LAPORAN PKL
Oleh :
DEDE SAPUTRA
NPM. 2130430036
LAPORAN PKL
Oleh :
DEDE SAPUTRA
2130430036
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui, Mengesahkan,
Ketua Jurusan, Dekan Fakultas Peternakan,
i
RINGKASAN
ii
RIWAYAT HIDUP
Barat.
Riwayat Pendidikan :
Sekolah Menengah Pertama selesai pada tahun 2010 di SMP 2 Kubu Raya.
iii
KATA PENGANTAR
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ......................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
v
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN KEGIATAN ................................ 12
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
5. Produksi Susu Sapi Berdasarkan Metode Test Day per Minggu ...... 23
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
ix
1
I. PENDAHULUAN
Suatu usaha ternak sapi perah, akan berhasil jika peternak memperhatikan
secara khusus seperti penanganan induk saat bunting, penanganan induk setelah
Sapi perah merupakan hewan ternak yang produksi utamanya adalah air
susu. Produksi susu dengan kualitas dan kuantitas yang optimal merupakan tolak
ukur dari keberhasilan suatu usaha peternakan sapi perah. Hal ini dapat
cermat, terutama pada manajemen diantaranya induk saat bunting, induk setelah
perah.
2
Sudarto sebagai lokasi PKL dikarenakan beliau mempunyai ternak dengan jumlah
yang lumayan banyak, yaitu 82 ekor dan kegiatan pemerahan sapi laktasi telah
mengunakan mesin perah. Selain itu beliau merupakan pelopor peternakan sapi
perah didaerahnya, sebagai Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Susu “Margo
Mulyo”. Saat ini peternakan Bapak H. Sudarto telah menjadi Nestle‟s Partner
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang Ternak Perah ini adalah untuk
pemeliharaan sapi perah milik Bapak H. Sudarto selaku Ketua dari KUD Susu
Kegunaan Praktek Kerja Lapang Ternak Perah ini adalah dapat mengasa
a. Keberadaan kandang untuk sapi yang akan beranak atau kandang kering
kandang sangat penting (Nurdin, 2011). Hal ini disebabkan karena sapi yang
selama sekitar 2 bulan, Menurut Siregar dalam (Adika Putra, 2009), masa
kering sapi perah yang terlalu pendek menyebabkan produksi susu turun.
sehingga pakan yang dikonsumsi utamanya untuk kebutuhan anak yang berada
dalam kandungan dan kebutuhan hidup ternak guna persiapkan saat partus.
dipenuhi, serta jumlah vitamin A, D. dan E yang cukup dalam ransum untuk
c. Kondisi tubuh Sapi Bunting jangan terlalu gemuk, guna menghindari terjadi
distokia pada saat partus. Memberikan hijauan kualitas rendah, seperti grass
akan Kalsium cukup tinggi, sebab jumlah Kalsium yang dibutuhkan cukup
besar. Oleh karenanya apabila Kalsium dalam ransum tidak mencukupi, maka
penting dalam fungsi persyarafan. Oleh karena itu, apabila kadar Kalsium
dalam darah turun dengan drastis maka pengaturan urat syaraf akan berhenti,
sehingga fungsi otak pun terganggu. Hal ini dapat menyebabkan kelumpuhan
e. Pada dua bulan menjelang kelahiran yaitu, kebuntingan 7 bulan saat sedang
bulan itu diperlukan sapi tersebut untuk mempersiapkan laktasi yang akan
konsentrat dengan tiba - tiba dibarengi dengan pemerahan bersela (Syarief dan
Sumoprastowo, 1990).
reproduksi merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi setelah sapi
per lektal, dan kemungkinan yang tepat dapat terjadi 2-3 bulan setelah
menjelang induk melahirkan pedet disebut “steaming up” yang dilakukan sekitar
3-4 minggu (Syarief dan sumoprastomo, 1990). Schmidt dan Van Vleck (1974)
menyatakan bahwa “ steaming up” adalah pemberian pakan yang berkualitas baik
(tinggi energi dan protein) yang diberikan kepada sapi dalam jumlah yang
sebagian dari zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk pembentukan susu diambil
dari tubuh sapi. Pada saat itu juga sapi laktasi mengalami kesulitan untuk
memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan sebab nafsu makannya rendah, oleh
karena itu pemberian ransum terutama konsentrat harus segera ditingkatkan begitu
relatif rendah dan mudah dicerna. Konsentrat adalah bahan pakan yang
mengandung serat kasar kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk
ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi- umbian (Anonymous, 2012). Fungsi
pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan
Pemenuhan nilai gizi bagi ternak laktasi harus disesuikan dengan bobot
ternak, untuk standar kebutuhan zat makanan sapi perah laktasi yang disesuaikan
Menurut Rasyaf (2004), menyatakan bahwa air merupakan komponen yang sangat
penting untuk metabolisme tubuh, apabila ternak kekurangan air maka akan
hangat agar pada saat pedet menyusui, ambing sudah bersih dan tidak
terkontaminasi bakteri. Kelahiran fetus sebagai tanda bahwa produksi susu sudah
mulai keluar dan saat itulah masa laktasi dimulai. Akan tetapi 4-5 hari yang
pertama pada produksi awal susu tersebut masih berupa susu colostrum yang
harus diberikan kepada pedet guna sebagai pertumbuhan pada kehidupan awal
(Anonymous, 1990).
8
2.3 Recording
Salah satu syarat utama perbaikan mutu genetik ternak adalah adanya
produksi susu, data reproduksi, dan kesehatan ternak. Selain itu Pencatatan juga
tidak lepas dari salah satu pelaksanaan pemberian tanda pengenal berupa nomor
telinga (Syarief dan Sumoprastowo, 1985). Pada umumnya seleksi pada sapi
perah berdasarkan catatan produksi 305 hari, tetapi masalah yang sering terjadi
dilapangan adalah pencatatan produksi susu yang tidak lengkap atau tidak ada
sama sekali. Kendala yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran, biaya, tenaga
kerja, dan waktu dari peternak untuk melakukan pencatatan. Catatan yang tidak
produksi susu yang lebih sederhana adalah menggunakan Test Day (TD), produksi
susu dicatat satu hari pada hari-hari uji tertentu. Pencatatan tersebut digunakan
untuk mengetahui pengaruh yang bukan sifat genetik dan merupakan faktor tetap
(suhu, kelembaban, curah hujan dan periode laktasi) terhadap produktivitas ternak
2.4 Pemasaran
Susu 80-90 %
Sapi 10-20 %
Maksimalisasi
PEMASARAN Pengembalian
Dana
tanggal 27 Juni sampai dengan 27 Juli 2016 yang berlokasi di Peternakan Bapak
H. Sudarto selaku Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Susu “Margo Mulyo” Dusun
Materi yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang Ternak Perah ini
adalah 33 ekor sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) laktasi yang ada di
research, yaitu suatu metode yang digunakan untuk membandingkan antara teori
keadaan dilapang, melalui partisipasi aktif dengan cara ikut terjun secara langsung
pengambilan data primer yaitu, hasil real keadaan rutinitas dilapangan melalui
sekunder yang merupakan data tanya jawab berupa diskusi dengan peternak atau
pemilik peternakan.
11
Selama kegiatan Praktek Kerja Lapang Ternak Sapi Perah, data-data yang
Profil Peternakan
Pemerahan
Seleksi
Recording
Pemasaran
12
H. Sudarto biasa di sapa Pak Sudar, panggilan akrab bagi warga sekitar.
Beliau merupakan warga asli kelahiran Desa Wonokerto yang merintis usaha
peternakan sapi perah pada tahun 1993 saat beliau baru menyelesaikan pendidikan
Gambar 2. Bapak H. Sudarto (dua dari kiri) berserta Pekerja dan Mahasiswa
Ternak yang dimiliki awalnya hanya 2 ekor Sapi Perah Peranakan Friesian
Holstein (PFH). Sapi PFH merupakan hasil persilangan (grading-up) antara sapi
perah FH dengan sapi lokal (Anonymous, 2015). Storan susu pada awalnya di
kirim ke KUD DAU Malang, hingga tahun 2000 beliau merintis berdirikannya
Saat ini jumlah sapi perah yang dimiliki Bapak H. Sudarto sebanyak 82
ternak, yaitu laktasi, kering, dara, jantan dan pedet yang tercantum dalam Tabel 2.
mengurus pedet serta membantu dalam pemerahan. Beliau juga ikut aktif dalam
ada dilapangan.
Kedisiplinan, dan tekad yang kuat yang dimiliki Bapak H. Sudarto, pada
tahun 2000 mendirikan penampungan susu dengan nama Koperasi Susu Margo
Gampingan, dan Bantur, Kabupaten Malang. Memiliki 2 unit cold stroge, dan 1
Hingga saat ini susu langsung dikirim ke Pasuruan tepatmya Perusahaan PT.
Nestle.
14
Ketua
Sekretaris
Bendahara
Karyawan
jalanya koperasi susu, Sekretaris bertanggung jawab sebagai merekap data jumlah
anggota koperasi dan rekapan data pakan yang masuk dikoperasi, Bendahara
Divisi Administrasi, bertugas untuk pencatatan input dan out put storan susu
berdirinya usaha peternakan Sapi Perah milik Bapak H. Sudarto yang sekaligus
sekitar 165 meter diatas permukaan laut. Secara administratif Desa Wonokerto
Wonokerto berkisar 240C - 290C. Pada dasarnya lokasi tersebut kurang cocok
untuk memelihara sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) karena dapat
Firman (2007 ) Pada suhu 210 C - 270 C akan terjadi penurunan yang tajam
sedangkan konsumsi air minum akan meningkat dan akan diikuti dengan turunnya
penampilan ternak yang dapat berupa tidak jelasnya tanda-tanda birahi, sulitnya
disebabkan Timur kandang merupakan kandang sapi perah milik warga lain,
sedangkan sebelah selatan adalah ladang, lokasi yang dekat dengan pemukiman
masalah bagi lingkungan sekitar seperti masalah bau dan pembuangan fases
ternak. Hal ini sesuai dengan Ernawati (2010), bahwa lokasi peternakan tidak
fases dan air bekas pembersihan sapi dan kandang ditampung dalam waduk
penampungan sementara.
dari total seluruhan ternak laktasi. Ternak yang bunting oleh pak sudar di
tempatkan pada kandang kering atau kandang tersendiri yang terpisah dengan
ternak yang masih diperah. Sapi yang positif bunting dipindahkan kekandang sapi
bunting atau kandang individu hal ini perlu untuk menghindari sapi tidak
buatan pabrik (megalis). Konsentrat adalah pakan ternak yang berasal dari biji-
bijian atau hasil samping dari pengolahan suatu produk, misalnya bungkil kacang,
bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak padi, dan lain-lain (Anonymous, 2010).
Bahan pakan konsentrat mengandung kadar serat kasar rendah dan mudah
dicerna, tersusun atas bijian dan limbah olahan hasil pertanian (Soedono dan
dan P yang cukup untuk pertumbuhan janin serta jumlah vitamin A, D. dan E
mengurangi retained plasenta, dan upaya menjaga daya tahan kehidupan pedet,
tanaman jagung. Adapun gambar pakan konsetrat, mineral dan hijauan dapat
Sudarto memiliki jadwal yang telah baku yang dilakukan setiap hari oleh para
pekerjanya. Menurut Susilorini dkk (2009) tenaga kerja merupakan salah satu hal
pemeliharaan sapi perah. Berikut Tabel jadwal pemberian Pakan Sapi Bunting
Peternakan H. Sudarto.
Bahan Pakan
Waktu/Jam
Hijauan Konsentrat Pabrik Air minum
07.30 WIB 13,5 Kg - Adlibitum
09.00 WIB - 1 Kg Adlibitum
14.00 WIB 13,5 Kg - Adlibitum
diambilkan langsung dari lahan dan langsung di chooper. Hal ini sudah berjalan
dengan baik. Menurut Lubis (1992) pemberian pakan pada ternak sebaiknya
Rasyaf (2004), menyatakan bahwa air merupakan komponen yang sangat penting
untuk metabolisme tubuh, apabila ternak kekurangan air maka akan terjadi
Sudarto. Pada tanggal 6 Juli 2016, tepatnya pada saat hari raya Idul Fitri satu ekor
ternak partus dari jumlah ternak yang bunting. Kejadian tersebut terjadi setelah
dengan istilah distokia. Kejadian distokia lebih banyak terjadi pada ternaksapi
perah dibandingkan pada sapi potong pada sapi diperkirakan sebesar 3,3%
(Manan, D, 2002). Salah satu penanganan distokia yang dapat dilakukan yaitu
dengan cara penarikan paksa, apabila rahim lemah dan fetus tidak ikut bereaksi
Kasus distokia yang terjadi dilokasi PKL oleh Bapak Sudarto segera
dilakukan tindakan dengan cara mengikat kaki pedet yang keluar, kemudian
dengan menggunakan sebatang kayu tali di ikatkan dan diposisikan tepat berada
pada titik tengah sabatang kayu tersebut, penyelamatan dengan cara ditarik
tidak keluar secara normal, plasenta masih menggantung di vulva induk (gambar
8). Plasenta yang menggantung di biarkan secara normal lepas hingga lebih dari
normal plasentakeluar 6-8 jam sesudah melahirkan. Keadaan ini dapat diikuti
perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas
plasenta fetalis (vilikotiledon) dan plasenta induk (kripta karunkula) lebih lama
Infeksi ini dikarenakan sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim dapat
Bapak H. Sudarto akibat retensio plasenta membuat ternak tidak nyaman, untuk
itu oleh bapak H. Sudarto diberikan obat berupa Novaldon (gambar 10). Indikasi
Jadwal pemberian pakan pada Ternak Laktasi. Berikut Tabel Jadwal Pakan
Ternak Laktasi.
Bahan Pakan
Waktu/Jam
Hijauan Konsentrat (TMR)* Air minum
04.30 WIB - 1,5 Kg Adlibitum
07.00 WIB 13,5 Kg - Adlibitum
09.00 WIB - 1,5 Kg Adlibitum
14.00 WIB 13,5 Kg - Adlibitum
16.00 WIB - 1,5 Kg Adlibitum
* Campuran konsentrat pabrik, SBM, dan Tapioka
4.6 Recording
Pencatatan produksi susu di lokasi PKL dari setiap ternak tidak dilakukan,
pencatatan hanya dilakukan saat penyetoran susu dikoperasi. Pada saat PKL kami
mencoba membuat pencatatan produksi susu setiap hari yang hasil datanya dapat
di gunakan dalam metode Test Day yang merupakan metode sederhana dalam
Test Day dilakukan dengan menimbang susu setiap ekor sapi, kemudian di
mengetahui hasil produksi susu setiap minggu. Hasil dari Test Day dapat dilihat
pada Tabel 5. Produksi susu ternak laktasi dalam sehari rata-rata 13 liter/hari/ekor
Pencatatan produksi susu secara ideal perlu dilakukan setiap hari, pagi dan
sore. Akan tetapi membutuhkan banyak waktu, tenaga dan biaya. Sebagai
alternative untuk mendapatkan data produksi susu dari setiap induk laktasi, telah
dikembangkan barbagai metode pencatatan yang lebih sederhana dan mudah, dan
tetap memiliki tingkat akulasi yang baik guna mengestimasi produksi susu dalam
satu masa laktasi. Model estimasi produksi susu laktasi lengkap dari produksi susu
produksi susu yang dilakukan setiap interval satu bulanan memperlihatkan tingkat
akurasi dan ketetapan cukup baik dalam mengestimasi produksi susu laktasi
liter/ekor/hari. Suatu peternakan dikatakan baik jika produksi rata-rata per harinya
4.7 Pemasaran
dilakukan oleh setia sektor usaha baik itu usaha kecil hingga besar dalam upaya
Bagan Skema
Pemasaran Usaha Peternakan Bapak H. Sudarto
KOPERASI KONSUMEN
PT. NESTLE
berbeda dengan kegiatan pemasaran susu sapi pada umumnya. Pemasaran susu di
lokasi praktek kerja budidaya, yaitu seluruh produksi susu di tampung di koperasi
Hingga saat ini Koperasi Unit Desa (KUD) “Margo Mulyo” telah
dipercaya untuk menjualkan susu hasil ternak masyarakatnya kepada salah satu
Susu segar langsung di setorkan setiap pagi dan sore hari. Penentuan harga
susu sapi disesuaikan dengan BJ, lemak, solid non fat (SNF), total solid (TS),
total plate count (TPC) dan kandungan antibiotik yang dilakukan oleh Perusahan
Nestle bukan Koperasi. Syarat mutu susu segar, yaitu berat jenis (BJ) pada suhu
27,50C minimal 1,028; kadar lemak/fat minimal 3,0%; bahan kering tanpa
lemak/solid non fat (SNF) minimal 8,0%; kadar protein minimal 2,7%; total
bahan kering/total solid (TS) minimal 11% dan cemaran total bakteri maksimum
1 x 106 CFU/ml (BOPM, 2008). Nilai pH susu segar berkisar antara 6,5-6,8
(Hadiwiyoto, 1994).
26
ditukarkan dengan dara yang bunting. Pemasaran peternakan sapi perah dalam
penjulan ternak seperti penjulan pedet jenis potong, hasil dari indukan yang
produksi susu nya rendah hingga ternak afkir sekitar 10-20 % dalam suatu usaha.
5.1. Kesimpulan
Ternak yang bunting oleh pak Sudar di tempatkan pada kandang kering
yang terpisah dengan ternak yang masih diperah, pemberian pakan berupa
pemberian minum secara adlibitum. Kasus kelahiran tidak normal pada induk
partus oleh pak sudarto diberikan obat berupa novaldon yang indikasinya guna
meredakan nyeri pasca operasi atau melahirkan, kemudian ternak diberikan pakan
produksi susu dari setiap ternak tidak dilakukan, pencatatan hanya dilakukan saat
Pasuruan. Penentuan harga susu sapi disesuaikan dengan BJ, lemak, solid non fat
(SNF), total solid (TS), total plate count (TPC) dan kandungan antibiotik yang
5.2 Saran
ajukan saran yaitu :(a) Untuk penanganan Induk Bunting perlu dilakukan
penimbangan atau pengukuran bobot ternak sebagai pengontrol nutrisi bagi yang
setelah partus segera diberikan injeksi obat serta pemberian tambahan pakan
28
dengan nilai nutiri yang lebih tinggi dan porsi yang lebih. (c) Dalam
meningkatkan produksi susu perlu untuk di adakan recording setiap hari dan
evaluasi setiap bulan pada setiap ternak sehingga dapat mengetahui sapi-sapi yang
berproduksi rendah dan tinggi, dengan demikian dapat mempermudah culling. (d)
Para pekerja haruslah dibekali dengan pengetahuan tentang ternak, dalam hal
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, 2012. Perbaikan Genetik Sifat Produksi Susu Dan Kualitas Susu Sapi
Friesian Holstein Melalui Seleksi. http ://isjdlipi. go.id/admin /jurnal/
22112111 0216-6461.pdf. Diakses pada 17 Oktober 2016
Abidin. 2002. Pemerahan, Satu Faktor Penentu Jumlah Air Susu. Swadaya
Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
Arifin, J dan Karnaen. 2011, Korelasi Nilai Pemulaian Produksi Susu Sapi Perah
Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, dengan gabungan.
www. Animal production .net /index .php/JAP/article /download/224.pdf
Firman, Achmad. 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah: Suatu Telaan Pustaka.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. Bandung.
Irda I Syukriani, D, dan P. S. Noor. 2014. Produksi sapi perah. Program Studi
Peternakan Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Politeknik Pertanian
Negeri Payakumbuh, Payakumbuh.
Putra, Adika. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih Pada Usaha Peternakan
Sapi Perah (Studi Kasus Pemerahan Susu Moeria Kudus Jawa Tengah).
UNDIP. Semarang. Diakses 17 Oktober 2016.
Schmidt, G. H. dan L.D. Van Vleck. 1974. Principles of Dairy Science. W.H.
Freeman and Co,. Sanfransisco.
Soedono, A. dan Sutardi. 2003. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Jendral
Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta
Sudono, A., R.R. Fina, dan S.B. Susilo. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif
Penerbit Agromedia Pustaka, Jakarta.
\\\
b. Lahan
c. Trasportasi
Mobil pik up
d. Alat-alat
Cooling tanks
39
KEGIATAN KETERANGAN
Pembersihan kandang,
memandikan sapi
Persipan Pemerahan
Kegiatan Pemerahan
40
Penstoran Susu
Pencooperan hijauan
Pemberian hijauan
41
Konsumsi Hijauan
Perawatan Ternak
(a) Mengganti tali hidung
(b) Pemotongan Tanduk
(c) Pemotongan Kuku
(a) (b)
(c)
42
13.30-16.00 Pemberian Hijauan Hijauan yang sebelumnya telah dicooper pada pagi
harinya diberikan kembali sesuai dengan takaran
keranjang dan porsi yang sama (satu keranjang
untuk dua ternak)
44
KETERANGAN :
Kandang Karantina