Nama :
NIM :
Kelompok :
Kelas :
Asisten :
Mengetahui Menyetujui,
Ketua Jurusan PSPK Dosen Pengampu
MK. Tingkah Laku Ikan
(Dr. Eng Abu Bakar Sambah, S.Pi, MT) (Ir. Agus Tumulyadi, MP.)
NIP. 19780717 200501 1 002 NIP. 19640830 198903 1 002
TIM PENYUSUN
TIM DOSEN
TIM ASISTEN
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Buku Pedoman Praktikum Tingkah
Laku Ikan ini dapat tersusun dengan baik dan hadir di tangan kita. Buku ini
disajikan sebagai suatu pedoman pelaksanaan praktikum pada dasarnya
merupakan hasil rangkuman dari berbagai referensi dalam memandu praktikum
Tingkah Laku Ikan bagi mahasiswa Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan FPIK UB. Dalam buku ini telah dilengkapi dengan metode-metode
praktis untuk memudahkan dalam pengambilan data di lapangan.
Buku panduan ini berisi materi dan panduan bagi mahasiswa dalam
melaksanakan praktikum Tingkah Laku Ikan. Setiap bab disusun secara sistematis
dengan materi yang berbeda-beda diantaranya identifikasi morfologi dan
morfometri ikan, hubungan panjang dan berat, food and feeding habit, tingkat
kematangan gonad baik secara fisiologi maupun histologi, fekunditas, analisis
otolith maupun tingkah laku ikan terhadap alat penangkap ikan. Dengan begitu
diharapkan mahasiswa dapat menginterpretasikan output dari pelaksanaan
praktikum Tingkah Laku Ikan.
Penulis merasa buku ini masih perlu disempurnakan, oleh karena keterbatasan
kami pada cetakan ketiga ini. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan
membangun dari para pengguna buku ini, agar dapat membuat buku cetakan
berikutnya menjadi lebih baik lagi.
Tim Penyusun
Halaman
TIM PENYUSUN................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................... xi
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................... 2
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................................ 2
Gambar Halaman
14. Hasil Pengamatan Histologi Gonad (Sumber: Google Image, 2019). ........... 22
16. Konstruksi API Purse Seine (Sumber: Google Image, 2019). ...................... 25
17. Diagram Komposisi Hasil Tangkapan Utama Alat Tangkap Pukat Udang
(Sumber: Rainaldi et al., 2019).................................................................... 26
19. Bentuk Tubuh Fusiform Ikan Cakalang (Sumber : Dokumentasi Lapang) .... 34
20. Bentuk Ekor Ikan Lunate Cakalang (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019). 34
....................................................... 36
23. Pengukuran Panjang dan Berat Ikan (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019).
................................................................................................................... 38
24. Pengamatan Isi Lambung Ikan Cakalang ..................................................... 39
27. Morfologi Spesies Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) yang
didaratkan di TPI Pondokdadap (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019) ..... 42
28. Bentuk Tubuh Torpedo Ikan Tuna (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019) ...
43
29. Bentuk Ekor Lunate Ikan Tuna (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019). .......
44
36. Bentuk Tubuh Torpedo Ikan Layang (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019) 53
37. Bentuk Ekor Lunate Ikan Layang (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019). ... 54
40. Cara Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Pelagis Kecil .............................. 57
41. Isi lambung ikan layang benggol (D. russelli) (Sumber : Data Penelitian,
2019) .......................................................................................................... 59
42. Pengamatan Gonad Ikan Layang (Sumber : Dokumentasi Lapang, 2019) ...
....................................... 60
49. Hasil LF (Length Frequency) pada ikan tuna (Thunnus sp.) ......................... 64
50. Hasil LF (Length Frequency) ikan layang benggol (D. russelli) .................... 64
51. Ikan Cakalang dalam hal ini ikan yang dijadikan obyek terlihat jelas dan
menjadi pusat ............................................................................................. 65
Tabel Halaman
5. Formulir Pengamatan Bentuk Tubuh dan Ekor serta Perkiraan Tipe Renang
Ikan ............................................................................................................. 34
12. Hasil Identifikasi Morfologi Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) ..... 41
14. Formulir Pengamatan Bentuk Tubuh dan Ekor serta Perkiraan Tipe Renang
Ikan ............................................................................................................. 44
16. Hasil Analisis Identifikasi Morfometrik Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus
albacares) di Sendang Biru ......................................................................... 45
23. Formulir Pengamatan Bentuk Tubuh dan Ekor serta Perkiraan Tipe Renang
Ikan ............................................................................................................. 54
Grafik Halaman
3. Hubungan Panjang dan Berat Udang Putih (Tirtadanu et al., 2017). .............. 11
Pengetahuan tentang tingkah laku ikan merupakan cabang ilmu yang dapat
diaplikasikan dalam bidang perikanan tangkap. Penerapan ilmu ini sangat terbatas
dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari minimnya kegiatan penelitian tentang pengembangan
perikanan tangkap yang didasarkan dari pendekatan tingkah laku ikan.
Pengetahuan tentang tingkah laku ikan sangat diperlukan dalam mengembangkan teknik
dan metode penangkapan ikan yang efektif dan efisien. Tingkah laku renang ikan yang
menunjang bidang penangkapan antara lain adalah distribusi dan ruaya ikan, tingkah laku
berkelompok (schooling behaviour), keragaman renang, kebiasaan makan, pola
menyelamatkan diri, serta berbagai pola tingkah laku lainnya yang memungkinkan ikan
dapat tertangkap maupun meloloskan diri dari suatu alat tangkap. Selain itu pengetahuan
tentang tingkah laku ikan juga sebagai bahan pertimbangan penting dalam pengelolaan
sumberdaya perairan (Gunarso, 1985).
Menurut Primeswari et al. (2015), setiap aktivitas hidup ikan tidak terlepas dari
kemampuan gerak yang ditentukan oleh organ gerak seperti jaringan otot, sirip dan jaringan
saraf. Kemampuan ikan melakukan gerak menyebabkan ikan dapat berenang
malaksanakan aktivitas migrasi baik untuk mancari makan, memijah maupun manghindari
predator. Setiap jenis ikan memiliki perbedaan kemampuan renang, tergantung dari bentuk
tubuh dan pola tingkah laku renangnya. Kemampuan renang juga berhubungan dengan
sisitem kontrol saraf, pergerakan sirip ikan dalam air yang dipengaruhi oleh adanya perintah
saraf yang berpusat di otak. Tingkah laku renang ikan secara umum dapat dijelaskan
dengan pola tingkah laku renang, kecepatan renang, dan ketahanan renang ikan, dimana
pola tingkah laku ikan itu sendiri merupakan bentuk atau gambaran gerakan ikan ketika
berenang yang dipengaruhi oleh sirip ikan dan juga oleh bentuk tubuh ikan. Kecepatan dan
ketahanan renang ikan merupakan faktor mendasar yang perlu diketahui untuk
meningkatkan efesiensi penangkapan maupun untuk mendapatkan hasil tangkapan yang
selektif terhadap spesies dan ukurannya. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran lebih
lanjut terkait tingkah laku ikan dari berbagai aspek sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan produktivitas perikanan tangkap pada umumnya.b
Sedangkan tujuan pelaksanaan Praktikum Tingkah Laku Ikan ini adalah sebagai berikut:
1.1.1 Mahasiswa mampu mengidentifikasi jenis ikan secara morfometri dan juga morfologi.
1.1.6 Mahasiswa mampu memahami hubungan tingkah laku ikan terhadap alat penangkap
ikan.
1.1.7 Mahasiswa mampu menentukan komposisi hasil tangkapan suatu alat penangkap
ikan sekaligus menginterpretasikannya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Identifikasi dalam praktikum tingkah laku ikan berdasarkan pada morfologi dan
morfometrik ikan seperti panjang dan berat tubuh ikan, bentuk sirip dan ekor ikan, bentuk
Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk tubuh ikan. Pada umumnya bentuk
tubuh ikan dibedakan menjadi 3 yaitu caput (kepala), truncus (badan), dan caudal (ekor).
Adapun faktor yang mempengaruhi ciri morfologi pada ikan yaitu : suhu, kandungan oksigen
terlarut, salinitas, dan ketersediaan sumber makanan yang mempengaruhi pertumbuhan
larva ikan. Sedangkan sifat morfometrik adalah ukuran atau perbandingan bagian-bagian
tubuh. Sifat morfologi dan morfometrik ikan perlu diketahui karena hal ini diperlukan untuk
mengidentifikasi agar dapat diketahui taksonominya.
Mahyuddin (2010), menyatakan bahwa tubuh ikan terbagi menjadi tiga bagian yaitu
kepala, badan, dan ekor :
a. Bagian Kepala dimulai dari ujung mulut sampai akhir tutup insang
b. Bagian Badan dimulai dari akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal
c. Bagian Ekor dimulai dari sirip anal sampai ujung sirip ekor
Pada ikan perenang cepat memiliki bentuk tubuh fusiform (yang meruncing pada kedua
ujung). Bentuk tubuh ikan sangat mempengaruhi kemampuan dalam pergerakan, mencari
makan, dan kecepatan renang. Contoh ikan perenang cepat yaitu ikan tuna, selar,
kembung, dan sebagainya. Kent (1954) menyatakan bahwa tipe ekor ikan dibagi menjadi
4 yaitu :
1) Protocercal : ujung belakang notocord atau vertebrae berakhir lurus pada ujung ekor,
umumnya ditemukan pada ikan yang masih embrio dan ikan Cyclostomata
2) Heterocercal : ujung belakang notocord pada bagian ekor agak membelok kearah
dorsal sehingga caudal terbagi secara tidak simetris, misalnya pada ikan cucut
3) Homocercal : ujung notocord pada bagian ekor juga agak membelok kearah dorsal
sehingga caudal terbagi secara tidak simetris bila dilihat dari dalam tetapi terbagi
secara simetris bila dilihat dari arah luar , terdapat pada ikan teleostei
4) Diphycercal : ujung notocord lurus kearah caudal sehingga sirip ekor terbagi secara
simetris baik dari arah dalam maupun dari arah luar terdapat pada ikan dipnoid.
Hal yang sangat penting dalam mempelajari tingkah laku ikan adalah kegiatan renang
ikan, meliputi kecepatan dan daya renang ikan. Dengan mempelajari kedua hal tersebut,
maka karakteristik kegiatan renang ikan tersebut akan diketahui. Aktifitas renang dapat
dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan kecepatannya, yaitu sustained, prolonged, dan burst
swimming speed. Ketiga jenis kecepatan renang ikan dapat memberikan gambaran
keadaan fisiologis ikan ketika berenang (Nofrizal et al., 2009 dalam Syafitri et al., 2006).
1. Ikan pelagis, merupakan ikan-ikan yang biasa hidup di lapisan air bagian atas.
2. Ikan demersal, merupakan ikan-ikan yang biasa hidup di dasar perairan.
Habitat ikan pelagis terdapat di sepanjang perairan pesisir hingga laut lepas pada zona
pelagis kolom air laut. Selain itu ikan pelagis umumnya hidup secara schooling
(bergerombol) dan berenang bebas dengan melakukan migrasi secara vertikal maupun
horizontal mendekati permukaan. Beberapa contoh ikan pelagis kecil antara lain ikan teri
(Stolephors sp), ikan layang (Decapterus sp), ikan kembung (Rastreliger sp), ikan tembang
(Sardinella fimbriata) dan jenis ikan lainnya.
Ikan yang hidup di dasar perairan bagian dasar perutnya berwarna pucat dan bagian
punggungnya berwarna gelap. Misalnya pada kelompok ikan pari dan ikan sebelah.
Ikanikan yang hidupnya disekitar karang memiliki warna yang cerah dan cemerlang,
Ikan pelagis besar seperti ikan tuna, cakalang, marlin, tongkol, lemadang dan sejenisnya
hidup pada laut lepas dengan kondisi lingkungan relatif stabil. Disamping itu ikan pelagis
besar umumnya melakukan migrasi sepanjang tahun dengan jarak jauh. Secara biologis
kelompok ikan pelagis besar digolongkan pada kategori ikan yang mempunyai tingkah laku
melakukan migrasi dengan jarak jauh (highly migratory spesies) yang melampaui batas-
batas yuridiksi suatu negara. Keadaan tersebut akan menyebabkan penambahan dan
pengurangan stok di suatu perairan yang sebagai sediaan lokal pada saat terjadi musim
penangkapan (Nelwan, 2004).
Ikan demersal rata-rata memiliki bentuk tubuh pipih (depressed) dan bentuk tubuh ini
terjadi pada fase dewasa. Salah satu contohnya adalah ikan sebelah. Sedangkan ikan
pelagis rata-rata memiliki bentuk tubuh streamline menyerupai torpedo dan biasanya tidak
mempunyai sisik terutama untuk ikan-ikan perenang cepat (Sartimbul et al., 2017).
a. TL (Total Lenght) adalah panjang total tubuh, jarak antara bagian teranterior kepala
sampai bagian terposterior dari caudal.
b. FL (Forked Lenght) adalah jarak antara bagian teranterior kepala dengan lekukan ekor
(bila caudal ikan tersebut forked).
c. SL (Standard Lenght) adalah jarak antara bagian teranterior kepala dengan pangkal
ekor (batas terakhir ekor dapat digerakkan).
Sebaran frekuensi panjang adalah distribusi ukuran panjang pada kelompok panjang
tertentu. Sebaran frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai
tengah kelas dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang. Sebaran frekuensi panjang
yang telah ditentukan dalam masing – masing selang kelas, diplotkan dalam sebuah grafik
untuk melihat distribusi normalnya. Bila terdapat lebih dari 1 cohort, maka dilakukan
pemisahan distribusi normal (Derista et al., 2016).
Data sebaran frekuensi panjang digunakan untuk mengetahui frekuensi persebaran ikan
di perairan berdasarkan ukuran panjangnya. Sebaran frekuensi panjang yang dibuat
selanjutnya digunakan untuk pendugaan kelompok ukuran ikan sebagai pendugaan
kelompok umur (cohort). Ada hubungan antara umur dengan panjang ikan dimana sejumlah
data komposisi panjang dapat dikonversi untuk mendapatkan data komposisi umur.
Selanjutnya data komposisi umur yang kompleks digunakan dalam pendugaan parameter
pertumbuhan ikan (Sparre dan Venema, 1999).
Dalam biologi perikanan, hubungan panjang berat ikan merupakan salah satu informasi
pelengkap yang perlu diketahui dalam kaitan pengelolaan sumber daya perikanan,
misalnya dalam penentuan selektifitas alat tangkap agar ikan-ikan yang tertangkap hanya
yang berukuran layak tangkap saja. Hubungan panjang berat menunjukkan pertumbuhan
yang bersifat relatif yang berarti dapat dimungkinkan berubah menurut waktu. Apabila
terjadi perubahan terhadap lingkungan dan ketersediaan makanan diperkirakan nilai ini juga
akan berubah (Nurhayati et al., 2016).
Hubungan panjang berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan dengan
menggunakan parameter panjang dan berat. Berat dianggap sebagai suatu fungsi dari
panjang. Nilai yang didapat dari perhitungan panjang dengan berat dapat digunakan
sebagai pendugaan berat dari panjang. Selain itu, keterangan mengenai pertumbuhan,
kemontokan, dan perubahan lingkungan terhadap ikan dapat diketahui (Effendie, 1997).
Menurut Effendie (1997), menyatakan bahwa pada ikan yang memilliki pola pertumbuhan
isometrik (b=3), pertambahan panjangnya seimbang dengan pertambahan berat.
Menurut Zar (199) dalam Hedianto et al.,(2014), hubungan panjang dan berat ikan
dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut :
W = aLb
Keterangan :
W = berat tubuh ikan (gram) L
= panjang total ikan (cm) a dan b
= konstanta
Nilai konstanta yang diperoleh dari persamaan diatas diuji menggunakan uji T.
Grafik 3. Hubungan Panjang dan Berat Udang Putih (Tirtadanu et al., 2017).
Kebanyakan cara ikan mencari makanan dengan menggunakan mata. Pembauan dan
persentuhan digunakan juga untuk mencari makanan terutama oleh ikan pemakan dasar
dalam perairan yang kekurangan cahaya atau dalam perairan keruh. Pada umumnya ikan
mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap kebiasaan makannya serta dalam
memanfaatkan makanan yang tersedia. Menurut Birukaswan (1980), variasi distribusi ikan
di suatu perairan berhubungan dengan kebiasaan makan dan ketersediaan makanan.
Struktur alat pencernaan berbeda-beda pada berbagai jenis ikan, bergantung pada tinggi
rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. Pada ikan
golongan karnivora memiliki panjang usus lebih pendek dari pada panjang tubuhnya karena
daging yang dimakan merupakan asupan protein tinggi sehingga mudah diserap oleh tubuh
ikan, omnivora memiliki panjang usus yang hanya sedikit lebih panjang dari panjang total
badannya karena makanan yang dimakan ikan golongan ini bergantung pada ketersedian
makanan yang tersedia sehingga kinerja pencernaannya berbeda-beda sesuai dengan
makanan yang didapat, sedangkan herbivora panjang usus yang dimiliki yaitu 5 kali lebih
panjang dari panjang total badannya karena makanannya yang berserat dan lebih lama
dicerna tubuh (Effendi, 2002).
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) mempunyai bukaan mulut yang besar, dimana
ukuran pakan ikan ditetapkan dengan mempertimbangkan ukuran tubuh dan bukaan mulut
ikan. Semakin besar ukuran tubuh ikan dan bukaan mulut ikan, maka semakin besar ukuran
pakan. Ikan cakalang memiliki lambung berbentuk menyerupai kantung yang besar dan
memanjang. Panjang usus ikan cakalang tidak melebihi panjang totalnya, hal ini
menunjukkan bahwa ikan cakalang merupakan jenis ikan karnivora. Ikan karnivora
mempunyai usus yang pendek atau panjang usus ikan karnivora dapat lebih pendek
daripada panjang tubuhnya. Kondisi tersebut dikarenakan makanan ikan cakalang berupa
daging, sehingga dalam proses pencernaannya tidak memerlukan proses yang lama seperti
pada ikan pemakan tumbuhan (Affandi, 1992 dalam Setya et al., 2014).
2.4.1 Hubungan Bentuk Mulut Terhadap Isi Lambung dan Jenis Ikan Berdasarkan
Habitat dan Makanannya
Dewi et al. (2018), menyatakan setiap jenis ikan akan mempunyai bentuk mulut yang
khas dan berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh pola hidup ikan tersebut yaitu kebiasaan
makan, dan jenis makanan. Secara umum bentuk mulut ikan dapat dibedakan menjadi
empat, yaitu : a). Sub terminal, b). Inferior, c). Superior, d). Terminal.
Bentuk, ukuran, dan letak mulut ikan dapat menggambarkan habitat ikan tersebut. Ikan-
ikan yang berada di bagian dasar mempunyai bentuk mulut yang subterminal, sedangkan
ikan ikan pelagik dan ikan pada umumnya mempunyai bentuk mulut yang terminal. Ikan
pemakan plankton mempunyai mulut yang kecil dan umumnya tidak dapat ditonjolkan ke
luar. Pada rongga mulut bagian dalam biasanya dilengkapi dengan jari-jari tapi insang yang
panjang dan lemas untuk menyaring plankton. Umumnya mulut ikan pemakan plankton
tidak mempunyai gigi. Ukuran mulut ikan berhubungan langsung dengan ukuran
makanannya. Ikan-ikan yang memakan invertebrata kecil mempunyai mulut yang
dilengkapi dengan moncong atau bibir yang panjang. Ikan dengan mangsa berukuran besar
mempunyai lingkaran mulut yang fleksibel.
2.4.2 Hubungan Bentuk Gigi Terhadap Jenis Ikan Berdasarkan Habitat dan
Makanannya
Gigi merupakan alat bantu pencernaan secara mekanis. Tipe gigi sangat menetukan
kebiasaan makan (feeding habits) dan kebiasaan makanan (food habits) pada ikan. Ikan
yang mempunyai tipe gigi canine biasanya merupakan jenis ikan predator / pemangsa dan
pemakan daging. Banyak dari ilmuwan membagi tipe gigi pada ikan. Menurut May dan
Maxwell (1986) dalam Kottelat et al. (1993), tipe gigi pada ikan dibedakan menjadi 6 yaitu
(a) tricuspid, (b) conical, (c) canine, (d) incisor, (e) viliform, dan(f) molariform. Selain keenam
tipe gigi tersebut di atas pada beberapa ikan dilengkapi dengan gigi tambahan diantaranya
gigi langit-langit (palatine teeth), gigi pharynx (pharengeal teeth) dan lidah. Pada jenis ikan-
Pengamatan kematangan gonad dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu melalui histologi
dan morfologi. pengamatan beroperasi histologi dilakukan di laboratorium, sedangkan
pengamatan beroperasi morfologi dapat dilakukan baik di laboratorium maupun di
lapangan. dari penelitian beroperasi histologi akan diketahui anatomi perkembangan gonad
tadi lebih jelas dan mendetail. sedangkan hasil temuan pengamatan beroperasi morfologi
tidak akan sedetail cara histologi (Effendie, 2002).
Stimuli yang memicu pemijahan relatif memiliki proses yang singkat, biasanya dipicu
oleh perubahan lingkungan dalam waktu singkat, sementara stimuli yang menginduksi
gonad untuk berkembang relative memiliki proses yang cukup lama, biasanya
membutuhkan sesuatu yang mampu mempengaruhi dalam waktu yang lama dan
berkelanjutan.
Siklus reproduksi dan waktu pemijahan pada spesies di laut sudah banyak dipelajari
melalui beberapa metode yang berbeda, diantaranya adalah :
a. Observasi langsung terhadap pemijahan, yang bisa dilakukan ketika kegiatan survey
bawah laut, khususnya pada spesies sessile.
d. Penampakan pada gonad yang meliputi tingkat kematangan gonad (berdasarkan yang
telah ditentukan sebelumnya) dari waktu ke waktu.
e. Ukuran panjang dan berat relative gonad dari waktu ke waktu.
Berdasarkan metode yang tersebut diatas, dua metode terakhir merupakan metode yang
paling sering digunakan pada studi perikanan, dan akan dibahas lebih lanjut dibawah ini.
Biasanya, dalam dunia perikanan hanyalah gonad betina (ovari) yang diamati dan
dipelajari, hal ini disebabkan oleh ukuran gonadnya yang lebih besar dan lebih mudah
diperiksa dan dipahami jika dibandingkan dengan gonad jantan (testis); hal ini juga
disebabkan oleh asumsi bahwa perkembangan ovari dan testes berjalan linier atau sinkron.
Ovari bisa diperiksa dan diteliti secara mikroskopis dan diklasifikasi dalam beragam tingkat
perkembangan. Meskipun begitu harus diperhatikan bahwa perkembangan gonad itu
bersifat kontinu dan semua yang berkaitan dengan tingkatan tersebut sengaja dibuat untuk
mempermudah proses pembelajaran. Entah klasifikasi mana yang selama ini digunakan,
Menurut Effendie (2002) dalam Prihartini (2006), dalam biologi perikanan pencatatan
perubahan-perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk
mengetahui ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dan yang tidak. Dari
pengetahuan tahap kematangan gonad ini juga akan diperoleh keterangan bilamana ikan
itu akan memijah, baru memijah dan atau sudah selesai memijah. Dengan mengetahui
ukuran ikan untuk pertama kali gonadnya menjadi masak, ada hubungannya dengan
pertumbuhan ikan itu sendiri dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi. Dasar yang
dipakai untuk menentukan tingkat kematangan gonad dengan pengamatan secara
morfologi melalui bentuk, ukuran panjang dan berat warna dan perkembangan isi gonad
yang dapat dilihat.
Nikolsky dalam Effendie (1978), menguraikan tingkat kematangan ovari ikan secara
umum, yaitu :
Tingkat II : Tahap istirahat (resting stage), ovari belum mulai berkembang dan ukurannya
masih sangat kecil
Tingkat III : Proses pemasakan (maturation), pertambahan berat gonad sangat cepat, ovari
berubah dari transparan berwarna pucat. Telur dapat dibedakan dengan mata
Tingkat IV : Masak (maturity), produk sexual sudah mencapai berat maksimum, tetapi tidak
bisa keluar pada saat perutnya ditekan perlahan
Tingkat VI : Kondisi salin (spent condition), produk sexual telah dilkeluarkan, lubang
genitalia meredang kemerahan, gonad telah mengempis dan ovari berisi
beberapa telur sisa.
f. Mijah. Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan perut. Kebanyakan telur
berwarna jernih dengan beberapa yang berbentuk bulat telur tinggal di dalam
ovarium.
g. Mijah/Salin. Gonad belum kosong sama sekali. Tidak ada telur yang bulat telur.
h. Salin. Testes dan ovarium kosong dan berwarna merah. Beberapa telur sedang ada
dalam keadaan dihisap kembali.
i. Pulih Salin. Testes dan ovarium berwarna jernih, abu-abu sampai merah.
Tingkat kematangan gonad akan memberi dampak terhadap proses pemijahan dari
suatu ikan. Tingkah laku pemijahan adalah aktivitas yang berhubungan langsung dengan
produksi individu baru. Tingkah laku demikian kadang-kadang cukup sederhana. Tingkah
laku pemijahan pada banyak spesies ikan bisa jadi sangat rumit dan meliputi
pertunjukanpertunjukan dan gerakan-gerakan yang menakjubkan.
Jadi dari komposisi TKG ini dapat diperoleh keterangan waktu mulai dan berakhirnya
kejadian pemijahan dan puncaknya (Effendi, 2002). Dengan diketahuinya tingkat
kematangan gonad tersebut dapat dikaitkan dengan ukuran ikan/udang dan dapat
Ardelia et al., (2016) menyakatan Indeks kematangan gonad yaitu suatu nilai dalam
persen sebagai hasil dari perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan termasuk
gonad dikalikan dengan 100. Sejalan dengan perkembangan gonad, bobot gonad semakin
bertambah dan semakin besar sampai mencapai maksimum ketika ikan mencapai memijah.
Tujuan penghitungan indeks kematangan gonad (IKG) adalah untuk mengetahui
perbandingan ukuran gonad dan tubuh ikan
Dimana
IKG : Indek kematangan gonad
Bg : Berat gonad dalam gram Bt
: Berat tubuh dalam gram
Dengan nilai tersebut akan di dapatkan bahwa sejalan dengan perkembangan gonad,
indeks itu akan semakin bertambah besar dan nilai tersebut akan mencapai batas kisar
maksimum pada saat akan terjadi pemijahan.
2.6 Pengamatan Mikroskopik
2.6.1 Analisa Histologi Gonad
Menurut Effendie (1979), Pengamatan kematangan gonad dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain dengan membuat irisan gonad dan diamati struktur histologisnya,
melihat morfologi gonad secara visual. Pengamatan morfologi gonad pada ikan betina
berupa: bentuk ovarium, besar-kecilnya ovarium, pengisian ovarium dalam rongga tubuh,
warna ovarium, halus-tidaknya ovarium, secara umum ukuran telur dalam ovarium,
kejelasan bentuk dan warna telur dengan bagian-bagiannya, ukuran (garis tengah) telur,
dan warna telur. Sedangkan untuk ikan jantan yang diamati berupa: bentuk testis, besar-
kecilnya testis, pengisian testis dalam rongga tubuh, warna testis, keluartidaknya cairan dari
testis (dalam keadaan segar). Perbedaan spesifik dari tiap TKG bisa diketahui dari
pengamatan mikroskopis terhadap ukuran diameter & penampakan ovary, atau irisan
histologis dari gonad/ovary
Histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur jaringan secara detail
menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis. Histologi dapat juga
disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis. Cara pembuatan sediaan histologis disebut
mikroteknik. Pembuatan sediaan dari suatu jaringan dimulai dengan operasi, biopsi,
atauautopsi. Jaringan yang diambil kemudian diproses dengan fiksatif yang akan menjaga
agar sediaan tidak akan rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Fiksatif yang
paling umum digunakan untuk jaringan hewan (termasuk manusia) adalah formalin (10%
formaldehida yang dilarutkan dalam air) dan larutan Bouin (Bavelander, 1998).
Tingkat IV : Hampir matang (kuning telur tidak bisa diberi pewarnaan, terbentuk korion)
Tingkat V : Matang/hidrasi (kuning telur berwarna kuning secara homogen; oosit terhidrasi,
perkembangan oosit telah sempurna)
Gambar 16. Konstruksi API Purse Seine (Sumber: Google Image, 2019).
Purse seine atau pukat cincin merupakan alat tangkap yang efektif untuk menangkap
ikan pelagis yang memiliki tingkah laku hidup berkelompok dalam ukuran besar, baik di
daerah perairan pantai maupun lepas pantai. Pukat cincin adalah alat tangkap berbentuk
empat persegi panjang, yang keseluruhan bagian utamanya terbuat dari bahan jaring, di
mana terbentuknya kantong terjadi pada saat dioperasikan. Pengoperasian alat tangkap ini
dengan cara melingkarkan gerombolan ikan dengan jaring dan setelah ikan terkurung jaring
kemudian ditarik. Dalam operasinya posisi pelampung dan tali ris atas berada di
permukaan, sementara pemberat, cincin menggantung di bagian bawah jaring, dan berada
di dalam laut. Melalui cincin-cincin ini terpasang tali kolor (purse line) yang bila ditarik
menjadikan bagian bawah jaring menutup, sehingga bentuk jaring secara keseluruhan
menyerupai mangkuk besar. Prinsip pengoperasian alat tangkap purse seine atau pukat
cincin adalah melingkari gerombolan ikan dengan jaring, kemudian pada jaring bagian
Hasil analisis komposisi ikan tangkapan pukat udang selanjutnya dinyatakan dalam
persentase komposisi dengan menggunakan tabel, grafik dan diagram Pie (Wahju et al.,
2008).
Gambar 17. Diagram Komposisi Hasil Tangkapan Utama Alat Tangkap Pukat Udang
(Sumber: Rainaldi et al., 2019).
Berdasarkan Gambar 17 dapat diketahui bahwa jumlah hasil tangkapan utama yang
diperoleh selama penelitian dengan 6 kali hauling sebanyak 4 spesies udang yang terdiri
dari udang dogol (Metapenaeus ensis), udang Jerbon/kelong (Metapenaeus monoceros),
udang Jerbung (Panaeus meruiensis), dan udang kerosok (Parapenaeopsis sculptilis)
dengan berat total 35,91 kg (27,15%). Hasil tangkapan utama yang mendominasi yaitu
udang kerosok (Parapenaeopsis sculptilis) yaitu sebesar 38 % hidup pada kedalaman 1530
Ikan dewasa atau layak tangkap dalam kegiatan penangkapan adalah ikan yang telah
memasuki fase reproduksi. Menurut Effendie (2002), fekunditas yang terjadi pada spesies
ikan lebih sering dihubungkan dengan panjang tubuh ikan daripada berat ikan, sebab
ukuran panjang ikan penyusutannya relatif kecil dibandingkan penyusutan berat. Kondisi
ini terlihat pada saat observasi di lokasi penelitian, bahwa ukuran panjang ikan pada saat
diukur di atas kapal, tidak mengalami penyusutan panjang pada saat dilakukan pengukuran
kembali di darat. Namun ukuran berat ikan saat diukur di atas kapal, mengalami penyusutan
setelah dilakukan pengukuran berat ikan pada saat di darat.
Berdasarkan perbandingan ukuran panjang total ikan rata-rata telah mencapai lenght at
firts maturity dari masing-masing spesies. Komposisi ukuran panjang total spesies hasil
tangkapan ikan pada unit penangkapan pukat cincin dengan light fishing, dipengaruhi sifat
ketertarikan spesies tersebut terhadap cahaya yang dikeluarkan oleh lampu merkuri.
Penelitian mengenai tingkah laku ikan terhadap cahaya menyebutkan bahwa spesies ikan
tongkol, teri, tembang, talang-talang, Kuwe, layur, peperek, alu-alu, kerong-kerong, bawal
hitam, udang putih, dan cumi-cumi termasuk dalam spesies yang memiliki sifat fototaksis
posistif yang kuat terhadap cahaya dengan iluminasi tinggi (Rosyidah et al. 2011, Fauziyah
et al. 2012, dan Yuda et al. 2012). Spesies cakalang, lemuru, selar, layang, dan kembung
laki-laki termasuk dalam spesies yang menyukai iluminasi cahaya rendah.
Orison et al. (2013), menjelaskan bahwa komposisi hasil tangkapan pada pukat cincin
dikenal dengan nama soma pajeko di Sulawesi Utara, yaitu ikan layang, ikan selar, dan ikan
tongkol. Komposisi ukuran ikan hasil tangkapan tersebut sudah layak tangkap. Hasil
tangkapan lainnya yaitu tuna sirip kuning dan cakalang, namun ukuran kedua spesies ikan
ini belum layak tangkap. Ikan kembung laki dan layang deles merupakan jenis ikan pelagis
kecil. Jenis ikan pelagis kecil rata-rata ukuran panjang maksimal ikan adalah 50 cm. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hasil tangkapan jenis ikan kembung laki, layang deles dan
cumi-cumi berkisar antara 14–29 cm.
Pada ukuran tersebut ikan kembung laki, layang deles dan cumi-cumi sudah dapat
melakukan pemijahan, sehingga ikan tersebut sudah layak untuk ditangkap. Spesies ikan
Kuwe adalah jenis ikan demersal yang memiliki panjang maksimal 120 cm dan lenght at
first maturity 50 cm Ukuran panjang ikan Kuwe yang tertangkap 62 cm–77 cm, sehingga
dapat dikatakan bahwa ukuran panjang spesies ikan Kuwe sudah layak tangkap. Spesies
cumi-cumi dan ikan Kuwe adalah spesies perairan laut yang berada pada daerah demersal
pada kedalaman 30–100 m (Nontji, 2007).
FAO (2015) yang diakses pada http://www.fao.org, menjelaskan bahwa ukuran panjang
maksimal ikan tongkol komo, selar bentong, selar tetengek dan ikan salam, umumnya lebih
dari 50 cm.
Ukuran panjang maksimal ikan tersebut termasuk dalam kategori ikan pelagis besar.
Hasil tangkapan ikan dengan pukat cincin menggunakan light fishing, diperoleh rata-rata
ukuran panjang antara 14–29 cm. Ukuran panjang ikan tersebut masih belum dapat
dikategorikan sebagai ukuran ikan layak tangkap, sebab belum mencapai panjang
maksimum ikan untuk memijah (lenght at first maturity). Tertangkapnya spesies ikan
tersebut pada alat tangkap disebabkan oleh tersedianya makanan yang dibutuhkan oleh
spesies- spesies tersebut di daerah penangkapan ikan.
Hasil penelitian Bubun et al. (2014) mengenai tropik level di daerah penangkapan ikan
yang terbentuk dengan menggunakan light fishing, menjelaskan bahwa spesies ikan
tongkol komo dan selar bentong adalah spesies yang memakan jenis ikan pelagis kecil
yang terdapat di daerah penangkapan ikan. Sudirman et al. (2004) menjelaskan bahwa
jenis ikan tongkol dan selar adalah spesies ikan pelagis yang menyukai cahaya pada
iluminasi rendah. Berdasarkan hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa jenis ikan tongkol
komo dan selar tetengek yang terdapat di daerah penangkapan ikan menggunakan light
fishing dipengaruhi adanya makanan. Berlimpahnya sumber makanan di sekitar cahaya,
menarik spesies tersebut untuk berada di daerah penangkapan ikan.
Komposisi hasil tangkapan ikan dengan menggunakan pukat cincin light fishing
diperoleh volume yang beragam pada masing-masing spesies. Berdasarkan hasil penelitian
dapat diketahui bahwa 48% volume hasil tangkapan ikan pada alat tangkap pukat cincin
adalah spesies ikan tongkol komo. Dominansi tongkol komo pada alat penangkapan pukat
cincin light fishing menunjukkan bahwa hasil tangkapan utama unit penangkapan tersebut
adalah spesies tongkol komo. Daerah penangkapan ikan pukat cincin berada pada perairan
laut lepas yang menjadi habitat bagi spesies ikan tongkol. Hasil tangkapan sampingan
terdiri dari ikan selar bentong, ikan kembung laki, ikan layang, ikan selar tetengek, ikan
salam dan cumi-cumi. Hubungan ukuran panjang ikan terhadap volume hasil tangkapan
pada penelitian ini menunjukkan tingkat eksploitasi pemanfaatan sumberdaya perikanan
pada ukuran tertentu.
Jenis ikan hasil tangkapan rawai pada kawasan rumah ikan dan tidak di kawasan rumah
ikan adalah ikan kerapu (Ephinephelus sp), ikan kakap (Lutjanus sp), ikan buntal (Diodon
Menurut Suadela (2004) dalam Ramdhan (2008) jika proporsi hasil tangkapan sasaran
utama ≥ 60% maka suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan. Berdasarkan
kriteria tersebut, dilihat dari perbandingan berat dan jumlah individu antara main catch dan
by-catchnya (discards) alat tangkap pancing ulur adalah alat tangkap yang ramah
lingkungan karena masing-masing lebih dari 60 %. Lebih tingginya hasil tangkapan utama
ini juga karena sifat pancing ulur yang berbeda dengan alat tangkap jaring yang terkadang
menangkap ikan-ikan yang bukan ikan hasil tangkapan utamanya sepanjang ikan tersebut
berada dalam jalur sapuan alat tangkap jaring tersebut, baik disengaja ataupun tidak.
Sarmintohadi (2002) dalam Ramdhan (2008) keragaman spesies yang tertangkap juga
disebabkan karena kesamaan habitat antara ikan target dan ikan non target.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa volume hasil tangkapan ikan yang
layak tangkap lebih kecil (22%) dibandingkan volume ikan yang tidak layak tangkap (78%).
Kondisi ini berdampak pada aspek biologi perairan. Eksploitasi spesies yang berukuran
tidak layak tangkap akan berakibat buruk untuk proses rekruitmen spesies di perairan, hal
ini disebabkan tidak ada spesies yang akan menjadi dewasa dan melakukan reproduksi
kembali (Sparre dan Venema 1999).
3.1 Metode
Metode pelaksanaan yang digunakan yaitu observasi, praktikan mengamati secara
langsung terhadap ikan pelagis kecil maupun besar yang tertangkap oleh nelayan di
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pondokdadap, Sendang Biru, Malang.
Pelaksanaan praktikum Tingkah Laku Ikan terdiri dari dua sesi, yaitu sebagai berikut:
a. Praktikum Pembedahan
Praktikum pembedahan dilaksanakan di dalam UPT Marine Station berupa materi
identifikasi morfologi dan morfometri, fish length frequency, hubungan panjang dan
berat, food and feeding habit, TKG, IKG, penentuan fekunditas, analisis otolith,
komposisi hasil tangkapan ikan dan tingkah laku ikan terhadap alat penangkap ikan.
b. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum saat praktikum Tingkah Laku Ikan adalah
sebagai berikut:
bulat.
6.
Memiliki garis hitam
memanjang berjumlah 4 – 6
Praktikan ditugaskan mengamati bentuk tubuh dan ekor jenis ikan serta tipe renangnya
seperti pada tabel dibawah ini :
Gambar 20. Bentuk Ekor Ikan Lunate Cakalang (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019).
Tabel 5. Formulir Pengamatan Bentuk Tubuh dan Ekor serta Perkiraan Tipe Renang Ikan
NO NAMA FOTO IKAN ANALISIS BENTUK
IKAN (Bentuk EKOR TINGKAH LAKU
Tubuh)
TIPE RENANG
IKAN
1
Praktikan ditugaskan mengamati warna tubuh bagian dorsal dan warna tubuh bagian
perut jenis ikan serta termasuk dalam kelompok ikan pelagis atau ikan demersal seperti
pada Gambar dan Tabel dibawah ini :
Tabel 6. Formulir Pengamatan Warna Tubuh Terhadap Jenis Ikan Berdasarkan Habitat
Tabel 7. Hasil Analisis Identifikasi Morfometri Ikan Cakalang (K.pelamis) di Sendang Biru
Tanggal:
Spesies:
Ukuran
Turus Jumlah
(Cm)
20
20.5
21
21.5
22
22.5
23
23.5
24
24.5
25
25.5
26
26.5
Gambar 23. Pengukuran Panjang dan Berat Ikan (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019).
Nama Spesies :
No FL (mm) W (gram)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Praktikan mengamati isi lambung dengan cara membedah isi lambung dan mengamati
isinya.
Dst
Dst
Tabel 12. Hasil Identifikasi Morfologi Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares)
Gambar 27. Morfologi Spesies Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares) yang
didaratkan di TPI Pondokdadap (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019)
Praktikan ditugaskan mengamati bentuk tubuh dan ekor jenis ikan serta tipe renangnya
seperti pada tabel dibawah ini :
Gambar 28. Bentuk Tubuh Torpedo Ikan Tuna (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019)
Gambar 29. Bentuk Ekor Lunate Ikan Tuna (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019).
Tabel 14. Formulir Pengamatan Bentuk Tubuh dan Ekor serta Perkiraan Tipe Renang Ikan
NO NAMA FOTO IKAN ANALISIS BENTUK
IKAN (Bentuk EKOR TINGKAH LAKU
Tubuh)
TIPE RENANG
IKAN
1
Praktikan ditugaskan mengamati warna tubuh bagian dorsal dan warna tubuh bagian
perut jenis ikan serta termasuk dalam kelompok ikan pelagis atau ikan demersal seperti
pada gambar dibawah ini :
Tabel 16. Hasil Analisis Identifikasi Morfometrik Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares)
di Sendang Biru
Gambar 31. Cara Mengukur Fish Length Frequency (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019).
Tanggal:
Spesies:
Ukuran
Turus Jumlah
(Cm)
20
20.5
21
21.5
22
22.5
Tanggal Pendataan :
Nama Spesies :
No FL (mm) W (gram)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Praktikan mengamati isi lambung dengan cara membedah isi lambung dan mengamati
isinya.
Dst
Dst
perut
4.
Memiliki titik hitam di dekat operculum.
Praktikan ditugaskan mengamati bentuk tubuh dan ekor jenis ikan serta tipe renangnya
seperti pada tabel dibawah ini :
Gambar 36. Bentuk Tubuh Torpedo Ikan Layang (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019)
Tabel 23. Formulir Pengamatan Bentuk Tubuh dan Ekor serta Perkiraan Tipe Renang Ikan
NO NAMA FOTO IKAN ANALISIS BENTUK
IKAN (Bentuk EKOR TINGKAH LAKU
Tubuh)
TIPE RENANG
IKAN
Praktikan ditugaskan mengamati warna tubuh bagian dorsal dan warna tubuh bagian
perut jenis ikan serta termasuk dalam kelompok ikan pelagis atau ikan demersal seperti
pada Gambar dan Tabel dibawah ini :
Gambar 39. Cara Mengukur Fish Length Frequency (Sumber: Dokumentasi Lapang, 2019).
Spesies:
Ukuran
Turus Jumlah
(Cm)
20
20.5
21
21.5
22
22.5
23
23.5
24
24.5
25
25.5
26
26.5
27
27.5
28
28.5
29
29.5
30
30.5
31
31.5
32
32.5
33
33.5
34
34.5
35
35.5
36
36.5
37
37.5
Gambar 40. Cara Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Pelagis Kecil
Gambar 42. Pengamatan Gonad Ikan Layang (Sumber : Dokumentasi Lapang, 2019)
27 Formulir Identifikasi Tingkat Kematangan Gonad
TKG Foto Gonad Jenis Keterangan
No Kelamin
Dst
Dst
Analisis hubungan panjang dan berat pada bulan Juli didapatkan hasil regresi. Hasil
analisis membentuk suatu model persamaan dari hubungan panjang berat ikan cakalang
adalah W = 0.003447L3.449968. Dari hasil analisis panjang dan berat didapatkan hasil Rsquare
sebesar 0.955. Grafik hubungan panjang dan berat didapatkan hasil analisisnya
Pada saat pengambilan sampel dari bulan Februari sampai dengan April didapatkan
total sampel ikan tuna sirip kuning sebanyak 1793 ekor. Berdasarkan data ukuran panjang
cagak terkecil adalah 20,3 cm dan terbesar 175,2 cm dengan rata-rata panjang yang
didapat adalah 42,60 cm sedangkan bobot terkecil adalah 119 gram dan terbesar 99600
gram dengan rata-rata bobot yang didapat adalah 2992,67. Setelah dianalisis hubungan
panjang dan berat bulan Februari – April 2019 didapatkan hasil analisis regresi. Hasil
analisis membentuk model persamaan hubungan panjang dan berat ikan tuna sirip kuning
adalah W = 0,0152L3,0633. Hasil dari analisis sidik ragam (ANOVA) adalah 0 (Sig.F < 0,05)
yang berarti ada pengaruh signifikan antara variabel independen (panjang) dengan variabel
dependen (berat). Dari hasil regresi didapatkan koefisien determinasi (Rsquare) sebesar
0,9935. Grafik hubungan panjang dan berat dapat dilihat pada (Gambar 12). Dari analisis
hubungan panjang dan berat ikan tuna sirip kuning didapatkan nilai b sebesar 3,063.
Setelah itu dilakukan uji T dan mendapatkan hasil Thitung sebesar 10,8518 dan Ttabel
sebesar 1,9613 yang berarti Thitung > Ttabel sehingga tolak H0, terima H1 dan
menghasilkan keputusan bahwa pola pertumbuhan ikan tuna sirip kuning adalah Allometrik
Positif (b>3) dimana pertambahan berat lebih cepat daripada pertumbuhan panjang.
Dari hasil Analisa grafik diatas didapatkan nilai R2 = 0.9723 ini menunjukkan bahwa nilai
koefisien determinasi sebesar 0.9723 yang berarti panjang mempengaruhi berat tubuh dan
memiliki pengaruh sebesar 97%. Setelah itu dilakukan uji Z yang mendapatkan hasil Zhitung
sebesar 20.635 Ztabel sebesar 1.964 yang berarti Zhitung > Ztabel dan mendapatkan hasil bahwa
pola pertumbuhan ikan Layang yang didaratkan di TPI Pondokdadap Sendangbiru pada
bulan Maret bersifat alometrik positif yaitu pertumbuhan panjang lebih lambat dibandingkan
pertambahan bobot ikan.
Gambar 48. Hasil LF (Length Frequency) pada ikan cakalang (Katsuwonis Pelamis)
Didapatkan sampel dari pengukuran LF (Length Frequency) dilihat pada tanggal 9 Juli
2019, 10 Juli 2019, 11 Juli 2019, 18 Juli 2019 dan 24 Juli 2019 adalah sebanyak 512
sampel. Didapatkan sampel yang terbanyak adalah dengan panjang ikan 38,5 cm
sebanyak 47 ikan dalam pada waktu melakukan pengukuran LF (Length Frequency).
Grafik tersebut membentuk kurva distribusi normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan
tersebut bersifat bergerombol dan membentuk 1 cohort. Cohort adalah kelompok ikan pada
umur yang sama.
Gambar 50. Hasil LF (Length Frequency) ikan layang benggol (D. russelli)
Grafik tersebut membentuk kurva distribusi normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa
ikan tersebut bersifat bergerombol dan membentuk 1 cohort. Cohort adalah kelompok ikan
pada umur yang sama.
Pengambilan dokumentasi apabila tidak dilakukan dengan baik maka tidak akan
bisa masuk ke dalam laporan. Perlu dicermati bahwa tidak semua dokumentasi bisa
digunakan dengan baik maka dari itu perlu dilakukan pengambilan dokumentasi secara
Gambar 51. Ikan Cakalang dalam hal ini ikan yang dijadikan obyek terlihat jelas dan
menjadi pusat
Hari, tanggal :
Nama kapal :
Nama pemilik kapal :
Alat tangkap yang digunakan :
No. Spesies Ikan Jumlah Ikan (Ekor) Berat Total Ikan (Kg)
Derista dan Kamal, M. 2016. Identifikasi dan Sebaran Ikan Bunga Air (Clupeichthys
goniognathus, Bleeker 1855) di Inlet Waduk Koto Panjang Kabupaten
Kampar Provinsi Riau. Acta Awuatica 3(1): 7-11.
Dewi, Utama, C.S. Sukandar., dan C.J. Harsindhi. 2018. Karang dan Ikan
Terumbu Pulau Bawean. Malang: UB Press
Effendi.1997. Biologi Perikanan. Jakarta: Yayasan Pustaka Nusatama
Hartaty, H. dan Sulistyaningsih K.R. 2014. Pendugaan Parameter Populasi dan
Tingkat Pemanfaatan Ikan Madidihang (Thunnus albacares) yang
didaratkan di Benoa, Bali. Loka Riset Perikanan Tuna. Bali
Hedianto, A. D., Purnomo K., Setiadi K. E., dan Warsa A. 2014. Parameter Populasi
Ikan Lohan (Cichalosoma trumaculatum, Gunther 1867) di Waduk
Sempor, Jawa Tengah. Jatiluhur.
Kent, G.G. 1954. Comparative Anatomy Of The Vertebrates. McGrow Hill Book
Company, Inc, New York.
Sharif, A. 2009. Studi Dinamika Stok Ikan Layur (Lepturancanthus savala) di Teluk
Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat.
145 – 152.
Tumijan, P. dan Ruliyati. 2013. Trik Jitu Belajar IPA. Indonesia: Grasindo.
COVER 1
COVER 2
LEMBAR PENGESAHAN
KARTU KENDALI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang (3 Literatur, 1 Parafrase)
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Waktu dan Tempat
1.4 Kegunaan Praktikum
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Identifikasi Morfologi dan Morfometri Ikan
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan (2 Literatur, 1 Parafrase)
2.1.2 Habitat Ikan (2 Literatur, 1 Parafrase)
2.1.3 Ciri Khusus Ikan (2 Literatur, 1 Parafrase)
2.1.4 Tingkah Laku Ikan Berdasarkan Tipe Renang Ikan (2 Literatur, 1 Parafrase)
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Lapang
NB: Pengerjaan laporan bagian 2.1.1-2.1.3 dijelaskan untuk setiap spesies
ikan.
2016)
Arial 11
Spasi 1.5
Margin 4.3.3.3
Cover hitam, tinta silver
Tidak boleh dari blog, wikipedia atau semacamnya, harus dari buku (tahun
bebas) maupun jurnal (min tahun 2014).
Identitas Mahasiswa/Praktikan
Nama :
NIM :
Kelas
Foto :
x4 Kelompok:
Beralmamater
Asisten BG. Biru :
1.
3.
52