Anda di halaman 1dari 94

Studi Implementasi

Rencana Tata Ruang Terpadu


Wilayah Metropolitan Mamminasata

STUDI SEKTORAL (4)

PERTANIAN

KRI International Corp.


Nippon Koei Co., Ltd
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

Daftar Isi

1. GAMBARAN UMUM SEKTOR PERTANIAN ............................................................1

1.1 Sektor Pertanian ..........................................................................................................1

1.2 Sub-sektor Peternakan.................................................................................................5

1.3 Sub-sektor Perikanan...................................................................................................6

1.4 Sub-sektor Kehutanan .................................................................................................7

1.5 Sub-sektor Irigasi ........................................................................................................8

2. ISU-ISU SEKTOR PERTANIAN..................................................................................10

2.1 Tren Kebutuhan Produk Pertanian dan Perikanan ....................................................10

2.2 Gambaran Umum Produk Pertanian .........................................................................11

2.3 Isu-Isu yang akan Dikemukakan ...............................................................................15

3. RENCANA PENGEMBANGAN PERTANIAN UNTUK MAMMINASATA ..........17

3.1 Konsep Dasar Pengembangan Pertanian dan Perikanan ...........................................17

3.2 Tata Guna Lahan Pertanian Strategis ........................................................................17

3.3 Pengembangan Perikanan dan Peternakan................................................................24

3.4 Industrialisasi Berbasis Pertanian/Perikanan ............................................................26

3.5 Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB .................................................................29

4. PROGRAM AKSI DAN REKOMENDASI .................................................................30

4.1 Program Aksi Jangka Pendek....................................................................................30

4.2 Program Aksi Jangka Menengah dan Jangka Panjang ..............................................31

4.3 Rekomendasi untuk Dilaksanakan ............................................................................33

Lampiran 1 Luas Produksi Tanaman di Mamminasata


Lampiran 2 Diagram Pohon Produk Sampingan (by-products)
Lampiran 3 Perkiraan Biaya Tanaman, Nilai Produksi, Keuntungan Bersih dan Peruntukan Lahan
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

1. GAMBARAN UMUM SEKTOR PERTANIAN

1.1 Sektor Pertanian


1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Propinsi Sulawesi Selatan dikenal sebagai salah satu lumbung pangan terpenting di
Indonesia. Secara khusus, Propinsi Sulawesi Selatan memasok padi dan tanaman
pangan lainnya untuk propinsi lain di Sulawesi. Selain itu, wilayah Mamminasata
memainkan peranan penting sebagai pintu gerbang bagi produk-produk pertanian dan
perikanan ke wilayah-wilayah lain dan negara-negara asing.

Di seluruh wilayah propinsi ini, sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar


pada struktur PDRB yang menampung tenaga kerja lebih dari 1,83 juta jiwa atau
57% dari angkatan kerja tahun 2003. Kecuali Kota Makassar, sektor pertanian di tiga
kabupaten menyumbang sekitar 45% pada struktur PDRB seperti pada Tabel 1-1.

Tabel 1-1 Sumbangan Sektor Pertanian pada PDRB menurut Kabupaten/Kota (2003)
Pendapatan Asli Persentase PDRB menurut
Daerah dari Sektor terhadap Kabupaten/Kota
Pertanian (Juta Rp.) PDRB (Juta Rp.)
Makassar 74.408 2,2 3.442.520
Maros 183.471 44,2 415.111
Gowa 260.494 45,0 579.436
Takalar 112.659 43,5 259.115
Total 631.032 13,4 4.696.182
Sumber: BPS, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003

Sektor pertanian terdiri atas empat sub-sektor yaitu tanaman pangan/non-tanaman


pangan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Tabel 1-2 berikut menunjukkan
struktur PDRB menurut sub-sektor tahun 20021. Di Maros dan Takalar, sub-sektor
tanaman pangan/ non-tanaman pangan dan perikanan menyumbang lebih dari 95%,
sementara di Gowa hampir mencapai 95%.

Tabel 1-2 Struktur Pertanian menurut Sub-sektor (2002)


Persentase terhadap Pendapatan Sektor Pertanian
Sub-sektor
Makassar Maros Gowa Takalar
Tanaman Pangan/ Non-Tanaman Pangan N/A 48,4 94,9 48,9
Peternakan N/A 4,7 4,3 4,2
Kehutanan N/A 0,2 0,03 0,04
Perikanan N/A 46,7 0,7 46,9
Total - 100,0 100,0 100,0
Sumber: BPS, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2002 dan 2003

Luas kepemilikan lahan diperkirakan rata-rata sekitar 1,28 ha/rumah di tingkat


propinsi, dimana lahan sawah menempati sekitar 0,55 ha (43%), sedangkan rumah

1
Data tentang struktur PDRB menurut sub-sektor tahun 2003 tidak tersedia pada dokumen sumber.

4-1
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

tangga yang memiliki kurang dari 0,5 ha adalah sekitar 29% dari total kepemilikan
lahan2.

2) Tata Guna Lahan

Tata guna lahan di Mamminasata saat ini diperkirakan seperti pada Tabel 1-3.

Tabel 1-3 Tata Guna Lahan di Mamminasata Saat Ini


(Unit: ha)
Kategori Makassar Maros Gowa Takalar Total
Daerah Perkotaan 9.090 1.280 3.780 780 14.930
Kawasan Permukiman 7.310 1.280 3.780 770 13.140
Komersil 810 0 0 10 820
Bisnis/Perkantoran 470 0 0 0 470
Kawasan Perindustrian 500 0 0 0 500
Pertanian 3.980 36.900 38.670 26.490 106.050
Tanaman Campuran
100 0 7.070 3.320 10.500
Teririgasi
Sawah Irigasi 830 0 18.870 8.450 28.140
Tanaman Campuran 830 7.580 8.040 8.540 24.990
Persawahan 2.220 29.290 1.690 6.190 39.390
Perkebunan 0 30 3.000 0 3.030
Kawasan Hijau 430 46.610 14.300 10.440 71.780
Padang Rumput 0 1.180 0 1.000 2.180
Semak 0 3.830 470 0 4.300
Hutan 430 41.600 13.830 9.440 65.310
Perairan 2.690 8.760 5.480 3.620 20.550
Sungai 750 1.990 1.430 850 5.020
Daerah Berawa/Tambak 1.840 6.770 0 2.670 11.280
Waduk 90 0 4.050 110 4.250
Lain-lain 1.790 11.030 9.980 13.640 36.440
Lahan Kering 850 10.300 9.970 13.610 34.730
Bukit Pasir 70 0 0 0 70
Ruang Terbuka 870 730 10 30 1.640
Total 17.980 104.860 72.210 54.980 250.030
Sumber: Badan Pertanahan Negara

Luas lahan pertanian di Mamminasata diperkirakan berkisar 106.050ha, yang berarti


sekitar 42% dari total luas lahan. Sebagian besar lahan tanaman campuran dan sawah
irigasi berada pada sistem irigasi teknis Proyek Irigasi Bili-Bili. Lahan tanaman
campuran, sawah, dan perkebunan merupakan lahan pertanian semi-teknis,
non-teknis, dan tadah hujan.

Sejumlah besar lahan di Maros, Takalar, dan Makassar, digunakan sebagai tambak
dimana budidaya tambak dikembangkan secara intensif. Kawasan hijau (padang
rumput, semak-semak, dan hutan) terhampar luas di Maros, dimana produk-produk
kayu dan madu diproduksi.

2
Studi Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Wilayah Sungai Jeneberang, JICA Maret 2004.

4-2
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

3) Produksi Pertanian

Tanaman pangan utama di Sulawesi Selatan adalah padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu,
kedelai, kacang hijau dan kacang tanah. Dari tanaman-tanaman pangan tersebut,
Sulawesi Selatan menyumbang sekitar 40% pada stok padi nasional. 3 Daerah
penghasil padi utama adalah kabupaten Bone, Wajo, dan Pinrang yang menyumbang
lebih dari 30% dari total volume produksi di tingkat propinsi.

Tabel 1-4 Luas Lahan dan Produksi Padi


Luas Panen (ha) Produksi (ribu ton) Panen (ton/ha)
1999 2003 1999 2003 1999 2003
Sulawesi Selatan 902.286 847.305 3.870,0 4.003,1 4,29 4,72
Makassar 4.139 2.269 19,5 11,5 4,71 5,07
Maros 39.757 38.590 218,6 213,2 5,50 5,52
Gowa 45.953 49.060 205,9 232,5 4,48 4,74
Takalar 23.857 21.374 124,0 118,7 5,20 5,55
Total 4 Kabupaten/Kota 113.706 111.293 568 575,9 5,00 5,17
Persentase terhadap
12,6% 13,1% 14,7% 14,4% - -
Propinsi
Sumber : BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003

Seperti terlihat pada Tabel 1-4 di atas, Mamminasata menyumbang sekitar 14,4%
pada produksi padi propinsi yang jumlahnya relatif kecil. Meskipun demikian, unit
produksinya mencapai 5,17 ton/ha, melebihi angka rata-rata propinsi yang berada
pada kisaran 4,72 ton/ha pada tahun 2003. Budidaya padi dengan irigasi
menyumbang sekitar 89%, dan sisanya (11%) adalah budidaya padi pada sawah
tadah hujan.
Produksi jagung dalam lima tahun terakhir sangat populer terutama di Gowa dan
Takalar, karena peningkatan permintaan untuk penggilingan pakan ternak. Pada
tahun 2003, lebih dari 90% (150.000 ton) jagung diproduksi di Gowa dan Takalar.
Kabupaten Gowa merupakan salah satu produsen ubi kayu terbesar yang
menyumbang lebih dari 33% untuk produksi tingkat propinsi, dan 46% untuk tingkat
Mamminasata. (lihat juga Lampiran-I).

Tabel 1-5 Produksi Tanaman Pangan Lainnya (2003)


Luas Panen (ha) Produksi (ton)
Tanaman Propinsi Mamminasata (%) Propinsi Mamminasata (%)
Jagung 213.818 34.818 (16%) 650.832 161.578 (25%)
Ubi Kayu 40.808 14.927 (37%) 590.717 271.319 (46%)
Ubi jalar 5.748 768 (13%) 61.789 16.967 (27%)
Kcg. Tanah 43.385 3.867 (9%) 52.763 5.650 (11%)
Kedelai 16.992 1.327 (8%) 24.140 1.890 (8%)
Kcg. Hijau 33.180 11.180 (34%) 38.608 8.055 (21%)
Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003

3
Direktori Sulawesi Selatan, Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan, 2004.

4-3
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

700 20

600 Paddy
Sweet
(Wet&Dry) 15
500 Potato

1,000 Ton
1,000 Ton

400 M ungbean
10
Cassava Cowpea
300

200 Groundnuts
M aize 5
100 Soybean

0 0
2000 2001 2002 2003 2000 2001 2002 2003
Year Year

Sumber : BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003

Gambar 1-1 Tren Produksi Tanaman Pangan di Mamminasata

Gambar 1-1 menunjukkan tren produksi tanaman pangan utama selama periode
2000-2003. Padi, jagung dan ubi kayu telah mencapai produksi yang relatif stabil,
sedangkan produksi kedelai dan kacang tanah mengalami penurunan.

Tanaman perkebunan telah dibudidayakan secara luas, misalnya kopi di Gowa, tebu,
kelapa, jambu mete dan kapok di Gowa dan Takalar. Namun demikian, sebagian
besar produksi tanaman perkebunan tersebut dikelola pada lahan perkebunan skala
kecil, dan sebagaimana yang diamati, perkebunan berskala besar hanya budidaya
tebu di Takalar.

Salah satu komoditas andalan di Sulawesi Selatan adalah kakao, meski skala
produksinya di Mamminasata relatif kecil bila dibandingkan dengan daerah-daerah di
utara Sulawesi Selatan (misalnya, Mamuju, Luwu Utara, Polmas dan Bone).

Gambar 1-2 menunjukkan tren produksi tanaman perkebunan utama. Produksi kelapa,
kopi, jambu mete dan kakao sedikit meningkat sejak tahun 1999, sedang tebu
merosot di tahun 2000-2002.

3,000 80
Coconuts 70
2,500
60
2,000 Coffee
50
1,000 Ton

40
Ton

1,500 Cashew
30 Sugarcane
1,000
20
500
Cacao
10
0 0
1999 2000 2001 2002 2003 1999 2000 2001 2002 2003
Year Year

Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003

Gambar 1-2 Tren Produksi Tanaman Perkebunan Utama di Mamminasata

4-4
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

Produksi buah-buahan juga berjalan dengan baik di Mamminasata, misalnya, mangga,


pepaya, jeruk, dan pisang, serta markisa (di Gowa). Tana Toraja dan Gowa (Malino)
merupakan produsen buah-buahan utama (lihat juga Lampiran-I).

Produksi sayur-mayur berlangsung sangat intensif di Gowa, diikuti oleh Maros.


Sayur-mayur biasanya dibudidayakan sebagai sarana penyambung hidup oleh petani.
Meski demikian, kelebihan produksi juga dipasarkan terutama di pusat-pusat kota di
Makassar.

1.2 Sub-sektor Peternakan


Hewan ternak yang paling banyak dikembangbiakkan di Mamminasata adalah sapi
potong, kerbau, kambing, itik dan ayam, sedangkan sapi perah, kuda, domba dan
babi dikembangbiakkan dalam jumlah relatif kecil seperti terlihat pada Tabel 1-6.

Tabel 1-6 Populasi Hewan Ternak (2003)


(Unit: ekor)
Sapi Sapi Ayam Ayam
Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Itik
Perah Potong Potong Kampung
Makassar 29 1.322 665 126 4.152 0 3.247 36.669 9.058 300.567
Maros 0 40.488 10.465 4.403 17.490 0 60 311.511 318.709 773.304
Gowa 0 70.572 22.568 8.380 17.822 0 5.159 215.913 709.680 831.217
Takalar 0 17.392 5.137 1.079 20.237 7 0 101.867 236.900 359.952
Total 29 129.774 38.835 13.988 59.701 7 8.466 665.960 1.274.347 2.265.040
Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003

Pengembangbiakan sapi perahan hanya dilakukan di Makassar, dan jumlahnya pun


sangat terbatas yakni 29 ekor. Jumlah ini menunjukkan bahwa produksi susu tidak
begitu aktif di Mamminasata. Sedangkan sapi potong, kerbau dan kuda
dikembangbiakkan terutama sebagai hewan peliharaan untuk keperluan pertanian dan
transportasi.

Tabel 1-7 Produksi Hewan Ternak di Mamminasata (2003)


(Unit: ton)
Sapi Ayam Ayam Ayam Itik
Kerbau Kuda Kambing Babi Itik
Potong Potong Kampung Petelur Petelur
Makassar 2.590 1.789 0 59 829 26 186 183 2.927 294
Maros 234 214 0 0 0 199 221 472 1.466 1.930
Gowa 1.953 427 10 9 0 149 512 531 829 1.220
Takalar 199 210 76 0 0 18 137 270 762 281
Total 4.976 2.639 85 68 829 392 1.057 1.457 5.984 3.725
Sumber: BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2001, 2002, 2003

Produksi sapi potong, kerbau, babi dan ayam petelur terkonsentrasi di Makassar,
sedangkan ayam potong, itik potong dan itik petelur diproduksi secara intensif di Maros
dan Gowa. Kambing, ayam, itik dan telur dipasarkan secara lokal untuk konsumsi
rumah tangga.

4-5
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

1.3 Sub-sektor Perikanan


Produksi perikanan di Sulawesi Selatan berada pada posisi ketiga terbesar di
Indonesia dan merupakan sub-sektor terbesar kedua di Mamminasata. Perikanan laut
menyumbang sekitar 20,4% dari volume produksi tingkat propinsi, diikuti oleh
budidaya tambak air payau. Total produksi perikanan di Sulawesi Selatan meningkat
kira-kira 8% pada tahun 2000-2003. Total produksinya sebesar 468.000 ton. Takalar
merupakan daerah penghasil ikan terbesar yang memiliki garis pantai yang cukup
panjang. Perikanan darat, kecuali budidaya tambak air payau, tidak begitu populer.
Ini menunjukkan bahwa permintaan di tingkat propinsi terhadap ikan laut lebih tinggi
daripada ikan air tawar.

Tabel 1-8 Produksi Perikanan di Mamminasata (2003)


Perikanan Darat
Wilayah Perikanan Total
Adminstratif Laut Tambak Air Tambak Air Tambak (ton)
Danau Sungai Rawa
Payau Tawar Sawah
Sulawesi Selatan 354.425 122.571 2.301 3.925 14.252 2.102 6.057 505.633
Makassar 17.958 373 0 0 0 0 0 18.331
Maros 14.743 9.219 9 16 0 0 0 23.986
Gowa 0 60 88 119 0 101 77 444
Takalar 39.544 7.540 0 0 0 0 0 47.083
Mamminasata 72.244 17.192 96 135 0 101 77 89.844
Persentase
20,4% 14,0% 4,2% 3,4% 0,0% 4,8% 1,3% 17,8%
terhadap Propinsi
Sumber: Laporan Statistik Perikanan, Sulawesi Selatan, 2003.

Produk ikan laut sangat beragam, misalnya ikan terbang, tuna, cakalang, cumi-cumi,
kepiting dan lain sebagainya. Ada peraturan do Kota Makassar yang membatasi
penangkapan ikan laut dalam rangka konservasi sumberdaya kelautan melalui
penetapan berbagai aturan dan program pendukung, meskipun penerapannya tidak
efektif. Budidaya tambak air payau dilakukan secara sangat intensif di Maros dan
Takalar. Produksi ikan mujair (mozambique tilapia) adalah yang paling populer,
menyumbang sekitar 33,8% dari produksi tingkat propinsi.

Tabel 1-9 Produksi Budidaya Ikan Air Payau (2003)


Wilayah Kakap Total
Mujair Bandeng Balanak Lainnya
Administratif Putih (ton)
Sulsel 3.073 59.128 201 82 3.668 66.151
Makassar 5 158 7 33 203
Maros 725 5.933 0 229 6.887
Gowa 0 36 0 5 41
Takalar 309 1.796 0 228 2.333
Total 4 Kab/Kota 1.040 7.923 7 0 495 9.464
Persentase thdp
33,8% 13,4% 3,3% 0,0% 13,5% 14,3%
Propinsi
Sumber: Laporan Statistik Perikanan, Sulawesi Selatan, 2003.

4-6
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

Budidaya udang berkembang sangat baik di sepanjang pantai barat Sulawesi Selatan,
dengan kabupaten Pinrang sebagai pusatnya. Budidaya udang windu cukup aktif di
Maros. Belakangan ini, produksi udang mengalami penurunan akibat adanya
serangan penyakit. Pemerintah propinsi telah meluncurkan beberapa program
pendukung budidaya udang dengan menyiapkan buku petunjuk mengenai
pengelolaan budidaya ikan yang baik.4

Tabel 1-10 Produksi Budidaya Krustacea (Udang, Kepiting) di Air Payau (2003)
Wilayah Udang Udang Udang Udang Kepiting Total
Administratif Windu Jerbung Dogol Rebon Lumpur (ton)
Sulsel 14.840 1.184 3.185 129 2.092 21.430
Makassar 134 7 0 0 30 170
Maros 1.830 0 503 0 0 2.332
Gowa 15 0 0 0 4 19
Takalar 98 79 56 0 0 233
Total 4 Kab/Kota 2.077 86 559 0 33 2.755
Persentase
14,0% 7,2% 17,6% 0,0% 1,6% 12,9%
terhadap Propinsi
Sumber: Laporan Statistik Perikanan, Sulawesi Selatan, 2003.

Produksi rumput laut meningkat secara signifikan dalam lima tahun terakhir. Takalar
memproduksi hampir 5.000 ton pada tahun 2003. Budidaya rumput laut juga terlihat
jelas di Maros. Daerah-daerah di luar Mamminasata, seperti Bantaeng, Selayar, Sinjai,
dan Mamuju memproduksi 30.000 ton rumput laut pada tahun yang sama. Budidaya
rumput laut semakin meningkat, rumput laut tersebut diekspor terutama untuk
keperluan bahan baku agar-agar dan bahan campuran kosmetik.

1.4 Sub-sektor Kehutanan

Sumberdaya hutan berada di daerah pegunungan Maros dan Gowa seperti


ditunjukkan pada Tabel 1-11 di bawah ini.

Tabel 1-11 Sumberdaya Kehutanan (2003)


(Unit: ha)
Hutan Hutan
Wilayah Hutan Hutan
Produksi Produksi Hutan PPA Total
Administratif Lindung Konversi
Terbatas Biasa
Sulawesi Selatan 1.928.597 811.105 203.816 208.301 102.073 3.253.892
Makassar 0 0 0 0 0 0
Maros 25.817 7.886 25.765 9.041 0 68.509
Gowa 24.226 13.445 22.100 3.309 0 63.080
Takalar 86 0 3.482 4.696 0 8.264
Total 4 Kab/Kota 50.129 21.331 51.347 17.046 0 139.853
Persentase
2,6% 2,6% 25,2% 8,2% 0,0% 4,3%
terhadap Propinsi
Sumber : BPS, Sulawesi Selatan, Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam Angka, 2003

4
Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya (Udang Windu), Dinas Perikanan & Kelautan, Prop. Sul-Sel,
2003.

4-7
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

Tercatat hampir seperempat dari hutan produksi biasa terkonsentrasi di Maros dan
Gowa, dimana produk-produk hutan seperti kayu, damar, rotan dan budidaya lebah
madu5 dikembangkan.

1.5 Sub-sektor Irigasi


Daerah-daerah irigasi potensial yang ada di propinsi Sulawesi Selatan adalah seluas
503.748 ha, yang mencakup 320.907 ha pada 250 sistem irigasi yang dibangun oleh
pemerintah dan 182.841 ha pada 1.287 sistem irigasi pedesaan. Sistem irigasi yang
dibangun pemerintah terdiri atas 57 sistem irigasi teknis dengan daerah irigasi
potensial seluas 237.657 ha, 132 sistem irigasi semi-teknis dengan daerah irigasi
potensial seluas 72.981 ha, dan 61 sistem irigasi sederhana dengan daerah irigasi
potensial seluas 10.269 ha.6

Di Mamminasata, proyek pengembangan wilayah sungai Jeneberang telah


dilaksanakan dengan bantuan finansial dari OECF (sekarang JBIC) sejak 1983.
Waduk Serbaguna Bili-Bili dibangun pada 1986-1987, diikuti dengan pembangunan
dan rehabilitasi sistem irigasi Bili-Bili. Sistem irigasi Bili-Bili terdiri atas tiga
sub-sistem yaitu Bili-Bili (yang sudah ada), Bissua (baru) dan Kampili (yang sudah
ada).

Lokasi proyek irigasi Bili-Bili terbentang di daerah hilir Sungai Jeneberang, sebagian
besar di Takalar dan Gowa, dan sebagian kecil di Makassar. Luas kotor daerah
layanan irigasi tersebut adalah 45.500 ha, sedangkan luas bersihnya adalah 23.602
ha,7 seperti ditunjukkan pada Tabel 1-12.

Tabel 1-12 Luas Kotor dan Luas Layanan Irigasi Bili-Bili


Sistem Irigasi Luas Bersih (ha) Luas Layanan Irigasi (ha)
Bili-Bili (yang ada) 7.050 2.369
Bissua (yang ada dan baru) 20.000 10.686
Kampili (yang ada) 18.450 10.547
Total 45.500 23.602
Sumber: (i) Laporan Desain Akhir. Supervisi Desain & Konstruksi Proyek Irigasi Bili-Bili,
Desember 1999, dan (ii) Studi Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Wilayah Sungai
Jeneberang, JICA 2004

5
Kegiatan budidaya lebah-madu merupakan wewenang Dinas Kehutanan dan produk-produk olahan madu di Maros dipilih
sebagai salah satu komoditas unggulan untuk Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas), yang
disponsori bersama oleh sektor swasta dan pemerintah propinsi.
6
Studi Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Wilayah Sungai Jeneberang, JICA 2004
7
Menurut kantor proyek irigasi Bili-bili, luas sebenarnya sedikit lebih luas dari itu karena adanya irigasi pompa pada
blok-blok tersier.

4-8
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

Gambar 1-3 Sistem Irigasi Teknis yang Ada (Proyek Irigasi Bili-Bili) di Mamminasata

Luas bersih rata-rata lahan pertanian yang ada di wilayah proyek irigasi Bili-Bili
berkisar 0,3~0,5 ha, meskipun 50% petani hanya memiliki lahan kurang dari 0,45
ha.8 Sebagian besar lahan pertanian dimiliki oleh petani. Rasio rata-rata petani yang
memiliki lahan berkisar 88% (1993), bervariasi dari 91% di Gowa sampai 73 % di
Makassar.
Pola tanam yang diterapkan di wilayah proyek irigasi Bili-Bili adalah tiga kali
tanaman beririgasi setahun, yakni dua kali tanaman padi rendeng dan gadu (200%)
dan sebagian tanaman palawija (40%). Palawija yang ditanam terdiri atas kedelai
(15%), kacang hijau (10%), kacang tanah (8%) dan jagung (7%). Perkiraan hasil
panen padi berkisar 5,5 tons/ha pada musim padi rendeng dan 6,0 ton/ha pada musim
padi gadu. Keuntungan kotor dan bersih (diluar biaya tenaga kerja keluarga)
diperkirakan sekitar Rp. 13,2 juta/ha (setara dengan US$ 1.833/ha) sesuai dengan
hasil studi kelayakan (1999).

8
Berdasarkan hasil dengar pendapat di Kantor Proyek Irigasi Bili-Bili di bulan Juni 2005.

4-9
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

2. ISU-ISU SEKTOR PERTANIAN

2.1 Tren Kebutuhan Produk Pertanian dan Perikanan

Gambar 2-1 dan 2-2 menunjukkan konsumsi kalori harian per kapita di daerah
perkotaan Propinsi Sulawesi Selatan selama periode 1993-2002.
2,500 250

200
2,000

150
1,500 Average Daily Per Capita Calorie

KCal.
KCal.

100
1,000

Calorie from Cereals


50
500

0
1993 1996 1999 2002 Year
0
1993 1996 1999 2002 Year Fish Meat
Eggs and Milk Vegetables
Legumes/Tubers Fruits
National Average South Sulawesi Average Oil and Fats Beverage Stuffs
Prepared Food and Beverages

Gambar 2-1 Konsumsi Kalori Harian Per kapita untuk Gambar 2-2 Konsumsi Kalori Harian Per kapita untuk
Sereal (Daerah Perkotaan) di Indonesia dan Sulawesi Sumber Makanan Lainnya (Daerah Perkotaan) di
Selatan Sulawesi Selatan
Sumber: Konsumsi Kalori dan Protein Indonesia dan Propinsi (Susenas), 1999 dan 2002, BPS.

Dari kedua grafik di atas diketahui bahwa konsumsi kalori untuk sereal (nasi)
menurun, sedangkan total konsumsi kalori rata-rata harian per kapita meningkat.
Kedua grafik di atas menunjukkan bahwa kebutuhan pangan per kapita cenderung
meningkat, kecuali untuk sereal, dan tren ini bisa diterapkan di Mamminasata.
Konsumsi pangan di Mamminasata akan bervariasi, beralih ke pola konsumsi sedikit
nasi dan lebih banyak konsumsi daging, sayuran, buah-buahan, minyak dan makanan
olahan siap saji. Tabel 2-1 menunjukkan kecenderungan umum kebutuhan pangan di
Sulawesi Selatan dan Mamminasata.

Tabel 2-1 Tren Kebutuhan menurut Jenis Pangan


Jenis Pangan Tren
Sereal
Ikan
Daging
Telur dan Susu
Sayuran
Kacang-kacangan/Umbi-umbian
Buah-buahan
Minyak dan Lemak
Minuman
Makanan dan Minuman Jadi
Total (Kilo kalori/kapita/hari)

4-10
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

2.2 Gambaran Umum Produk Pertanian


Propinsi Sulawesi Selatan memiliki sumberdaya pertanian, perikanan dan kehutanan
yang melimpah. Sebagian besar komoditas memiliki jenis-jenis penggunaan dan
pengolahan seperti ditunjukkan pada Lampiran-II. Namun demikian, tingkat
pemanfaatannya masih lebih rendah dari target yang diharapkan propinsi9.

1) Tanaman Pangan

Beras merupakan makanan pokok paling penting di Indonesia. Padi hasil panen
biasanya dikeringkan dan digiling di penggilingan padi dimana pedagang kota datang
membelinya untuk dijual ke konsumen. Kulit padi yang dihasilkan selama proses
penggilingan digunakan untuk makanan ternak. Sebagai produk yang siap konsumsi,
beras juga diolah menjadi mie dan makanan ringan. Beberapa perusahaan mie yang
bahan dasarnya terbuat dari beras sudah beroperasi di Makassar dan Maros.

Jagung ditanam untuk konsumsi manusia dan makanan ternak. Sekitar 50% dari
produksi jagung propinsi diolah menjadi makanan unggas. Di Mamminasata, ada dua
pabrik pengolahan makanan ternak (Investasi AS - Japfa Comfeed dan Cargill).
Baru-baru ini, Lembaga Keuangan Internasional (IFC) memprakarsai Program Mata
Rantai Agribisnis (ALP) untuk jagung/unggas dan kakao bekerjasama dengan
PENSA (Program Bantuan untuk UKM di Indonesia Timur). Program tersebut
bertujuan untuk memperkuat rantai nilai agribisnis melalui pemberian bantuan teknis
kepada para petani jagung dan industri ternak unggas berskala kecil. IFC melaporkan
bahwa kerugian pemasaran relatif tinggi akibat proses pengeringan yang tidak tepat
serta kehilangan selama proses pengangkutan.

Ubi Kayu dimanfaatkan untuk berbagai jenis produk olahan, misalnya tapioka,
keripik, kanji untuk obat nyamuk bakar, ubi kering untuk makan ternak, glukosa,
sirup maltose, alkohol dan aseton. Permintaan ubi kayu sebagai komoditas pangan
dan bahan kimia sangat tinggi.

Kedelai dikenal luas sebagai bahan baku tahu, tempe, susu kedelai dan minyak
goreng. Jerami dan polongnya juga bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan
makanan ternak. Di Mamminasata, terdapat pabrik pengolahan tahu/tempe dan saus
kedelai, sedang pabrik pengolahan minyak kedelai belum ada.

2) Tanaman Perkebunan/Tanaman Buah

Kakao (coklat) umumnya diekspor dalam bentuk biji kakao. Di Sulawesi Selatan,
terdapat sekitar 20 perusahaan eksportir. Beberapa perusahaan mengolah biji kakao

9
Pada tahun 2003, Dinas Pertanian Propinsi Sulawesi Selatan meluncurkan Program Pembangunan Agri-bisnis Hortikultura
untuk sejumlah tanaman pilihan. Rincian kegiatan dan kondisi perkembangannya belum terindentifikasi.

4-11
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

menjadi mentega kakao berbentuk bubuk. Secara umum, kualitas kakao Sulawesi
Selatan dianggap rendah dalam hal cita rasa akibat buruknya penanganan
pasca-panen (fermentasi) terhadap varietas asli Malaysia ini di tingkat petani, serta
pada proses pengangkutan. Tidak adanya perbedaan harga antara biji kakao hasil
fermentasi dan tanpa fermentasi yang ditawarkan oleh para pedagang menyebabkan
para petani menjadi tidak termotivasi dalam mengupayakan perbaikan mutu.
Pemerintah pusat belum lama ini menetapkan standar nasional untuk para produsen
kakao, dan tenaga-tenaga sosialisasi ditugaskan untuk memberikan penyuluhan
tentang standar tersebut di tingkat propinsi.

Budidaya Kelapa dan industri kelapa terpadu direkomendasikan dalam studi yang
dilaksanakan oleh Universitas Hasanuddin. 10 Studi tersebut merekomendasikan
pengembangan industri kelapa untuk minyak kelapa mentah (crude coconut oil),
serat kelapa, sirup kelapa, tempurung kelapa, nata de coco, papan dan berbagai
produk sampingan lainnya, secara khusus, di Polewali, Mamuju, Luwu Utara dan
Selayar. Studi tersebut juga menyarankan agar membangun industri hilir di Pare-Pare
dan Makassar untuk mengolah produk-produk yang diperuntukkan bagi konsumen di
perkotaan, seperti asam bebas lemak, jok mobil, karbon aktif, santan beku, tepung,
kerajinan tangan dan aneka produk kelapa siap pakai.

Tebu: Pabrik gula (3.000 ton/hari) terletak di Takalar. Pabrik Gula Takalar hanya
beroperasi selama 70 hari atau bahkan 50 hari dalam setahun karena kurangnya
pasokan tebu. Dari 6.000 ha lahan perkebunan tebu yang dimiliki, hanya 4.000 ha
saja yang ditanami. Tanaman tebu yang mendapatkan air irigasi hanya sekitar 400 ha.
Berbagai masalah berakar dari manajemen pabrik gula tersebut. Sebagian petani
kontrak ingin beralih menanam jagung karena keuntungan yang diperoleh dari
penanaman tebu yang tidak beririgasi tersebut sedikit.

Markisa merupakan komoditas tradisional di Sulawesi Selatan. Terdapat sejumlah


perusahaan skala kecil yang memproduksi jus markisa. Markisa yang diproduksi di
Gowa kualitasnya lebih rendah dari markisa Tana Toraja dalam hal keseimbangan
antara rasa manis dan asam. Permintaan dalam negeri (ke pulau Jawa) dan ekspor ke
negara-negara Eropa, Timur Tengah, dan Australia cukup tinggi (untuk markisa
setengah jadi yang isinya dikeruk bersama bijinya).

Jambu Mete merupakan salah satu produk bernilai tinggi jika diolah secara tepat.
Pemanfaatan produk berbahan jambu mete bermacam-macam, antara lain kacang
mete, minyak industri yang digiling dari kulit jambu mete, buah jambu mete (cashew

10
Rancangan Laporan Akhir Cetak Biru Rencana Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan di Sulawesi Selatan,
Juli 2004. Pusat Penelitian Universitas Hasanuddin. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdaganan Propinsi,
perusahaan-perusahaan minyak kelapa terdapat di Bulukumba, Luwu, Polmas, Soppeng, Majene, dan Selayar.

4-12
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

apple) sebagai makanan ternak dan pupuk organik. Sampai saat ini, sudah ada enam
perusahaan pengolahan kacang mete yang beroperasi di Makassar. Meskipun
demikian, hanya dua diantaranya yang betul-betul aktif beroperasi. Salah satu alasan
mengapa kedua perusahaan tersebut mampu bertahan adalah karena
perusahaan-perusahaan tersebut bekerjasama dengan produsen jambu mete sehingga
keduanya dapat membeli kacang mete yang belum dikupas dari para produsen
tersebut, sehingga biaya pengolahan dapat dikurangi. Kualitas produk kacang mete
dalam bentuk produk siap konsumsi umumnya rendah, sementara itu kulit jambu
mete dibuang atau digunakan sebagai pupuk organik. Selain itu, beberapa pedagang
mengumpulkan jambu mete tanpa kulit dan mengekspornya ke India untuk digiling
menjadi minyak industri dan kacang mete yang diolah dengan baik sehingga semakin
meningkatkan andil pasar global India.

3) Produk Peternakan

Lahan penggembalaan ternak intensif terdapat di Bone, Gowa dan Polmas. Hewan
ternak dibawa ke Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan melalui Pelabuhan
Pare-Pare. Kambing dapat menghasilkan berbagai macam produk (kulit dan susu).
Ayam dan itik hewan ternak kecil yang dapat menghasilkan daging segar/beku,
daging cincang, makanan instan, rempah-rempah, makanan pembuka, dan bulunya
dapat dibuat pakaian. Secara khusus, konsumsi daging ternak dan ayam di daerah
perkotaan tergolong tinggi, sekitar 8 ton daging per hari dibutuhkan oleh warga
Makassar. Namun, pasokan daging baru mencapai 3-4 ton per hari. 11 Ini
menunjukkan rendahnya kapasitas produksi di dan sekitar daerah perkotaan, unit
produksi berskala kecil, atau sistem pemasaran yang tidak tepat.
4) Produk Perikanan

Terdapat sejumlah perusahaan penyedia layanan cold storage (penyimpanan beku) di


Mamminasata. Sebagian besar adalah eksportir udang dan ikan beku ke
negara-negara Eropa, AS, Jepang, China (Hong Kong), Taiwan, Korea, Singapur,
Malaysia, Thailand dan Australia. Tuna segar juga diekspor ke Hong Kong dan
Jepang. Dilaporkan bahwa sekitar 50% dari total produksi perikanan di Sulawesi
Selatan dipasarkan di Makassar, dimana 60% merupakan konsumsi lokal dan 40%
diekspor.

Ikan laut/darat juga bisa diolah menjadi berbagai jenis produk seperti bakso ikan,
tepung ikan, ikan asin dan sebagainya. Sebagian kecil produk ikan dan udang
laut/darat dialihkan untuk pemeliharaan bibit ikan dan udang dalam bentuk budidaya
tambak. Sebenarnya, usaha pembiakan udang dan ikan bandeng terdapat di daerah

11
Pembangunan Daerah Makassar 2002-2003.

4-13
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

pesisir pantai Takalar. Meski demikian, aktivitasnya tidak terlalu luas karena
lemahnya manajemen dan kurangnya jaringan bisnis. Oleh karena itu, fleksibilitas
produksi dan keragaman industri pengolahan di Mamminasata masih tetap rendah.
Tidak ada pabrik pengalengan yang memproduksi barang-barang siap konsumsi.

Ada dua perusahaan pengolahan rumput laut di Mamminasata; satu di Maros dan
satunya lagi di Takalar. Karena sebagian besar permintaan ekspor adalah bahan baku
untuk agar-agar (gelatin) dan bahan campuran kosmetik, maka metode
pengolahannya sangat sederhana (hanya berupa serpihan atau tepung). Dengan
demikian, peluang untuk memproduksi barang-barang jadi yang bernilai tambah
lebih untuk ekspor sangat terbuka. Usaha rumput laut memberikan hasil yang lebih
tinggi (Rp. 300-500.000/kapita/bulan tergantung musim) bagi petani atau nelayan,
dan untuk masuk ke bisnis ini cukup mudah. Beberapa produsen mangga di sekitar
pesisir pantai Takalar beralih ke bisnis ini, sambil tetap memelihara pohon mangga,
meski tidak secara sungguh-sungguh.

Tahun 2001, Penaksiran Stok Ikan Laut Nasional12 dilakukan di Selat Makassar dan
Laut Flores. Survei tersebut mengungkapkan bahwa 72% dari potensi sumberdaya
ikan telah terekspolitasi pada tahun 2001, meningkat dari 67% pada tahun 1997.
Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa beberapa jenis ikan telah tereksploitasi
melebihi perkiraan daya produksinya.

Juga terdapat isu-isu mengenai prasarana perikanan seperti berikut :


(a) Terdapat dua tempat pelelangan ikan besar yang tidak memiliki cold storage di
Galesong, Takalar (utara dan selatan). Terdapat juga pelabuhan ikan yang relatif
baru di bangun oleh pemerintah di dekat pelelangan ikan di utara, namun tidak
dimanfaatkan secara intensif oleh para nelayan. Pemerintah propinsi berencana
untuk memperbaharui dan menggabungkan kedua pelelangan ikan tersebut
dengan membangun cold storage berskala besar.
(b) Di Makassar, terdapat dua tempat pelelangan ikan (TPI), yakni Paotere dan
Rajawali. Karena kapasitas kedua TPI tersebut terbatas, maka pemerintah
propinsi berencana untuk membangun TPI baru di Barambong dan telah
menyiapkan anggaran untuk studi kelayakan. Meski demikian, rencana tersebut
perlu dikaji ulang karena bertentangan dengan rencana peruntukan lahan
komersial dan permukiman yang telah dipersiapkan di Barambong.
5) Kehutanan

Hasil hutan sangat beragam, misalnya damar dari pohon cemara untuk keperluan

12
Penaksiran stok ikan di perairan Indonesia, Badan Penelitian Perikanan dan Kelautan di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi LIPI, Kementerian Perikanan dan Kelautan Indonesia, 2001.

4-14
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

industri kimia, perabot bambu/rotan, kerajinan tangan dari kayu, produk dari madu
seperti suplemen nutrisi (propolis, royal jely). Meski demikian, kualitas produk dari
kayu relatif rendah jika dibandingkan produk dari pulau Kalimantan karena
perbedaan jenis tanah dan rendahnya kualitas bibit. Pusat penelitian diharapkan dapat
menetapkan sertifikasi yang ilmiah terhadap bibit-bibit yang potensial.
Perkembangan industri perabot dari kayu/rotan di Sulawesi Selatan agak lambat
karena rendahnya mutu desain dan kualitas, hal ini terutama diakibatkan oleh
kurangnya keterampilan dan buruknya peralatan.

2.3 Isu-Isu yang akan Dikemukakan


Isu-isu yang perlu mendapatkan perhatian khusus pada sektor pertanian dan
perikanan adalah sebagai berikut:

(1) Tren Permintaan dan Penawaran terhadap Produk Pertanian

(a) Kebutuhan atas sereal, khususnya padi, menunjukkan tren yang menurun
selama dekade yang lalu dan akan terus turun pada dekade selanjutnya.

(b) Sumber konsumsi protein kelihatannya akan beralih dari sereal ke daging
(sapi, dan unggas), ikan, dan susu.

(c) Kebutuhan atas sayuran, makanan dan minuman olahan meningkat, dan
akan terus berlanjut pada dekade selanjutnya.

(d) Konsumsi makanan di Mamminasata sepertinya mengikuti pola khas


daerah perkotaan, pola konsumsi makanan yang beragam menunjukkan
perlunya produksi (pasokan) produk pertanian yang juga beragam untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.

(2) Pihak produsen

(a) Kurangnya fasilitas pasca-panen, terutama tempat pengeringan dan


penyimpanan padi, memperburuk mutu hasil panen dan menyebabkan
kerugian pada saat panen di sawah.

(b) Tidak ada sistem pemasaran yang teratur untuk hasil-hasil panen . Sebagian
besar produsen menjual hasil panennya kepada para pedagang pengumpul
(off-gate) dengan harga yang lebih rendah. (Insentif harga bagi produsen
rendah).

(c) Informasi pasar ke produsen kurang dan harga ditentukan oleh perantara.

(d) Para petani tidak peduli dengan kualitas buah-buahan, sayuran, dan
tanaman perkebunan dan sepertinya puas dengan pendapatan yang
biasa-biasa saja.

4-15
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

(e) Mutu varitas bibit rendah, memandekkan perkembangan unit produksi dan
kualitas produk.

(f) Tidak ada sistem pengembangbiakan ternak yang teratur, dan skala
produksi terlalu kecil.

(f) Perikanan laut bisa diintensifkan hanya jika penangkapan ikan yang
berlebihan diatur secara tepat untuk menjaga daya produksi.

(g) Perikanan darat juga bisa diintensifkan hanya jika budidaya tambak di
kelola dengan baik untuk mencegah serangan penyakit yang merusak, dan
menjaga pasokan bibit ikan yang cukup dan tepat waktu.

(3) Pihak manufaktur pertanian

(a) Pasokan bahan baku tidak cukup. Kualitas bahan baku yang homogen
sangat penting, dengan tingkat kontrol mutu yang tinggi dan pengelolaan
biaya tenaga kerja yang baik.

(b) Teknologi pengolahan mandek atau berjalan di tempat, dan sebagian besar
produk diolah di tingkat primer. Para pengolah daging skalanya kecil
dengan pengelolaan yang kurang higenis. Kurangnya teknologi tepat guna
merupakan hambatan utama dalam mengembangkan pertanian dan
aquakultur berorientasi ekspor.

(c) Kurangnya cold chain (sistem pemasaran dengan fasilitas cold storage)
merupakan salah satu rintangan dalam pengolahan dan pemasaran ikan dan
daging.

(d) Tingkat pemanfaatan produk sampingan rendah. Sebagian besar produk


primer dapat menurunkan lebih dari satu jenis produk sampingan, yang
akan memberikan nilai tambah komersil jika diolah secara tepat.

(e) Berdasarkan hasil observasi di toko-toko ritel di Makassar, kualitas dan


desain kemasan produk kurang bagus dibandingkan produk yang sama di
pulau Jawa. Hal ini terjadi pada sebagian besar barang-barang konsumen
seperti coklat, kacang mete, kacang tanah, jus markisa, dan produk-produk
ikan beku.

4-16
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

3. RENCANA PENGEMBANGAN PERTANIAN UNTUK MAMMINASATA

3.1 Konsep Dasar Pengembangan Pertanian dan Perikanan


Konsep dasar pengembangan pertanian dan perikanan di Mamminasata akan
difokuskan pada aspek pembangunan sosial-ekonomi, dan juga akan dikoordinasikan
dengan sektor lainnya yang mencakup sebagai berikut:
(a) Meningkatkan pendapatan petani dengan meningkatkan produktivitas pertanian
melalui (i) peningkatan hasil panen, (ii) penerapan tata guna lahan intensif, (iii)
pengenalan usaha tani campuran dan terpadu dengan budidaya tambak dan
ternak, dan (iv) pengembangan dan pengenalan varitas unggul untuk
tanaman-tanaman utama.
(b) Memanfaatkan sumberdaya lahan dan air yang ada, mengubah lahan tidur
menjadi produktif.
(c) Menyediakan bahan makanan secara layak untuk memenuhi kebutuhan
perkotaan yang semakin meningkat, dan meningkatkan produksi komoditas
ekspor.
(d) Menyediakan jumlah dan mutu bahan baku yang cukup untuk industri
pengolahan berbasis pertanian/perikanan dengan jalan memperkuat hubungan
dengan industri-industri tersebut.
(e) Memperkuat sistem pemasaran, termasuk penyebarluasan informasi pasar
kepada para produsen dan memberdayakan asosiasi/organisasinya.
(f) Mewujudkan perikanan laut/darat yang berkelanjutan melalui peningkatan
pengelolaan dan regulasi yang tepat.
(g) Mewujudkan pertumbuhan yang stabil terhadap nilai tambah, yang akan
memberikan andil pada pembangunan wilayah yang seimbang di Mamminasata.

3.2 Tata Guna Lahan Pertanian Strategis


1) Asumsi terhadap Pengurangan Lahan Pertanian

Telah direncanakan bahwa kawasan industri dan permukiman akan dikembangkan


untuk urbanisasi dan pengembangan industri di Mamminasata. Sebagian dari lahan
pertanian yang ada akan dikonsversi untuk pemanfaatan alternatif. Lahan yang
dikonversi untuk tujuan tersebut diperkirakan seperti pada Tabel 3-1 dan Gambar 3-1.

4-17
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

Tabel 3-1 Pengurangan Lahan Pertanian hingga Tahun 2020


(Unit: ha)
Luas Daerah Irigasi Tanaman Padi
Total
(Bili-Bili) Campuran Sawah
Makassar 100 0 0 100
Maros 0 30 760 790
Gowa 850 390 0 1.240
Takalar 10 30 80 120
Total 960 450 840 2.250
Sumber: Estimasi Tim Studi JICA

Gambar 3-1 Pengurangan Lahan Pertanian hingga Tahun 2020

Pada sistem irigasi teknis Bili-Bili, luas lahan yang harus dikurangi adalah 960 ha.
Daerah irigasi semi-teknis, non-teknis dan tadah hujan juga akan dikurangi hingga
1.290 ha. Secara keseluruhan, sekitar 2.250 ha lahan pertanian akan dikonversi
menjadi daerah urbanisasi dan industri.

4-18
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

2) Strategi Peruntukan Lahan13

Dengan kondisi seperti tersebut di atas, kebijakan pemanfaatan lahan strategis


berikut ini harus diterapkan pada (a) proyek irigasi Bili-Bili, (b) lahan pertanian
lainnya, (c) proyek irigasi bendung Pamukkulu, d) lahan kering dan, (e) pertanian
dataran tinggi. Setiap klasifikasi peruntukan lahan dibahas sebagai berikut.

(a) Proyek Irigasi Bili-Bili


Proyek Irigasi Bili-Bili hampir rampung, kecuali beberapa bangunan tersier dan
kuarter (sejak September 2005). Manfaat proyek tersebut akan berkurang karena
pengurangan daerah irigasi seluas 960 ha. Pengurangan nilai produksi diperkirakan
dalam Tabel 3-2.
Tabel 3-2 Perkiraan Pengurangan Nilai Produksi pada Proyek Irigasi Bili-Bili14
Estimated Present Condition (2005) Initial Plan toward Full Development in 2008 Future Condition in 2020
Reduction in
*Annual Annual Annual
Annual
Production Production Area Planted Production
Irrigation Area Type of Crop Area Planted (ha) Irrigation Area Type of Crop Area Planted (ha) Irrigation Area Type of Crop Production
Value (Mil. Value (Mil. (ha) Value (Mil.
Value (Mil.
Rp.) Rp.) Rp.)
Rp.)
Dry Paddy 2,369 3,993 Dry Paddy 2,369 4,698 Dry Paddy 1,519 3,012 -1,686
Bili Bili Area Wet Paddy 2,369 2,886 Bili Bili Area Wet Paddy 2,369 3,395 Bili Bili Area Wet Paddy 1,519 2,177 -1,218
(2,369ha) Palawija 2,369 1,675 (2,369ha) Palawija 2,369 1,675 (1,519ha) Palawija 1,519 1,074 -601
Subtotal 7,107 8,554 Subtotal 7,107 9,768 Subtotal 4,557 6,263 -3,505

Dry Paddy 10,547 17,777 Dry Paddy 10,547 20,915 Dry Paddy 10,447 20,716 -198
Kampili Area Wet Paddy 10,547 12,847 Kampili Area Wet Paddy 10,547 15,114 Kampili Area Wet Paddy 10,447 14,971 -143
(10,547ha) Palawija 10,547 7,459 (10,547ha) Palawija 10,547 7,459 (10,447ha) Palawija 10,447 7,389 -71
Subtotal 31,641 38,084 Subtotal 31,641 43,488 Subtotal 31,341 43,076 -412

Dry Paddy 10,686 18,012 Dry Paddy 10,686 21,190 Dry Paddy 10,676 21,171 -20
Bissua Area Wet Paddy 10,686 13,016 Bissua Area Wet Paddy 10,686 15,313 Bissua Area Wet Paddy 10,676 15,299 -14
(10,686ha) Palawija 10,686 7,558 (10,686ha) Palawija 10,686 7,558 (10,676ha) Palawija 10,676 7,551 -7
Subtotal 32,058 38,585 Subtotal 32,058 44,061 Subtotal 32,028 44,020 -41

Total 85,223 Total 97,317 Total 93,358 -3,958


Annual Production Value/ha 3.61 Annual Production Value/ha 4.12 Annual Production Value/ha 4.12
*85% less than Full Development Level % Change in Production Value 14.19% % Change in Production Value -4.07%

Manfaat proyek pada tingkat pembangunan maksimum diharapkan bisa diperoleh


pada tahun 2008, dan tingkat tersebut digunakan sebagai dasar perbandingan kondisi
pada tahun 2020. Pengurangan nilai produksi diperkirakan sebesar Rp. 4.000 juta
atau 4,1% dibandingkan dengan nilai produksi yang bisa dicapai tanpa perubahan
peruntukan lahan.
Untuk menutupi berkurangnya manfaat yang bisa diperoleh sebagai akibat
pengurangan wilayah, maka diusulkan untuk menanam dua jenis semaian tanaman
pohon (mis. kelapa, mangga, jeruk, limau, jambu mete, lada). Selanjutnya, pola
tanam akan diubah dari pola orientasi padi menjadi pola aneka tanaman bernilai
tinggi seperti buah-buahan, sayuran untuk memenuhi kebutuhan aneka makanan
yang semakin meningkat.
Gambar 3-2 menunjukkan perbandingan keuntungan bersih per hektar untuk
tanaman-tanaman tersebut diatas dengan kondisi lahan beririgasi. Gambar 3-2

13
Kalkulasi detil menyangkut bagian ini dapat dilihat pada Apendiks-III.
14
Keuntungan bersih per hektar berdasarkan anggaran tanaman terbaru sejak studi kelayakan. Karena sumber data berbeda,
maka nilai produksi pada tabel juga berbeda dari nilai PDRB yang ditunjukkan pada statistic BPS.

4-19
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

menunjukkan bahwa sayuran dan buah-buahan lebih menguntungkan daripada padi.


Keuntungan tebu kelihatannya tinggi tetapi memerlukan waktu yang lama untuk
dipanen.
Annual Crop: Net Return per Hectare Under Irrigated Condition
18,000

15,000

12,000
1,000 Rp

9,000

6,000

3,000

0
Paddy (Dry) Paddy Maize Soybean Groundnuts Mungbean Cabbage Carrot Chili Watermelon Sugarcane
(Wet)

Source: Dinas Pertanian, Perkebunan, and DISIMP Office Crop

Gambar 3-2 Keuntungan Bersih Panen per Hektar untuk Tanaman-Tanaman Pilihan dengan
Kondisi Lahan Beririgasi

Meski diketahui bahwa padi masih merupakan tanaman penting bagi para petani,
namun sedikit perubahan pada pola tanam perlu dipromosikan secara bertahap untuk
mencapai keuntungan maksimum dari lahan mereka. Tabel 3-3 menunjukkan hasil
simulasi intensitas tanam dengan kondisi lahan beririgasi di Bili-Bili.

Tabel 3-3 Intensitas Tanam Alternatif Proyek Irigasi Bili-Bili (2020)


Daerah Irigasi Bili-Bili
Aneka Tanaman
Jenis Tanaman Aneka Pertanian
Pertanian Urban
Beririgasi Lainnya
Beririgasi
Padi Sawah 94% 94%
Padi Lahan Kering 94% 94%
Palawija 40% 45%
Sayuran 10% 0%
Tanaman Buah Musiman 0% 5%
Tanaman Pohon Sepanjang Tahun 1% 1%
Total 239% 239%
Keuntungan Bersih per hektar Rp. 5,1 Juta/ha Rp. 4,8 Juta/ha

Tabel 3-3 menunjukkan intensitas tanam di masa yang akan datang untuk menjaga
kestabilan unit produksi pada tingkat yang diharapkan sesuai dengan studi kelayakan
terhadap Proyek Irigasi Bili-Bili. Perubahan pada pola tanam tersebut akan menjaga
tingkat keuntungan yang sama seperti perkiraan sebelumnya pada Proyek Irigasi
Bili-Bili.
Selanjutnya diketahui bahwa dengan kombinasi pola tanam, budidaya tambak ikan di
dalam area sawah akan menyumbang banyak bagi peningkatan pendapatan atau
keuntungan petani pada lahan beririgasi.

4-20
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

Berkaitan dengan kebutuhan air irigasi yang berkurang karena intensitas penanaman
padi, maka air irigasi yang berkurang tersebut akan dialihkan untuk meningkatkan
produksi tebu di Takalar. Saat ini, Pabik Gula Takalar mengalami kekurangan air
irigasi meskipun ia memainkan peranan penting dalam menyediakan kesempatan
kerja bagi lebih dari 5.000 orang. Jika air irigasi bisa terjamin dan manajemennya
dibenahi, maka Pabrik Gula Takalar akan bisa bangkit kembali.

(b) Lahan Pertanian Lainnya


Untuk lahan pertanian lainnya yang dialiri irigasi semi-teknis, non-teknis dan sawah
tadah hujan, intensitas tanam dan penetapan wilayah berikut ini akan diterapkan
menjelang tahun 2020.
Tabel 3-4 Intensitas Tanam pada Lahan Pertanian Lainnya (2020)
Lahan Pertanian Lainnya
Jenis Tanaman Diversifikasi Diversifikasi Pertanian Lahan
Pertanian Perkotaan Pertanian Lainnya Kering
Padi Sawah 89% 70% 0%
Padi Kering 0% 0% 0%
Palawija 40% 55% 37%
Sayuran 10% 0% 3%
Tanaman Buah Musiman 0% 5% 10%
Tanaman Pohon Sepanjang Tahun 1% 0% 20%
Total 140% 130% 70%
Keuntungan Bersih per hektar Rp. 3,2 Juta/ha Rp. 2,9 Juta/ha Rp. 1,5 Juta/ha

Intensitas tanam saat ini diperkirakan rata-rata sekitar 130%,15 dan intensitas tanam
ke depan akan ditingkatkan sebesar 10% pada aneka lahan pertanian perkotaan tidak
beririgasi. Ini akan tercapai dengan menggunakan air pompa dari sumber air terdekat
seperti sungai, danau dan kolam, atau pembangunan fasilitas air bawah tanah untuk
menutupi kebutuhan air.

(c) Proyek Bendungan/Irigasi Pamukkulu


Rencana irigasi teknis di bagian selatan
Takalar yakni Proyek Irigasi Pamukkulu telah
direncanakan dan diusulkan sebelumnya,
dalam rangka meningkatkan intensitas tanam
dari 123% menjadi 220% (padi: 200%,
palawija: 20%) dengan memperluas daerah
beririgasi dari 3.000 ha menjadi 6.430 ha.
Jika rencana ini terlaksana, maka akan
meningkatkan produksi pertanian di daerah
tersebut.

Gambar 3-3 Rencana Proyek Irigasi


Pamukkulu yang Ada
15
Berdasarkan Laporan Desain Akhir, Supervisi Desain Detil dan Konstruksi Proyek Irigasi Bili-bili, Desember 1999, dan
Desain Detil Irigasi dan Studi Kelayakan Proyek Bendung Irigasi Pamukkulu.

4-21
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

Namun demikian, biaya proyek diperkirakan lebih dari US$11.000 per hektar
termasuk konstruksi bendungan dan prasarana irigasi Pamukkulu. Biaya tersebut
terlalu mahal. Pemanfaatan alternatif untuk lahan ini harus diperuntukan untuk kebun
buah-buahan, peternakan dan fungsi lainnya.

(d) Lahan Kering


Terdapat lahan kering yang cukup luas di Mamminasata (sekitar 35.000 ha). Dari
luas lahan tersebut, sekitar 3.000 ha akan dikembangkan untuk pemanfaatan
produktif. Lahan tersebut akan dimanfaatkan untuk budidaya campuran dengan
peternakan (sebagai sebuah lahan peternakan terpadu), dengan mengembangkan
irigasi tetes atau irigasi air bawah tanah. Ternak akan menjadi lebih penting sejalan
dengan semakin meningkatnya kebutuhan produk unggas/harian per kapita. Tabel 3-5
menunjukkan gambaran pertumbuhan populasi ternak hingga tahun 2020.

Tabel 3-5 Pertumbuhan Populasi Ternak


(Unit: ekor)
Jenis Ternak 2005 2010 2015 2020
Sapi 136.885 156.414 194.279 214.500
Kerbau 40.963 46.807 58.138 64.189
Kuda 14.754 16.859 20.941 23.120
Kambing 62.972 71.956 89.376 98.678
Babi 8.930 10.204 12.674 13.993
Itik 702.451 802.667 996.981 1.100.746
Ayam Potong 1.344.174 1.535.942 1.907.771 2.106.332
Ayam Kampung 2.389.151 2.730.003 3.390.896 3.743.821
Sumber: Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar dalam Angka, 2002, 2003. BPS

Lahan peternakan dikombinasikan dengan budidaya tanaman dataran tinggi


(budidaya campuran) akan menjadi alternatif pemanfaatan lahan pada daerah seperti
direncanakan di dalam Proyek Irigasi Pamukkulu. Berkaitan dengan hal tersebut,
produksi tanaman untuk makanan ternak perlu dipercepat untuk memenuhi
kebutuhan makanan ternak.

(e) Pertanian Dataran Tinggi


Pertanian dataran tinggi terbentang di daerah pegunungan Gowa, Maros dan sebagian
Takalar. Di daerah ini akan dipromosikan produksi sayuran, tanaman bernilai tambah
tinggi (teh, kopi, kapok, vanili, coklat), dan budidaya lebah-madu. Untuk
peningkatan produksi, pengembangan dan penyuluhan varitas unggul perlu
dipromosikan melalui prakarsa pemerintah, sedangkan petani diharapkan untuk lebih
memperhatikan pengawasan mutu di tingkat usaha tani. Irigasi pompa dan sprinkler
skala kecil akan meningkatkan unit produksi secara signifikan.

4-22
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

3) Peruntukan Lahan Pertanian

Secara singkat, peruntukan lahan pertanian di Mamminasata berikut diusulkan untuk


diterapkan.

Intensitas Nilai Produksi


Jenis Irigasi Zonasi Luas (ha)
Tanam Bersih (Juta Rp.)**
Aneka Lahan Pertanian Perkotaan
239% 10.000 50.735
Beririgasi
Aneka Lahan Pertanian Beririgasi
Irigasi Teknis * 239% 9.142 44.117
Lainnya
Lahan Perkebunan Tebu Beririgasi 100% 3.500 62.767
Sub-Total 22.642 157.619
Lahan Pertanian Perkotaan Beririgasi 140% 5.614 18.185
Aneka Lahan Pertanian Lainnya 130% 57.476 164.537
Irigasi
Pertanian Lahan Kering 70% 3.000 4.593
Semi/Non-Teknis
dan Tadah Hujan Pertanian Dataran Tinggi 130-160% 12.400 --
Lahan Peternakan Terpadu -- 9.000 --
Sub-Total 87.490 187.315
Total 110.132 344.934
Cat.: *Luas lahan untuk irigasi teknis adalah luas bersih, sedangkan sisanya adalah luas kotor.
**Nilai produksi bersih dari pertanian dataran tinggi dan lahan peternakan terpadu tidak dihitung.

Gambar 3-4 Pemeruntukan Lahan Pertanian tahun 2020

Nilai produksi bersih dari usulan zonasi tersebut diharapkan sekitar Rp. 345 milyar,
1,5 kali lebih besar dari produksi bersih Rp. 225 milyar pada tahun 2005.

4-23
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

3.3 Pengembangan Perikanan dan Peternakan


Produksi perikanan akan ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan warga kota yang
semakin tinggi dengan target seperti pada Tabel 3-6.

Tabel 3-6 Target Produksi Perikanan di Mamminasata


(Unit: ton)
Jenis Perikanan 2005 2020
Perikanan Laut 76.203 119.410
Tambak Air Payau 18.134 28.416
Tambak Air Tawar 102 159
Perikanan Tambak Sawah 142 222
Darat Danau 0 0
Sungai 106 166
Rawa 81 126
Total 94.767 148.501
Sumber: Dikalkulasi dari data Sulawesi Selatan dalam Angka 2003, BPS, dan
Laporan Statistik Perikanan Sul-Sel, 2003

Produksi perikanan laut akan menjadi yang terbesar, diikuti oleh tambak air payau.
Tapi ternyata, ikan laut lebih populer dari pada ikan darat di Mamminasata. Oleh
karena itu, pengembangan perikanan akan memberikan perhatian utama pada
perikanan laut.

Di lain pihak, produktivitas perikanan darat di Maros dan Gowa cukup tinggi seperti
terlihat pada Tabel 3-7.

Tabel 3-7 Unit Produksi Perikanan Darat (2003)


Luas Produksi Produktivitas
Wilayah Produksi (ton) Nilai (Rp. 1. 000)
(ha) (Rp. 1.000/ha)
Makassar 1.360 373 9.929.150 7.301
Maros 8.068 9.219 157.328.030 19.500
Gowa 321 443 4.621.790 14.398
Takalar 4.100 7.540 25.903.800 6.318
Total 13.849 17.575 197.782.770
Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka 2003

Produktivitas per hektar di Maros tercatat sebesar Rp. 19 juta. Tingginya


produktivitas ini menunjukkan adanya budidaya udang yang intensif di tambak/lahan
basah di sepanjang pesisir pantai dan Bantimurung. Sebuah target alternatif untuk
perikanan darat akan ditetapkan untuk mencapai tingkat produktivitas yang sama di
daerah-daerah lain.

(a) Pengelolaan Sumberdaya Perikanan


Karena lebih dari 70% sumberdaya perikanan di daerah pesisir telah tereksploitasi
sejak 2001, maka sejumlah besar potensi perikanan dianggap telah tereksploitasi per
tahun 2005. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya perikanan pantai perlu

4-24
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

dilakukan untuk mencegah eksploitasi berlebihan dalam rangka menjaga daya


produksi perikanan laut secara berkelanjutan (Sustainable Marine Yields atau SMY).
Saat ini, perlu dilakukan analisis stok sumberdaya laut yang bisa dipercaya sehingga
informasi mengenai SMY di daerah pesisir pantai dapat diperbarui untuk menetapkan
pedoman bagi perikanan laut. Selain itu, penegakan hukum yang tepat perlu
dilakukan, termasuk perizinan, denda, peraturan mengenai jenis alat tangkap, ukuran
jaring, dan musim tertutup.

(b) Pengembangan Perikanan Lepas Pantai dan Laut Dalam


Perikanan laut saat ini terbatas hanya pada daerah pesisir pantai saja karena kapal
yang dipakai kecil dan sudah tua, akan lebih baik jika mendorong pengembangan
perikanan lepas pantai yang terkendali dengan menggunakan kapal moderen. Oleh
karena itu, diperlukan beberapa program kredit dan pelatihan untuk perikanan lepas
pantai.

(c) Pengembangan Balai Penetasan di Daerah Pesisir Pantai


Salah satu isu utama dalam
pengembangan perikanan adalah
Hatchery Development Area
lemahnya pemasaran dan pengawasan
produksi. Pendirian beberapa perusahaan
penetasan ikan di sepanjang pesisir
pantai perlu diprogramkan untuk
memproduksi dan menyediakan bibit
ikan pada saat yang tepat dan dengan
jumlah yang cukup. Oleh karena itu,
usaha penetasan ikan perlu diperkuat dan
diperluas untuk memenuhi berbagai
kebutuhan bibit ikan. Kemungkinan
lokasi pengembangan usaha penetasan Gambar. 3-5 Kawasan Pengembangan Usaha
Pembenihan Masa depan
ikan yang baru dapat dilihat pada
Gambar 3-5.

(d) Peningkatan Kapasitas Perikanan Darat


Sejalan dengan pengembangan usaha penetasan ikan, akan dilakukan peningkatan
kapasitas nelayan perikanan darat untuk budidaya udang dan ikan. Program
peningkatan kapasitas memberikan perhatian khusus pada manajemen budidaya
tambak yang baik, seperti pemeliharaan kualitas air, pemberian makanan dan
pemanenan yang tepat. Pelatihan bagi nelayan akan menghindarkan lingkaran setan
bahwa kepadatan ikan dan pemberian makanan yang berlebihan akan menyebabkan
resiko tinggi terhadap serangan penyakit.

4-25
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

3.4 Industrialisasi Berbasis Pertanian/Perikanan


Rencana pengembangan sejauh ini telah dibahas dari sudut pandang produksi. Di
pihak lain, sektor pertanian diharapkan dapat menyumbang lebih banyak ke sektor
manufaktur melalui pengembangan agro-industri. Kunci utama untuk promosi
pengembangan agro-industri adalah:

a) Perkuatan hubungan antara produksi dan klaster industri pengolahan.

b) Penetapan sistem pasokan bahan baku yang stabil untuk industrialisasi.

(a) Formulasi Klaster Industri


Pengembangan industri berbasis pertanian/perikanan merupakan kunci bagi
penyediaan lapangan kerja dan peningkatan perekonomian di Mamminasata. Melalui
pemanfaatan sumberdaya yang ada di Mamminasata, atau di Sulawesi Selatan secara
umum, diharapkan dapat menyusun dan memperkuat klaster-klaster industri. Sebuah
konsep pengembangan klaster industri pertanian dapat dilihat pada Gambar 3-6.

Unorganized / Unclustered
Group of Products
Vegetables
Honey Shrimp
Milk Fish
By-Products
Cacao
Chicken
Fruits
Vanilla
Cattle Coconut
Seaweed
Sugar
Cashew Coffee
Groundnut
Soybean
Maize Goat

Clustering

Cluster Cluster Groundnuts


Cluster
Milk Cacao Milk Cacao Chicken Cluster
Maize
Honey Fruits
Sugar Vanilla Sugar Vanilla Cluster Sugar Soybean
By-Products
Cashew Vegetables Seaweed

Processed into More Value-Added Products

Ice Cream Chocolate Bar/Candy Chicken Production Soy Milk, Tofu, Tempe Various Juice/Beverage

Gambar 3-6 Konsep Klaster Industri Pertanian

Melalui pengembangan klaster, akan dikombinasikan lebih dari satu produk atau
sekelompok individu untuk memproduksi barang-barang bernilai tambah lebih.
Contohnya, produksi susu, gula, vanili, coklat (untuk perencah coklat) dan banyak
lagi jenis buah-buahan dan kacang-kacangan yang akan dikombinasikan untuk
membangun klaster es krim untuk meransang permintaan positif terhadap
bahan-bahan baku komiditas tersebut. Jenis klaster lain adalah sebuah pertalian
dengan mekanisasi seperti mesin penabur benih, pemanen dan peralatan lain yang
akan menggantikan pekerjaan tenaga kerja terampil. Pengembangan klaster dengan

4-26
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

industri kemasan/pengepakan juga direkomendasikan. Boks dari kayu dan/atau


plastik untuk pemasaran sayuran dan buah-buahan dapat dengan mudah
dikembangkan di Mamminasata.

Klaster-klaster seperti itu tidak tidak mesti terbatas hanya di wilayah Mamminasata
dan Sulawesi Selatan saja. Melainkan, klaster-klaster ini dapat dikembangkan secara
lebih luas hingga mencakup seluruh Sulawesi sehingga membentuk klaster Pulau
Sulawesi. Upaya-upaya pengembangan jaringan dalam klaster-klaster ini perlu
dijabarkan lebih jauh, namun difasilitasi melalui pengembangan jaringan transportasi
darat, laut, dan udara. Jika usulan pemindahan fungsi-fungsi pusat pengolahan dari
Surabaya ke Mamminasata bisa terwujud, secara bertahap tapi pasti, maka
perpindahan tersebut pada gilirannya akan beralih ke Sulawesi Selatan dan Pulau
Sulawesi dalam jangka menengah dan jangka panjang.

Gambar 3-7 Gambaran Klaster Berbasis Kakao di Sulawesi Selatan

Pengembangan klaster pertama-tama akan dipromosikan untuk pasar domestik dalam


rangka mendorong para pengusaha atau klaster industri baru untuk meningkatkan
daya saing. Ini secara bertahap akan masuk ke pasar internasional yang berbasis
klaster dengan mengoptimalkan pengetahuan dalam bidang pemasaran seperti
kualitas yang dibutuhkan, keragaman produk, kemasan yang menarik, manajemen
dan lain sebagainya. Sebuah konsep promosi pemasaran produk berbasis pertanian
dapat dilihat pada Gambar 3-8.

4-27
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

MAMMINASATA Other Parts of Indonesia Foreign Countries

Harvested Commodities Domestic Markets International Markets

Present
Marketed as Raw Materials

Step 1: Effort for Producing the Value- Step 2: Learning Process in Domestic Step 3: Going into International
Added Markets Markets by Full Use of Lessons
Learned in Domestic Markets
Harvested Commodities

Value-Added
Future

Increase Competitiveness
Processed into Ready-to- Domestic Markets International Markets
Consume Products
Advance into Foreign Countries
Value-Added

Packaging

Gambar 3-8 Konsep Strategi Pemasaran untuk Klaster Berbasis Pertanian

Sebagai contoh, buah markisa di Mamminasata terkenal karena kelezatannya, dan


proses pengolahannya menjadi jus Markisa begitu menjanjikan untuk konsumsi
domestik dan ekspor. Proses pengolahannya, uji kualitas, pengisian ke dalam botol,
pemberian label, dan pengemasannya harus dimodernisasi sehingga dapat dipasarkan
ke wilayah lain di Indonesia dan juga di pasar luar negeri. Karena musim panennya
relatif pendek, maka fasilitas pengelolahannya harus juga dapat dimanfaatkan untuk
proses pengolahan buah atau produk lainnya. Berkaitan dengan strategi pemasaran,
perlu dicatat pula bahwa sebaiknya pasar produk-produk pertanian dibangun di
Mamminasata untuk memudahkan pemasaran produk-produk pertanian secara grosir
untuk pasar domestik.

(b) Pasokan Bahan Baku yang Stabil


Untuk memulai pengoperasian sebuah
Western Coast of South Sulawesi
pabrik pengolahan produk pertanian,
maka diperlukan pasokan bahan baku Eastern Coast of South Sulawesi
Degree of Rainfall

yang konstan dan stabil. Pertanian sangat


bergantung pada iklim, oleh karena itu
kontrol produksi dan/atau pasokan
menjadi perhatian serius. Untungnya,
Sulawesi Selatan berada pada posisi yang
siap untuk mengambil keuntungan dari Month
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Harvest in West
kondisi iklim pertanian yang bervariasi di Harvest in East
Note: Harvesting period in the west is based on cropping pattern in Bili Bili

pantai barat dan timur, dan untuk Irrigation Project, while in the east on cropping pattern in Salomekko Irrigation
Source: Feasibility Study Report on Bili Bili Irrigation Project, and Data from
DISIMP (Decentralized Irrigation System Improvement Project) Office.
memproduksi tanaman- tanaman yang Gambar. 3-9 Pola Curah Hujan dan Masa
sama pada musim-musim yang berbeda. Panen Tanaman Musiman (Beririgasi) di
Sulawesi Selatan
Jika ini dapat dikelola dengan baik, maka
pasokan bahan baku yang konstan atau berkelanjutan akan terwujud. Gambar 3-9
menunjukkan pola curah hujan tahunan dan masa panen pada sawah beririgasi di
pantai barat dan timur Sulawesi Selatan. Mengingat masa panen tersebut, maka

4-28
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

pasokan bahan baku pertanian yang lebih konstan dan stabil akan terwujud di
Mamminasata.
Keuntungan ini dapat diterapkan tidak hanya untuk tanaman-tanaman musiman (mis.
padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, semangka) tetapi juga
tanaman-tanaman pohon (mis. coklat, jambu mete, lada, mangga). Untuk pengolahan
berbasis perikanan, pengembangan usaha penetasan dan cold storage (penyimpanan
beku) juga akan menjamin pasokan bahan baku yang stabil. Pada tahap ini,
penguatan pengangkutan laut atau darat antar pulau juga harus dipromosikan untuk
mendukung rantai pasokan dan pengembangan klaster.

3.5 Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDRB

Kerangka ekonomi makro untuk rencana pengembangan ruang Mamminasata telah


ditetapkan berkaitan dengan PDRB. Meskipun Bappeda telah memiliki proyeksi
tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 5%, namun studi ini merekomendasikan tingkat
pertumbuhan rata-rata yang lebih layak sebesar 3%.

1,400
1,300 BAPPEDA 5% Growth Case
3% Moderate Growth Case
1,200
1,100
Billion Rp.

1,000
900

800
700
600
2005
2006
2007

2008
2009
2010
2011
2012

2013
2014
2015
2016
2017

2018
2019
2020

Year

Gambar 3-10 Kurva Pertumbuhan PDRB dari Dua Proyeksi

Produksi pertanian seperti diusulkan pada bagian sebelumnya untuk produk pangan/
non-pangan, ternak, hasil hutan dan perikanan secara keseluruhan akan meningkat
lebih dari 1,5 kali menjelang tahun 2020 dari angka tersebut pada tahun 2005.
Pencapaian ini setara dengan tingkat pertumbuhan PDRB sebesar 3% per tahun
untuk sektor pertanian, produktivitas, dan pemanfaatan lahan tidur menjadi produktif.
Proyeksi PDRB dapat di lihat pada Tabel 3-8.

Tabel 3-8 Proyeksi PDRB Sektor Pertanian (Harga Tetap 1993)


(Unit: Juta Rp.)
Kab/Kota 2005 2010 2015 2020
Makassar 74.910 85.597 106.319 117.385
Gowa 273.519 312.541 388.203 428.607
Maros 197.267 225.410 279.978 309.118
Takalar 119.912 137.020 170.190 187.903
Total 665.608 760.568 944.690 1.043.014
Sumber: Perkiraan berdasarkan data dari Makassar, Gowa, Takalar dan Maros dalam
Angka, BPS, 2003

4-29
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

4. PROGRAM AKSI DAN REKOMENDASI

4.1 Program Aksi Jangka Pendek


Berdasarkan strategi pembangunan seperti dibahas sebelumnya, program-program
khusus disusun dan direkomendasikan untuk dilaksanakan.

Program-program aksi jangka pendek yang diusulkan untuk pelaksanaan periode


2006-2010 mencakup program-program seperti terangkum pada Tabel 4-1.

Tabel 4-1 Program-Program Aksi Jangka Pendek Pengembangan Pertanian


Pelaksana
No. Program Uraian Pendukung
Utama
(S1) Pelatihan Metode Para produsen harus betul-betul sadar akan kualitas Produsen Pemerintah
Penanganan Pasca Panen produk dan kecenderungan pasar. Untuk pengendalian (petani)
Komoditas mutu di tingkat produksi, program-progam pelatihan
mengenai penanganan pasca-panen komoditas perlu
disusun dan dilaksanakan untuk kepentingan produsen.
(S2) Program Studi Kelompok Studi banding secara berkala perlu dilaksanakan untuk Produsen Pemerintah/
Produsen memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai (petani) Perusahaan
industri pengolahan pertanian bagi produsen tanaman Manufaktur
pilihan. Para peserta diharapkan memahami bagaimana
hasil-hasil panen mereka diolah menjadi barang-barang
komersial. Ini merupakan ujicoba dalam meningkatkan
kesadaran produsen terhadap kualitas produk.
(S3) Program Kerjasama Untuk memperkuat hubungan antara aspek produksi dan Pemerintah Pemerintah
Antar Instansi pengolahan, kerjasama antar dinas pertanian,
Pemerintah Daerah perkebunan, perikanan dan industri, atau program seperti
Gerbang Emas harus dilaksanakan secara konsisten.
Tujuan program tersebut adalah untuk meningkatkan
prakarsa masing-masing dinas seperti yang dilakukan
pelaksana program Gerbang Emas tersebut. Agar dapat
terealisasi, disarankan agar personil kunci dari
masing-masing dinas memimpin lembaga baru tersebut
dengan kepemimpinan yang kuat agar tetap fokus
terhadap kegiatan-kegiatan antar departemen dalam
rangka memperkuat hubungan. Personil kunci lembaga
baru tersebut diharapkan menghasilkan kinerja yang
efisien dan logis.
(S4) Perkuatan Kapasitas Kapasitas Riset dan Pengembangan varitas Pemerintah Institusi
Riset & Pengembangan benih/semaian tanaman Pertanian dan Perkebunan perlu Akademik
ditingkatkan untuk mempercepat jumlah dan kualitas
produk.
(S5) Penaksiran Stok Analisis stok ikan laut perlu dilakukan dalam rangka Pemerintah Institusi
Perikanan Laut menetapkan pedoman dan peraturan yang jelas, kawasan Akademik
konservasi laut dan musim tertutup atau larangan
penangkapan ikan menurut jenisnya sesuai dengan
petunjuk dari Komite Stok Perikanan Nasional. Analisis
ini kiranya harus dilakukan secara ilmiah oleh sebuah
institusi akademik bekerjasama dengan lembaga riset
pemerintah sehingga hasil analisis tersebut mempunyai
landasan ilmiah yang kuat.
(S6) Perkuatan Sistem Cold storage perlu dibangun di dekat tempat-tempat Nelayan/ --
Pemasaran Perikanan pelelangan ikan, tempatnya hampir bisa dipastikan di Pemerintah
Makassar dan Takalar untuk mengurangi kerugian dan
memberdayakan nelayan dalam membuka peluang
pemasaran. cold storage baru tersebut diharapkan pula
bisa menyerap produksi perikanan yang meningkat.

4-30
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

4.2 Program Aksi Jangka Menengah dan Jangka Panjang


Program-program aksi untuk jangka menengah dan jangka panjang yang diusulkan
untuk tahun 2010-2015 atau setelahnya, mencakup program-program seperti pada
Tabel 4-2 dan 4-3.

Tabel 4-2 Program Aksi Jangka Menengah untuk Pengembangan Pertanian


Pelaku
No. Program Uraian Pendukung
Utama
(M1) Program Lahan penggembalaan ternak yang dikombinasikan Produsen Lembaga
Pengembangan Ternak dengan budidaya tanaman dataran tinggi (budidaya (petani) / Riset
Terpadu tanaman campuran) perlu dikembangkan melalui sebuah Pemerintah Peternakan
pertukaran dengan Proyek Irigasi Pamukkulu. Pemerintah Universitas/
daerah harus melaksanakan kegiatan-kegiatan penyuluhan Negara
dalam hal pengembangbiakan ternak seperti sapi perah,
kerbau, kambing dan ayam. Upaya ini harus
dikombinasikan dengan memberikan perhatian terhadap
penurunan tingkat kematian. Untuk pengembangan lahan
pertanian konvensional (on-farm), produksi tanaman
untuk makanan ternak seperti jagung, ubi kayu perlu
diperkenalkan melalui sistem irigasi pompa/tetes/air
bawah tanah untuk memenuhi kebutuhan makanan ternak.
Terakhir, fasilitas-fasilitas terkait seperti rumah potong,
rumah pemerahan susu, peternakan ayam dan lain-lain.
Juga, pemanfaatan kulit dan jangat perlu direncanakan
untuk jangka menengah dalam rangka peningkatan
industri kulit.
(M2) Program Perkuatan Bersamaan dengan program (S2), hubungan kerjasama Pabrikan / Pemerintah
Hubungan Kerjasama antara produsen dan pabrikan perlu diperkuat agar Produsen
pabrikan dapat memperoleh pasokan tetap untuk
bahan-bahan baku pertanian sepanjang tahun.
Karakteristik unik pertanian dengan variasi produksi
musiman perlu diatasi. Hal ini memerlukan studi lebih
lanjut mengenai perputaran dan penanggalan panen
tanaman pangan untuk memilih dan menentukan tanaman
strategis yang akan dipilih. Program ini berfungsi untuk
mendukung permulaan pengembangan klaster.
(M3) Pengembangan dan Industri produk sampingan perlu dikembangkan. Apabila Pabrikan Pemerintah
Promosi Industri produk sampingan betul-betul dimanfaatkan sebagai
Produk Sampingan barang komersial, maka nilai ekonomi komoditas
(By-product) utamanya diharapkan menjadi lebih tinggi. Ini bisa
meningkatkan harga produk yang akhirnya menjadi
insentif bagi para produsen. Studi lebih lanjut mengenai
teknik pemanfaatan, pengembangan jaringan
pengumpulan, pasar-pasar potensial perlu dilakukan untuk
komoditas strategis seperti coklat, kelapa, jambu mete,
ikan, udang dan kayu/rotan. Pabrik minyak dari jagung,
kedelai, kelapa, jambu mete, kacang tanah dan ikan
merupakan salah satu komoditas potensial untuk
dikembangkan.
(M4) Pengembangan Teknologi pengolahan yang lebih maju perlu Pabrikan Pemerintah
Teknologi Maju untuk dikembangkan untuk dua tujuan yakni: i) mensasar
Industri Pengolahan konsumen dalam negeri melalui produksi barang-barang
Pertanian konsumen akhir (produk-produk siap konsumsi seperti
coklat, permen, aneka snack, ikan kaleng dan buah
kaleng), dan ii) memproduksi lebih lanjut barang-barang
setengah jadi yang saat ini diekspor dan diolah di
negara-negara tujuan, daripada mengekspornya sebagai
bahan baku. Hal ini memerlukan bantuan teknis dari
sektor swasta baik perusahaan dalam negeri maupun
asing.

4-31
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

(M5) Pengembangan Dan Industri kemasan/pengepakan perlu diperkuat agar bisa Pabrikan Pemerintah
Promosi Industri bersaing secara sehat dengan industri yang sama di luar
Kemasan/Pengepakan pulau Sulawesi, terutama di tingkat pedagang pengecer.
Khususnya teknologi pengepakan hampa udara untuk
produk-produk beku, teknik desain kemasannya
merupakan hal yang paling penting. Dengan demikian,
diharapkan dapat merangang industri sekitar seperti
industri bahan dan kimia yang juga memerlukan bantuan
teknis dari sektor swasta, baik perusahaan dalam negeri
maupun asing.
(M6) Program Usaha penetasan aneka jenis hasil laut perlu Pemerintah Institusi
Pengembangan Usaha dikembangkan di sepanjang pesisir pantai Mamminasata, Akademik
Penetasan Ikan antara lain udang windu, ikan bandeng, ikan kerapu, ikan
tuna, ikan terbang, kuda laut dan lain-lain. Pada saat yang
sama, penggunaan keramba jaring ikan perlu
dipromosikan kepada para nelayan darat dalam rangka
memperkenalkan praktek budidaya yang tepat.
(M7) Studi Pembangunan Studi mengenai pembangunan TPI perlu dilaksanakan Pemerintah --
TPI di Wilayah untuk menaksir skala optimal TPI di Makassar dan
Mamminasata Takalar. Untuk prospek jangka panjang, promosi
perikanan lepas pantai perlu dipertimbangkan dalam hal
kapasitas TPI terhadap kebutuhan di masa yang akan
datang.

Tabel 4-3 Program Aksi Jangka Panjang untuk Pengembangan Pertanian


Pelaku
No. Program Uraian Pendukung
Utama
(L1) Promosi Pelatihan Pelatihan agribisnis di seluruh wilayah propinsi, khususnya Produsen Pemerintah/
Agribisnis di Maros, Gowa, Takalar, perlu diperkenalkan kepada (petani) Institusi
generasi muda yang merupakan pewaris lahan pertanian Akademik
dalam rangka memperkuat daya tawar produsen terhadap
para pedagang kota di masa yang akan datang.
(L2) Program Formulasi Melihat kenyataan bahwa para produsen sendiri hanya Produsen Pemerintah/
Usaha Pertanian memiliki sedikit kapasitas dalam hal pengolahan dan (petani) Investor
pemasaran, maka direncanakan agar mereka bisa dibimbing Swasta
dalam mengatur Asosiasi Produsen (AP) dengan
pengolahan dan pemasaran dasar yang akan dilakasanakan
melalui pembentukan Badan Usaha Pertanian. Pada tahap
awal, saham para petani di BUP akan dibatasi tetapi bisa
ditingkatkan secara bertahap melalui pendapatan mereka.
Pusat Informasi dan Pemasaran (PIP) akan dibangun untuk
memudahkan pemasaran produk-produk di tempat-tempat
strategis di wilayah studi yang dilaksanakan oleh BUP.
PIP tersebut akan berfungsi sebagai pusat pemasaran,
pelayanan informasi (penyuluhan) dan pembiayaan. Dalam
hal pemasaran, PIP akan melakukan riset dan membuka
pasar-pasar distribusi grosir sampai ke tingkat pengecer di
supermarket, hotel, pasar lokal dan untuk keperluan ekspor.
(L3) Pengembangan Berkonsultasi dengan para tenaga ahli yang memiliki Pemerintah Institusi
Perikanan Lepas pemahaman dan pengalaman komprehensif mengenai Akademik
Pantai perikanan lepas pantai, pemerintah daerah harus
membentuk komite pengembangan perikanan lepas pantai
yang terdiri atas mereka-mereka yang berasal dari institusi
akademik. Perlu dilaksanakan studi mengenai berbagai
aspek seperti hukum perairan internasional, teknik
penangkapan di laut terbuka, teknik pelayaran dengan
menggunakan peta laut, peta sumberdaya ikan di laut
terbuka dan sebagainya. Juga yang berkaitan dengan
program (M7), kapasitas pelabuhan juga perlu
dipertimbangkan.

4-32
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (4)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PERTANIAN

4.3 Rekomendasi untuk Dilaksanakan


Berdasarkan tinjauan terhadap rencana-rencana yang ada (misalnya, Rencana Tata
Ruang Wilayah Metropolitan Mamminasata, Rencana Tata Ruang Wilayah Pulau
Sulawesi, dan Rencana Tata Ruang Kota Makassar 2005-2015), direkomendasikan
untuk menguraikan kebijakan dan strategi-strategi yang lebih kongkrit mengenai
pengembangan pertanian dan perikanan dan yang berindikasi pada
peningkatan-peningkatan pusat, prasarana, pengolahan dan pemasaran pangan. Di
pihak lain, terdapat proyek-proyek dan rencana-rencana pengembangan yang sedang
berlangsung yang akan dilaksanakan di Mamminasata yang akan berdampak pada
pemanfaatan lahan dan air. Karena jumlah penduduk di daerah perkotaan Makassar
bertambah, maka permukiman-permukiman, pusat-pusat perdagangan dan industri,
dan jalan-jalan baru perlu dibangun. Pada prinsipnya, hal-hal berikut ini perlu
dipertimbangkan untuk pengembangan ruang Mamminasata ke depan:

(a) Pembongkaran saluran irigasi harus dihindari atau dikurangi dalam tata guna
lahan di Mamminasata ke depan.

(b) Nilai produksi yang berkurang karena pengurangan lahan pertanian


(kemungkinan besar padi) harus dikompensasikan dengan peningkatan unit
produksi pada lahan-lahan yang tersisa dengan menanam tanaman-tanaman
bernilai tambah lebih tinggi (misalnya buah-buahan, sayuran, dan
tanaman-tanaman pohon industri).

(c) Pembangunan irigasi teknis pada lahan-lahan baru yang dapat diairi perlu dikaji
ulang secara cermat, dengan membandingkan biaya investasi dan laba, dengan
memperhatikan bahwa kebutuhan terhadap padi akan menurun.

(d) Pemanfaatan lahan alternatif untuk penggembalaan ternak, penanaman tanaman


pohon dan sebagainya perlu dikembangkan di daerah beririgasi tandus yang
secara ekonomi tidak menguntungkan.

(e) Berkaitan dengan pengembangan agro-industri, Pabrik Gula Takalar perlu


mendapat perhatian khusus. Jika langkah-langkah penanganan yang tepat tidak
diambil untuk perbaikan manajemen, maka PGT tidak akan mampu bertahan di
masa yang akan datang.

(f) Mendatangkan lebih banyak investasi swasta dalam usaha pengolahan dan
pemasaran pertanian dan perikanan, dengan tetap memberikan perhatian khusus
pada perlindungan lingkungan di Mamminasata.

4-33
Lampiran 1
Luas Produksi Tanaman di Mamminasata
Food Crops
Area and Production Trend of Wetland Paddy
1999 2000 2001 2002 2003

Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Yield
Regency
Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) (ton/ha)

Makassar 4,139 19,458 2,779 15,962 2,763 14,116 2,172 11,033 2,269 11,468 5.1
Maros 39,534 217,973 41,191 226,960 41,377 226,127 41,123 223,325 38,458 212,676 5.5
Gowa N/A N/A 45,323 204,681 45,728 206,912 44,724 229,993 48,445 230,209 4.8
Takalar 22,620 120,449 23,117 120,449 22,760 119,992 20,466 115,975 20,547 116,198 5.7
Total 66,293 357,880 112,410 568,051 112,628 567,147 108,485 580,326 109,719 570,551 5.2

Area and Production Trend of Dryland Paddy


Maros 231 626 205 103 370 196 134 536 132 516 3.9
Gowa N/A N/A 630 1,266 540 1,780 517 2,001 615 2,293 3.7
Takalar 2,284 8,398 740 3,515 893 4,019 943 2,275 827 2,481 3.0
Total 2,515 9,024 1,575 4,884 1,803 5,995 1,594 4,811 1,574 5,290 3.4

Area and Production Trend of Paddy (Dry and Wet)


Makassar 4,370 20,084 2,984 16,065 3,133 14,313 2,306 11,568 2,401 11,984 5.0
Maros 39,534 217,973 41,821 228,226 41,917 227,907 41,640 225,326 39,073 214,969 5.5
Gowa N/A 8,398 46,063 208,196 46,621 210,931 45,667 232,268 49,272 232,690 4.7
Takalar 25,135 129,473 24,692 125,333 24,563 125,987 22,060 120,787 22,121 121,488 5.5
Total 69,039 375,929 115,560 577,819 116,234 579,137 111,673 589,948 112,867 581,131 5.1

Area and Production Trend of Maize


Makassar 103 151 403 598 322 439 205 277 137 185 1.4
Maros 4,384 11,972 6,992 17,581 3,765 6,485 2,537 9,417 3,537 11,163 3.2
Gowa N/A N/A 32,485 94,540 26,699 93,767 26,478 115,597 25,706 122,905 4.8
Takalar 6,188 29,313 5,877 29,079 6,457 32,214 4,850 24,905 5,438 27,325 5.0
Total 10,675 41,436 45,757 141,798 37,243 132,905 34,070 150,196 34,818 161,578 4.6

Area and Production Trend of Cassava


Makassar 351 4,740 323 4,409 199 2,683 409 5,515 502 2,462 4.9
Maros 2,562 75,703 2,882 42,157 5,168 75,278 3,038 44,161 3,712 51,968 14.0
Gowa N/A N/A 12,684 103,087 10,377 193,882 10,071 197,893 9,551 195,722 20.5
Takalar 971 12,097 951 11,983 1,387 24,818 864 20,985 1,162 21,167 18.2
Total 3,884 92,541 16,840 161,635 17,131 296,661 14,382 268,554 14,927 271,319 18.2

Area and Production Trend of Cowpea


Makassar 24 87 29 105 37 147 37 108 11 44 4.0
Gowa N/A 1,351 546 6,600 6,734 6,903
Takalar 364 1,274 304 1,414 286 1,135 399 1,585 423 1,675 4.0
Total 388 2,712 333 2,065 323 7,882 436 8,426 434 8,621

Area and Production Trend of Groundnuts


Makassar 8 10 4 5 4 5 1 1 4 5 1.3
Maros 2,984 2,984 3,257 2,147 2,130 2,528 2,545 3,790 2,752 3,907 1.4
Gowa N/A N/A 1,468 2,693 1,859 3,344 1,180 2,109 953 1,574 1.7
Takalar 395 486 398 486 348 1,126 249 259 158 164 1.0
Total 3,387 3,480 5,127 5,331 4,341 7,003 3,975 6,159 3,867 5,650 1.5

Area and Production Trend of Mungbean


Makassar 10 11 52 61 153 173 267 302 95 108 1.1
Maros 1,523 381 576 660 1,833 3,059 1,425 2,280 886 1,063 1.2
Gowa N/A N/A 4,655 3,353 7,852 5,653 6,266 4,059 5,511 3,605 0.7
Takalar 3,870 2,631 3,981 2,830 3,755 2,677 4,266 2,986 4,688 3,279 0.7
Total 5,403 3,024 9,264 6,905 13,593 11,561 12,224 9,628 11,180 8,055 0.7

Area and Production Trend of Soybean


Makassar 6 10 8 13 14 22 9 12 7 11 1.6
Maros 2,093 3,205 691 1,008 670 485 876 1,009 583 759 1.3
Gowa N/A N/A 1,299 3,022 722 1,609 378 764 335 623 1.9
Takalar 291 383 781 1,017 556 652 412 494 402 497 1.2
Total 2,390 3,598 2,779 5,060 1,962 2,767 1,675 2,280 1,327 1,890 1.4

Area and Production Trend of Sweet Potato


Makassar 30 202 35 235 21 142 42 283 20 142 7.1
Maros 253 3,036 165 1,980 288 1,257 248 3,338 241 2,958 12.3
Gowa N/A N/A 499 4,602 875 7,499 565 5,173 219 4,984 22.8
Takalar 373 3,783 291 4,172 249 4,221 285 8,868 288 8,883 30.8
Total 656 7,021 990 10,989 1,433 13,118 1,140 17,662 768 16,967 22.1
Estate Crops
Area and Production Trend of Coffee
1999 2000 2001 2002 2003

Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Yield
Regency
Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) (ton/ha)

Gowa 2,354 1,501 2,512 1,750 2,639 1,926 2,423 1,916 4,410 1,803 0.4
Takalar 6 3 6 3 6 3 6 4 6 4 0.7
Total 2,360 1,504 2,518 1,753 2,645 1,929 2,429 1,920 4,416 1,807 0.4

Area and Production Trend of Cacao


Gowa 230 69 230 73 256 89 294 103 465 168 0.4
Takalar 34 20 34 21 34 22 34 23 34 23 0.7
Total 264 89 264 94 290 111 328 126 499 191 0.4

Area and Production Trend of Candlenuts


Gowa 1,065 495 1,260 577 1,340 610 1,286 615 1,928 553 0.3
Takalar 255 255 255 255 52 255 52 0.2
Total 1,320 495 1,515 577 1,595 610 1,541 667 2,183 605 0.3

Area and Production Trend of Cashewnuts


Gowa 1,157 356 1,656 906 1,844 616 1,656 580 3,003 636 0.2
Takalar 1,721 321 1,721 386 1,790 420 1,790 822 1,790 980 0.5
Total 2,878 677 3,377 1,292 3,634 1,036 3,446 1,402 4,793 1,616 0.3

Area and Production Trend of Clove


Gowa 271 67 271 76 271 79 275 91 418 93 0.2

Area and Production Trend of Coconuts


Gowa 1,044 975 1,139 1,081 1,179 1,121 1,222 1,288 1,654 1,343 0.8
Takalar 1,697 299 1,697 1,114 1,709 1,217 1,709 1,296 1,712 1,319 0.8
Total 2,741 1,274 2,836 2,195 2,888 2,338 2,931 2,584 3,366 2,662 0.8

Area and Production Trend of Cotton


Gowa 52 16 78 16 47 33,475 262 307 400 7 0.02
Takalar 39 15 73 8 42 71 200 370 70 370 5.3
Total 91 31 151 24 89 33,546 462 677 470 377 0.8

Area and Production Trend of Kapok


Gowa 759 461 907 530 907 334 907 560 1,262 548 0.4
Takalar 435 198 435 200 435 218 435 229 435 230 0.5
Total 1,194 659 1,342 730 1,342 552 1,342 789 1,697 778 0.5

Area and Production Trend of Pepper


Gowa 2 1 2 1 36 1 0.01

Area and Production Trend of Sugarcane


Gowa 1,455 41,460 1,165 37,531 801 20,959 667 21,495 762 57,543 75.5
Takalar 58 147 4,844 147 7,344 150 270 350 10,500 30.0
Total 1,513 41,460 1,312 42,375 948 28,303 817 21,765 1,112 68,043 61.2

Area and Production Trend of Tea


Gowa 86 117 97 120 97 110 97 110 131 170 1.3

Area and Production Trend of Vanilla


Gowa 5 1 8 3 122 4 0.03
Vegetables
Area and Production Trend of Cabbage
1999 2000 2001 2002 2003

Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Harvested Production Yield
Regency
Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) Area (ha) (ton) (ton/ha)

Makassar 37 175 50 237 63 291 103 484 103 508 4.9


Maros 2 7
Gowa 7,713 13,878 12,313 1,097 1,123
Gowa 806 975 2,389 3,279 7,748
Total 39 8,701 50 15,090 63 14,993 103 4,860 103 9,379

Area and Production Trend of Carrot


Maros N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Gowa 171 5,460 715 69 2,825
Total 0 171 0 5,460 0 715 0 69 0 2,825

Area and Production Trend of Chili


Makassar 31 138 36 161 30 134 25 112 37 165 4.5
Maros 395 227 130 93 415 326 65 145 45 134 3.0
Gowa 2,686 1,557 2,203 19,832 1,728
Takalar 81 385 121 592 172 753 161 757 187 852 4.6
Total 507 3,436 287 2,403 617 3,415 251 20,845 269 2,881

Area and Production Trend of Cucumber


Makassar 4 16 5 21 14 57 3 13 1 4 4.1
Maros 35 436 111 73 30 195 16 157 10.1
Gowa 182 280 320 132 11,322
Takalar 107 2,140 113 2,289 121 2,435 100 1,923 102 1,965 19.3
Total 146 2,774 118 2,590 246 2,885 133 2,262 119 13,449

Area and Production Trend of Eggplant


Makassar 11 29 6 16 10 34 6 21 4 14 3.5
Maros 108 90 361 199 193 132 29 45 25 43 1.7
Gowa 991 4,732 1,054 16,725 5,144
Takalar 55 156 94 282 105 516 122 624 124 632 5.1
Total 174 1,266 461 5,229 308 1,737 157 17,415 153 5,833

Area and Production Trend of Garlic


Maros 117 68
Gowa 1 2
Total 0 1 117 68 0 2 0 0 0 0

Area and Production Trend of Green Mustard


Makassar 25 126 32 163 32 105 26 85 35 111 3.2
Maros N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Gowa 6,166 7,333 12,313 819 6,883
Takalar 160 2,433 158 2,433 169 2,497 173 1,816 267 2,786 10.4
Total 185 8,725 190 9,929 201 14,914 199 2,720 302 9,780

Area and Production Trend of Potato


Maros N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Gowa 10,156 12,916 1,996 1,198 1,985
Total 0 10,156 0 12,916 0 1,996 0 1,198 0 1,985

Area and Production Trend of Red Onion


Takalar 14 135 14 135 12 144 38 1,182 13 149 11.4
Maros 29 123 1 2 10 2 13 31 2.3
Gowa 71 127 90 1,940 10
Total 43 329 15 264 12 234 48 3,124 26 190

Area and Production Trend of Spinach


Makassar 12 55 41 191 18 83 17 79 32 93 2.9
Gowa 57 132 399 3,465 625
Total 12 112 41 323 18 482 17 3,543 32 717

Area and Production Trend of Spring Onion


Makassar 6 19 4 12 3 9 2 6 7 22 3.1
Maros N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A
Gowa 5,228 13,608 11,873 795 1,978
Total 6 5,247 4 13,620 3 11,882 2 801 7 2,000

Area and Production Trend of String Bean


Maros 26 31 63 38 35 20 3 6 2.0
Gowa 4,764 3,212 9,162 392 3,376
Total 26 4,795 63 3,250 35 9,182 0 392 3 3,382
Fruits
Production Trend of Avocado
1999 2000 2001 2002 2003
Production Production Production Production Production
Regency
(ton) (ton) (ton) (ton) (ton)
Makassar 1 1 2 1
Maros 51 100 67 170
Gowa 2,828 1,724 8,061 1,352 6,009
Total 2,880 1,725 8,163 1,421 6,180

Production Trend of Banana


Makassar 145 110 324 945 113
Maros 6,267 5,792 3,305 4,169 6,664
Gowa 22,857 24,522 40,422 68,223 74,553
Takalar 5,528 13,501 1,909 824 14,524
Total 34,797 43,925 45,960 74,161 95,854

Production Trend of Breadfruit


Makassar 9- 8
Gowa 565 13,037 3,825 455 21,379
Takalar 83 360 162 46 52
Total 647 13,406 3,987 508 21,431

Production Trend of Carambola


Makassar 399 29 71 71 120
Gowa 15 24 17 25 120
Total 414 53 88 97 240

Production Trend of Citrus


Makassar 52 44 45 23 96
Maros 501 439 2,907 2,732
Gowa 1,421 601 1,074 110 3,605
Takalar 2,419 200 698 1,332 1,881
Total 4,392 845 2,256 4,371 8,314

Production Trend of Durian


Gowa 174 6,628 9,991 416 47,141
Takalar 11 12 485 262 176
Total 185 6,640 10,476 678 47,317

Production Trend of Guava


Makassar 75 33 158 144 101
Takalar 21 720 160 14 24
Total 96 753 318 158 125

Production Trend of Jackfruit


Makassar 362 349 281 336
Gowa 60,703 3,982 16,197 6,010 1,562
Takalar 613 83 2,443 6,866 7,302
Total 61,316 4,427 18,988 13,158 9,200

Production Trend of Rose Apple (Jambu Air)


Makassar 5 14 8 21
Gowa 21 47 27 10 13
Maros 119 70 600 1,011
Gowa 236 190 219 227 295
Total 377 242 331 845 1,340

Production Trend of Lanzon


Gowa 11 4,824 6,655 64 26,842
Takalar 2,217 1,927 602 276 685
Total 2,229 6,751 7,257 339 27,528

Production Trend of Mango


Makassar 2,764 4,912 5,125 5,705 4,607
Maros 1,179 139 6,465 5,712
Gowa 9,132 9,820 2,877 3,296 2,777
Takalar 2,319 5,243 4,443 4,455 4,531
Total 15,394 19,974 12,585 19,921 17,627

Production Trend of Papaya


Makassar 101 111 104 131 67
Maros 672 662 175 999 2,775
Gowa 631 891 1,487 847 4,770
Takalar 65 22 46 79 163
Total 1,469 1,687 1,812 2,056 7,776
Production Trend of Markisa (Passion Fruit)
1999 2000 2001 2002 2003
Production Production Production Production Production
Regency
(ton) (ton) (ton) (ton) (ton)
Gowa 7,190 9,591 11,517 22,724 57,135

Production Trend of Pineapple


Makassar 1 3 1 4 2
Maros 84 33 76 71 282
Gowa 160 302 243 133 2,222
Takalar 25 31 77 14 15
Total 270 369 397 221 2,521

Production Trend of Rambutan


Makassar 1 1 4 3 4
Gowa 339 4,760 1,414 110 7,455
Takalar 1 4
Total 340 4,761 1,419 117 7,459
Production Trend of Apple
Gowa 191 236 1,199 237 295

Production Trend of Salak


Maros 53 6 38 3 14
Gowa 18 21 27 27 1,651
Total 71 26 64 30 1,665

Production Trend of Sapodila


Makassar 6 32 6
Gowa 1 0 4 5

Production Trend of Soursop


Makassar 17 38 30 36 4
Gowa 3,223 1,726 566 6,434 1,274
Takalar 353 28 409 80 127
Total 3,594 1,792 1,005 6,550 1,404

Production Trend of Watermelon


Makassar 60 61 60 90 181
Gowa 1,725 2,376 2,075 22,724 19,774
Takalar 2,493 5,040 5,256 5,197 3,668
Total 4,279 7,477 7,392 28,011 23,622
Lampiran 2
Diagram Pohon Produk Sampingan (by-products)

- Coconut essence
- Coconut wine
- Coconut sauce
- Drink

Coconut water - Coconut milk


- Coconut cake
- Desiccated coconut
- Cosmetic additives
Endosperm
Coconut fruit Coconut oil
Copra
Shell Residual coconut cake
Charcoal
- Charcoal flour
Outer husk - Coir - Active carbon
- Mattress
Coconut
- Car seat
Stem - Furniture
- Construction materials Animal feed

Leaf rib Craft material

Leaf Cooking fuel

Knot Cooking utensils

- Liquor - Ice cream


- Powder - Snack
- Butter - Chocolate bar, chips
- Cake - Candy, Drink
Cocoa Beans

Cacao pod Pulp Pharmacy - Ingredient of medicine


Industry - Cosmetic additives

Cacao Solid Waste


Organic fertilizer
Leaf Compost industrial
materials

- Pharmacy industry
Coffee Berry - Coffee beans for export
- Instant coffee
- Caffeine
Fruit Residues

Coffee
Organic fertilizer
Leaf Compost industrial
materials

Cashew nut

Fruit Cashew apple - Syrup


- Sweetener

Cashew Shell

Leaf Organic fertilizer


Fruit essence Cake / drink
industries

Fruit Fresh fruit

Jam / Jelly
Markissa
Alcohol

Rind Organic fertilizer

Rice Alcohol
Cake / snack /
Residue Rice flour noodle industries

Paddy
Bran Animal feed

Paddy Husk - Steel polisher


- Fuel

Biomass energy Electricity


Straw
Paper industry Paper

- Corn
- Maize flour
- Animal feed
Grain - Corn oil

Cobs with grain Dried husk


Craft industry
Cobs
Maize Fuel

Stalk Organic fertilizer


- Tofu / Tempe
- Bean sprout
- Soy milk
Dried bean - Soybean flour
- Other food industries
Bean Bean skin - Animal feed

Soybean

Stem / root Organic fertilizer

Wet tuber Home consumption

Tuber Tapioca Confectionery industry

Dried chips Animal feed

Cassava starch Ingredient for mosquito coil


Cassava
Alcohol industry - Alcohol
- Methylated spirits

Leaf - Vegetable
- Organic fertilizer

Food / restaurant industry

Frozen shrimp Export


Shrimp
Shell & head Animal feed

Shrimp processing industry - Shrimp crisp / snack


- Dried shrimp
- Other products

Food industry
Dried seaweed
Pharmacy industry

Seaweed Wet seaweed Beverage industry

Waste Organic fertilizer


Home consumption
Fresh fish Salted fish
Fish industry
Fish Fish powder

Fish egg - Fish pond culture


- Restaurant

Construction materials - Wall, pole, roof, floor

Stem Furniture materials - Chair, shelf, bed, etc.

Bamboo Handcraft materials - Tooth pick, chopsticks, fan, lamp cap, etc.

Leaf Handcraft materials

Bamboo shoot - Dried bamboo shoot


- Salted bamboo shoot

Paint industry Paint essence

Pine resin Tanning industry Leather processing supplement

Chemical industry Organic fertilizer


Lampiran 3

Perkiraan Biaya Tanaman, Nilai Produksi, Keuntungan Bersih dan Peruntukan Lahan

Tabel A3-1 Biaya Tanaman di Lahan Pertanian Irigasi


(Unit: Rp.)
Paddy (Dry) Paddy (Wet) Maize Soybean Groundnuts Mungbean Cabbage Carrot Chili Watermelon Sugarcane
Input Cost 4 617 000 4 617 000 1 000 000 2 334 000 3 177 500 605 000 6 000 000 7 538 500 8 946 000 2 200 000 10 066 512
Production Cost 4,617,000 4,617,000 1,800,000 2,334,000 3,177,500 1,405,000 6,000,000 7,538,500 8,946,000 3,700,000 10,066,512
Yield (kg) 6,000 5,500 4,300 1,700 1,800 1,200 15,000 5,000 8,000 12,300 80,000
Price 1,100 1,100 1,000 2,300 3,500 2,300 1000 2,500 2,000 1,000 350
Gross Income 6,600,000 6,050,000 4,300,000 3,910,000 6,300,000 2,760,000 15,000,000 12,500,000 16,000,000 12,300,000 28,000,000
Net Return 1,983,000 1,433,000 2,500,000 1,576,000 3,122,500 1,355,000 9,000,000 4,961,500 7,054,000 8,600,000 17,933,488
Source: Dinas Pertanian, Feasibility Study of Bili Bili Irrigation Project and DISIMP Office

Tabel A3-2 Biaya Tanaman di Lahan Pertanian Lain (2005)


(Unit: Rp.)
Paddy (Wet) Paddy (Dry) Maize Soybean Groundnuts Mungbean Cassava Cabbage Carrot Chili Watermelon
Input Cost 4 360 500 3 334 500 1 000 000 1 896 375 2 859 750 550 000 4 758 750 5 400 000 6 407 725 7 604 100 1 980 000
Production Cost 4,360,500 3,334,500 1,560,000 1,896,375 2,859,750 1,110,000 4,758,750 5,400,000 6,407,725 7,604,100 3,330,000
Yield (kg) 5,500 3,400 3,300 1,400 1,500 800 18,000 11,000 3,500 5,000 8,000
Price 1,100 1,100 1,000 2,300 3,500 2,300 300 1000 2,500 2,000 1,000
Gross Income 6,050,000 3,740,000 3,300,000 3,220,000 5,250,000 1,840,000 5,400,000 11,000,000 8,750,000 10,000,000 8,000,000
Net Return 1,689,500 405,500 1,740,000 1,323,625 2,390,250 730,000 641,250 5,600,000 2,342,275 2,395,900 4,670,000
Source: Dinas Pertanian, Feasibility Study of Bili Bili Irrigation Project and DISIMP Office

Tabel A3-3 Perkiraan Biaya Tanaman di Lahan Pertanian Lain (2020)


(Unit: Rp.)
Paddy (Wet) Paddy (Dry) Maize Soybean Groundnuts Mungbean Cassava Cabbage Carrot Chili Watermelon
Production Cost 4,360,500 3,334,500 1,560,000 1,896,375 2,859,750 1,110,000 4,758,750 5,400,000 6,407,725 7,604,100 3,330,000
Yield (kg) 5,800 4,000 3,600 1,500 1,600 1,000 20,000 12,000 4,000 5,500 9,000
Price 1,100 1,100 1,000 2,300 3,500 2,300 300 1000 2,500 2,000 1,000
Gross Income 6,380,000 4,400,000 3,600,000 3,450,000 5,600,000 2,300,000 6,000,000 12,000,000 10,000,000 11,000,000 9,000,000
Net Return 2,019,500 1,065,500 2,040,000 1,553,625 2,740,250 1,190,000 1,241,250 6,600,000 3,592,275 3,395,900 5,670,000
Source: Dinas Pertanian, Feasibility Study of Bili Bili Irrigation Project and DISIMP Office

Tabel A3-4 Biaya Tanaman menurut Tanaman Pohon Perennial (2005)


(Unit: Rp.)
Coconuts Mango Markissa Pepper Cashew
1. Investment & 2. Production 1. Investment 2. Production 1. Investment 2. Production 1. Investment 2. Production 1. Investment & 2.
Year Net (2.-1.) Net (2.-1.) Net (2.-1.) Net (2.-1.) Net (2.-1.)
Maintenance Value & Value & Value & Value Maintenance Production
1 6,000,000 0 -6,000,000 4,900,000 0 -4,900,000 7,900,000 0 -7,900,000 10,200,000 0 -10,200,000 3,242,800 0 -3,242,800
2 4,800,000 0 -4,800,000 1,950,000 0 -1,950,000 1,950,000 0 -1,950,000 3,900,000 0 -3,900,000 460,000 0 -460,000
3 2,600,000 0 -2,600,000 1,500,000 0 -1,500,000 1,500,000 0 -1,500,000 3,000,000 0 -3,000,000 620,000 0 -620,000
4 1,800,000 0 -1,800,000 1,500,000 0 -1,500,000 1,500,000 0 -1,500,000 6,300,000 0 -6,300,000 620,000 0 -620,000
5 1,800,000 0 -1,800,000 1,500,000 1,728,000 228,000 1,500,000 1,472,000 -28,000 6,300,000 10,000,000 3,700,000 620,000 1,200,000 580,000
6 1,800,000 4,200,000 2,400,000 500,000 2,592,000 2,092,000 500,000 2,208,000 1,708,000 6,300,000 15,000,000 8,700,000 620,000 1,800,000 1,180,000
7 800,000 6,300,000 5,500,000 500,000 3,456,000 2,956,000 500,000 2,944,000 2,444,000 6,300,000 20,000,000 13,700,000 620,000 2,400,000 1,780,000
8 800,000 8,400,000 7,600,000 500,000 4,320,000 3,820,000 500,000 3,680,000 3,180,000 6,300,000 25,000,000 18,700,000 620,000 3,000,000 2,380,000
9 800,000 10,500,000 9,700,000 500,000 5,184,000 4,684,000 500,000 4,416,000 3,916,000 6,300,000 30,000,000 23,700,000 620,000 3,600,000 2,980,000
10 800,000 12,600,000 11,800,000 500,000 6,048,000 5,548,000 500,000 5,152,000 4,652,000 6,300,000 35,000,000 28,700,000 620,000 4,200,000 3,580,000
11 800,000 14,700,000 13,900,000 500,000 6,912,000 6,412,000 500,000 5,888,000 5,388,000 6,300,000 40,000,000 33,700,000 620,000 4,800,000 4,180,000
12 800,000 16,800,000 16,000,000 500,000 7,776,000 7,276,000 500,000 6,624,000 6,124,000 6,300,000 45,000,000 38,700,000 620,000 5,400,000 4,780,000
13 800,000 18,900,000 18,100,000 500,000 8,640,000 8,140,000 500,000 7,360,000 6,860,000 6,300,000 50,000,000 43,700,000 620,000 6,000,000 5,380,000
14 800,000 21,000,000 20,200,000 500,000 8,640,000 8,140,000 500,000 7,360,000 6,860,000 6,300,000 50,000,000 43,700,000 620,000 6,000,000 5,380,000
15 800,000 21,000,000 20,200,000 500,000 8,640,000 8,140,000 500,000 7,360,000 6,860,000 6,300,000 50,000,000 43,700,000 620,000 6,000,000 5,380,000
Total 26,000,000 134,400,000 25% 16,350,000 63,936,000 22% 19,350,000 54,464,000 15% 92,700,000 370,000,000 35% 11,762,800 44,400,000 25%
Benefit/year 7,226,667 (IRR) 3,172,400 (IRR) 2,340,933 (IRR) 18,486,667 (IRR) 2,175,813 (IRR)
Benefit/2tree/year 120,444 63,448 33,442 132,048 15,542
Source: Dinas Perkebunan, 2005
Tabel A3-5 Perkiraan Pengurangan Nilai Produksi di Kawasan Irigasi Bili Bili
Estimated Present Condition (2005) Initial Plan toward Full Development in 2008 Future Condition in 2020
Reduction in
*Annual Annual Annual Annual
Area Planted
Irrigation Area Type of Crop Area Planted (ha) Production Value Irrigation Area Type of Crop Area Planted (ha) Production Value Irrigation Area Type of Crop Production Production
(ha)
(Mil. Rp.) (Mil. Rp.) Value (Mil. Rp.) Value (Mil.
Rp.)
Dry Paddy 2,369 3,993 Dry Paddy 2,369 4,698 Dry Paddy 1,519 3,012 -1,686
Bili Bili Area Wet Paddy 2,369 2,886 Bili Bili Area Wet Paddy 2,369 3,395 Bili Bili Area Wet Paddy 1,519 2,177 -1,218
(2,369ha) Palawija 2,369 1,675 (2,369ha) Palawija 2,369 1,675 (1,519ha) Palawija 1,519 1,074 -601
Subtotal 7,107 8,554 Subtotal 7,107 9,768 Subtotal 4,557 6,263 -3,505

Dry Paddy 10,547 17,777 Dry Paddy 10,547 20,915 Dry Paddy 10,447 20,716 -198
Kampili Area Wet Paddy 10,547 12,847 Kampili Area Wet Paddy 10,547 15,114 Kampili Area Wet Paddy 10,447 14,971 -143
(10,547ha) Palawija 10,547 7,459 (10,547ha) Palawija 10,547 7,459 (10,447ha) Palawija 10,447 7,389 -71
Subtotal 31,641 38,084 Subtotal 31,641 43,488 Subtotal 31,341 43,076 -412

Dry Paddy 10,686 18,012 Dry Paddy 10,686 21,190 Dry Paddy 10,676 21,171 -20
Bissua Area Wet Paddy 10,686 13,016 Bissua Area Wet Paddy 10,686 15,313 Bissua Area Wet Paddy 10,676 15,299 -14
(10,686ha) Palawija 10,686 7,558 (10,686ha) Palawija 10,686 7,558 (10,676ha) Palawija 10,676 7,551 -7
Subtotal 32,058 38,585 Subtotal 32,058 44,061 Subtotal 32,028 44,020 -41

Total 85,223 Total 97,317 Total 93,358 -3,958


Annual Production Value/ha 3.61 Annual Production Value/ha 4.12 Annual Production Value/ha 4.12
*85% less than Full Development Level % Change in Production Value 14.19% % Change in Production Value -4.07%

Tabel A3-6 Perkiraan Keuntungan Bersih Per Hektar di Lahan Irigasi Teknis
(Perbandingan 2005 dan 2020)

Diversified Irrigated Other Diversified


Technical Irrigation Area Present Condition in 2005
Urban Agriculture Irrigated Agriculture
Yield Net Return per % to Full Net Return Net Return Net Return
Crops Intensity Intensity Intensity
(ton/ha) crop (Rp./ha) Dev. Level from 1ha Plot from 1ha Plot from 1ha
Dry Paddy 6.0 1,983,000 100% 85% 1,685,550 94% 1,864,020 94% 1,864,020
Wet Paddy 5.5 1,433,000 100% 85% 1,218,050 94% 1,347,020 94% 1,347,020
Maize 4.3 2,500,000 7% 85% 148,750 10% 250,000 15% 375,000
Soybean 1.7 1,576,000 15% 85% 200,940 8% 126,080 8% 126,080
Groundnuts 1.8 3,122,500 10% 85% 265,413 15% 468,375 15% 468,375
Mungbean 1.2 1,355,000 8% 85% 92,140 7% 94,850 7% 94,850

Vegetable (Cabbage) 15.0 9,000,000 0% 0 5% 450,000 0% 0


Vegetable (Chili) 8.0 7,054,000 0% 0 5% 352,700 0% 0
Annual Fruit Crop (Watermelon) 12.3 8,600,000 0% 0 0% 0 5% 430,000
Sugarcane 80.0 17,933,488 0% 0 0 0
Tree Crop (Coconut) per 2 trees - 120,444 0% 0 1% 120,444 1% 120,444
240% 3,610,843 239% 5,073,489 239% 4,825,789

Tabel A3-7 Perkiraan Keuntungan Bersih Per Hektar di Lahan Semi-Irigasi, Irigasi Non-Teknis
(Perbandingan 2005 dan 2020)
Semi/Non-Technical Irrigation
Present Condition (130%) Future Condition in 2020 Urban Agriculture (140%) Other Area (130%) Dryland Area (70%)
Area/Rainfed Area
Net Return Net Return
Yield Net Return per Net Return Net Return Net Return
Crops Intensity Yield (ton/ha) per crop Intensity Intensity Intensity from 1ha
(ton/ha) crop (Rp./ha) from 1ha Plot from 1ha Plot from 1ha Plot
(Rp./ha) Plot
Wet Paddy 5.5 1,689,500 100% 1,689,500 5.8 2,019,500 89% 1,797,355 70% 1,413,650 0% 0
Dry Paddy 3.4 405,500 0% 0 4.0 1,065,500 0% 0 0% 0 0% 0
Maize 3.3 1,740,000 7% 121,800 3.6 2,040,000 10% 204,000 15% 306,000 10% 174,000
Soybean 1.4 1,323,625 5% 66,181 1.5 1,553,625 7% 108,754 7% 108,754 0% 0
Groundnuts 1.5 2,390,250 10% 239,025 1.6 2,740,250 15% 411,038 15% 411,038 12% 286,830
Mungbean 0.8 730,000 5% 36,500 1.0 1,190,000 3% 35,700 8% 95,200 0% 0
Cassava 18.0 641,250 3% 19,238 20.0 1,241,250 5% 62,063 10% 124,125 15% 96,188

Vegetable (Cabbage) 11.0 5,600,000 0% 0 12.0 6,600,000 5% 330,000 0% 0 0% 0


Vegetable (Chili) 5.0 2,395,900 0% 0 5.5 3,395,900 5% 169,795 0% 0 3% 71,877
Annual Fruit Crop (Watermelon) 8.0 4,670,000 0% 0 9.0 5,670,000 0% 0 5% 283,500 10% 467,000
Sugarcane 40.0 4,772,364 0% 0 50.0 8,272,364 0% 0 0% 0 0
Tree Crop (Coconut) per 2 trees - 120,444 0% 0 120,444 1% 120,444 0% 120,444 0% 0
Tree Crop (Cashew) /ha/year - 2,175,813 0% 0 - 2,175,813 0% 0 0% 0 20% 435,163
130% 2,172,244 140% 3,239,148 130% 2,862,711 70% 1,531,057
Tabel A3-8 Luas Lahan Pertanian dan Perkiraan Nilai Produksi Bersih pada Saat Ini

Net Production Value


Type of Land Use Area
(Mil. Rp.)
Technical Irrigation Area 23,602 85,223
Semi-/Non-Technical Irrigation, Rainfed Area 64,380 139,849
Total 87,982 225,072

Tabel A3-9 Tata Guna Lahan Pertanian dan Perkiraan Nila Produksi Bersih pada Tahun 2020

Net Production Value


Zone Area
(Mil. Rp.)
Diversified Irrigated Urban Agriculture 10,000 50,735
Other Diversified Irrigated Agriculture 9,142 44,117
Irrigated Sugarcane Area 3,500 62,767
Diversified Urban Agriculture 5,614 18,185
Other Diversified Agriculture 57,476 164,537
Dryland Agriculture 3,000 4,593
Total 88,732 344,934
Studi Implementasi
Rencana Tata Ruang Terpadu
Wilayah Metropolitan Mamminasata

STUDI SEKTORAL (5)

PENGEMBANGAN INDUSTRI

KRI International Corp.


Nippon Koei Co., Ltd
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Daftar Isi

1. KONDISI SAAT INI ............................................................................................................................1

1.1 Gambaran Umum ..................................................................................................1

1.2 Daya Saing ............................................................................................................3

1.3 Sub-Sektor Utama .................................................................................................4

1.4 Lembaga Penunjang ............................................................................................10

1.5 Kegiatan Klaster..................................................................................................12

2. ISU YANG PERLU DIKEMUKAKAN .......................................................................................18

2.1 Pendekatan Analitik.............................................................................................18

2.2 Kondisi Permintaan .............................................................................................18

2.3 Kondisi Faktor.....................................................................................................18

2.4 Industri Terkait dan Penunjang............................................................................20

2.5 Strategi Jitu, Struktur dan Persaingan .................................................................22

3. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN .........................................................24

3.1 Strategi Pengembangan .......................................................................................24

3.2 Skenario Pengembangan .....................................................................................29

4. RENCANA AKSI .................................................................................................................................35


STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

1. KONDISI SAAT INI

1.1 Gambaran Umum

1) Kontribusi PDRB
Kontribusi PDRB dari sektor manufaktur di Mamminasata1 (20% pada tahun 2003)
lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Sulawesi Selatan (12%), tapi relatif masih
rendah terhadap Indonesia (31%).
Electricity,
Gas, Water
Mining,
Financial Consturction 2%
7% Quarrying
Service Trade, Hotel,
1%
8% Restaurant
Transport, 21%
Communi-
cation
11%
Agriculture, Manufacturing
Livestock, Service Industry
Forestry, 15% 20%
Fishery
15%

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto (2003) Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar
Gambar 1- 1 Kontribusi PDRB dalam Area Studi (2003)

Konsentrasi sektor manufaktur yang relatif tinggi ini kebanyakan berasal dari
Makassar karena kontribusi tiga kabupaten lainnya hanya 16% dari kontribusi
Makassar.

3,000 30%
2,500 25%
2,000 20%
Million Rp.

GRDP Breakdown
1,500 15%
GRDP Share
1,000 10%
500 5%
0 0%
Makassar Maros Gowa Takalar

Sumber: Produk Domestik Regional Bruto (2003) Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar
Gambar 1- 2 Kontribusi PDRB Sektor Manufaktur (2003)

2) Kontribusi Sektor
Meski 71% dari tenaga kerja bekerja pada UKM, namun kontribusi UKM terhadap
PDRB di sektor manufaktur hanya 12%. Dua sektor utama, makanan/minuman dan
produk kayu/furnitur yang dihasilkan oleh usaha besar dan menengah mendominasi

1
"Mamminasata" dalam laporan ini merujuk pada Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa, dan Takalar secara
keseluruhan.

5-1
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

PDRB sektor manufaktur sebesar 83% di tahun 2003. Sektor-sektor lain dari usaha
besar dan menengah hanya menyumbang 4% dari total PDRB.

food,
non-metalic other beverages wood products,
mineral (L&M) furniture (L&M)
(L&M)
products 15% 7%
1% small and micro
fertilizers, (L&M) mineral
12%
chemical, 1% products (L&M)
food, beverages
rubber 2%
equipment, (L&M)
(L&M) equipment,
machinery, 41%
1% machinery,
apparatus
apparatus
(L&M)
(L&M)
2% other (L&M) 2%
small and micro
wood products, 3%
71%
furniture
(L&M)
42%

Gambar 1- 3 Bagian PDRB dalam Area Studi (2003) Gambar 1- 4 Distribusi Tenaga dalam Area
Studi (2003)
Di samping itu, kecuali dua sektor dominan (makanan/minuman dan produk
kayu/furnitur), produktivitas tenaga kerja pada sektor manufaktur di Mamminasata
jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata produktivitas tenaga kerja nasional. (Lihat
Gambar 1-5).

Million Rp.
300

250

200

150

100

50

0
pa

In d
eq rin

iro
pe

Ma one
fe asic iner
ui

fo
n

no
rt
r,

pm ing

mm sia
od

wo
&

iliz
p

te
n-

ot

ina
en

,b

od
b

xt
er

sa
he
t,

ev
t

ile
s,

et s

ta
pr

r
m

er

,l
a
ch

od
ac

l
m

ic

ea
ag
em
et , ap

uc
h

t
e

he
al

ts
ica

in

,f

r,
er
y

l,

ur

fo
al
ru

nit t s

ot
pr
bb
pa

wa
ur
od
er
ra

re
uc
tu
s

Gambar 1- 5 Nilai Tambah per Pekerja Usaha Besar dan Menengah (2003)

3) Kecenderungan
Ditandai dengan berdirinya PT. Semen Bosowa Maros, sebuah perusahaan semen
berskala besar, PDRB sektor manufaktur meningkat hingga 13% di tahun 1999;
namun, tingkat pertumbuhannya cenderung menurun sejak itu. Tingkat pertumbuhan
rata-rata sektor manufaktur dari tahun 2000 hingga 2003 kurang dari 5% baik di
tingkat nasional maupun lokal. Di tengah-tengah persaingan global yang semakin
meningkat, kecenderungan masa depan kelihatannya tidak begitu menjanjikan,
kecuali jika ada langkah-langkah antisipasi yang tepat diambil.

5-2
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

15.0%

10.0%

5.0% South Sulawesi


Indonesia
Mamminasata
0.0%
1999 2000 2001 2002 2003

Gambar 1- 6 Tingkat Pertumbuhan Sektor Manufaktur

1.2 Daya Saing

Keuntungan komparatif yang nampak (Revealed Comparative Advantage atau RCA)


adalah sebuah tindakan untuk mengidentifikasi barang-barang ekspor yang memiliki
keuntungan komparatif di daerah tertentu. Gambar 1-7 memperlihatkan RCA
komoditi ekspor Sulawesi Selatan dibandingkan dengan rata-rata nasional. Semakin
tinggi nilai sumbu x, semakin maka tinggi pula daya saing komoditi tersebut di
Indonesia. Namun demikian, komoditas paling kompetitif, yaitu nikel, yang
memberikan kontribusi lebih dari 50% dari total ekspor di Sulawesi Selatan,
diproduksi di Luwu oleh PT. Inco dan tidak memiliki hubungan industri dengan
kawasan Mamminasata. Status komoditas utama lainnya dibahas sebagai berikut.

p p ( )
(RCA: 10.1-100.0)

250,000,000
Cocoa Nickel ores and
concentrates

200,000,000
Value of Exports (USD)

150,000,000
Crude animal
materials, N.E.S

100,000,000

Lime, cement and


fabricated
50,000,000 costruction materials

0
10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00
Revealed Comparative Advantage (More competitive→)

5-3
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

p p
(RCA: 3.1-10.0)

70,000,000
Crustanceans
moluscs and
60,000,000 aquaticinvertebrates
Value of Exports (USD)

50,000,000
Sugar, molasses and
honey
40,000,000

Feeding stuff
30,000,000 for animals Rice
Crude vegetable
materials, N.E.S
20,000,000 Fish, dried salted or
in brine; smoked fish

10,000,000

0
3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00
Revealed Comparative Advantage (More competitive→)

(RCA: 1.0-3.0)

14,000,000
Wood Fish, fresh,
manufactures, chilled or frozen
N.E.S
12,000,000

Coffee and
Value of Exports (USD)

10,000,000 Wood, simplyworked and coffee substitues


railwaysleeper of wood

8,000,000
Fruit and nut,
fresh or dried
6,000,000
Measuring, checking, Stone, sand
and controlling instr. and gravel Wood in the
4,000,000 rough or roughly
squared

2,000,000

0
1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50
Revealed Comparative Advantage
(More competitive→)

Catatan: RCA i=(Xi, Sulawesi Selatan/ΣX Sulawesi Selatan)/ (Xi, Indonesia/ΣXIndonesia)


dimana RCA i adalah revealed comparative advantage (RCA) komoditas i,
Xi, Sulawesi Selatan adalah nilai ekspor komoditas i dari Sulawesi Selatan,
ΣXSulawesi Selatan adalah total nilai ekspor dari Sulawesi Selatan,
Xi, Indonesia adalah nilai ekspor komoditas i dari Sulawesi Selatan, dan
ΣXIndonesia adalah total nilai ekspor dari Indonesia.
Sumber: BPS (2004) Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Expor 2003

Gambar 1- 7 Daya Saing Ekspor Sulawesi Selatan (2003)

1.3 Sub-Sektor Utama

1) Produk Makanan
Oleh karena produk pertanian dan kelautan merupakan sumber daya utama yang ada
di Sulawesi Selatan, sektor makanan/minuman memperoleh prioritas kebijakan
tertinggi. Berikut adalah status terkini produk utama pertanian dan kelautan yang

5-4
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

diolah di Mamminasata.

Kakao

Biji dan produk kakao merupakan komoditi ekspor terbesar kedua Sulawesi Selatan
setelah nikel. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai
Gading dan Ghana, sementara 70% kakao ekspor Indonesia diproduksi di Sulawesi
Selatan. Namun demikian, kualitas kakao Indonesia di anggap berbeda dari biji
kakao Afrika. Kakao Indonesia bercita rasa rendah, sementara kakao Afrika unggul
dalam hal cita rasa dan aroma. Kakao dari Sulawesi Selatan saat ini dicirikan sebagai
berikut: biji kecil, mentega berkadar lemak rendah, dan berkadar ampas tinggi.
Reputasi tersebut menjadikan harga biji kakao fermentasi tidak didasarkan atas
kualitas, meski biji kakao hasil fermentasi memiliki aroma yang lebih baik bila
dibandingkan dengan biji yang tidak difermentasi.2 Hal ini membuat para petani
enggan untuk melakukan fermentasi. Dengan demikian, pasaran biji kakao Sulawesi
Selatan masih didominasi oleh kakao yang tidak difermentasi.

Pasar terbesar kakao Indonesia adalah Amerika Serikat, di mana biji-biji kakao dari
Indonesia dicampur dengan kakao berkualitas lebih tinggi agar cita rasanya lebih
baik. Dengan demikian, perusahaan pengelola kakao terbesar di Mamminasata, PT
Effem Indonesia, berasal dari AS. Namun, hanya 10% kakao yang diproses di
Sulawesi Selatan, sementara sebagian besar lainnya diekspor dalam bentuk biji
kakao.

Ancaman terbesar terhadap industri ini adalah tingkat produksi kakao. Masalah yang
timbul adalah serangga perusak kakao (Cacao Pod Borer), ngengat yang bertelur di
polong kakao. Serangga perusak ini telah mempengaruhi produksi biji kakao hingga
lebih dari 50%. Masalah lain adalah pohon kakao yang terlalu tua. Produksi biji
kakao mencapai puncaknya pada umur sekitar 8 - 10 tahun sementara kebanyakan
pohon kakao di Sulawesi Selatan sudah berumur lebih dari 20 tahun.

Baik petani maupun industri dapat memperoleh keuntungan apabila teknik


penanaman yang tepat diadopsi untuk meningkatkan produktivitas. Ada beberapa
proyek yang sedang berlangsung untuk mensosialisasikan teknik-teknik penanaman
yang tepat. Proyek yang paling menonjol adalah pembentukan desa-desa kakao
percontohan yang dipelopori oleh ASKINDO (Asosiasi Kakao Indonesia), yang
menetapkan 3 ladang percontohan di 12 kabupaten, dan proyek Prima PT. Effem,
yang memberikan pembinaan/bimbingan mengenai teknik penanaman bagi 1.000
petani di Luwu.

2
Harga kakao non fermentasi di Sulawesi Selatan adalah Rp. 10.300, semi fermentasi Rp. 10.800, dan cokelat
hasil fermentasi Rp 11.300 per kilogram pada tgl 10 November. Harga didasarkan pada transaksi bursa New
York.

5-5
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Gula

Pabrik Gula Takalar, di bawah PTP Nusantara XIV, paling


banyak menyerap tenaga kerja untuk sektor manufaktur,
mempekerjakan sekitar 1.500 orang; namun produksi
gulanya rendah dikarenakan kurangnya pasokan tebu dan
penggunaan mesin yang sudah tua.

Masalah menyangkut industri gula tidak hanya disebabkan Pabrik Gula Takalar
oleh faktor lokal. Produksi gula sudah tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan nasional sejak 1967. Kira-kira setengah konsumsi nasional
mengandalkan impor. Pemerintah telah mencoba untuk meningkatkan produksi tebu
dengan mempertahankan ketertarikan para petani pada tanaman tebu. Ini telah
dilakukan dengan mengontrol harga melalui BULOG (Badan Urusan Logistik) dan
menerapkan batas perdagangan dalam hal ini impor gula. Namun, tak ada insentif
yang diberikan kepada petani penanam tebu. Ladang tebu di Mamminasata juga telah
berubah dan ditanami tanaman lain seperti jagung.

Produktivitas tebu yang rendah (rata-rata 35 ton/ha) sebagai akibat dari kurangnya air
irrigáis dan varitas yang kurang memadai untuk pengolahan irigasi, serta aplikasi dan
peralatan yang tidak memadai.

Untuk mengubah situasi tersebut di atas, maka perlu menciptakan persaingan industri
gula dengan mengundang investor swasta. Sebenarnya, pemerintah telah
meliberalisasi produksi gula dan mempromosikan investasi publik. Namun, lebih
mudah menarik investor swasta di mana kesempatan besar terbuka, seperti misalnya
di Lampung.

Cara lain untuk meningkatkan dinamika industri gula adalah menciptakan kegiatan
komersial melalui produk sampingan tanaman tebu seperti sirup/tetes gula dan
ethanol. Sementara gula tak mampu memenuhi permintaan daerah dan diimpor dari
negara-negara tetangga seperti, Taiwan, Malaysia, dan Hong Kong; maka sirup/tetes
gula diekspor ke Korea Selatan dan Taiwan. Produk bernilai tambah tersebut dapat
menciptakan kesempatan pasar jika ditunjang terus oleh pasokan tebu dan cara
pengolahan yang baik. Selain itu, ethanol dapat diproduksi dari biomass, bahan sisa
setelah memeras jus gula. Dengan teknologi moderen, biomass dapat memperoleh
nilai komersial dan ekologis.

Udang Beku

Udang beku merupakan salah satu produk ekspor yang cukup pupoler dari
Mamminasata, dan Jepang merupakan negara importir terbesar untuk komoditi udang
windu. Udang windu Sulawesi Selatan saat ini menghadapi persaingan ketat dengan
udang windu Kalimantan. Udang di Kalimantan dibudidayakan secara alami dalam

5-6
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

tambak seluas 10 ha. Sementara, udang di Sulawesi Selatan


dibudidayakan dalam kolam kecil berukuran sekitar 1 ha.
Perbedaan dalam metode pembudidayaan ini mempengaruhi
kualitas udang yang rentan terhadap perubahan konsentrasi
garam dalam tambak kecil.
Perusahaan afiliasi Jepang
Ada beberapa cara untuk meningkatkan nilai jual udang beku,
yang memproduksi udang
misalnya memproduksi udang siap goreng yang dilumuri beku
tepung. Namun, Mamminasata tertinggal dibandingkan dengan Vietnam dan China
dalam hal produksi bernilai tambah semacam itu.

Rumput Laut

Indonesia merupakan produsen rumput laut merah terbesar keempat. Khususnya,


daerah pantai Takalar adalah daerah penghasil terbesar untuk spesis cottonnii, yang
potensial dan memiliki banyak kegunaan untuk membuat jelly dan bahan pengental.
Saat ini, sekitar 1% dari total volume produksi di Sulawesi Selatan diolah hingga
berbentuk keripik dan bubuk, dan sebagian besar diekspor dalam bentuk yang telah
dikeringkan. Keripik dan bubuk tersebut kemudian diolah menjadi carragenan
setengah jadi, yang akan diolah lebih lanjut di luar negeri menjadi produk non-diet
seperti kosmetik.

Serupa dengan kakao, upaya pengadaan rumput laut


harus melalui berbagai tingkatan
penghubung/tengkulak dan pedagang; sehingga sulit
untuk mengontrol kualitas bahan baku. Ada dua
masalah utama yang berkenaan dengan kualitas bahan
baku. Pertama, rumput laut dipanen sebelum waktunya
atau rumput laut yang dipanen sebelum genap berumur
cottonii
45 hari. Rumput laut semacam ini mengandung lebih
sedikit gelatin. Namun, para pedagang biasanya tidak memeriksa tingkat kematangan
dan membeli berdasarkan kuantitas saja. Kedua, rumput-rumput laut tersebut sering
dikeringkan langsung di atas pasir, sehingga mudah terkontaminasi. Sementara
permintaan akan rumput laut meningkat dari 5 sampai 10% per tahun. Dengan
demikian, perlu mengadopsi langkah-langkah untuk mengendalikan mutu produk
agar sektor ini dapat lebih memaksimalkan peluang dalam pasar yang semakin
bertumbuh.

2) Produk Kayu dan Furnitur


Hutan merupakan sumber daya yang penting di Sulawesi Selatan, yang menghasilkan
kayu jati, kayu hitam dan nyatoh. Sektor perkayuan dan furnitur menghasilkan nilai
tambah tertinggi per karyawan untuk sektor manufaktur di Mamminasata.

5-7
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Kebanyakan usaha kayu memproduksi furnitur kayu


untuk pasar lokal dan kayu untuk konstruksi.
Mamminasata beruntung sebab tidak hanya memiliki
sumber daya yang berlimpah, tapi juga memiliki tenaga
kerja berbakat alami dan berjangka panjang.
Faktor-faktor ini mengatasi masalah jarak yang jauh
dari pasar dan memudahkan untuk menargetkan pasar
yang bukan hanya pasar dalam negeri, tapi juga luar
negeri. Kemudian, permintaan jasa konstruksi di
Mamminasata juga memberikan dampak yang positif.
Namun, pasokan kayu semakin berkurang sehubungan
dengan melemahnya upaya perlindungan hutan. Juga Bekas perusahaan afiliasi
Jepang yang memproduksi
disebabkan oleh semakin maraknya penebangan liar Tripleks
yang mengancam perdagangan sehat di pasar.

Tripleks

Sebagian besar tripleks dari Mamminasata diekspor ke Jepang. Sebuah perusahaan


penghasil tripleks, dulunya milik pemerintah Jepang, menyerap tenaga kerja terbesar
kedua di Mamminasata, yang mempekerjakan kurang lebih 1.500 orang.

Furnitur

Sebagain besar furnitur diproduksi untuk pasar domestik, sementara terdapat sebuah
perusahaan Jepang yang secara khusus memproduksi furnitur dengan memanfaatkan
seni ukir artistik Bali dan Jepara.

Furnitur buatan UKM lokal Perusahaan pembuat furnitur


khusus untuk pasar Jepang

3) Semen dan Bahan Galian


Sub-sektor semen dan bahan galian merupakan industri penting lain di Mamminasata.
Bosowa group memiliki dua perusahaan bahan galian besar di Maros yang
memproduksi semen dan marmer, 3 sementara ada banyak perusahaan yang
memproduksi produk-produk semen seperti ubin dan tiang listrik. PT. Semen
Bosowa, yang didirikan tahun 1999, memproduksi 1,8 juta ton per tahun. Terdapat
juga pabrik semen yang lebih besar di Pangkep, PT. Semen Tonasa, dengan kapasitas

3
Kapasitas produksinya 1,5 juta/ton semen dan 0,1 juta/ton marmer di Maros. Diperkirakan terdapat kapasitas
2,6 milyar cadangan marmer di Maros (Direktori Sulawesi Selatan 2004 pp.90-91).

5-8
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

produksi 3,5 juta ton per tahun.

Semen Bosowa Maros Tambang Bosowa Produk semen lainnya Produk semen
(semen) (ubin marmer) 1 (trotoar) lainnya
(tiang listrik)

Bahan galian merupakan sumber pendapatan yang cukup bagus, bukan hanya untuk
usaha menengah dan besar tapi juga untuk usaha kecil dan mikro. Terdapat sebuah
“sentra” keramik berskala besar 4 di Takalar dan Gowa. Baik JICA dan CIDA
(Canadian International Development Agency) telah membantu peningkatan nilai
produk dan pasar bagi para pembuat keramik. Selain itu, terdapat pula sentra batu
bata yang memiliki 1.072 unit sedang beroperasi di Gowa.

Produk keramik Produk keramik kecil Produk keramik hias Batu tanah liat
tradisional bantuan CIDA bantuan JICA tradisional di Gowa

4) Sektor Daur Ulang


Guna melindungi lingkungan, fungsi-fungsi sub-sektor daur ulang semakin lama
menjadi semakin penting. Bisnis daur ulang adalah berupa plastik, kertas, besi dan
botol; tapi masih sedikit jumlah perusahaan yang menggeluti bidang daur ulang ini di
Mamminasata. Kebanyakan sampah yang dapat didaur ulang dikumpulkan dan
dikirim ke Surabaya. Walaupun kontribusi perusahaan tersebut ke PDRB hanya 0,1%
dari sektor manufaktur, namun sub-sektor daur ulang telah
mengalami pertumbuhan sebesar 10% di Indonesia dan 7%
di Sulawesi Selatan dalam lima tahun terakhir.

Hanya terdapat tiga perusahaan yang mengolah kembali


limbah daur ulang; yang pertama, perusahaan pembuat Besi di daur ulang
dalam pabrik berskala
ember, gantungan, dan pot plastik; yang kedua, perusahaan kecil.
pembuat perkakas rumah tangga aluminium; dan yang ketiga

4
"Sentra" artinya secara geografis menjadi pusat usaha produksi dan penjualan barang-barang serupa. "Sentra"
biasanya terdiri dari banyak usaha berskala mikro.

5-9
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

pembuat logam. Ada lagi beberapa usaha yang memanfaatkan botol yang dapat di
daur ulang untuk produk kecap dan saus tomat.

Tabel 1- 1 Daftar Sampah Daur Ulang di Mamminasata

Plastik Keranjang, Balok Plastik, Botol Plastik, Damar, Kantong Plastik


Logam Besi Tipis, Besi Tebal, Aluminum Tebal, Kawat Tembaga
Kertas Karton, Kertas Berwarna, Surat Kabar, Kertas HVS
Botol Botol Soda, Botol Kecap, Botol Markisa, Botol Fanta, Botol Sirup ABC

1.4 Lembaga Penunjang

1) Dinas Perindustrian dan Pergadangan.


Ada 6 industri penunjang di bawah Disperindag (Dinas Perindustrian dan
Perdagangan).

BPTTL

BPTTL (Balai Pengembangan Teknologi Tekstil & Logam) dibentuk di bawah


Disperindag Sulawesi Selatan. BPTTL mempunyai enam UPT (Unit Pelayanan
Teknis): tiga untuk tekstil (Soppeng, Wajo, Enrekang) dan tiga lainnya untuk
kerajinan logam (Makassar, Parepare, Sidrap). UPT memberikan pelatihan dan
penyuluhan bagi Industri Kecil dan Menengah (UKM). UKM-UKM tersebut juga
dapat berkunjung ke UPT untuk menggunakan alat-alat mesin.

UPT di Indonesia memiliki reputasi rendah dalam hal pemeliharaan mesin dan hanya
memiliki alat dasar yang hanya dapat digunakan untuk mendirikan usaha-usaha
mikro. Tak terkecuali juga kerajinan logam di Makassar. Mesin yang digunakan
untuk kerajinan logam di UPT yang terdapat di Makassar tidak dipelihara dengan
baik, dan sampah berserakan di lantai.

Fasilitas yang dipergunakan UPT Makassar tidak menerapkan


UKM prinsip "5S".
P3ED

P3ED (Pusat Promosi Perdagangan dan Ekspor Daerah) Makassar didirikan pada
tahun 2004 di bawah kerjasama JICA. Institusi ini bertujuan mengembangkan produk
bernilai tambah guna promosi ekspor. Staffnya bekerja sama dengan Disperindag

5-10
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Sulawesi Selatan. Kegiatannya meliputi penyelenggaraan pelatihan, penyediaan


informasi pasar dan masukan-masukan teknis, dan berpartisipasi dalam pameran.

Ada dua hal utama yang dapat mempengaruhi kinerja P3ED. Pertama, P3ED di
Makassar kemungkinan berafiliasi dengan Dinas Perdagangan setelah adanya
pemisahan Dinas Industri dan Dinas Perdagangan. Pemisahan ini dapat
mengakibatkan P3ED mengurangi perhatiannya pada pengembangan produk bernilai
tambah dan berkonsentrasi pada perdagangan. Kedua, tiga staf yang di kirim dari
NAFED (National Agency for Export Development) dijadualkan kembali ke Jakarta
tahun ini, dan manajemen akan diserahkan ke Dinas Perdagangan. Belum bisa
dipastikan, apakah pegawai lokal siap mengemban tugas besar tersebut atau tidak.

BDI

BDI (Balai Diklat Industri) merupakan organisasi di bawah PUSDIKLAT-INDAK


(Pusat Pendidikan dan Pelatihan - Industri Kecil dan Dagang Kecil). BDI
meyelenggarakan pelatihan bagi para pegawai Disperindag. Balai ini telah
menyelesaikan pembangunan asrama yang mampu mengakomodasi 72 orang. Saat
ini, pelatihan yang ada khusus untuk para pegawai Disperindag. BDI telah menerima
rekomendasi dari JICA mengenai pengembangan sumber daya manusia dan akan
memulai pelatihan shindan-shi, atau konsultan resmi bagi UKM-UKM.

LPT-Indak

LPT-Indak (Lembaga Pembinaan Terpadu Industri Kecil dan Dagang Kecil)


memberikan pinjaman ke UKM sebesar Rp 5 sampai 25 juta per usaha. Jangka waktu
peminjaman adalah dua tahun untuk sektor manufaktur dan satu tahun untuk sektor
perdagangan. Ada 10 hingga 15 UKM yang menerima pinjaman per tahun,
tergantung ketersediaan dana. Saat ini, sebagian besar pinjaman diberikan kepada
para pedagang. Proses atau kinerja pengembalian tidaklah berjalan sebagaimana
mestinya oleh karena beberapa UKM tidak merasa berkewajiban untuk
mengembalikan dana pinjaman tersebut.

BPSMB
BPSMB (Balai Pengujian & Sertifikasi Mutu Barang) melakukan pengujian terhadap
produk-produk fakultatif dan wajib guna menerbitkan sertifikat Standar Nasional
Indonesia (SNI). Produk fakultatif meliputi kakao, kopi, pala dan bunga pala. Produk
wajib meliputi kacang mente, biji mete, teh hitam, karet biasa, merica, cengkeh,
vanila, beras, pupuk, garam dan air mineral. BPSMB melakukan pengujian terbatas
yang tidak memenuhi keseluruhan pengujian ISO. Terdapat dua perusahaan swasta di
Mamminasata yang melakukan pengujian ISO.

5-11
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Balai Metrologi

Balai Metrologi menerbitkan sertifikat untuk alat-alat pengukuran. Dalam peraturan


disebutkan bahwa alat-alat ukur seperti timbangan di pasar harus disertifikasi setiap
tahunnya untuk melindungi kepentingan konsumen yang membeli produk yg melalui
proses timbangan.

2) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi memiliki BLKI (Balai Latihan Kerja
Industri). Pelatihan dirancang untuk anak muda yang mencari kerja, dan juga buruh
pabrik. Kursus meliputi otomotif, mesin, las, listrik, konstruksi, servis, menjahit dan
kecantikan. Kurang lebih 370 anak muda menerima pelatihan tiap tahun.

BLKI telah menerima kerja sama teknis dari JICA. Efek dari kerja sama tersebut
dilihat berdasarkan tingkat penerapan 5S.5 Peralatan dan mesin terawat dengan baik
dan 5S dipraktekkan dengan baik pula.

1.5 Kegiatan Klaster

Departemen Perindustrian dan Perdagangan memperkenalkan sebuah pendekatan


klaster guna pengembangan industri. Pendekatan ini dapat memperkuat ikatan di
antara pihak-pihak terkait dan membenahi kapasitas usaha individu.

Satu upaya pemerintah yang terlihat adalah sebuah program yang di sebut Gerbang
Emas (Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat). Sebelas produk, utamanya
produk pertanian dan kelautan, telah dipromosikan. Tujuan dari program ini adalah
untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pilihan melalui pemberdayaan
masyarakat lokal dan memperkuat ikatan di antara institusi lokal. Dalam Gerbang
Emas, pemerintah berperan sebagai fasilitator sementara bank diharapkan berperan
sebagai penyandang dana.

5
5S merupakan prinsip dasar menciptakan lingkungan kerja produktif , berasal dari istilah Jepang Sort (seiri),
Set in Order (Seiton), Shine (seiso), Standardize (Seiketsu), dan Sustain (Shitsuke)

5-12
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Tabel 1-2 Sebelas Produk Pilihan dalam Gerbang Emas

Area
Produk Kegiatan Utama
Produksi
Kelapa Pinrang • Pelatihan pasca
panen
• Pemasaran
Sutera Wajo, • Pengembang-
Enrekang, biakkan
Soppeng • Pemintalan
benang
Rumput Takalar, • Produksi
lauit Maros • Pengadaan
Garam Jeneponto • Produksi
Madu Maros, • Pengembang-
Makassar biakkan
• Pelatihan
produksi madu
Jagung Bantaeng, • Pembudidayaan
Makassar • Pengadaan
• Pengolahan
Beras Pinrang, • Pembudidayaan
Pare-pare • Pengadaan
Susu Sinjai, • Pengembang-
Gowa biakan
• Pengolahan
Kerajinan Gowa, • Pengolahan
tangan Makassar
(souvenir)
Kopi Toraja, • Pembudidayaan
Enrekang • Pengadaan
Kakao Luwu • Budidaya kakao
• Perdagangan
• Pengolahan

5-13
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Sebagai referensi, lokasi distribusi industri utama di Mamminasata telah dipetakan


seperti terlihat dalam gambar 1-8 sampai 1-11.

Gambar 1-8 Pemetaan Industri Makassar

5-14
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Gambar 1-9 Pemetaan Industri Gowa

5-15
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Gambar 1-10 Pemetaan Industri Maros

5-16
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Gambar 1-11 Pemetaan Industri Takalar

5-17
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

2. ISU YANG PERLU DIKEMUKAKAN

2.1 Pendekatan Analitik

Isu yang mengemuka dalam sektor


STRATEGI JITU,
manufaktur di Mamminasata di analisa STRUKTUR, DAN
PERSAINGAN
berdasarkan empat faktor penentu dalam
Model Berlian Michael Porter (Michael KONDISI KONDISI
FAKTOR PERMINTAAN
Porter's Diamond Model6); yaitu, i) kondisi
permintaan, ii) industri terkait dan
INDUSTRI TERKAIT
penunjang, iii) kondisi faktor, dan iv) DANPENUNJANG

strategi jitu, struktur, dan persaingan. Isu


Gambar 2-1 Porter's Diamond Model
pada perdagangan dan investasi
(Model Berlina dari Porter)
berhubungan erat dengan perkembangan
sektor manufaktur.

2.2 Kondisi Permintaan

Secara umum, ada dua jenis pilihan untuk lokasi industri; berbasis sumber daya dan
berbasis konsumen. Usaha yang beroperasi dekat dengan konsumen mudah untuk
dipelajari konteks permintaannya. Jika permintaan pasar lokal untuk produk
berkualitas tinggi, maka ini memberikan insentif ke usaha tersebut dalam
mengembangkan industri berbasis konsumen yang kompetitif. Namun, pasar-pasar di
Sulawesi Selatan umumnya menghargai produk bukan dari kualitasnya tapi dari
harganya. Ini menjadi sebuah kondisi lemah bagi suatu usaha yang menargetkan nilai
lebih tinggi kecuali jika usaha tersebut di bawah industri berbasis sumber daya, yang
menargetkan pasar di luar.

2.3 Kondisi Faktor

Kondisi faktor meliputi ketersediaan material dan SDM dan kesiapan prasarana.
Meskipun Mamminasata mempunyai keunggulan dalam ketersediaan material
sebagaimana yang dijelaskan di bagian sebelumnya, namun ada banyak isu yang
muncul dalam pengembangan SDM dan prasarana.

6
Teori klaster Michael Porter diambil dalam bukunya yang berjudul The Competitive Advantage of Nations
tahun 1990. Dia berkata bahwa klaster yang sukses adalah klaster di mana keempat faktor penentu paling
terkait secara dinamis seperti dalam Gambar 1.8.

5-18
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

1) Pengembangan Sumber Daya Manusia


Mamminasata memiliki banyak institusi untuk pendidikan tinggi, namun
kontribusinya terhadap sektor manufaktur belum banyak berarti. Oleh karena
kesempatan kerja dalam sektor manufaktur terbatas, lulusan dari universitas belum
terserat secara maksimal di sektor manufaktur. Sebagai contoh, dari 700 lulusan
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (UNHAS) tiap tahunnya, hanya 30% yang
bekerja di sektor manufaktur.

Terlebih lagi, pendidikan di perguruan tinggi tidak mampu memberikan pengetahuan


praktis yang diperlukan untuk sektor manufaktur, khususnya tentang produksi dan
pengendalian mutu. Fakultas Teknik UNHAS memiliki program magang wajib, di
mana para mahasiswa bekerja di pabrik selama 2 hingga 6 bulan. Kesempatan yang
diberikan kepada mahasiswa yang tinggal di Makassar begitu terbatas untuk
mendapatkan pengalaman di perusahaan manufaktur yang menunjukkan praktek
terbaik di bidang produksi dan pengendalian mutu.

Laboratorium Fakultas Teknik UNHAS hanya dilengkapi dengan peralatan dan


mesin dasar. Selain itu, mereka tidak menerapkan prinsip 5S seperti BLKI.

Laboratorium Fakultas Teknik UNHAS

2) Prasarana
Pengembangan prasarana merupakan prasyarat untuk menarik investor ke
Mamminasata. Namun, tingkat prasarana masih rendah.

Jalan
Makassar merupakan lokasi strategis untuk mengirim berbagai produk dari Sulawesi
Selatan. Oleh karena itu, kondisi jalan sangat vital untuk menghubungkan kawasan
produksi dan Makassar. Khususnya, lokasi produk-produk pertanian dan laut segar
yang akan dipadukan ke dalam perekonomian Mamminasata sangat bergantung pada
waktu pengangkutan. Selain itu, semua kawasan industri baru yang direncanakan di
Mamminasata harus dilengkapi dengan jalan akses yang layak ke pelabuhan laut dan
udara.

5-19
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Listrik
Mamminasata sering mengalami pemadaman listrik. Meskipun pengendalian
pemakaian listrik sangat penting untuk kelestarian lingkungan, namun pemadaman
listrik yang lama dan/atau tiba-tiba tentu saja bukan pertanda yang baik bagi
perkembangan industri. Sebagai persyaratan dasar, pemadaman tiba-tiba harus
dicegah karena dapat mengganggu proses pengolahan dan menghalangi pelaksanaan
rencana produksi perusahaan.
Air
Banyak lokasi di Mamminasata juga tidak mendapat pasokan air yang cukup. Banyak
perusahaan mengatasi masalah ini dengan menggunakan air sumur.

2.4 Industri Terkait dan Penunjang

Kekurangan lain dari industri di Mamminasata adalah lemahnya industri terkait dan
penunjang. Meskipun sektor makanan dan minuman merupakan sektor yang
difokuskan untuk promosi, namun kelemahan industri terkait dan pendukung tersebut
menjadi penghalang bagi pertumbuhannya.

1) Pemasok
Dalam rangka Mamminasata menargetkan promosi industri berbasis sumber daya,
maka penguatan ikatan vertikal di antara para pemasok bahan mentah, pabrik, dan
pedagang sangat diperlukan. Meskipun demikian, komunikasi vertikal antar pihak
terkait tersebut masih terlihat sangat lemah di Mamminasata. Ini disebabkan para
produsen beroperasi dalam skala kecil, makelar dan pedagang tingkat tiga hingga
empat berada di antara para produsen dan pabrik (Lihat Gambar 1-9). Pohon vertikal
yang kompleks ini menyulitkan pihak pabrik dalam menyampaikan permintaan
kepada produsen untuk membenahi kualitas bahan mentah. Akibatnya, komoditas
diperjualbelikan berdasarkan kuantitas di sepanjang rantai tersebut. Terlebih lagi,
pihak pabrik hampir tidak membedakan harga menurut kualitas dan melakukan
pemeriksaan setelah membeli.

exporter /
glinder

penadah
di kota ・・・・・

penadah
di desa x 5 penadah

penadah
komunitas x 6~8 penadah

petani
(70-80 rumah
tangga)

Sumber: PENSA (2003) Program Ikatan Agribisnis: Laporan Program Kakao, IFC
Gambar 2-2 Rantai Perdagangan (Studi Kasus tentang Kakao)

5-20
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

2) Industri Terkait
Selain itu, sub-sektor makanan dan minuman tidak mempunyai industri terkait yang
kompetitif. Gambar 1-10 menggambarkan klaster makanan. Hanya sejumlah kecil
usaha yang bergerak dalam bidang permesinan, termasuk sektor percetakan dan
pengepakan. Pada akhir tahun 90-an, GTZ telah memberikan bantuan pelatihan
pembuatan prototipe mesin pertanian di UPT. Kursus pelatihan tersebut dirancang
untuk mengembangkan industri penunjang bagi sektor pertanian. UPT saat ini masih
memberikan kursus pelatihan serupa tiga kali dalam setahun. Pelatihan serupa juga
diperlukan untuk sektor percetakan dan pengepakan.
perusahaan perusahaan
pupuk pembuat mesin

perusahaan
petani nelayan Kertas & tinta

pedagang
Agen cetak &
pengepakan

perusahaan
makanan

pedagang

Retailer

konsumen

Sumber: Tim Studi JICA

Gambar 2-3 Hubungan Industri Klaster Makanan

3) Penyedia BDS
Satu gejala yang menunjukkan rendahnya perkembangan industri adalah kurangnya
penyedia BDS (Business Development Service) aktif yang bergerak dalam
pengembangan bisnis dengan basis komersial, termasuk pelayanan konsultasi dan
pelatihan. Berdasarkan rekomendasi dari Committee of Donor Agencies (Komite
Agen Donor), pemerintah pusat mencoba untuk mempromosikan pasar kepada
penyedia BDS tersebut. Namun, arahan kebijaksanaan ini tak banyak dipraktekkan di
Mamminasata, dan pemerintah daerah masih mempertimbangkan bahwa para PNS
merupakan pelaku utama dalam penyediaan BDS bagi UKM. Di lain pihak, di Jawa
Timur Disperindak memegang daftar penyedia BDS termasuk pekerja-pekerja di
usaha besar, dan mengirim penyedia BDS yang tepat guna memberikan pelayanan

5-21
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

konsultasi dan pelatihan bagi UKM-UKM.


Dinkop (Dinas Koperasi dan UKM) pernah melaksanakan proyek MAP (Modal Awal
Padanan) dari tahun 2001 sampai 2003. Dalam proyek ini, satu penyedia BDS
dirangkul untuk membantu satu koperasi selama tiga tahun. Masing-masing penyedia
BDS menerima hingga Rp 50 juta untuk tiga tahun operasi. Walaupun sekitar 50
penyedia BDS ditunjuk dalam program ini, namun kinerja mereka secara umum
kurang memuaskan. Ada dua masalah yang teridentifikasi; pertama, kebanyakan
penyedia BDS tersebut tidak melaksanakan kewajiban mereka selama tiga tahun
penuh karena pembayaran dilakukan di awal pengoperasian. Kedua, proyek ini
dimulai sebelum penyedia BDS memiliki kapasitas yang memadai, sehingga mereka
belum siap berperan sebagai konsultan swasta. Berdasarkan hasil tersebut, kebijakan
diubah dan Dinkop tidak lagi memberi dukungan terhadap para penyedia BDS dalam
upaya pengembangan koperasi.
Saat ini, terdapat kesempatan pasar yang terbatas bagi penyedia BDS. Salah satunya
adalah kursus pelatihan finansial dari Bank Indonesia (BI) yang bertujuan membantu
pengembangan penyedia BDS sebagai perantara finansial. Satu kursus berlangsung
selama tiga hingga empat hari. Sehubungan dengan singkatnya waktu kursus tersebut,
maka hanya pengetahuan dasar yang diberikan. Kesempatan pasar lainnya adalah
bantuan finansial dari sejumlah BUMN, yang diharuskan untuk membelanjakan 5%
dari keuntungan mereka untuk keperluan pengembangan UKM.

2.5 Strategi Jitu, Struktur dan Persaingan

Rantai nilai menunjukkan garis kegiatan manufaktur, dimulai dari hulu (Penelitian &
Pengembangan dan pengembangan produk), pengolahan, hingga ke hilir (penjualan
dan pemasaran). Smile curve 7 memperlihatkan bahwa di sepanjang garis proses
produksi, titik arus tengah menghasilkan nilai tambah yang lebih rendah
dibandingkan dengan titik hulu dan hilir.
N ila i ta m bah

Penjualan &
R&D Pengembangan Manufaktur
produk pemasaran
Hulu Hilir
Gambar 2-4 Smile Curve (Kurva Tersenyum)

Industri di Mamminasata sebagian besar terfokus pada logistik ke dalam dan


kegiatan- kegiatan operasional. Mayoritas usaha tidak berkaitan dengan logistik ke
luar, pemasaran/ penjualan, dan kegiatan pelayanan guna menjangkau pasar akhir.
Mereka memproduksi produk setengah jadi dan tetap berperan sebagai pemasok bagi

7
Ide "smile curve" diusulkan oleh Pimpinan Acer Co. Ltd di Taiwan.

5-22
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

pabrik di pasar akhir. Ini merupakan tantangan bagi sektor industri di Mamminasata
untuk bergerak ke arah hulu maupun hilir.
Tabel 2-1 memperlihatkan analisis SWOT (strength=kekuatan, weakness=kelemahan,
opportunity=peluang, dan threats=ancaman) untuk industri makanan Mamminasata.8

Tabel 2-1 Analisis SWOT pada Industri Makanan di Mamminasta (sementara)

Strategi jitu,
Kondisi kebutuhan Industri terkait
Kondisi faktor struktur, dan
rumah tangga dan penunjang
persaingan
Kekuatan Bahan baku Kegiatan
berlimpah penunjang oleh
Gerbang Emas,
P3ED, dll.
Kelemahan • Prasarana tidak Kualitas terbaik Kurangnya Tidak mengarah
memadai hanya untuk ekspor industri ke produk
• Lahan datar penunjang bernilai tambah
yang tersedia lebih tinggi
untuk investor
baru terbatas
Rencana Peningkatan taraf
Peluang
pengembangan hidup
Mamminasata
Persaingan pasar
Ancaman
dengan barang
impor
Sumber: Tim Studi JICA

8
Praktek ini paling baik diterapkan dalam sebuah workshop oleh anggota pimpinan industri bersangkutan.

5-23
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

3. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

3.1. Strategi Pengembangan

1) Pelaku
Hanya ada 180 usaha menengah dan besar yang menghasilkan Rp 2,5 milyar nilai
tambah bagi Mamminasata. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bukan hanya
jumlah pasti usaha tapi juga keragaman sektor terbatas. Membantu usaha yang ada
saja tidak akan cukup untuk pembangunan industri di Mamminasata. Selain
membantu usaha yang ada, dua arahan harus secara simultan dicari untuk
meningkatkan jumlah pelaku dalam sektor manufaktur; yaitu, (i) mengundang
investor baru dari luar Sulawesi, dan (ii) membantu perkembangan
pengusaha-pengusaha baru dari daerah untuk ikut berkiprah. Hingga kondisi
investasi membaik, maka akan lebih realistis untuk menargetkan investor yang
sedang beroperasi di Indonesia dan mau memperluas kegiatannya di Mamminasata.
Investor baru secara bertahap akan diundang sejalan dengan membaiknya kondisi
investasi.

2) Pasar Target
Sementara permintaan lokal tidak melihat produk berkualitas tinggi, maka akan lebih
masuk akal jika pihak industri menargetkan pasar di luar Mamminasata dengan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia di Indonesia Timur. Namun demikian,
lokasi terpencil semakin menambah biaya transportasi dan waktu pengangkutan yang
diperlukan lebih lama. Tiga syarat berikut harus dipenuhi untuk mengatasi
faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut.
a) Produksi padat karya
b) Stabilitas mutu terhadap waktu dan suhu
c) Nilai tambah melebihi nilai investasi dan biaya operasi
Melihat kondisi di atas, maka dapat dipahami bahwa industri kayu seperti tripleks
pernah menjadi sektor yang populer untuk investasi. Di lain pihak, beberapa produk
makanan tidak memenuhi syarat di atas. Sebagai contoh, es krim, produk ini sangat
memerlukan pengendalian temperatur, sehingga tidak cocok untuk menargetkan
pasar di luar sebab prasarana yang diperlukan belum sepenuhnya dikembangkan.
Udang beku, yang pernah menjadi produk ekspor populer bagi produsen-produsen
Jepang, saat ini telah kehilangan daya saingnya karena sektor ini menyerap biaya
tenaga kerja, listrik, dan pajak yang tinggi sementara nilai tambahnya tetap rendah.
Sebaliknya, makanan kaleng atau diawetkan dapat memenuhi syarat stabilitas mutu

5-24
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

terhadap waktu dan temperatur.

Industri makanan juga memerlukan biaya investasi tinggi guna memenuhi syarat
kesehatan bila menargetkan pasar internasional. Bahan yang sama seperti minyak
kelapa dan bubuk rumput laut dapat digunakan untuk makanan maupun kosmetik.
Dilihat dari sisi investasi dan biaya operasi, maka target pada industri kosmetik akan
membutuhkan biaya yang lebih kecil dan cukup berpotensi untuk menghasilkan
nilai tambah yang lebih tinggi jika perusahaan bersangkutan memiliki teknologi,
desain pengepakan, dan strategi pemasaran yang tepat.

Namun karena perusahaan lokal tidak memiliki kemampuan teknologi yang cukup,
maka pasar target awalnya adalah pasal lokal. Setelah memiliki cukup modal,
pengetahuan tentang pasar dan teknologi, maka baru sedikit demi sedikit merambah
ke pasar tingkat nasional dan internasional.

3) Penekanan pada Pengembangan SDM


Untuk meningkatkan usaha yang telah ada dan membantu usaha-usaha baru,
kapasitas lembaga untuk pengembangan SDM harus diperkuat; yaitu universitas,
UPT, dan BDI.

Fakultas Teknik

Fakultas teknik atau lembaga pendidikan teknik mempunyai dua mandat berkaitan
dengan pengembangan SDM: mengembangkan SDM yang mampu melakukan
kegiatan penelitian dan pengembangan dan mengembangkan para praktisi yang
secara efektif bekerja atau membantu industri. Saat ini, Fakultas atau lembaga
pendidikan teknik di Mamminasata belum mampu memenuhi kedua target di atas.
Dilihat dari kebutuhan mendesak industri di Mamminasata, maka dibutuhkan lebih
banyak lagi praktisi untuk dikembangkan melalui pendidikan perguruan tinggi
dengan memberi perhatian lebih pada pendidikan kewiraswastaan dan pengetahuan
praktis mengenai manufaktur.

UPT
Pada beberapa tahap pengembangan industri, kapasitas swasta dapat melampaui apa
yang ditawarkan oleh sektor publik. Mungkin benar bahwa fungsi UPT menjadi
kurang efektif dikarenakan sektor swasta memiliki konpetensi lebih dibandingkan
apa yang ditawarkan oleh sektor publik di kawasan yang lebih maju di Indonesia.
Namun demikian, fungsi UPT masih vital di kawasan Mamminasata di mana pemain
industri begitu terbatas. Kapasitas UPT harus ditingkatkan dan mengajarkan
pengetahuan kepada UKM tidak hanya dalam produksi produk prototipe tapi juga
dalam produksi dan pengendalian kualias. UPT sendiri harus betul-betul
mempraktekkan 5S dan proses produksi. (walaupun belum mampu memproduksi

5-25
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

secara massal). Lebih dari itu, UPT harus bekerja sama dengan perguruan tinggi guna
menghasilkan lulusan baru untuk memanfaatkan fasilitas dan melahirkan bisnis baru.
Untuk ini, UPT harus menjadi tempat yang menarik bagi lulusan baru tersebut dalam
hal kebersihan, disiplin dan kualitas pelayanan konsultasi.

BDI

Saat ini, BDI di Mamminasata hanya dimanfaatkan oleh pegawai Disperindag. Oleh
karena beberapa BDI telah melaksanakan uji coba, maka kesempatan pelatihan di
BDI harus pula diperluas ke UKM dan penyedia BDS.

4) Kemitraan Pemerintah-Swasta
Untuk melahirkan industri yang dinamis, sektor swasta harus menjadi pelaku utama
bagi pengembangan industri sementara sektor pemerintah sebagai fasilitator atau
penunjang kegiatan. Berdasarkan kebijaksanaan ini, maka ada dua prinsip yang harus
dipenuhi.

Pertama, pemerintah harus meningkatkan kemampuan penyedia BDS dan


memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan pasar. Khususnya,
personil yang bekerja di sektor swasta harus diikutkan dalam pasar BDS. Guna
memperluas pelayanan, jaringan penyedia BDS akan jauh lebih efektif dimanfaatkan
untuk menyentuh UKM-UKM yang tersebar di mana-mana. Dari pada mencoba
langsung berhubungan dengan UKM, maka sebagiknya lembaga pemerintah seperti
P3ED bekerja sama dengan penyedia BDS.

Kedua, pemerintah harus meminimalkan campur tangannya dalam pasar. Perusahaan


pemerintah harus diarahkan untuk memberi kesempatan bagi sektor swasta untuk
ikut dalam pasar. Mamminasata pernah memiliki pengalaman yang kurang baik
dalam mengelola sebuah perusahaan kertas pemerintah di Gowa. Kesalahan yang
sama tidak boleh terulang pada pabrik gula pemerintah di Takalar. Sebelum industri
benar-benar kehilangan daya saingnya dan para petani berhenti memproduksi tebu,
maka investasi swasta harus dicari untuk industri gula ini.

5) Promosi Industri Terkait dan Penunjang


Industri dan pasar sangat bergantung pada Jawa Timur, sebab Mamminasata hanya
menawarkan ragam produksi yang terbatas. Dalam merancang pengembangan
industri, pihak penerima manfaat yang ditargetkan harus selalu menyertakan industri
penunjang dan industri terkait. Negara seperti Malaysia memberikan perlakuan pajak
istimewa untuk investor baru yang menjadi pioneer (pelopor). Jenis perlakuan pajak
seperti ini harus dipelajari dengan baik. Pada saat yang sama, program-program
pelatihan baru harus dirancang untuk keperluan pengembangan kapasitas perusahaan
dan pengusaha baru yang sudah ada.

5-26
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

6) Promosi Klaster
Promosi klaster memperkuat ikatan antar stakeholder. Ini merupakan pendekatan
yang efektif untuk menciptakan persaingan dalam industri. Gerbang Emas
merupakan prakarsa yang sedang berlangsung sesuai dengan arahan ini. Untuk
suksesnya kegiatan dalam promosi klaster ini, ada lima hal yang perlu dipelajari dan
diingat dari Studi JICA guna meningkatkan kemampuan UKM di Indonesia
(2001-2004).

Tujuan Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Kegiatan promosi klaster harus menetapkan tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka
panjang yang dapat memberikan keuntungan pada para peserta. Tujuan jangka
pendek harus dapat dicapai dalam periode yang terukur karena minat peserta
kemungkinan besar akan hilang jika mereka tidak memperoleh keuntungan dalam
jangka waktu yang telah disepakati sebelumnya.

Fasilitator Klaster

Fasilitator klaster memainkan peranan yang vital dalam menentukan kesuksesan


promosi klaster. Sementara mayoritas peserta cenderung pasif pada tahap awal
pengembangan klaster, maka fasilitator klaster adalah seseorang yang memiliki
motivasi, berdedikasi tinggi dan mempertimbangkan keuntungan seluruh peserta
kegiatan. Ia dapat berasal dari kalangan pemerintahan, salah satu perusahaan anggota,
atau penyedia BDS. Tugas yang terpenting dari seorang fasilitator adalah membawa
para stakeholder ke dalam kegiatan tersebut dan membantu membangun ikatan di
antara para peserta.

Studi JICA untuk penguatan kemampuan klaster UKM mengusulkan pemanfaatan


fungsi LPM (Lembaga Pengabdian Masyarakat) di perguruan tinggi karena fungsi
ideal fasilitator klaster menghendaki sebuah ide agar dapat berkontribusi ke
masyarakat. Tugas sebagai fasilitator klaster juga memberi kesempatan pendidikan
yang baik kepada mahasiswa. UNHAS (Universitas Hasanuddin) di Mamminasata
diharapkan berperan lebih aktif dalam UKM melalui penguatan LPM-nya.

Partisipasi Terbuka
Keanggotaan dalam kegiatan promosi klaster harus bersifat terbuka karena para
stakeholder berubah sesuai dengan topik. Apabila masa keanggotaannya habis, maka
para anggota akan kembali mengurus urusan mereka masing-masing yang mungkin
dapat menciptakan konflik dengan mereka yang bukan anggota. Para peserta harus
ikut berpartisipasi dalam kegiatan secara sukarela. Kelompok kecil yang aktif lebih
baik dari pada kelompok besar yang pasif.

5-27
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Belajar dari Pembeli

Salah satu kegiatan promosi klaster yang paling efektif adalah kegiatan dimana para
peserta dapat mengetahui keinginan pembeli secara langsung. Pihak DINAS harus
membantu mengatur pertemuan dengan para pembeli. Dalam beberapa pengalaman
kegiatan klaster yang sukses di dunia, para pembeli terlibat secara aktif sebab mereka
memberikan masukan menyangkut teknologi dan pelatihan.

Belajar dari Praktek Terbaik

Kegiatan efektif lainnya adalah belajar dari praktek terbaik. Satu cara untuk
melakukannya adalah mengatur pelaksanaan studi tur ke sebuah contoh kasus yang
memperlihatkan kinerja yang tinggi dengan level terukur. Kerjasama dari DINAS
diperlukan guna mengatur pertemuan dalam studi tur tersebut.

7) Pasokan Stabil yang disertai Peningkatan Mutu


Pihak produsen sepertinya bersedia mengupayakan peningkatan mutu bila upaya
mereka diganti dengan bunga ekonomis. Oleh karena itu, beberapa insentif perlu
ditetapkan dengan cara memberikan harga lebih tinggi untuk produk yang lebih baik.
Harga beberapa produk seperti kakao dikendalikan oleh harga pasar internasional, di
mana perubahan kecil pada sistem di Sulawesi Selatan tidak akan mempengaruhi
harga. Salah satu cara yang memungkinkan untuk membuat perubahan adalah dengan
mengundang para pembeli ke pasar yang memanfaatkan sebuah produk dengan
berbagai macam cara. Dalam hal ini kasus gula dapat dijadikan sebagai contoh.
Kebijakan diarahkan untuk mempertahankan harga gula agar tetap rendah demi
kepentingan masyarakat, namun harga gula yang rendah membuat para petani enggan
untuk menanam tebu. Jika tebu dipakai bukan hanya sebagai bahan pembuat gula,
tapi juga untuk produk sampingan seperti sirup gula dan ethanol, maka harga tebu
kemungkinan dapat naik tanpa mempengaruhi harga gula.

Kota Makassar membuka sebuah pusat perdagangan di KIMA (Kawasan Industri


Makassar). Pusat perdagangan tersebut dapat membuka peluang bagi para produsen
untuk melakukan transaksi dengan beragam pembeli yang memanfaatkan produk
untuk tujuan dan maksud yang berbeda-beda. Pusat perdagangan ini juga dapat
memperkuat jalinan komunikasi antar produsen/pedagang dengan pembeli, sehingga
kepentingan bersama dalam hal peningkatan mutu dapat dicapai.

8) Merancang Kawasan Industri


Kegiatan Industri sebaiknya diarahkan ke kawasan industri yang dapat memberikan
jaminan keamanan secara komparatif, prasarana yang memadai, layanan turn-key
untuk beragam prosedur administrasi, dan pertalian yang lebih kuat dengan berbagai
sektor industri. Pemusatan kegiatan industri juga ideal untuk keperluan penanganan

5-28
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

limbah industri. Dalam memilih lokasi, para investor juga mempertimbangkan


kondisi perumahan dan ketersediaan sarana hiburan (lapangan olah raga).
Membentuk sebuah tim pemasaran yang strategis juga merupakan agenda lain yang
penting dalam merancang kawasan industri. Perlu kiranya menyewakan kembali atau
membentuk usaha penjualan patungan dengan agen berpengalaman atau
mempekerjakan tenaga berpengalaman.

9) Pengendalian Anggaran
Kondisi industri biasanya berubah seiring dengan perkembangan industri. Dengan
demikian, konteks lembaga pemerintah juga harus disesuaikan. Namun, pemanfaatan
lembaga yang sudah ada akan lebih baik dibandingkan dengan pembentukan lembaga
baru karena ini dapat menambah belanja pemerintah. Yang tidak kalah pentingnya
adalah mengubah kegiatan/lembaga tertentu bila misi mereka tidak lagi dibutuhkan
oleh sektor industri. Sebagai contoh, saat ini telah banyak diketahui bahwa
pemerintah tidak harus secara langsung membiayai UKM-UKM. Pada waktu
mengubah kegiatan-kegiatan yang tidak perlu, anggaran semacam itu harus dialihkan
pada restrukturisasi bantuan yang lebih penting seperti rehabilitasi UPT.

3.2 Skenario Pengembangan

1) Langkah-langkah Pengembangan Industri


Saat ini, pabrik di Mamminasata sebagian besar memproduksi produk setengah jadi
atau bernilai tambah rendah. Mereka berfokus pada sektor makanan/minuman dan
kerajinan kayu, sementara industri penunjangnya memiliki dasar/landasan lemah.
Dalam rangka meningkatkan industri hingga menjelang tahun 2020 nanti, tujuan
jangka menengah harus dibuat setiap lima tahun sekali.
2020
Spesialisasi dan
diversifikasi

2015
Pengembangan industri
melalui pendekatan klaster

2010
Membangun dasar
Sektor manufaktur di
Mamminasata

Sumber: Tim Studi JICA


Gambar 3-1 Skenario Pengembangan Industri (Image)

5-29
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Tabel 3-1 Skenario Pengembangan Industri (Agenda)


Agenda Tindakan Tujuan
2005-2010 Membanguan dasar • Pengembangan prasarana • Menciptakan lingkungan
• Menegakkan kebijakan yg bisnis guna menarik lebih
berpihak pada pasar banyak investor
• Pengembangan SDM • Menciptakan SDM unggul
dalam manufaktur
2011-2015 Pengembangan Sambil menargetkan manufaktur Untuk memperkuat ikatan
Industri melalui pertanian & kelautan, dilakukan diantra sektor industri berbeda
Pendekatan Klaster pendekatan klaster.
2016-2020 Spesialisasi dan Membimbing setiap perusahaan Untuk menciptakan industri,
Diversifikasi untuk fokus pada pengembangan yang mengolah produk
teknologi, dengan kompetensi inti berkualitas bernilai tambah
didalamnya. tinggi
Sumber: Tim Studi JICA
Hingga tahun 2010 nanti, pemerintah harus mengupayakan membangun dasar
dengan mengembangkan prasarana, kebijakan yang berpihak pada pasar, dan SDM.
Kemudian dari tahun 2011 sampai 2015, investasi dipercepat. Sambil menargetkan
manufaktur pertanian dan kelautan, pendekatan klaster diterapkan sehingga industri
penunjang tumbuh pada waktu yang bersamaan. Diasumsikan bahwa menjelang
tahun 2015, Mamminasata memiliki perusahaan yang cukup yang siap dengan
produk berkualitas dan bernilai tambah tinggi. Kemudian dari tahun 2016 hingga
2020, penekanan pada pengembangan teknologi. Setiap perusahaan dibimbing untuk
fokus pada pengembangan teknologi dengan kompetensi tinggi didalamnya, dan
secara keseluruhan, diversifikasi teknologi akan terlihat di Mamminasata.

2) Target Pertumbuhan
Departemen Perindustrian sedang mempersiapkan rencana pengembangan nasional
jangka menengah, dimana ditargetkan 8,6% pertumbuhan tiap tahun dalam sektor
manufaktur non BBM dari tahun 2004 sampai 2009. Kemudian, ditargetkan
pencapaian pertumbuhan 10% tiap tahun dari 2010 hingga 2025. Demikian juga,
BAPPEDA Sulawesi Selatan memperkirakan tingkat pertumbuhan tahunan dalam
sektor manufaktur di Sulawesi Selatan adalah 9,3% dari tahun1994 hingga 2020.

Namun demikian, tingkat pertumbuhan rata-rata di sektor manufaktur dari tahun


2000 hingga 2003 adalah sebesar 5,0% di Mamminasata, dan nampaknya
pertumbuhan tahunan 9,3% agak sedikit terlalu ambisius khususnya karena
prakondisi, pengembangan prasarana dan langkah-langkah kebijakan belum
terpenuhi saat sekarang ini. Perkiraan yang berlebih harus dihindari agar
menghindari investasi berlebihan, yang mengakibatkan pengembalian rendah. Oleh
karena itu, Tim Studi JICA mengusulkan tingkat pertumbuhan tahunan adalah 6,3%,
yang bisa diraih apabila upaya yang memadai dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut (Lihat metodologi penghitungan).

5-30
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

4,000,000
food, beverages (L&M)
3,500,000

3,000,000

2,500,000
Million Rp.
wood products, furniture
2,000,000 (L&M)

1,500,000
small and micro
enterprises
1,000,000

equipment, machinery,
500,000 apparatus (L&M)

0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

L&M: Large and medium enterprises (Usaha Besar & Menengah)


Sumber: Tim Studi JICA

Gambar 3-2 Projeksi Pertumbuhan Manufaktur Sektor PDRB di Mamminasata

3) Tata Guna Lahan


Berdasarkan model proyeksi PDRB di atas, luas kawasan industri diproyeksikan.
Diperkirakan lahan tambahan seluas 700 ha akan diperlukan untuk menunjang
pertumbuhan sektor industri termasuk lahan pergudangan dan perluasan perusahaan
yang ada saat ini hingga menjelang tahun 2020. Namun, perlu diingat bahwa
penentuan tata guna lahan bagi industri memakan waktu lebih lama dari perkiraan
kebutuhan lahan bagi pengembangan industri.

120,000 1,400
Laborers 1,200
100,000
Industrial Area (ha)
No. of Laborers

1,000
80,000
800
60,000
Land 600
40,000
400
20,000 200
0 0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Sumber: Tim Studi JICA


Gambar 3-3 Proyeksi Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Kawasan Industri di Mamminasata

Saat ini, tim pengelola KIMA sedang menyelidiki beberapa tempat yang dicalonkan
sebagai lokasi dari kawasan industri yang baru. KIMA berencana memperluas 200 ha
di sekitar lokasi kawasan industri saat ini sambil mencari kawasan tambahan lainnya.
Pemerintah Kabupaten Maros, Gowa, dan Takalar masing-masing mengusulkan
lokasi yang memungkinkan di setiap kabupaten. Gambar 3-4 dan Tabel 3-2
merangkum berbagai ciri dan fungsi dari masing-masing lokasi.

5-31
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Zona Industri
Sub Sektor Menjanjikan

Industri perumahan,
barang-barang higienis,
batu bata, perabot

Pengolahan kosmetik &


obat-obatan, pengolahan
produk pertanian

Pengolahan produk
pertanian, perabot, barang
elektronik

Industri daur ulang,


pengepakan, industri
inovasi yang akan
dikembangkan UNHAS

Pengolahan buah, kakao,


vanila, rumput laut,
kedelai, jagung, ternak

Gambar 3-4 Zonasi Industri di Mamminasata

Tabel 3-2 Usulan Lokasi Industri

Akses ke Ketersediaan Kondisi


Nama Lokasi Fungsi Jalan
fasilitas lahan lahan
KIMA Makassar Gabungan Dekat ○ Kawasan
berbagai ○ pelabuhan 200Ha industri
industri laut & + 30ha yg
udara belum terjual
KIMA2 Kec. Pertanian & 1km dari Jl. Dekat Desa
Marusu, kelautan, Pattingalloang pelabuhan △
Maros semen, laut & 200ha
marmer, kayu udara
KIWA Pattalasang, Agro, Jalan lingkar Lahan tak
Gowa berhubungan luar & ○ terpakai
dengan Fak. perpanjangan 255ha untuk tebu
Teknik Jl. Sultan
Hasanuddin Alauddin
KITA Galesong Agro & Jalan pesisir Dekat △ Desa
Utara, kelautan, kayu pantai pelabuhan 200ha
Takalar laut lokal
Sumber: Tim Studi JICA

Di antara KIMA2 (Kawasan Industri Makassar 2), KIWA (Kawasan Industri Gowa),
dan KITA (Kawasan Industri Takalar), hanya lokasi KIWA yang telah dimiliki
pemerintah karena lahan tersebut dimanfaatkan untuk perkebunan tebu. Lokasi
KIWA dekat dengan Sungguminasa dimana terdapat pemusatan Usaha kecil &

5-32
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

Menengah (UKM). Lokasi KIMA2 dan KITA belum dipastikan, tapi pemerintah
Maros saat ini sedang mempertimbangkan untuk memilih lokasi yang dekat dengan
perbatasan Makassar.

Kriteria

Dalam memilih lokasi, ada dua kriteria penting. Pertama, lokasi industri tersebut
harus memperhatikan aspek daya tarik bagi investor yang lebih mengutamakan
aspek-aspek menyangkut kondisi prasarana. Akses yang baik ke pelabuhan udara dan
laut merupakan prasyarat tidak hanya untuk ekspor tapi juga untuk impor. Lebih
penting lagi, ketersediaan listrik dan air harus dapat dijamin. Pemadaman listrik
jangan sampai terjadi. Kedua, biaya investasi harus dikaitkan dengan pembangunan
jalan, listrik, air dan jaringan telekomunikasi. Memperhitungkan sisi baik diperlukan
jika akan mengembangkan sebuah kawasan industri di daerah terpencil.

Fungsi

Karena dekat dengan pelabuhan laut dan udara, KIMA melayani


perusahaan-perusahaan yang bergerak di berbagai bidang bisnis. Jika KIMA2
dibangun, maka fungsinya akan sama. KIMA2 ini lebih dekat dengan pabrik semen
dan marmer dan memiliki potensi mengembangkan manufaktur konstruksi dan
perumahan yang memanfaatkan produk-produk bahan galian.

Namun di sisi lain, tidak seperti kawasan industri usulan lainnya, lokasi KIWA
berada di tengah permukiman. Oleh karena itu, kecil kemungkinan kawasan ini dapat
menghasilkan input dan output dengan volume lebih besar. Namun demikian,
keunikan KIWA adalah lokasinya yang dekat dengan Fakultas Teknik UNHAS,
rencana kampus baru di Gowa. Departemen Pendidikan Nasional sedang berencana
untuk memulai sebuah proyek baru yang disebut Hi-Link, dimana kegiatan Penelitian
dan Pengembangan di perguruan tinggi diarahkan kontribusinya ke industri lokal.
KIWA dapat menjadi lokasi bagus bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan
proyek Hi-link. Apabila proyek tersebut sukses, maka ini dapat membuat
perusahaan-perusahaan tersebut tertarik menjalankan kegiatan software & Penelitian
dan Pengembangan.

Seperti KITA, sebuah perencanaan lokasi industri harus mempertimbangkan lahan


pertanian. Takalar merupakan lokasi yang vital untuk produksi beras, gula dan jagung.
Akan lebih baik bila Takalar mengundang investor yang memanfaatkan produk
pertanian dan laut bernilai tambah tinggi seperti kosmetik dan makanan bergizi
daripada membangun kawasan industri besar. Idenya adalah membangun kawasan
industri dekat Pabrik Gula Takalar, jika pabrik dapat diaktifkan kembali melalui
prakarsa sektor swasta, yang secara strategis mengalokasikan industri seperti industri
pengolahan mangga dan jus buah lainnya, susu kedelai, pengolahan rumput laut

5-33
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

menjadi kosmetik dan buah-buahan bergizi, pembuatan peti-peti kayu dan industri
penunjang lainnya serta pengolahan produk sampingan dari pabrik gula tersebut.

Produk buah, produk kakao,


produk vanilla (Pengolahan
produk pertanian dihubungkan
dengan pabrik gula)

Produk Produk Kedelai


rumput (Susu, tempe, tahu,
laut Pabrik Gula
kecap)
(Saat Ini)
Produk
Perikanan Produk Jagung

(Produk Samping)
Produk Molase
Produk Vagan

Makanan Ternak
Makanan Ikan

Gambar 3-5 Gambaran Klaster Produk Pertanian Takalar

5-34
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

4. RENCANA AKSI

Untuk promosi pengembangan industri, 10 tindakan diusulkan untuk segera


diimplementasikan. Tabel 1-5 memperlihatkan daftar rencana tindakan. Meski
rencana detail belum mencakup item-item pembangunan prinsip, namun tetap
menjadi prasyarat guna pengembangan industri.

Tabel 4-1 Rencana Aksi Pengembangan Industri

Pemerintah Sektor Swasta


Kegiatan Kegiatan Promosi Klaster
Penunjang 1) Industri Kakao
2) Industri Gula
3) Memperkuat Kapasitas Penyedia BDS
4) Memperkuat Kapasitas UPT
5) Memperkuat Kapasitas BDI
6) Memperkuat Kapasitas P3ED
7) Memperkuat Kapasitas BLKI
Dasar 8) Mengumpulkan statistik industri
Industri 9) Pengembangan kawasan industri
10) Memperkuat kapasitas universitas teknik
(lihat langkah pada perlakuan pajak di Bab 2.5)
Fundamental Pengembangan prasarana
Stabilitas makro-ekonomi
Penghapusan korupsi
Penghapusan produk ilegal dari pasar
Pembenahan pendidikan dasar
Sumber: Tim Studi JICA

5-35
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

1) Promosi Klaster Industri Kakao


Latar belakang Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga sementara 70%
ekspor kakao berasal dari Sulawesi Selatan. Namun, industri kakao
tersebut memiliki banyak persoalan. Pertama, kualitas kakao Sulawesi
Selatan rendah. Oleh sebab itu, harga pasar internasional tetap rendah
terhadap kakao baik yang difermentasi atau yang tidak difermentasi.
Harga yang tidak elastis ini membuat para petani enggan untuk
memperbaiki kualitas biji kakao. Kedua, industri ini terancam karena
rendahnya produktivitas dikarenakan pohon-pohon kakao yang sudah
menua dan halangan dari CPB. Ketiga, hanya 10% kakao diolah di
Sulawesi Selatan sementara lainnya diekspor dalam bentuk biji kakao.
Organisasi a) Sektor Swasta (petani, pedagang, pengolah kakao)
Pelaksana b) ASKINDO
c) Penyedia BDS
d) DINAS (Pertanian, Industri dan Pedagang, BPPMD)
e) KIMA
f) Lembaga mikro-finance
Tujuan a) untuk meningkatkan produktivitas kakao
b) untuk meningkatkan kualitas kakao
c) untuk meningkatkan pengolahan kakao
Kegiatan a) pelatihan teknik penanaman
b) pelatihan teknik pasca panen
c) pembelian pohon kakao dengan pinjaman mikro-finance
d) peningkatan komunikasi antara pengolah dan petani
e) mengundang investor baru dalam pengolahan kakao
Jadwal kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
pelaksanaan a) pelatihan teknik penanaman
b) pelatihan teknik pasca panen
c) pembelian pohon kakao
d) peningkatan komunikasi antara
pengolah dan petani
e) mengundang investor baru
dalam pengolahan kakao
Hasil yang a) peningkatan produksi kakao
diharapkan b) peningkatan kualitas biji kakao
c) harga kakao berdasarkan kualitas biji kakao
d) peningkatan produksi kakao olahan

5-36
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

2) Promosi Klaster Industri Gula


Latar belakang Walaupun Indonesia pernah sekali menjadi salah satu pusat produksi gula
terbesar, namun tingkat produksinya telah menurun dan tidak dapat lagi
memenuhi permintaan nasional. Mamminasata sebagai salah satu lokasi
strategis produksi gula harus memperkuat persaingan industri.
Organisasi a) Sektor Swasta (petani, pedagang, pabrik gula, dan pabrik produk
Pelaksana sampingan)
b) DINAS (Pertanian, Industri dan Perdagangan, BPPMD)
c) P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia)
Tujuan a) untuk meningkatkan produksi gula
b) umtik memaksimalkan penggunaan tebu
Kegiatan a) Pembangunan irigasi di lahan kebun tebu
- Mengalokasi air irigasi tambahan pada sistem Bili Bili
- Studi metode irigasi alternatif yang mengkonsumsi lebih sedikit air
(misalnya, irigasi siram dan irigasi tetes pada lahan berombak-ombak)
b) Peningkatan teknik penanaman
- Pengenalan varitas baru yang cocok untuk pembudidayaan irigasi
- Pemberian pupuk dan input lainnya yang sesuai
c) Mengundang investor pengolah gula
d) Restrukturisasi dan renovasi pabrik gula pemerintah
e) Mengundang investor memproduksi sirup gula
f) Studi mengenai produksi ethanol dan implementasi
Jadwal Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
Pelaksanaan a) Pembangunan irigasi
b) Perbaikan teknik penanaman
c) mengundang investor pengolah
gula
d) restrukturisasi dan renovasi
pabrik gula pemerintah
e) mengundang investor
memproduksi sirup gula
f) studi mengenai produksi ethanol
dan implementasi
Hasil yang a) peningkatan produksi gula
diharapkan b) peningkatan produksi sirup gula
c) peningkatan pendapatan petani tebu
d) promosi sumber energi alternatif

5-37
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

3) Penguatan Kapasitas Penyedia BDS


Latar Belakang Tingkat perkembangan penyedia BDS menunjukkan kematangan
perkembangan industri. Di Indonesia, kebijakan telah diarahkan untuk
mengembangkan penyedia BDS swasta. Namun, penyedia BDS belum
mengembangkan pasar mereka sementara pihak pemerintah memberikan
pelayanan yang luas secara langsung di Mamminasata. Situasi ini tidak
hanya menciptakan distorsi dalam pasar BDS tapi juga membatasi
jangkauan UKM-UKM.
Organisasi a) Penyedia BDS
Pelaksana b) Lembaga Penunjang (BDI, P3ED)
c) DINAS (Perdagangan dan Industri)
Tujuan a) untuk memperlebar jangkauan UKM
b) untuk memberikan pelayanan praktis dan atas permintaan ke UKM
Kegiatan a) membuat daftar penyedia BDS termasuk pegawai dalam sektor
manufaktur
b) pelatihan penyedia BDS di BDI dan P3ED
c) menjalin ikatan antara penyedia BDS dan BDI/P3ED untuk
memperluas pelayanan
Jadwal Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
Pelaksanaan
a) membuat daftar penyedia BDS
b) pelatihan penyedia BDS
c) membangun hubungan antara
penyedia BDS dan BDI/P3ED
Hasil yang a) perluasan pasar untuk penyedia BDS
diharapkan b) perbaikan pelayanan oleh penyedia BDS
c) perluasan jangkauan hingga ke UKM

5-38
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

4) Penguatan Kapasitas UPT


Latar Belakang Penting bagi Mamminasata untuk memperkuat industri penunjang dan
terkait seperti kerajinan logam dan mesin. Walaupun kerajinan logam
UPT di Makassar diharapkan memberi kontribusi terhadap
perkembangan industri kerajinan logam, namun dampak terhadap sektor
kerajinan logam masih terbatas. Mesin dan peralatan di UPT kurang
terpelihara.
Organisasi a) BPTTL/UPT
Pelaksana b) DINAS (Industri dan Perdagangan)
Tujuan a) untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor kerajinan logam
b) untuk meningkatkan penggunaan fasilitas incubator
Kegiatan a) Perbaikan mesin
b) Pelatihan bagi pelatih mengenai 5S dan produksi dan kontrol kualitas
di BDI
c) Mempraktekkan 5S di UPT
d) Memberikan pelayanan konsultasi mengenai kontrol produksi dan
kualitas
e) Pelatihan mengenai produk prototipe (proyek lanjutan)
Jadwal Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
pelaksanaan a) merenovasi mesin
b) pelatihan pelatih
c) praktek 5S
d) Memberi pelayanan konsultasi
ttg produksi dan kontrol
kualitas
e) Pelatihan mengenai produk
prototipe
Hasil yang a) Peningkatan penggunaan fasilitas pelayanan oleh UKM
diharapkan b) Peningkatan penggunaan fasilitas/pelayanan oleh inkubator
c) Perbaikan pelayanan konsultasi

5-39
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

5) Memperkuat Kemampuan BDI


Latar Belakang BDI merupakan salah satu lembaga yang memberikan pelatihan industri
di Mamminasata, tapi kursus pelatihan tersebut ditawarkan hanya untuk
personil Disperindag. Selain itu, BDI tidak memiliki kursus/pelatihan
tentang produksi dan kontrol kualitas
Organisasi a) PUSDIKLAT-INDAK / BDI
Pelaksana b) DINAS (Industri dan Perdagangan)
Tujuan Untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor manufaktur
Kegiatan a) Kursus pelatihan terbuka mengenai 5S dan produksi dan kontrol
kualitas (sudah ada dalam rencana)
b) Kursus pelatihan terbuka bagi UKM dan penyedia BDS
c) Pelatihan lanjutan terbuka
(pelatihan di kelas→praktek lapangan→tindak lanjut)
Jadwal Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
Pelaksanaan a) Kursus pelatihan mengenai 5S
dan produksi dan kontrol
kualitas
b) Kursus pelatihan terbuka bagi
UKM dan penyedia BDS
c) Pelatihan lanjutan
Hasil yang a) Perbaikan dalam 5S dan produksi dan kontrol kualitas di kalangan
diharapkan UKM
b) Peningkatan pengetahuan mengenai 5S dan produksi dan
pengendalian mutu di antara penyedia BDS dan Dinas Perindag

5-40
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

6) Penguatan Kapasitas P3ED


Latar Belakang P3ED merupakan sebuah lembaga baru di Sulawesi Selatan yang
didirikan atas kerjasama dengan JICA. Karena jumlah perusahaan
pengolahan yang menargetkan ekspor terbatas di wilayah Mamminasata,
maka hasil kegitannya tidaklah sebagus di P3ED lainnya seperti di
Surabaya. Satu masalah yang menghalangi kesempatan ekspor adalah
kurang berkembangnya sektor pengepakan di Mamminasata.
Organisasi a) NAFED/P3ED
Pelaksana b) DINAS (Industri dan Perdagangan)
c) Penyedia BDS
Tujuan a) untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor manufaktur
b) untuk mengembangkan kapasitas pengepakan dan percetakan
Kegiatan a) membentuk seksi pengepakan
- memperkenalkan perancang-perancang pengepakan
- memperkenalkan pemasok bahan pengepakan
- pelayanan konsultasi pengepakan dan kontrol kebersihan
b) memberikan informasi pasar bukan hanya dari luar negeri tapi juga
domestik
c) memperkuat ikatan dengan penyedia BDS dan lembaga penunjang
lainnya
Jadwal Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
Pelaksanaan a) Membentuk seksi pengepakan
b) Memberikan informasi pasar
domestik
c) Penguatan ikatan
Hasil yang a) perbaikan pengepakan di semua perusahaan pengolahan daerah
diharapkan b) penggunaan oleh UKM tidak hanya untuk target ekspor tapi juga
pasar domestik
c) jangkauan yang lebih luas hingga ke UKM

5-41
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

7) Penguatan Kapasitas BLKI


Latar Belakang BLKI adalah balai latihan kerja dalam lingkup Departemen Tenaga
Kerja & Transmigrasi. Kira-kira 370 pemuda menerima latihan setiap
tahun. BLKI memberikan latihan kerja praktis, yang memberi kontribusi
terhadap pengembangan industri lokal. Walaupun berbagai kursus
ditawarkan, tak ada jurusan pengepakan dalam pelatihan tersebut.
Organisasi a) BLKI
Pelaksana b) DINAS (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi)
Tujuan a) Untuk meningkatkan kontribusi terhadap sektor manufaktur
b) Untuk mengembangkan kapasitas pengepakan
Kegiatan a) Memperkuat pelatihan 5S dan produksi dan kontrol kualitas
b) Membuat kursus pengepakan dan percetakan
c) Membuka pelatihan lanjutan
(pelatihan dalam kelas→praktek lapangan→lanjutan)
Jadwal Kegiatnan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
Pelaksanaan a) Memperkuat pelatihan 5S dan
produksi dan kontrol kualitas
b) Kursus pelatihan pengepakan
dan percetakan
c) Pelatihan lanjutan
Hasil yang a) Perbaikan penerapan 5S dan produksi & pengendalian mutu di
diharapkan UKM-UKM
b) Perbaikan pengepakan dan percetakan di UKM-UKM

5-42
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

8) Penyusunan Statistik Industri


Latar Belakang BPS Sulawesi Selatan tidak menerbitkan data industri yang dirinci per
sektor dan kota/kabupaten. Investor memerlukan data statistik saat
menentukan lokasi. Adalah penting untuk segera menerbitkan data tersebut
sehingga para investor tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk
penelitian dan mengurungkan niat oleh karena datanya tidak tersedia.
Organisasi a) BPS
Pelaksana b) DINAS (Disperindag)
Tujuan Menjalankan analisis industri dengan lebih mudah
Kegiatan Mengumpulkan dan menerbitkan rincian data industri per sektor dan
kota/kabupaten
Jadwal Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
Pelaksanaan Pengumpulan dan penerbitan data
Hasil yang Statistik industri tersusun dengan baik dan lengkap
diharapkan

5-43
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

9) Pengembangan Kawasan Industri


Latar Belakang Untuk menyerap proyeksi pengembangan industri, maka diperlukan
perluasan kawasan industri. Kawasan industri harus didesain sedemikian
rupa sehingga dapat menarik investor baru. Pada saat yang sama,
konsentrasi industri dibutuhkan guna perlindungan lingkungan.
Organisasi a) KIMA
Pelaksana b) BPPMD
c) BKSPMM (Badan Kerjasama Pembangunan Metropolitan
MAMMINASATA)
Tujuan a) Mengundang investor baru
b) Menjalankan perencanaan kota dengan pengembangan yang
berkelanjutan
Kegiatan a) Pengembangan prasarana di dalam dan sekitar kawasan industri
b) Membangun kawasan hunian yang nyaman dan tempat (olah raga)
rekreasi
c) Membangun formasi pemasaran
d) Membangun formasi pelayanan satu atap
Jadwal Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
Pelaksanaan a) Pengembangnan prasarana
b) Membangun kawasan hunian
dan tempat rekreasi
c) Pembentukan pemasaran
d) Pembentukan pelayanan satu
atap
Hasil yang a) Meningkatnya jumlah investor dalam sektor manufaktur di
diharapkan Mamminasta
b) Pengelolaan limbah industri secara tepat

5-44
STUDI IMPLEMENTASI
RENCANA TATA RUANG TERPADU Studi Sektoral (5)
WILAYAH METROPOLITAN MAMMINASATA PENGEMBANGAN INDUSTRI

10) Penguatan Kapasitas Fakultas Teknik


Latar Belakang Sementara perusahaan pengolahan tidak dapat menyerap mayoritas
lulusan dari perguruan tinggi di Mamminasata, maka penting bila
fakultas atau perguruan tinggi bidang teknik lebih menekankan pada
pelatihan inkubasi. Pada saat yang sama, fakultas teknik harus
memberikan lebih banyak pengetahuan praktis dan praktek yang cocok
dengan kebutuhan sektor manufaktur. Fakultas Teknik UNHAS akan
pindah ke lokasi baru di Gowa. Kampus baru tersebut harus didesain
bersamaan dengan penyusunan kurikulum yang baru.
Organisasi a) Fakultas Teknik, UNHAS
Pelaksana b) LPM, UNHAS
c) LPT-Kerajinan Logam, Makassar
Tujuan Untuk memperkuat pengembangan SDM yang memberikan kontribusi
kepada peningkatan industri
Kegiatan a) Mendirikan kursus wajib mengenai kewiraswastaan (kegiatan
meliputi perencenaan bisnis dan metodologi pemasaran)
b) Memperkuat pengajaran kontrol produksi dan kualitas.
c) Memperkuat pengajaran menggambar teknik
d) memperkuat ikatan UPT kerajinan logam untuk meningkatkan
kegiatan inkubasi oleh lulusan
e) Meningkatkan kegiatan LPM
Jadwal Kegiatan 2006-2010 2011-2015 2016-2020
Pelaksanaan a) Pelatihan kewiraswastaan
b) Peningkatkan pengajaran
tentang produksi dan
pengendalian mutu
c) Pengajaran menggambar teknik
d) Memperkuat ikatan dengan
UPT
e) Meningkatkan kegiatan LPM
Hasil yang a) Meningkatnya jumlah lulusan yang masuk ke sektor manufaktur
diharapkan b) Meningkatnya jumlah lulusan yang memulai bisnis manufaktur
c) Para lulusan memperlihatkan kecakapan yang bagus dalam bidang
manufaktur

5-45

Anda mungkin juga menyukai