengan kandungan lemak 14% lebih rendah disebut akami. Bagian ini
memilikiharga paling murah diantara bagian tubuh ikan tuna yang lainnya
(Wahyuni, 2011).
Ikan tuna tergolong ke dalam ikan dengan protein yang sangat tinggi dan
lemak rendah (Stansby dan Olcott, 1963). Komposisi kimia tersebut dapat
mengalami perubahan ketika terjadi proses kemunduran mutu. Kemunduran mutu
ikan meliputi perubahan fisik, kimia, dan organoleptik dengan urutan mulai dari
pre-rigor, rigormortis, altivitas enzim, aktivitas mikroba, oksidasi lemak, dan
hidrolisis (Huss, 1995). Komposisi kimia ikan tuna ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi ikan tuna per 100 gram
Komponen Komposisi Kimia
Yellowfin Bluefin Skipjack
Air 74.0 ± 0.28 70.1 ± 1.98 69.9 ± 0.71
Protein 23.2 ± 1.34 25.5 ± 4.03 26.0 ± 0.28
Lemak 2.4 ± 1.41 2.1 ± 0.92 2 ± 0.07
Karbohidrat 1.0 ± 1.27 0.9 ± 1.13 0.7 ± 0.42
Abu 1.3 ± 0.14 1.4 ± 0.21 1.4 ± 0.07
Sumber : Departement of Health, Education and Walfare (1972); Infofish (2002)
2.3 Tepung Jagung
Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung
kering dan diolah menjadi bentuk tepung yang dianjurkan karena memiliki masa
simpan yang lebih lama dari pada jagung utuh. Swasembada jagung memerlukan
teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya
secara optimal.
Salah satu cara meningkatkan nilai tambah jagung adalah dengan
mengolahnya menjadi berbagai produk olahan yang tahan lebih lama.

7
Berdasarkan komposisi kimianya, jagung cukup baik sebagai bahan pangan.
Jagung mengandung pati 54,1-71,7%, protein 11,1- 26,6%, lemak 5,3-19,6%,
serat 2,6-9,5%, dan abu 1,4-2,1%. Komposisi tersebut ditentukan oleh faktor
genetik, varietas, dan kondisi pertanaman dengan demikian, jagung merupakan
bahan pangan sumber energi, sumber gula atau karbohidrat, serta mengandung
protein dan lemak cukup tinggi (Anonim, 2012).
Tepung jagung dapat diolah menjadi berbagai makanan atau mensubstitusi
sebagian terigu pada produk pangan berbahan dasar terigu. Tepung jagung
bersifat fleksibel karena dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk
pangan. Juga relatif mudah diterima masyarakat karena tepung jagung telah
banyak dimanfaatkan dalam berbagai produk pangan, seperti halnya tepung beras
dan terigu. Proses pembuatan tepung jagung, penambahan enzim maupun bakteri
asam laktat dapat memperbaiki kualitas tepung. Tepung jagung yang dihasilkan
disebut tepung termodifikasi. Tepung ini telah berubah sifat fisikokimia dan
fungsionalnya, yaitu kadar amilosa dan derajat polimerisasi menurun, sedangkan
gula reduksi dan dekstrosa ekuivalen meningkat. Tekstur tepung jagung
termodifikasi lebih halus dibanding tepung aslinya (Anonim, 2012).
2.3.1 Komposisi Gizi Tepung Jagung
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 3727:2020) syarat mutu tepung
jagung yang telah diatur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. SNI Tepung Jagung
No Karakteristik Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
2. Benda-benda asing - Tidak boleh ada
3. Serangga dalam bentuk stadia dan - Tidak boleh ada
potong-potongan
4. Jenis pati lain selain pati jagung - Tidak boleh ada
5. Kehalusan:
5.1 Lolos ayakan 80 mesh % Min. 70
5.2 Lolos ayakan 60 mesh % Min. 99
6. Air % b/b Maks. 10
7. Abu % b/b Maks. 1,5

8
8. Silikat % b/b Maks. 0,1
9. Serat kasar % b/b Maks. 1,5
10. Derajat asam mL N NaOH/ Maks. 4,0
100 g
11. Cemaran Logam:
11.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
11.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0
11.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
11.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
12. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
13. Cemaran mikroba:
13.1 Angka Lempeng Total koloni/g Maks. 106
13.2 E. coli koloni/g Maks. 10
13.3 Kapang koloni/g Maks. 104
Sumber: SNI 3727 (2020).
Tepung jagung mengandung air 7,68%, abu 0,27%, protein total 8,27%,
kadar amilosa 33,10%, kapasitas penyerapan air 117,80%, kapasitas penyerapan
minyak 149,50% dan swelling power 13,80% (Aini, 2016).
2.4 Tepung Maizena
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus
tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah
tangga, dan bahan baku industri. Tepung biasanya berasal dari bahan nabati
misalnya tepung terigu dari gandum, tepung tapioka dari singkong, maizena dari
jagung atau hewani misalnya tepung tulang atau tepung ikan (Wikipedia, 2011).
Beberapa macam tepung yang ada antara lain: tepung terigu, tepung tapioka,
tepung roti, tepung maizena, dan masih banyak lagi (Lia, 2006). Jenis tepung yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tepung maizena.
Tepung maizena berwarna putih yang terbuat dari siripati biji jagung.
Jagung utamanya adalah sumber karbohidrat dimana setiap 100 g jagung
mneghasilkan energi sebanyak 362 kalori. Tepung maizena biasanya digunakan
untuk mengentalkan sup atau membuat cookies atau makanan lain menjadi lebih
lembut. Tepung maizena diperoleh dengan cara menggiling biji jagung yang baik
dan bersih. Pemilihan bahan yang baik termasuk kadar airnya dan pengolahannya
mempengaruhi mutu tepung maizena tersebut. Selanjutnya sistem penyimpanan
dan tenggang waktu juga akan mempengaruhi kualitas tepung maizena.

9
Tepung maizena merupakan salah satu sumber karbohidrat yang dapat
digunakan sebagai filler pada produk nugget ikan. Tujuannya untuk meningkatkan
daya ikat air, mempengaruhi tekstur, dan dapat menurunkan biaya produksi.
Tepung maizena mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73%. Kadar amilosa
dalam pati berpengaruhi dalam pembentukan gel yang kuat dan kaku. Amilosa
bila didalam air sangat tidak stabil dan cepat membentuk gelatin, sedangkan
amilopektin sangat efektif untuk mencegah terjadinya granula pecah akibat
gelatinisasi (Daniyanti, 2005). Nutrisi tepung maizena per 100 gram porsi
makanan ditampilkan pada tabel 3.
Tabel 3. Nutrisi Tepung Maizena per 100 gram Porsi Makanan
Nutrisi Per 100 gram
Air 10.26 g
Energi 362 kcal
Protein 8.12 g
Total lemak 3.59 g
Karbohidrat 76.89 g
Serat 7.3 g
Ampas 1.13 g
Kalsium (Ca) 6 mg
Besi (Fe) 3,45 mg
Magnesium (Mg) 127 mg
Phospor (P) 241 mg
Sumber : Anonim, 2009
2.5 Tetelan
Tetelan ikan tuna adalah limbah hasil pengolahan tuna loin, yang terdiri dari
jenis daging merah dan sebagian daging ikan putih. Tetelan juga merupakan
daging ikan tuna yang menempel pada tulang atau daging ikan yang tidak dapat di
manfaatkan karena sayatannya yang tidak merata. Kantun et al. (2014)
menyatakan, dari satu ekor ikan tuna yang diolah menjadi loin akan menghasilkan
loin sebesar 39,7% dan limbah sebesar 60,3% terdiri dari: sekitar 23,1% tetelan,
kepala 17,8%, tulang dan sirip 8,5 %, jantung 0,6%, jeroan 3,2% serta darah dan
kulit 4,6%.

10
Kelemahan tetelan ikan tuna adalah berbau amis, sehingga kurang disukai
konsumen, untuk mengurangi kelemahan ini dilakukan diversifikasi pengolahan.
Perlakuan pengukusan, dan penambahan bumbu-bumbu dapat mengurangi bau
amis tetelan ikan tuna ini. Tetelan ikan tuna berpotensi digunakan dalam produk
diversifikasi hasil olahan perikanan seperti nugget, bakso otak-otak, kerupuk,
surimi, dan lain-lain.
2.6 Nugget
2.6.1 Pengertian Nugget
Nugget merupakan produk olahan berbentuk cetakan dan potongan,
berbahan dasar daging lumat berlapis tepung berbumbu (Maghfiroh, 2000).
Nugget relatif mempunyai masa simpan yang lama apabila didinginkan atau
dibekukan. Nugget ikan mempunyai keunggulan yaitu makanan yang
menyehatkan, mempunyai nilai gizi, tekstur yang empuk, variasi rasa dan
penampilan, dapat dikonsumsumsi oleh hampir semua tingkatan umur dan dapat
dipasarkan baik di pasar tradisional maupun pasar modern.
Nugget ikan merupakan olahan dari daging giling, dicetak berbentuk
potongan empat persegi dan dilapisi tepung berbumbu (battered and breaded),
(Syamsir, 2008). Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan dan
lain-lain. Nugget yang paling banyak diperdagangkan adalah nugget daging
ayam.
Nugget adalah suatu bentuk produk daging giling yang telah dibumbui,
kemudian diselimuti oleh perekat tepung dan dilumuri tepung roti, digoreng
setengah matang lalu dibekukan untuk mempertahankan mutu selama
penyimpanan. Nugget termasuk ke dalam salah satu bentuk produk beku siap saji.
Produk beku siap saji adalah suatu produk yang telah mengalami pemanasan
sampai setengah matang kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini
memerlukan waktu pemanasan akhir yang cukup singkat untuk siap dikonsumsi.
Pembekuan dilakukan setelah produk setengah matang (precooked). Sekalipun
dibekukan terlebih dahulu, makanan siap saji tidak akan kehilangan banyak zat
gizi, juga tidak ada perubahan pada cita rasa terutama teksturnya.
Proses pengolahan nugget ikan yang terbuat dari daging giling dan
ditambahkan bahan pengikat dan bahan penolong, Untuk menjaga mutu dan
memperpanjang daya simpan dapat dikukus atau digoreng setengah matang dan

11
dibekukan untuk memperpanjang daya simpan produk nugget sehingga dapat
digunakan dalam waktu yang lebih lama dan tetap pada penyimpanan yang terjaga
dan terkontrol. Nugget sebagai olahan setengah jadi masih memerlukan proses
pengolahan lebih lanjut. Nugget dikonsumsi setelah melewati proses
penggorengan, yang dapat memberikan rasa gurih, tekstur yang renyah dan kenyal
(deep fat frying) (Saleh et al., 2002). Penggorengan merupakan proses pemasakan
yang dilakukan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang
digoreng mengalami perubahan pada permukaan luar dan berwarna coklat
keemasan. Warna berubah karena reaksi pencoklatan (Maillard). Reaksi maillard
terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton,
yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau
penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan yang berprotein.
Nugget ikan dapat dijadikan makanan selingan (snack) dan dijadikan
sebagai persediaan bahan makanan oleh ibu rumah tangga karena praktis dalam
pengolahan dan aman untuk dikonsumsi (Prameswari et al.,2018). Selain itu,
kemampuan pengolahan produk perikanan akan berkontribusi pada peningkatan
pendapatan keluarga (Panjaitan, 2020; Prasetyati et al., 2021).
2.6.2 Syarat Mutu Nugget
Salah satu kriteria mutu nugget yang penting dilihat dari kandungan gizinya,
yaitu terdiri atas kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Syarat mutu
nugget menurut SNI 7758 : 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel. 4 Syarat mutu nugget (SNI 7758:2013)
Parameter Uji Satuan Persyaratan

a. Sensoris Min 7 (skor 3-9)


b. Kimia
- kadar air % Maks 60,0
- kadar abu % Maks 2,5
- kadar protein % Min 5,0
- kadar lemak % Maks 15,0
c. Cemaran Mikroba
- ALT koloni/g Maks 5 x 104
- Escherichia coli APM/g <3
- Salmonella - Negatif/25 g
-Vibrio cholera - Negatif/25 g
-Staphylococus aureus koloni/g Maks 1 x 102

12
d. Cemaran Logam
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,1
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0.5
- Timbal ( Pb) mg/kg Maks 0,3
- Arsen (As) mg/kg Maks 1,0
- Timah (Sn) mg/kg 40,0
e. Cemaran Fisik - 0
- Filth

2.6.3 Komposisi Nugget


Peranan bumbu dalam setiap masakan adalah dapat meningkatkan cita rasa
makanan dan dapat digunakan sebagai pengawet makanan alami (Sianipar et. al.,
2008). Beberapa bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan nugget antara
lain, merica, garam, bawang putih dan bawang merah (Anjarsari, 2010).
a. Garam
Garam dapur atau natrium klorida (NaCl) merupakan bahan makanan yang
banyak digunakan dalam industri pengolahan seperti produk-produk bumbu
instan. Garam berfungsi untuk mengurangi rasa pahit dan rasa asam, serta
membangkitkan selera, selain itu juga dapat digunakan sebagai pengawet
makanan. Rasa asin yang diberikan garam disebabkan karena ion Cl- dan
Na+ yang mempunyai kemampuan menstimulasi ujung-ujung indera
pengecap (Witono, 2014). Selain itu, penambahan garam dapat melarutkan
protein terutama miosin dan aktin serta meningkatkan daya ikat air sehingga
terbentuk produk nugget dengan tekstur yang baik. Konsentrasi garam yang
tinggi pada produk daging dapat menghentikan atau menekan pertumbuhan
mikroorganisme. Garam juga biasa digunakan pada produk daging sebagai
penegas cita rasa (Barbut, 2002). Garam yang ditambahkan dianjurkan tidak
terlalu banyak karena dapat menyebabkan terjadinya penggumpalan atau
salting out dan rasa produk menjadi terlalu asin (Buckle et al., 1997). Garam
membantu terlepasnya protein struktural aktomiosin menjadi aktin dan
miosin dari jaringan otot selama perlakuan mekanik. Miosin kemudian
membentuk lapisan yang lekat pada permukaan cacahan daging. Garam juga
dapat meningkatkan sifat fungsional restructured meat dengan cara garam
berinteraksi dengan protein otot selama pemasakan sehingga terbentuk

13
matriks tiga dimensi yang kuat yang dapat memerangkap air bebas dan
mengikat potongan daging menjadi bentuk yang kompak (Soeparno, 2005).
b. Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum L.) dapat menambah aroma dan
meningkatkan cita rasa produk pangan. Bau khas pada bawang putih berasal
dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur. Selain itu bawang
putih mengandung protein, lemak, vitamin B, dan vitamin C serta mineral
(kalsium, fosfat, besi, dan belerang) (Palungkun dan Budiarti, 1992). Setiap
100 g bawang putih mengandung air sebesar 60,9–67,8%, protein sekitar 3,5
– 7%, lemak 0,3%, total karbohidrat sebesar 24,0–27,4%, dan serat sebesar
0,7%. Bau khas dari bawang putih disebabkan karena adanya senyawa
allicin (Wibowo, 2001).
c. Lada
Lada atau biasa dikenal dengan merica memiliki sifat khas, yaitu rasanya
yang pedas dan aroma khas (Winarno dan Agustinah, 2005). Rasa pedas
lada disebabkan karena adanya senyawa piperin, piperanin, dan chavacin
(persenyawaan dari piperin dengan alkaloida). Chavacin berada dalam
daging biji lada (mesocarp) dan tidak akan hilang ketika penjemuran biji
lada yang masih berdaging hingga menjadi lada hitam. Oleh karena itu, rasa
lada hitam lebih pedas dibandingkan lada putih.
2.6.4 Bahan Pengisi dan Bahan Pengikat
Bahan pengisi merupakan bahan yang berfungsi untuk mengikat air dan
tidak berperan dalam pembentukan emulsifikasi (Soeparno, 2005). Bahan pengisi
memiliki kandungan pati yang tinggi dibandingkan dengan bahan pengikat yang
tinggi protein. Tepung dengan kandungan pati tinggi dapat meningkatkan daya
mengikat air karena kemampuan menahan air selama proses pengolahan. Adanya
interaksi miofibril dan gelasi pati yaitu molekul pati akan mengisi ruang di dalam
matriks miofibril, akan memberikan struktur kaku dan dapat meningkatkan gel
miofibril (Purnomo dan Rahardiyan, 2008). Bahan pengisi akan mencegah tekstur
nugget menjadi lunak dan porus selama proses pengukusan (Lukman, et. al.,
2009).
Bahan pengikat merupakan bahan non-daging tinggi protein yang dapat
meningkatkan daya ikat air dan emulsi lemak. Bahan pengikat pada pembuatan

14
Nugget memiliki fungsi, antara lain dapat memperbaiki stabilitas emulsi,
menurunkan penyusutan saat pemasakan, memberi warna yang terang,
meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat dan mengikat air
dalam adonan (Anjarsari, 2010). Beberapa contoh bahan yang dapat digunakan
sebagai pengikat antara lain susu, konsentrat protein kedelai, tepung terigu, dan
tepung roti (Soeparno, 2005).
Tepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan dari penggilingan biji
gandum. Kandungan pati pada tepung terigu sekitar 65%-70% dan protein sekitar
6%-13% (Miftachhussudur, 1994). Ketika tepung terigu berinteraksi dengan air,
maka sifat adonan akan berubah menjadi kohesif, liat dan elastis. Apabila gluten
dicampur dengan air akan terhidrasi dan mengembang sehingga terbentuk masa
tiga dimensi yang memiliki viskositas yang elastis (Winarno, 1993).
2.6.5 Pengolahan nugget
Pada umumnya pembuatan nugget terdiri atas lima tahapan, yaitu
penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan,
pengukusan dan pencetakan, pelumuran tepung roti, penggorengan awal
(prefrying) dan pembekuan (Anjarsari, 2010). Sedangkan menurut Illene (2014),
pembuatan nugget ikan antara lain, filleting, penghalusan serta pencampuran
daging dan bumbu, pencetakan dan pengukusan, coating, pre-frying, pembekuan,
dan frying.
Filleting adalah pemisahan daging ikan dari tulang serta kulitnya sehingga
diperoleh daging bersih tanpa tulang dan kulit, atau mengambil daging putih yang
dapat dimakan. Penggilingan daging bertujuan untuk menghaluskan atau
melembutkan daging sehingga mudah dicampur dengan bahan tambahan lain serta
membentuk suatu adonan. Pencampuran merupakan penambahan bumbu-bumbu
sesuai formulasi dan dicampur sampai adonan merata dan homogen. Adonan
kemudian dicetak di loyang. Pencetakan adonan bertujuan untuk memberi bentuk
pada produk sesuai dengan permintaan maupun keinginan konsumen. Pencetakan
juga dapat membuat kenampakan nugget lebih baik.
Pengukusan berfungsi untuk menginaktifkan enzim yang dapat
menyebabkan perubahan warna, cita rasa, dan nilai gizi yang tidak dikehendaki
selama penyimpanan. Selama pengukusan terjadi gelatinisasi pati. Gelatinisasi
merupakan pengembangan dan proses yang tidak teratur dalam granula-granula

15
pati ketika dipanaskan dengan air. Pengembangan ini disebabkan karena penetrasi
air dan hidrasi molekul pati. Pati akan mengembang setelah mencapai suhu kritis
yang akan menghasilkan pasta yang kenyal atau gel yang kaku (Winarno, 2008).
Pengukusan adonan nugget yang telah dicetak dilakukan pada suhu 100oC selama
30 menit atau hingga nugget matang.
Pre-frying merupakan proses penggorengan sehingga menghasilkan produk
setengah matang. Menurut Barbut (2002), tujuan pre-frying untuk menghasilkan
warna coklat keemasan pada permukaan nugget serta menempelkan batter pada
produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan. Selain itu juga
dapat membentuk kerak pada produk setelah digoreng serta berkontribusi
terhadap rasa produk. Suhu pre-frying biasanya sekitar 195oC - 200oC dengan
waktu selama 20 - 30 detik.
Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan daging karena dapat
memperlambat atau mencegah perubahan seperti warna, flavor, dan juiciness
setelah pemasakan (Raharjo et. al., 1995). Pembekuan juga bertujuan untuk
menurunkan suhu produk matang dari 76oC sehingga akan membunuh mikroba
tahan panas yang belum matang dan produk aman dikonsumsi.
Penggorengan bertujuan untuk mematangkan, meningkatkan cita rasa,
mengeringkan, memberikan warna yang baik, serta membunuh mikroba awal
yang terkandung dalam fish nugget sehingga dapat memperpanjang umur simpan
produk. Penggorengan nugget dilakukan dengan metode deep fat frying agar
transfer energi panas merata ke seluruh bagian dan menghasilkan produk dengan
warna kecoklatan akibat reaksi Maillard (browning). Reaksi Maillard yang terjadi
antara protein, asam amino dan amin dengan gula aldehida dan keton (Ketaren,
1986).
Menggoreng merupakan proses memasak bahan pangan menggunakan
lemak atau minyak pangan. Kulit bagian luar pada pangan yang digoreng akan
mengkerut. Kulit atau kerak dihasilkan dari proses dehidrasi bagian pangan pada
waktu menggoreng. Pembentukan kerak tersebut terjadi akibat panas dari lemak
sehingga menguapkan air yang terdapat pada bagian luar pangan. Selama proses
penggorengan berlagsung, sebagian minyak masuk ke bagian kerak dan bagian
luar dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air (Ketaren, 1986).

16
2.6.6 Perubahan yang Terjadi Selama Pembuatan Nugget
Pada proses pembuatan nugget terjadi perubahan sifat fisik dan kimia
selama pengolahannya. Perubahan sifat fisik dan sifat kimia antara lain reaksi
maillard, denaturasi protein, dan gelatinisasi pati.
a. Reaksi Maillard
Selama pengolahan nugget mengalami perubahan warna menjadi
kecokelatan. Perubahan warna tersebut dikarenakan adanya reaksi maillard.
Terbentuknya warna coklat karena reaksi maillard antara protein dengan
gugus karboksil yang terkandung di dalam tepung tepung terigu
(Armetaningtyas, 2012). Reaksi maillard merupakan reaksi terjadi antara
protein, asam amino dan amin dengan gula aldehida dan keton (Ketaren,
1986).
b. Denaturasi Protein
Denaturasi protein adalah proses perubahan atau modifikasi terhadap
struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa
terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen (tidak terjadi perubahan dalam
urutan asam amino) (deMan, 1997). Winarno (2008) berpendapat bahwa
denaturasi protein dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu panas, pH,
bahan kimia, mekanik dan sebagainya. Protein yang terdenaturasi akan
mengalami perubahan sifat antara lain, kelarutan berkurang, viskositas akan
bertambah karena molekul mengembang dan menjadi asimetrik, enzim-
enzim yang gugus prostetiknya terdiri dari protein akan kehilangan
aktivitasnya sehingga tidak dapat berfungsi lagi sebagai enzim yang aktif.
Rentang suhu pada saat terjadi denaturasi adalah sekitar 55oC – 75°C
(deMan, 1997).
c. Gelatinisasi
Gelatinisasi merupakan pengembangan dan proses yang tidak teratur dalam
granula-granula pati ketika dipanaskan dengan air. Pengembangan ini
disebabkan karena penetrasi air dan hidrasi molekul pati. Pati akan
mengembang setelah mencapai suhu kritis yang akan menghasilkan pasta
yang kenyal atau gel yang kaku (Winarno, 2008). Gelatinisasi bersifat tidak
dapat kembali seperti pada keadaan semula. Selama gelatinisasi, pati akan
terlarut yang ditandai dengan perubahan suspensi pati yang semula keruh

17
menjadi bening dan tentunya akan berpengaruh terhadap kenaikan
viskositas. Peningkatan viskositas disebabkan air yang dulunya berada di
luar granula dan bebas bergerak sebelum dipanaskan, kini sudah berada
dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi (Tian et. al., 1991)

18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2022, yang bertempat
di Laboratorium Eksata Universitas Kristen Artha Wacana Kupang untuk
pembuatan produk nugget, uji organoleptik, kadar air, kadar lemak da kadar
protein.
3.2 Materi Penelitian
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain blender, baskom
plastik, nampan, piring, sendok, loyang, pisau, timbangan, cetakan, dandang
pengukus, kompor, wajan dan freezer. Alat yang digunakan untuk analisis kadar
air, kadar protein dan kadar lemak adalah neraca analitik, oven, desikator, cawan
petri, spatula, seperangkat alat destilasi, labu kjhedal, gelas ukur, labu ukur,
erlenmyer, pipet gondok, pipet ukur, seperangkat alat titrasi, corong glass, beaker
glass.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tetelan tuna
loin yang diperoleh dari PT. Matsyaraja Arnawa Stambhapura Kupang, tepung
jagung, garam, telur, merica, bawang putih, tepung panir, air dan minyak goreng.
Bahan yang digunakan untuk analisa kadar air, kadar protein dan kadar lemak
adalah sampel nugget tuna loin, katalis, H2SO4, NaOH 50%, asam borak 2%,
indikator PP, NaOH 0,1 N untuk titrasi.
3.3 Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu perbandingan tepung
jagung pada produk nugget tetelan tuna loin yang terdiri dari tiga (3) perlakuan,
yaitu :
a1 = 500 gram tetelan tuna loin : 5 % tepung jagung
a2 = 500 gram tetelan tuna loin : 10 % tepung jagung
a3 = 500 gram tetelan tuna loin : 15 % tepung jagung

19
3.3.1 Model Matematika
Model matematika percobaan faktor 3 x 3 yaitu masing-masing perlakuan
diulang sebanyak tiga (3) kali sehingga diperoleh 9 unit percobaan. Rancangan
percobaan yang digunakan menurut Gasperz (1991), adalah sebagai berikut :
Yij = µ + Ti + Ʃij
Keterangan :
Yij = hasil pengamatan terhadap penambahan tepung jagung
µ = rata-rata populasi
Ti = pengaruh satuan percobaan ke-i
i = perlakuan penambahan tepung jagung (1,2,3)
J = Ulangan (1,2,3 )
Ʃij = Pengaruh galat ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i
Data hasil penelitian diolah secara statistik da disajikan dalam bentuk tabel
kemudian dilakukan analisis variansi (ANOVA) untuk menentukan apakah
hipotesis diterima atau ditolak. Berdasarkan analisis variansi, jika Fhitung >
Ftabel pada tingkat kepercayaan 95%, maka H0 ditolak, kemudian dilanjutkan
dengan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ).
3.3.2 Pengacakan Denah Percobaan
Penempatan perlakuan unit-unit percobaan dilakukan secara acak menggunakan
lotre. Denah pengacakan dapat dilihat pada dilihat pada gambar dibawah ini.
1 2 3
a2 a1 a1
4 5 6
a3 a3 a3
7 8 9
a2 a2 a1
Keterangan :
a1 : Tepung Jagung 5%
a2 : Tepung Jagung 10%
a3 : Tepung Jagung 15%
I-III : Ulangan
1-9 : Unit Percobaan

20
3.4 Prosedur Penelitian
Tetelan tuna loin yang akan digunakan harus dibersihkan dari tulang-
tulangnya terlebih dahulu kemudian dicuci dengan air. Selanjutnya tetelan tuna
loin dihancurkan dan dihaluskan menggunakan blender selama ± 5 menit. Setelah
itu, campurkan tepung jagung dan tetelan tuna loin dengan variasi 5% tepung
jagung : 500 g tetelan tuna loin, 10% tepung jagung : 500 g tetelan tuna loin, 15%
tepung jagung : 500 g tetelan tuna loin. Setelah itu, masukan bahan tambahan
seperti garam 2,5 g, gula 1 senduk teh, merica 1,5 g, bawang merah dan bawang
putih 10,5 g, air ± 5 ml, aduk hingga merata menggunakan mixer sampai adonan
menjadi homogen dan dicetak dengan ketebalan 5 mm. Selanjutnya adonan
dimasukan kedalam cetakan dan dikukus dalam dandang pengukus selama 45
menit. Setelah dikukus, didinginkan pada suhu ruang selama 30 menit. Nugget
yang telah didinginkan kemudian di cetak dengan bentuk yang diinginkan,
Selanjutnya potongan-potongan tersebut dicelupkan kedalam telur kocok lalu
dilumuri dengan tepung roti (breading). Kemudian dilanjutkan dengan
penggorengan sampai nugget mengapung dan berwarna kuning kecoklatan.
Selanjutnya dianalisa kadar air, kadar protein, kadar lemak dan uji organoleptik.

Tabel 5. Komposisi Bahan yang digunakan untuk Nugget Tetelan Tuna Loin
Bahan Jumlah
A1 A2 A3
Tetelan tuna loin (g) 500 500 500
Tepung Jagung (%) 5 10 15
Bawang Putih (g) 10,5 10,5 10,5
Bawang Merah (g) 10,5 10,5 10,5
Garam (g) 2,5 2,5 2,5
Merica (g) 1,5 1,5 1,5
Gula (senduk teh) 1 1 1
Telur (butir) 1 1 1
Kunyit (g) 1 1 1
Jahe (g) 5 5 5
Bahan Pelapis

21
3.5 Variabel Pengamatan
3.5.1 Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan yang
menyangkut penilaian seseorang mengenai sifat atau kualitas suatu bahan yang
mneyebabkan orang menyenangi (Soekarto, 1990). Pada pengujian ini panelis
mengungkapkan tanggapan pribadi, yaitu kesan yang berhubungan dengan
kesukaan atau tanggapan senang tidaknya terhadap kualitas yang dinilai
berdasarkan skala kesukaan yang disedikan
Pengamatan sifat organoleptik nugget ini menggunakan uji hedonik.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap
produk. Pengujian organoleptik ini melibatkan 20 orang panelis semi terlatih.
Pengujian dilakukan terhadap warna, aroma, tekstur, dan rasa nugget dengan
menggunakan skor untuk masing-masing parameter sebagai berikut: amat sangat
suka 9; sangat suka 8; suka 7; agak suka 6; netral 5; agak tidak suka 4; tidak suka
3; sangat tidak suka 2; amat sangat tidak suka (BSN, 2006).
3.5.2 Kadar Air (Sudarmadji et.al., 1997)
Penentuan kadar air nugget dilakukan dengan metode oven.
1. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram kemudian
dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya.
2. Bahan yang dikeringkan dalam oven suhu 100-1050C selama 3-5 jam,
selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbnag. Bahan kemudian
dikeringkan lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator
dan kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan.
3. Dihitung kadar airnya dengan rumus:

Kadar Air = x 100%

3.5.3 Kadar Lemak (Sudarmadji et.al., 1997)


Penentuan kadar lemak bahan dilakukan dengan metode Kjeldahl. Langkah
pertama adalah pengovenan labu lemak selama 30 menit pada suhu 100-105oC
dan didinginkan di eksikator. Kertas saring juga dioven pada suhu 60oC selama 1
jam, dimasukkan esikator dan ditimbang. Lalu, sampel ditimbang 1 g bersama
kertas saring. Sampel dan kertas dioven pada suhu 60oC selama 24 jam dan
ditimbang. Kemudian sampel dan kertas dimasukkan dalam timbel yang

22
terhubung dengan soxhlet. Pelarut dituang secukupnya dan labu lemak dipanaskan
dan ekstraksi selama 5-6 jam. Lalu, labu didinginkan 30 menit. Kemudian, sampel
dioven pada suhu 60oC selama 24 jam dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung
dengan rumus:

Kadar Lemak (%) = x 100%

Keterangan:
a = berat kertas saring (g)
b = berat kertas saring + sampel (g)
c = berat kertas saring + sampel setelah pengeringan oven (g)
d = berat kertas saring + sampel setelah pengeringan oven (g)
3.5.4 Kadar Protein (Sudarmadji et.al., 1997)
Kadar protein ditentukan dengan metode kjedahl menggunakan destruksi
Gerhardt Kjeldaterm. Prosedur kerja sebagai berikut :
1. Bahan ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu
kjedahl 100 ml.
2. Ditambahkan kurang lebih 1 gram campuran selenium dan 10 ml H2SO4 pekat
kemudian dihomogenkan.
3. Didestruksi dalam lemari asam sampai jernih. Bahan dibiarkan dingin,
kemudian dibuang ke dalam labu ukur 100 ml sambil dibilas dengan aquadest.
4. Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan aquades sampai tanda tera. Disiapkan
penampung yang terdiri dari 10 ml H2BO3 2% tambah 4 tetes larutan indikator
dalam erlenmeyer 100 ml.
5. Dipipet 5 ml NaOH 30% dan 100 ml aquadest, di suling hingga volume
penampung menjadi kurang lebih 50 ml. Dibilas ujung penyuling dengan
aquades kemudian ditampung bersama isinya.
6. Dititrasi dengan larutan HCL atau H2SO4 0,02 N, perhitungan kadar protein
dilakukan sebagai berikut:

% Kadar Protein = x 100%

Keterangan :
V1 = volume titrasi contoh
N = normalitas larutan HCL atau H2SO4 0,02 N
P = faktor pengenceran = 100/5

23
3.6 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan
kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan variabel yang diteliti. Analisis
kuantitaf digunakan untuk menerangkan data berupa angka yang didapat dari hasil
pengamatan uji kimia dan analisis kualitatif hasil dari uji organoleptik. Analisis
kadar air menggunakan metode Thermogravimetri (Sudarmadji et.al., 1997),
analisis kadar protein dan kadar lemak menggunakan metode Kjeldahl
(Sudarmadji et.al., 1997). Data uji organoleptik dianalisis menggunakan sidik
ragam (ANOVA).

24
LEMBAR PENILAIAN ORGANOLEPTIK
Nama :

Tanggal :

Penilaian organoleptik ini berkaitan dengan penelitian yang berjudul “Studi


Pembuatan Nugget Dari Tetelan Tuna Loin Dengan Variasi Penambahan Tepung
Jagung”.

Petunjuk :
1. Dihadapan Anda terdapat tiga piring kecil nugget tetelan tuna loin yang
sebelumnya ditutup. Anda diminta untuk membuka satu per satu produk
kemudian lakukan pengamatan pada kenampakan/warna, aroma, tekstur
dan rasanya.
2. Setiap sebelum memakan persampel, panelis di haruskan untuk
meminum air putih terlebih dahulu.
3. Berikan penilaian Anda pada form yang telah disediakan, setiap
melakukan penilaian terhadap satu sampel produk nugget.

Kode Skor Penilaian Skor


Sampel Total
Kenampakan Bau Rasa Tekstur
Sampel A1
Sampel A2
Sampel A3

Skor Penilaian :
Amat sangat suka :9 Agak tidak suka :4
Sangat suka :8 Tidak suka :3
Suka :7 Sangat tidak suka :2
Agak suka :6 Amat sangat tidak suka :1
Netral :5

25
DAFTAR PUSTAKA
Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani: Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Armetaningtyas, D. 2012. Kualitas Daging Sapi Segar Di Pasar Tradisional.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol. 7 (1): 42-47. ISSN:
19780303.
Badan Standardisasi Nasional. 2013. Nugget Ikan (Fish Nugget). SNI 7758-2013.
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Barbut, S. 2002. Poultry Products Processingan Industry Guide. Washington DC:
GRC Press.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1997. Ilmu Pangan.
Jakarta: Universitas Indonesia.
De Man, J. M. 1997. Kima Makanan. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata.
Bandung: Penerbit ITB.
Desmelati, dan R. Hayati. 2008. Optimasi berbagai tepung kanji pada nugget Ikan
Patin terhadap karakteristik sensori dengan metode permukaan Respon.
Jurnal Floratek 3: 35-49.
Erawan, E Dan K.M. Boer. 2018. Analisis Efektivitas Sosialisasi Program
Gemarikan Oleh Bidang Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perikanan
(P2HP) Di Dinas Kelautan Dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur
Dikota Samarinda. Jurnal Ilmu komunikasi. Vol 6 (2) : 125-136. ISSN
2502-597X.
Erawaty, W.R. 2001. Pengaruh Bahan Pengikat, Waktu Penggorengan, dan Daya
Simpan terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Prodak Nugget Ikan Sapu-
sapu (Hyposascus pardalis). (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Illene, F. 2014. Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Ikan Tuna dengan
Proporsi Maizena Dan Tepung Menjes. Skripsi. Surabaya: Universitas
Katolik Widya Mandala Surabaya.
Lukman, I., N. Huda, dan N. Ismail. 2009. Physicochemical and Sensory
Properties of Commercial Chicken Nugget. Asian Journal of Food and
Agro-Industry. 2(02): 171-180.
Kantun, W., A. Mallawa, dan N.L. Rapi. 2014. Struktur ukuran dan jumlah
tangkapan tuna madidihang Thunnus albacares menurut waktu penangkapan
dan kedalaman di Perairan Majene Selat Makassar. Jurnal Saintek Perikanan
9: 39-48. DOI: 10.14710/ijfst.9.2.39-48.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta: UI-Press.
Kusumaningrum, M., Kusrahayu, dan S. Mulyani. 2013. Pengaruh berbagai filler
terhadap kadar air, rendemen dan sifat organoleptik chicken nugget. Animal
Agriculture Journal 2: 370-376.

26
Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat Terhadap
Karakteristik Nugget Ikan Patin (Pangasius hypothalamus). [Skripsi].
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Miftachussudur. 1994. Pengaruh Jenis Tepung dan Prosentase Ikan Teri terhadap
Mutu Krupuk Ikan Teri (Stolephorus Conumersoni). Skripsi. Jember:
Fakultas Pertanian, Universitas Jember
Nisa, T. K, 2013. Pengaruh substitusi Nangka Muda (Artocarpus Heteriphyllus
LMK) Terhadap Kualitas Organoleptik Nugget Ayam. Food Science and
Culinary Journal, 2(1), pp. 63-71.
Palungkun, R dan A. Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Permadi, S. N., Mulyani, S., & Hintono, A., 2012. Kadar Serat, Sifat
Organoleptik, dan Rendemen Nugget Ayam yang Disubstitusi dengan Jamur
Tiram Putih (Plerotus Ostreatus). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 1(4),
pp. 115-120.
Prameswari, D., & Andjarwati, A. L. (2018). Pengaruh Kualitas Layanan Jasa
Terhadap Word Of Mouth dengan Kepuasan Pelanggan sebagai Variabel
Antara (Studi pada Biro Perjalanan Umum Rosalia Indah Surabaya).
BISMA: Jurnal Bisnis dan Manajemen, 3(1), 49-65.
Prasetyati, S.M., Permadi, A., & Taryoto, A.H. (2021). Analisis Adopsi Teknologi
Pembuatan Petis dari Limbah Pengolahan Pindang di Kabupaten Sukabumi.
PELAGICUS, 2(2), 95-106.
Purnomo, H. dan Rahardiyan, D. 2008. Review Article: Indonesian Traditional
Meatball. International Food Research Journal. 15(2): 101-108.
Raharjo, S., D.R. Dexter, R.C. Worfel, J.N. Sofos, M.B. Solomon, G.W. Shults
dan G.R. Schmidt. 1995. Quality Characteristic of Restructured Beef Steaks
Manufactured by Various Techniques. Journal of Food Science. 60:68-71.
Saleh, M., K. Prana, S. Hartatik. (2002). Dokumen Tepat Guna. UPT.
Perpustakaan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sanoesi, E., S. Andayani, dan M. Fajar. 2002. Introduksi Pemanfaatan Silase Ikan
Rucah sebagai Bahan Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelulusan Hidup
Ikan Kerapu Macan (Ephynephelus fuscoguttatus). Jurnal IlmuIlmu Hayati.
Vol 14(1):84-93.
Sianipar, D., Sugiyono, dan Syarief R. 2008. Kajian Formulasi Bumbu Instan
Binthe Biluhuta, Karakteristik Hidratasi dan Pendugaan Umur
Simpannyadengan Menggunakan Metode Pendekatan Kadar Air Kritis.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. 19 (1): 32-39.
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bharata Karya Aksara.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan III. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

27
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
Syamsir , E. (2008). Panduan Praktikum Pengolahan Pangan. Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan. Fateta IPB. Bogor. Hal : 24-25.
Tanoto, E. 1994. Pengolahan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri (Scomberomorus
commersoni). Skripsi Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor
Tian, S.J., J.E. Rickard, & J.M.V. Blanshard. 1991. Physicochemical Properties of
Sweet Potato Starch. Journal Science Food Agricultural. 57:459-491.
Winarno, F. G. 1993. Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Winarno, F. G. 2008. Ilmu Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno, F. G. dan Agustinah W. 2005. Herba dan Rempah: Aplikasinya dalam
Hidangan, Cetakan 1. Bogor: M-BRIO Press.
Wibowo, S. 2001. Budidaya Bawang (Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang
Bombay). Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
Widrial, R. 2005. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Tepung Maizena Terhadap
Mutu Nugget Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Skripsi Perikanan da
Ilmu Kelautan. Universitas Bung Hatta. Padang
Witono, Y. 2014. Teknologi Flavor Alami: Berbasis Proses Hidrolisis Enzimatis.
Surabaya: Pustaka Radja, CV. Salsabila Putra Pratama.
Wulandari, E., Suryaningsih, L., Pratama, A., Putra, D.S., & Runtini, N., 2016.
Karakteristik Fisik, Kimia, dan Nilai Kesukaan Nugget Ayam Dengan
Penambahan Pasta Tomat. Jurnal Ilmu Ternak, 16(2), pp. 95-99.

28

Anda mungkin juga menyukai