JARING APUNG LAUT (KJAL) UD. KERAPU WILUJENG MULYA DESA GELUNG
KECAMATAN PANARUKAN KABUPATEN SITUBONDO
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Tanggal Pengesahan :
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) IV yang berjudul Teknik Pembesaran Kakap Putih (Lates
calcarifer) Pada Keramba Jaring Apung (KJAL) UD. Kerapu Wilujeng Mulya Desa
Gelung Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga Laporan
ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis ucapkan kepada:
1. Bapak IGP Gede Rumayasa Yudana, S.Pi.,M.P selaku Direktur Politeknik
Kelautan Dan Perikanan Jembrana.
2. Ibu Andina Chairun Nisa, S.Pi.,M.P selaku Ketua Program Studi Budi Daya Ikan
yang telah memberikan kesempatan untuk melaksakan PKL IV.
3. Bapak Dr. Ahmad Zahid, S.Pi.,M.Si selaku dosen pembimbing dalam
pelaksanaan PKL IV yang telah memberikan arahan dan bimbingannya.
4. Pimpinan UD. Kerapu Wilujeng Mulya Desa Gelung yang telah
memperkenankan unit usahanya digunakan sebagai lokasi PKL IV.
5. Semua pihak yang telah memberi dukungan dalam menyelesaikan penyusunan
laporan PKL IV ini.
Meskipun telah berusaha menyelesaikan Laporan ini dengan sebaik
mungkin, penulis menyadari masih adanya kekurangan. Oleh larena itu, penulis
mengharap kritik dan saran yang sifatnya membanggun dari para pembaca guna
menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunannya.
Penulis
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 7
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 7
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 8
iv
B. Pemberian Pakan............................................................................... 34
C. Penyimpanan Pakan .......................................................................... 36
5.5 Pengamatan Kualitas Air ......................................................................... 36
A. Suhu .................................................................................................. 36
B. Salinitas ............................................................................................. 37
C. Tingkat Keasaman (pH) ..................................................................... 37
D. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO) ......................................... 37
5.6 Monitoring Pertumbuhan ......................................................................... 38
5.7 Perawatan Wadah Budidaya ................................................................... 40
5.8 Penanganan Hama dan Penyakit ............................................................ 43
A. Hama ................................................................................................. 43
B. Penyakit ............................................................................................. 43
5.9 Panen dan Pasca Panen ......................................................................... 44
A. Panen ................................................................................................ 44
B. Pasca Panen...................................................................................... 45
v
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan SR, pakan dan FCR ikan kakap putih ......................... 51
Lampiran 2. Perhitungan pertumbuhan ikan kakap putih ................................... 52
Lampiran 3. Dokumentasi PKL IV ...................................................................... 53
vi
I. PENDAHULUAN
7
bulannya hingga mencapai 205.572 ton di akhir tahun. Data BPS (2020)
menunjukkan bahwa pada Januari 2020 volume ekspor kakap hidup di Indonesia
mencapai 165.87 ton atau turun 19.32 % dibandingkan bulan Desember 2019
(205.572 ton). Nilai ekspor kakap hidup di Indonesia bulan Januari 2020 mencapai
USD 1.74 juta atau turun 20.8 % dibandingkan bulan Desember 2019 sebanyak
USD 2.20 juta.
Pemenuhan kebutuhan pasar terhadap ikan kakap putih selain dari hasil
penangkapan juga dapat dilakukang dengan budidaya pembesaran. Budidaya
pembesaran adalah salah satu kegiatan pemeliharaan ikan yang bertujuan untuk
menghasilkan ikan dengan ukuran konsumsi. KJA (Keramba Jaring Apung)
merupakan media budidaya ikan yang ideal dan ditempatkan di badan air dalam.
Keadaan air yang cukup tinggi serta kualitas lingkungan perairan yang memadai
menjadikan KJA alternatif yang baik untuk kegiatan budidaya. Secara umum, KJA
terdiri dari komponen seperti rakit, pelampung, pemberat, jangkar, kantong jaring
dan gudang. Komponen tersebut akan membentuk satu unit KJA yang saling
memperkuat antar satu dengan yang lainnya (Affan, 2011).
UD. Kerapu Wilujeng Mulya merupakan salah satu unit usaha yang
mengembangkan budidaya ikan kakap putih pada KJAL (Keramba Jaring Apung
Laut) di Kabupaten Situbondo,Jawa Timur. Hal tersebut yang menjadikan alasan
dipilih sebagai tempat pelaksanan Praktik Kerja Lapangan (PKL) IV.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) IV ini
adalah mempraktikkan dan menjelaskan teknik budidaya pembesaran ikan kakap
putih di Keramba Jaring Apung Laut (KJAL) UD. Kerapu Wilujeng Mulya.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan kakap putih secara luas di wilayah tropis dan sub tropis termasuk
Pasifik Barat dan Lautan India, secara geografis terletak antara garis bujur 50 o
Timur sampai 160o Barat dan garis lintang 24o Utara sampai 25o Selatan. Ikan
kakap putih melakukan migrasi melewati seluruh perairan bagian utara dari Asia,
southward ke Queensland dan menuju ke barat yaitu daerah Timur Afrika (FAO,
1974 dalam Mulyono, 2011).
Ikan kakap putih merupakan jenis ikan euryhaline dan katadromous. Ikan
matang gonad ditemukan dimuara-muara sungai, danau dan lagunan dengan
salinitas airantara 10-15 ppt. larva yang baru menetas (umur 15-20 hari atau
ukuran panjang 0,4-0,7 cm) terdapat sepanjang pantai atau muara sungai,
sedangkan larva yang berukuran 1 cm dapat ditemukan diperairan tawar seperti
sawah dan danau. Perairan habitat ikan kakap putih rendah jika akan memijah
9
menuju daerah habitat pemijahan ikan kakap putih berada pada daerah yang
bersalintas yang berkisar antara 30-32 ppt, telur yang telah keluar akan menuju
pantai dan larva akan hidup di perairan yang bersalinitas 29-30 ppt, kemudian
dengan bertambahnya ukuran larva bermigrasi ke air payau hingga pada umur
dewasa akan hidup di perairan yang bersalinitas antara 30-32 ppt (Mulyono, 2011).
A. Pemilihan Lokasi
Persyaratan lokasi KJAL harus bebas dari faktor resiko seperti gangguan
alam (badai dan gelombang besar), adanya predator (hewan buas laut dan burung
laut), pencemaran (limbah industri, pertanian dan rumah tangga) dan konflik
pengguna (lalulintas kapal umum dan kapal tanker). Persyaratan kondisi hidrografi
meliputi kedalaman air lebih dari 5 meter, kadar garam 20-35 ppt, oksigen terlarut
3-7 ppm, kecepatan arus 0.1 – 0.5 m/detik, tinggi air pasang 0,5-1 ,5 meter, pH 6-
8,5 dan suhu 27-32 oC. Faktor pendukung lainnya yaitu seperti sumber pakan,
tenaga kerja dan ketersediaan benih merupakan syarat-syarat yang harus
dipenuhi (Zulkifli et al., 2000).
10
untuk mengikat jangkar dengan kerangka keramba minimal dua kali dari
kedalaman air pada saat pasang (KKP, 2011).
C. Konstruksi Keramba
1. Kerangka/rakit
Kerangka berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan, dapat terbuat dari
bahan bambu, kayu, besi bercat anti karat atau paralon. Langkah pertama dalam
pembuatan Keramba Jaring Apung (KJA) adalah membuat rakit terapung.
Pembuatan rakit ini dilakukan di perairan pantai agar mudah dalam pembuatan
dan pemindahan ke lokasi budidaya. Penggunaan bahan dari kayu akan lebih
tahan lama dan biasanya digunakan untuk skala yang lebih besar. Rakit ini terdiri
dari beberapa unit dan dilengkapi dengan lantai dan rumah jaga (Zulkifli et al.,
2000). Bahan yang dianjurkan adalah bahan yang relatif murah dan mudah
didapati di lokasi budidaya. Bentuk dan ukuran rakit bervariasi tergantung dari
ukuran yang digunakan. Setiap unit kerangka biasanya terdiri atas 4 (empat) buah
kurungan.
2. Pelampung
Pelampung berfungsi untuk melampungkan seluruh sarana budidaya
termasuk rumah jaga dan benda atau barang lain yang diperlukan untuk
kepentingan pengelolaan. Bahan pelampung dapat berupa drum plastik/besi atau
styrofoam (pelampung styrofoam). Ukuran dan jumlah pelampung yang digunakan
disesuaikan dengan besarnya beban. Bila dipakai drum besi sebaiknya dicat
terlebih dahulu atau dibungkus plastik untuk memperlambat proses korosi dan
menghindari tumbuhnya fouling (teritip, lumut, dan kerang-kerangan lainnya).
Pelampung dan bahan styrofoam sebaiknya dibungkus dengan plastik untuk
menghindari fouling. Kebutuhan pelampung untuk satu unit rakit berukuran 6 x 6
m2 yang dibagi 4 bagian diperlukan 8-9 buah pelampung. Sedangkan yang
berukuran 8 x 8 m2 diperlukan sekitar 10-12 buah pelampung (KKP, 2011).
3. Waring
Waring adalah bahan yang digunakan untuk membuat kantong
pembudidayaan ikan pada fase awal atau pendederan. Waring yang dipergunakan
terbuat dari bahan PE berwarna hitam dengan ukuran mata waring 4 mm
disarankan terbuat dari bahan polietilen (PE) karena bahan ini disamping tahan
11
terhadap pengaruh lingkungan juga harganya relatif murah jika dibandingkan
dengan bahan-bahan lainnya. Bentuk kantong waring empat persegi atau kubus
dengan ukuran 1 x 1 x 1,5 m atau 1 x 3 x 1,5 m. Ukuran mata jaring disesuaikan
dengan ukuran ikan yang dibudidayakan. Lebar mata jaring yang digunakan untuk
ikan berukuran panjang kurang dari 10 cm adalah 8 mm (5/16 inch). Jika panjang
ikan berkisar antara 10-15 cm lebar mata jaring digunakan adalah 25 mm (1 inch),
sedangkan untuk ikan dengan ukuran panjang 15-40 cm atau lebih digunakan
lebar mata jaring ukuran 25-50 mm (1-2 inch). Pemasangan kurungan pada
kerangka dilakukan dengan cara mengikat ujung tali ris atas pada sudut rakit. Agar
kurungan membentuk kubus/kotak digunakan pemberat yang diikatkan pada
keempat sudut tali ris bawah. Selanjutnya pemberat diikatkan ke kerangka untuk
mempermudah pekerjaan pengangkatan/penggantian untuk mencegah
kemungkinan lolosnya ikan atau mencegah serangan hewan pemangsa, pada
bagian atas kurungan sebaiknya diberi tutup dari bahan jaring (WWF, 2015).
4. Jangkar
Jangkar digunakan untuk menahan rakit agar tidak terbawa arus air dan
agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh arus
angin maupun gelombang. Bahan jangkar dapat terbuat dari besi atau semen blok,
bahkan bisa juga dari bahan kayu. Setiap unit kurungan jaring apung
menggunakan 4 buah jangkar dengan berat antara 50-75 kg. Berat dan bentuk
jangkar disesuaikan dengan kondisi perairan setempat. Panjang tali jangkar
biasanya 1,5 kali kedalaman perairan pada waktu pasang tinggi (KKP, 2011).
5. Pengikat
Bahan pengikat rakit bambu dapat digunakan kawat berdiameter 4-5 mm
atau tali plastik PE. Pengikatan dengan kawat dapat dilakukan dengan mudah dan
cepat meskipun mudah berkarat namun dalam jangka waktu satu tahun masih
tahan dan mudah diganti. Sedangkan pengikatan dengan tali plastik biasanya
melar akibat pengaruh cuaca dan goyangan ombak sehingga bentuk rakit tidak
simetris lagi. Rakit yang terbuat dari kayu dan besi pengkitannya biasanya
menggunakan baut. Untuk mengikat pelampung ke bingkai rakit digunakan tali PE
berdiameter 4-6 mm (KKP, 2011).
12
D. Penebaran Benih
Benih yang akan ditebar pada petakan harus memiliki kondisi yang sehat,
memiliki gerakan yang aktif, berkoloni serta memiliki respon yang baik terhadap
pakan, kejutan dan cahaya. Benih ikan kakap putih yang baik memiliki kriteria
seperti ukurannya seragam, bebas dari penyakit, warna cerah mengkilap, putih
keperakan, tidak gelap dan tidak pucat, bentuk tubuh sempurna dan anggota
tubuh lengkap, gerakan aktif, berenang normal dan bergerombol serta memiliki
respon baik terhadap pakan (SNI, 2014).
Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu perairan
tidak terlalu panas. Panas pada perairan akan mempengaruhi kondisi tubuh dari
benih dan sistem metabolismenya. Benih dilakukan proses aklimatisasi terlebih
dahulu sebelum ditebar di KJAL. Aklimatisasi dilakukan dengan cara
menenggelamkan setengah mulut plastik selama 5-10 menit. Aklimatisasi
bertujuan agar ikan tidak stress akibat perbedaan suhu yang fluktuatif dan
lingkungan (Faisyal et al., 2016). WWF-Indonesia (2011) menyatakan bahwa
padat tebar benih ikan kerapu maksimal sebanyak 500 ekor pada KJA.
E. Pemberian Pakan
Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ikan yang sangat
besar peranannya, baik itu berfungsi sebagai penentu pertumbuhan ikan dan juga
sebagian besar biaya produksi pada ikan adalah biaya pakan. Budidaya ikan
dengan pemberian makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas serta tidak
berlebihan merupakan faktor yang sangat menentukan, keadaan ini berkaitan
langsung dengan jumlah atau dosis makanan yang diberikan pada ikan, agar
dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal dengan dosis pakan yang
optimal (Haryanto et al., 2014).
Manajemen pakan ikan merupakan salah satu faktor menentukan
keberhasilan usaha budidaya ikan. Pakan merupakan unsur terpenting dalam
menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan buatan adalah
pakan yang sengaja dibuat dari beberapa jenis bahan baku. Pakan buatan yang
baik adalah pakan yang mengandung gizi yang penting untuk ikan, memiliki rasa
yang disukai oleh ikan dan mudah dicerna oleh ikan. Ikan membutuhkan energi
untuk pertumbuhan, aktivitas hidup dan perkembangbiakan. Ikan menggunakan
protein sebagai sumber energi yang utama, sumber energi kedua yang digunakan
13
adalah lemak sedangkan karbohidrat menjadi sumber energi yang ketiga (Sari et
al., 2009).
Pemilihan pakan ikan kakap putih berupa pakan segar berupa ikan segar
atau yang telah dibekukan. Ikan-ikan yang biasa digunakan antara lain: ikan
layang, petek, selar, kuniran (biji nangka), mujair dan lain-lain. Pakan dari jenis
ikan rucah ini tetap harus dijaga kualitasnya, setidaknya kondisinya tetap
dipertahankan dalam keadaan segar, misalnya disimpan dalam freezer. Pakan
yang tidak segar atau terlalu lama disimpan, akan menyebabkan turunnya kualitas
nutrisi (asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan oleh ikan kakap putih), yang
hilang karena proses oksidasi. Selain itu, pakan kerapu juga berupa pakan buatan
yang formulasinya disesuaikan untuk ikan-ikan laut. Komposisi nutrisi yang tepat
pada pakan berguna untuk memenuhi kebutuhan energi dan pembentukan daging
bagi ikan budidaya. Kadar protein untuk pakan starter (hingga ukuran 15 cm)
minimal 48% dan untuk pembesaran minimal 45%. Tipe pakan yang digunakan
adalah pellet yang melayang (slow sinking). Pemberian pakan yang ideal
tergantung pada ukuran ikan kerapu yang dipelihara. Ikan yang berukuran 20 - 50
gr, dapat diberikan pakan sebesar 15% per hari dari bobot biomassa. Selanjutnya
persentase diturunkan seiring dengan pertumbuhan ikan. Setelah mencapai
ukuran 100 gr pakan diberikan sebanyak 10% per hari, dan kemudian dikurangi
setiap 1 (satu) bulan pemeliharaan, hingga akhirnya diberikan sebanyak 5% per
hari saat ikan kerapu telah mencapai ukuran 1 kg (WWF, 2015)
F. Kualitas air
Acehpedia (2010) dalam Andy Kristafari (2017) menjelaskan bahwa
kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap air
tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia, fisik, biologi, atau uji
kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah upaya
pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.
Menurut Kungvankji et al. (1985), prameter kualitas air pada pembesaran ikan
kakap putih yaitu salinitas antara 10-30 ppm, suhu antara 26-32oC, pH 7,5-8,5, DO
antara 4-9 ppm dan amoniak ≤ 1 ppm.
14
1. Suhu
Menurut Boyd (1982), salinitas adalah kadar seluruh ion-ion yang terlarut
dalam air. Ion-ion tersebut adalah khlorida, karbonat, bikarbonat, sulfat, natrium,
kalsium dan magnesium. Salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air.
Semakin tinggi salinitas, akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Biota yang
hidup di air laut harus mampu menyesuaikan dirinya terhadap tekanan osmotik
dari lingkungannya. Penyesuaian ini memerlukan banyak energi yang diperoleh
dari makanan dan digunakan untuk keperluan tersebut. Menurut Sudjiharno (1999)
ikan Kakap Putih mempunyai kemampuan bertoleransi terhadap salinitas sangat
tinggi. Ikan Kakap Putih mampu hidup pada kisaran salinitas 0-33 ppt.
3. Suhu
Menurut Kordi dan Tancung (2010), suhu mempengaruhi aktivitas
metabolisme organisme, oleh karena itu penyebaran organisme baik di lautan
maupun di perairan air tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat
berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air. Secara umum laju
pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan
kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan
suhu sampai ekstrim (drastis). Menurut Soetomo (1997), Suhu optimal bagi
kehidupan dan pertumbuhan ikan kakap putih adalah 25-30oC.
15
ada di KJA (Anggraini et al., 2015). Menurut Soetomo (1997), ikan kakap putih
dewasa membutuhkan oksigen terlarut 6,5-2,5 mg/l.
5. Amoniak
Amonia merupakan hasil katabolisme protein yang diekskresikan oleh
organisme dan merupakan salah satu hasil dari penguraian zat organik oleh
bakteri. Amonia di dalam air terdapat dalam bentuk tak terionisasi (NH 3) atau
bebas, dan dalam bentuk terionisasi (NH 4) atau ion amonium (Dinas
Perikanan,1997 dalam Umroh, 2007). Menurut Menurut Direktorat Jendral
Perikanan (1982) persyaratan parameter kualitas air pada budidaya ikan kakap
Amoniak ≤ 0,30 mg/L.
6. Nitrit
Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk tumbuh
dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toxic yang dapat
mematikan organisma air. Keberadaan senyawa nitrat di perairan sangat
dipengaruhi oleh buangan yang berasal dari industri, pertanian dan domestik
(Isnaini, 2011). Menurut Hartanto et al. (2009) Toksisitas nitrit tergantung dari jenis
spesiesnya. Untuk mencegah stress pada ikan konsentrasi nitrit dalam area
budidaya perlu dijaga agar tidak melewati kadar 0,1 mg/L.
G. Perawatan Keramba
Usaha pembesaran menggunakan keramba memerlukan perawatan yang
cukup tinggi. Air laut yang bersifat korosif (mudah mengakibatkan karat) terhadap
logam. Selain itu, untuk bahan kerangka dari kayu/bambu akan mudah ditempeli
hewan-hewan laut seperti teritip. Setelah kegiatan pembesaran selesai dalam satu
siklus produksi, sebaiknya dilakukan perawatan. Jaring dicuci bersih dan
dikeringkan serta jaring yang rusak ditambal atau dijahit kembali. Sementara itu,
peralatan lain juga dicuci dan dikeringkan. Pada pembersihan yang perlu dikerik
dilakukan pengerikan. Pada peralatan yang membutuhkan pengecatan dapat
dilakukan pengecatan ulang agar dapat bertahan lebih lama.
Perbaikan yang rusak
Terkadang ada pula peralatan yang sedang digunakan selama
pemeliharaan bisa mengalami kerusakan. Peralatan yang rusak sebaiknya segera
16
diperbaiki agar kerusakan tersebut tidak merambat atau bertambah parah dan
membahayakan orang. Biaya memperbaiki akan jauh lebih murah daripada biaya
untuk membangun KJA kembali (Soemarjati et al., 2015).
17
ikan, serta kualitas hasil panen. Sampling dapat dilakukan dengan cara mengambil
ikan sebanyak 5% dari jumlah keseluruhan ikan yang ada di dalam keramba. Ikan
yang terambil selanjutnya dihitung dan diukur. Saat pemanenan ikan tidak perlu
diberi pakan. Hal yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan sarana dan alat
panen seperti bak air laut, lambit (serokan), aerator, timbangan, dan perahu/kapal.
Pemanenan di keramba jaring apung sangat mudah. Tali pemberatdilepas, lalu tali
keramba ditarik perlahan-lahan ke atas sampai ikan-ikan terkumpul di suatu
tempat. Selanjutnya ikan diserok secara hati-hati dan perlahan agar tidak terjadi
luka (Soemarjati et al., 2015).
Penanganan pascapanen kakap putih ada 2 macam, yaitu penanganan
dalam kondisi hidup dan dalam kondisi mati. Penanganan kakap putih kondisi
hidup juga terbagi menjadi 2, yaitu secara tertutup dan terbuka. Peralatan yang
digunakan selama pengangkutan terbuka adalah drum plastik atau fiberglass,
selang, aerator, dan batu aerasi. Sementara itu, untuk pengangkutan tertutup
diperlukan styrofoam, dus, karet, plastik, oksigen, serta perekat (Soemarjati et al.,
2015). Sementara itu, untuk penanganan ikan kaka putih mati adalah dengan
penggunaan es dan garam. Perbandingan ikan dan es adalah 1:1 dan kondisinya
harus selalu stabil. Ditambahkan garam sebanyak 2,5-10% dari bobot es.
Penggunaan garam harus hati-hati karena jika terlalu sedikit dapat menimbulkan
tumbuhnya bakteri, sedangkan jika terlalu banyak bisa menyebakan rasa asin
berlebihan (Soemarjati et al., 2015). Pengangkutan dapat dilakukan dengan jalan
darat, laut, dan udara. Apabila jarak tempuh termasuk jauh, alangkah baiknya
menggunakan transportasi udara dengan pesawat terbang.
18
III. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
19
3.4 Analisis Data
Data yang didapat pada Praktik Kerja Lapangan (PKL) IV diolah secara
deskriptif dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan lampiran. Data
yang didapat meliputi laju konversi pakan (FCR), laju pertumbuhan bobot (GR),
laju pertumbuha panjang (PP) dan sintasan (SR). Adapun cara yang digunakan
untuk menghitung data-data tersebut menggunakan rumus sebagi berikut :
( )
Keterangan :
FCR= Konversi pakan menjadi daging
F = Biomassa pakan x lama waktu pemeliharaan
Wt = Berat total pada sampling akhir
D = Jumlah ikan sekarang
Wo = Berat total pada sampling awal
20
4. Sintasan
( )
Keterangan:
SR = Tingkat kelangsungan hidup
Nt = Jumlah ikan akhir pemeliharaan
No = Jumlah ikan pada awal tebar
21
IV. KEADAAN UMUM
22
Pemilik/Manajer
Wendy Tri Prabowo, S.Pi., M.Sc
23
Pada tahun 2019 UD. Kerapu Wilujeng Mulya selain fokus pada usaha
pendederan benih juga mulai merambah pada usaha pembesaran ikan untuk
konsumsi. Sistem yang digunakan dalam pembesaran ikan konsusmsi adalah
Keramba Jaring Apung Laut (KJAL). Benih yang ada di hetchery selain untuk dijual
ke pihak luar juga disalurkan ke KJAL sendiri untuk memaksimalkan hasil yang
didapat.
B. Prasarana
1. Bangunan Kantor
Bangunan kantor berperan dalam pendukung utama terlaksananya segala
aktivitas administrasi di UD. Kerapu Wilujeng Mulya. Bangunan kantor di UD.
Kerapu Wilujeng Mulya dapat dilihat pada Gambar 4. Meeting room berfungsi
sebagai tempat pertemuan atau transaksi dengan customer serta sebagai tempat
briefing antara pimpinan dengan para karyawan.
2. Transportasi
Sarana transportasi di sekitar UD. Kerapu Wilujeng Mulya dipermudah oleh
jalan menuju UD. Kerapu Wilujeng Mulya yang sudah beraspal dan dari segi
kendaraan transportasi area UD. Kerapu Wilujeng Mulya yang secara langsung
berada di jalan raya utama menuju kota dengan berbagai macam tipe kendaraan
di jalan raya tersebut sebagian besar didominasi oleh kendaraan bus, truk dan
angkutan kota lainnya.
3. Sistem Informasi
Sistem komunikasi yang digunakan dapat mendukung dan mempermudah
setiap aktivitas di UD. Kerapu Wilujeng Mulya. Sistem informasi yang tersedia di
24
UD. Kerapu Wilujeng Mulya adalah telepon dan jaringan wi-fi seperti yang tertera
pada Gambar 4.
4. Mes Karyawan
UD. Kerapu Wilujeng Mulya memiliki bangunan mes yang digunakan
sebagai tempat menginap bagi para karyawan. Jumlah mes yang terdapat di UD.
Kerapu Wilujeng Mulya sebanyak 4 kamar yang dilengkapi fasilitas pendukung
seperti sarana dapur, sarana sanitasi (kamar mandi dan toilet) dan ruang istirahat.
5. Prasarana Lainnya
Prasarana lainnya yang mendukung aktivitas di UD. Kerapu Wilujeng
Mulya adalah Gudang dan tempat packing benih.
1. Rakit
Pada pembuatan keramba jaring apung langkah pertama adalah membuat
rakit terapung. Pembuatan rakit ini dilakukan di perairan pantai agar mudah dalam
pembuatan dan pemindahan ke lokasi budidaya. Rakit pada keramba jaring apung
di UD.Kerapu Wilujeng Mulya terbuat dari bambu. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan KKP (2011) bahwa rakit dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau
besi yang dilapisi anti karat dan bila menggunakan bahan kayu harus diusahakan
25
dari kayu yang tahan terhadap pengaruh hujan, matahari dan air, seperti kayu ulin.
Bentuk rakit dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Rakit
Sumber : Dokumentasi pribadi (2020)
2. Jaring
Jaring yang digunakan terbuat dari tali yang berbahan polietilen (PE) yang
dianyam sedemikian rupa, kemudian dibentuk menjadi jaring berbentuk bujur
sangkar. Pemasangan jaring pada KJAL diawali dengan mengikat keempat sisi
bagian atas jaring pada tiap sudut atas rakit, diusahakan tali yang diikat benar-
benar kencang. Pada sisi bagian bawah jaring diberi pemberat dengan tujuan agar
jaring tetap membentuk persegi.
Gambar 6. Jaring
Sumber : Dokumentasi pribadi (2020)
3. Pelampung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka keramba jaring
apung. Bahan pelampung yang digunakan di KJAL UD. Kerapu Wilujeng Mulya
adalah drum plastik berkapasitas 200 liter. Jumlah pelampung yang digunakan
pada petakan berukuran 3x3 m2 dengan luas keseluruhan keramba 14,5 x 18 m2
sebanyak 36 buah. Bentuk drum dapat dilihat pada Gambar 7.
26
Gambar 7. Drum plastik 200 liter
Sumber : Dokumentasi pribadi (2020)
4. Pemberat
Pemberat yang digunakan terbuat dari benton cor. Pemberat dari beton cor
berukuran 3,5 kg dipasangkan disetiap sudut jaring bagian bawah agar wadah
pemelihraan tidak mudah terapung dan terbawa ombak. Sedangkan pemberat
beton cor berukuran 70 kg dipasangka pada keempat sudut dari keramba yang
dikaitkan dengan tali. Hal tersebut bertujuan agar keramba tetap diposisi yang
dihendaki dan tidak terbawa ombak atau arus.
B. Prasarana
Prasaran pada KJAL merupakan fasilitas pendukung dari kegiatan
budidaya yang meliputi transportasi, rumah jaga dan tenaga listrik.
1. Transportasi
Transportasi utama yang digunakan untuk perjalanan dari daratan menuju
KJAL adalah menggunakan rakit bermesin. Rakit terbuat dari kontrusi kayu dan
pelampung berupa drum plastik berukuran 200 liter sebanyak 6 buah. Ukura rakit
adalah 2x3 m dengan mesin penggerak diesel kapasitas 8 PK merek Dongfeng.
Alat transportasi tersebut berfungsi sebagai pendukung untuk kegiatan
operasional seperti mobilisasi karyawan, pengangkutan pakan dan alat-alat
budidaya serta pengangkutan hasil panen. Bentuk rakit bermesin dapat dilihat
pada Gambar 8.
27
Gambar 8. Rakit bermesin
Sumber : Dokumentasi pribadi (2020)
2. Rumah Jaga
Rumah jaga berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai alat dan
bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan budidaya, serta sebagai tempat istirahat
atau meneduh untuk karyawan yang bekerja atau berjaga. Rumah jaga terbuat
dari kontruksi gafalum yang memiliki ukuran 5 m x 4 m dengan atap terbuat dari
seng. Bentuk rumah jaga dapat dilihat pada Gambar 9.
3. Tenaga Listrik
Tenaga listrik yang digunakan pada KJAL hanya sebatas untuk
penerangan pada malam hari yaitu berupa panel surya yang dipasangkan pada
atap-atap rumah jaga. Dari panel surya tersebut disalurkan untuk menghidupkan
lampu LED yang disekitar KJAL.
28
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pembesaran ikan kakap putih yang dilakukan di KJAL UD. Kerapu
Wilujeng Mulya menggunakan wadah berupa jaring berbahan PE (polietilen)
dengan mata jaring 0,5 inchi, 1,2 inchi, dan 2 inchi yang disesuaikan dengan
ukuran ikan yang dipelihara, agar ikan tidak keluar dari jaring pemeliharaan. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Soemarjati (2015), bahwa jaring harus terbuat
dari bahan nilon polietilen yang aman bagi manusia, ikan, dan lingkungan serta
tahan lama.
29
Konstruksi KJAL menggunakan bahan bambu yang memiliki ukuran 14,5m
x 18m dengan pelampung berupa drum palstik berukuran 200 liter sebanyak 36
buah. KJAL dirakit dan dikaitkan antara bambu dengan pelampung menggunakan
tali berbahan nilon. Tali nilon dipilih karena sangat kuat dan tahan terhadap air.
Ukuran petakan adalah 3 m x 3 m dengan kedalam 3 m dan jumlah petakan
sebanyak 19 petak.
Penggunaan bahan bambu dan drum plastik untuk KJAL memiliki
kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari penggunaan KJAL berbahan
tersebut yaitu biaya yang lebih murah karena bahan yang dibutuhkan berupa
bambu untuk rakit dan drum plastik bekas untuk pelampungnya. Tidak kalah kuat
dengan KJAL yang terbuat dari bahan HDPE seperti produk merek aquatec.
Sangat ramah lingkungan karena memanfaatkan bahas bekas berupa drum
plastik. Kekurangan dari KJAL berbahan bambu dan drum plastik yaitu hanya
memiliki ketahanan ± 5-7 tahun karena seiring waktu dan pengaruh cuaca bambu
dapat menjadi lapuk. Apabila keramba mengalami kerusakan atau rakit ada yang
patah sangat sukar untuk diperbaiki, karena umumnya kontruksi keramba
menggunakan bambu lonjoran. Bentuk KJAL dapat dilihat pada Gambar 11.
30
dilakukan dengan mengaitkan tali yang terpasang pada pemberat di setiap sudut
bawah dari jaring. Pemberat selanjutnya diturunkan ke perairan sampai keramba
menjadi tegang dan wadah pemeliharaan telah siap untuk digunakan.
31
yang baik (dapat menyergap makanan dengan cepat), warna sisik cerah, sorot
mata terang, sisik dan sirip lengkap serta tidak cacat tubuh.
32
2 bulan kemudian dilakukan grading yang bertujuan untuk mengelompokkan ikan
berdasarkan ukuran agar tidak terjadi dominasi pakan serta mencegah terjadinya
kanibalisme. Grading selanjutnya dilakukan setiap sebulan sekali atau dilihat
berdasarkan ukuran ikan.
Pemberian pakan ikan kakap putih pada KJAL merupakan kegiatan utama
untuk mencapai hasil produksi agar sesuai dengan target waktu yang telah
ditentukan. Pakan yang diberikan berupa pakan ikan rucah dan pakan buatan.
Pakan ikan rucah yang biasanya diberikan berupa ikan lemuru, kembung, kempar,
dan lain sebagainya yang diperoleh dari pengepul pakan ikan rucah di sekitar
wilayah UD. Kerapu Wilujeng Mulya dengan harga Rp 4.500/ kg. Pakan buatan
yang diberikan pada ikan kakap putih diperoleh dari pabrik pakan PT. Cargill
Indonesia dengan harga Rp 18.000/ kg. Pakan buatan hanya diberikan selama
seminggu setelah penebaran yang diselingi dengan pakan ikan rucah. Tujuan dari
pemberian pakan seperti itu adalah sebagai bentuk pembiasaan ikan untuk beralih
33
ke jenis pakan yang berbeda. Harga ikan rucah yang relatif murah menyebabkan
ikan rucah dipilih sebagai pakan utama ikan kakap putih. Selama masa
pemeliharaan, pemberian pakan berupa ikan rucah disesuaikan dengan ukuran
mulut ikan kakap putih sehingga bila ukuran bukaan mulut ikan masih kecil, maka
ikan rucah yang akan diberikan sebelumnya telah dipotong dengan ukuran yang
kecil. Proses pencacahan dapat dilihat pada Gambar 15.
B. Pemberian Pakan
Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak satu kali. Waktu
pemberian biasanya dilakukan pada pukul 08.00 WIB, hal tersebut dikarenakan
nafsu makan ikan kakap putih yang tinggi pada jam tersebut. Alasan pemberian
pakan pada pagi hari karena suhu perairan saat pagi masih stabil dan tidak terlalu
tinggi, karena ikan sangat peka terhadap perubahan lingkungan salah satunya
adalah suhu. Apabila suhu perairan berada pada tingkat yang kurang optimal
maka akan mengurangi nafsu makan ikan sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan ikan (Sugama et al., 2004).
pemberian pakan dilakukan dengan metode ad libitum dan ad satiation
yaitu dengan menebar pakan sedikit demi sedikit secara terus-menerus sesuai
dengan daya tampung lambung dan tidak berlebihan. Pemberian pakan dengan
metode ini bertujuan agar setiap pakan yang diberikan habis termakan oleh ikan,
hal ini menyebabkan pakan akan dapat dikonsumsi secara optimal dan mencegah
menumpuknya sisa-sisa pakan yang tak termakan oleh ikan sehingga diharapkan
menghasilakan pertumbuhan yang optimal (Hanief et al., 2014). Proses pemberian
pakan dapat dilihat pada Gambar 16.
34
Gambar 16. Pemberian pakan
Sumber : Dokumentasi pribadi (2020)
Pada awal penebaran ikan kakap putih pakan yang diberikan sebesar 15%
dari bobot biomassa ikan. Jadi, pakan yang butuhkan untuk 5000 benih sebanyak
23-24 kg. Pemberian pakan yang ideal tergantung pada ukuran ikan kakap yang
dipelihara. Ikan yang berukuran 20-50 gr, dapat diberikan pakan sebesar 15% per
hari dari bobot biomassa. Selanjutnya persentase diturunkan seiring dengan
pertumbuhan ikan. Setelah mencapai ukuran 100 gr pakan diberikan sebanyak
10% per hari, dan kemudian dikurangi setiap 1 bulan pemeliharaan, hingga
akhirnya diberikan sebanyak 5% per hari saat ikan Kakap putih telah mencapai
ukuran 1 kg (WWF, 2015).
Pemanfaatan ikan rucah sebagai pakan ikan kakap putih memberikan hasil
yang baik bagi pertumbuhan (Siagian, 2002). Namun, bila ketersediaan pakan
rucah tidak dapat terpenuhi pada waktu dan jumlah yang dibutuhkan maka pakan
akan menjadi salah satu faktor yang ikut menghambat pengembangan usaha
pembesaran ikan kakap putih itu sendiri.
Pada ikan karnivora, nilai koefisien kecernaan karbohidrat umumnya
berkisar 20-40%. Rendahnya nilai ini menunjukkan bahwa kemampuan ikan
karnivora mencerna karbohidrat rendah sekali dan diduga bahwa penggunaan
karbohidrat golongan ini sangat terbatas. Oleh karena itu pakan alami seperti ikan
rucah lebih baik digunakan untuk memenuhi asupan nutrisi ikan kakap putih untuk
pertumbuhannya dibandingkan dengan pakan buatan (Handajani et al., 2010).
Selama pelaksanan PKL di KJAL UD. Kerapu Wilujeng Mulya belum
pernah dilakukan panen pada kakap putih sehingga FCR sementara didapatkan
pada pemeliharaan selama 5 bulan yaitu sebebar 6,0. Sehingga diketahui nilai
rasio konversi pakan tersebut untuk menghasilkan 1 kg bobot ikan kakap
memerlukan 6 kg ikan rucah. Apabila nilai FCR dikalikan dengan biaya pakan,
35
diketahui harga ikan rucah minimal Rp 4.500/kg. Untuk meningkatkan biomassa
ikan sebesar 1 kg jumlah uang yang dibutuhkan yaitu sebesar Rp 27.000, dapat
disimpulkan bahwa pakan ikan rucah sangat murah dan ekonomis.
C. Penyimpanan Pakan
Agar pakan ikan rucah tetap dalam keadaan baik dan segar disimpan pada
box fiber yang diberi es dengan suhu 6-4ºC. Pendinginan merupakan salah satu
cara yang umum digunakan untuk memperlambat produk-produk hasil perikanan
(Mohammad dan Hamid, 2011). Pendinginan ikan dapat dilakukan dengan
menggunakan refrigerasi, es, slury ice (es cair) dan air laut dingi (chilled sea
weater).
A. Suhu
Suhu berperan penting bagi kehidupan dan perkembangan biota laut
sehingga suhu perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya ikan dan organisme
air. Pengukuran suhu dilakukan setiap satu minggu sekali menggunakan
termometer yang dilakukan dengan cara menyelupkan termometer ke perairan
keramba yang diamati. Suhu yang terukur pada pengamatan minggu ke-1 sebesar
29oC. Pada pengamatan minggu ke-2, suhu yang terukur sebesar 28 oC. Pada
pengamatan minggu ke-3, suhu yang terukur sebesar 26,7 oC. Pada pengamatan
minggu ke-4, suhu yang terukur sebesar 30oC. Kisaran suhu tersebut berada
dalam kategori sangat layak untuk perairan. Affan (2011) menyebutkan suhu
optimum untuk budidaya ikan adalah 27-32oC. Suhu air berubah karena adanya
36
perubahan kondisi lingkungan dan mempengaruhi laju metabolisme ikan yang
dipelihara. Suhu air yang tinggi akan meningkatkan laju metabolisme tetapi
peningkatan yang drastis akan menurunkan laju makan (feeding rate) sehingga
menurunkan laju metabolisme. Peningkatan suhu dapat menurunkan kadar
oksigen terlarut sehingga mempengaruhi metabolisme seperti laju pernafasan dan
konsumsi oksigen serta meningkatnya konsentrasi karbon dioksida.
B. Salinitas
Khusus untuk budidaya perikanan, nilai salinitas yang dibutuhkan sesuai
dengan jenis ikan yang akan dibudidaya. Hal ini dikarenakan ikan tertentu
membutuhkan salinitas tertentu pula, karena salinitas berhubungan dengan
tekanan osmosis dan mempengaruhi kesimbangan ion dari organisme air,
termasuk ikan. Pengukuran salinitas dilakukan setiap satu minggu sekali
menggunakan refraktometer dengan meneteskan beberapa tetes sampel air.
Pada minggu ke-1, salinitas yang terukur sebesar 31 ppt. Pada minggu ke-2,
salinitas yang terukur sebesar 30 ppt. Pada minggu ke-3, salinitas yang terukur
sebesar 34 ppt. Pada minggu ke-4, salinitas yang terukur sebesar 34 ppt.
37
ukuran ikan sangat bergantung pada suhu air. Karena itu, pemberian pakan,
konversi makanan, pertumbuhan dan kesehatan ikan yang dipelihara dipengaruhi
oleh suplai oksigen. Air yang mengandung bahan partikel yang tinggi
meningkatkan kebutuhan oksigen di bagian dasar (bentik) yang sangat besar
sehingga akan mengurangi kandungan oksigen di KJAL maupun disekitar KJAL.
Pengukuran oksigen terlarut yang dilakukan di KJAL UD. Kerapu Wilujeng Mulya
dilakukan dengan menggunakan DO meter. Pengukuran menggunakan DO meter
dengan cara memasukkan ujung DO meter ke dalam perairan pada petakan yang
akan diukur dimana sebelumnya DO meter telah dilakukan kalibrasi. Pada
pengukuran minggu ke-1, DO yang terukur sebesar 6,44 mg/L. Pada pengukuran
minggu ke-2, DO yang terukur sebesar 6,04 mg/L. Pada pengukuran minggu ke-
3, DO yang terukur sebesar 6,1 mg/L. Pada pengukuran minggu ke-4, DO yang
terukur sebesar 5,4 mg/L. Oksigen dalam air berasal dari udara melalui proses
difusi dan hasil samping fotosintesa tumbuhan akuatik. Kelarutan oksigen dalam
air dipengaruhi oleh suhu air, ketinggian lokasi, tekanan udara dan salinitas.
38
Gambar 17. Proses grading
Sumber : Dokumentasi pribadi (2020)
39
perbandingan pertambahan berat ikan dengan jumlah konsumsi pakan (Akbar et
al., 2012).
Tabel 2. Hasil pengukuran panjang dan berat ikan kakap putih
9 16 80 18 95 18 121 19 132
Tidak semua ikan dapat tumbuh dengan ukuran yang seragam karena
adanya persaingan untuk mendapatkan makanan sehingga perlu dilakukan
grading (pemilahan). Grading yang dilakukan di KJAL UD. Kerapu Wilujeng Mulya
dilakukan saat 2 bulan pertama setelah penebaran awal dan sebulan sekali untuk
periode selanjutnya. Grading dilakukan dengan tujuan untuk memilah ikan yang
mempunyai ukuran sama atau seragam dan mengurangi sifat kanibalisme.
Kegiatan grading dapat dilakukan secara manual atau dengan alat bantu (Winanto,
2005). Grading yang dilakukan pada keramba jaring apung di KJAL UD. Kerapu
Wilujeng Mulya dilakukan secara manual yaitu menggunakan serok dan memilah
satu per satu ikan kakap putih.
40
penempelan dan pertumbuhan berbagai kumpulan tumbuhan dan hewan (Rejeki,
2009). Penempelan biofouling diawali oleh mikrobial biofilm yang merupakan
komponen kimiawi (terutama protein, proteoglycans dan polysacharida) yang
mengakibatkan permukaan substrat (jaring) cocok untuk hidup koloni bakteri
(Rejeki, 2009). Biofouling dapat berpengaruh pada tidak lancarnya sirkulasi air.
Maka dari itu, perlu dilakukan pengangkatan jaring dan pergantian jaring. Kegiatan
pergantian jaring pada pembesaran kerapu cantik dilakukan setiap tiga minggu
atau satu bulan sekali tergantung pada kondisi jaring. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari kerusakan yang berlebihan pada jaring dan mencegah ikan stres
karena sirkulasi air terganggu. Apabila pergantian jaring dilakukan terlalu sering,
dapat menyebabkan ikan stres. Proses pergantian jaring dapat dilihat pada
Gambar 18.
41
karena itu, suksesi penempelan biofouling perlu diketahui untuk mengetahui waktu
yang tepat untuk pengangkatan dan pembersihan jaring karamba. Prinsipnya
biofouling merupakan masalah utama yang dihadapi pada kegiatan budidaya
diperairan laut, terlebih lagi apabila didukung kondisi laut yang memiliki perairan
yang dangkal, arus lemah, temperatur yang sesuai serta tersedianya nutrien yang
cukup di perairan (Rejeki, 2009).
Proses pergantian jaring dimulai dengan pengangkatan jaring,
penjemuran, perendaman dan pembersihan jaring. Kegiatan pengangkatan jaring
dilakukan setelah ikan-ikan yang ada pada jaring tersebut telah dilakukan grading.
Setelah itu dilakukan proses penjemuran jaring. Kegiatan penjemuran dilakukan
sebelum pencuncian, hal ini dilakukan agar jaring mudah membersihkan lumut
atau kotoran lain yang menempel di jaring. Cara melakukan penjemuran jaring
adalah jaring utama dijemur di jalur inspeksi dan dikeringkan dibawah sinar
matahari selama 2 hari. Setelah dilakukan penjemuran selama 2 hari, dilanjutkan
dengan kegiatan perendaman. Proses perendaman dapat dilihat pada Gambar 19.
42
yang menempel pada jaring. Selain ikan baronang, juga dapat digunakan ikan
bandeng dan siput laut atau ikan-ikan yang bersifat herbivora.
B. Penyakit
Penyakit timbul karena adanya interaksi yang tidak seimbang antara ikan
(inang), patogen, dan lingkungan. Penyakit menimbulkan gangguan fungsi atau
struktur dari tubuh, baik langsung atau tidak langsung. Penyakit berdasarkan agen
penyebabnya dibedakan menjadi 2, yaitu penyakit non infeksi dan penyakit infeksi.
Penyakit infeksi dapat terjadi karena parasit, bakteri, virus, dan jamur.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ada beberapa ikan kakap yang
mengalami lesi pada permukaan tubuh dan di pangkal ekor. Apabila penyakit
masih berlanjut akan dilakukan pengujian dengan mengirimkan sampelel ikan
yang sakit ke labolatorium BPBAP Situbondo guna dilakukan uji PCR, API atau
pengamatan secara mikroskopik. Pengujian tersebut bertujuan untuk mengetahui
jenis penyakitnya secara signifikan agar dapat dilakukan penanganan yang sesui.
Parasit yang biasa menyerang ikan kakap putih adalah jenis parasit
Benedenia sp. Oleh karenanya, upaya yang biasa dilakukan untuk penanganan
hal tersebut adalah dengan merendam ikan kakap putih ke dalam campuran 30
liter air tawar dan larutan akriflavin sebanyak 3 ppm selama kurang lebih 3-5 menit.
Kegiatan dipping (perendaman) merupakan salah satu kegiatan
penanganan yang dilakukan dengan cara merendam biota kultur ke dalam larutan
tertentu yang bertujuan untuk mengurangi parasit. Pengendalian berbagai jenis
hama dan penyakit akan membantu menunjang kelangsungan hidup dan
peningkatan produksi. Kegiatan yang sering dilakukan pada biota kultur laut
43
adalah dengan dipping di air tawar. Kegiatan ini selain dapat menghilangkan
parasit yang menempel pada tubuh ikan juga diduga dapat meningkatkan nafsu
makan ikan. Kegiatan dipping rutin dilakukan sebagai bentuk treatment kesehatan
ikan. Pada umumnya kegiatan tersebut dilakukan setiap dua minggu sekali dengan
lama perendaman disesuaikan dengan keadaan ikan. Ikan yang akan direndam
diangkut dari wadah pemeliharaannya dan ditempatkan pada ember/styrofoam
yang sudah diisi dengan air tawar (Astriwana, 2010).
Ikan kakap yang mengalami stres dilakukan perendaman dalam air tawar
selama ± 15 menit. Perlakuan stres berupa perendaman dalam air tawar selama
± 15 menit dipilih karena pada umumnya treatment tersebut dilakukan para
pembudidaya untuk mengendalikan parasit kutu kulit (Benedenia sp. dan
Neobenededia sp.) pada ikan kakap putih. Astriwana (2010) menyebutkan bahwa
aplikasi perendaman ikan air laut pada air tawar dilakukan untuk melihat kondisi
akibat pengaruh dari respon stres terhadap kemampuan osmoregulasi ikan serta
berguna untuk meningkatkan kelangsungan hidup ikan dalam menghadapi
perubahan lingkungan.
44
amonia yang dapat menyebabkan kematian. Proses pemanenan dapat dilihat
pada Gambar 20.
B. Pascapanen
Ikan kakap putih yang telah diangkut ke mobil, selanjutnya siap untuk
dipasarkan kepada pembeli. Hasil panen dari KJAL UD. Kerapu Wilujeng Mulya
selain menjangkau pasar lokal juga merambah pasar internasional. Untuk pasar
lokal daerah penjualannya meliputi daerah sekitar Situbondo, Surabaya dan Bali.
Sedangkan, untuk pasar internasional meliputi wilayah regional Asean dan
sebagaian Asia diantaranya Singapura, Malaysia, Thailand dan Taiwan.
Ikan yang dipanen dalam pendistribusiannya dari lokasi satu ke lokasi
lainnya memerlukan proses pengangkutan yang nyaman dan aman sampai ke
tempat tujuan. Teknik pengangkutan dibagi 2, yaitu secara terbuka dan tertutup.
Di UD. Kerapu Wilujeng Mulya melakukan pengangkutan hasil panen secara
45
terbuka yaitu dengan wadah berupa drum plastik yang diisi air laut sebanyak 1/2-
2/3 wadah sesuai jumlah ikan yang telah diberi aerator sebagai aerasi untuk
mengalirkan oksigen. Transportasi untuk pengangkutan hasil panen ikan kakap
putih dapat dilihat pada Gambar 21.
46
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan Praktek Kerja Lapangan (PKL) IV yang telah dilaksanakan ±
selama 1 bulan di Keramba Jaring Apung Laut (KJAL) milik UD. Kerapu Wilujeng
Mulya tentang teknik pembesaran ikan kakap putih, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Selama kegiatan pembesaran ikan kakap putih, hal yang perlu dipersiapkan
antara lain persiapan wadah, penyediaan benih, seleksi dan penebaran benih,
pemberian pakan, penyortiran, perawatan wadah budidaya, pengecekan kualitas
air, pengendalian hama dan penyakit, serta pemanenan.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembesaran ikan
kakap putih adalah lokasi budidaya yang sesuai dengan komoditas, kualitas air
yang sesuai, kualitas benih, proses penebaran benih yang benar, pemberian
pakan yang tepat, perawatan wadah budidaya yang tepat, pengendalian penyakit
selama budidaya dan penanganan panen yang tepat. Hambatan selama kegiatan
pembesaran ikan kakap putih ialah adanya ikan yang mati akibat dari sifat
kanibalisme dan adanya hama serta penyakit. Selain itu, masalah cuaca yang
tidak menentu seperti adanya angin dan ombak yang tinggi.
6.2 Saran
Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) IV yang telah dilakukan,
saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya selama proses pembesaran ikan kakap putih menggunakan keramba
jaring apung, persediaan paka ikan rucah dapat tersedia tepat waktu agar
kebutuhan pakan pada ikan kakap putih tercukupi. Hal tersebut untuk mencegah
terjadinya sifat kanibalisme.
2. Sebaiknya dilakukan upaya polikultur dalam pembesaran ikan kakap putih yang
bertujuan untuk mengurangi dampak terjadinya pengumpulan alga yang
menempel pada jaring.
3. Sebaiknya, diperlukan upaya dalam monitoring kondisi lingkungan secara
berkala. Upaya tersebut dapat meliputi kegiatan pengecekan kualitas air dan
pengontrolan kondisi ikan.
47
DAFTAR PUSTAKA
48
Ismi, S., Y. N. Asih dan D. Kusumawati. 2013. Peningkatan Produksi dan Kualitas
Benih Ikan Kerapu Melalui Program Hibridisasi. Gondol. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, 5 (2) : 333-342.
Kordi KMGH. 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Kanisius.
Yogyakarta.
KKP Dirjen Perikanan Budidaya. 2011. Profil Ikan Kerapu Indonesia. Direktorat
Produksi. Jakarta.
KKP. 2018. Tenik Pembesaran Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) Di
Keramba Jaring Apung BPBL Batam. Balai Perikanan Budidaya Laut Batam
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Batam.
Langkosono. 2007. Budidaya Ikan Kakap (Serranidae) dan Kualitas
Perikanan.Neptunus. 14 (1) : 61-67.
Mulyono, M dan Farchan, M. 2011. Dasar Dasar Budidaya Perikanan. STP Press.
Jakarta.
Mulyono, M. 2011. Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch). Materi
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan No. : 010/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan Badan Pengembangan SDM Kelautan
dan Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Melianawati, R., dan R. W. Aryati. 2012. Budidaya Ikan Kakap Merah (Lutnaus
sebae). Balai Besar Penelitian dan Pembangunan Budidaya Laut. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis. 4 (1) : 88 – 88.
Mulyono, M. 2016. Budidaya Ikan Kakap Putih Ditambak. Materi Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan No. : 010/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan Badan Pengembangan SDM Kelautan dan
Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Nazir, M. 1988. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Priyono, A., Slamet, B., Aslianti, T., Setiadharma, T., Setyadi, I., Permana, I G.N., &
Setiawibawa, G. (2013). Pembesaran kakap putih, seabass (Lates calcarifer
Bloch) di tambak dengan pemberian pakan pelet kandungan protein berbeda
untuk calon induk melaui seleksi pertumbuhan. Konferensi Akuakultur
Indonesia. 245-251.
Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 2019. Penanganan Hama Dan Penyakit
Ikan Kakap Putih. 24 Oktober.
Raharjo, S. 2008. Pemilihan Lokasi Budidaya Rumput Laut. Departemen Kelautan
dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Air
Payau. Takalar, 13 hlm.
Rejeki, S. 2009. Suksesi Penempelan Makro Marine-biofouling Pada Jaring
Karamba Apung di Teluk Hurun Lampung. Jurnal Ilmu Kelautan. 14 (2) : 112-
117.
Rejeki, S., S. Hastuti dan T. Elfitasari. 2013. Uji Coba Budidaya Nila Larasati di
Karamba Jaring Apung dengan Padat Tebar Berbeda. Jurnal Saintel
Perikanan, 9 (1) : 29-39.
49
Rayes, R. D., I. W. Sutresna., N. Diniarti dan A. I. Supii. 2013. Pengaruh Perubahan
Salinitas Terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Ikan Kakap Putih (Lates
calcarifer, Bloch). Jurnal Kelautan. 6 (1) : 47-56.
Ridho, M. R., dan E. Patriono. 2016. Aspek Reproduksi Ikan Kakap Putih (Lates
calcarifer Bloch) di Perairan Terusan Dalam Kawasan Taman Nasional
Sembilang Pesisir Kabupaten Banyuasin. Jurnal Penelitian Sains. 18 (1).
Sunyoto, P. 1993. Pembesaran Kerapu dengan Karamba Jaring Apung. Penebar
Swadaya. Jakarta. Hal. 63.
Setandar Nasional Indonesia. 2000. Produksi Pembesaran Ikan Kakap Putih (Lates
calcarifer, Bloch) Kelas Pembesaran. 01-6493.1-2000.
Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. Penerbit Rajawali. Jakarta.
Sutrisna, A. 2011. Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus
Forsskal, 1775) di Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sondita, M. Fedi A., Roza Yusfiandayani dan Esther Afania Ataupah. 2011.
Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.) di Sekitar Pulau Timor. Jurnal
Teknologi Perikanan dan Kelautan. 2 (1) : 51 – 59.
Standar Nasional Indonesia. 2014. Ikan kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch 1790).
SNI 6145.1 : 2014.
Wardana, I. P. 1994. Pembesaran Kerapu Dengan Keramba Jaring Apung. Penebar
Swadaya. Jakarta. 65 hal.
WWF Indonesia. 2015. Budidaya Ikan Kerapu Macan Sistem Karamba Jaring
Apung. Jakarta.
Widarto, S. 2019. Performa Pertumbuhan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch,
1790) Yang Dibudidayakan Dalam Sistem Keramba Jaring Apung (KJA).
Jurnal Sains Akuakultur Tropis. 3 (1) : 56-60.
Yaqin, M.A., Santoso L., dan Saputra S. 2018. Pengaruh Pemberian Pakan dengan
Kadar Protein Berbeda terhadap Performa Pertumbuhan Ikan Kakap Putih
(Lates calcalifer) di Keramba Jaring Apung. Sains Teknologi Akuakultur. 2(1)
: 12-19.
Zulkifli, M. Nasir, T. Iskandar, Mukhlisuddin, A. Azis, Yulham, Bahrum, C. Nina, Amir,
Baharuddin dan Zuardi. 2000. Rakitan Teknologi Budidaya Kerapu Dalam
Keramba Jaring Apung (KJA).
50
LAMPIRAN
𝐹
C. 𝐹𝐶𝑅 = (𝑊𝑡+𝐷)−𝑊𝑜
3.659.490
𝐹𝐶𝑅 =
601.374
𝐹𝐶𝑅 = 6,0
51
Lampiran 2. Perhitungan pertumbuhan ikan kakap putih
A. GR (Growth Rate)
𝐺𝑅 = (𝑊𝑡 − 𝑊𝑜)/𝑡
𝐺𝑅 = (137,3 − 92,8)/30
𝐺𝑅 = 1,48 𝑔𝑟/ℎ𝑎𝑟𝑖
B. PP (Pertumbuhan Panjang)
𝑃𝑃 = (𝑃𝑡 − 𝑃𝑜)/𝑡
𝑃𝑃 = (19,6 − 16,7)/30
𝑃𝑃 = 0,9 𝑐𝑚/ℎ𝑎𝑟𝑖
52
Lampiran 3. Dokumentasi PKL IV
53