Oleh:
NPM : E1C020063
Oleh
Jepri Suanto
E1C020063
Laporan ini dibuat sebagai syarat lulus mata kuliah Kerja Lapang (KL)
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing dan Koordinator mata kuliah Kerja Lapangan
Mengetahui
Koordinator Mata Kuliah Dosen Pembimbing
Dr. Irma Badarina, S.Pt., M.P. Prof. Dr. Ir. Endang Sulistyowati, M.Sc
NIP. 19700123 199702 2 001 NIP. 19620205 198603 2 001
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan saya untuk dapat menyelesaikan Laporan Kerja Lapangan (KL) ini tanpa
adanya suatu gangguan yang terlalu berarti. Laporan ini disusun berdasarkan keadaan dan
informasi yang saya dapatkan melalui Praktek Kerja Lapangan di Balai Pembibitan Ternak
Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Padang Mengatas pada tanggal 26
Desember 2022 sampai dengan 10 Januari 2023. Saya mengucapkan terimakasih yang
sebesar besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Endang Sulistyowati, M.Sc selaku Dosen Pembimbing praktek Kerja
Lapang .
2. Dr. Irma Badarina, S.Pt., M.P. selaku koordinator mata kuliah Kerja Lapang.
3. Bapak Dani Kusworo, S.Pt, M.Si. selaku kepala balai di BPTU-HPT yang telah
memberikan izin dan menyediakan tempat bagi kelompok saya untuk dapat
melakukan praktek kerja lapang.
4. Ibu drh. Indah Wati M.P selaku Kepala sub bagian Tata Usaha.
5. Bapak drh. Darwis M.Pt, selaku kepala sub bagian Pelayanan teknis.
6. Bapak Jumaidi SP selaku Kepala sub bagian koordinator sarana dan prasarana.
7. Ibu Multiviza Muslim, S.Pt. selaku kepala sub bagian koordinator informasi jasa
dan produksi.
8. Petugas dan pekerja di BPTU-HPT Padang Mengatas yang bersedia menjadi teman
sekaligus mengarahkan selama kegiatan berlangsung.
9. Teman-teman seperjuangan dari Universitas Syiah Kuala yang telah menjadi
teman.
10. Fadli Rukmana, Mila Rani dan Riris Mery selaku teman satu kelompok yang telah
menemani dan berbagi informasi selama praktek kerja lapang.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, sehingga saya sangat membutuhkan kritik dan saran yang dapat membangun
untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
khususnya untuk Perkembangan Peternakan dimasa yang akan datang.
Bengkulu, 10 Januari 2023
Jepri Susanto
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................................. 2
BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN ...................................................................................... 3
2.1 Sejarah BPTU-HPT Padang Mengatas ............................................................................ 3
2.2 Alamat BPTU-HPT Padang Mengatas ............................................................................ 4
2.3 Area BPTU-HPT Padang Mengatas ................................................................................ 4
2.4. Struktur Organisasi BPTU-HPT Padang Mengatas ........................................................ 6
2.4. Visi dan Misi ................................................................................................................... 8
2.5 Populasi Ternak ............................................................................................................... 8
BAB III PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN ............................................................... 12
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan KL .............................................................................. 12
3.2 Pakan ............................................................................................................................. 12
3.2.1 Hijauan .................................................................................................................... 13
3.2.2 Konsentrat ............................................................................................................... 17
3.3. Body Condition Score (BCS) ........................................................................................ 18
3.4. Ukuran Tubuh ............................................................................................................... 22
3.5 Kesehatan Ternak .......................................................................................................... 24
3.5.1 Pencegahan .............................................................................................................. 24
3.5.2. Monitoring.............................................................................................................. 25
3.5.3 Pengobatan .............................................................................................................. 25
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 29
4.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 29
4.2 Saran .............................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 30
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 31
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
besar terhadap produktivitas ternak, faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang
terbesar dalam usaha peternakan. Biaya pakan menyumbang biaya produksi yang
mencapai 60-80% dari keseluruhan biaya. Pakan utama ternak ruminansia adalah hijauan
yaitu sekitar 60-70% (Supriyantono, 2020). Ketersedian pakan hijauan ini tentunya
memiliki perbedaan antara sistem pemeliharaan ekstensif dan intensif, sehingga respon
produktivitasnya pun akan memiliki perbedaan. Mengacu pada hal tersebut maka perlu
diketahui perbedaan produktivitas ternak sapi potong sebagai evaluasi manajemen
pemberian pakan pada sistem pemeliharaan kandang ekstensif dan intensif di BPTU-HPT
Padang Mengatas. Salah satu metode penilaian untuk mengevaluasi manajemen pemberian
pakan yaitu Body Condition Score (BCS). Nilai BCS digunakan untuk mengevaluasi
manajemen pemberian pakan, menilai status kesehatan individu ternak dan membangun
kondisi ternak pada waktu manajemen ternak yang rutin (Susilorini et al., 2007)
Berdasarkan uraian diatas penting untuk mengetahui manajemen pakan pada sistem
pemeliharaan yang berbeda di BPTU-HPT Padang Mengatas, Payakumbuh Sumatera
Barat sebagai bahan belajar dan evaluasi mahasiswa dalam upaya meningkatkan kualitas
peternakan yang berkelanjutan di Indonesia.
1.2 Tujuan
a. Untuk memenuhi 1 sks yang telah ditetapkan oleh jurusan sebagai agenda wajib
kuliah jurusan peternakan.
b. Menambah serta mengembangkan ilmu yang telah didapatkan diperkuliahan yang
biasanya hanya berbentuk teori.
c. Mengetahui dan mengamati secara langsung permasalahan permasalahan di
lapangan yang biasa dihadapi oleh peternak.
d. Mendapatkan bekal pengalaman bekerja dengan berpartisipasi langsung dalam
kegiatan di BPTU-HPT Padang Mengatas.
e. Membengun soft skill positif untuk menghadapi dunia kerja serta dapat menganalisis
aspek penting dalam bekerja.
f. Melihat perbedaan BCS sapi potong pada sistem pemeliharaan yang berbeda di
BPTU-HPT Padang Mengatas.
2
BAB II
DESKRIPSI PERUSAHAAN
3
dengan wilayah kerja meliputi seluruh provinsi di Indonesia dengan memfokuskan
pembibitan sapi jenis Simental dan Limousin.
4
peruntukannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan, yang dapat dilihat pada tabel 1
diatas
Tabel 1. Luas kebun rumput potong di BPTUHPT Padang Mangatas
Plot Wilayah Barat Plot Wilayah Timur
Luas Luas
Plot plot Fungsi Plot plot Fungsi
(ha) (ha)
I 5,1 Induk Bunting A 9,19 Sapi pesisir
II Lereng 3,3 Induk Bunting B 0,45 Sapi pesisir
III B (KA) 0,47 IA C 4,6 Sapi pesisir
IV B 1,13 HPL VII Timur 4,66 Induk Anak
VI 2,29 IA XIII Timur 4,1 kosong
VIII 5,09 Induk Anak XIV Timur 6,4 Kosong
IX 5,6 Induk Anak XV Timur 8,7 Kosong
X 5,65 Induk Anak XVII Timur 10,8 Kosong
XII A 5,6 Induk Bunting XVIII Timur 10,63 Kosong
XII B 7,6 Induk Bunting D 14,8 Sapi pesisir
XIII 5,5 Induk Anak E 5,58 Sapi pesisir
XIV 6,09 Induk Anak F 1-2 7,5 Sapi pesisir
XV 6,09 Induk Anak F3 6,19 Sapi pesisir
XVI 3,6 - F 4 5,95 Sapi pesisir
XVII 5,43 Induk Anak Plot sekitar kandang 1,19 HPL
Lahan pada BPTU-HPT Padang Mengatas terbagi menjadi dua yaitu lahan bagian
timur dan bagian barat. Lebih jelas berikut ini dapat dilihat layout peta BPTUHPT Padang
Mangatas dapat pada gambar 2 dibawah ini.
5
Gambar 2. Peta BPTU-HPT Padang Mengatas
6
KEPALA BALAI
Ir. Dani Kusworo, Spt, MSi
KASUBAG TATA
USAHA
drh. Indahwati, MP
KELOMPOK FUNGSIONAL
FUNGSIONAL WASBITNAK
FUNGSIONAL WASTUKAN
PARAMEDIK VETERINER
BPTU-HPT Padang mengatas saat ini dipimpin oleh Ir. Dani Kusworo, S.Pt., M.Si.
Kepala subbagian tata usaha yaitu drh. Indahwati, MP. Kepala subbagian pelayanan teknis
yaitu drh. Darwis, M.PT. Kepala subbagian informasi dan jasa produksi yaitu Multiviza
Muslim S.Pt., dan selanjutnya kepala subbagian prasarana dan sarana ialah Jumadi, SP.
Kemudian terdapat kelompok jabatan fungsional yang terbagi menjadi tiga yaitu
koordinator Wasbitnak, koordinator Wastukan dan koordinator Paramedik Veteriner.
Setiap jabatan dan jajaran masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab
tersendiri dalam membangun dan mewujudkan tujuan dari BPTU_HPT Padang Mengatas.
Tujuan dan fungsi BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu :
1. Penyusunan program, rencana kerja, dan anggaran, pelaksanaan kerjasama, serta
penyiapan evaluasi dan pelaporan.
2. Pelaksanaan pemeliharaan, produksi dan pemuliaan bibit ternak unggul.
3. Pelaksanaan uji performance dan uji zuriat ternak unggul.
4. Pelaksanaan recording pembibitan ternak unggul.
5. Pelaksanaan pelestarian plasma nutfah.
7
6. Pelaksanaan pengembangan bibit ternak unggul.
7. Pemberian bimbingan teknis pemeliharaan, produksi dan pemuliaan bibit ternak
unggul.
8. Pemeliharaan dan pemeriksaan kesehatan hewan, dan pelaksanaan diagnosa
penyakit hewan.
9. Pelaksanaan pengawasan mutu pakan ternak .
10. Pengelolaan pakan ternak dan hijauan pakan ternak.
11. Pemberian informasi, dokumentasi, penyebaran dan distribusi hasil produksi bibit
ternak unggul bersertifikat dan hijauan pakan ternak.
12. Pelaksanaan evaluasi kegiatan pembibitan ternak unggul dan hijauan pakan ternak
unggul.
13. Pemberian pelayanan teknis pemeliharaan bibit ternak unggul.
14. Pemberian pelayanan teknis pemuliaan dan produksi bibit ternak unggul.
15. Pengelolaan prasarana dan sarana teknis.
16. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga BPTU HPT Padang Mengatas.
2.4.2 Misi
1. Meningkatkan populasi sapi potong
2. Meningkatkan produksi dan produktifitas bibit sapi potong
3. Menyediakan biobit sapi potong yang bersertifikat
4. Melakukan distribusi bibit sapi potong unggul
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparatur dan pelaku usaha sapi
potong
6. Melaksanakan pelayanan dan teknis di bidang sapi potong
7. Menerapkan inovasi teknologi sapi potong
9
Gambar 4. IB sapi Limosin di BPTU-HPT
10
diperoleh keturunan sifat dari kedua tetuanya juga dapat memperpendek interval generasi
sehingga perbaikan mutu genetik ternak lebih cepat diperoleh. Selain itu, dengan TE
seekor betina unggul yang disuperovulasi kemudian diinseminasi dengan sperma pejantan
unggul dapat menghasilkan sekitar 40 ekor anak sapi unggul dan seragam setiap tahun, bila
dibandingkan dengan perkawinan alam atau IB hanya mampu melahirkan 1 ekor anak sapi
pertahun. Bahkan bisa dibuat kembar identik dalam jumlah yang banyak dengan
menggunakan teknik “Cloning”. Teknologi TE juga dapat membuat jenis kelamin (jantan
atau betina) anak sapi yang diinginkan.
Sapi Pesisir adalah salah satu rumpun sapi asli Indonesia, yang berasal dari daerah
Pesisir selatan Sumatera Barat. Sapi ini merupakan salah satu sapi lokal yang populasinya
menyebar di seluruh provinsi Sumatera Barat. Sapi jenis ini memiliki keseragaman bentuk
fisik dan mempunyai komposisi genetik dengan kemampuan adaptasi yang baik meskipun
pada lingkungan yang buruk. Pada sapi Pesisir BPTU-HPT Padang Mengatas menerapkan
sistem perkawinan alami dikarenakan tidak adanya jenis straw sapi Pesisir. Selanjutnya
petugas koordinator sapi Pesisir mengemukakan bahwa perkawinan alami yang diterapkan
salah satunya juga untuk melakukan pemurnian genetik pada sapi pesisir hingga
menghasilkan keturunan kelima. Sapi-sapi Pesisir yang memiliki warna bulu dengan corak
putih diseleksi untuk kemudian dijual, dan hanya mempertahankan sapi Pesisir dengan ciri
warna tubuh coklat.
Sapi pejantan 2-3 ekor dilepaskan pada kelompok sapi betina, sehingga sapi
pejantan dapat mengawini betina berahi dengan bebas. Kapasitas areal padang gembala
yang luas dan dapat digembala hingga ratusan ekor betina dan beberapa pejantan, yakni
hingga 60-100 ekor induk dengan 2-3 pejantan (rasio betina:pejantan yaitu 100:3). Dengan
begitu sapi-sapi dapat memperoleh hijauan pakan rumput atau tanaman hutan dengan
bebas. Dapat dilihat pada gambar 6 kelompok sapi Pesisir.
11
BAB III
PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN
3.2 Pakan
Pakan adalah semua yang bisa dimakan oleh ternak dan tidak mengganggu
kesehatannya. Pada umumnya pengertian pakan (feed) digunakan untuk hewan yang
meliputi kuantitatif, kualitatif, kontinuitas serta keseimbangan zat pakan yang terkandung
di dalamnya. Menurut Hartanto (2008) pakan merupakan aspek yang penting karena 70%
dari total biaya produksi adalah untuk pakan. Pakan merupakan sumber energi utama untuk
pertumbuhan dan pembangkit tenaga bagi ternak. Makin baik mutu dan jumlah pakan yang
diberikan, makin besar tenaga yang ditimbulkan dan makin besar pula energi yang
tersimpan dalam bentuk daging.
Jenis pakan yang diberikan pada sapi potong di BPTU-HPT Padang Mengatas
berdasarkan jenisnya meliputi pakan hijauan dan konsentrat. Baik pakan hijauan maupun
konsentrat pemberiannya harus dapat untuk memenuhi beberapa kebutuhan ternak sebagai
berikut:
1. Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan
dalam jumlah minimal. Pada hakekatnya kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan
sejumlah minimal nutrient untuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan kondisi
tubuh ternak. Kebutuhan tersebut digunakan untuk bernapas, bergerak, dan pencernaan
makanan.
12
2. Kebutuhan untuk pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan
ternak sapi untuk proses pembentukan jaringan tubuh dan menambah berat
badan.
3. Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak sapi
untuk proses reproduksi, misalnya kebuntinga. Pemberian pakan dimaksudkan agar
sapi dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus untuk pertumbuhan dan
reproduksi. Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan pakan berupa hijauan.
3.2.1 Hijauan
Pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya
merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan
ternak ruminansia. Hal ini disebabkan hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal
dari hijauan dengan konsumsi segar perhari 10-15 % dari berat badan (BB), sedangkan
sisanya adalah konsentrat dan pakan tambahan (feed supplement). Jenis pakan hijauan
di BPTU-HPT Padang Mengatas berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi tiga yaitu
hijauan potong (Penicetum purpureum, Penicum maximum), hijauan pastura
(Bracharia decumbens, Star grass, Stylosanthes) dan hijauan legume (Indigofera
zolingeriana, Centrosema pubiscens).
Penyediaan pakan ternak berupa HPT di BPTU-HPT Padang Mangatas terbagi
menjadi 2 tipe untuk hijauan yaitu cut and carry dan sistem pengembalaan. Pemberian
pakan yang menggunakan sistem cut and carry dilakukan dengan cara pemberian
langsung rumput potong yang sudah dicacah ke ternak-ternak yang dikandangkan,
sedangkan sistem pengembalaan yaitu ternak digembalakan di padang penggembalaan
dengan sistem rotasi grazing.
Pada pemeliharaan kandang intensif pakan hijauan diberikan dalam dua bentuk
yaitu Pakan hijauan segar dan hijauan olahan berupa silase. Pakan hijauan segar
seperti rumput potong rumput gajah (Penicetum purpureum) diberikan pada sapi
dalam bentuk cacahan yang diberikan pada pagi dan sore hari setelah pemberian pakan
konsentrat sebanyak 10 % dari bobot badan ternak. Untuk pencacahan rumput dengan
menggunakan mesin pencacah (chopper) dengan tujuan untuk memudahkan sapi
dalam mengkonsumsinya dan serta dapat terpenuhinya nutrisi gizi pada ternak. Selain
hijauan potong Penicetum purpureum, juga diberikan hijauan legume Indigofera
zolingeriana dalam jumlah yang sedikit yaitu sekitar 3-4 % dari bobot badan ternk.
Berikut dibawah ini gambar pemberian hijauan segar pada ternak.
13
Gambar 7. Pemberian Indigofera di kandang 5 BPTU-HPT
Pada pemeliharaan ekstensif atau padang gembala jenis pakan hijauan yang di
gunakan adalah rumput pastura yang tahan akan renggutan dan injakan, yaitu seperti
rumput Bracharia decumbens, Axonopus compresuss, Star grass dan sebagian kecil
legume rambat yang tumbuh tidak disengaja seperti Centrosema pubiscens. Pada
pemeliharaan padang gembala ini, sapi memiliki akses untuk mengkonsumsi rumput
tidak terbatas atau selalu tersedia (ad libitum) sehingga sapi bebas memilih jenis
rumput yang akan dimakan. Frekuensi pemberian hijauan yang lebih sering dilakukan
dapat meningkatkan kemampuan sapi itu untuk mengonsumsi ransum dan juga
meningkatkan kencernaan bahan kering hijauan, peningkatan kecernaan bahan kering
ransum akan menambah jumlah zat-zat gizi yang dapat dimanfaatkan untuk produksi,
termasuk pertumbuhan (Siregar, 2008).
Pada lahan pastura setiap kelompok sapi memiliki 6-8 paddock berdasarkan
jumlah populasi ternak sebagai padang gembala dan dilakukan rotasi secara berkala
sesuai dengan ketersediaan hijauan, populasi ternak dan aspek lainnya. Dengan
pemeliharaan sistem gembala seperti ini sapi -sapi akan selalu memiliki ketersediaan
akan rumput, setelah ketersediaan rumput pada paddock berkurang ternak akan
digiring ke paddock selanjutnya sesuai jadwal. Selanjutnya paddock bekas tersebut
segera dilakukan peremajaan menggunakan mesin rotashleser sehingga rumput dalam
paddock tersebut akan memiliki tinggi dan umur panen yang sama. Berikut dibawah
ini gambar ternak di Padang gembala.
14
Gambar 8. Sapi Simental di padang gembala BPTU-HPT
Selain diberikan dalam bentuk segar, hijauan juga diberikan dalam bentuk pakan
olahan berupa silase. Pakan hijauan silase hanya diberikan pada pemeliharan intensif
untuk sapi anakan periode lepas sapi sebagai langkah untuk membiasakan ternak
15
terhadap pakan olahan serta membangun ekologi rumen pada anakan sapi lepas sapih.
Silase dibuat sebagai bahan pakan cadangan dan tambahan ketika hijauan segar sulit
untuk didapatkan. Dalam proses pembuatannya di BPTU-HPT Padang Mengatas silase
di buat dari campuran 97% dari hijauan segar Penicetum purpureum (atau jenis
rumput lain) yang sebelumnya sudah diangin-angingkan terlebih dahulu untuk
mengurangi kadar air pada rumput, 2 % terdiri dari campuran konsentrat dan sisanya
terdiri dari molases atau M4 peternakan. Tujuan pemberian molases dalam pembuatan
silase antara lain: mempercepat pembentukan asam laktat, mempercepat penurunan pH
sehingga mencegah terbentuknya fermentasi yang tidak dikehendaki dan merupakan
suplemen tambahan untuk zat gizi dalam hijauan yang digunakan (Hapsari et al.,
2014). Sebelum diberikan silase terlebih dahulu diangin-anginkan untuk tujuan
mengurangi bau amonia. Dapat dilihat pada gambar 9 dibawah ini pemberian silase
Pakan hijauan silase tentunya memiliki kandungan nutrisi yang berbeda dari
hijauan yang diberikan dalam bentuk segar. Kandungan nutrisi dari silase dapat dilihat
pada tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Kandungan nutrisi silase rumput gajah (Penicetum purpureum)
Kandungan Nutrisi (%)
Spesies Hijauan
BK PK SK Lemak Abu BETN
Rumput gajah (Penicetum
18,98 10,19 34,15 1,64 11,73 42,29
purpureum)
Sumber : Kanisius (1979)
Silase merupakan bahan pakan ternak yang lebih mudah dicerna daripada
rumput tanpa diolah terlebih dahulu. Sebagian besar pencernaan dan penyerapan
nutrisi terjadi di usus halus. Enzim di usus halus memecah molekul nutrisi yang
16
kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana. Karbohidrat dipecah menjadi gula
sederhana (monosakarida), lemak menjadi asam lemak dan monogliserida, asam
nukleat menjadi nukleotida dan protein menjadi asam amino (Dijkstra, 2005).
Pemberian silase dilakukan pada pagi dan sore hari dalam jumlah yang sedikit yaitu
sekitar 3-4 % dari bobot badan ternak.
3.2.2 Konsentrat
Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis
pakan komplit yang dibuat khusus untuk meningkatkan laju produksi. Mudah dicerna,
karena terbuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber
protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Pemberian konsentrat
perlu diberikan pada ternak untuk meningkatkan produksinya, dengan pemberiaan dan
komposisi yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ternak. Pemberian konsentrat pada
ternak sapi diberikan pada pagi hari sebanyak 1-3 % dari BB (bobot badan). Berikut
dibawah dapat dilihat gambar pemberian konsentrat
17
Indukan
Hasil penelitian Mulyanti (2021) pemberian konsentrat dengan kadar protein kasar
11,82% dan TDN 66,74% sebanyak 0,5% dan 1% dari bobot badan pada sapi induk PO
dan sapi induk silangan Simmental – PO dapat memperbaiki BCS sapi induk. Pemberian
konsentrat dengan kadar protein kasar 11,82% dan TDN 66,74% sebanyak 1 % dari bobot
badan dapat dianjurkan untuk sapi induk PO dan sapi induk silangan Simmental – PO pada
saat menjelang dikawinkan. Dapat dilihat pada tabel 7 bahwa PK 12 % dengan nilai TDN
65% maka tidak heran saya mendapati sapi-sapi di lapangan memiliki rata-rata BCS 3 dari
skala 1-5.
Anakan
Tabel 8. Kandungan nutrisi konsentrat Nutrifeed sapi pedet
Hasil penelitian Kurnianto dan Nurhayati (2017) memperoleh sapi yang diberikan
pakan konsentrat PK 13% sebanyak 1% dari berat badan menghasilkan pertambahan berat
badan harian sebesar 0,56 kg/ekor/hari. Ngadiyono et al., (2008) dan Santi (2008)
mengungkapkan bahwa sapi yang diberi konsentrat PK 13,10%, TDN 72,5% dan PK
19,38% TDN 60,54 memperoleh PBB 0,87 kg/ekor/hari dan 0,67 kg/ekor/hari pada sapi
PO. Jumlah protein kasar pada konsentrat anakan lebih tinggi daripada konsentrat untuk
indukan, hal ini bertujuan mamacu pertumbuhan anakan karena performan anakan salah
satunya dipengaruhi oleh nutrisi, sehingga kualitas pakan anakan harus diperhatikan untuk
mendapat pertumbuhan yang baik.
18
sumber dari pakan yang dikonsumsi. Ternak yang di Padang pengembala akan memiliki
akses memakan rumput yang tak terbatas (ad libitum) dan bebas memilih sesuai dengan
palatabilitas ternak. Sedangkan ternak pada pemeliharaan intensif dalam memperoleh
nutrisi dari hijauan terbatas sesuai dengan aturan pemberian dan jenis hijauan yang di
gunakan. Nilai BCS dapat ditentukan dengan berbagai faktor yang salah satunya yaitu
anggota linear tubuh. Penilaian tersebut akan mendapatkan besar kecilnya nilai BCS sesuai
dengan kondisi tubuh dari ternak yang dinilai. Penilaian BCS yang telah saya lakukan di
BPTU-HPT Padang Mengatas berdasarkan buku panduan yang diberikan oleh petugas
lapangan, antara lain dapat dilihat pada gambar 11 dibawah ini.
Dari gambar diatas yang diperoleh dari petugas lapangan BPT-HPT Padang
Mengatas, menjelaskan bahwa penilaian BCS merupakan salah satu metode untuk
mengukur tingkat perlemakan pada sapi induk dengan menggunakan skor. Hasil penilaian
BCS pada sapi bersifat obyektif dan tidak dapat dikaitkan dengan bobot hidup sapi, oleh
karena itu antara ternak sapi yang memiliki bobot hidup sama, nilai BCS nya belum tentu
sama. Pengukuran BCS menurut Edmonson et al., (1989) menggunakan skala 1-5, yaitu
nilai 1 : sangat kurus, nilai 2 : kurus, nilai 3 : sedang, nilai 4 gemuk, serta nilai 5 : sangat
gemuk. Menurut Ditjenak (2016) kelompok sapi dengan BCS kurang dari 2 mengalami
kekurangan nutrisi yang selanjutnya dapat mengakibatkan sistem reproduksi yang tidak
berfungsi secara optimal. Agar dapat sistem reproduksi dapat berfungsi secara optimal,
BCS sapi induk seharusnya diatas atau sama dengan 2. Menurut Tophianong et al., (2014)
BCS ideal dari sapi betina yang akan di IB adalah 2,5 – 3 dari skala 1 – 5. Setelah
memahami sistem penilaian BCS dan panduan yang diarahkan oleh petugas di BPTU-HPT
Padang Mengatas didapatkan hasil penilaian yang saya lakukan yaitu dapat dilihat pada
tabel 8 berikut ini.
19
Tabel 8. Nilai BCS sapi di BPTU-HPT Padang Mangatas
Kandang Intensif Kandang Ekstensif
NO Jenis
Kode Ear Tag Jenis Sapi BCS Kode Ear Tag BCS
Sapi
1 BV. 18 Limousin 4 01.02.19 Simental 4
2 326 Simental 4 11.08.18 Simental 4
3 14.09.19 Limousin 4 30.12.19 Simental 3
4 7079 Simental 4 12.07.18 Simental 3
5 S. 176 Simental 4 06.02.19 Simental 3
6 778 Limousin 4 C.4428 Simental 4
7 7087 Simental 4 27.07.18 Limousin 4
8 BB. 1937 Simental 3 PKM 0055 Simental 4
9 BB. 1953 Simental 4 BV. 45 Limousin 4
10 BB. 1833 T Simental 4 18.03.16 Simental 4
11 BB. 1954 Simental 3 7124 Limousin 4
12 PKM 0054 Limousin 3 07.10.18 Simental 3
13 7118 Limousin 4 31.06.18 Simental 3
14 BV 39 Limousin 3 08.07.16 Limousin 3
15 PKL. 0499 Limousin 4 71 Simental 3
16 BV 24 Simental 3 7020 Simental 4
17 1634 Simental 3 7116 Simental 4
18 BV 87 Simental 3 366 Simental 4
19 1630 Simental 2 S 124 Simental 4
20 47 Simental 2 C 578 Simental 4
Rata-rata 3,5 3,6
Dari tabel diatas dapat dimuat kembali pada tabel yang lebih sederhana agar mudah
dipahami.
Tabel 9. Rata-rata nilai BCS Sapi di BPTUHPT Padang Mangatas
Body Condition Score
No Bangsa Sapi
Kandang intensif Kandang ekstensif
1 Eksotik (Simmental,Limousin) 2-4 (3,5) 3-4 (3,6)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa BCS sapi pada pemeliharaan ekstensif
memiliki nilai BCS kisaran 3-4 dengan nilai rata-rata 3,6 dari 20 sampel sapi indukan yang
dinilai. Sampel indukan diambil secara random dilapangan. Sedangkan pada pemeliharaan
kandang intensif nilai bcs sapi indukan yaitu berkisar 2-4 dengan nilai rata-rata 3,5 dari 20
sampel induk yang dinilai. Dapat ditarik kesimpulan bahwa BCS sapi pada pemeliharaan
kandang ekstensif lebih baik 0,1 %, hal ini dimungkinkan karena pada pemeliharaan
20
ekstensif ternak memiliki akses hijauan yang tak terbatas (ad libitum) dan bebas memilih
jenis hijauan yang disukai.
Diatas dapat dilihat gambar sampel BCS yang dinilai berdasarkan skor BCS yang
didapatkan. Penilaian dilakukan pada sapi induk dengan jenis sapi Limousin dan Simental,
hal ini karena karena hanya kedua jenis sapi tersebut yang dipelihara pada dua system
pemeliharaan yang berbeda. Dibutuhkan pembanding yang sama baik pada umur dan jenis
sapi pada pemeliharaan Padang gembala dan intensif untuk mendapatkan hasil
perbandingan diantara keduanya. Hasil penilaian BCS sapi induk pada pemeliharaan
Padang gembala yaitu 3-4 dan hal ini lebih baik dibandingkan BCS pada pemeliharaan
intensif, diduga karena sapi-sapi induk pada kelompok pemeliharaan ekstensif
21
mendapatkan asupan nutrien lebih baik, khususnya karbohidrat dan protein. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Neumann dan Lusby (1986) bahwa sapi yang memiliki BCS yang
bagus memiliki perlemakan dan perototan yang lebih besar sebagai akibat dari pakan yang
baik.
22
data recording ukuran tubuh ternak sapi pesisir di BPTU-HPT Padang Mengatas yang
didapatkan dari petugas recording.
Tabel 10. Ukuran tubuh sapi di BPTUHPT Padang Mangatas
Umur
No Tanggal Eartag (hari) PB (cm) LD (cm) TP (cm)
1 26 Juni 2022 13.06.22 180 104 125 103
2 18 Juni 2022 11.06.22 188 102 121 101
3 17 Juni 2022 08.06.22 189 95 114 96
4 09 Juni 2022 05.06.22 197 100 121 99
5 06 Juni 2022 04.06.22 200 108 125 104
6 05 Mei 2022 06.05.22 232 106 120 100
7 04 Juni 2022 02.06.22 202 102 115 100
8 17 Maret 2022 07.03.22 281 104 121 93
9 29 Juni 2022 P.16.06.22 176 82 99 82
10 29 Juni 2022 P.17.06.22 176 81 106 87
11 24 Juni 2022 P.12.06.22 181 83 97 86
12 24 Juni 2022 P.13.06.22 181 84 107 85
13 19 Juni 2022 P.11.06.22 186 85 105 88
14 18 Juni 2022 P.09.06.22 187 80 105 82
15 10 Juni 2022 P.06.06.22 195 88 103 89
16 10 Juni 2022 P.08.06.22 195 83 97 89
17 07 Juni 2022 P.05.06.22 198 83 102 87
18 01 Juni 2022 P.01.06.22 204 80 100 89
19 01 Juni 2022 P.02.06.22 204 80 104 85
20 01 Juni 2022 P.03.06.22 204 81 104 84
21 13 September 2021 P.08.09.21 465 91 109 94
22 31 Desember 2021 25.12.21 357 125 95 170
23 28 Desember 2021 20.12.21 360 127 98 178
24 28 Desember 2021 21.12.21 360 124 102 166
25 11 Desember 2021 14.12.21 377 131 108 194
26 10 Desember 2021 11.12.21 378 137 112 220
27 10 Desember 2021 12.12.21 378 130 100 188
28 10 Desember 2021 13.12.21 378 136 105 125
29 06 Desember 2021 09.12.21 382 139 110 230
30 01 Desember 2021 01.12.21 387 134 105 206
31 30 Juni 2021 09.06.21 541 154 117 296
Rata-rata 268 104 108 126
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata ternak sapi yang diukur memiliki
umur 268 hari dengan hasil pengukuran panjang badan (PB) = 104 cm, lingkar dada (LD)
= 108 cm dan tinggi panggung (TP) = 126 cm. Kemudian dapat dilakukan pendugaan rata-
rata bobot badan sapi tersebut dengan menggunakan rumus formula dari Schoorl yaitu
23
(𝐿𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑑𝑎 ( 𝑐𝑚)+22)² (108+22)²
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 = = = 169 . Maka dapat diketahui bahwa
100 100
rata-rata bobot badan dari ternak sapi Pesisir tersebut ialah 169 kg.
24
apabila hasilnya positif maka ternak akan di isolasi untuk melakukan penanganan
lanjutan.
Tindakan sanitasi adalah tindakan yang yang dijalankan dalam pemeliharaan sapi
bertujuan untuk menjaga kesehatan melalui kebersihan agar ternak terbebas dari infeksi
penyakit. Kegiatan sanitasi di BPTU-HPT Padang Mengatas dilakukan setiap pagi dan sore
hari, dengan melakukan pemberisihan feses, menyapu sekitar kandang, membuang sisa
pakan, dan rangkaian kegiatan sanitasi lainny. Menurut Santoso (2014) bahwa tingkat
sanitasi dan higine merupakan indikator kebaikan manajemen kesehatan ternak.
Biosecurity merupakan salah satu cara untuk mencegah timbulnya penyakit yang
disebabkan dari luar oleh kendaraan maupun manusia. Biosecurity sendiri merupakan
semua tindakan yang bertujuan untuk mengendalikan wabah serta untuk mencegah semua
kemungkinan terjadinya penularan (Virus dan Bakteri) yang dapat masuk dari luar. Salah
satu bentuk biosecurity yang diterapkan di BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu seiap
kendaraan yang masuk ke area harus melewati bak biosecurity dan disemprot (sprayer)
dengan cairan desinfektan.
3.5.2. Monitoring
Monitoring terhadap kesehatan sapi di BPTU-HPT Padang Mengatas dilakukan
setiap hari. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pengamatan jarak jauh dan pengamatan
jarak dekat terhadap sapi. Sapi yang sehat akan menunjukan sikap aktif, sigap dan tanggap
terhadap keadaan di lingkungan sekitarnya (Akoso, 2006). Sapi yang tidak sehat akan
menunjukan sikap yang selayaknya yaitu mata bersinar, mulut dan hidung tidak berlendir
serta bagian tubuh aktif bergerak.
3.5.3 Pengobatan
Pengobatan penyakit yang menyerang ternak sapi biasanya dilakukan pemberian
obat-obatan berdasarkan pada gejala klinis yang muncul, berdasarkan hasil dari
pemeriksaan fisik dan diagnosa penyakit. Untuk penanganan pengobatan penyakit di
BPTU-HPT Padang Mengatas dilakukan oleh petugas khusus kesehatan hewan yang
bertugas untuk melakukan manajemen kesehatan pada ternak. Beberapa penyakit yang
saya temui selama kegiatan kerja lapang di BPTU-HPT Padang Mengatas yaitu :
Helmintiasis atau cacingan adalah penyakit yang diakibatkan oleh infestasi cacing
pada tubuh hewan, baik pada saluran pencernaan, saluran pernafasan dan bagian tubuh
lainnya. Untuk bertahan hidup, cacing memerlukan lingkungan yang lembab. Cacing dapat
masuk ke dalam tubuh ternak melalui rumput atau pakan yang terkontaminasi larva cacing.
25
Gejala yang ditunjukan ternak yaitu nafsu makan menurun, rambutnya terlihat kusam,
perut buncit, lesu dan biasanya juga mengalami diare.
Pemberian obat cacing pada sapi eksotis (Simmental dan Limousin) dilakukan tiga
kali setahun, yaitu umur 1 bulan, penyapihan, dan umur 1 tahun Pengobatan cacing di
BPTU-HPT Padang Mengatas diberikan secara oral dan inject tetapi rata-rata diberikan
secara oral menggunakan obat flukicide dengan kandungan aktif Albendazole berspektrum
luas dan tidak mengganggu reproduksi dengan dosis 6 ml per 100 kg bobot badan
Pemberian obat cacing di BPTU-HPT Padang Mengatas dapat dilihat pada gambar 12.
Sakit mata merupakan karena infeksi pada kelenjar mata karena terkena polusi,
ranting semak, dan bahan aktif dari spraying Penyakit ini ditandai dengan adanya bintik
atau benjolan pada bola mata kemudian menjadi luka. Pengobatan pada penyakit ini
tergolong agak sulit karena pada mata sapi mengeluarkan air yang mengakibatkan luka
tidak bisa kering.
26
untuk mencegah datangnya lalat dan membunuh larva lalat. Sapi yang tekena sakit mata di
BPTU-HPT Padang Mengatas dapat dilihat pada Gambar 13.
Papiloma adalah penyakit kulit berupa tumor yang tumbuh pada kulit yang
disebabkan oleh Bovine Papiloma Virus (BPV). Menurut Kurniawan (2017),
Papillomatosis dikenal memiliki strain diantaranya, BPV1 mengakibatkan gangguan pada
hidung, puting, dan gland penis, BPV2 mengakibatkan gangguan pada lesi kepala dan
leher, BPV3 mengakibatkan gangguan pada bagian kepala dan intradigital, BPV4
mengakibatkan gangguan pencernaan. Ternak sapi yang mengalami penyakit kulit
papilloma ditandai dengan terdapat koreng atau gronjolan dibagian tubuh ternak dan
apabila dilihat dari dekat berbentuk seperti bunga kol.
27
Gambar 15. Kutu caplak pada sapi Pesisir
Pengobatan pada penyakit ini adalah dengan cara membersihkan terlebih dahulu
luka yang terdapat larva lalat dengan cairan iodine, kemudian luka ditutup dengan kapas
yang telah disemprotkan dengan gusanex, setelah itu disuntik dengan antibiotik Vet- oxy
LA. Penyakit myasis di BPTU-HPT Padang Mengatas dapat dilihat pada Gambar 16.
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Selama melakukan kegiatan Kuliah Lapang yang telah dilaksanakan di BPTU-HPT
Padang Mengatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa mata kuliah ini sangat penting
untuk menunjang wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang bidang Imu Peternakan
yang dipelajari dengan aplikasinya di lapangan. Setelah mengikuti kegiatan KL di BPTU-
HPT Padang Mangatas, Penulis mendapat pengetahuan yang lebih luas dibidang ilmu
teknologi reproduksi, Manajemen pemeliharaan, manajemen penanganan penyakit dan
manajemen pengelolaan kandang yang sangat berguna untuk menunjang kemajuan suatu
usaha peternakan.
Ditinjau dari manajemen pemberian pakan pada pemeliharan ekstensif dan intensif
yang diterapkan di BPTU-HPT Padang Mengatas bahwa BCS ternak pada pemeliharaan
ektensif (3,6) lebih baik daripada pemeliharaan intensif (3,5) dengan nilai selisih yaitu 0,1.
4.2 Saran
Saran yang kami berikan kepada pengelola BPTU HPT Padang Mengatas, demi
perubahan yang lebih baik yaitu sbb:
1. Ada baiknya dibuat tempat ransum di padang pengembalaan demi untuk
meningkatkan efektivitas konsumsi pakan konsentrat di padang
penggembalaan/pastura. Pakan konsentrat diberikan langsung diatas rumput
penggembalaan tanpa ada nya tempat ransum khusus.
2. Ada baiknya pemamfaatan limbah ternak lebih dimaksimalkan lagi, baik sebagai
bahan bakar Biogas atau sebagai pupuk kompos pada pertanian.
3. Penghijauan sekitar pinggir jalan dalam BPTU-HPT Padang Mangatas lebih
ditingkatkan lagi mengingat banyak pengunjung atau wisataan yang selalu
berkunjung.
4. Biocecurity di BPTU-HPT Padang Mangatas hendaknya lebih ditingkatkan lagi
demi agar dapat mencegah masuknya penyakit hewan menular kedalam
lingkungan sumber bibit melalui ternak, manusia dan peralatan yang tercemar
bibit penyakit.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMPIRAN
31
Benih Sorgum Penanaman Sorgum
32
Menurunkan rumput untuk silase Penambahan konsentrat
33
Pakan konsentrat Nutrifeed Kondisi dalam pakan konsentrat
34
Palpasi rektal pada sapi limousin Inseminasi sapi limousin
Selfie di Kandang intensif Selfie di atas traktor pakan Selfi di kandang sapi BB
35