Anda di halaman 1dari 12

KARYA TULIS ILMIAH

MAGGOT (Hermetia illucens) SOLUSI SAMPAH ORGANIK DAN ALTERNATIF PAKAN TERNAK

Jepri Susanto
E1C020063

Jurusan Peternakan
Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu
2022
Abstrak

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK) mencatat sampah organik


menyumbang sebanyak 57% dari jumlah total sampah yang ada di Indonesia. Sejalan dengan
permasalahan yang dihadapi peternak di Indonesia yaitu mahalnya biaya pakan, yang mana biaya
pakan dalam biaya produksi merupakan komponen biaya terbesar sebanyak 60- 70% dari total
biaya produksi. Salah satu bahan alternatif untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
memanfaatkan larva lalat Black Soldier Fly (BSF). Black Soldier Fly (BSF), lalat tentara hitam
(Hermetia illucens, Diptera: Stratiomyidae) adalah salah satu insekta yang mulai banyak
dipelajari karakteristiknya dan kandungan nutriennya. Lalat ini berasal dari Amerika dan
selanjutnya tersebar ke wilayah subtropis dan tropis di dunia. siklus hidup BSF dari telur hingga
menjadi lalat dewasa berlangsung sekitar 40-43 hari, tergantung dari kondisi lingkungan dan
media pakan yang diberikan. Kandungan protein pada larva ini cukup tinggi, yaitu 44,26%
dengan kandungan lemak mencapai 29,65%. Nilai asam amino, asam lemak dan mineral yang
terkandung di dalam larva juga tidak kalah dengan sumber-sumber protein lainnya, sehingga
larva BSF merupakan bahan baku ideal yang dapat digunakan sebagai pakan ternak.

Kata Kunci : Pakan alternatif, Sampah Organik, Maggot BSF


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Banyaknya jumlah sampah yang dihasilkan menjadi permasalahan yang harus dipikirkan
dengan serius untuk ditangani agar tidak menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia maupun
lingkungan hidup. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat
pada tahun 2019 jumlah sampah di Indonesia sebesar 67,8 juta ton/tahun yang terdiri dari
sampah organik menyumbang 57 %, sampah plastik sebesar 15%, sampah kertas sebesar 11%
dan sampah jenis yang lainnya sebesar 17%. Sampah-sampah ini bersumber dari berbagai sektor
dimulai dari sektor rumah tangga, pasar, pabrik, serta sektor peternakan maupun pertanian. Jika
tidak ditangani dengan serius sampah-sampah ini hanya akan menjadi timbunan berbau busuk
dan tempat hidup berbagai jenis hewan pengerat sehingga menjadi tempat penyebaran berbagai
macam penyakit.
Pakan merupakan komponen terbesar penyerap biaya produksi dalam usaha peternakan.
Biaya pakan dapat mencapai 60-70% dari total biaya produksi. Kenaikan harga pakan menjadi
permasalahan umum yang dihadapi peternak di Indonesia. Hal ini disebabkan karena banyaknya
bahan pakan ternak unggas yang impor seperti tepung ikan, tepung darah, selain itu bahan pakan
yang diberikan masih bersaing dengan bahan pangan manusia seperti jagung. ) dampak kenaikan
harga pakan membuat biaya produksi meningkat hingga 18-20%. Tidak hanya itu, tingginya
harga pakan juga mengakibatkan tidak seimbangnya antara biaya operasional dengan harga jual.
Seiringi dengan permasalahan yang dihadapi, maka diperlukan solusi yang tepat untuk
mengatasinya.
Maggot atau Larva serangga Hermetia illucens banyak di temukan pada limbah-limbah
organik. Berbeda dengan lalat buah yang menjadi agen penyebaran penyakit, lalat ini justru tidak
menjadi agen penyebaran penyakit. Sepanjang kehidupannya maggot BSF memakan makanan
organik. Di Indonesia limbah organik melimpah, sehingga pembudidayaan maggot akan
membantu dalam mengurangi banyaknya limbah organik yang telah lama menjadi persoalan
warga serta pemerintah. Kemampuan BSF dalam mengkonsumsi sampah organik membuatnya
banyak digunakan sebagai salah satu agen dekomposter. Maggot dapat mencerna sampah
organik dengan pengurangan bahan organik sebesar 65.5% hingga 78.9% per hari. Sebanyak 15
ribu maggot BSF bisa mengkonsumsi kurang lebih 2 kg makanan serta limbah organik hanya
dengan durasi 24 jam saja. Pengolahan sampah organik melalui teknologi biokonversi Maggot
dapat berperan dalam mengurangi sampah organik dengan cepat serta dapat menjadi salah satu
bahan baku alternatif pakan ternak yang ideal dan tersedia sepanjang waktu

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah yang akan dibahas antara lain :
a) Bagaimana cara menangani permasalahan sampah organik ?
b) Apa pakan alternatif yang ideal dijadikan bahan ransum untuk ternak unggas ?

1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui solusi menangani sampah organik
b) Untuk mengetahui jenis pakan alternatif ternak unggas
BAB II
ISI TULISAN

Sampah masih menjadi salah satu permasalahan yang sulit untuk diatasi di kehidupan
masyarakat sehari-hari sehingga dapat memberikan ancaman untuk kehidupan dimasa datang.
Berdasarkan grafik dibawah ini dapat kita lihat jumlah dan asal sampah yang ada di Indonesia
pada tahun 2020.

Data grafik diatas menunjukan Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah pada 2020.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 37,3% sampah di
Indonesia berasal dari aktivitas rumah tangga.Sumber sampah terbesar berikutnya berasal dari
pasar tradisional, yakni 16,4%. Sebanyak 15,9% sampah berasal dari kawasan. Lalu, 14,6%
sampah berasal dari sumber lainnya. Ada 7,29% sampah yang berasal dari perniagaan. Sebanyak
5,25% sampah dari fasilitas publik. Sementara, 3,22% sampah berasal dari perkantoran.
Berdasarkan jenisnya, 39,8% sampah yang dihasilkan masyarakat berupa sisa makanan. Sampah
plastik berada di urutan berikutnya karena memiliki proporsi sebesar 17%. Sebanyak 14,01%
sampah berupa kayu atau ranting. Sampah berupa kertas atau karton mencapai 12,02%. Lalu,
6,94% sampah berupa jenis lainnya. Sebanyak 3,34% sampah berjenis logam. Ada 2,69%
sampah berjenis kain. Kemudian, sampah yang berupa kaca dan karet atau kulit masing-masing
sebesar 2,29% dan 1,95%. Adapun, 55,87% sampah berhasil dikelola sepanjang tahun lalu.
Sisanya sebanyak 44,13% sampah masih tersisa karena belum dikelola. Direktur Pengelolaan
Sampah KLHK Novrizal Tahar mengatakan, pemerintah telah menargetkan 30% pengurangan
sampah dan 70% penanganan sampah pada 2025. Pendekatan yang dilakukan antara lain
melakukan pembatasan sampah plastik dan mendaur ulang sampah anorganik serta mengelolah
sampah organik
Pada tahun 2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK) mencatat
sampah organik menyumbang sebanyak 57% dari jumlah total sampah yang ada di Indonesia.
Sampah organik menjadi permasalahan serius yang harus ditangani dengan tepat agar tidak
menimbulkan ancaman kesehatan dan merusak kualitas lingkungan. Sampah organik ini
bersumber dari sampah rumah tangga, limbah pasar, rumah makan dan juga limbah dari sektor
peternakan maupun pertanian. Biasanya sampah organik dimanfaatkan sebagai kompos atau juga
diberikan langsung sebagai pakan ternak. Namun hal tersebut kurang efektif dan masih harus
ditingkatkan agar permasalahan sampah ini dapat ditangani dan menciptakan peluang usaha baru
yang lebih menguntungkan.
Sejalan dengan permasalahan yang dihadapi peternak di Indonesia yaitu mahalnya biaya
pakan, yang mana biaya pakan dalam biaya produksi merupakan komponen biaya terbesar
sebanyak 60- 70% dari total biaya produksi, penyebab tingginya biaya produksi adalah biaya
ransum yang sangat mendominasi yaitu sebesar 60-70%. Menurut Zaman et al. (2013) dampak
kenaikan harga pakan membuat biaya produksi meningkat hingga 18-20%. Lebih lanjut
dikatakan bahwa bagi peternak, tingginya harga pakan mengakibatkan tidak seimbangnya antara
biaya operasional dengan harga jual. Tingginya harga ransum disebabkan karena banyak bahan
pakan ternak unggas yang impor seperti tepung ikan, tepung darah, selain itu bahan pakan yang
diberikan masih bersaing dengan bahan pangan manusia seperti jagung. Cara untuk menekan
biaya pakan yang merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi salah satunya adalah
dengan mencari alternatif bahan pakan yang murah dan mudah didapatkan. Salah satu bahan
alternatif untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan larva lalat Black
Soldier Fly (BSF). Black Soldier Fly (BSF), lalat tentara hitam (Hermetia illucens, Diptera:
Stratiomyidae) adalah salah satu insekta yang mulai banyak dipelajari karakteristiknya dan
kandungan nutriennya. Lalat ini berasal dari Amerika dan selanjutnya tersebar ke wilayah
subtropis dan tropis di dunia.
Black Soldier Fly berwarna hitam dan bagian segmen basal abdomennya berwarna
transparan (wasp waist) sehingga sekilas menyerupai abdomen lebah. Panjang lalat berkisar
antara 15-20 mm dan mempunyai waktu hidup lima sampai delapan hari. Saat lalat dewasa
berkembang dari pupa, kondisi sayap masih terlipat kemudian mulai mengembang sempurna
hingga menutupi bagian torak. Lalat dewasa tidak memiliki bagian mulut yang fungsional,
karena lalat dewasa hanya beraktivitas untuk kawin dan bereproduksi sepanjang hidupnya.
Kebutuhan nutrien lalat dewasa tergantung pada kandungan lemak yang disimpan saat masa
pupa. Ketika simpanan lemak habis, maka lalat akan mati. Berdasarkan jenis kelaminnya, lalat
betina umumnya memiliki daya tahan hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan lalat jantan
(Fahmi, 2015).

Gambar 1. Siklus Hidup BSF

Menurut Tomberlin dkk. (2002) bahwa siklus hidup BSF dari telur hingga menjadi lalat
dewasa berlangsung sekitar 40-43 hari, tergantung dari kondisi lingkungan dan media pakan
yang diberikan. Lalat betina akan meletakkan telurnya di dekat sumber pakan, antara lain pada
bongkahan kotoran unggas atau ternak, tumpukan limbah Bungkil Inti Sawit (BIS) dan limbah
organik lainnya. Lalat betina tidak akan meletakkan telur di atas sumber pakan secara langsung
dan tidak akan mudah terusik apabila sedang bertelur. Oleh karena itu, umumnya daun pisang
yang telah kering atau potongan kardus yang berongga diletakkan di atas media pertumbuhan
sebagai tempat telur.
Membudidayakan maggot BSF ini sangatlah mudah untuk dilakukan dan tidak
membutuhkan tempat budidaya serta media tumbuh yang khusus. Adapun langkah-langkah
membudidayakan maggot BSF adalah sebagai berikut :
a) Menyiapkan alat dan bahan.
b) Masukkan 5 Kg limbah organik yang telah di potong menjadi bagin kecil-kecil ke dalam
reaktor
c) Larutkan satu tutup botol EM4 peternakan dengan air hingga 1 liter.
d) Masukkan larutan EM4 dan air secara merata kedalam reaktor berisi limbah organik.
e) Tutup reaktor dengan pelepah pisang.
f) Tunggu selama kurang lebih 14 hari,
g) maggot BSF siap panen.

Dengan adanya proses fermentasi dari limbah organik dengan bantuan EM4, akan
menimbulkan aroma khas yang di sukai oleh serangga BSF. Dengan demikian, serangga betina
akan menetaskan telurnya di dalamreaktor. Telur tersebut akan menetas menjadi maggot BSF
selama 3 hari setelah serangga menetaskan telurnya. Selama kurang lebih 14 hari, maggot BSF
siap panen (Suciati, et al.,2017)

Persentase kandungan nutrisi larva BSF secara umum dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan
protein pada larva ini cukup tinggi, yaitu 44,26% dengan kandungan lemak mencapai 29,65%.
Nilai asam amino, asam lemak dan mineral yang terkandung di dalam larva juga tidak kalah
dengan sumber-sumber protein lainnya, sehingga larva BSF merupakan bahan baku ideal yang
dapat digunakan sebagai pakan ternak (Fahmi et al. 2007).

Gambar 2. Daftar Kandungan Nutrisi Larva BSF


Menurut Newton dkk (2005) Larva serangga Hermetia illucens (famili: Stratiomydae,
Genus: Hermetia) banyak di temukan pada limbah-limbah organik dan tidak dilaporkan sebagai
agen penyebar penyakit . Oleh karena itu, Black Soldier Fly (BSF) sangat potensial untuk di
budidayakan, disamping tidak menjadi agen penyebaran penyakit juga mampu menangani
permasalahan sampah organik. Menurut Gesriantuti (2017) Terdapat beberapa tahapan dalam
siklus hidup black soldier fly, yakni diawali dengan fase telur oleh lalat black soldier,kemudian
telur itu menetas dan menjadi larva yang disebut maggot, maggot berkembang menjadi pupa dan
kemudian berkembang menjadi lalat black soldier. Seekor lalat BSF betina mampu menghasilkan
sekitar 500-900 butir telur. Karakteristik dari larva lalat BSF yang rakus membuatnya dengan
cepat menguraikan sampah organik, untuk menguraikan 1 kg sampah organik hanya
membutuhkan 10 ribu maggot dalam waktu 24 jam. Menurut Azir (2017) Larva lalat Black
soldier fly (BSF) atau lebih dikenal dengan sebutan maggot merupakan salah satu sumber protein
yang mengandung sekitar 41% - 42% protein hewani. Sehingga maggot dapat dijadikan salah
satu bahan ransum pakan alternatif ramah lingkungan yang mampu mengurangi ongkos
produksi bagi peternak. Protein yang bersumber pada insekta ini bersifat ramah lingkungan,
memiliki efisiensi konversi pakan yang tinggi. Selain itu, sumber protein pada insekta tidak
berkompetisi dengan pangan, karena manusia tidak mengkonsumsi maggot BSF sehingga sangat
sesuai untuk digunakan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak unggas. Disamping itu juga
menyisakan sampah terurai yang biasa disebut kasgot (bekas maggot) yang dapat dimanfaatkan
langsung sebagai pupuk organik ramah lingkungan.
BAB III

KESIMPULAN

Maggot dapat mencerna sampah organik dengan pengurangan bahan organik sebesar
65.5% hingga 78.9% per hari. Sebanyak 15 ribu maggot BSF bisa mengkonsumsi kurang lebih 2
kg makanan serta limbah organik hanya dengan durasi 24 jam saja. Pengolahan sampah organik
melalui teknologi biokonversi Maggot dapat berperan dalam mengurangi sampah organik dengan
cepat serta dapat menjadi salah satu bahan baku alternatif pakan ternak yang ideal dan tersedia
sepanjang waktu.

Protein yang bersumber pada insekta ini bersifat ramah lingkungan, memiliki efisiensi
konversi pakan yang tinggi. Selain itu, sumber protein pada insekta tidak berkompetisi dengan
pangan, karena manusia tidak mengkonsumsi maggot BSF sehingga sangat sesuai untuk
digunakan sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak unggas. Disamping itu juga menyisakan
sampah terurai yang biasa disebut kasgot (bekas maggot) yang dapat dimanfaatkan langsung
sebagai pupuk organik ramah lingkungan.
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulisan karya tulis ilmiah ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Diploma Rekam
Medis dan Informasi Kesehatan pada Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, cukup sulit bagi saya
untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh sebab itu saya mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Urip Santoso, M,Sc selaku dosen pengampu matakuliah Karya Tulis
Ilmiah ini.

Penulis menyadari dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih terdapat kekurangan,
untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat menyempurnakan karya tulis
ilmiah ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bengkulu, 16 Maret 2022


DAFTAR PUSTAKA

Azir, A., H. Harris, dan R. N. K. Haris. 2017. Produksi dan Kandungan Nutrisi Maggot
(Chrysomya megacephala) menggunakan komposisi media kultur berbeda.12(1):34–40.

Gesriantuti, N., Elsie, Harahap, I., Herlina, N.,& Badrun, Y. (2017). Pemanfaatan Limbah
Organik Rumah Tangga dalam Pembuatan Pupuk Bokashi di Kelurahan Tuah Karya,
Kecamatan Tampan, Pekanbaru. 1(1)

Newton GL, Sheppard DC, Watson DW, Burtle GJ, Dove CR. 2005. Using the Black Soldier
Fly, Hermetia illucens, as a value-added tool for the management of swine manure.
Report of the Animal and Poultry Waste Management Center, North Carolina State
University. Raleigh (US): North Carolina State University.

Suciati R, Faruq H. 2017. Efektiitas media pertumbuhan maggots Hermetia illucens (lalat tentara
hitam) sebagai solusi pemanfaatan sampah organik. Jurnal Biosfer dan Pendidikan
Biologi 2(1): 8-13.

Zaman Q. G. Suparno. D. Hariani. 2013. Jurnal Pengaruh Kiambang (Salvinia molesta) yang
Difermentasi dengan Ragi Tempe sebagai Suplemen Pakan terhadap Peningkatan
Biomassa Ayam Pedaging. Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. 17(5): 30-35.

Anda mungkin juga menyukai