PENDAHULUAN
Peningkatan jumlah penduduk, berkurangnya lahan pertanian dan
penurunan produktivitas lahan dapat menyebabkan terjadinya kerawanan pangan.
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura penting di
Indonesia yang saat ini menjadi bahan pangan alternatif sebagai sumber
karbohidrat yang kaya protein untuk menunjang program diversifikasi pangan.
Disamping itu, semakin berkembangnya industry makanan ringan dan restoran
cepat saji yang salah satu bahan bakunya adalah kentang akan meningkatkan
permintaan kentang baik dalam jumlah maupun mutunya (Direktorat Perbenihan,
2003). Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis dan
subtropis dan dapat tumbuh baik bila ditanam di dataran tinggi dengan ketinggian
1.500 – 3.000 m dpl (Cahyono, 1996).
Jawa Tengah merupakan produsen kentang nasional terbesar kedua setelah
Jawa Barat, dengan sentra pertanaman di wilayah dataran tinggi Dieng di
Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo (Subhan dan Asandhi, 1998). Kabupaten
Wonosobo adalah salah satu daerah penghasil kentang di Jawa Tengah. Daerah ini
memiliki topografi berbukit dan bergunung, terletak pada ketinggian antara 200-
2.250 m dpl, dengan suhu sekitar 12,58 oC – 24,62 oC (Dispertan, 2008). Kondisi
ini merupakan faktor pendukung yang menyebabkan banyaknya petani di
Kabupaten Wonosobo melakukan usahatani kentang. Usahatani kentang di
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu pilihan petani untuk dapat
meningkatkan pendapatannya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
keluarga. Desakan ekonomi dan pertumbuhan penduduk menyebabkan lahan-
lahan di Dataran Tinggi Dieng semakin berkurang. Dalam usaha taninya, petani
berusaha untuk mendapat produksi yang maksimal sehingga penerimaan yang
diterima dapat menutupi biaya yang dikeluarkan untuk usahatani kentangnya.
Salah satu yang dilakukan petani untuk mendapatkan hasil produksi yang
maksimal adalah bertani kentang secara intensif. Usaha tani kentang yang
dilakukan mayoritas petani di Dataran Tinggi Dieng adalah dengan pola tanam
kentang (musim 1)-kentang (musim 2)-kentang (musim 3) dalam satu tahun
musim tanam.
Kegiatan budidaya kentang yang dilakukan secara intensif dan juga luas
areal pertanaman kentang terus meningkat yang bahkan saat ini kondisinya
semakin menghawatirkan bagi kelestarian lingkungan kawasan Dieng. Sebagai
salah satu akibatnya adalah resiko terjadinya erosi pada lahan kentang yang sangat
tinggi, tanah longsor yang juga berakibat pada meningkatnya laju sedimentasi
pada hilir Sungai Serayu yaitu meningkatnya sedimentasi/pendangkalan pada
Waduk Panglima Sudirman/Waduk Mrica. Semakin tinggi wilayah usahatani,
semakin besar risiko terjadinya erosi tanah dan air. Apabila ditinjau dari usahatani
kentang di lahan berlereng, maka usahatani kentang dimungkinkan mempunyai
risiko produksi dan risiko pendapatan. Hal ini karena dengan terjadinya erosi,
akan menyebabkan kesuburan tanah menurun, mengakibatan produktivitas lahan
menurun.
Kentang tumbuh sebagian besar di dataran tinggi saja, meliputi Kecamatan
Kejajar, Garung dan Kertek. Sentra kentang terdapat di Kecamatan Kejajar,
dengan produksi 47.711 ton/tahun, dengan luas lahan yang dimanfaatkan untuk
tanaman kentang adalah 3.013 ha dan sekarang sudah bertambah menjadi kurang
lebih 3.500 hektare (BPS, 2012). Sebagian besar wilayah Kejajar merupakan
lahan dengan kemiringan yang tinggi yaitu antara 25-40% yang sangat rentan
terhadap erosi. Ditinjau dari penutupan vegetasi secara umum dapat dikatan Dieng
kini telah gundul. Sebagian besar lahan kini telah dikonversi menjadi lahan
pertanian kentang. Areal yang semestinya merupakan kawasan lindung seperti
sekitar mataair, danau, dan lereng-lereng yang cukup curam pun kini telah
ditanami kentang (Sudibyakto, 2002). Selain masalah erosi dan kesuburan tanah
akibat penanaman monoculture kentang, masalah lain yang juga dihadapi adalah
masalah social budaya, kerusakan lingkungan, dan terjadinya pencemaran
lingkungan. Oleh karena itu makalah ini disusun sebagai hasil diskusi mengenai
permasalahan apa saja yang saat ini terjadi di pertanian kentang di Kabupaten
Wonosobo dan merumuskan upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut.
DISKUSI
1. Lokasi Geografis
Kabupaten Wonosobo berjarak 120 km dari ibu kota Jawa Tengah
(Semarang) dan 520 km dari Ibu kota Negara (Jakarta), berada pada rentang 250
dpl - 2.250 dpl dengan dominasi pada rentang 500 dpl - 1.000 dpl sebesar 50%
(persen) dari seluruh areal, menjadikan ciri dataran tinggi sebagai wilayah
Kabupaten Wonosobo dengan posisi pasial berada di tengah-tengah Pulau Jawa
dan berada diantara jalur pantai utara dan jalur pantai selatan.
Teras gulud
Teras gulud adalah barisan guludan yang dibuat memotong lereng (searah
kontur) dengan jarak tertentu (sesuai dengan vertical interval yang diinginkan)
dan dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA) (Gambar 1):
Gambar 1. Ilustrasi teras gulud dan dimensinya pada kemiringan lahan <15%
Teras gulud berfungsi untuk:
Memperpendek panjang lereng.
Mengurangi erosi permukaan dan erosi alur.
Mencegah erosi parit (gully erosion)
Menurunkan laju aliran permukaan, terutama pada daerah dengan curah hujan
tinggi.
Memperbesar infiltrasi air, sehingga kandungan air tanah meningkat.
Teras gulud cocok diterapkan pada kemiringan lahan < 15% dengan
solum tanah dangkal dan pada lahan dengan kemiringan lahan 15 % - 25 %
dengan solum tanah dalam. Teras gulud tidak cocok diterapkan pada lahan dengan
kemiringan lahan > 45 % dengan solum tanah dangkal.
Rorak (jebakan lumpur dan aliran permukaan)
Rorak adalah parit kecil dengan lebar dan dalam masing-masing 20 cm
dan 25 cm yang dibuat memotong lereng (Gambar 2) untuk menjebak aliran air
permukaan dan tanah tererosi agar tidak hanyut ke areal yang lebih jauh di
bawahnya.
Gambar 2. Ilustrasi rorak dan dimensinya
b. Teknik konservasi tanah dan air non sipil teknis (vegetatif);
Teknik konservasi tanah dan air vegetatif adalah Teknik konservasi tanah
yang menggunakan tanaman dan tumbuhan atau sisa-sisanya. Konservasi tanah
vegetatif mempunyai fungsi melindungi tanah terhadap daya rusak butir-butir
hujan yang jatuh, melindungi tanah terhadap daya rusak aliran permukaan,
memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan sebagai penahan air yang langsung
mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Beberapa teknik konservasi tanah dan
air vegetatif diantaranya adalah:
1. Pergiliran tanaman, yaitu sistem pengelolaan tanaman dimana beberapa jenis
tanaman ditanam berurutan pada lahan yang sama.
2. Penggunaan mulsa, yaitu memanfaatkan atau memberikan sisasisa tanaman
atau bahan lain (misalnya plastik) pada permukaan tanah (Gambar 3).
3. Penanaman searah kontur, yaitu sistem pengelolaan tanaman dengan cara
menanam sejajar garis kontur (Gambar 4).
Tabel 3. Alternatif teknik konservasi tanah dan air menurut kemiringan lahan, kedalaman
solum (D), dan kepekaan tanah terhadap erosi (E)
(*) analisis ini menjadi tidak relevan jika L< K atau N<M, artinya secara cepat
dapat diketahui bahwa penerapan teknologi KTA merugikan petani, kecuali jika
nilai E dan F adalah berupa bantuan atau subsidi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan oleh kelompok maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Permasalahan lingkungan yang terjadi pada pertanian kentang di Kabupaten
Wonosobo meliputi praktek budidaya kentang pada lahan yang memiliki
kemiringan tajam sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya erosi dan
tanah longsor, kesuburan tanah berkurang karena pertanian yang dilakukan
secara monokultur, penggunaan pestisida secara intensif, tidak ada pergiliran
tanaman dan degradasi lahan.
2. Teknik konservasi perlu dilakukan untuk mengurangi erosi menggunakan
konservasi tanah dan air dengan penentuan garis kontur atau dengan
Alternatif teknik konservasi tanah dan air seperti Teknik konservasi tanah dan
air sipil teknis/mekanik dengan pembuatan rorak atau teras gulus, non sipil
teknis seperti penanaman penguat teras dan teknik konservasi dengan
gabungan antar keduanya.
Referensi
Bondansari, Sularso K. E dan Dewanto E. 2011. Studi tentang budidaya tanaman
kentang Solzum Tuberosum L di dataran tinggi Dieng kajian dari aspek
ekonomi dan lingkungan. J Pemb Ped. 11(1):17-28.
Bambang Tri Cahyono. 1996. Manajemen Produksi. IPWI. Jakarta.
BPS. (2012). Produksi Kentang Menurut Provinsi 2008 - 2012
BPS Kabupaten Wonosobo. BPS Kabupaten Wonosobo
Dinas Pertanian Subdin Hortikultura Kabupaten Wonosobo. 2008. Deskripsi
Usulan Flora Carica (Carica candamarcensis) Kabupaten Wonosobo.
Wonosobo: Distan Kabupaten Wonosobo.
Direktorat Jenderal Hortikultura. Menjadi Pemasok Kentang, Kabupaten
Wonosobo Terus Kembangkan Benih Bermutu – Direktorat Jenderal
Hortikultura (pertanian.go.id).
Pertiwi, M.D dan Cempaka. I.G. 2020. Pengaruh Pola Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kentang di wilayah dataran tinggi dieng jawa
tengah. Jurnal Ilmu Pertanian Polbangtan. 27(01): 22-29.
Pratiwi L. F dan Hardyastuti S. 2018. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan usahatani kentang pada lahan marginal di Kecamatan Kejajar
Kabupaten Wonosobo. Berkala Ilmiah Agri Agridevina. 7(1):14-26.
Saida, Sabiham, S., Widiatmaka, dan Sutjahjo, S. (2011). Analisis keberlanjutan
usahatani hortikultura sayuran pada lahan berlereng di hulu DAS
Jeneberang, Sulawesi Selatan. Jurnal Matematika Sains Dan Teknologi,
12(2), 101–112.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua Cetakan Kedua. IPB
Press.
Gunarto, A. 2003. Pengaruh Penggunaan Ukuran Bibit Terhadap Pertumbuhan,
Produksi dan Mutu Umbi Kentang Bibit G4 (Solanum tuberosum L.).
Jurnal Sains.5:173-179.
Haryati, U dan U. Kurnia. 2001. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap erosi
dan hasil kentang (solanum tuberosum) pada lahan budi daya sayuran di
dataran tinggi Dieng. Hlm. 439-460 dalam Prosiding Seminar Nasional
Reorientasi Pendayagunaan Sumberdaya Tanah, Iklim dan pupuk. Buku
I. Cipayung- Bogor. Pusat penelitian dan Pengembangan tanah dan
Agroklimat, Bogor.
Haryati, U., D. Erfandi, dan Y. Soelaeman. 2012. Alternatif teknik konservasi
tanah untuk pengendalian erosi dan kehilangan hara pada pertanaman
kentang di Dataran Tinggi Kerinci. Prosiding Seminar Nasional
Percepatan Pengembangan Inovasi Pertanian Lahan Kering Beriklim
Kering Menghadapi Perubahan Iklim. Kupang, NTT. Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Litbang
Pertanian.
Soelaeman, Y., W. Hartatik, dan D. Erfandi. 2011. Aplication of Soil
Conservation and Fertilizers Rates in the Highlands Potato Farming in
Kerinci Regency, Jambi. Jurnal Agritek Edisi Hardiknas Mei 2011.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Institut Pertanian
Malang.
Sudibyakto., Yunianto, T., Suripto, B.A., dan Kurniawan, A. 2002. Pemetaan
kondisi Sumberdaya Alam Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Prosiding
Seminar Hasil-hasil Penelitian Fakultas Geografi UGM Tahun 2002.
Suganda, H., S. Abujamin, A. Dariah, dan S. Sukmana. 1994. Pengkajian teknik
konservasi tanah dalam usahatani tanaman sayuran di Batulawang, Pacet.
Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 12:47-57.
Sukmana, S., M Syam, dan A Adimihardja. 1990. Petunjuk Teknis Usahatani
Konservasi Daerah Aliran Sungai. Proyek Penelitian Penyelamatan
Hutan Tanah dan Air (P3HTA). Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen Pertanian.
Wonosobo. 2014. Geografis Kabupaten Wonosobo. Wonosobo The Soul of Java.
https://website.wonosobokab.go.id/category/detail/geografis-kabupaten-
wonosobo