Irwan Fajar
NIT. 21.3.08.022
Dosen Pembimbing:
Indra Kristiana, S.Pi., M.P
Atiek Pietoyo, S.ST., M.P
1
PKP Pangandaran
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran
Irwan Fajar
NIT. 21.3.08.022
Dosen Pembimbing:
Indra Kristiana, S.Pi., M.P
Atiek Pietoyo, S.ST., M.P
2
PKP Pangandaran
Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran
Irwan Fajar
NIT. 21.3.08.022
Dosen Pembimbing:
Indra Kristiana, S.Pi., M.P
Atiek Pietoyo, S.ST., M.P
Disetujui oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia- Nya sehingga Praktik Kerja Lapang I ini berhasil diselesaikan.
Adapun judul dari Praktik Kerja Lapang I ini adalah “Pembenihan Ikan Patin
(Pangasius hypopthalmus) Di UPTD Perbenihan Ikan Cipayung,
Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi Jawa Barat.Dalam hal ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Indra Kristiana, S.Pi., M.P sebagai dosen pembimbing I.
2. Atiek Pietoyo, S.ST., M.P sebagai dosen pembimbing II.
3. Bapak Arpan Nasri Siregar, S.Pi., M.S.T.Pi selaku Direktur Politeknik
Kelautan dan Perikanan Pangandaran
4. Bapak Ega Aditiya Prama, M.Si selaku Ketua Program Studi Budidaya
Ikan.
5. Ibu Ida Mayani, S.Pi, M.Si selaku kepala UPTD Perbenihan Ikan
Cipayung Bekasi, Jawa barat.
6. Semua pihak yang telah memberi saran dan informasi yang dapat
membantu saya dalam penyusunan laporan PKL I.
Demikian yang dapat saya sampaikan, susunan Laporan PKL I ini
dibuat dengan sebaik-baiknya, namun tentu masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan
Laporan ini.
Irwan Fajar
NIT. 21.3.08.022
ii
DAFTAR ISI
iii
3.5.3.Hatching rate (HR) ........................................................................ 17
3.5.4.Survival Rate (SR) ......................................................................... 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 18
4.1.Persiapan Wadah Pemijahan................................................................... 18
4.1.1.Pembersihan Corong Penetasan..................................................... 18
4.1.2.Pembersihan Akuarium ................................................................. 19
4.1.3.Setting Aerasi ................................................................................ 20
4.1.4.Pengisian Air ................................................................................. 20
4.2.Pemeliharaan Induk ................................................................................ 21
4.3.Seleksi Induk .......................................................................................... 23
4.4.Pemijahan Induk ..................................................................................... 24
4.4.1.Stripping ........................................................................................ 26
4.4.2.Penetasan Telur.............................................................................. 28
4.4.3.Panen Larva ................................................................................... 29
4.5.Pemeliharaan Larva ................................................................................ 30
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 32
5.1.Kesimpulan ............................................................................................. 32
5.2.Saran ....................................................................................................32
DAFTAR PUSAKA .............................................................................................. 33
LAMPIRAN .......................................................................................................... 38
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan ................................................................................ 38
Lampiran 2. Data Pertumbuhan....................................................................................... 39
Lampiran 3. Data Kualitas Air ........................................................................................ 39
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) merupakan salah
satu komoditas yang sukses dibudidayakan, baik pembenihan maupun
pembesaran. Di Indonesia kehadiran ikan Patin Siam membawa dampak
yang baik dalam nilai ekonomis dan sangat potensial untuk
dikembangkan, karena di samping disukai masyarakat sebagai ikan
konsumsi, ikan ini juga mempunyai nilai jual yang relatif tinggi.
Ikan Patin adalah salah satu komoditas andalan Indonesia sebagai
komoditas industri, karena memiliki kemapanan dari segi benih,
pembesaran, pakan, dan pengolahannya serta luasnya wilayah produksi
budidaya di sentra-sentra budidaya meliputi Jambi, Palembang, Riau,
Lampung, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Peluang industri
patin untuk konsumsi lokal sangat terbuka luas dengan adanya kebijakan
larangan impor patin oleh KKP. Selain itu, tingginya syarat keamanan
pangan yang akan dietatapkan KKP melalui Standar Nasional Indonesia
(SNI) menjadi peluang bagi patin lokal untuk menguasai pasar.
Pembenihan ikan merupakan salah satu tahap kritis dalam
produksi ikan yang dapat menentukan keberhasilan produksi secara
keseluruhan, pembenihan ikan sangat penting dalam produksi perikanan
karena dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas ikan yang dihasilkan
pada tahap selanjutnya.ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
proses keberhasilan dalam pembenihan ikan meliputi kualitas induk ikan,
kondisi lingkungan, metode pemijahan, kualitas pakan, dan penanganan
dan pengolahan benih ikan. Pembenihan ikan harus dilakukan secara hati-
hati dan memenuhi persyaratan teknis yang ketat, karena benih ikan yang
dihasilkan merupakan faktor kunci keberhasilan budidaya ikan.
Penetasan telur ikan adalah salah satu tahap penting dalam
budidaya ikan. Penetasan telur ikan memegang peranan penting dalam
keberhasilan produksi benih ikan yang berkualitas.Banyak faktor yang
1
mempengaruhi keberhasilan pada masa pembenihan, salah satunya adalah
tingkat kepadatan telur pada saat penetasan, kepadatan yang tinggi dapat
menyebabkan rendahnya daya tetas dan lambatnya fase perkembangan
telur, hal ini disebabkan karena semakin tinggi kepadatan telur maka
semakin sempit/kecil kesempatan embrio telur untuk berkembang hal
ini bisa menghambat perkembangan telur (Marzuki, 2013).
Salah satu inovasi teknologi di bidang pembenihan perikanan air
tawar, yaitu penggunaan MacDonald jar (sistem corong) yakni berupa
wadah corong berbentuk kerucut yang terbuat dari fiberglass dan
berfungsi untuk menetaskan telur (inkubasi). Keuntungan menerapkan
teknik inkubasi telur dengan sistem corong resirkulasi ini adalah risiko
pertumbuhan jamur dapat dikurangi dan memudahkan larva keluar dari
media penetasan telur, sementara sistem resirkulasi air memperbaiki
kualitas air selama proses inkubasi telur (Slembrouck et al., 2005).
Penetasan telur ikan sistem corong terbukti mampu menetaskan telur ikan
lebih cepat dan menghasilkan derajat penetasan dua kali lebih tinggi dari
pada sistem baki (Prakoso et al., 2017). Selain itu pemasaran benih ikan
patin siam (Pangasius hypophthalmus) di UPTD Perbenihan Ikan
Cipayung sudah meluas dikalangan pembudidaya ikan patin siam di
daerah tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan
pembelajaran untuk menambah wawasan tentang pembenihan ikan patin
siam (Pangasius hypophthalmus) di UPTD Perbenihan Ikan Cipayung.
2
1.2. Tujuan
Kegiatan Praktik Kerja Lapang I bertujuan untuk :
1. Mengetahui Teknis pembenihan Ikan Patin (Pangasius
hypophthalmus) Siam pada sistem penetasan corong.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2. Habitat dan Kebiasaan Makan
Habitat ikan patin adalah di tepi sungai-sungai besar dan di muara - muara
sungai serta danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan patin yang letaknya sedikit
agak ke bawah, maka ikan patin termasuk ikan yang hidup di dasar perairan. Ikan
patin termasuk jenis omnivora (pemakan segala). Namun ikan yang dalam
stadium larva yang baru habis kuning telurnya mempunyai sifat kanibal yang
tinggi (Armanda, 2019). Ikan patin bersifat nocturnal atau melakukan aktivitas
dimalam hari sebagaimana umumnya ikan catfish lainnya. Ikan patin sering
bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai habitat hidupnya dan termasuk
ikan dasar, hal ini bisa dilihat dari bentuk tubuhnya yang kebawah (Pramudiyas,
2014).
2.3. Pembenihan Ikan Patin
2.3.1. Seleksi Induk
Seleksi induk merupakan langkah awal dalam usaha pembenihan ikan.
Langkah ini sangat menentukan keberhasilan pembenihan sehingga harus
dilakukan secara teliti dan akurat berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan.
Menurut Pipit et al., (2017) ciri-ciri induk yang baik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ciri-ciri Induk Yang Baik
5
Keberhasilan pemijahan pada ikan bergantung kepada faktor internal dan
eksternal. Faktor internal antara lain: genetik, umur induk, ukuran induk, dan
tingkat kematangan gonad yang dipengaruhi oleh sistem fisiologi tubuh ikan,
khususnya sistem hormon. Sesuai pendapat menurut Sihaloho (2014), bahwa
untuk memastikan induk betina yang matang gonad dapat dilihat melalui kanulasi
menggunakan kateter. Sedangkan untuk induk jatan dapat dilakukan dengan
metode stripping pada bagian perut yang akan mengeluarkan cairan sperma
berwarna putih susu kental.Ciri-ciri induk matang gonad dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2. Ciri-ciri induk matang gonad
Betina Jantan
Umur
1. minimal tiga tahun Umur mininal dua tahun
2. minimal 1,5 – 2 Kg
Berat Berat minimal 1,5 – 2 Kg
Perut
3. membesar kearah anus,terasa Perut terlihat ramping
empuk dan halus saat di raba
Kloaka
4. membengkak dan Kelamin membengkak dan
berwarna merah tua. berwarna merah tua
Kalau
5. disekitar kloaka ditekan Bila diurut,akan keluar cairan
akan keluar beberapa butir telur sperma berwarna putih
Sumber: Sihaloho (2014).
Faktor eksternal merupakan faktor yang mampu merangsang ikan
memijah, yaitu lingkungan yang meliputi substrat, pakan, suhu, intensitas cahaya,
kualitas air, dan tingkat stres (Mahyuddin, 2010).
Menurut Waspada (2012) tingkat kematangan gonad (TKG) induk patin
siam betina berada pada tingkat kematangan gonad (TKG) II yang bercirikan rata
rata diameter telur pada setiap perlakuan berkisar antara 0,3 – 0,5 mm.
Perkembangan diameter telur yang diambil dan diukur sebagai indikator
kematangan seksual (gonad) pada ikan patin siam, yang diamati seminggu sekali,
menghasilkan keragaman yang jelas.
2.3.2. Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk dilakukan pada kolam dengan padat tebar 1 ekor/m2
dan kedalaman air 100 cm serta air mengalir secara kontinyu, sehingga dengan
pola tersebut produksi benih ikan patin dapat dilakukan setiap 1 minggu sekali.
6
Selain itu pemeliharaan induk sangatlah penting karena keberhasilan produksi
tergantung dari kualitas dan kuantitas induk ikan patin. Pemeliharaan induk dapat
dilakukan dengan cara memisahkan induk jantan dan betina, pakan induk
memadai dengan kadar protein >36%, dosis 1,5-2% dari biomass per hari, pakan
diberikan setiap pagi dan sore hari. Parameter kualitas air pemeliharaan ikan patin
siam dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kualitas air pemeliharaan ikan patin siam
2.3.3. Pemijahan
Induk yang telah diseleksi berdasarkan kriteria matang gonad selanjutnya
siap untuk dipijahkan namun untuk mencapai ovulasi induk betina ikan patin siam
perlu distimulasi menggunakan hormon. Proses ovulasi ini dilakukan dengan
bantuan manusia atau disebut juga dengan pemijahan buatan. Jenis hormon
perangsang yang biasa digunakan adalah ovaprim, HCG (Human Chorionic
Gonadotropin) atau dapat juga dengan menggunakan kelenjer hipofisa (pituary
gland) yang berasal dari spesies ikan yang sama atau ikan mas (sebagai ikan donor
universal/umum). Pada tahap pemijahan terdapat dua cara dengan pemijahan
alami dan buatan.
1.Pemijahan Alami
Teknik pemijahan secara alami merupakan suatu cara ikan untuk berkembang biak
tanpa rangsangan atau induksi hormonial (Mustamin, 2018). Kegiatan pemijahan
alami untuk memproduksi ikan yang ada di alam tanpa campur tangan manusia.
2.Pemijahan Buatan
7
Pemijahan buatan merupakan suatu cara yanng dilakukan dengan adanya
rangsangan yang disebabkan oleh induksi hormon. (Mustamin, 2018).
Pembenihan buatan yaitu kegiatan yang sudah ikut campur tangan
manusia.Dalam pemijahan buatan ada beberapa tahapan salah satunya yaitu
Penyuntikan induk betina dilakukan sebanyak 2 kali dengan dosis 1/3 dari dosis
total untuk penyuntikan pertama dan 2/3 dosis total untuk penyuntikan kedua.
Larutan pengeceran Ovaprim Syndel menggunakan larutan NaCl 0,9% dengan
perbandingan 1:1. Adapun interval waktu penyuntikan adalah 6 jam dari
penyuntikan pertama ke penyuntikan kedua. Penyuntikan pertama bertujuan
untuk merangsang ovulasi, ovulasi pada pembenihan ikan adalah suatu proses
pelepasan sel telur (ovum) dari indung telur betina ke dalam saluran reproduksi.
Proses ini sangat penting dalam pembentukan benih dan produksi ikan secara
massal.sedangkan penyuntikan ke dua menyempurnakan dan mempercepat
proses ovulasi (Kristanto et al., 2005).
8
daya rekat telur dilakukan satu sama lain agar tidak menempel atau menumpuk di
corong penetasan. Tanah yang digunakan adalah tanah liat karena tanah liat
memiliki ukuran partikel-partikel yang sangat kecil dan tekstur yang lembut
sehingga dapat dengan baik menutup lendir pada telur. Telur-telur yang telah
dibilas dengan air tanah liat akan saling terpisah dan tidak lengket, selain itu
partikel pada tanah liat kan mengikis lapisan luar telur, sehingga dapat
mempercepat penetasan larva. (Fani et al.,2016)
9
2.3.5. Pemeliharan Larva
Perawatan larva merupakan hal yang paling penting dalam pembenihan
ikan karena mortalitas tinggi. Menurut Saputra (2011) larva ikan merupakan fase
yang paling kritis dalam budidaya ikan karena larva ikan mempunyai ketahanan
yang kurang baik dan rentan pada perubahan kondisi lingkungan. Menurut
Badudu (2017) Semakin aktif embrio bergerak akan semakin cepat penetasan
terjadi. Aktifitas embrio dan pembentukan chorionase dipengaruhi oleh faktor
dalam dan luar. Faktor dalam antara lain hormon dan volume kuning telur.
Hormon tersebut adalah hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisa dan tyroid
sebagai hormon metamorfosa, sedang volume kuning telur berhubungan dengan
energi perkembangan embrio. Sedangkan faktor luar yang berpengaruh adalah
suhu, oksigen, pH salinitas dan intensitas cahaya. 48 jam setelah menetas
cadangan makanan pada larva akan habis, sehingga diperlukan asupan gizi
tambahan, pakan yang diberikan berupa kuning telur yang telah direbus matag
kemudian kuning telur di ayak diatas air menggunakan saringan sampai merata.
Pemberian kuning telur diberikan selama 2x sehari pagi hari dan sore hari selama
3 hari (Saputra, 2011).
10
mengenai perairan kolam, perairan kolam yang tidak sesuai menimbulkan
berbagai macam penyakit ikan (Ramadhan, 2018).
11
Tabel 4. Kualitas Air pembenihan ikan patin siam
No Parameter Satuan Kisaran
1 Suhu oC 27 – 30
2 Nilai Ph - 6,5 - 8,5
3 Oksigen Terlarut mg/l >5
4 Ketinggian Air Cm 25 - 30
Sumber : SNI : 01-6483.4 – 2000
Pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh suhu karena ikan merupakan
hewan poikilothermal yaitu hewan yang memiliki suhu tubuh yang
sama dengan suhu lingkungan sekitarnya, sehingga suhu berpengaruh
langsung terhadap laju metabolisme ikan. Semakin tinggi suhu air media
pemeliharaan maka laju metabolisme ikan juga akan meningkat sehingga
nafsu makan ikan meningkat(Asis et al. 2017).
12
BAB III
METODOLOGI
13
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam pembenihan ikan patin secara buatan dapat
dilihatpada Tabel 5.
Tabel 5. Alat dan Kegunaan
3.2.2. Bahan
14
3.3. Tahapan Kegiatan
Tahapan kegiatan yang dilaksanakan di UPTD Perbenihan Ikan
Cipayung bisa dilihat dari Gambar 3.
Seleksi Induk
Manajemen Pakan
Penetasan Telur
Pemeliharaan Larva
15
3.4 Metode Perolehan Data
Data yang digunakan untuk Praktik Kerja Lapang I di UPTD Perbenihan
Ikan Cipayung,Kecamatan Cikarang Timur,Kabupaten Bekasi, Jawa Barat ini
dengan menggunakan data primer dan sekunder yang dimana data primer di
peroleh dalam kegiatan di lapangan sedangkan data sekunder di peroleh dalam
jurnal, buku dan lainnya.
3.5.1. Fekunditas
Fekunditas merupakan kapasitas telur ikan atau mengacu pada jumlah
telur matang yang dikeluarkan dalam satu musim pemijahan (Borthakur,
2018). Perhitungan jumlah telur dilakukan dengan metode sampling, yaitu
mengambil contoh telur. Pengambilan contoh telur dilakukan sebanyak 3 kali
dengan menggunakan gelas ukur bervolume 5 ml kemudian dirata-ratakan dan
dikalikan dengan volume wadah. Penghitungan jumlah total telur secara
keseluruhan dengan menggunakan rumus (Suseno 1983).:
16
𝑉𝑤
F: x 𝑁𝑆
𝑉𝑠
Keterangan:
F : Fekunditas
Vw : Volume total (mL)
Vs : Volume sampel (mL)
Ns : Jumlah sampel (butir)
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Wadah corong dan bak fiber sebelum digunakan perlu dibersihkan terlebih
dahulu agar terhindar dari berbagai kotoran yang mungkin dapat merusak telur
ikan patin. Pembersihannya dapat menggunakan cara sifon yaitu penarikan
18
kotoran atau mikroorganisme menggunakan selang dan menggunakan kain atau
sikat. Setelah wadah dibersihkan isi wadah corong dengan air bersih sebanyak 2,5
L dan bak fiber sebanyak 50 L.
19
4.1.3. Setting Aerasi
Untuk memastikan suplai oksigen dengan penambahan aerasi pada wadah
budidaya. Aerasi merupakan alat penyuplai oksigen terbaik dalam budidaya
pembenihan berupa peralon yang di salurkan melalui selang kecil yang
dimasukkan kedalam kolam, pada ujungnya diberi batu berpori untuk
menciptakan gelembung pada air. Jika padat tebar larva lebih tinggi maka
penggunaan aerasi semakin banyak begitupun sebaliknya. Pemasangan aerasi
(Gambar 7) pada akuarium terdapat satu aerasi yang dapat menyuplai oksigen
didalamnya.
20
berfungsi sebagai mengendapkan partikel-partikel padat dalam air agar tidak ikut
terbawa ke kolam budidaya. Setelah tertampung di tandon langsung dialirkan ke
akuarium dengan pompa selanjutnya diberikan sterilisasi menggunakan inrofloxs
21
(a) (b)
Gambar 9. (a) MS Prima Feed (b) Ukuran Pakan Indukan Ikan Patin.
Berdasarkan tabel diatas, suhu air kolam pemeliharaan ikan patin siam
berkisar antara 27 - 32 °C, tidak jauh berbeda dengan standar baku mutu SNI pada
kisaran 29 - 31°C , sehingga kondisi suhu kolam pemeliharaan dikategorikan
masih dalam kisaran normal. Pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh suhu
karena ikan merupakan hewan poikilothermal yaitu hewan yang memiliki suhu
tubuh yang sama dengan suhu lingkungan sekitarnya, sehingga suhu berpengaruh
22
langsung terhadap laju metabolisme ikan. Semakin tinggi suhu air media
pemeliharaan maka laju metabolisme ikan juga akan meningkat sehingga nafsu
makan ikan meningkat (Asis et al. 2017).
Kondisi pH air kolam pemeliharaan menunjukkan hasil pengukuran 7,1-
7,9 hal ini masih dalam kondisi ideal karena kisaran pH yang optimal dalam
pemeliharaan ikan adalah 6,7 – 8,2 (Zonneveld et al. 1991). Derajat keasaman
(pH) merupakan konsentrasi ion hidrogen yang ada di dalam perairan dan
menunjukan air tersebut bersifat asam atau basa. Pada kondisi pH diluar standar,
dapat berakibat buruk pada spesies kultur dan menyebabkan ikan stres, mudah
terserang penyakit, produktivitas dan pertumbuhan rendah.
4.3 Seleksi Induk
Tahap seleksi (Gambar 10) merupakan bagian penting dalam menentukan
keberhasilan pembenihan. Seleksi induk ikan patin siam (Pangasius
hypophthalmus) yang dilakukan pada pagi hari menjelang siang. Indukan yang
sudah dipersiapkan di kolam tembok yang berluasan 15 x 15 m di lahan balai.
Indukan yang akan dipijahkan harus mempunyai kualitas yang baik. Indukan ikan
patin siam (Pangasius hypophthalmus) memiliki bobot sekitar 2,5-4 kg yang telah
matang gonad, indukan betina yang berjumlah 5 ekor dan jantan 8 ekor. Untuk
menentukan indukan yang matang gonad menurut Susanti (2012) mengatakan
bahwa matang gonad induk ikan patin berdasarkan morfologi yaitu warna dan
perkembangan tubuh ikan. Perbandingan indukan untuk pemijahan yaitu 5 : 8.
Sedangkan menurut Hamid (2009) menyatakan bahwa pemijahan ikan patin
dilakukan satu kali setiap bulan dengan jumlah induk betina 2-6 ekor dan jantan 4-
12 ekor dengan perbandingan 3 : 4. Seleksi induk ikan patin dapat dilihat pada
Gambar 10.
(a) (b)
23
Mengidentifikasi ciri indukan yang siap untuk di pijah pada ikan menjadi
faktor penting dalam manajemen pemijahan dan budidaya ikan. Hal ini
memungkinkan para peternak atau ahli perikanan untuk menentukan waktu yang
tepat untuk memijahkan ikan dan mengoptimalkan keberhasilan pemijahan serta
produksi benih ikan yang sehat. Hasil identifikasi ciri indukan pada ikan patin
ikan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Ciri Ciri Induk Ikan Patin siap pijah
Kriteria
Kondisi Lapangan Sihaloho (2014)
No
Betina Jantan Betina Jantan
Umur minimal Umur Minimal >2 Umur minimal Umur mininal >1,5
1
>4-5 Tahun tahun >3 Tahun tahun
Berat minimal Berat minimal
2 Bobot 4.5 Kg Bobot 3 kg
1,5 – 2 Kg 1,5–2 Kg
Kloaka
Alat Urogenital Alat Urogenital Kelamin membengkak
membengkak
3 berwarna merah berwarna merah dan berwarna merah
dan berwarna
tua. tua. tua
merah tua
Kalau disekitar
Jika stripping Bila di stripping
kloaka ditekan Bila diurut,akan keluar
mengeluarkan akan mengeluarkan
4 akan keluar cairan sperma
sperma atau cairan sperma atau cairan
beberapa butir berwarna putih
berwarna putih bewarna putih
telur
Ciri-ciri indukan ikan patin siam yang dilakukan pada saat Praktik Kerja
Lapang I ini yaitu dengan melihat secara fisik tubuhnya yang memanjang dan
langsing untuk jantan sedangkan betina memiliki tubuh yang besar dari jantan.
Bagian urogenital berwarna merah tua sedangkan pada induk ikan jantan jika di
stripping mengeluarkan cairan sperma tandanya induk jantan sudah matang
gonad.
4.4 Pemijahan Induk
Pemijahan induk ikan patin siam menggunakan pemijahan secara buatan.
Kegiatan Praktik Kerja Lapang I ini melakukan pemijahan pada ikan patin secara
buatan dengan menggunakan hormon saat penyuntikan yaitu Hormon HCG
(Human Chorionic Gonadotropin) diperuntukkan untuk indukan betina dengan
tujuan untuk memperbanyak sel telur yang ada didalam tubuh induk. Sedangkan,
hormon ovaprim adalah hormon yang berfungsi untuk merangsang dan memacu
24
hormon gonadotropin pada tubuh ikan sehingga dapat mempercepat proses
ovulasi dan pemijahan (Monijung et.al 2013). Dosis yang digunakan adalah HCG
(500 IU/Kg) dan ovaprim (0.3 ml/kg (jantan) dan 0.5 ml/kg (betina)). Hormon
ovaprim dan Hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) dapat di lihat pada
(Gambar 11.)
(a) (b)
Penyuntikan indukan ikan patin siam dilakukan pada pagi hari dengan cara
memasukkan jarum suntik ke bagian belakang sirip punggung sisi kiri dan kanan
(intramuscular). Sebelum melakukan pemijahan terlebih dahulu indukan ikan
patin melakukan pemberokan 2-3 hari. Setelah selesai melakukan penyuntikan
indukan dikembalikan kembali ke jaring hapa yang telah di siapkan. Berikut ini
data pemberian dosis Hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) ikan patin
siam dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Data Dosis Ovaprim Indukan Ikan Patin
No. Berat Induk Betina Dosis Ovaprim
1 4.5 kg 2,25 ml
2 5.5 kg 3,25 ml
25
10 jam dan dosis penyuntikan pertama sekitar 70% dan dosis kedua sebesar 30%.
Sedangkan menurut penelitian Trilestari et al., (2016) mengatakan bahwa
pemberian dosis pertama 20% dan dosis kedua 80% dengan selang waktu 10 jam.
Teknik penyuntikan pada indukan ikan dapat dilihat pada Gambar 12.
4.4.1. Stripping
Tahapan stripping ini merupakan tahapan proses pengeluaran sel telur dan
sperma indukan dari jantan dan betina. Stripping dilakukan pada pukul 01.00 WIB
s/d selesai. Indukan diangkat dari kolam hapa untuk di stripping, dikeringkan
menggunakan lap dan dilakukan pengurutan dengan cara pangkal ekor dipegang
dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan mengurut bagian perut. Proses
stripping ini dilakukan 12 jam dari penyuntikan dapat dilihat pada Gambar 13.
26
(a) Betina (b) Jantan
Gambar 13. Stripping (a) Betina (b) Jantan
Proses stripping dengan cara mengurut bagian perut ke arah lubang genital
secara hati-hati lalu lakukan pencampuran sel telur dan sperma menggunakan bulu
ayam, diaduk secara perlahan hingga tercampur rata. Untuk meningkatkan
fertilisasi dan mengencerkan sperma agar sperma tercampur rata maka telur dan
sperma ditambah dengan larutan sodium (NaCI) sambil diaduk dan Kemudian
dialiri dengan air dan di campur bersih untuk mengkatifkan sperma. Aduk kembali
hingga tercampur. Setelah itu diberi air tanah liat, air tanah liat ini digunakan
untuk memisahkan telur dari lendir yang menyelimuti telur tersebut untuk
mempermudah dalam proses pengadukan di wadah corong nantinya. Aduk telur
hingga tercampur rata. Setelah itu bersihkan telur dengan air bersih dan disatukan
dalam satu wadah proses ini dapat dilihat pada Gambar 14.
Siklus ini jumlah fekunditas yang dihasilkan oleh indukan ikan patin
sekitar 672.400 butir telur ikan patin yang dengan masing-masing berat gonad
bobot indukan adalah 410 gr. Hasil ini didapatkan dari perhitungan rumus Seifali
et al., (2012) menyatakan bahwa untuk menghitung jumlah fekunditas jumlah
telur sampling x berat gonad : berat telur sampling. Dengan jumlah telur yang di
sampling sejumlah 1 gram dengan total telur sebanyak 1.640 butir. indukan ikan
patin yang mengeluarkan telur hanya dua indukan saja.Untuk mengetahui hasil
27
perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan penelitian Astiyani et al., (2021) menyebutkan bahwa ikan
patin dapat mengeluarkan telur 323.500 butir telur per induk dengan bobot telur
yang dikerluarkan masing-masing indukan adalah 300 gr. Sedangkan nilai
FR/tingkat pembuahan sekitar 80% dari semua telur yang terbuahi. Menurut
penelitian Larasati (2017) menyebutkan bahwa tingkat pembuahan berkisar 83 %,
hal ini karena kualitas telur ikan menjadi tolak ukur derajat pembuahan semakin
tinggi kandungan fosfatidil kolin pada telur akan meningkatkan derajat
pembuahan. Hasil hatching rate sebanyak 74% pada suhu 29°C. Menurut
penelitian Carniago et al., (2020) menyebutkan bahwa hatching rate tertinggi
pada saat budidaya yaitu sekitar 90,18% pada suhu 32°C. Pada proses penetasan
dengan ruangan tertutup dan dicek secara berkala untuk mengecek aerasi dan suhu
pada akuarium.
4.4.2. Penetasan Telur
28
tercukupi oksigennya sama halnya dengan aerasi dan mempercepat penetasan, di
dalam wadah corong terdapat lubang pengeluaran (outlet) yang mengarah ke bak
fiber. Hapa dipasang dalam bak fiber penampungan larva agar bila telur menetas
larva tertampung dalam hapa.
Ruangan unit penetasan ditutup rapat agar suhu dapat dipertahankan pada
29-30 0C. Pemantauan parameter kualitas air seperti DO, pH dan suhu dilakukan
setelah semua telur dimasukkan ke corong penetasan. Telur menetas 19-24 jam
setelah terjadi pembuahan oleh sperma, hal ini bisa terjadi lebih cepat atau lebih
lambat tergantung pada suhu air, semakin tinggi suhu maka semakin cepat telur
menetas. Pergantian air di dalam corong penetasan dilakukan ±16 jam setelah
pembuahan, untuk membersihkan buih-buih pada air akibat lendir yang dihasilkan
oleh telur sehingga kualitas air menurun. Hasil pengukuran kualitas air corong
penetasan disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Kualitas air corong penetasan
Parameter pH
Hasil Pengukuran 29 – 31 7,3 – 7,8
SNI: 01 – 6483.1 – 2000 27 – 30 6,5 - 8,5
Telur ikan patin yang terbuahi berwarna bening dan kekuningan sedangkan
telur yang tidak terbuahi berwarna putih susu. induk ikan patin dapat
mengeluarkan telur sebanyak 200.000 butir telur dalam satu kali pemijahan.
Dalam praktiknya, terdapat penghitungan fekunditas telur atau jumlah telur
maksimum yang akan dikeluarkan oleh induk ikan. Sistem corong pada
pembenihan ikan patin ini mempunyai keunggulan yaitu dapat membantu
meningkatkan efisiensi produksi dan memastikan kualitas larva yang baik. Tetapi
diperlukan pemantauan dan manajemen yang baik untuk memastikan kondisi
lingkungan yang optimal dan kesuksesan pembenihan. Nilai Hatching Rate (HR)
yang di hasilkan yaitu sebanyak 442.842 Larva ikan patin, Pengamatan sekaligus
perhitungan derajat penetasan atau Hatching rate (HR) dilakukan ± 24 jam setelah
pembuahan
4.4.3. Panen Larva
Kegiatan panen larva dilakukan pada pagi hari pukul 10.00. Larva yang
sudah tertampung dalam hapa dipanen menggunakan seser halus secara hati-hati,
29
lalu ditampung dalam wadah baskom.Kegiatan panen larva dapat dilihat pada
Gambar 16.
30
masing wadah pemeliharaan berkisar 28 - 30°C. Gambar Pakan Artemia sp dapat
di lihat pada Gambar 17.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Furqon (2018)
menyatakan bahwa larva umur satu hari langsung dipelihara dan tidak diberikan
pakan karena masih mempunyai kuning telur. Larva yang berumur 2 hari sampai 7
hari diberikan pakan berupa Artemia sp.Pakan Artemia sp diberikan dalm jangka
waktu 2 jam sekali. Selama pemeliharaan larva dilakukan penyiponan sisa pakan
dan kotoran secara rutin dan teratur terutama pada dasar kolam. Data Survival
Rate yang di hasilkan dari hasil pengamatan selama 7 hari. Hasil SR yang di
dapat ialah 70% atau sebanyak 312.646 larva.
31
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
2. Nilai fekunditas ikan patin pada saat Praktik Kerja Lapang I sebanyak
672.400 butir telur, FR sebesar 89% (588.587 butir) dan hatching rate sebesar
74.3% dengan jumlah telur yang menetas sebanyak 437.320. Hasil Nilai
Survival Rate ikan patin pada saat Praktik Kerja Lapang I sebanyak 312.646
larva dengan total SR sebesar 70% .
5.2. Saran
Dalam melaksanakan kegiatan pembenihan, diharapkan untuk menjaga
dan merawat fasilitas yang sudah ada di UPTD perbenihan Ikan Cipayung -
Bekasi agar alat-alat yang digunakan atau fasilitas yang tersedia dapat digunakan
dalam jangka waktu yang lama dan perlunya penerapan biosecurity agar dapat
meminimalisir dampak kegagalan pada saaat proses pembenihan.
32
DAFTAR PUSAKA
Altiara, A., Muslim, M., & Fitrani, M. 2016. Persentase penetasan telur
ikan gabus (Channa stria- ta) pada pH air yang berbeda. Jurnal
Akuakultur Rawa Indonesia, 4(2):140–151.
Alvina. 2012. Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)
di Lahan Praktik Budidaya Ikan Air Tawar (LPBIAT) Anjongan.
SUPM Pontianak.
Anggun, S. Hasani, Q. dan Tarsim. 2015. Pertumbuhan Ikan Patin Siam
(Pangasius hypophthalmus) yang Dipelihara dengan Sistem
Bioflok pada Feeding rate yang Berbeda. Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. Vol.4 No. 1.
Anggraeni, N. M., & Abdulgani, N. 2013. Pengaruh pemberian pakan
alami dan pakan buatan terhadap pertumbuhan ikan betutu
(Oxyeleotris marmorata) pada skala laboratorium. Jurnal Sains
dan Seni ITS, 2(2), E197-E201.
Armanda, E.A. Andi, R.R. Muh, S.D. 2019. Kinerja Pertumbuhan dan
FCR Ikan Patin (Pangasius sp) dengan Lama Pemuasaan Yang
Berbeda. Jurnal Perikanan Pantura 2(1): 25-33.
Asis, A., Sugihartono, M., & Ghofur, M. 2017. Pertumbuhan
ikan patin siam Pangasianodon hypopthalmus F. pada
pemeliharaan sistem akuaponik dengan kepadatan yang berbeda.
Jurnal Akuakultur Sungai dan Danau,2(2), 51-57.
Audri, R. 2020. Mengurangi Pertumbuhan Lumut pada Kolam Lele.
Badudu, J.S. 2017. Teknik Pembenihan Ikan. Pustaka Prima. Bandung.
237 hal.
Baskoro, H. G. (2019). Pembenihan Secara Intensif Ikan Patin Siam
(Pangasius hypophthalmus) Di Spesialis Benih Ikan Sheva Fish
Boyolali, Jawa Tengah.
Craig, S. and Helfrich. 2002. Understanding fish nutrition feeds and
feeding. Departement of Fisheris and Wildlife Science. Virginia
Tech.
33
Devi Y. C, Sakti Y. H. Purba, M.Pd 2020. Pengaruh Suhu Terhadap Daya
Tetas Telur Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus).
Yogyakarta.
Devi Y. C, Sakti Y. H. Purba, M.Pd 2020. Pengaruh Suhu Terhadap Daya
Tetas Telur Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus). Jurnal
Penelitian Terapan Perikanan dan Kelautan Vol. II, No.
1.Effendi, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka
Nusatama.
Fani, Fariedah, A dia, A, Rani, Y, A’y nin, Q, Evi, T. 2018. Pengg naan
Tanah Liat Untuk Keberhasilan Pemijahan Ikan Patin Siam
(Pangasianodon hypophthalmus). Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. 10(2): 91-94.
Furqon, N.A. 2018. Teknik Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasianodon
hypophtyhalmus) di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar
(BBAT) Sungai Gelam Jambi. Skripsi. Universitas Sriwijaya.
Hamid, M. Wahyu, B.W. Rangga, W. Reni, A. Lubis, dan Atomu, F.
2009. Analisa Efektivitas Managemen Induk dan Pembenihan
Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophtyhalmus) di BBAT
Jambi. Jurnal Akuakultur Indonesia. Vol. 8(1) : 29-35.
34
(Anabas Testudeineus). Skripsi Program Studi Budidaya
Perairan Fakultas Pertanian Universitas Batanghari Jambi. 53
Hal.
Manantung, V.O. Hengky, J. Revol, R. 2013. Evaluasi Kualitas,
Kuantitas Telur dan Larva Ikan Patin Siam (Pangasius
hypophthalmus) Dengan Penambahan Ovaprim Dosis Berbeda.
Budidaya Perairan 1(3): 14- 23.
Minggawati, Infa dan Saptono. 2012. Parameter Kualitas Air
untukBudidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius) di Karamba
Sungai Kahayan, Kota Palangka Raya. Jurnal Ilmu Hewan
Tropika. Vol. 1 (1)
Mustamin, M. Wahidah. Dahlia. 2018. Teknik Pemijahan Ikan Mas di
Balai Benih Ikan Mas (BBI) Pangkaje Kabupaten Sidenreng
Rappang Sulawesi Selatan. Sinergitas Multidisiplin Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Vol 1 Hal. 131-136.
Mahyuddin, K. 2010. Panduan Lengkap Agribisnis Patin. Jakarta:
Penebar Swadaya Airlangga.
Nasir, M. dan Khalil, M. 2016. Pengaruh Penggunaan Beberapa Jenis
Filter Alami Terhadap Pertumbuhan, Sintasan dan Kualitas Air
Dalam Pemeliharaan Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Acta
Aquatica 3:1. Hal 33-39.
Pipit, W.N. Imas, S. Lina, A. Darajat, P. Didi, A. 2017. Teknologi
Pembenihan Ikan Pemijahan Buatan Ikan Patin (Pangasius sp.)
dengan Menggunakan HCG dan Perhitungan Kebutuhan Larva
Ikan Artemia. Universitas Padjajaran. Jatinangor.
Pasaribu, B.M. Mulyadi. Usman. 2016. Pemeliharaan Ikan Patin Siam
(Pangasius hypophthalmus) Dengan Sistem Resilkulasi Pada
Wadah Dengan Bentuk Yang Berbeda. Universitas Riau
Performans Reproduktif Ikan Patin Siam (Pangasius
hypophthalmus) Dalam Merespons Tingkat Penambahan Tepung
Kroto Pada Formulasi Pakan Berbasis Bahan Baku Lokal.
Prakoso, V, A., Subagja, J., Radona, D., Kristanto, A, H., Gustiano, R.,.
35
2017. Derajat Penetasan dan Sintasan Larva Ikan Baung
(Hemibagrus nemurus) dalam Dua Sistem Penetasan Berbeda,
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuuhan
Perikanan.
Pramudiyas, D.R. 2014. Pengaruh Pemberian Enzim Pada Pakan
Komersial Terhadap Pertumbuhan dan Rasio Konversi Pakan
(FCR) Pada Ikan Patin (Pangasius sp). Skripsi. Universitas
Airlangga
Rahman, M. l, Akhter, S, Mallik, M. K. M and, Rashid, I 2018. Probiotic
Enrich Dietary Effect On The Reproduction Of Butter Catfish,
Ompok Pabda (Hamilton, 1872). International Journal of Current
Research in Life Sciences. 7(2): 866-873.
Ramadhan, R. dan Luthfiana, A.S. 2018. Teknik Pembenihan Ikan Mas
(Cyprinus carpio) Secara Alami di Unit Pelaksana Teknis
Pengembangan Budidaya Air Tawar (UPT PBAT) Umbulan
Pasuruan. Jurnal Aquaculture and Fish Health. Vol. 7(3).
Sihaloho, O.I.S. 2014. Induksi pematangan gonad calon induk ikan patin
siam (Pangasianodon hypophthalmus) ukuran 3 Kg menggunakan
Oodev melalui penyuntikan. Institut Pertanian Bogor.
Slembrouck, J. Komarudin. O. Maskur. M. Legendre. 2005. Petunjuk
teknis pembenihan ikan patin indonesia, pangasius djambal.
Karya Pratama, Jakarta.
SNI : 01-6483.3-2000. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius
hyphthalmus).
SNI : 01-6483.4-2000. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius
hypophthalmus)kelas benih sebar.
Susanti, R., dan Mayudin, A. 2012. Respons Kematangan Gonad dan
Sintasan Induk Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)
terhadap Pakan dengan Kandungan Tepung Cacing Tanah
Berbeda. Vol. 14 No. 2 Hal 104-111.
Sutarjo, G.A. 2014. Pengaruh Konsentrasi Sukrosa Dengan Krioprotektan
Dimethyl Sulfoxide Terhadap Kualitas Telur Ikan Mas (Cyprinus
36
carpio) pada Proses Kriopreservasi. Jurnal Gamma 9(2):20-30.
Trilestari, E. Adinda, N.H. Ade, R.T. Yulihda, F. Tengku, A.P. 2016
Pemijahan Buatan Ikan Patin Dengan Menggunakan Ovaprim dan
Perhitungan FCR Benih Patin Dengan Pemberian Pakan Cacing
Sutera. Universitas Padjajaran. Jatinangor.
Usup, S. Indah, S. Mutia, V. Kurniasih, dan Yunita. 2018. Makalah
Budidaya Ikan Patin. SMAN 2 Kabupaten Tangerang. Tangerang.
Waspada, A.H. 2012 Performans Reproduktif Ikan Patin Siam (Pangasius
hypophthalmus) Dalam Merespons Tingkat Penambahan Tepung
Kroto Pada Formulasi Pakan Berbasis Bahan Baku Lokal
Vol.2(2).
Wildan, G.Z. 2021. Memahami Pentingnya Tandon.
https://app.jala.tech/kabar_udang/memahami-pentingnya-tandon.
Yusuf, M., Aziz, M. A., & Jaswar, M. 2019. The Performance of Cone
Tank and Concrete Tank on Catfish Hatchery in Small Scale. IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science, 239(1),
012008
Ziddan. 2011. Tahapan Pendederan Ikan Patin. Trobos Aqua. Bogor.
37
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
38
Proses pencucian telur Proses penebaran telur pada Pengecekan Kualitas air
wadah penetasan pada wadah penetasan
39
Lampiran 2. Data Pertumbuhan
Fekunditas
Fekunditas
No Induk Volume Total Volume Sampel
1 A 410 Gram 1 Gram
40
Perhitungan data hasil di lapangan.
1. Fekunditas
F= x
F=
F = 672.400 Butir
FR (%) = x 100 %
FR (%) = 89%
HR (%): x 100 %
HR (%) = 74,3 %
SR = x 100%
SR = x 100%
SR = 71 %
41
Lampiran 3. Data Kualitas Air
pH Suhu
No Hari/tanggal
Pagi Sore Pagi Sore
Kolam Pemeliharaan Induk Ikan Patin
1 Selasa, 9 Mei 2023 7.5 7.1 30 °C 31 °C
2 Rabu, 10 Mei 2023 7.3 7.1 29 °C 30 °C
3 Kamis, 11 Mei 2023 7.3 7.2 30 °C 30 °C
4 Jum'at , 12 Mei 2023 7.0 7.2 32 °C 31 °C
5 Senin, 15 Mei 2023 7.9 7.5 29 °C 30 °C
6 Selasa, 16 Mei 2023 7.6 7.2 27 °C 28 °C
7 Rabu, 17 Mei 2023 7.5 7.5 29 °C 32 °C
Wadah Penetasan Telur Ikan Patin
8 Kamis, 18 Mei 2023 7.3 7.3 30 °C 30 °C
9 Jum'at, 19 Mei 2023 7.8 7.6 29 °C 31 °C
Kolam Pemeliharaan Larva Ikan Patin
10 Senin, 22 Mei 2023 6.9 7.0 28 °C 28 °C
11 Selasa, 23 Mei 2023 6.8 6.8 29 °C 29 °C
12 Rabu, 24 Mei 2023 7.0 7.0 29 °C 31 °C
13 Kamis, 25 Mei 2023 7.3 7.1 28 °C 28 °C
14 Jum'at, 26 Mei 2023 7.3 7.3 29 °C 29 °C
15 Senin, 29 Mei 2023 7.1 7.4 30 °C 30 °C
16 Selasa, 30 Mei 2023 6.9 7.3 28 °C 29 °C
17 Rabu, 31 Mei 2023 7.0 7.2 29 °C 29 °C
42
43