Disusun oleh:
IDHAM KURNIAWAN
19/445769/PN/16284
Disusun oleh :
Idham Kurniawan
19/445769/PN/16284
Laporan Ini Diterima Sebagai Kelengkapan Mata Kuliah Kerja Lapangan (PIU20193108)
Dalam Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka Semester Genap 2021/2022
Mengetahui,
Ketua Departemen Perikanan Program Studi Akuakultur
Ketua
Dr. Ir. Alim Isnansetyo, M.Sc. Dr. Susilo Budi Priyono, S.Pi., M.Si..
NIP. 19670626 199412 1 001 NIP. 19690511 199403 1 003
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan segala rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan dengan lancar seluruh rangkaian Kerja Lapangan
di Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) Mina Taruna Garongan,
Wonokerto, Turi, Sleman tanpa ada kendala yang berarti.
1. Dr. Ir. Alim Isnansetyo, M.Sc. selaku Ketua Departemen Perikanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Dr. Susilo Budi Priyono, S.Pi., M.Si. selaku Ketua Program Studi Akuakultur
3. Dr. Dini Wahyu Kartika Sari, S.Pi., M.Si. selaku dosen pembimbing MBKM
yang telah membantu dan memberikan bimbingan, arahan, saran, dan nasehat
dalam penyelesaian Laporan Kerja Lapangan.
4. Susanto selaku Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) Mina
Taruna Garongan yang telah memberikan izin serta bimbingan saat pelaksanaan
kegiatan Kerja Lapangan
5. Seluruh anggota Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) Mina Taruna
Garongan yang telah memberikan ilmu, pengalaman, serta informasi selama
pelaksanaan Kerja Lapangan.
6. Seluruh pihak yang telah membantu proses pengambilan data, penyusunan, dan
penyelesaian Laporan Kerja Lapangan.
Idham Kurniawan
ii
DAFTAR ISI
iii
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 22
B. Saran .......................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 25
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan Nila (Oreochromis sp.) merupakan salah satu komoditas air tawar yang
bernilai ekonomis tinggi, dimana setiap tahunnya kebutuhan akan benih nila maupun nila
konsumsi terus mengalami peningkatan seiring dengan perluasan usaha budidaya
(Darwisito, 2008). Budidaya ikan nila saat ini telah memperoleh perhatian lebih dimana
kemampuannya yang baik dalam beradaptasi terhadap lingkungannya, memiliki
pertumbuhan yang cepat, serta hanya membutuhkan biaya produksi yang rendah
menjadikannya komoditas unggulan air tawar yang memiliki potensi yang dapat
dikembangkan lebih jauh. Potensi dari budidaya ikan nila ini dinilai dapat mendukung
ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi nasional untuk menunjang kesejahteraan
masyarakat (Darwisito, 2008).
1
B. Tujuan
1. Mengetahui dan mempelajari Teknik Pendederan Ikan Nila (Oreochromis sp.)
menggunakan Sistem Budidaya Ikan Nila dengan Sentuhan Teknologi Kincir Air
(SIBUDIDIKUCIR) di Mina Taruna Garongan, Wonokerto, Turi, Sleman,
D.I.Yogyakarta.
2. Mengetahui permasalahan sekaligus solusi dalam proses pendederan Ikan Nila
(Oreochromis sp.) menggunakan Sistem Budidaya Ikan Nila dengan Sentuhan
Teknologi Kincir Air (SIBUDIDIKUCIR) di Mina Taruna Garongan, Wonokerto,
Turi, Sleman, D.I.Yogyakarta.
3. Memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kerja di Mina Taruna
Garongan, Wonokerto, Turi, Sleman, D.I.Yogyakarta.
C. Manfaat
Melalui pelaksanaan Kerja Lapangan di Mina Taruna Garongan, Wonokerto, Turi,
Sleman, D.I.Yogyakarta ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam
menambah pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan pada teknik pembesaran ikan
nila (Oreochromis sp.).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)
1. Klasifikasi
Ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang saat ini sedang dikembangkan di
Indonesia merupakan spesies ikan nila tetrahibrid yang mana merupakan hasil
persilangan dari empat spesies berbeda (Sucipto dan Prihartono, 2007).
Menurut Sucipto dan Prihartono (2007), Ikan nila merah (Oreochromis sp.)
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Perchomorphi
Sub Ordo : Perchoidae
Famili : Chiclidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis sp.
2. Morfologi
(Arifin, 2016)
Secara morfologi, ikan nila merah (Oreochromis sp.) memiliki bentuk tubuh yang
berbeda dengan kelompok tilapia. Bentuk tubuh ikan nila merah relatif pipih dengan
3
gurat sisi atau Linea lateralis pada ikan memanjang tanpa terputus (Mujalifah et al.,
2018). Ciri-ciri selanjutnya yaitu memiliki punggung yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan kelompok tilapia dan terdapat garis-garis berbentuk memanjang pada sirip
punggung. Selain itu, memiliki mulut yang terletak pada ujung tubuh, memiliki posisi
sirip perut yang terletak pada bagian bawah sirip dada, memiliki jumlah sisik pada garis
rusuk sebanyak 34 buah dengan tipe sisik stenoid yang mirip seperti sisir, serta memiliki
bentuk sirip ekor yang berpinggiran tegak (Arifin, 2016).
Pada ikan nila merah jantan memiliki ukuran tubuh relatif lebih besar jika
dibandingkan dengan ikan nila merah betina. Alat kelamin yang ada pada jantan berupa
tonjolan agak runcing yang menjadi saluran urin dan saluran sperma, sedangkan alat
kelamin pada betina ditunjukkan dengan lubang genital yang terpisah dengan saluran
urin yang terletak di sebelah lubang anus (Sucipto dan Prihartono, 2005).
3. Habitat
Ikan nila merah (Oreochromis sp.) hampir dapat ditemukan pada seluruh perairan
atau lingkungan dengan range toleransi terhadap kualitas air yang sangat tinggi. Hal
tersebut dikarenakan ikan nila merah memiliki kemampuan beradaptasi terhadap
lingkungan sekitar yang sangat baik. Ikan nila dapat hidup pada perairan dengan kisaran
suhu antara 14°C - 38°C, dengan pertumbuhan optimalnya terjadi pada suhu 28°C -
32°C (Arifin, 2016). Selain itu, ikan nila juga dapat hidup mulai dari perairan tawar
hingga perairan payau dengan kadar salinitas maksimal 15 ppm sebagai standar
pertumbuhan optimalnya (Kordi, 1997). Namun kadangkala juga dijumpai hidup pada
perairan payau dengan kadar garam 25 ppm akan tetapi dalam kondisi pertumbuhan
yang tidak optimal. Secara umum, ikan nila biasa tumbuh pada perairan dengan kisaran
pH antara 4-9 dan kadar DO 3-5 mg/liter, serta kadar CO2 kurang dari 15 mg/liter
(Arifin, 2016).
4. Reproduksi
Ikan nila merah (Oreochromis sp.) tergolong ikan yang mudah dalam
berkembangbiak dibandingkan dengan ikan lainnya, hal tersebut dikarenakan ikan nila
merah hampir mampu berkembang biak pada seluruh kondisi perairan (Aidah, 2020).
Pemijahan pada ikan nila merah dapat dilakukan di sepanjang tahun dengan kisaran
kematangan gonad dan kelamin yang dicapai pada kisaran umur 4-5 bulan.
4
Ikan nila merah merupakan jenis ikan mouth breeder yang mana setelah
melakukan pemijahan, telur yang dihasilkan akan dibuahi dan segera diambil oleh
induk betina untuk dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dilakukan pengeraman
(Dailami et al., 2021). Telur-telur tersebut akan menetas pada kisaran 35 hari dalam
mulut ikan nila betina. Ikan nila merah juga merupakan parental fish care yang mana
selama 10-13 hari, larva yang telah menetas akan diasuh oleh induk betina. Dailami et
al. (2021) menyebutkan dalam kondisi terancam, induk betina akan menghisap masuk
anakannya ke dalam mulut dan akan dikeluarkan kembali ketika kondisinya telah aman.
Setelah berumur lebih dari 2 minggu, burayak yang sudah cukup kuat berenang
akan dilepas oleh indukannya untuk mencari makan sendiri. Burayak tersebut bertahap-
tahap akan mengalami pertumbuhan dari burayak menjadi benih, kemudian ke ukuran
juvenil, dan terakhir menjadi dewasa, serta akan mengalami matang gonad dan kelamin
untuk kemudian memasuki waktu pemijahan dan melakukan siklus reproduksi kembali
(Dailami et al., 2021).
a. Pembalikan Tanah
Pembalikan tanah merupakan kegiatan yang dilakukan setelah dasar kolam
telah kering, yang mana pembalikan tanah ini dilakukan dengan mencangkul tanah
dengan kedalaman antara 5-10 cm (Prihatini, 2014). Pembalikan tanah ini bersifat
5
opsional dimana dalam tujuannya sendiri untuk meninggikan pematang dan menutup
kebocoran pada pematang yang mungkin terjadi pada siklus budidaya sebelumnya.
b. Pengapuran
Pengapuran merupakan kegiatan dalam persiapan kolam yang dilakukan
setelah pengeringan kolam dan pembalikan tanah. Prihatini (2014) menyebutkan
bahwa jenis kapur yang biasa digunakan dalam pengapuran merupakan kapur
dolomit dengan dosis 70 gram per m2. Pengapuran ini dilakukan dengan tujuan untuk
membunuh patogen dan hama pembawa penyakit, serta menaikkan pH tanah kolam.
c. Pemupukan
Pemupukan ini merupakan kegiatan yang dilakukan dalam persiapan kolam
yang bertujuan untuk menyuburkan tanah serta menumbuhkan pakan alami pada
siklus budidaya selanjutnya (Hasan et al., 2020). Pemupukan tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk
organik dapat berupa kotoran ayam, kotoran burung puyuh, dan kotoran sapi yang
telah dikeringkan. Sedangkan pupuk anorganik dapat berupa pupuk buatan seperti
pupuk TSP dan Urea.
d. Pengisian Air
Pengisian air pada kolam merupakan tahap terakhir yang dilakukan dalam
persiapan kolam. Pengisian air dilakukan dengan mengisi air pertama sampai dengan
ketinggian 15 – 20 cm dan selanjutnya dibiarkan selam 3 – 4 hari. Hal tersebut
bertujuan untuk menumbuhkan pakan alami pada kolam sebelum kolam siap untuk
ditebar benih ikan (Salsabila dan Suprapto, 2018). Setelah dirasa kolam sudah siap,
selanjutnya kolam diisi air kembali hingga ketinggian yang ditentukan dan kolam
siap untuk ditebar benih ikan.
2. Pendederan
Pendederan merupakan kegiatan pemeliharaan larva atau benih pada suatu
kolam dalam sementara waktu hingga mencapai ukuran tertentu untuk kemudian
dilanjutkan pada pembesaran (Judantari et al., 2008). Pendederan biasanya dilakukan
dalam dua tahap yaitu pada pendederan I melakukan kegiatan pemeliharaan mulai dari
ukuran 1-3 cm dalam kurun waktu 2-3 minggu untuk mencapai ukuran 3-5 cm per ekor.
Kemudian pada pendederan II dilakukannya kegiatan pemeliharaan mulai dari ukuran
3-5 cm (hasil pendederan I) dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu untuk mencapai
6
ukuran 6-8 cm. Tujuan dilakukannya pendederan ini adalah untuk memperoleh ikan
dengan ukuran seragam baik panjang maupun beratnya.
a. Penebaran Larva/Benih
Penebaran benih biasanya dilakukan pada pagi atau sore hari, hal tersebut
dikarenakan pada kisaran waktu tersebut suhu pada kolam masih dalam kondisi
rendah. Benih yang ditebar umumnya berukuran 1-3 cm atau 3-5 cm sesuai dengan
tahap pendederan yang akan dilakukan. Selanjutnya dalam proses penebarannya
perlu dilakukan aklimatisasi yang bertujuan untuk penyesuaian antara benih dengan
lingkungannya, kemudian benih dibiarkan keluar dengan sendirinya ke dalam
kolam (Judantari et al., 2008).
b. Manajemen Pakan
Dalam menunjang keberhasilan dalam pendederan perlu memperhatikan
manajemen pakan yang diterapkan. Pada fase pendederan kombinasi antara pakan
alami dan pakan tambahan berupa pellet perlu diperhatikan. Menurut Judantari et
al. (2008) dalam pemberian pakan pada fase pendederan I sebagian besar
memanfaatkan pakan alami yang tumbuh pada kolam, kemudian diberikan pakan
tambahan berupa tepung pellet. Sedangkan pada pendederan II, pakan utama sudah
beralih ke pellet diberikan sebanyak 3-5% dari berat total benih yang dipelihara.
Frekuensi pemberian pakan dilakukan 2-3 kali sehari pada rentang waktu pagi,
siang, dan sore hari.
7
waring diatas kolam dan pembersihan lingkungan kolam untuk mencegah hewan
pemangsa bersarang di sekitar lingkungan kolam (Ambarwati dan Mujtahidah,
2021).
3. Pemanenan
Pada kegiatan pendederan, panen dilakukan ketika benih mencapai ukuran
gelondong dengan berat per ekornya antara 15-25 gram yang selanjutnya akan
dilanjutkan pada tahap pembesaran. Waktu pemanenan dilakukan setelah benih ikan
nila dipelihara selama kurang lebih 2-2,5 bulan setelah benih ditebar (Ambarwati dan
Mujtahidah, 2021).
Proses pemanenan dilakukan pada kisaran waktu antara pagi dan sore hari
dimana kondisi suhu kolam berada pada di nilai yang rendah. Pemanenan dilakukan
dengan cara mengeringkan kolam secara perlahan, kemudian ikan ditangkap secara
perlahan menggunakan jaring mulai dari arah outlet menuju ke inlet. Setelah itu, ikan
yang telah ditangkap kemudian ditampung pada happa atau waring yang telah disiapkan
sebelumnya pada tempat yang airnya mengalir agar mendapat suplai oksigen yang
terpenuhi (Ambarwati dan Mujtahidah, 2021). Selanjutnya ikan yang telah ditangkap
kemudian dihitung dengan ditakar menggunakan wadah literan, setelah itu diangkut
menuju ke kolam pembesaran yang telah dipersiapkan atau dapat langsung dijual sesuai
dengan permintaan pasar (Judantari et al., 2008).
8
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Kolam
Persiapan kolam merupakan tahap awal yang harus dilakukan dalam melakukan
kegiatan pendederan ikan nila. Persiapan kolam yang dimaksud merupakan persiapan
kolam yang digunakan untuk pemeliharaan benih atau kolam pendederan. Kolam yang
digunakan merupakan kolam semi permanen berbentuk persegi panjang dengan dasaran
tanah dan pematang dari semen dengan rata-rata ukuran luas kolam yaitu 19 x 9 m2.
Persiapan kolam diawali dengan pengeringan kolam yang berlangsung selama 2-3
hari tergantung dengan cuaca dan pengeringan akan dihentikan ketika tanah pada kolam
mulai menunjukkan kondisi retak. Pada saat tahap pengeringan berlangsung, pengeringan
kolam diselingi dengan pembalikan tanah kolam dan perbaikan outlet air pada kolam.
Pembalikan kolam tersebut bertujuan untuk mempercepat terjadinya proses oksidasi serta
membunuh hama dan parasit penyebab penyakit pada kolam.
9
B. Pengapuran Kolam
Pengapuran merupakan tahap selanjutnya yang dilakukan setelah tahap pengeringan
selesai dilakukan. Pengapuran dilakukan dengan tujuan untuk membantu meningkatkan
atau menetralkan nilai pH pada kolam serta membunuh hama dan parasit penyebab
penyakit yang belum sempat terbunuh pada saat proses pengeringan. Kapur yang
digunakan pada tahap pengapuran berupa kapur dolomit dengan penggunaan dosis
berkisar antara 100 - 150 gram/m2.
C. Pengisian Air
Pengisian air dilakukan setelah proses pengapuran selesai dengan memasukkan air
ke dalam kolam setinggi 50 cm dan dibiarkan selama 1-2 hari. Pengisian air pada kolam
dilakukan dengan membuka inlet air yang ada pada kolam dengan sumber air yang berasal
dari aliran air pegunungan. Ketinggian air akan ditambah seiring dengan perlakuan
tambahan pada kolam seperti pemupukan dan penebaran benih. Secara bertahap,
ketinggian air akan ditambah menjadi 80 cm saat penebaran benih pertama dan ditambah
menjadi 100 cm ketika benih yang ditebar telah berumur setidaknya 2-3 minggu.
10
D. Pemupukan Kolam
Pemupukan merupakan tahap selanjutnya yang dilakukan setelah kolam diisi air
dengan ketinggian 50 cm. Pupuk yang digunakan dalam proses pemupukan menyesuaikan
dengan kebutuhan kolam untuk siklus budidaya yang dilakukan. Pada tahap pendederan,
pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi. Penggunaan
pupuk kotoran sapi tersebut diketahui mengandung nutrisi yang dapat dimanfaatkan untuk
menumbuhkan pakan alami dalam kolam yang berguna untuk menyuplai pakan pada benih
ikan nila yang nantinya akan ditebar. Pemupukan dilakukan dengan memasukan pupuk
kotoran sapi pada karung yang telah disiapkan kemudian karung diikat dan dimasukkan
ke dalam kolam. Pupuk kotoran sapi tersebut dimasukkan ke dalam karung bertujuan agar
yang nantinya keluar ke dalam kolam hanya sari pupuknya untuk dimanfaatkan pakan
alami dalam pertumbuhannya. Selain itu, perlakuan pengarungan tersebut juga
mengurangi timbunan ammonia dari kotoran sapi pada kolam. Kemudian kolam
didiamkan selama kurang lebih 1-2 hari untuk memberikan waktu untuk pakan alami pada
kolam tumbuh dengan sendirinya.
E. Penebaran Larva
Setelah proses persiapan kolam selesai dan kolam siap untuk digunakan, selanjutnya
dilakukan penebaran larva ikan nila. Larva ikan nila yang ditebar disesuaikan dengan
ukuran kolam yang telah dipersiapkan. Pada kolam yang berukuran rata-rata 19 x 9 m2,
jumlah larva ikan nila yang ditebar sekitar 30-50 ribu ekor dengan padat tebar pada kolam
tersebut sebesar kurang lebih antara 175 - 234 ekor/m2. Penebaran larva tersebut dilakukan
pada waktu pagi atau sore hari yang mana pada waktu tersebut kolam dalam kondisi suhu
yang relatif rendah atau stabil. Larva ikan nila yang ditebar berasal hasil pembenihan yang
11
dilakukan oleh anggotan Mina Taruna Garongan dan beberapa kali mendatangkan larva
dari Mina Raya.
Sebelum dilakukan penebaran, larva ikan yang berasal dari Mina Raya pada plastik
packing terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi agar larva ikan dapat beradaptasi pada
lingkungannya. Sedangkan larva ikan yang berasal dari hasil pembenihan mandiri anggota
Mina Taruna biasanya diangkut menggunakan ember dan langsung dimasukkan ke dalam
kolam tanpa perlu dilakukan aklimatisasi karena jaraknya yang relatif dekat sehingga suhu
yang berada pada kolam pembenihan sebelumnya mirip dengan suhu yang ada pada kolam
pendederan. Namun dalam penebarannya tidak lantas langsung ditebar ke dalam kolam,
akan tetapi ikan dibiarkan keluar sendiri ke kolam secara perlahan yang bertujuan agar
ikan mengenali lingkungan barunya dan tidak menimbulkan stress pada ikan.
F. Pemeliharaan Larva
Larva yang baru saja ditebar pada kolam pendederan akan dibiarkan selama 3 hari
tanpa pemberian pakan berupa pelet. Pakan yang larva tersebut akan konsumsi pada kolam
selama 3 hari awal yaitu berupa pakan alami yang sudah ditumbuhkan pada proses
persiapan kolam sebelumnya. Pada usia 3 hari awal, pakan alami merupakan pakan yang
paling tepat diberikan karena pada usia 3 hari awal larva ikan nila belum memiliki sistem
pencernaan yang sempurna sehingga masih terbilang kesusahan dalam mencerna
makanan. Oleh karena itu, pakan alami yang ketika dikonsumsi memiliki kandungan
enzim didalam tubuhnya akan membantu proses pencernaan pada larva ikan nila dengan
menguraikan pakan alami yang telah dicerna oleh larva ikan nila. Selanjutnya setelah
berumur lebih dari 3 hari, larva ikan nila akan mulai diberikan pakan berupa pelet yang
dihaluskan untuk menyesuaikan bukaan mulutnya. Pemberian pakan ini akan terus diawasi
secara berkala sampai dengan larva berumur seminggu yang nantinya akan dilanjutkan
12
dengan tahap pendederan setelah berumur seminggu dan tentunya perlu melakukan sistem
pemberian pakan yang berbeda.
G. Pendederan
Setelah larva ikan menginjak umur seminggu, selanjutnya akan dimasukkan dalam
tahap pendederan. Tahap pendederan sendiri akan terbagi menjadi 2 tahap yaitu
Pendederan I dan Pendederan II. Pada pendederan I akan dilakukan tahap pemeliharaan
ikan nila sampai dengan benih ukuran 3-5 cm, sedangkan pada pendederan II akan
dilakukan tahap pemeliharaan ikan nila dari ukuran 3-5 cm mencapai ukuran 6-8
(gelondongan kecil) atau 8-12 (gelondongan besar).
Pemeliharaan pada tahap pendederan I dimulai ketika larva ikan telah memasuki usia
1 minggu yang mana dalam tahap pendederan I ini nantinya ikan nila akan diberikan
makan pelet mulai dari bentuk paling halus hingga bentuk pelet butiran secara perlahan-
lahan dan berkala setiap minggunya. Masa pemeliharaan pada fase pendederan I yaitu
selama kurang lebih 3 minggu. Selanjutnya perkembangan dan pertumbuhan ikan nila
pada tahap pendederan I diamati secara berkala dengan sampling setiap seminggu sekali
pada 30 ekor ikan nila yang diambil dengan menggunakan anco secara acak di beberapa
sudut kolam. Hasil pertumbuhan dan perkembangan benih ikan nila dapat diketahui
melalui Tabel 1.
13
Gambar 9. Sampling Pertumbuhan Ikan Tahap Pendederan I
Setelah benih ikan nila sudah berumur 3 minggu dengan ukuran 3-5 cm per ekor
dapat dilanjutkan ke tahap pendederan II. Pada tahap pendederan II, pemeliharaan ikan
nila dimulai ketika ikan nila telah berukuran 3-5 cm yang merupakan hasil dari pendederan
I yang kemudian dirawat hingga mencapai ukuran gelondongan. Benih ikan nila yang
telah melewati fase pendederan I dapat dibesarkan mencapai gelondongan dengan
pengurangan kepadatan atau tetap dapat dibesarkan dalam satu kolam yang sama dengan
tambahan perlakuan berupa kincir air.
Pemasangan kincir air yang diaplikasikan pada fase pendederan II bertujuan untuk
meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut yang diperlukan ikan. Kincir air yang
digunakan akan menimbulkan pergerakan air dalam kolam dan menghasilkan semburan
aliran air dengan percikan yang kuat yang akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut
pada kolam. Meningkatnya konsentrasi oksigen pada kolam, memungkinkan dalam
penerapan padat tebar yang tinggi pada fase pendederan II. Selain itu, dengan
diaplikasikannya kincir air pada tahap pendederan II dapat mempertahankan jumlah padat
tebar yang digunakan pada tahap pendederan I sehingga dengan padat tebar yang
dipertahankan maka efisiensi penggunaan kolam juga tercapai sehingga produktivitas
pendederan juga bertambah. Berikut spesifikasi kincir air yang digunakan oleh Kelompok
Pembudidaya Ikan Mina Taruna.
14
Tabel 2. Spesifikasi Kincir Air di Mina Taruna
Spesifikasi Keterangan
Merek SL Vannamei
Daya ½ - 1 PK
Roda Kincir 2 - 4 Buah Roda Kincir
Pelampung 2 – 4 Buah Pelampung
Bahan Pelampung Plastik HDPE
Pada fase pendederan II, pakan yang diberikan sudah konsisten menggunakan pellet
yang ditambahkan air untuk melunakkan pakan dan mempermudah untuk dimakan oleh
ikan nila. Masa pemeliharaan pada fase pendederan II yaitu kurang lebih selama 4 minggu
atau 1 bulan dengan ukuran ikan mencapai panjang antara 6-8 cm. Perkembangan dan
pertumbuhan ikan nila nantinya akan diamati secara berkala dengan sampling setiap
seminggu sekali pada 30 ekor ikan nila yang diambil dengan menggunakan anco secara
acak di beberapa sudut kolam. Hasil pertumbuhan dan perkembangan ikan nila dapat
diketahui melalui Tabel 2 berikut.
15
Gambar 11. Sampling Pertumbuhan Ikan pada Tahap Pendederan II
H. Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah ikan nila yang dirawat mencapai ukuran gelondongan
yaitu pada ukuran antara 6-8 cm (gelondongan kecil) atau 8-12 (gelondongan besar)
setelah melewati fase pendederan II. Pemanenan dilakukan pada waktu pagi hari yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya stres pada ikan. Sebelum dilakukan pemanenan,
terlebih dahulu disiapkan jaring hapa pada kolam yang berbeda untuk menampung hasil
panen. Kolam yang akan dipanen kemudian disurutkan airnya dengan membuka outlet
kolam untuk mempermudah penangkapan ikan. Ikan nila yang telah dipanen selanjutnya
dimasukkan ke dalam jaring hapa yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Gambar 12. Proses Pemanenan Gambar 13. Ikan Hasil Panen Pada Hapa
Ikan hasil pemanenan yang telah ditampung ke dalam jaring hapa selanjutnya
dilakukan penyortiran atau grading untuk menyeragamkan ukuran sebelum dipacking.
Peralatan yang digunakan dalam penyortiran ini yaitu menggunakan baskom yang
16
berlubang dengan diameter per lubangnya 5-6 cm yang mana nantinya ikan yang
berukuran dibawah 5-6 cm akan lolos dari bak sortir.
17
pendederan I ini dosis yang digunakan sebesar 10-15% dari bobot biomassa. Sedangkan
pada tahap pendederan II menggunakan dosis pemberian pakan sebesar 5-10% dari bobot
biomassanya.
Bentuk pakan yang diberikan pada tahap pendederan I berupa pelet yang dihaluskan
dengan cara direndam dengan air dan tambahan probiotik yang kemudian ditumbuk hingga
halus. Hal tersebut bertujuan untuk menyesuaikan dengan bukaan mulut ikan yang
terbilang masih kecil. Pemberian pakan halus ini diterapkan selama seminggu pertama
yaitu sampai dengan ikan berumur 10 hari.
Bahan Jumlah
Molase 5L
Gula Jawa 3 kg
Air Kelapa 20-30 L
Air Kedelai 20-30 L
EM4 2 Botol
Yakult 5 Botol
Nanas 5 Buah
Garam 1 Genggam
Air Cucian Beras (Leri) 3L
Air Tambahan Opsional (Tambahan agar 100%)
18
Gambar 18. Pembuatan Probiotik
Kemudian secara perlahan pakan yang diberikan tidak perlu dihaluskan seperti
perlakuan pada seminggu pertama. Sedangkan pada tahap pendederan II, pakan yang akan
diberikan terlebih dahulu direndam dengan air untuk sedikit melunakkan pakan agar lebih
mudah untuk dikonsumsi oleh ikan.
19
J. Manajemen Kualitas Air
Kualitas air merupakan hal yang sangat penting karena dapat mempengaruhi
kelangsung hidup ikan selama masa pemeliharaan. Kualitas air yang baik dapat
menyebabkan ikan tumbuh dengan optimal, sedangkan kualitas air yang buruk dapat
menyebabkan penurunan nafsu makan dan ikan mudah terserang penyakit. Parameter
kualitas air yang seringkali berpengaruh signifikan pada masa pemeliharaan ikan yaitu
suhu, pH, dan oksigen terlarut.
Kisaran
Parameter Standar
Pagi Sore
Suhu (°C) 25,4 – 28,4 25,9 – 28,8 25 – 30
pH 8,19 – 8,97 8,62 – 9,09 6,5 – 8,5
Oksigen Terlarut (mg/l) 5,1 – 7,7 5,7 – 9,7 >5
Berdasarkan data diatas menunjukkan parameter kualitas air yang cukup baik dengan
kisaran nilai suhu dan oksigen terlarut yang optimal, sedangkan pada pH menunjukkan
tingginya nilai pH pada beberapa waktu tertentu. Suhu menunjukkan nilai yang optimal
sehingga sangat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila. Hal tersebut
dikarenakan suhu yang terlalu tinggi akan mempercepat metabolisme ikan sehingga pakan
yang dimakan akan lebih cepat dicerna menjadi feses dibandingkan menjadi daging,
sedangkan jika suhu terlalu rendah maka akan menghambat pertumbuhan karena
memperlambat proses metabolisme tubuh ikan. Kemudian pada oksigen terlarut juga
menunjukkan nilai dari kandungan oksigen terlarut yang tinggi, hal tersebut dikarenakan
adanya suplai tambahan dari kincir air yang digunakan selam fase pendederan II.
20
Burung kuntul seringkali ditemukan pada sore hari hinggap di sekitar kolam
kemudian memangsa ikan nila pada tahap pendederan II. Pencegahan agar burung kuntul
tersebut tidak dapat memangsa ikan nila pada tahap pendederan adalah dengan
pemasangan waring pada bagian atas kolam, hal tersebut terbukti efektif karena pada satu
waktu ditemukan burung kuntul terjerat waring dalam keadaan mati di waktu pagi harinya.
Kemudian bulus ditemukan sekali pada kolam pendederan I yang mana telah memangsa
beberapa benih ikan nila yang terdapat pada kolam tersebut. Pengendaliannya dengan
melakukan pengangkatan bulus secara mandiri menggunakan jaring dari dalam kolam
ketika hewan tersebut menampakkan diri. Terakhir yaitu larva capung ditemukan pada
tahap pendederan I , lebih tepatnya ketika larva masih berumur 1 minggu. Larva capung
tersebut memangsa larva ikan nila yang memiliki ukuran tubuh lebih kecil daripada larva
capung. Cara pengendaliannya adalah dengan memasang waring pada bagian atas kolam
dan menebarkan 1-5 ekor ikan nila ukuran gelondongan pada kolam pendederan untuk
memangsa larva capung tersebut.
Selain ditemukannya hama, juga ditemukan kompetitor dalam hal makanan yang
mempengaruhi Feeding Rate di lingkungan perairan kolam pemeiharaan pada tahap
pendederan. Beberapa jenis kompetitor yang ditemukan yaitu ikan wader pari (Rasbora
argyrotaenia), ikan nilem (Osteochilus vittatus), dan beberapa ikan dari genus Poecilia
seperti guppy dan moly liar. Para kompetitor tersebut masuk ke dalam kolam melalui inlet
air yang selama 24 jam terus dibuka untuk sirkulasi air baru. Cara penanggulangannya
adalah memasang jaring pada saluran inlet air masuk kolam sehingga benih atau ikan
kompetitor tersebut tidak dapat memasuki kolam pemeliharaan.
21
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Teknik pendederan ikan nila menggunakan Sistem Budidaya Ikan Nila dengan
Sentuhan Teknologi Kincir Air terbukti mampu memberikan dampak berupa efisiensi
lahan atau kolam. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak diperlukannya penjarangan atau
pengurangan kepadatan pada perpindahan tahap pendederan I ke tahap pendederan II
karena kebutuhan akan konsentrasi oksigen terlarut dalam kolam terpenuhi dengan adanya
kincir air yang mana menunjukkan nilai konsentrasi oksigen terlarut antara 5,1 – 9,7 mg/L,
sehingga dari sini dapat disimpulkan juga penggunaan kincir air dapat meningkatkan
produktivitas ikan nila pada tahap pendederan.
Selain itu penerapan metode pakan yang berbeda sesuai dengan tahap pendederan
yang dilakukan dapat dikatakan berhasil dalam mempercepat pertumbuhan dan
menyeragamkan ukuran ikan nila saat panen akhir. Akan tetapi penyerapan pakan yang
terjadi pada tahap pendederan ini seringkali terpengaruhi oleh kompetitor berupa beberapa
jenis ikan yang masuk melalui inlet air ke kolam, sehingga penggunaan pakan antara 1
kolam dengan kolam lainnya untuk menghasilkan ukuran yang sama membutuhkan
penyerapan pakan yang berbeda.
B. Saran
Sebaiknya dalam persiapan kolam awal juga memastikan inlet air yang masuk ke
setiap kolam dipasang pembatas atau penyaring untuk memastikan agar beberapa jenis
ikan yang sudah disebutkan sebelumnya tidak masuk ke dalam kolam pendederan dan
menjadi kompetitor dalam hal penyerapan pakan sehingga efisiensi penggunaan pakan
akan lebih tercapai.
22
DAFTAR PUSTAKA
Aidah, S.N. 2020. Mudahnya Budidaya Ikan Nila. KBM Indonesia. Bantul.
Ambarwati, N., dan T. Mujtahidah. 2021. Teknik pembenihan ikan nila (Oreochromis
niloticus) di laboratorium pengujian kesehatan ikan dan lingkungan ambarawa
kabupaten semarang, jawa tengah. Marine, Environment, and Fisheries Journal,
2(1) : 16 – 21.
Arifin, M.Y. 2016. Pertumbuhan dan survival rate ikan nila (Oreochromis sp.) strain merah
dan strain hitam yang dipelihara pada media bersalinitas. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, 16(1) : 159 - 166.
Dailami, M., A. Rahmawati, D. Saleky, A.H.A. Toha. 2021. Ikan Nila. Brainy Bee. Malang.
Kordi. 1997. Budidaya Air Payau. Effhar dan Dahara Prize. Jakarta Barat.
Mujalifah, H. Santoso, S. Laili. 2018. Kajian morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus)
dalam habitat air tawar dan air payau. Jurnal Ilmiah BIOSAINTROPIS, 3(3) : 10
– 17.
Prihatini, E.S. 2014. Manajemen kualitas air pada pembesaran ikan nila salin (Oreochromis
aureus x niloticus) di instalasi budidaya air payau kabupaten lamongan. Grouper
Faperik, 1 – 6.
Salsabila, M., dan H. Suprapto. 2018. Teknik pembesaran ikan nila (Oreochromis niloticus) di
instalasi budidaya air tawar pandaan, jawa timur. Journal of Aquaculture and Fish
Health, 7(3) : 118 – 123.
Sucipto dan Prihartono. 2005. Pembesaran Nila Merah Bangkok. Penebar Swadaya. Jakarta.
23
Sucipto dan Prihartono. 2007. Pembesaran Nila Hitam Bangkok Di Karamba Jaring Apung,
Kolam Air Deras, Kolam Air Tenang dan Karamba. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sukardi, P., P.H.T. Soedibya, T.B. Pramono. 2018. Produksi budidaya ikan nila (Oreochromis
niloticus) sistem bioflok dengan sumber karbohidrat berbeda. Asian Journal of
Innovation and Entrepreneurshi, 3(2) : 198 - 203.
24
LAMPIRAN
25