Oleh:
NPM : E1C020063
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh
Jepri Suanto
E1C020063
Laporan ini dibuat sebagai syarat lulus mata kuliah Kerja Lapang (KL)
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing dan Kordinator mata kuliah Kerja Lapangan
Mengetahui
Koordinator Mata Kuliah Dosen Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
iii
JEPRI SUSANTO
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN.......................................................................................3
2.1 Sejarah BPTU-HPT Padang Mengatas.............................................................................3
2.2 Alamat BPTU-HPT Padang Mengatas.............................................................................4
2.3 Area BPTU-HPT Padang Mengatas.................................................................................5
2.4. Struktur Organisasi BPTU-HPT Padang Mengatas........................................................6
2.4. Visi dan Misi...................................................................................................................8
2.5 Populasi Ternak................................................................................................................8
BAB III PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN................................................................13
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan KL..............................................................................13
3.2 Pakan.............................................................................................................................13
3.2.1 Hijauan.....................................................................................................................14
3.2.2 Konsentrat................................................................................................................18
3.3. Body Condition Score (BCS).........................................................................................19
3.4. Ukuran Tubuh................................................................................................................23
3.5 Kesehatan Ternak...........................................................................................................23
3.5.1 Pencegahan..............................................................................................................23
3.5.2. Monitoring..............................................................................................................24
3.5.3 Pengobatan...............................................................................................................25
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................30
4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................30
4.2 Saran...............................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................31
LAMPIRAN.............................................................................................................................32
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha pembibitan ternak potong menjadi sangat penting untuk dikembangkan di
Indonesia sebagai upaya pemenuhan kebutuhan sumber protein hewani berupa daging, yang
mana sebagian besar masih impor dari negara lain. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
impor daging sapi di Indonesia mencapai senilai US$785,1 5 juta dengan volume 211,43 ribu
ton pada 2021. Berdasarkan nilainya, impor daging sapi mengalami kenaikan 26,51% dari
tahun 2020 yang sebesar US$585,99 juta. Pengembangan skala usaha peternakan baik secara
intensif maupun ekstensif sangat berpengaruh terhadap peningkatan mutu produksi
peternakan sebagai upaya menurunkan nilai impor daging di Indonesia. Perbaikan mutu bibit
ternak sapi potong dan penyediaan bahan pakan yang mencukupi menjadi salah satu langkah
upaya dalam memperbaiki kualitas peternakan di Indonesia sehingga kenaikan akan
kebutuhan protein hewani berupa daging sapi dapat di seimbangi.
Upaya pengembangan bibit sapi potong di Indonesia merupakan langkah strategis
dalam penyediaan bibit sapi skala nasional di masa mendatang dalam rangka menghadapi era
perdagangan bebas dan mengurangi ketergantungan impor. Salah satu instansi pemerintah
yaitu Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTUHPT) Padang
Mengatas merupakan salah satu balai yang menaungi pembibitan ternak unggul yang
berfungsi fungsi sebagai lembaga penyediaan bibit ternak unggul dan tanaman pakan ternak
dengan berfokus mengembangkan bibit sapi potong jenis Limousin, Simental, Belgian Blue
dan juga sapi Pesisir yang merupakan sapi asli dari Sumatera Barat. Keberhasilan dalam
usaha pemeliharaan ternak sapi potong di BPTU-HPT Padang Mengatas tidak terlepas dari
manajemen pemeliharaan yang diterapkan. Pemeliharaan sapi di BPTU-HPT Padang
Mengatas mengadopsi sistem Pemeliharaan Intensif dan sistem Pemeliharaan ekstensif, yang
mana kedua sistem Pemeliharaan ini memiliki perbedaan dalam hal penyediaan maupun
pemberian bahan pakan pada ternak. Perbedaan sistem Pemeliharaan ini diduga memberikan
respon produktivitas ternak sapi potong yang berbeda.
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor
genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai
pengaruh paling besar sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik
ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan
kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang besar
terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang terbesar
1
dalam usaha peternakan. Biaya pakan menyumbang biaya produksi yang mencapai 60-80%
dari keseluruhan biaya. Pakan utama ternak ruminansia adalah hijauan yaitu sekitar 60-70%
(Supriyantono, 2020). Ketersedian akan pakan hijauan ini tentunya memiliki perbedaan
antara sistem pemeliharaan Ekstensif dan intensif, sehingga respon produktivitasnya pun
akan memiliki perbedaan. Mengacu pada hal tersebut maka perlu diketahui perbedaan
produktivitas ternak sapi potong sebagai evaluasi manajemen pemberian pakan pada sistem
pemeliharaan kandang ekstensif dan intensif di BPTU-HPT Padang Mengatas. Salah satu
metode penilaian untuk mengevaluasi manajemen pemberian pakan yaitu Body Condition
Score (BCS). BCS digunakan untuk mengevaluasi manajemen pemberian pakan, menilai
status kesehatan individu ternak dan membangun kondisi ternak pada waktu manajemen
ternak yang rutin (Susilorini, et al., 2007)
Berdasarkan uraian diatas penting untuk mengetahui manajemen pakan pada sistem
pemeliharaan yang berbeda di BPTU-HPT Padang Mengatas, Payakumbuh Sumatera Barat
sebagai bahan belajar dan evaluasi mahasiswa dalam upaya meningkatkan kualitas
peternakan yang berkelanjutan di Indonesia pada kegiatan kerja lapang.
1.2 Tujuan
a. Untuk memenuhi 1 sks yang telah ditetapkan oleh jurusan sebagai agenda wajib
kuliah jurusan peternakan
b. Menambah serta mengembangkan ilmu yang telah didapatkan di perkuliahan yang
biasanya hanya berbentuk teori
c. Mengetahui dan mengamati secara langsung permasalahan permasalahan di lapangan
yang biasa dihadapi oleh peternak
d. Mendapatkan bekal pengalaman bekerja dengan berpartisipasi langsung dalam kegiatan
di BPTU-HPT Padang Mengatas
e. Membengun soft skill positif untuk menghadapi dunia kerja serta dapat menganalisis
f. Melihat perbedaan BCS sapi potong pada sistem pemeliharaan yang berbeda di BPTU-
HPT Padang Mengatas
2
BAB II
DESKRIPSI PERUSAHAAN
3
kerja meliputi seluruh provinsi di Indonesia dengan memfokuskan pembibitan sapi jenis
Simental dan Limosin.
4
2.3 Area BPTU-HPT Padang Mengatas
Luas areal BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu 280 ha yang terdiri 10 ha lahan kebun
rumput potong, 59 ha areal rumah dinas, jalan, masjid dan perkantoran dan 211 ha lahan
pastura yang terbagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah barat dan wilayah timur, yang mana
untuk wilayah barat terdapat 1-23 plot untuk pemeliharaan sapi Simental dan limousine, dan
selanjutnya wilayah timur terbagi menjadi plot A-F yang diperuntukan untuk sapi pesisir
(tabel 1).
Tabel 1. Luas kebun rumput potong di BPTUHPT Padang Mangatas
Plot Wilayah Barat Plot Wilayah Timur
Luas Fungsi Luas plot Fungsi
Plot Plot
plot (ha) (ha)
I 5,1 Induk Bunting A 9,19 Sapi pesisir
II Lereng 3,3 Induk Bunting B 0,45 Sapi pesisir
III B (KA) 0,47 IA C 4,6 Sapi pesisir
IV B 1,13 HPL VII Timur 4,66 Induk Anak
VI 2,29 IA XIII Timur 4,1 kosong
VIII 5,09 Induk Anak XIV Timur 6,4 Kosong
IX 5,6 Induk Anak XV Timur 8,7 Kosong
X 5,65 Induk Anak XVII Timur 10,8 Kosong
XII A 5,6 Induk Bunting XVIII Timur 10,63 Kosong
XII B 7,6 Induk Bunting D 14,8 Sapi pesisir
XIII 5,5 Induk Anak E 5,58 Sapi pesisir
XIV 6,09 Induk Anak F 1-2 7,5 Sapi pesisir
XV 6,09 Induk Anak F3 6,19 Sapi pesisir
XVI 3,6 - F4 5,95 Sapi pesisir
XVII 5,43 Induk Anak plot sekitar kandang 1,19 HPL
5
BPTU-HPT Padang Mengatas terbagi menjadi dua yaitu lahan bagian timur dan bagian barat.
Lebih jelas berikut ini dapat dilihat layout peta BPTUHPT Padang Mangatas dapat pada
gambar 2.
6
KEPALA BALAI
Ir. Dani Kusworo, Spt, MSi
KASUBAG TATA
USAHA
drh. Indahwati, MP
KELOMPOK FUNGSIONAL
BPTU HPT Padang mengatas saat ini dipimpin oleh Ir.Dani Kusworo, S.Pt, M.Si,
Kepala subbagian Tata Usaha yaitu drh. Indahwati, MP. Kepala subbagian pelayanan teknis
yaitu drh Darwis, MPI, Kepala subbagian informasi dan jasa produksi yaitu Multiviza
Muslim S.Pt., dan selanjutnya kepala subbagian prasarana dan sarana ialah Jumadi, SP.
Kemudian terdapat kelompok jabatan fungsional yang terbagi menjadi tiga yaitu koordinator
Wasbitnak, koordinator Wastukan. dan koordinator Paramedik Veteriner.
Setiap jabatan dan jajaran masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab
tersendiri dalam membangun dan mewujudkan tujuan dari BPTU_HPT Padang Mengatas.
Tujuan dan fungsi BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu :
1. Penyusunan program, rencana kerja, dan anggaran, pelaksanaan kerjasama, serta
penyiapan evaluasi dan pelaporan
2. Pelaksanaan pemeliharaan, produksi dan pemuliaan bibit ternak unggul
3. Pelaksanaan uji performance dan uji zuriat ternak unggul
4. Pelaksanaan recording pembibitan ternak unggul
5. Pelaksanaan pelestarian plasma nutfah
7
6. Pelaksanaan pengembangan bibit ternak unggul
7. Pemberian bimbingan teknis pemeliharaan, produksi dan pemuliaan bibit ternak unggul
8. Pemeliharaan dan pemeriksaan kesehatan hewan, dan pelaksanaan diagnosa penyakit
hewan
9. Pelaksanaan pengawasan mutu pakan ternak
10. Pengelolaan pakan ternak dan hijauan pakan ternak
11. Pemberian informasi, dokumentasi, penyebaran dan distribusi hasil produksi bibit ternak
unggul bersertifikat dan hijauan pakan ternak
12. Pelaksanaan evaluasi kegiatan pembibitan ternak unggul dan hijauan pakan ternak
unggul
13. Pemberian pelayanan teknis pemeliharaan bibit ternak unggul
14. Pemberian pelayanan teknis pemuliaan dan produksi bibit ternak unggul
15. Pengelolaan prasarana dan sarana teknis
16. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga BPTU HPT Padang Mengatas
2.4.2 Misi
1. meningkatkan populasi sapi potong
2. meningkatkan produksi dan produktifitas bibit sapi potong
3. menyediakan biobit sapi potong yang bersertifikat
4. melakukan distribusi bibit sapi potong unggul
5. meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparatur dan pelaku usaha sapi potong
6. melaksanakan pelayanan dan teknis di bidang sapi potong
7. menerapkan inovasi teknologi sapi potong
8
penanggungjawab recording populasi ternak di BPTU-HPT Padang Mengatas jumlah
populasi dapat dlihat pada tabel populasi di bawah ini yaitu :
Tabel 2. Populasi ternak di BPTU-HPT Padang Mangatas (Desember 2022)
Dewasa Muda Anak Jumlah
Bangsa Sapi J B J B J B
Simmental 12 263 13 1 42 77 408
Limousin 10 194 8 12 29 22 275
Pesisir 8 208 29 41 87 87 460
Belgian Blue 1 7 0 0 0 1 9
Simmental BB 1 12 0 0 3 2 18
Limousin BB 0 3 0 0 0 2 5
Jumlah 32 687 50 54 161 191 1175
Sistem perkawinan Inseminasi buatan merupakan teknik deposisi semen kedalam organ
reproduksi betina dengan menggunakan alat bantu untuk tujuan menghasilkan betina bunting
tanpa melalui proses perkawinan alami. Sebelum petugas inseminator melakukan Inseminasi
terlebih dahulu dilakukan monitoring atau pemantauan terhadap ternak betina yang berahi.
Pengamatan birahi dilakukan pada setiap ekor induk sapi. Pengamatan dapat dilakukan setiap
hari pada waktu pagi dan sore hari dengan melihat gejala birahi secara langsung. Birahi
berlangsung sekitar 18 jam dengan siklus rata-rata 21 hari. Pengamatan birahi merupakan
faktor yang paling penting,karena jika gejala birahi telah terlihat maka waktu petugas
inseminator dapat melakukan Inseminasi. Berikut dibawah ini gambar petugas inseminator
saat melakukan Inseminasi.
9
Gambar 4. Inseminator melakukan Inseminasi
Setelah 21 hari (hari ke 18-23) dari perkawinan, dilakukan pengamatan birahi kembali
dan apabila tidak ada gejala birahi hinggga dua siklus (42 hari) berikutnya,kemungkinan sapi
induk tersebut berhasil bunting. Untuk meyakinkan bunting tidaknya, setelah 60 hari sejak di
kawinkan, dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan palpasi rektal, yaitu adanya
pembesaran uterus seperti balonkaret (10-16 cm) dan setelah hari ke 90 sebesar anak tikus
(Boothby and Fahey,1995). Setelah diagnosis pemeriksaan kebuntingan telah dilakukan, pada
ternak yang tidak bunting akan dilakukan singkronisasi estrus dengan melakukan
penyuntikan prostaglandin dosis 5 ml/ekor, kemudian setelah itu akan di lakukan pemantauan
berahi hingga 10 hari kedepan. Jika dalam 10 hari kedepan ternak tetap tidak berahi maka
akan dilakukan penyuntikan prostaglandin dengan penambahan dosis menjadi 10 ml/ekor.
Dibawah ini dapat dilihat gambar palpasi rektal
10
sifat dari kedua tetuanya juga dapat memperpendek interval generasi sehingga perbaikan
mutu genetik ternak lebih cepat diperoleh. Selain itu, dengan TE seekor betina unggul yang
disuperovulasi kemudian diinseminasi dengan sperma pejantan unggul dapat menghasilkan
sekitar 40 ekor anak sapi unggul dan seragam setiap tahun, bila dibandingkan dengan
perkawinan alam atau IB hanya mampu melahirkan 1 ekor anak sapi pertahun. Bahkan bisa
dibuat kembar identik dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan teknik “Cloning”.
Teknologi TE juga dapat membuat jenis kelamin (jantan atau betina) anak sapi yang
diinginkan.
Pada sapi pesisir BPTU-HPT Padang Mengatas menerapkan sistem perkawinan alami
dikarenakan tidak adanya jenis straw sapi pesisir, selanjutnya petugas koordinator sapi pesisir
mengemukakan bahwa perkawinan alami yang diterapkan salah satunya juga untuk
melakukan pemurnian genetik pada sapi pesisir hingga menghasilkan keturunan kelima. Sapi
pejantan 2-3 ekor dilepaskan pada kelompok sapi betina, sehingga sapi pejantan dapat
mengawini betina berahi dengan bebas. Kapasitas areal Padang gembala yang luas dan dapat
di gembala hingga ratusan ekor betina dan beberapa pejantan, yakni hingga 60-100ekor induk
dengan 2-3 pejantan (rasio betina: pejantan 100:3 dengan memperolehhijauan pakan rumput
atau tanaman hutan. Dapat dilihat pada gambar 6 kelompok sapi pesisir.
11
BAB III
PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN
WASBITNAK
PEMBIMBING
NAMA KESEHATAN
LAPANGAN PRODUKSI PAKAN EVALUASI
PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN HEWAN
DAN
SAPI EKSOTIK SAPI PESISIR
PEMULIAAN
3.2 Pakan
Pakan adalah semua yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu
kesehatannya. Pada umumnya pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan yang meliputi
kuantitatif, kualitatif, kontinuitas serta keseimbangan zat pakan yang terkandung di
dalamnya. Menurut Hartanto, (2008), pakan merupakan aspek yang penting karena 70% dari
total biaya produksi adalah untuk pakan. Pakan merupakan sumber energi utama untuk
pertumbuhan dan pembangkit tenaga bagi ternak. Makin baik mutu dan jumlah pakan yang
diberikan, makin besar tenaga yang ditimbulkan dan makin besar pula energi yang tersimpan
dalam bentuk daging.
Jenis pakan yang diberikan pada sapi potong di BPTU-HPT Padang Mengatas
berdasarkan jenisnya meliputi pakan hijauan dan konsentrat. Baik pakan hijauan maupun
konsentrat pemberiannya harus dapat untuk memenuhi beberapa kebutuhan ternak sebagai
berikut:
1. Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan
dalam jumlahminimal. Pada hakekatnya kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan
sejumlah minimal nutrienuntuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan kondisi
tubuh ternak. Kebutuhan tersebutdigunakan untuk bernapas, bergerak, dan pencernaan
makanan.
12
2. Kebutuhan untuk pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak
sapi untukproses pembentukan jaringan tubuh dan menambah berat badan.
3. Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi untuk
proses reproduksi, misalnya kebuntinga. Pemberian pakan dimaksudkan agar sapi dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus untuk pertumbuhan dan reproduksi. Pada
umumnya, setiap sapi membutuhkan pakan berupa hijauan.
3.2.1 Hijauan
Pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya
merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan ternak
ruminansia. Hal ini disebabkan hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari hijauan
dengan konsumsi segar perhari 10-15 % dari berat badan (BB), sedangkan sisanya adalah
konsentrat dan pakan tambahan (feed supplement). Jenis pakan hijauan di BPTU-HPT
Padang Mengatas berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi tiga yaitu hijauan potong
(Penicetum purpureum, Rumput benggala), hijauan pastura (Bracharia decumbens, star
grass, stylosanthes) dan hijauan legume (Indigofera zolingeriana, Centrosema
pubiscens).
Penyediaan pakan ternak berupa HPT di BPTU HPT Padang Mangatas terbagi
menjadi 2 tipe untuk hijauan yaitu cut and carry dan sistem pengembalaan. Pemberian
pakan yang menggunakan sistem cut and carry dilakukan dengan cara pemberian
langsung rumput potong yang sudah dicacah ke ternak-ternak yang dikandangkan
sedangkan sistem pengembalaan yaitu ternak digembalakan di padang penggembalaan
dengan sistem rotasi grazing.
Pada pemeliharaan kandang intensif Pakan hijauan diberikan dalam dua bentuk
yaitu Pakan hijauan segar dan hijauan olahan berupa silase. Pakan hijauan segar seperti
rumput potong rumput gajah (Penicetum Purpureum) diberikan pada sapi dalam bentuk
cacahan yang diberikan pada pagi dan sore hari setelah pemberian pakan konsentrat
sebanyak 10 % dari bobot badan ternak. Untuk pencacahan rumput dengan menggunakan
mesin pencacah (cowper) dengan tujuan untuk memudahkan sapi dalam
mengkonsumsinya dan serta dapat terpenuhinya nutrisi gizi pada ternak. Selain hijauan
potong Penicetum Purpureum, juga diberikan hijauan legume Indigofera Zolingeriana
dalam jumlah yang sedikit yaitu sekitar 3-4 % dari bobot badan ternk. Berikut dibawah
ini gambar pemberian hijauan segar pada ternak.
13
Gambar 7. Pemberian hijauan segar
Pada pemeliharaan ekstensif atau padang gembala jenis pakan hijauan yang di
gunakan adalah rumput pastura yang tahan akan renggutan dan injakan, yaitu seperti
rumput Bracharia Decumbens, Axonopus Compresuss, Star Grass dan sebagian kecil
legume rambat yang tumbuh tidak disengaja seperti Centrosema Pubiscens. Pada
pemeliharaan Padang gembala ini, sapi memiliki akses untuk mengkonsumsi rumput
tidak terbatas atau selalu tersedia (ad libitum) sehingga sapi bebas memilih jenis rumput
yang akan dimakan. Frekuensi pemberian hijauan yang lebih sering dilakukan dapat
meningkatkan kemampuan sapi itu untuk mengonsumsi ransum dan juga meningkatkan
kencernaan bahan kering hijauan, peningkatan kecernaan bahan kering ransum akan
menambah jumlah zat-zat gizi yang dapat dimanfaatkan untuk produksi, termasuk
pertumbuhan (Siregar, 2008).
Pada lahan pastura setiap kelompok sapi memiliki 6-8 Paddock berdasarkan jumlah
populasi ternak sebagai Padang gembala dan dilakukan rotasi secara berkala sesuai
dengan ketersediaan hijauan, populasi ternak dan aspek lainnya. Dengan pemeliharaan
sistem gembala seperti ini sapi -sapi akan selalu memiliki ketersediaan akan rumput,
setelah ketersediaan rumput pada Paddock berkurang ternak akan di giring ke Paddock
selanjutnya sesuai jadwal, kemudian Paddock bekas tersebut segera di lakukan
peremajaan menggunakan mesin rotashleser sehingga rumput dalam Paddock tersebut
akan memiliki tinggi dan umur panen yang sama. Berikut dibawah ini gambar ternak di
Padang gembala.
14
Gambar 8. Ternak di Padang gembala
Komposisi botani yang terdapat pada padang penggembalaan pun beragam di
setiap paddocknya, tidak hanya jenis rumput (Graminae) saja yang tumbuh pada padang
penggembalaan, namun terdapat juga jenis legum (Leguminosa) dan gulma yang
tumbuh. Rumput utama yang ditanam pada padang penggembalaan yaitu rumput BD
(Brachiaria decumbens), rumput benggala (Panicum maximum) dan rumput star grass
(Cynodon dactylon), jenis rumput tersebut mempunyai daya tahan terhadap renggutan
serta tahan dari pijakan, sehingga tidak mudah rusak serta memiliki perawatan yang
cukup mudah. Jenis legum (Leguminosa) yang tumbuh antara lain yaitu Stylo
(Stylosanthes guianensis) dan (Centrosema pubescens). Keragaman tanaman atau
komposisi botanis serta informasi kandungan nutrisi hijauan pada pastura dan lahan
hijauan potong di BPTU-HPT Padang Mengatas dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Nutrisi Hijauan Segar (Kanisius, 1979)
N Kandungan Nutrisi (%)
Spesies Hijauan
o BK PK SK Lemak Abu BETN
1 Rumput gajah 18,98 10,19 34,15 1,64 11,73 42,29
2 Rumput Brach Decumbens 16,98 11,42 27 2,14 10,78 48,66
3 Rumput Benggala 17,5 18,37 27,4 3,81 13,08 37,34
4 Stylosanthes 18,8 16,62 36,45 1,59 7,06 38,28
5 Centrosema 19,27 19,61 35,54 1,2 8,22 35,43
6 Indigofera 86,79 24,81 14,34 4,52 5,1 *
7 star grass 37,77 12,28 40,58 1,42 6,53 *
Selain diberikan dalam bentuk segar, hijauan juga diberikan dalam bentuk pakan
olahan berupa silase. Pakan hijauan silase hanya diberikan pada pemeliharan intensif
untuk sapi anakan periode lepas sapi sebagai langkah untuk membiasakan ternak
terhadap pakan olahan serta membangun ekologi rumen pada anakan sapi lepas sapih.
Silase di buat sebagai bahan pakan cadangan dan tambahan ketika hijauan segar sulit
15
untuk didapatkan. Dalam proses pembuatannya di BPTU-HPT Padang Mengatas silase
di buat dari campuran 97% dari hijauan segar Penicetum Purpureum (atau jenis rumput
lain) yang sebelumnya sudah diangin-angingkan terlebih dahulu untuk mengurangi kadar
air pada rumput, 2 % terdiri dari campuran konsentrat dan sisanya terdiri dari molases
atau M4 peternakan. Tujuan pemberian molases dalam pembuatan silase antara lain:
mempercepat pembentukan asam laktat, mempercepat penurunan pH sehingga mencegah
terbentuknya fermentasi yang tidak dikehendaki dan merupakan suplemen tambahan
untuk zat gizi dalam hijauan yang digunakan (Hapsari dkk., 2014). Sebelum diberikan
silase terlebih dahulu diangin-anginkan untuk tujuan mengurangi bau amonia. Dapat
dilihat pada gambar 9 dibawah ini pemberian silase
Silase merupakan bahan pakan ternak yang lebih mudah dicerna daripada rumput
tanpa diolah terlebih dahulu. Sebagian besar pencernaan dan penyerapan nutrisi terjadi di
usus halus. Enzim di usus halus memecah molekul nutrisi yang kompleks menjadi
molekul yang lebih sederhana. Karbohidrat dipecah menjadi gula sederhana
(monosakarida), lemak menjadi asam lemak dan monogliserida, asam nukleat menjadi
nukleotida dan protein menjadi asam amino (Dijkstra, 2005). Pemberian silase dilakukan
16
pada pagi dan sore hari dalam jumlah yang sedikit yaitu sekitar 3-4 % dari bobot badan
ternak.
3.2.2 Konsentrat
Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis pakan
komplit yang dibuat khusus untuk meningkatkan laju produksi. Mudah dicerna, karena
terbuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein
jenis bungkil, kacang-kacangan,vitamin dan mineral). Pemberian konsentrat perlu
diberikan pada ternak untuk meningkatkan produksinya, dengan pemberiaan dan
komposisi yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ternak. Pemberian konsentrat pada
ternak sapi diberikan pada pagi hari sebanyak 1-3 % dari BB (bobot badan). Berikut
dibawah dapat dilihat gambar pemberian konsentrat
Indukan
Persentase KA PK LK Ca P
Abu TDN NDF
3% BB 14% 12% 6% 0,80% 0,60% 12% 65% 35%
17
Hasil penelitian Mulyanti (2021) Pemberian konsentrat dengan kadar protein kasar
11,82% dan TDN 66,74% sebanyak 0,5% dan 1% dari bobot badan pada sapi induk PO
dan sapi induk silangan Simmental – PO dapat memperbaiki BCS sapi induk. Pemberian
konsentrat dengan kadar protein kasar 11,82% dan TDN 66,74% sebanyak 1 % dari
bobot badan dapat dianjurkan untuk sapi induk PO dan sapi induk silangan Simmental –
PO pada saat menjelang dikawinkan. Dapat dilihat pada tabel 7 bahwa PK 12 dengan
nilai TDN 65% maka tidak heran saya mendapati sapi-sapi di lapangan memiliki rata-
rata BCS 3 dari skala 1-5.
Anakan
Tabel 8. Kandungan Nutrisi Konsentrat Nutrifeed Sapi Pedet
Probioti
Mineral
L k
Persentase KA PK SK Abu TDN Ca P
K Herbal
Vit
vit
14 4 12
2-3% 16% 14% 20% 1,00% 0,60% +++ +++
% % %
Hasil penelitian Kurnianto dan Nurhayati (2017) memperoleh sapi yang diberikan
pakan konsentrat PK 13% sebanyak 1% dari berat badanmenghasilkan pertambahan
berat badan harian sebesar 0,56 kg/ekor/hari. Ngadiyono et al. (2008) dan Santi (2008)
mengungkapkan bahwa sapi yang diberi konsentrat PK 13,10%; TDN 72,5% dan PK
19,38% TDN 60,54 memperoleh PBB 0,87 kg/ekor/hari dan 0,67 kg/ekor/hari pada sapi
PO. Jumlah protein kasar pada konsentrat anakan lebih tinggi daripada konsentrat untuk
indukan, hal ini bertujuan mamacu pertumbuhan anakan karena performan anakan salah
satunya dipengaruhi oleh nutrisi, sehingga kualitas pakan anakan harus diperhatikan
untuk mendapat pertumbuhan yang baik.
19
Tabel 8. BCS Sapi di BPTUHPT Padag Mangatas
Kandang Intensif Kandang Ekstensif
N
Jenis
O Kode Ear Tag Jenis Sapi BCS Kode Ear Tag BCS
Sapi
1 BV. 18 Limousin 4 01.02.19 Simental 4
2 326 Simental 4 11.08.18 Simental 4
3 14.09.19 Limousin 4 30.12.19 Simental 3
4 7079 Simental 5 12.07.18 Simental 3
5 S. 176 Simental 4 06.02.19 Simental 3
6 778 Limousin 4 C.4428 Simental 4
7 7087 Simental 4 27.07.18 Limousin 4
8 BB. 1937 Simental 3 PKM 0055 Simental 4
9 BB. 1953 Simental 4 BV. 45 Limousin 4
10 BB. 1833 T Simental 4 18.03.16 Simental 4
11 BB. 1954 Simental 3 7124 Limousin 4
12 PKM 0054 Limousin 3 07.10.18 Simental 3
13 7118 Limousin 4 31.06.18 Simental 3
14 BV 39 Limousin 3 08.07.16 Limousin 3
15 PKL. 0499 Limousin 4 71 Simental 3
16 BV 24 Simental 3 7020 Simental 4
17 1634 Simental 3 7116 Simental 4
18 BV 87 Simental 3 366 Simental 5
19 1630 Simental 2 S 124 Simental 5
20 47 Simental 2 C 578 Simental 4
Dari tabel diatas dapat dimuat kembali pada tabel yang lebih sederhana agar mudah
dipahami.
Tabel 9. BCS Sapi di BPTUHPT Padag Mangatas
Body Condition Score
No Bangsa Sapi
Padang Pengembalaan Kandang
1 Eksotik (Simmental,Limousin) 3-4 2-4
Sehingga dari tabel diatas dapat dilihat bahwa BCS sapi pada pemeliharaan ekstensif
memiliki nilai BCS kisaran 3-4 dari 20 sampel sapi indukan yang dinilai. Sampel indukan
diambil secara random dilapangan. Sedangkan pada pemeliharaan kandang intensif nilai bcs
sapi indukan yaitu berkisar 2-4 dari 20 sampel induk yang dinilai. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa BCS sapi pada pemeliharaan kandang ekstensif lebih baik, hal ini
20
dimungkinkan karena pada pemeliharaan ekstensif ternak memiliki akses hijauan yang tak
terbatas (ad libitum) dan bebas memilih jenis hijauan yang disukai.
21
BCS Foto Tampak Samping Foto Tampak Belakang
Diatas dapat dilihat gambar sampel BCS yang dinilai berdasarkan skor BCS yang
didapatkan. Penilaian dilakukan pada sapi induk dengan jenis sapi Limousin dan Simental,
hal ini karena karena hanya kedua jenis sapi tersebut yang dipelihara pada dua system
pemeliharaan yang berbeda. Dibutuhkan pembanding yang sama baik pada umur dan jenis
sapi pada pemeliharaan Padang gembala dan intensif untuk mendapatkan hasil perbandingan
diantara keduanya. Hasil penilaian BCS sapi induk pada pemeliharaan Padang gembala yaitu
3-4 dan hal ini lebih baik dibandingkan BCS pada pemeliharaan intensif, diduga karena sapi-
sapi induk pada kelompok pemeliharaan ekstensif mendapatkan asupan nutrien lebih baik,
khususnya karbohidrat dan protein. Hal ini sesuai dengan pernyataan Neumann dan Lusby
22
(1986) bahwa sapi yang memiliki BCS yang bagus memiliki perlemakan dan perototan yang
lebih besar sebagai akibat dari pakan yang baik.
23
Tabel 10. Ukuran Tubuh Sapi di BPTUHPT Padag Mangatas
24
26 10 Desember 2021 11.12.21 378 137 112 220
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata ternak sapi yang diukur memiliki
umur 268 hari dengan hasil pengukuran panjang badan (PB) = 104 cm, lingkar dada (LD) =
108 cm dan tinggi panggung (TP) = 126 cm. Sehingga dari data tersebut dapat dilakukan
pendugaan rata-rata bobot sapi tersebut dengan menggunakan rumus formula dari Schoorl
( Lingkar dada ( cm ) +22)² (108+22)²
yaitu obot badan= ¿ = 169 . Sehingga dapat diketahui
100 100
bahwa rata-rata bobot badan dari ternak sapi pesisir tersebut ialah 169 kg.
3.5 Kesehatan Ternak
Kesehatan sapi-sapi potong di BPTU-HPT Padang Mengatas merupakan suatu bagian
dari seksi pemeliharaan dan peningkatan mutu genetik ternak yang berfungsi untuk menjaga
kesehatan ternak, mencegah timbulnya suatu penyakit pada hewan dan melakukan
pengobatan pada hewan. Kesehatan ternak dapat dibagi menjadi beberapa bagian pokok yang
meliputi pencegahan, monitoring dan pengobatan.
3.5.1 Pencegahan
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya
penyakit dengan melakukan penanganan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan sapi -
sapi agar tetap dalam keadaan sehat. Tindakan pencegahan yang dilakukan di BPTU-HPT
Padang Mengatas yaitu tindakan Vaksinasi, surveillance penyakit, pemantauan kesehatan
harian, sanitasi, penyemprotan disinfektan dan biosecurity. Menurut pendapat Sugeng
(2001) bahwa tindakan untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit yaitu perlu adanya
kandang karantina atau isolasi untuk sapi yang baru datang atau sapi yang sedang sakit,
pemberian obat cacing (deworming) dan pemberian obat obat kutu (deticking), serta
tindakan kearah (higienis). Hal ini diperkuat dengan pendapat Santoso (2014) bahwa
pencegahan penyakit bisa dilakukan dengan sanitasi kandang dan lingkungan kandang,
pengobatan dan isolasi hewan yang terinfeksi.
25
Pengendalian penyakit hewan adalah suatu upaya mengurangi interaksi antara hospes
agent (penyebab penyakit) sampai pada tingkat dimana hanya sedikit hewan yang terinfeksi,
karena jumlah agen penyakit telah dikurangi atau dimatikan, oleh sebab itu hospes telah
dilindungi dan infeksi pada hospes dapat dicegah. Salah satu cara untuk melakukan
pengendalian terhadap penyakit adalah dengan melakukan upaya pencegahan penyakit
diantaranya dengan melakukan vaksinasi. Tujuan vaksinasi adalah memberikan kekebalan
(antibodi) pada ternak sehingga dapat melawan antigen atau mikroorganisme penyebab
penyakit.
Surveillance penyakit merupakan tahap dimana dilakukan pemeriksaan secara
laboratorium dengan menggunakan sampel darah,feses,preputium washing dan sampel
lainnya untuk dilakukan pengujian sesuai, pengujian dilakukan di Balai Vetriner
Bukittinggi . Menurut pendapat Santoso (2014) bahwa sampel darah diperiksa secara
serologi kompleks (Elisa dan PCR). Data yang diperoleh dilakukan analisis
sederhana ,apabila hasilnya positif maka ternak akan di isolasi untuk melakukan
penanganan lanjutan.
Tindakan sanitasi adalah tindakan yang yang dijalankan dalam pemeliharaan sapi
bertujuan untuk menjaga kesehatan melalui kebersihan agar ternak terbebas dari infeksi
penyakit. Kegiatan sanitasi di BPTU-HPT Padang Mengatas dilakukan setiap pagi dan sore
hari, dengan melakukan pemberisihan feses, menyapu sekitar kandang, membuang sisa
pakan, dan rangkaian kegiatan sanitasi lainny. Menurut Santoso (2014), tingkat sanitasi dan
higine merupakan indikator kebaikan manajemen kesehatan ternak.
Biosecurity merupakan salah satu cara untuk mencegah timbulnya penyakit yang
disebabkan dari luar oleh kendaraan maupun manusia. Biosecurity sendiri merupakan semua
tindakan yang bertujuan untuk mengendalikan wabah serta untuk mencegah semua
kemungkinan terjadinya penularan (Virus dan Bakteri) yang dapat masuk dari luar.Salah satu
bentuk biosecurity yang diterapkan di BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu seiap kendaraan
yang masuk ke area harus melewati bak biosecurity dan disemprot (sprayer) dengan cairan
desinfektan.
3.5.2. Monitoring
Monitoring terhadap kesehatan sapi di BPTU-HPT Padang Mengatas dilakukan setiap
hari. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pengamatan jarak jauh dan pengamatan jarak
dekat terhadap sapi. Sapi yang sehat akan menunjukan sikap aktif, sigap dan tanggap
terhadap keadaan di lingkungan sekitarnya (Akoso,2006). Sedangkan sapi yang tidak sehat
26
akan menunjukan sikap yang selayaknya yaitu mata bersinar, mulut dan hidung tidak
berlendir serta bagian tubuh aktif bergerak.
3.5.3 Pengobatan
Pengobatan penyakit yang menyerang ternak sapi biasanya dilakukan pemberian obat-
obatan berdasarkan pada gejala klinis yang muncul, berdasarkan hasil dari pemeriksaan fisik
dan diagnosa penyakit. Untuk penanganan pengobatan penyakit di BPTU-HPT Padang
Mengatas dilakukan oleh petugas khusus kesehatan hewan yang bertugas untuk melakukan
manajemen kesehatan pada ternak. Beberapa penyakit yang saya temui selama kegiatan kerja
lapang di BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu
Helmintiasis atau cacingan adalah penyakit yang diakibatkan oleh infestasi cacing pada
tubuh hewan, baik pada saluran pencernaan, saluran pernafasan dan bagian tubuh lainnya.
Untuk bertahan hidup, cacing memerlukan lingkungan yang lembab. Cacing dapat masuk ke
dalam tubuh ternak melalui rumput atau pakan yang terkontaminasi larva cacing. Gejala yang
ditunjukan ternak yaitu nafsu makan menurun, rambutnya terlihat kusam, perut buncit, lesu
dan biasanya juga mengalami diare.
27
agak sulit karena pada mata sapi mengeluarkan air yang mengakibatkan luka tidak bisa
kering.
28
Gambar 14. Papiloma pada sapi
Penanganan papilloma pada sapi di BPTUHPT Padang Mengatas dilakukan dengan
cara pembedahan. Tindakan papilloma yaitu dengan metode pencabutan atau penyayatan
kutil selanjutnya bekas sayatan diberikan obat luka atau iodine. Keberhasilan metode
penyayatan bergantung pada luas permukaan tubuh yang terinfeksi kutil Kerugian teknik
pembedahan adalah luka yang ditimbulkan saat pembedahan tidak ditangani dengan benar
maka akan mengundang vektor lain yang membuat luka semakin parah Penyakit papiloma di
BPTUHPT Padang Mengatas dapat dilihat pada Gambar 14.
Ektoparasit adalah parasit yang hidup di bagian luar atau pada permukaan tubuh
inangnya. Menurut Suwandi (2001) ektoparasit adalah parasit yang berada diluar tubuh
ternak berasal dari golongan lalat, tungau, dan caplak. Serangan caplak pada sapi merupakan
kasus yang paling banyak terjadi di BPTUHPT Padang Mengatas.Caplak banyak menempel
dan bersarang di kulit ternak, khususnya sapi simmental dan Limousine.
29
Myasis juga sering menyerang pedet yang baru lahir pada bagian pusar, dikarenakan bagian
pusar masih basah oleh darah dan tidak ditanganin dengan baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Selama melakukan kegiatan Kuliah Lapang yang telah dilaksanakan di BPTU HPT
Padang Mengatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mata kuliah ini sangat penting untuk
menunjang wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang bidang ilmu peternakan yang
dipelajari dengan aplikasinya di lapangan.Setelah mengikuti kegiatan KL di BPTU HPT
Padang Mangatas, Penulis mendapat pengetahuan yang lebih luas dibidang ilmu teknologi
Reproduksi, Manajemen pemeliharaan, Manajemen penanganan penyakit dan Manajemen
pengelolaan tata laksana kandang yang sangat berguna untuk menunjang kemajuan suatu
usaha peternakan.
Ditinjau dari manajemen pemberian pakan pada pemeliharan ekstensif dan intensif
yang diterapkan di BPTU-HPT Padang Mengatas bahwa BCS ternak pada pemeliharaan
ektensif lebih baik daripada pemeliharaan intensif.
4.2 Saran
Saran yang kami berikan kepada pengelola BPTU HPT Padang Mengatas, demi
perubahan yang lebih baik yaitu sbb:
30
1. Ada baiknya dibuat tempat ransum di padang pengembalaan demi untuk
meningkatkan efektipitas konsumsi pakan konsentrat di padang
penggembalaan/pasture.Dimana pakan konsentrat diberikan langsung diatas rumput
penggembalaan tanpa ada nya tempat ransum khusus.
2. Ada baiknya pemamfaatan limbah ternak lebih dimaksimalkan lagi, baik sebagai
bahan bakar Biogas atau sebagai pupuk kompos pada pertanian.
3. Penghijauan sekitar pinggir jalan dalam BPTU HPT Padang Mangatas lebih
ditingkatkan lagi mengingat banyak pengunjung atau wisataan yang selalu
berkunjung.
4. Biocecurity di bptu HPT Padang Mangatas hendaknya lebih di tingkatkan lagi demi
agar dapat mencegah masuknya penyakit hewan menular kedalam lingkungan
sumber bibit melalui ternak, manusia dan peralatan yang tercemar bibit penyakit.
31
DAFTAR PUSTAKA
Boothby, D. and Fahey, G. 1995. A practical guide artificial breeding of Cattle. East
Melbourne (Australia): Agmedia. P. 127.
Kurnianto, H. dan R. Nurhayati. 2017. Respon pemberian pakan konsentrat berbahan lokal
yang difermentasi dengan mikro organisme lokal (mol) rumen sapi terhadap sapi
peranakan ongole (po) jantan. Prosiding Seminar Nasional Penyediaan Inovasi dan
Strategi Pendampingan untuk Mencapai Swasembada Pangan. Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bekerjasama Dengan Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Tengah Fakultas Pertanian dan Bisnis Uksw Salatiga. 2017.
p. 990– 996.
Kurniawan F. 2017. Cara Mengobati Penyakit Kutil Pada Ternak Sapi.[internet].[diunduh
2022 Desember 28]. Tersedia pada: http:/fredikurniawan.com/cara-mengobati-
penyakit-kutil-pada-ternak-sapi/
32
Mulyanti.E.Keraf. (2021). Suplementasi Konsentrat untuk Memperbaiki Body Condition
Score (BCS) Sapi Induk Menjelang Dikawinkan. Kupang. Jurnal Sain Peternakan
Indonesia.
Ngadiyono, N., G. Murdjito, dan A.A.U.Supriyana. 2008. Kinerja Produksi sapi peranakan
ongole jantan dengan pemberian dua jenis konsentrat yang berbeda. Jurnal Indonesia
Tropical Animal Agriculture,33(4): 282 – 289.
Santi, W.P. 2008. Respon penggemukan sapi po dan persilangannya. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institute Pertanian Bogor.
Siregar. 2008. Ransum Ternak Ruminansia.. Penebar Swadaya. Jakarta
Susilorini, T.E., M.E. Sawitri dan Muharlien. 2007. Budi daya 22 Ternak Potensial. Penebar
Swadaya: Jakarta.
Suwandi. 2001. Mengenal Berbagai Penyakit Parasitik Pada Ternak. Balai Penelitian
Ternak. Bogor (ID)
Tophianong, T. C., B. Agung, dan E. N. Maha. 2014. Tinjauan Hasil Inseminasi Buatan
Berdasarkan Anestrus Pasca Inseminasi pada Peternakan Rakyat Sapi Bali di
Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur. Jurnal Sain Veteriner 32 (1) : 46 – 54
33
LAMPIRAN
34