Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KERJA LAPANG

MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN PADA PEMELIHARAAN BERBEDA


TERHADAP KONDISI TUBUH SAPI POTONG DI BALAI PEMBIBITAN
TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BPTU-HPT) PADANG
MENGATAS, PAYAKUMBUH SUMATERA BARAT

Oleh:

NAMA : JEPRI SUSANTO

NPM : E1C020063

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Endang Sulistyowati, M.Sc

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG


MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN PADA PEMELIHARAAN BERBEDA
TERHADAP KONDISI TUBUH SAPI POTONG DI BALAI PEMBIBITAN
TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BPTU-HPT) PADANG
MENGATAS, PAYAKUMBUH
SUMATERA BARAT

Oleh
Jepri Suanto
E1C020063
Laporan ini dibuat sebagai syarat lulus mata kuliah Kerja Lapang (KL)
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing dan Koordinator mata kuliah Kerja Lapangan

Mengetahui
Koordinator Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Dr. Irma Badarina, S.Pt., M.P. Prof. Dr. Ir. Endang Sulistyowati, M.Sc
NIP. 19700123 199702 2 001 NIP. 19620205 198603 2 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan saya untuk dapat menyelesaikan Laporan Kerja Lapangan (KL) ini tanpa
adanya suatu gangguan yang terlalu berarti. Laporan ini disusun berdasarkan keadaan dan
informasi yang saya dapatkan melalui Praktek Kerja Lapangan di Balai Pembibitan Ternak
Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Padang Mengatas pada tanggal 26
Desember 2022 sampai dengan 10 Januari 2023. Saya mengucapkan terimakasih yang
sebesar besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Endang Sulistyowati, M.Sc selaku Dosen Pembimbing praktek Kerja
Lapang .
2. Dr. Irma Badarina, S.Pt., M.P. selaku koordinator mata kuliah Kerja Lapang.
3. Bapak Dani Kusworo, S.Pt, M.Si. selaku kepala balai di BPTU-HPT yang telah
memberikan izin dan menyediakan tempat bagi kelompok saya untuk dapat
melakukan praktek kerja lapang.
4. Ibu drh. Indah Wati M.P selaku Kepala sub bagian Tata Usaha.
5. Bapak drh. Darwis M.Pt, selaku kepala sub bagian Pelayanan teknis.
6. Bapak Jumaidi SP selaku Kepala sub bagian koordinator sarana dan prasarana.
7. Ibu Multiviza Muslim, S.Pt. selaku kepala sub bagian koordinator informasi jasa
dan produksi.
8. Petugas dan pekerja di BPTU-HPT Padang Mengatas yang bersedia menjadi teman
sekaligus mengarahkan selama kegiatan berlangsung.
9. Teman-teman seperjuangan dari Universitas Syiah Kuala yang telah menjadi
teman.
10. Fadli Rukmana, Mila Rani dan Riris Mery selaku teman satu kelompok yang telah
menemani dan berbagi informasi selama praktek kerja lapang.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, sehingga saya sangat membutuhkan kritik dan saran yang dapat membangun
untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
khususnya untuk Perkembangan Peternakan dimasa yang akan datang.
Bengkulu, 10 Januari 2023

Jepri Susanto

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................................. 2
BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN ...................................................................................... 3
2.1 Sejarah BPTU-HPT Padang Mengatas ............................................................................ 3
2.2 Alamat BPTU-HPT Padang Mengatas ............................................................................ 4
2.3 Area BPTU-HPT Padang Mengatas ................................................................................ 4
2.4. Struktur Organisasi BPTU-HPT Padang Mengatas ........................................................ 6
2.4. Visi dan Misi ................................................................................................................... 8
2.5 Populasi Ternak ............................................................................................................... 8
BAB III PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN ............................................................... 12
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan KL .............................................................................. 12
3.2 Pakan ............................................................................................................................. 12
3.2.1 Hijauan .................................................................................................................... 13
3.2.2 Konsentrat ............................................................................................................... 17
3.3. Body Condition Score (BCS) ........................................................................................ 18
3.4. Ukuran Tubuh ............................................................................................................... 22
3.5 Kesehatan Ternak .......................................................................................................... 24
3.5.1 Pencegahan .............................................................................................................. 24
3.5.2. Monitoring.............................................................................................................. 25
3.5.3 Pengobatan .............................................................................................................. 25
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 29
4.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 29
4.2 Saran .............................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 30
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha pembibitan ternak potong menjadi sangat penting untuk dikembangkan di
Indonesia sebagai upaya pemenuhan kebutuhan sumber protein hewani berupa daging,
yang mana sebagian besar masih impor dari negara lain. Menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) impor daging sapi di Indonesia mencapai senilai US$785,15 juta dengan volume
211,43 ribu ton pada tahun 2021. Berdasarkan nilainya, impor daging sapi mengalami
kenaikan 26,51% dari tahun 2020 yang sebesar US$585,99 juta. Pengembangan skala
usaha peternakan baik secara intensif maupun ekstensif sangat berpengaruh terhadap
peningkatan mutu produksi peternakan sebagai upaya menurunkan nilai impor daging di
Indonesia. Perbaikan mutu bibit ternak sapi potong dan penyediaan bahan pakan yang
mencukupi menjadi salah satu langkah upaya dalam memperbaiki kualitas peternakan di
Indonesia sehingga kenaikan akan kebutuhan protein hewani berupa daging sapi dapat di
seimbangi.
Upaya pengembangan bibit sapi potong di Indonesia merupakan langkah strategis
dalam penyediaan bibit sapi skala nasional di masa mendatang dalam rangka menghadapi
era perdagangan bebas dan mengurangi ketergantungan impor. Salah satu instansi
pemerintah yaitu Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-
HPT) Padang Mengatas merupakan salah satu balai yang menaungi pembibitan ternak
unggul yang berfungsi sebagai lembaga penyediaan bibit ternak unggul dan tanaman pakan
ternak dengan berfokus mengembangkan bibit sapi potong jenis Limousin, Simental,
Belgian Blue dan juga sapi Pesisir yang merupakan sapi asli dari Sumatera Barat.
Keberhasilan dalam usaha pemeliharaan ternak sapi potong di BPTU-HPT Padang
Mengatas tidak terlepas dari manajemen pemeliharaan yang diterapkan. Pemeliharaan sapi
di BPTU-HPT Padang Mengatas mengadopsi sistem pemeliharaan Intensif dan sistem
pemeliharaan ekstensif. Sistem Pemeliharaan ini memiliki perbedaan dalam hal penyediaan
maupun pemberian bahan pakan pada ternak. Perbedaan sistem Pemeliharaan ini diduga
memberikan respon produktivitas ternak sapi potong yang berbeda.
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai 70% dan faktor
genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan tersebut, aspek pakan mempunyai
pengaruh paling besar sekitar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik
ternak tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan kuantitas dan
kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai. Disamping pengaruhnya yang

1
besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang
terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan menyumbang biaya produksi yang
mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya. Pakan utama ternak ruminansia adalah hijauan
yaitu sekitar 60-70% (Supriyantono, 2020). Ketersedian pakan hijauan ini tentunya
memiliki perbedaan antara sistem pemeliharaan ekstensif dan intensif, sehingga respon
produktivitasnya pun akan memiliki perbedaan. Mengacu pada hal tersebut maka perlu
diketahui perbedaan produktivitas ternak sapi potong sebagai evaluasi manajemen
pemberian pakan pada sistem pemeliharaan kandang ekstensif dan intensif di BPTU-HPT
Padang Mengatas. Salah satu metode penilaian untuk mengevaluasi manajemen pemberian
pakan yaitu Body Condition Score (BCS). Nilai BCS digunakan untuk mengevaluasi
manajemen pemberian pakan, menilai status kesehatan individu ternak dan membangun
kondisi ternak pada waktu manajemen ternak yang rutin (Susilorini et al., 2007)
Berdasarkan uraian diatas penting untuk mengetahui manajemen pakan pada sistem
pemeliharaan yang berbeda di BPTU-HPT Padang Mengatas, Payakumbuh Sumatera
Barat sebagai bahan belajar dan evaluasi mahasiswa dalam upaya meningkatkan kualitas
peternakan yang berkelanjutan di Indonesia.

1.2 Tujuan
a. Untuk memenuhi 1 sks yang telah ditetapkan oleh jurusan sebagai agenda wajib
kuliah jurusan peternakan.
b. Menambah serta mengembangkan ilmu yang telah didapatkan diperkuliahan yang
biasanya hanya berbentuk teori.
c. Mengetahui dan mengamati secara langsung permasalahan permasalahan di
lapangan yang biasa dihadapi oleh peternak.
d. Mendapatkan bekal pengalaman bekerja dengan berpartisipasi langsung dalam
kegiatan di BPTU-HPT Padang Mengatas.
e. Membengun soft skill positif untuk menghadapi dunia kerja serta dapat menganalisis
aspek penting dalam bekerja.
f. Melihat perbedaan BCS sapi potong pada sistem pemeliharaan yang berbeda di
BPTU-HPT Padang Mengatas.

2
BAB II
DESKRIPSI PERUSAHAAN

2.1 Sejarah BPTU-HPT Padang Mengatas


Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Padang
Mengatas merupakan salah satu unit pelaksana teknis (UPT) dibawah Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. BPTU-HPT Padang Mengatas
merupakan satu satunya UPT Pembibitan ternak yang dikhususkan untuk memproduksi
bibit sapi potong jenis Simental dan Limosin di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Pertanian Nomor: 43 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis Lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 36/Permentan/ OT.140/8/2006 tentang Sistem
Perbibitan Nasional. Prioritas kinerja BPTUHPT Padang Mengatas adalah peningkatan
produksi bibit unggul ternak sapi potong yang berkualitas sesuai dengan mottonya
“excellent breed is our priority”. BPTU HPT Padang Mengatas, merupakan lembaga
pembibitan ternak tertua di Indonesia karena merupakan peninggalan pemerintahan klonial
Belanda yang dibangun tahun 1916. Pada zaman pasca kemerdekaan tahun 1945-1949
kegiatannya terhenti, pada tahun 1950 wakil Presiden Dr. Mohammad Hatta berkunjung ke
Padang Mengatas dan kembali mengatifkan balai tersebut dengan naman Induk Taman
Ternak (ITT) Padang Mengatas. Pada tahun 1955 ITT Padang Mengatas merupakan
stasiun peternakan tersebesar di Asia Tenggara dengan jenis ternak yang dikembangkan
adalah sapi, kuda, kambing dan ayam. Namun pada tahun 1958- 1961 terjadi pergolakan
dan ITT Padang Mengatas menjadi basis pertahanan PRRI sehingga terjadi kerusakan.
Pada tahun 1961 kembali dibenahi oleh pemerintah daerah Sumatera Barat, tahun 1974-
1978 dilakukan kerjasama pembangunan kembali ITT Padang Mengatas antara Pemerintah
Indonesia dengan Jerman melalui program Agricultural.
Development Project (ADP). Tahun 1978 proyek ADP berakhir dan diserahkan
kepada Departemen Pertanian RI dengan nama Balai Pembibitan Ternak – Hijauan
Makanan Ternak (BPT-HMT) Padang Mengatas sesuai dengan SK Menteri Pertanian
313/Kpts/Org/1978 dengan wilayah kerja 3 provinsi (Sumatera Barat, Riau dan Jambi).
Tahun 1978 Padang Mengatas dibiayai oleh pemda Sumbar dan Pemerintah Pusat. Barulah
tahun 1985 seluruh pembiayaan diambil alih oleh pemerintah pusat. Berdasarkan
keputusan Menteri Pertanian No.292/Kpts/OT.210/4/2002 tanggal 16 April 2002 berubah
nama menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi potong Padang Mengatas

3
dengan wilayah kerja meliputi seluruh provinsi di Indonesia dengan memfokuskan
pembibitan sapi jenis Simental dan Limousin.

2.2 Alamat BPTU-HPT Padang Mengatas


BPTU HPT Padang Mengatas terletak di dua kecamatan yaitu Kecamatan Luak dan
Kecamatan Lareh Sago Halaban dengan jarak dari pusat kota Payakumbuh 10 Km dan dari
pusat Kota Provinsi (kota Padang) 136 Km. Walaupun terletak di pinggang Gunung Sago,
BPTU-HPT Padang Mengatas sebagian besar batas lahannya bersinggungan dengan
pemukiman masyarakat, adapun batas tersebut adalah: a.Sebelah Utara : Kenagarian
Mungo dan Bukit Sikumpar Kec Luak b. Sebelah Selatan : Gunung Sago c. Sebelah Timur
: Dusun Talaweh Kenagarian Labuah Gunung, Kec Lareh Sago Halaban d. Sebelah Barat :
Kenagarian Sungai Kamuyang Kec Luak. BPTU dan HPT Padang Mengatas memiliki luas
areal 280 ha, yang terdiri dari 268 ha kebun rumput dan pastura, 12 ha untuk kandang,
kantor, perumahan dan jalan. Keadaan tempat/topografi bergelombang dan berbukit landai
dengan ketinggian 700 –900 m dari permukaan laut. BPTU Sapi Potong Padang Mengatas
beriklim tropis dan temperatur mencapai 18º–28 ºC (rata-rata 23 ºC), kelembaban 70%
serta curah hujan 1800 mm/tahun Berikut dibawah terlampir Poto peta BPTU-HPT Padang
Mengatas.

Gambar 1. Lokasi BPTU-HPT dilihat dari google maps

2.3 Area BPTU-HPT Padang Mengatas


Luas areal BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu 280 ha yang terdiri 10 ha lahan
kebun rumput potong, 59 ha areal rumah dinas, jalan, masjid dan perkantoran dan 211 ha
lahan pastura yang terbagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah barat dan wilayah timur,
yang mana untuk wilayah barat terdapat 1-23 plot untuk pemeliharaan sapi Simental dan
Limousin, dan selanjutnya wilayah timur terbagi menjadi plot A-F yang diperuntukan
untuk sapi Pesisir. Setiap plot di BPTU-HPT Padang Mengatas memiliki fungsi atau

4
peruntukannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan, yang dapat dilihat pada tabel 1
diatas
Tabel 1. Luas kebun rumput potong di BPTUHPT Padang Mangatas
Plot Wilayah Barat Plot Wilayah Timur
Luas Luas
Plot plot Fungsi Plot plot Fungsi
(ha) (ha)
I 5,1 Induk Bunting A 9,19 Sapi pesisir
II Lereng 3,3 Induk Bunting B 0,45 Sapi pesisir
III B (KA) 0,47 IA C 4,6 Sapi pesisir
IV B 1,13 HPL VII Timur 4,66 Induk Anak
VI 2,29 IA XIII Timur 4,1 kosong
VIII 5,09 Induk Anak XIV Timur 6,4 Kosong
IX 5,6 Induk Anak XV Timur 8,7 Kosong
X 5,65 Induk Anak XVII Timur 10,8 Kosong
XII A 5,6 Induk Bunting XVIII Timur 10,63 Kosong
XII B 7,6 Induk Bunting D 14,8 Sapi pesisir
XIII 5,5 Induk Anak E 5,58 Sapi pesisir
XIV 6,09 Induk Anak F 1-2 7,5 Sapi pesisir
XV 6,09 Induk Anak F3 6,19 Sapi pesisir
XVI 3,6 - F 4 5,95 Sapi pesisir
XVII 5,43 Induk Anak Plot sekitar kandang 1,19 HPL

XVIII 6,18 Induk Anak Feedlot 0,31 IA


XIX A 5,1 Induk kosong Restorasi 0,6 IA
XIX B 8,06 Induk kosong
XX A 0,97 Induk Bunting
XX B 4,43 Induk Bunting
XXI 3,1 Induk Bunting
XXXII 5,4 Induk Bunting
XXIII A 2,56 Induk Bunting
XXIII B 1,69 Induk Bunting
Total 106,13 Total 101,42

Lahan pada BPTU-HPT Padang Mengatas terbagi menjadi dua yaitu lahan bagian
timur dan bagian barat. Lebih jelas berikut ini dapat dilihat layout peta BPTUHPT Padang
Mangatas dapat pada gambar 2 dibawah ini.

5
Gambar 2. Peta BPTU-HPT Padang Mengatas

2.4. Struktur Organisasi BPTU-HPT Padang Mengatas


Struktur di dalam organisasi dibuat untuk menjalankan perusahaan sesuai dengan
tugas dan fungsi masing-masing jabatan. Struktur organisasi secara jelas mampu
memisahkan tanggung jawab dan wewenang anggotanya. Jika dalam suatu bisnis atau
perusahaan tidak memiliki komponen penting dalam struktur organisasi tersebut bisa jadi
akan mengalami gangguan kedepannya, salah satunya dalam hal alur manajemen dan
pengelolaan.
Keberhasilan suatu Balai tidak terlepas dari suatu perencanaan yang terorganisasi.
Maka untuk menunjang suatu kegiatan operasional perusahaan sangat dibutuhkan struktur
organisasi. Fungsi dari struktur organisasi adalah untuk menentukan seorang tenaga kerja
yang bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan kepada siapa ia harus melaporkan hasil
kegiatannya. Hal ini sangat diperlukan agar setiap tenaga mengetahui hak dan
kewajibannya.
Bagan struktur organisasi dari Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan
Ternak (BPTU-HPT) Padang Mengatas dapat dilihat pada gambar berikut ini:

6
KEPALA BALAI
Ir. Dani Kusworo, Spt, MSi

KASUBAG TATA
USAHA
drh. Indahwati, MP

KASUBAG KASUBAG KASUBAG


PELAYANAN KOORDINATOR KOORDINATOR
TEKNIS SARANA INFORMASI JASA
PRASARANA DAN PRODUKSI
drh. Darwis, M.PT
Jumaidi, SP Multivizal Muslim, S.Pt

KELOMPOK FUNGSIONAL

FUNGSIONAL WASBITNAK

FUNGSIONAL WASTUKAN

PARAMEDIK VETERINER

Gambar 3. Struktur Organisasi BPTU-HPT

BPTU-HPT Padang mengatas saat ini dipimpin oleh Ir. Dani Kusworo, S.Pt., M.Si.
Kepala subbagian tata usaha yaitu drh. Indahwati, MP. Kepala subbagian pelayanan teknis
yaitu drh. Darwis, M.PT. Kepala subbagian informasi dan jasa produksi yaitu Multiviza
Muslim S.Pt., dan selanjutnya kepala subbagian prasarana dan sarana ialah Jumadi, SP.
Kemudian terdapat kelompok jabatan fungsional yang terbagi menjadi tiga yaitu
koordinator Wasbitnak, koordinator Wastukan dan koordinator Paramedik Veteriner.
Setiap jabatan dan jajaran masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab
tersendiri dalam membangun dan mewujudkan tujuan dari BPTU_HPT Padang Mengatas.
Tujuan dan fungsi BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu :
1. Penyusunan program, rencana kerja, dan anggaran, pelaksanaan kerjasama, serta
penyiapan evaluasi dan pelaporan.
2. Pelaksanaan pemeliharaan, produksi dan pemuliaan bibit ternak unggul.
3. Pelaksanaan uji performance dan uji zuriat ternak unggul.
4. Pelaksanaan recording pembibitan ternak unggul.
5. Pelaksanaan pelestarian plasma nutfah.

7
6. Pelaksanaan pengembangan bibit ternak unggul.
7. Pemberian bimbingan teknis pemeliharaan, produksi dan pemuliaan bibit ternak
unggul.
8. Pemeliharaan dan pemeriksaan kesehatan hewan, dan pelaksanaan diagnosa
penyakit hewan.
9. Pelaksanaan pengawasan mutu pakan ternak .
10. Pengelolaan pakan ternak dan hijauan pakan ternak.
11. Pemberian informasi, dokumentasi, penyebaran dan distribusi hasil produksi bibit
ternak unggul bersertifikat dan hijauan pakan ternak.
12. Pelaksanaan evaluasi kegiatan pembibitan ternak unggul dan hijauan pakan ternak
unggul.
13. Pemberian pelayanan teknis pemeliharaan bibit ternak unggul.
14. Pemberian pelayanan teknis pemuliaan dan produksi bibit ternak unggul.
15. Pengelolaan prasarana dan sarana teknis.
16. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga BPTU HPT Padang Mengatas.

2.4. Visi dan Misi


Adapun visi dan misi dari BPTU HPT Padang Mangatas adalah sebagai berikut:
2.4.1 Visi
Menjadi Pusat Penghasil Sapi Bibit Unggul Nasional

2.4.2 Misi
1. Meningkatkan populasi sapi potong
2. Meningkatkan produksi dan produktifitas bibit sapi potong
3. Menyediakan biobit sapi potong yang bersertifikat
4. Melakukan distribusi bibit sapi potong unggul
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparatur dan pelaku usaha sapi
potong
6. Melaksanakan pelayanan dan teknis di bidang sapi potong
7. Menerapkan inovasi teknologi sapi potong

2.5 Populasi Ternak


BPTU-HPT Padang mengatas mengembangbiakkan empat jenis sapi yang terdiri dari
sapi Limousin (Bos taurus), sapi Simental (Bos taurus), sapi Belgian Blue (Bos taurus) dan
sapi Pesisir (Bos indicus). Sapi-sapi ini dikelompokkan berdasarkan status fisiologis dari
ternak yaitu antaranya kelompok sapi kosong, kelompok sapi bunting, kelompok sapi
8
induk dan anak, kelompok sapi Hari Prediksi Lahir (HPL) dan kelompok sapi pejantan.
Berdasarkan catatan penanggung jawab recording, populasi ternak di BPTU-HPT Padang
Mengatas jumlah populasi dapat dlihat pada tabel populasi di bawah ini yaitu :
Tabel 2. Populasi ternak di BPTU-HPT Padang Mangatas (Desember 2022)
Dewasa (ekor) Muda (ekor) Anak (ekor) Jumlah
Bangsa Sapi J B J B J B (ekor)
Simmental 12 263 13 1 42 77 408
Limousin 10 194 8 12 29 22 275
Pesisir 8 208 29 41 87 87 460
Belgian Blue 1 7 0 0 0 1 9
Simmental BB 1 12 0 0 3 2 18
Limousin BB 0 3 0 0 0 2 5
Jumlah 32 687 50 54 161 191 1175

Keberhasilan BPTU-HPT Padang Mengatas dalam meningkatkan jumlah populasi


ternak sapi potong tidak terlepas dari sistem perkawinan yang di terapkan. Jenis
perkawinan yang digunakan di BPTU-HPT Padang Mengatas dapat dilihat pada tabel 3
dibawah ini.
Tabel 3. Sistem perkawinan di BPTU-HPT Padang Mengatas
No Bangsa Sapi Perkawinan Keberhasilan (%)
1 Eksotik (Simmental dan Limousin) Inseminasi Buatan 70
2 Eksotik(Belgian Blue) Transfer Embrio 30
3 Lokal (Pesisir) Kawin Alami 90

Sistem perkawinan inseminasi buatan merupakan teknik deposisi semen kedalam


organ reproduksi betina dengan menggunakan alat bantu untuk tujuan menghasilkan betina
bunting tanpa melalui proses perkawinan alami. Sebelum petugas inseminator melakukan
Inseminasi, terlebih dahulu dilakukan monitoring atau pemantauan terhadap ternak betina
yang birahi. Pengamatan birahi dilakukan pada setiap ekor induk sapi. Pengamatan dapat
dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore hari dengan melihat gejala birahi secara
langsung. Birahi berlangsung sekitar 18 jam dengan siklus rata-rata 21 hari. Pengamatan
birahi merupakan faktor yang paling penting, karena jika gejala birahi telah terlihat maka
petugas inseminator dapat melakukan Inseminasi. Berikut dibawah ini gambar petugas
inseminator saat melakukan Inseminasi.

9
Gambar 4. IB sapi Limosin di BPTU-HPT

Setelah 21 hari (hari ke 18-23) dari perkawinan, dilakukan pengamatan birahi


kembali, dan apabila tidak ada gejala birahi hinggga dua siklus (42 hari) berikutnya,
kemungkinan sapi induk tersebut berhasil bunting. Untuk meyakinkan bunting tidaknya,
setelah 60 hari sejak di kawinkan, dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan
palpasi rektal, yaitu adanya pembesaran uterus seperti balonkaret (10-16 cm) dan setelah
hari ke 90 sebesar anak tikus (Boothby and Fahey,1995). Setelah diagnosis pemeriksaan
kebuntingan telah dilakukan, pada ternak yang tidak bunting akan dilakukan singkronisasi
estrus dengan melakukan penyuntikan prostaglandin dosis 5 ml/ekor, kemudian setelah itu
akan di lakukan pemantauan birahi hingga 10 hari kedepan. Jika dalam 10 hari kedepan
ternak tetap tidak birahi maka akan dilakukan penyuntikan prostaglandin dengan
penambahan dosis menjadi 10 ml/ekor. Dibawah ini dapat dilihat gambar palpasi rektal

Gambar 5. Palpasi rektal sapi limosin di BPTU-HPT

Selanjutnya untuk sapi Belgian Blue BPTU-HPT Padang Mengatas menerapkan


sistem perkawinan Transfer Embrio. Transfer embrio merupakan suatu proses, mulai dari
pemilihan sapi-sapi donor, sinkronisasi birahi, superovulasi, inseminasi, koleksi embrio,
penanganan dan evakuasi embrio, transfer embrio ke resipien sampai pada pemeriksaan
kebuntingan dan kelahiran. Transfer embrio memiliki manfaat ganda karena selain dapat

10
diperoleh keturunan sifat dari kedua tetuanya juga dapat memperpendek interval generasi
sehingga perbaikan mutu genetik ternak lebih cepat diperoleh. Selain itu, dengan TE
seekor betina unggul yang disuperovulasi kemudian diinseminasi dengan sperma pejantan
unggul dapat menghasilkan sekitar 40 ekor anak sapi unggul dan seragam setiap tahun, bila
dibandingkan dengan perkawinan alam atau IB hanya mampu melahirkan 1 ekor anak sapi
pertahun. Bahkan bisa dibuat kembar identik dalam jumlah yang banyak dengan
menggunakan teknik “Cloning”. Teknologi TE juga dapat membuat jenis kelamin (jantan
atau betina) anak sapi yang diinginkan.
Sapi Pesisir adalah salah satu rumpun sapi asli Indonesia, yang berasal dari daerah
Pesisir selatan Sumatera Barat. Sapi ini merupakan salah satu sapi lokal yang populasinya
menyebar di seluruh provinsi Sumatera Barat. Sapi jenis ini memiliki keseragaman bentuk
fisik dan mempunyai komposisi genetik dengan kemampuan adaptasi yang baik meskipun
pada lingkungan yang buruk. Pada sapi Pesisir BPTU-HPT Padang Mengatas menerapkan
sistem perkawinan alami dikarenakan tidak adanya jenis straw sapi Pesisir. Selanjutnya
petugas koordinator sapi Pesisir mengemukakan bahwa perkawinan alami yang diterapkan
salah satunya juga untuk melakukan pemurnian genetik pada sapi pesisir hingga
menghasilkan keturunan kelima. Sapi-sapi Pesisir yang memiliki warna bulu dengan corak
putih diseleksi untuk kemudian dijual, dan hanya mempertahankan sapi Pesisir dengan ciri
warna tubuh coklat.
Sapi pejantan 2-3 ekor dilepaskan pada kelompok sapi betina, sehingga sapi
pejantan dapat mengawini betina berahi dengan bebas. Kapasitas areal padang gembala
yang luas dan dapat digembala hingga ratusan ekor betina dan beberapa pejantan, yakni
hingga 60-100 ekor induk dengan 2-3 pejantan (rasio betina:pejantan yaitu 100:3). Dengan
begitu sapi-sapi dapat memperoleh hijauan pakan rumput atau tanaman hutan dengan
bebas. Dapat dilihat pada gambar 6 kelompok sapi Pesisir.

Gambar 6. Kelompok sapi Pesisir di plot timur BPTU-HPT

11
BAB III
PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan KL


Pelaksaan Kerja Lapang ini dimulai pada tanggal 26 Desember 2022 sampai
dengan 10 Januari 2023, yang dilaksanakan di BPTU-HPT Padang Mengatas Kec. Luak
Kab. Lima Puluh Kota, Payakumbuh, Sumatra Barat. Jadwal Magang FP UNIB 26
Desember 2022 – 10 Januari 2023 yang ditetapkan oleh team magang BPTU-HPT Padang
Mengatas dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Jadwal Magang di BPTU-HPT Padang Mengatas
Bidang Kegiatan
Wasbitnak
Pembimbing
Nama Kesehatan
Lapangan Produksi Pakan Evaluasi
Pemeliharaan Pemeliharaan Hewan
dan
sapi Eksotik sapi pesisir
Pemuliaan

Yulia Heniwati, S.Pt. 10


26
Jepri 4-7 8-10 Januari
Drh. Nilam 2-3 Januari 04 Januari Desember
Susanto Januari Januari Pukul
- 1 Januari
Vivi Misriani, S.Pt 13:30

3.2 Pakan
Pakan adalah semua yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu
kesehatannya. Pada umumnya pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan yang
meliputi kuantitatif, kualitatif, kontinuitas serta keseimbangan zat pakan yang terkandung
di dalamnya. Menurut Hartanto (2008) pakan merupakan aspek yang penting karena 70%
dari total biaya produksi adalah untuk pakan. Pakan merupakan sumber energi utama untuk
pertumbuhan dan pembangkit tenaga bagi ternak. Makin baik mutu dan jumlah pakan yang
diberikan, makin besar tenaga yang ditimbulkan dan makin besar pula energi yang
tersimpan dalam bentuk daging.
Jenis pakan yang diberikan pada sapi potong di BPTU-HPT Padang Mengatas
berdasarkan jenisnya meliputi pakan hijauan dan konsentrat. Baik pakan hijauan maupun
konsentrat pemberiannya harus dapat untuk memenuhi beberapa kebutuhan ternak sebagai
berikut:
1. Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan
dalam jumlah minimal. Pada hakekatnya kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan
sejumlah minimal nutrient untuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan kondisi
tubuh ternak. Kebutuhan tersebut digunakan untuk bernapas, bergerak, dan pencernaan
makanan.
12
2. Kebutuhan untuk pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan
ternak sapi untuk proses pembentukan jaringan tubuh dan menambah berat
badan.
3. Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi
untuk proses reproduksi, misalnya kebuntinga. Pemberian pakan dimaksudkan agar
sapi dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus untuk pertumbuhan dan
reproduksi. Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan pakan berupa hijauan.

3.2.1 Hijauan
Pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya
merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan
ternak ruminansia. Hal ini disebabkan hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal
dari hijauan dengan konsumsi segar perhari 10-15 % dari berat badan (BB), sedangkan
sisanya adalah konsentrat dan pakan tambahan (feed supplement). Jenis pakan hijauan
di BPTU-HPT Padang Mengatas berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi tiga yaitu
hijauan potong (Penicetum purpureum, Penicum maximum), hijauan pastura
(Bracharia decumbens, Star grass, Stylosanthes) dan hijauan legume (Indigofera
zolingeriana, Centrosema pubiscens).
Penyediaan pakan ternak berupa HPT di BPTU-HPT Padang Mangatas terbagi
menjadi 2 tipe untuk hijauan yaitu cut and carry dan sistem pengembalaan. Pemberian
pakan yang menggunakan sistem cut and carry dilakukan dengan cara pemberian
langsung rumput potong yang sudah dicacah ke ternak-ternak yang dikandangkan,
sedangkan sistem pengembalaan yaitu ternak digembalakan di padang penggembalaan
dengan sistem rotasi grazing.
Pada pemeliharaan kandang intensif pakan hijauan diberikan dalam dua bentuk
yaitu Pakan hijauan segar dan hijauan olahan berupa silase. Pakan hijauan segar
seperti rumput potong rumput gajah (Penicetum purpureum) diberikan pada sapi
dalam bentuk cacahan yang diberikan pada pagi dan sore hari setelah pemberian pakan
konsentrat sebanyak 10 % dari bobot badan ternak. Untuk pencacahan rumput dengan
menggunakan mesin pencacah (chopper) dengan tujuan untuk memudahkan sapi
dalam mengkonsumsinya dan serta dapat terpenuhinya nutrisi gizi pada ternak. Selain
hijauan potong Penicetum purpureum, juga diberikan hijauan legume Indigofera
zolingeriana dalam jumlah yang sedikit yaitu sekitar 3-4 % dari bobot badan ternk.
Berikut dibawah ini gambar pemberian hijauan segar pada ternak.

13
Gambar 7. Pemberian Indigofera di kandang 5 BPTU-HPT

Pada pemeliharaan ekstensif atau padang gembala jenis pakan hijauan yang di
gunakan adalah rumput pastura yang tahan akan renggutan dan injakan, yaitu seperti
rumput Bracharia decumbens, Axonopus compresuss, Star grass dan sebagian kecil
legume rambat yang tumbuh tidak disengaja seperti Centrosema pubiscens. Pada
pemeliharaan padang gembala ini, sapi memiliki akses untuk mengkonsumsi rumput
tidak terbatas atau selalu tersedia (ad libitum) sehingga sapi bebas memilih jenis
rumput yang akan dimakan. Frekuensi pemberian hijauan yang lebih sering dilakukan
dapat meningkatkan kemampuan sapi itu untuk mengonsumsi ransum dan juga
meningkatkan kencernaan bahan kering hijauan, peningkatan kecernaan bahan kering
ransum akan menambah jumlah zat-zat gizi yang dapat dimanfaatkan untuk produksi,
termasuk pertumbuhan (Siregar, 2008).
Pada lahan pastura setiap kelompok sapi memiliki 6-8 paddock berdasarkan
jumlah populasi ternak sebagai padang gembala dan dilakukan rotasi secara berkala
sesuai dengan ketersediaan hijauan, populasi ternak dan aspek lainnya. Dengan
pemeliharaan sistem gembala seperti ini sapi -sapi akan selalu memiliki ketersediaan
akan rumput, setelah ketersediaan rumput pada paddock berkurang ternak akan
digiring ke paddock selanjutnya sesuai jadwal. Selanjutnya paddock bekas tersebut
segera dilakukan peremajaan menggunakan mesin rotashleser sehingga rumput dalam
paddock tersebut akan memiliki tinggi dan umur panen yang sama. Berikut dibawah
ini gambar ternak di Padang gembala.

14
Gambar 8. Sapi Simental di padang gembala BPTU-HPT

Komposisi botani yang terdapat pada padang penggembalaan pun beragam di


setiap paddocknya, tidak hanya jenis rumput (Graminae) saja yang tumbuh pada
padang penggembalaan, namun terdapat juga jenis legum (Leguminosa) dan gulma
yang tumbuh. Rumput utama yang ditanam pada padang penggembalaan yaitu rumput
BD (Brachiaria decumbens), rumput benggala (Panicum maximum) dan rumput star
grass (Cynodon dactylon), jenis rumput tersebut mempunyai daya tahan terhadap
renggutan serta tahan dari pijakan, sehingga tidak mudah rusak serta memiliki
perawatan yang cukup mudah. Jenis legum (Leguminosa) yang tumbuh antara lain
yaitu Stylo (Stylosanthes guianensis) dan (Centrosema pubescens). Keragaman
tanaman atau komposisi botanis serta informasi kandungan nutrisi hijauan pada
pastura dan lahan hijauan potong di BPTU-HPT Padang Mengatas dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5. Kandungan nutrisi hijauan segar
Kandungan Nutrisi (%)
No Spesies Hijauan
BK PK SK Lemak Abu BETN
1 Penicetum purpureum 18,98 10,19 34,15 1,64 11,73 42,29
2 Brachiaria decumbens 16,98 11,42 27 2,14 10,78 48,66
3 Panicum maximum 17,5 18,37 27,4 3,81 13,08 37,34
4 Stylosanthes guianensis 18,8 16,62 36,45 1,59 7,06 38,28
5 Centrosema pubescens 19,27 19,61 35,54 1,2 8,22 35,43
6 Indigofera zolingeriana 86,79 24,81 14,34 4,52 5,1 *
7 Star grass 37,77 12,28 40,58 1,42 6,53 *
Sumber : Kanisius (1979)

Selain diberikan dalam bentuk segar, hijauan juga diberikan dalam bentuk pakan
olahan berupa silase. Pakan hijauan silase hanya diberikan pada pemeliharan intensif
untuk sapi anakan periode lepas sapi sebagai langkah untuk membiasakan ternak

15
terhadap pakan olahan serta membangun ekologi rumen pada anakan sapi lepas sapih.
Silase dibuat sebagai bahan pakan cadangan dan tambahan ketika hijauan segar sulit
untuk didapatkan. Dalam proses pembuatannya di BPTU-HPT Padang Mengatas silase
di buat dari campuran 97% dari hijauan segar Penicetum purpureum (atau jenis
rumput lain) yang sebelumnya sudah diangin-angingkan terlebih dahulu untuk
mengurangi kadar air pada rumput, 2 % terdiri dari campuran konsentrat dan sisanya
terdiri dari molases atau M4 peternakan. Tujuan pemberian molases dalam pembuatan
silase antara lain: mempercepat pembentukan asam laktat, mempercepat penurunan pH
sehingga mencegah terbentuknya fermentasi yang tidak dikehendaki dan merupakan
suplemen tambahan untuk zat gizi dalam hijauan yang digunakan (Hapsari et al.,
2014). Sebelum diberikan silase terlebih dahulu diangin-anginkan untuk tujuan
mengurangi bau amonia. Dapat dilihat pada gambar 9 dibawah ini pemberian silase

Gambar 9. Pemberian silase di kandang 5 BPTU-HPT

Pakan hijauan silase tentunya memiliki kandungan nutrisi yang berbeda dari
hijauan yang diberikan dalam bentuk segar. Kandungan nutrisi dari silase dapat dilihat
pada tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Kandungan nutrisi silase rumput gajah (Penicetum purpureum)
Kandungan Nutrisi (%)
Spesies Hijauan
BK PK SK Lemak Abu BETN
Rumput gajah (Penicetum
18,98 10,19 34,15 1,64 11,73 42,29
purpureum)
Sumber : Kanisius (1979)

Silase merupakan bahan pakan ternak yang lebih mudah dicerna daripada
rumput tanpa diolah terlebih dahulu. Sebagian besar pencernaan dan penyerapan
nutrisi terjadi di usus halus. Enzim di usus halus memecah molekul nutrisi yang

16
kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana. Karbohidrat dipecah menjadi gula
sederhana (monosakarida), lemak menjadi asam lemak dan monogliserida, asam
nukleat menjadi nukleotida dan protein menjadi asam amino (Dijkstra, 2005).
Pemberian silase dilakukan pada pagi dan sore hari dalam jumlah yang sedikit yaitu
sekitar 3-4 % dari bobot badan ternak.

3.2.2 Konsentrat
Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis
pakan komplit yang dibuat khusus untuk meningkatkan laju produksi. Mudah dicerna,
karena terbuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber
protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Pemberian konsentrat
perlu diberikan pada ternak untuk meningkatkan produksinya, dengan pemberiaan dan
komposisi yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ternak. Pemberian konsentrat pada
ternak sapi diberikan pada pagi hari sebanyak 1-3 % dari BB (bobot badan). Berikut
dibawah dapat dilihat gambar pemberian konsentrat

Gambar 10. Pemberian konsentrat di kandang 6 BPTU-HPT

Di BPTU-HPT Padang Mengatas pemberian konsentrat dilakukan sebanyak satu


kali yaitu setiap pagi hari sebelum dilakukan pemberian hijauan. Siregar (2003)
menyatakan bahwa pemberian konsentrat yang dilakukan 2 jam sebelum pemberian
hijauan akan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik karena
konsentrat yang relatif banyak mengandung pati sebagian besar mudah dicerna oleh
mikroorganisme rumen pada saat hijauan mulai masuk ke dalam rumen. Jenis pakan
konsentrat di BPTU-HPT Padang Mengatas adalah pakan konsentrat pabrik
(Nutrifeed) yang dibedakan berdasarkan umur ternak, yaitu pakan sapi induk dan
anakan.

17
Indukan

Tabel 7. Kandungan nutrisi konsentrat Nutrifeed sapi potong induk


Presentase pemberian KA PK LK Ca P % Abu TDN NDF

2-3% Bobot Badan


(BB) 14 12 6 0,8 0,6 12 65 35

Hasil penelitian Mulyanti (2021) pemberian konsentrat dengan kadar protein kasar
11,82% dan TDN 66,74% sebanyak 0,5% dan 1% dari bobot badan pada sapi induk PO
dan sapi induk silangan Simmental – PO dapat memperbaiki BCS sapi induk. Pemberian
konsentrat dengan kadar protein kasar 11,82% dan TDN 66,74% sebanyak 1 % dari bobot
badan dapat dianjurkan untuk sapi induk PO dan sapi induk silangan Simmental – PO pada
saat menjelang dikawinkan. Dapat dilihat pada tabel 7 bahwa PK 12 % dengan nilai TDN
65% maka tidak heran saya mendapati sapi-sapi di lapangan memiliki rata-rata BCS 3 dari
skala 1-5.
Anakan
Tabel 8. Kandungan nutrisi konsentrat Nutrifeed sapi pedet

Presentase KA PK LK SK % Abu TDN Ca P Probiotik Mineral


pemberian Herbal vit vit
2-3% Bobot
Badan (BB) 14 16 4 14 12 20 1 0,6 *** ***

Hasil penelitian Kurnianto dan Nurhayati (2017) memperoleh sapi yang diberikan
pakan konsentrat PK 13% sebanyak 1% dari berat badan menghasilkan pertambahan berat
badan harian sebesar 0,56 kg/ekor/hari. Ngadiyono et al., (2008) dan Santi (2008)
mengungkapkan bahwa sapi yang diberi konsentrat PK 13,10%, TDN 72,5% dan PK
19,38% TDN 60,54 memperoleh PBB 0,87 kg/ekor/hari dan 0,67 kg/ekor/hari pada sapi
PO. Jumlah protein kasar pada konsentrat anakan lebih tinggi daripada konsentrat untuk
indukan, hal ini bertujuan mamacu pertumbuhan anakan karena performan anakan salah
satunya dipengaruhi oleh nutrisi, sehingga kualitas pakan anakan harus diperhatikan untuk
mendapat pertumbuhan yang baik.

3.3. Body Condition Score (BCS)


BCS adalah suatu metode penilaiannya dengan cara pengamatan serta perabaan
untuk mengetahui status nutrisi dilihat pada lemak tubuh pada bagian tertentu. Nilai BCS
dapat dipengaruhi oleh konsumsi pakan serta kemampuan ternak dalam menyerap nutrisi
yang terdapat dalam pakan. Nutrisi yang diserap oleh ternak akan berbeda berdasarkan

18
sumber dari pakan yang dikonsumsi. Ternak yang di Padang pengembala akan memiliki
akses memakan rumput yang tak terbatas (ad libitum) dan bebas memilih sesuai dengan
palatabilitas ternak. Sedangkan ternak pada pemeliharaan intensif dalam memperoleh
nutrisi dari hijauan terbatas sesuai dengan aturan pemberian dan jenis hijauan yang di
gunakan. Nilai BCS dapat ditentukan dengan berbagai faktor yang salah satunya yaitu
anggota linear tubuh. Penilaian tersebut akan mendapatkan besar kecilnya nilai BCS sesuai
dengan kondisi tubuh dari ternak yang dinilai. Penilaian BCS yang telah saya lakukan di
BPTU-HPT Padang Mengatas berdasarkan buku panduan yang diberikan oleh petugas
lapangan, antara lain dapat dilihat pada gambar 11 dibawah ini.

Gambar 11. BCS JICA

Dari gambar diatas yang diperoleh dari petugas lapangan BPT-HPT Padang
Mengatas, menjelaskan bahwa penilaian BCS merupakan salah satu metode untuk
mengukur tingkat perlemakan pada sapi induk dengan menggunakan skor. Hasil penilaian
BCS pada sapi bersifat obyektif dan tidak dapat dikaitkan dengan bobot hidup sapi, oleh
karena itu antara ternak sapi yang memiliki bobot hidup sama, nilai BCS nya belum tentu
sama. Pengukuran BCS menurut Edmonson et al., (1989) menggunakan skala 1-5, yaitu
nilai 1 : sangat kurus, nilai 2 : kurus, nilai 3 : sedang, nilai 4 gemuk, serta nilai 5 : sangat
gemuk. Menurut Ditjenak (2016) kelompok sapi dengan BCS kurang dari 2 mengalami
kekurangan nutrisi yang selanjutnya dapat mengakibatkan sistem reproduksi yang tidak
berfungsi secara optimal. Agar dapat sistem reproduksi dapat berfungsi secara optimal,
BCS sapi induk seharusnya diatas atau sama dengan 2. Menurut Tophianong et al., (2014)
BCS ideal dari sapi betina yang akan di IB adalah 2,5 – 3 dari skala 1 – 5. Setelah
memahami sistem penilaian BCS dan panduan yang diarahkan oleh petugas di BPTU-HPT
Padang Mengatas didapatkan hasil penilaian yang saya lakukan yaitu dapat dilihat pada
tabel 8 berikut ini.

19
Tabel 8. Nilai BCS sapi di BPTU-HPT Padang Mangatas
Kandang Intensif Kandang Ekstensif
NO Jenis
Kode Ear Tag Jenis Sapi BCS Kode Ear Tag BCS
Sapi
1 BV. 18 Limousin 4 01.02.19 Simental 4
2 326 Simental 4 11.08.18 Simental 4
3 14.09.19 Limousin 4 30.12.19 Simental 3
4 7079 Simental 4 12.07.18 Simental 3
5 S. 176 Simental 4 06.02.19 Simental 3
6 778 Limousin 4 C.4428 Simental 4
7 7087 Simental 4 27.07.18 Limousin 4
8 BB. 1937 Simental 3 PKM 0055 Simental 4
9 BB. 1953 Simental 4 BV. 45 Limousin 4
10 BB. 1833 T Simental 4 18.03.16 Simental 4
11 BB. 1954 Simental 3 7124 Limousin 4
12 PKM 0054 Limousin 3 07.10.18 Simental 3
13 7118 Limousin 4 31.06.18 Simental 3
14 BV 39 Limousin 3 08.07.16 Limousin 3
15 PKL. 0499 Limousin 4 71 Simental 3
16 BV 24 Simental 3 7020 Simental 4
17 1634 Simental 3 7116 Simental 4
18 BV 87 Simental 3 366 Simental 4
19 1630 Simental 2 S 124 Simental 4
20 47 Simental 2 C 578 Simental 4
Rata-rata 3,5 3,6

Dari tabel diatas dapat dimuat kembali pada tabel yang lebih sederhana agar mudah
dipahami.
Tabel 9. Rata-rata nilai BCS Sapi di BPTUHPT Padang Mangatas
Body Condition Score
No Bangsa Sapi
Kandang intensif Kandang ekstensif
1 Eksotik (Simmental,Limousin) 2-4 (3,5) 3-4 (3,6)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa BCS sapi pada pemeliharaan ekstensif
memiliki nilai BCS kisaran 3-4 dengan nilai rata-rata 3,6 dari 20 sampel sapi indukan yang
dinilai. Sampel indukan diambil secara random dilapangan. Sedangkan pada pemeliharaan
kandang intensif nilai bcs sapi indukan yaitu berkisar 2-4 dengan nilai rata-rata 3,5 dari 20
sampel induk yang dinilai. Dapat ditarik kesimpulan bahwa BCS sapi pada pemeliharaan
kandang ekstensif lebih baik 0,1 %, hal ini dimungkinkan karena pada pemeliharaan

20
ekstensif ternak memiliki akses hijauan yang tak terbatas (ad libitum) dan bebas memilih
jenis hijauan yang disukai.

BCS Foto Tampak Samping Foto Tampak Belakang

Gambar 12. Foto BCS sapi di BPTU-HPT Padang Mangatas

Diatas dapat dilihat gambar sampel BCS yang dinilai berdasarkan skor BCS yang
didapatkan. Penilaian dilakukan pada sapi induk dengan jenis sapi Limousin dan Simental,
hal ini karena karena hanya kedua jenis sapi tersebut yang dipelihara pada dua system
pemeliharaan yang berbeda. Dibutuhkan pembanding yang sama baik pada umur dan jenis
sapi pada pemeliharaan Padang gembala dan intensif untuk mendapatkan hasil
perbandingan diantara keduanya. Hasil penilaian BCS sapi induk pada pemeliharaan
Padang gembala yaitu 3-4 dan hal ini lebih baik dibandingkan BCS pada pemeliharaan
intensif, diduga karena sapi-sapi induk pada kelompok pemeliharaan ekstensif

21
mendapatkan asupan nutrien lebih baik, khususnya karbohidrat dan protein. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Neumann dan Lusby (1986) bahwa sapi yang memiliki BCS yang
bagus memiliki perlemakan dan perototan yang lebih besar sebagai akibat dari pakan yang
baik.

3.4. Ukuran Tubuh


Ukuran tubuh pada ternak memberikan gambaran visual terhadap perkiraan bobot
badan pada ternak. Bobot badan memegang peranan penting dalam pola pemeliharaan
yang baik, selain untuk menentukan kebutuhan nutrisi, jumlah pemberian pakan, jumlah
dosis obat, bobot badan juga dapat digunakan untuk menentukan nilai jual ternak tersebut.
Di lapangan masih banyak dijumpai peternak yang memberikan pakan tidak
mempertimbangkan jumlah kebutuhan berdasarkan bobot badan. Kurangnya pengetahuan
peternak tentang cara penentuan jumlah pakan serta penentuan harga jual yang tidak lepas
dari pengaruh bobot badan dan minimnya fasilitas untuk mengetahui bobot badan yang
tepat menjadi salah satu alasan. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam kegiatan magang
dilakukan perkiraan bobot badan ternak di BPTU-HPT Padang Mengatas berdasarkan data
ukuran tubuh yang didapatkan pada system recording.
Ukuran-ukuran tubuh ternak dapat digunakan untuk menduga bobot badan. Salah
satu metode praktis adalah dengan menggunakan lingkar dada. terdapat beberapa rumus
penduga bobot badan ternak menggunakan lingkar dada yaitu Schoorl, Winter, dan
Denmark. Rumus-rumus tersebut dapat digunakan untuk sapi, kambing, domba, babi dan
kerbau. Menurut Gafar (2007) hingga kini telah dikenal beberapa formula untuk
mengestimasi bobot badan pada sapi, yaitu formula dari Schoorl [Bobot badan (lbs) =
(Lingkar dada(cm) + 22)²/100], Winter [Bobot badan(lbs) = {(Lingkar dada (inchi))² x
Panjang badan(inchi)}/300], dan Smith[Bobot badan(lbs) = {Lingkar dada (cm) +
18}2/100].
Di BPTU-HPT Padang Mengatas pengukuran tubuh ternak dilakukan untuk
mengetahui perkiraan bobot badan dan juga sebagai bahan acuan seleksi terhadap ternak
sebelum pengambilan keputusan ternak tersebut dijual atau dipertahankan untuk indukan.
Pengukuran tubuh dilakukan pada saat proses pemindahan ternak lepas sapih di
pemeliharaan ekstensif ke kandang pemeliharaan intensif sekaligus sebagai langkah seleksi
terhadap ternak tersebut. Jenis sapi yang dilakukan pengukuran tersebut ialah sapi pesisir
periode lepas sapih yang berada di pemeliharaan ekstensif. Berikut dibawah ini merupakan

22
data recording ukuran tubuh ternak sapi pesisir di BPTU-HPT Padang Mengatas yang
didapatkan dari petugas recording.
Tabel 10. Ukuran tubuh sapi di BPTUHPT Padang Mangatas
Umur
No Tanggal Eartag (hari) PB (cm) LD (cm) TP (cm)
1 26 Juni 2022 13.06.22 180 104 125 103
2 18 Juni 2022 11.06.22 188 102 121 101
3 17 Juni 2022 08.06.22 189 95 114 96
4 09 Juni 2022 05.06.22 197 100 121 99
5 06 Juni 2022 04.06.22 200 108 125 104
6 05 Mei 2022 06.05.22 232 106 120 100
7 04 Juni 2022 02.06.22 202 102 115 100
8 17 Maret 2022 07.03.22 281 104 121 93
9 29 Juni 2022 P.16.06.22 176 82 99 82
10 29 Juni 2022 P.17.06.22 176 81 106 87
11 24 Juni 2022 P.12.06.22 181 83 97 86
12 24 Juni 2022 P.13.06.22 181 84 107 85
13 19 Juni 2022 P.11.06.22 186 85 105 88
14 18 Juni 2022 P.09.06.22 187 80 105 82
15 10 Juni 2022 P.06.06.22 195 88 103 89
16 10 Juni 2022 P.08.06.22 195 83 97 89
17 07 Juni 2022 P.05.06.22 198 83 102 87
18 01 Juni 2022 P.01.06.22 204 80 100 89
19 01 Juni 2022 P.02.06.22 204 80 104 85
20 01 Juni 2022 P.03.06.22 204 81 104 84
21 13 September 2021 P.08.09.21 465 91 109 94
22 31 Desember 2021 25.12.21 357 125 95 170
23 28 Desember 2021 20.12.21 360 127 98 178
24 28 Desember 2021 21.12.21 360 124 102 166
25 11 Desember 2021 14.12.21 377 131 108 194
26 10 Desember 2021 11.12.21 378 137 112 220
27 10 Desember 2021 12.12.21 378 130 100 188
28 10 Desember 2021 13.12.21 378 136 105 125
29 06 Desember 2021 09.12.21 382 139 110 230
30 01 Desember 2021 01.12.21 387 134 105 206
31 30 Juni 2021 09.06.21 541 154 117 296
Rata-rata 268 104 108 126

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata ternak sapi yang diukur memiliki
umur 268 hari dengan hasil pengukuran panjang badan (PB) = 104 cm, lingkar dada (LD)
= 108 cm dan tinggi panggung (TP) = 126 cm. Kemudian dapat dilakukan pendugaan rata-
rata bobot badan sapi tersebut dengan menggunakan rumus formula dari Schoorl yaitu

23
(𝐿𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑑𝑎 ( 𝑐𝑚)+22)² (108+22)²
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 = = = 169 . Maka dapat diketahui bahwa
100 100

rata-rata bobot badan dari ternak sapi Pesisir tersebut ialah 169 kg.

3.5 Kesehatan Ternak


Kesehatan sapi-sapi potong di BPTU-HPT Padang Mengatas merupakan suatu bagian
dari seksi pemeliharaan dan peningkatan mutu genetik ternak yang berfungsi untuk
menjaga kesehatan ternak, mencegah timbulnya suatu penyakit pada hewan dan melakukan
pengobatan pada hewan. Kesehatan ternak dapat dibagi menjadi beberapa bagian pokok
yang meliputi pencegahan, monitoring dan pengobatan.
3.5.1 Pencegahan
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencegah
timbulnya penyakit dengan melakukan penanganan yang bertujuan untuk menjaga
kesehatan sapi - sapi agar tetap dalam keadaan sehat. Tindakan pencegahan yang
dilakukan di BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu tindakan Vaksinasi, surveillance
penyakit, pemantauan kesehatan harian, sanitasi, penyemprotan disinfektan dan
biosecurity. Menurut pendapat Sugeng (2001) bahwa tindakan untuk melakukan
pencegahan penyakit yaitu perlu adanya kandang karantina atau isolasi untuk sapi yang
baru datang atau sapi yang sedang sakit, pemberian obat cacing (deworming) dan
pemberian obat obat kutu (deticking), serta tindakan kearah (higienis). Hal ini diperkuat
dengan pendapat Santoso (2014) bahwa pencegahan penyakit bisa dilakukan dengan
sanitasi kandang dan lingkungan kandang, pengobatan dan isolasi hewan yang terinfeksi.
Pengendalian penyakit hewan adalah suatu upaya mengurangi interaksi antara
hospes agent (penyebab penyakit) sampai pada tingkat dimana hanya sedikit hewan yang
terinfeksi, karena jumlah agen penyakit telah dikurangi atau dimatikan, oleh sebab itu
hospes telah dilindungi dan infeksi pada hospes dapat dicegah. Salah satu cara untuk
melakukan pengendalian terhadap penyakit adalah dengan melakukan upaya pencegahan
penyakit diantaranya dengan melakukan vaksinasi. Tujuan vaksinasi adalah memberikan
kekebalan (antibodi) pada ternak sehingga dapat melawan antigen atau mikroorganisme
penyebab penyakit.
Surveillance penyakit merupakan tahap dimana dilakukan pemeriksaan secara
laboratorium dengan menggunakan sampel darah, feses, preputium washing dan sampel
lainnya untuk dilakukan pengujian sesuai, pengujian dilakukan di Balai Veteriner
Bukittinggi. Menurut pendapat Santoso (2014) bahwa sampel darah diperiksa secara
serologi kompleks (Elisa dan PCR). Data yang diperoleh dilakukan analisis sederhana,

24
apabila hasilnya positif maka ternak akan di isolasi untuk melakukan penanganan
lanjutan.
Tindakan sanitasi adalah tindakan yang yang dijalankan dalam pemeliharaan sapi
bertujuan untuk menjaga kesehatan melalui kebersihan agar ternak terbebas dari infeksi
penyakit. Kegiatan sanitasi di BPTU-HPT Padang Mengatas dilakukan setiap pagi dan sore
hari, dengan melakukan pemberisihan feses, menyapu sekitar kandang, membuang sisa
pakan, dan rangkaian kegiatan sanitasi lainny. Menurut Santoso (2014) bahwa tingkat
sanitasi dan higine merupakan indikator kebaikan manajemen kesehatan ternak.
Biosecurity merupakan salah satu cara untuk mencegah timbulnya penyakit yang
disebabkan dari luar oleh kendaraan maupun manusia. Biosecurity sendiri merupakan
semua tindakan yang bertujuan untuk mengendalikan wabah serta untuk mencegah semua
kemungkinan terjadinya penularan (Virus dan Bakteri) yang dapat masuk dari luar. Salah
satu bentuk biosecurity yang diterapkan di BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu seiap
kendaraan yang masuk ke area harus melewati bak biosecurity dan disemprot (sprayer)
dengan cairan desinfektan.

3.5.2. Monitoring
Monitoring terhadap kesehatan sapi di BPTU-HPT Padang Mengatas dilakukan
setiap hari. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pengamatan jarak jauh dan pengamatan
jarak dekat terhadap sapi. Sapi yang sehat akan menunjukan sikap aktif, sigap dan tanggap
terhadap keadaan di lingkungan sekitarnya (Akoso, 2006). Sapi yang tidak sehat akan
menunjukan sikap yang selayaknya yaitu mata bersinar, mulut dan hidung tidak berlendir
serta bagian tubuh aktif bergerak.

3.5.3 Pengobatan
Pengobatan penyakit yang menyerang ternak sapi biasanya dilakukan pemberian
obat-obatan berdasarkan pada gejala klinis yang muncul, berdasarkan hasil dari
pemeriksaan fisik dan diagnosa penyakit. Untuk penanganan pengobatan penyakit di
BPTU-HPT Padang Mengatas dilakukan oleh petugas khusus kesehatan hewan yang
bertugas untuk melakukan manajemen kesehatan pada ternak. Beberapa penyakit yang
saya temui selama kegiatan kerja lapang di BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu :
Helmintiasis atau cacingan adalah penyakit yang diakibatkan oleh infestasi cacing
pada tubuh hewan, baik pada saluran pencernaan, saluran pernafasan dan bagian tubuh
lainnya. Untuk bertahan hidup, cacing memerlukan lingkungan yang lembab. Cacing dapat
masuk ke dalam tubuh ternak melalui rumput atau pakan yang terkontaminasi larva cacing.

25
Gejala yang ditunjukan ternak yaitu nafsu makan menurun, rambutnya terlihat kusam,
perut buncit, lesu dan biasanya juga mengalami diare.

Gambar 12. Pedet sapi Pesisir diberi obat cacing

Pemberian obat cacing pada sapi eksotis (Simmental dan Limousin) dilakukan tiga
kali setahun, yaitu umur 1 bulan, penyapihan, dan umur 1 tahun Pengobatan cacing di
BPTU-HPT Padang Mengatas diberikan secara oral dan inject tetapi rata-rata diberikan
secara oral menggunakan obat flukicide dengan kandungan aktif Albendazole berspektrum
luas dan tidak mengganggu reproduksi dengan dosis 6 ml per 100 kg bobot badan
Pemberian obat cacing di BPTU-HPT Padang Mengatas dapat dilihat pada gambar 12.
Sakit mata merupakan karena infeksi pada kelenjar mata karena terkena polusi,
ranting semak, dan bahan aktif dari spraying Penyakit ini ditandai dengan adanya bintik
atau benjolan pada bola mata kemudian menjadi luka. Pengobatan pada penyakit ini
tergolong agak sulit karena pada mata sapi mengeluarkan air yang mengakibatkan luka
tidak bisa kering.

Gambar 13. Sakit Mata pada sapi Simental di BPTU-HPT

Penanganan yang dilakukan di BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu dengan cara


membersihkan luka pada mata dengan larutan aquades dan kapas kemudian diberikan obat
salep mata Erlamycetin dengan kandungan Chloramphenicol setelah itu disuntikkan
antibiotik oxitetraciklin dan vitamin B-complex kemudian disemprot dengan gusanex

26
untuk mencegah datangnya lalat dan membunuh larva lalat. Sapi yang tekena sakit mata di
BPTU-HPT Padang Mengatas dapat dilihat pada Gambar 13.
Papiloma adalah penyakit kulit berupa tumor yang tumbuh pada kulit yang
disebabkan oleh Bovine Papiloma Virus (BPV). Menurut Kurniawan (2017),
Papillomatosis dikenal memiliki strain diantaranya, BPV1 mengakibatkan gangguan pada
hidung, puting, dan gland penis, BPV2 mengakibatkan gangguan pada lesi kepala dan
leher, BPV3 mengakibatkan gangguan pada bagian kepala dan intradigital, BPV4
mengakibatkan gangguan pencernaan. Ternak sapi yang mengalami penyakit kulit
papilloma ditandai dengan terdapat koreng atau gronjolan dibagian tubuh ternak dan
apabila dilihat dari dekat berbentuk seperti bunga kol.

Gambar 14. Papiloma pada sapi Simental

Penanganan papilloma pada sapi di BPTUHPT Padang Mengatas dilakukan dengan


cara pembedahan. Tindakan papilloma yaitu dengan metode pencabutan atau penyayatan
kutil selanjutnya bekas sayatan diberikan obat luka atau iodine. Keberhasilan metode
penyayatan bergantung pada luas permukaan tubuh yang terinfeksi kutil Kerugian teknik
pembedahan adalah luka yang ditimbulkan saat pembedahan tidak ditangani dengan benar
maka akan mengundang vektor lain yang membuat luka semakin parah Penyakit papiloma
di BPTUHPT Padang Mengatas dapat dilihat pada Gambar 14.
Ektoparasit adalah parasit yang hidup di bagian luar atau pada permukaan tubuh
inangnya. Menurut Suwandi (2001) ektoparasit adalah parasit yang berada diluar tubuh
ternak berasal dari golongan lalat, tungau, dan caplak. Serangan caplak pada sapi
merupakan kasus yang paling banyak terjadi di BPTUHPT Padang Mengatas. Caplak
banyak menempel dan bersarang di kulit ternak, khususnya sapi Simmental dan Limousin.

27
Gambar 15. Kutu caplak pada sapi Pesisir

Berdasarkan pengamatan di lapangan caplak yang menyerang di BPTUHPT


Padang Mengatas rata-rata caplak dari genus Boophilus sp. Pengobatan pada penyakit ini
menggunakan ivervet dengan kandungan ivermectin secara subcutan, hal ini diperkuat
dengan sumber menurut Dharmojono (2001) menyatakan bahwa penanggulangan
ektoparasit telah lebih diketahui dengan adanya produk parasit kontrol, obat-obatan
misalnya ivermectin yang dapat digunakan sebagai penanggulangan penyakit kulit yang
disebabkan oleh ektoparasit. dosis yang diberikan yaitu 1 ml per 50 kg bobot badan.
Penyakit ektoparasit di BPTU-HPT Padang Mengatas dapat dilihat pada Gambar 15.
Myasis merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh larva lalat (belatung)
yang menyerang semua jenis hewan vertebrata yang berdarah panas termasuk manusia.
Myasis dapat disebabkan oleh luka yang tidak ditangani dengan baik sehingga lalat dapat
hinggap dengan membawa bakteri atau dapat bertelur sehingga mengalami pembusukan.
Myasis juga sering menyerang pedet yang baru lahir pada bagian pusar, dikarenakan
bagian pusar masih basah oleh darah dan tidak ditanganin dengan baik.

Gambar 16. Myasis pada sapi Simental

Pengobatan pada penyakit ini adalah dengan cara membersihkan terlebih dahulu
luka yang terdapat larva lalat dengan cairan iodine, kemudian luka ditutup dengan kapas
yang telah disemprotkan dengan gusanex, setelah itu disuntik dengan antibiotik Vet- oxy
LA. Penyakit myasis di BPTU-HPT Padang Mengatas dapat dilihat pada Gambar 16.

28
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Selama melakukan kegiatan Kuliah Lapang yang telah dilaksanakan di BPTU-HPT
Padang Mengatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mata kuliah ini sangat penting
untuk menunjang wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang bidang Imu Peternakan
yang dipelajari dengan aplikasinya di lapangan. Setelah mengikuti kegiatan KL di BPTU-
HPT Padang Mangatas, Penulis mendapat pengetahuan yang lebih luas dibidang ilmu
teknologi reproduksi, Manajemen pemeliharaan, manajemen penanganan penyakit dan
manajemen pengelolaan kandang yang sangat berguna untuk menunjang kemajuan suatu
usaha peternakan.
Ditinjau dari manajemen pemberian pakan pada pemeliharan ekstensif dan intensif
yang diterapkan di BPTU-HPT Padang Mengatas bahwa BCS ternak pada pemeliharaan
ektensif (3,6) lebih baik daripada pemeliharaan intensif (3,5) dengan nilai selisih yaitu 0,1.

4.2 Saran
Saran yang kami berikan kepada pengelola BPTU HPT Padang Mengatas, demi
perubahan yang lebih baik yaitu sbb:
1. Ada baiknya dibuat tempat ransum di padang pengembalaan demi untuk
meningkatkan efektivitas konsumsi pakan konsentrat di padang
penggembalaan/pastura. Pakan konsentrat diberikan langsung diatas rumput
penggembalaan tanpa ada nya tempat ransum khusus.
2. Ada baiknya pemamfaatan limbah ternak lebih dimaksimalkan lagi, baik sebagai
bahan bakar Biogas atau sebagai pupuk kompos pada pertanian.
3. Penghijauan sekitar pinggir jalan dalam BPTU-HPT Padang Mangatas lebih
ditingkatkan lagi mengingat banyak pengunjung atau wisataan yang selalu
berkunjung.
4. Biocecurity di BPTU-HPT Padang Mangatas hendaknya lebih ditingkatkan lagi
demi agar dapat mencegah masuknya penyakit hewan menular kedalam
lingkungan sumber bibit melalui ternak, manusia dan peralatan yang tercemar
bibit penyakit.

29
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1979. Kawan Beternak. Yogyakarta: Penerbit Kanisius


Akoso, B.T. 2009. Epidemologi dan Pengendalian Antraks. Yogyakarta: Kanisius
Badan Pusat Statistika. 2022. Volume & Nilai Impor Daging Sapi Indonesia 2011-2021.
Jakarta.
Boothby, D dan G. Fahey. 1995. A practical guide artificial breeding of Cattle. East
Melbourne (Australia): Agmedia. P. 127.
Dharmojono. 2001. Penyakit Tipus (Salmonella) dalam Penyakit Menular dari Binatang ke
Manusia. Edisi Pertama. Millennia Popular.Jakarta.
Dijkstra, J. 2005. Production and absorbsion of volatile fatty acids in the rumen. Livestock
Prod Sci 39: 61-69.
Ditjenak. 2016. Pedoman Teknis Gangguan Reproduksi (Gangrep) 2017. Direktorat
Edmonson, A.J., I.J. Lean., L.D. Weaver., J.W Loid., T. Farver dan G. Webster. 1989. A
body condition scoring chart for holstein dairy cow. J Dairy Sci 72:68-70.
Gafar, S. 2007. Memilih dan memilah hewan qurban. Available at http//www.
disnksumbar.org. Accession date: 17 April, 2009.
Hapsari, Y.T., W. Suryapratama., N. Hidayat dan E. Susanti. 2014. Pengaruh lama
pemeraman terhadap kandungan lemak kasar dan serat kasar silase complete feed
limbah rami. Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 102-109.
Hartanto. 2008. Estimasi konsumsi bahan kering, protein kasar, total digestible nutriens
dan sisa pakan pada sapi peranakan simmental. Agromedia 26(2): 34-43
Kurnianto, H dan R. Nurhayati. 2017. Respon pemberian pakan konsentrat berbahan lokal
yang difermentasi dengan mikro organisme lokal (mol) rumen sapi terhadap sapi
peranakan ongole (PO) jantan. Seminar Nasional Penyediaan Inovasi dan Strategi
Pendampingan untuk Mencapai Swasembada Pangan.
Kurniawan, F. 2017. Cara Mengobati Penyakit Kutil Pada Ternak Sapi.[internet].[diunduh
2022 Desember 28]. Tersedia pada: http:/fredikurniawan.com/cara-mengobati-
penyakit-kutil-pada-ternak-sapi/.
Mulyanti dan E.Keraf. 2021. Suplementasi konsentrat untuk memperbaiki Body Condition
Score (BCS) sapi induk menjelang dikawinkan. Jurnal Sain Peternakan Indonesia
13(2):345-350.
Ngadiyono, N., G. Murdjito dan A. A. U. Supriyana. 2008. Kinerja Produksi sapi
peranakan ongole jantan dengan pemberian dua jenis konsentrat yang berbeda.
Jurnal Indonesia Tropical Animal Agriculture 33(4): 282 – 289.
Santi, W.P. 2008. Respon penggemukan sapi PO dan persilangannya. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Siregar. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Jakarta Penebar Swadaya. Jakarta.
Supriyantono. 2020. Peningkatan produktivitas sapi potong melalui introduksi pakan
konsentrat dengan bahan local pada masyarakat asli Papua. Jurnal Pengabdian
Masyarakat 1(1):21–29.
Susilorini, T.E., M.E. Sawitri dan Muharlien. 2007. Budidaya 22 Ternak Potensial.
Penebar Swadaya: Jakarta.
Suwandi. 2001. Mengenal Berbagai Penyakit Parasitik Pada Ternak. Bogor: Balai
Penelitian Ternak.
Tophianong, T. C., B. Agung dan E. N. Maha. 2014. Tinjauan hasil inseminasi buatan
berdasarkan anestrus pasca inseminasi pada peternakan rakyat sapi Bali di
kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur. Jurnal Sain Veteriner 32(1) : 46 – 54.

30
LAMPIRAN

Kebun rumput gajah Mengangkut hasil panenan rumput

Pencacahan rumut gajah Cacahan rumput gajah dalam truk

Distribusi rumput gajah Sapi mengkonsumsi rumput gajah

31
Benih Sorgum Penanaman Sorgum

Pemanenan Indigofera zolingeriana Pencacahan Indigofera zolingeriana

Pemberian Indigofera zolingeriana Sapi Limousin di paddock

Sapi Limousin di kandang Photo bersama di BPTU-HPT Patas

32
Menurunkan rumput untuk silase Penambahan konsentrat

EM4 untuk pembuatan silase Ball silase yang telah jadi

Mesin untuk membuat silase

Silase yang dianginkan Pemberian silase pada sapi

33
Pakan konsentrat Nutrifeed Kondisi dalam pakan konsentrat

Photo di gudang konsentart Mesin mixer pengaduk konsentrat

Menampung konsentrat Distribusi konsentrat

Pemberian konsentrat di paddock Pemberian konsentrat di kandang

34
Palpasi rektal pada sapi limousin Inseminasi sapi limousin

Setelah ujian di BPTU-HPT Selfie di padang Gembala Foto di padang gembala

Selfie di Kandang intensif Selfie di atas traktor pakan Selfi di kandang sapi BB

35

Anda mungkin juga menyukai