Anda di halaman 1dari 13

Confidential Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN SAWAH DI KABUPATEN MAROS


SELAMA 20 TAHUN KEDEPAN

Suryawati dan Roy Efendi

Balai Penelitian Tanaman Sereali, Maros

ABSTRAK

Daya dukung lahan ditentukan oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial-ekonomi-budaya
yang saling mempengaruhi. Daya dukung suatu wilayah dapat naik atau turun tergantung dari
kondisi biologis, ekologis dan tingkat pemanfaatan manusia terhadap sumberdaya alam. Daya
dukung lahan sawah di Kabupaten Maros untuk 20 tahun (tahun 2012 – 2032) menunjukkan
kecenderungan menurun. Penurunan daya dukung lahan sawah pada tahun 2012 – 2027
masih dalam status aman, dimana nilai daya dukung lahan > 2 yaitu 3,16 – 4,18 atau lebih
besar dari kepadatan penduduk yaitu 2,02 – 2,61, namun pada tahun 2032 daya dukung lahan
sawah menunjukkan status di ambang batas tidak aman dimana nilai daya dukung lahan yaitu
2,88 sama dengan kepadatan penduduk yaitu 2,84. Terdapat beberapa faktor yang menjadi
ancaman penurunan daya dukung lahan sawah di Kabupaten Maros seperti pertumbuhan
pendukuk yang tinggi dan letak Kabupaten Maros yang strategis yang dekat dengan Makassar
sehingga memicu urban dan pengembangan kota “Mamminasata” (Makassar, Maros, Gowa,
dan Takalar) akan berdampak langsung terhadap alih fungsi lahan sawah serta kegiatan
pertambangan di kawasan hutan karst jika salah dalam pengelolaannya akan menimbulkan
dampak negatif terhadap daya dukung lahan sawah. Diperlukan implementasi pengendalian
alih fungsi lahan sawah produktif dengan penetapan peraturan perundang-undangan,
penetapan zonasi perlindungan lahan sawah abadi dan pemeliharaan dan pengawasan hutan
oleh pemerintah, masyarakat dan LSM serta pelaku pertambangan di kawasan hutan agar daya
dukung lahan sawah dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat yang layak untuk penduduk
Kabupaten Maros.

Kata Kunci: daya dukung lahan, kabupaten Maros, padi, sawah

PENDAHULUAN

Sektor pertanian mempunyai peran strategis dalam pembangunan ekonomi


nasional dimana lahan pertanian menjadi faktor produksi pertanian yang utama dan
unik karena tidak dapat digantikan dalam sebuah proses usaha pertanian. Lahan
pertanian merupakan salah satu unsur sumberdaya alam dimana sifat fisik maupun
kimia tanah akan turut menentukan keberhasilan di bidang pertanian, disamping faktor
iklim, air irigasi, teknologi, aktivitas manusia, dan faktor produksi lainnya.
Di Indonesia lahan sawah memegang peranan besar dalam penyediaan
pangan khususnya beras untuk pemenuhan karbohidrat yaitu sebesar 90% (Suryana,
2005). Sebagai produsen beras, sumberdaya lahan sawah berperan strategis dalam
menjaga ketahanan pangan nasional karena beras merupakan makanan pokok bagi

339
Confidential Suryawati dan Roy Efendi: Proyeksi Daya Dukung Lahan Sawah ….

sebagian besar rakyat Indonesia. Oleh karena itu daya dukung lahan sawah perlu
dikelola dengan baik agar dapat berproduksi padi secara berkelanjutan. Menurut
Soemarwoto (2001) daya dukung lingkungan pada hakekatnya adalah daya dukung
lingkungan alamiah, yaitu berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan yang dapat
dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu.
Daya dukung lahan ditentukan oleh banyak faktor baik biofisik maupun sosial-
ekonomi-budaya yang saling mempengaruhi. Daya dukung suatu wilayah dapat naik
atau turun tergantung dari kondisi biologis, ekologis dan tingkat pemanfaatan manusia
terhadap sumberdaya alam. Daya dukung suatu wilayah dapat menurun diakibatkan
kegiatan manusia dan bencana alam, namun dapat dipertahankan dan bahkan dapat
ditingkatkan melalui pengelolaan wilayah secara tepat (Dahuri 2001 dalam Auhadilla
2009).
Untuk mengetahui apakah daya dukung lahan sawah di suatu wilayah telah
terlampaui, dapat dilihat dari suplai beras yang diproduksi di setiap lahan sawah
dibandingkan dengan kebutuhan beras yang diperlukan penduduk di setiap wilayah
setiap tahun. Rasio antara suplai beras dari lahan sawah terhadap kebutuhan pangan
(beras) yang diperlukan penduduk di suatu wilayah mencerminkan status (tingkat)
daya dukung lahan sawah. Informasi tentang status daya dukung lahan sawah ini
berperan penting untuk mengetahui tingkat tekanan penduduk terhadap sumberdaya
lahan sawah. Semakin tinggi tingkat tekanan penduduk semakin besar tekanan yang
diterima oleh agroekosistem lahan sawah. Tertekannya agroekosistem lahan sawah
pada suatu daerah mencerminkan terancamnya keberlanjutan lahan sawah karena
pertambahan jumlah penduduk.
Secara umum terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi lahan pertanian
khususnya lahan sawah yaitu laju pertambahan jumlah penduduk yang besar dan
kompetisi pemanfaatan ruang dari berbagai sektor non pertanian dan rencana alih
fungsi lahan sawah akibat pemekaran kota. Makalah ini secara khusus menganalisis
daya dukung lahan sawah di Kabupaten Maros untuk memenuhi kebutuhan
karbohidrat penduduk selama 20 tahun kedepan.

Gambaran Umum Kabupaten Maros


Kabupaten Maros terletak di bagian barat Sulawesi Selatan antara 40º45’-
50º07’ Lintang Selatan dan 109º205’-129º12’ Bujur Timur yang berbatasan dengan
Kabupaten Pangkep sebelah Utara, Kota Makassar dan Kabupaten Gowa sebelah
Selatan, Kabupaten Bone disebelah Timur dan Selat Makassar di sebelah Barat. Luas
wilayah Kabupaten Maros 161.912 ha yang secara administrasi pemerintahnya

340
Confidential Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

menjadi 14 kecamatan dan 103 desa atay kelurahan. Secara geografis daerah ini
terdiri dari 10% adalah pantai, 5% adalah kawasan lembah, 27% adalah lereng atau
bukit dan 58% adalah dataran. Iklim Kabupaten Maros tergolong iklim tropis basah
dengan curah hujan rata-rata sekitar 331.9 mm setiap bulan dengan rata-rata hari
hujan per bulan berkisar 15 hari selama Tahun 2011 dan suhu udara minimum 23.9°C
dan maksimal rata-rata perbulan 31.2°C. Kondisi topografi tersebut di atas sangat
mendukung pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura,
termasuk posisinya yang berbatasan dengan ibu kota propinsi (Kota Makassar)
sehinga memudahkan pemasaran hasil-hasil pertanian.
Jumlah penduduk Kabupaten Maros pada Tahun 2011 berjumlah 322.212 jiwa,
yang tersebar di 14 Kecamatan, dengan jumlah penduduk terbesar yakni 41.735 jiwa
yang mendiami Kecamatan Turikale. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ditemukan
di Kecamatan Turikale 13,8 jiwa/ha, sedangkan yang terendah di Kecamatan Mallawa
yaitu 0.45 jiwa/ha (BPS Maros 2012). Rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari mulai
2008 – 2011 sebesar 1,70% dan kepadatan penduduk pada tahun 2011 adalah 1,99
jiwa/ha (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah, pertumbuhan dan kepadatan penduduk Kabupaten Maros dari


Tahun 2008 – 2011

Tahun 2011 2010 2009 2008


Jumlah Pria (jiwa) 157.543 155.965 147.212 145.832
Jumlah Wanita (jiwa) 164.699 163.037 159.484 157.379
Total (jiwa) 322.212 319.002 306.696 303.211
Pertumbuhan Penduduk (%) 1,70
Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) 1,99 1,97 1,89 1,87
Sumber: BPS Kabupaten Maros (2012)

Berdasarkan persentase bidang tenaga kerja menunjukkan bahwa bidang


pertanian menyerap tenaga kerja yang besar yaitu 25,38 % diikuti bidang jasa 24,81%,
perdagangan, rumah makan dan hotel sebesar 23,16% dan industry pengolahan
sebesar 9,5% dan lain-lain sebesar 17,4%.

341
Confidential Suryawati dan Roy Efendi: Proyeksi Daya Dukung
ung Lahan Sawah ….

17,14%
lain-lain
25,38%
9,50% Pertanian
Industri
pengolahan
23,16%
Perdagang
24,81%
an, rumah
makan &
Jasa
hotel

Gambar 1. Persentase persentase bidang tenaga kerja


rja
di Kabupaten Maros

Luas Lahan Sawah Dan


nPProduksi Padi
Kabupaten maros m
memiliki lahan sawah seluas seluas 52.004 ha
ha, namun hanya
28,7% lahan sawah irigasi
si dengan luas 14.924 ha dan 71,3% belum b
berigasi dengan
luas 37.080 ha (Tabel 2).
). Dari 52.004 ha luas lahan sawah hanya ha
hanya 50% yang
dibudidayakan untuk tanam
aman padi yaitu seluas 26.015 ha (BPS Su
Sulawesi Selatan,
2011). Berdasarkan luas panen
pa padi sebesar 46.492 ha (Tabel 3) dan
nbbila diasumsikan
luasan tersebut merupakan
kan hasil dua kali panen dalam setahun maka 23.246 ha lahan
yang ditanami padi.
Meningkatnya perta
rtambahan jumlah penduduk dan dukungan
an dinamika dan
kebutuhan pembangunan
n di setiap daerah secara langsung atau
u tidak langsung
‘memaksa’ terjadinya per
erubahan penggunaan lahan-lahan pertani
anian, khususnya
sawah, semakin tinggi. Hal
Ha ini terjadi di Kabupaten Maros dimana a
alih fungsi lahan
pada tahun 2011 sebesarr 85
8 ha (Tabel 2).

Tabe
el 2. Luas dan alih fungsi lahan sawah

Luas lahan Luas lahan sawah


Lu Jumlah luas luas alih
lih fungsi l
sawah irigasi belum irigasi lahan sawah ahan saw
sawah (ha)
14,924 37,080 52,004 8
85
(28,7%) (71,3%) (100%) (0,1
,16%)
Sumber: BPS Provinsii Sulawesi
S Sealatan (2012)

Sebagian besar pro


produksi padi di Kabupaten Maros dihasilkan
an oleh jenis padi
sawah. Jenis padi ini meny
nyumbang 99,68% dari seluruh produksi pad
adi atau sebesar
291.723,20 ton. Sedangka
kan sisanya dihasilkan oleh padi ladang 0,3
0,32%. Produksi

342
Confidential Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

terbesar diperoleh dari kecamatan Bantimurung dengan produksi 61.083 t dari 9.255
ha luas panen (Tabel 3).

Tabel 3. Luas panen dan produktifitas padi di beberapa kecamatan


di kabupaten Maros tahun 2011

Luas Luas
Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas
Kecamatan Panen Panen
(ton) (t/ha) (ton) (t/ha)
(ha) (ha)
Mandai 2,365 14,663 6.2 - - -
Moncongloe 1,786 10,895 6.1 22 132 6.0
Maros Baru 2,125 13,175 6.2 - - -
Marusu 1,630 9,943 6.1 - - -
Turikale 1,968 12,202 6.2 - - -
Lau 4,526 28,514 6.3 - - -
Bontoa 3,860 23,546 6.1 - - -
Bantimurung 9,255 61,083 6.6 - - -
Simbang 4,324 28,106 6.5 - - -
Tanralili 3,491 21,295 6.1 100 600 6.0
Tompobulu 2,736 16,690 6.1 32 192 6.0
Camba 2,139 13,262 6.2 - - -
Cenrana 3,487 21,271 6.1 - - -
Mallawa 2,800 17,080 6.1 - - -
Jumlah 46,492 291,723 6.2 154 924 6.0
Sumber: BPS Kabupaten Maros (2012)

Berdasarkan Tabel 4 menunjukan bahwa rata-rata tahun 2009 – 2011


produktivitas padi di Kabupaten Maros 5,6 t/ha dengan luas panen 43.323 ha maka
rata-rat produksi padi dalam satu tahun sebesar 242.312 t/tahun.

Tabel 4. Luas panen dan produktifitas padi pada tahun 2009-2011 di Kabupaten Maros

satuan 2009 2010 2011 Rata-rata


Luas Panen Ha 41,785 44,571 43,339 43,232
Produksi Ton 218,135 250,219 258,581 242,312
Produktivitas t/ha 5.22 5.61 5.97 5.60
Sumber: BPS Kabupaten Maros, 2012

BAHAN DAN METODE

Penilaian daya dukung lahan sawah di kabupaten maros.


Perhitungan daya dukung lahan sawah untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat
dari padi untuk penduduk Kabupaten Maros selama 20 tahun kedepan berdasarkan
perbandingan antara ketersediaan padi dan kebutuhan bagi penduduk Kabupaten

343
Confidential Suryawati dan Roy Efendi: Proyeksi Daya Dukung Lahan Sawah ….

Maros. Nilai daya dukung lahan sawah didefinisikan sebagai rasio antara produksi
beras dan kebutuhan beras yang dikonsumsi penduduk di suatu wilayah.
Penghitungan nilai daya dukung lahan sawah dirumuskan sebagai berikut (Baja 2012):
 DDLS (daya dukung lahan sawah) = Produklsi Netto (kkal/tahun) / Konsumsi Aktual
(kkal/tahun)
o Produklsi Netto (kkal/tahun) = luas lahan sawah (ha) x produktivitas padi
(ton/ha)x 1000 x 3600 (1 kg beras setara dengan 3600 kkal)
o Konsumsi beras aktual (kkal/tahun)= Konsumsi rata-rata
(kkal/orang/tahun) x jumlah penduduk
o Konsumsi rata-rata (kkal/orang/tahun) = kebutuhan kalori/orang yaitu
2200 kalori kkal/orang/hari x tingkat konsumsi minimum yaitu 85%
kkal/thn x 365 hari

Penilaian status daya dukung lahan sawah (DDLS) adalah jika Nilai DDLS > 2.0
maka secara ekologis aman namun jika nilai DDLS < 2.0 maka secara ekologis tidak
aman, atau membandingkan nilai DDSL dengan kepadatan penduduk. Lingkungan
aman apabila nilai DDLS lebih besar dari nilai kepadatan penduduk.
Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui apakah pemanfaatan lahan sawah
pada setiap tingkat konsumsi beras di Kabupaten Maros telah melampaui daya
dukungnya. Penilaian daya dukung lahan sawah pada skenario tingkat konsumsi beras
menggunakan data jumlah penduduk di Kabupaten Maros dari tahun 2012, 2017,
2022, 2027, dan 2032 (Tabel 5). Data tersebut diperoleh dari hasil perhitungan
proyeksi pertumbuhan penduduk menggunakan data jumlah dan laju pertumbuhan
penduduk di Kabupaten Maros mulai tahun 2008 – 2011 adalah 1,7% (Tabel 5 ).
Rumus proyeksi penduduk: Pn =Po (1 + r)n
dimana: Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n;
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar (2011 sebesar 322.212 orang;
r = laju pertumbuhan penduduk (1,7%)
n = jumlah interval tahun

Penghitungan daya dukung lahan sawah menggunakan beberapa asumsi: (1)


tidak ada bencana alam yang besar seperti gempa bumi, banjir besar dan kekeringan
yang sangat panjang, (2) tidak terjadi degradasi lahan sawah dan lingkungan, dan (3)
tingkat produktivitas lahan mendekati levelling off.

344
Confidential Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis daya dukung lahan sawah di Kabupaten Maros


untuk 20 tahun kedepan yaitu tahun 2012 – 2032 menunjukkan kecenderungan
menurun. Penurunan daya dukung lahan sawah pada tahun 2012 – 2027 masih dalam
status aman, dimana nilai daya dukung lahan > 2 yaitu 3,16 – 4,18 atau lebih besar
dari kepadatan penduduk yaitu 2,02 – 2,61, namun pada tahun 2032 daya dukung
lahan sawah menunjukkan status di ambang batas tidak aman dimana nilai daya
dukung lahan yaitu 2,88 sama dengan kepadatan penduduk yaitu 2,84 (Tabel 5).

Tabel 5. Perhitungan daya dukung lahan sawah pada tahun 2012 – 2032
di Kabupaten Maros

Luas Total
Luas Kepadatan Produk- Total
Penduduk Lahan Produklsi Netto
Tahun Wilayah Penduduk tivitas Produksi
(jiwa) Pertanian (kkal/tahun)
(ha) (jiwa/ha) (ton/ha) (ton)
(ha)
2012 161,912 327,690 2.02 46,407 5.60 259,879 935,565,120,000
2017 161,912 356,506 2.20 45,982 5.60 257,499 926,997,120,000
2022 161,912 387,857 2.40 45,557 5.60 255,119 918,429,120,000
2027 161,912 421,966 2.61 45,132 5.60 252,739 909,861,120,000
2032 161,912 459,073 2.84 44,707 5.60 250,359 901,293,120,000

Lanjutan Tabel 5.

Tingkat Konsumsi
Konsumsi rata-rata Konsumsi Aktual Daya
Tahun Minimum (% Status DD
(kkal/orang/tahun) (kkal/tahun) Dukung
kkal/thn)
2012 0.85 682,550 223,664,539,210 4.18 Aman
2017 0.85 682,550 243,333,497,921 3.81 Aman
2022 0.85 682,550 264,732,135,991 3.47 Aman
2027 0.85 682,550 288,012,560,642 3.16 Aman
2032 0.85 682,550 313,340,255,339 2.88 Ambang batas
tidak aman

Tantangan utama dalam penyediaan pangan khususnya padi di Kabupaten


Maros dihadapkan pada ketersediaan sumber daya lahan yang semakin langka akibat
ahli fungsi lahan sawah, baik luas maupun kualitas serta konflik penggunaan (conflict
of interest). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah laju
pertumbuhan penduduk, pengembangan kota, dan kegiatan industry.

345
Confidential Suryawati dan Roy Efendi: Proyeksi Daya Dukung Lahan Sawah ….

ANCAMAN TERHADAP DAYA DUKUNG LAHAN SAWAH

Laju Pertumbuhan Penduduk dan Letak Wilayah


Laju pertumbuhan penduduk maros cukup tinggi yaitu 1,7% tahun (Tabel 1)
Laju pertumbuhan di Kabupaten Maros selain dipacu angka kelahiran juga adanya
urban. Letak Kabupaten Maros dinilai sangat strategis karena merupakan jalur lintas
utama ke wilayah Sulawesi Selatan bagian utara lewat darat, dan juga karena letaknya
yang bersebelahan dengan Kota Makassar. Kapasitas daya tampung Kota Makassar
yang semakin berkurang namun angka pertumbuhan penduduk terus bertambah,
sehingga secara otomatis mendorong masyarakat untuk mulai tinggal di daerah sub
urban, sehingga Maros akan menjadi tempat permukiman, industri dan infrastruktur
pendukung lainnya, yang memacu percepatan alih fungsi lahan pertanian ke
penggunaan non pertanian. Menurut Iqbal dan Sumaryanto (2007) secara empiris
lahan sawah termasuk lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi baik
untuk lokasi perumahan, perkantoran, perdagangan, serta industri. Mustari et al.
(2005) menyatakan bahwa dengan meningkatnya kepadatan penduduk akan membuat
daya dukung lahan pada akhirnya akan terlampaui.

Pengembangan kota Mammininasata


Pengembangan Kota Baru Metropolitan Mamminasata memiliki nilai strategis
terhadap Wilayah Kabupaten Maros, dimana sebagian wilayah Kabupaten Maros
termasuk dalam rencana pengembangan kota baru tersebut. Pengembangan kota
baru tersebut merupakan salah satu arahan dari rencana Tata Ruang Wilayah
Metropolitan Mamminasata yang dimaksudkan untuk mengarahkan rencana
pengembangan kota untuk menghindari beban kota lama yang makin besar. Wilayah
Kabupaten Maros yang menjadi bagian kawasan pengembangan tersebut adalah
1.039 km2 (103.900 ha) atau 42,2% dari luas wilayah pengembangan Kawasan
Metropolitan Mamminasata sebesar 2.462 km2 atau 246.200 ha (BKPRN 2011).
Rencana kawasan Metropolitan Mamminasata selain berdampak positif terhadap
perkembangan ekonomi, penyediaan dan pembangunan infrastruktur, lapangan kerja,
dan meningkatkan pendapatan asli daerah di Kabupaten Maros, namun kawasan
tersebut secara langsung akan memicu alih fungsi lahan sawah yang akan digunakan
untuk perkembangan jalan, perumahan, industri dan lain sebagainya.

346
Confidential Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

Kegiatan Pertambangan Dan Kerusakan Ekosistem Hutan atau Karst


Kabupaten Maros sebagian dari wilayahnya merupakan ekosistem karst yang
memiliki potensi batugamping besar. Kawasan ini diperkirakan memiliki potensi batu
gamping yang mencapai 39.131.718.750 ton dan marmer mencapai 8.539.974.500 ton
(Pemerintah Daerah Kab. Maros 2006). Salah satu kawasan yang terdapat dalam
bentang alam Karst Maros adalah Hutan Lindung (HL) Bulusaraung. Menurut Taslim
(2007), sejak tahun 2000 terdapat 13 perusahaan industri penambangan marmer yang
berada di dalam kawasan HL Bulusaraung. Selain industri marmer, beberapa jenis
industri tambang di Kabupaten Maros seperti potensi tambang batu bara, bahan baku
semen. Potensi tambang saat ini yang telah dieksplorasi adalah semen yang dikelolah
oleh investor dalam negeri (PT. Semen Bosowa). Potensi tambang tersebut memiliki
prospek pengembangan dan pangsa pasar yang luas baik pasar lokal, regional,
nasional maupun ekspor.
Menurut Prawitosari (2011), akibat kegiatan industri pertambangan di kawasan
kars di Kabupaten Maros akan mengganggu sistem hidrologi seperti: a) peningkatan
aliran permukaan, karena hilangnya tanaman penutup lahan, b) penurunan debit
sebagai sumber air, c) perusakan sistem air pada dasar gua/danau dalam tubuh
batuan kars, dan d) terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau. Ancaman banjir atau kekeringan diperparah oleh adanya perubahan iklim
global yang meningkatkan resiko terjadinya banjir dan kekeringan (Susandi, 2009).
Kabupaten Maros termasuk daerah yang sering mengalami banjir pada musim hujan
dan longsor, pada 2005 Kabupaten Maros mengalami bencana banjir di 26 kelurahan
dan desa dengan jumlah keluarga yang tertimpa bencana tersebut adalah 4.531
keluarga dan longsor terjadi di 4 lokasi yang menimpa 124 keluarga (Rahayu et al.
2012). Hasil penelitian Guritno (2006) menunjukkan bahwa kejadian bencana longsor
dan banjir yang semakin marak di Jawa mengindikasikan pemanfaatan lahan telah
melampaui daya dukungnya.

STRATEGI PENGENDALIAN PENURUNAN DAYA DUKUNG LAHAN SAWAH

Dalam upaya pengendalian dan perlindungan lahan sawah di Kabupaten Maros


agar daya dukungnya tetap menunjung pemenuhan kebutuhan karbohidat secara
berkelanjutan dibutuhkan kebijakan dan implementasi penting yaitu menekan alih
fungsi lahan sawah produktif dan menjaga kawasan hutan sebagai penjangah
kehidupan dan kebutuhan air.

347
Confidential Suryawati dan Roy Efendi: Proyeksi Daya Dukung Lahan Sawah ….

Strategi pengendalian alih fungsi lahan sawah produktif adalah dengan


penetapan peraturan perundang-undangan penetapan zonasi perlindungan lahan
sawah abadi berikut kebijakan pengelolaannya dan implementasi peraturan dan
zonasinya dalam RTRW Kabupaten Maros.
Pemerintahan Kabupaten Maros telah menetapkan kawasan hutan lindung dan
pertambangan. Dalam implementasi kebijakan tersebut harus terus dimonitor dan
diawasi baik oleh pemerintah, masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.
Kawasan hutan dan karst merupakan reservoir air raksasa yang sangat strategis
kedudukannya dalam menunjang berbagai kepentingan. Kemampuan bukit karst dan
mintakat epikarst pada umumnya mam pu menyimpan air selama tiga hingga empat
bulan setelah berakhirnya musim penghujan, sehingga sebagian besar sungai bawah
tanah dan mata air di kawasan karst mengalir sepanjang tahun dengan kualitas air
yang baik. Dengan formasi geologi utama berupa batuan kapur, kawasan Taman
Nasional Bantimurung merupakan catchment area bagi beberapa sungai besar di
Sulawesi Selatan. Sungai Bantimurung adalah merupakan sumber pengairan
persawahan di Kabupaten Maros serta dimanfaatkan untuk pemenuhan air bersih bagi
masyarakat Kota Maros. Disamping itu, juga ditemukan beberapa mata air dan sungai-
sungai kecil, terutama di wilayah karst, serta aliran air bawah tanah/danau bawah
tanah pada sistem perguaan. Mata air berdebit besar dijumpai pada batu gamping
pejal dengan debit 50 - 250 l/dtk, sedang mata air yang muncul di batuan sedimen
terlipat dan batuan gunung api umumnya kurang dari 10 l/dtk. Fluktuasi debit air
sungai-sungai besar dari dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
sampai saat ini masih relatif stabil sepanjang tahun (Balai Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung, 2008).

Tabel 6. Luas kawasan hutan di Kabupaten Maros

Kawasan Luas Persentase


Hutan Lindung 13.657,32 20,90
Hutan Produksi 16.747,22 25,63
Hutan Produksi Terbatas 6.309,55 9,66
Taman Nasional 28.620,21 43,81
Jumlah 65.334,30 100
Sumber : Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Propinsi Sulawesi Selatan 2011

348
Confidential Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

KESIMPULAN

Daya dukung lahan sawah di Kabupaten Maros untuk 20 tahun (tahun 2012 –
2032) menunjukkan kecenderungan menurun. Penurunan daya dukung lahan sawah
pada tahun 2012 – 2027 masih dalam satatus aman, dimana nilai daya dukung lahan >
2 yaitu 3,16 – 4,18 atau lebih besar dari kepadatan penduduk yaitu 2,02 – 2,61, namun
pada tahun 2032 daya dukung lahan sawah menunjukkan status di ambang batas tidak
aman dimana nilai daya dukung lahan yaitu 2,88 sama dengan kepadatan penduduk
yaitu 2,84.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi ancaman penurunan daya dukung
lahan sawah seperti pertumbuhan pendukuk yang tinggi dan letak Kabupaten Maros
yang strategis yang dekat dengan Makassar sehingga memicu urban dan
pengembangan kota “Mamminasata” (Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar) akan
berdampak langsung terhadap alih fungsi lahan sawah. Kegiatan pertambangan di
kawasan hutan karst jika salah dalam pengelolaannya akan menimbulkan dampak
yang cukup besar. Kejadian bencana longsor dan banjir yang semakin sering terjadi
mengindikasikan mulai terganggunya fungsi dan luasan hutan lindung sebagai
reservoir air dalam menunjang berbagai kepentingan seperti pemenuhan air bersih
bagi masyarakat, penyedia air irigasi pertanian dan mencegah banjir.
Diperlukan implementasi pengendalian alih fungsi lahan sawah produktif
dengan penetapan peraturan perundang-undangan, penetapan zonasi perlindungan
lahan sawah abadi dan pemeliharaan dan pengawasan hutan oleh pemerintah,
masyarakat dan LSM serta pelaku pertambangan di kawasan hutan agar daya dukung
lahan sawah dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat yang layak untuk penduduk
Kabupaten Maros .

DAFTAR PUSTAKA

Atmarita FTS. 2004. Analisis situasi Gizi dan kesehatan masyarakat. Di dalam:
Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII [17 – 19 Mei 2004]. Jakarta: LIPI hlm
149.

Auhadilla. 2009. Analisis Keterkaitan Daya Dukung Ekosistem Terumbu Karang


Dengan Tingkat Kesejahteraan Nelayan Tradisional (Studi Kasus Kelurahan
Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI
Jakarta).Thesis. Fakultas Pasca sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Diakses 19-1-2013. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/41068

349
Confidential Suryawati dan Roy Efendi: Proyeksi Daya Dukung Lahan Sawah ….

Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. 2012. Penduduk dan Tenaga Kerja. Diakses
20-12-2012. http://maroskab.bps.go.id/index.php/penduduk-dan-tenaga-kerja
dan http://maroskab. bps.go.id/images/dokument/subjek%20statistik/bab%
203%20(52-60).pdf

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Rencana Pengelolaan Jangka


Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Periode 2008 – 2027
Kabupaten Maros Dan Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan. P 168. Diakes 15-1-
2013. www.tnbabul.org.

Baja S. 2012. Metode Cepat Penghitungan Daya Dukung Lahan. Materi Latihan
perhitungan daya dukung lahan. Universitas Hasanuddin

Bapenas. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Direktorat


Pangan Dan Pertanian. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
BAPPENAS. Diakses 17-1-2012. http://www.bappenas.go.id/get-file-server/
node/539/

BKPRN. 2011. OptimalisasiPenyelenggaraan Penataan Ruang untuk Percepatan dan


Perluasan Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan. Edisi khusus Rakernas
BKPRN 2011. Buletin Tataruang. November - Desember 2011. P 44. Diakses.
17 – 1- 2013.http://www.pu.go.id/uploads/services/ infopublik20120511114128.
pdf

Daryanto A. dan Oktariadi O. 2009. Klasifikasi Kawasan Kars Maros, Sulawesi


Selatan Untuk Menentukan Kawasan Lindung Dan Budidaya. Buletin Geologi
Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology), Vol. 19 No, 2, Agustus
2009: 67-81

Menata Kawasan Hutan dan Mempertahankan Lahan Pertanian.Buletin Tataruang.


Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. MARET - APRIL 2012. Diakses
16-1-2013. http://bulletin.penataanruang.net/upload/ dataartikel/potensi%
20tiga%20kawasan.pdf

Pemerintah Daerah Kabupaten Maros. 2006. Data Pertambangan Kabupaten Maros.


Diakse 15-1-2012. http://maros.go.id/index.php?option=com_content&task=
view&id=307&Itemid=64.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2011. Tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, Dan Takalar.
Diakses 16-1-
2013.http://landspatial.bappenas.go.id/komponen/peraturan/the_file/Perpres55-
2011.pdf

Prawitosari T. 2011. Dampak Penambangan Di Kawasan Kars Maros Terhadap


Lingkungan. Disajikan pada Workshop Lembaga Kars Indonesia. Bogor. 19
Oktober 2011. 11 hal.

Rahayu S, Zubair H. dan Barkey R. A. 2012. Strategi Pengelolaan Kawasan Lindung di


Kabupaten Maros. Diakses 18-1-2013. http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/
b9d58636e65bcf1f263747e1f4568e2a.pdf

Soemarwoto, O, 2001. Atur Diri Sendiri. Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan


Hidup. Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta. hal. 219-229.

350
Confidential Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013

Suryana, A. 2005. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Andalan Pembangunan


Nasional. Makalah pada Seminar Sistem Pertanian Berkelanjutan untuk Mendu-
kung Pembangunan Nasional, 15 Pebruari 2005 di Universitas Sebelas Maret
Solo.

Taslim, RSA. 2007. Hentikan Izin Pertambangan di Taman Nasional. Diakses 14-1-
2013. http://www.fwi.or.id/ indexasli.php?link=news&id=1022.

351

Anda mungkin juga menyukai