232021070001
Degradasi lahan merupakan tantangan serius yang sedang dihadapi secara global pada masa
kini, yang sebagian besar disebabkan oleh praktik pertanian yang tidak berkelanjutan serta
memburuknya perubahan iklim. Praktik pertanian intensif sering kali menghasilkan erosi
tanah yang signifikan, penurunan sumber daya alam, dan degradasi kualitas tanah secara
keseluruhan. Sementara itu, dampak dari perubahan iklim semakin memperparah situasi ini
dengan meningkatnya kejadian cuaca ekstrem, kenaikan suhu global yang terus menerus, dan
pola curah hujan yang tidak stabil. Kedua faktor ini saling berinteraksi, menimbulkan tekanan
besar pada ekosistem dan kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Dalam kombinasi,
mereka menciptakan tantangan yang serius bagi keberlanjutan lingkungan dan pertanian di
seluruh dunia.
Degradasi lahan sering terjadi akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kapasitasnya. Pemanfaatan lahan yang tidak tepat bisa menyebabkan erosi dan sedimentasi,
yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas lahan. Penurunan produktivitas tersebut
umumnya disebabkan oleh erosi, yang sering terjadi di lahan pertanian tanaman pangan.
Erosi ini mengakibatkan penurunan kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah, serta mengurangi
unsur hara, bahan organik tanah, dan hasil tanaman. Akibatnya, produktivitas lahan pertanian
menurun, yang merupakan salah satu indikasi dari degradasi lahan. Namun, penurunan
produktivitas ini bisa bersifat permanen atau sementara, tergantung pada kondisi dan faktor-
faktor lainnya.
Metodologi:
DAS Brantas terletak pada ketinggian rata-rata di bawah 500 meter di atas permukaan laut.
Jenis tanah yang paling umum di daerah ini adalah lithic troporthent, dengan kemiringan
lahan berkisar antara 15 hingga 30 persen. Tingkat kerusakan tanah dan sifat fisik tanah di
wilayah ini diklasifikasikan sebagai sedang, sementara kesuburan tanah cenderung rendah.
Kandungan unsur fosfat dan bahan organik dalam tanah juga cenderung rendah hingga sangat
rendah. Daerah ini memiliki iklim yang relatif kering, dengan curah hujan tahunan rata-rata
sekitar 2000 mm. Rata-rata curah hujan tahunan mencapai 1.835,80 mm, dengan 4,2 bulan
memiliki curah hujan lebih dari 200 mm dan 5,9 bulan memiliki curah hujan kurang dari 100
mm. Bulan-bulan kering umumnya terjadi dari bulan Mei hingga Oktober, sementara bulan
basah biasanya dimulai dari awal November hingga April. Curah hujan bulanan tertinggi
terjadi pada bulan Januari dengan rata-rata 398,98 mm, sementara curah hujan bulanan
terendah terjadi pada bulan Agustus dengan hanya 10,98 mm. Berdasarkan klasifikasi iklim
oleh sistem Oldeman, wilayah ini termasuk dalam tipe C3. Musim hujan biasanya dimulai
sekitar bulan Oktober atau November, bahkan bisa tertunda hingga Desember, dan berakhir
antara bulan April dan Juli, namun, semua data ini belum mencakup dari adanya badai El
Nino. Distribusi curah hujan merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi
keberhasilan pertanian tanaman pangan di daerah ini. Kegagalan pertanaman lebih sering
disebabkan oleh kekeringan, terutama pada musim tanam kedua, atau karena keterlambatan
hujan pada awal pertumbuhan tanaman.
Hasil analisis erosi menunjukkan bahwa rata-rata erosi terbobot untuk Daerah Aliran Sungai
(DAS) Brantas adalah sebesar 448,73 ton per hektar per tahun, menunjukkan tingkat erosi
yang tinggi. Terdapat variasi erosi mulai dari tingkat sangat ringan hingga sangat tinggi.
1 Wahyuningrum, Nining & Buana Putra, Pamungkas. (2019). Degraded Land Analyses of Brantas
River Basin to Support Land Rehabilitation. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea. 8. 135.
10.18330/jwallacea.2019.vol8iss2pp135-145.
Erosi tinggi dan sangat tinggi masing-masing mencakup sekitar 22,51% dan 19,23% dari total
luas area. Kedua tingkat erosi ini paling banyak terjadi pada jenis penutupan lahan seperti
hutan lindung, hutan produksi, tegal, dan kebun campuran. Seluruh area lahan tegal
mengalami erosi tinggi dan sangat tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tidak
hanya jenis penutupan lahan, tetapi juga kemiringan lereng, tekstur tanah, drainase, dan
tingkat tutupan vegetasi.
Sungai Brantas juga disinyalir terkena dampak pencemaran, menurut penelitian oleh Cicik,
dkk (2024)2 logam berat sudah sangat mencemari sungai Brantas dengan pollution index (PI)
dan risiko ekologis (EI) logam Cd berturut-turut yaitu 11,95 (tercemar ekstrim), 0,87
(ambang peringatan), dan 537,61 (risiko berbahaya). Pencemaran ini terindikasi di lahan
pertanian kabupaten Malang daerah aliran sungai (DAS) Brantas.
Secara umum logam berat pada lahan pertanian bersumber dari beberapa faktor, yaitu;
pertanian intensif dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang mengancam
keberlanjutan lingkungan serta kerusakan lahan pertanian. Kerusakan lahan pertanian secara
umum dapat diartikan sebagai penurunan kemampuan atau produktivitas lahan untuk
mendukung kegiatan pertanian yang efektif (Shah and Strong 1999) 3, limbah industri dan
limbah domestik, pertambangan dan penggunaan kendaraan bermotor juga menyumbang
sebagian besar faktor yang mencemari Logam berat pada lahan pertanian.
2 Handayani, C. O., Sukarjo, Zu’amah, H., dan Dewi, T. (2024). Penilaian Status dan Risiko Ekologi Cemaran
Logam Berat di Lahan Pertanian Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Jurnal Ilmu Lingkungan, 22(1), 60-68,
doi:10.14710/jil.22.1.60-68
3 Shah, M. and M. Strong. 1999. Food in the 21th century. From Science to Sustainable Agriculture. CGIAR
Secretariat, World Bank, Washington D. C. USA.
4 Pakpahan,A., N. Syafaat, A. Purwoto., H. P. Salim, G. S. Hardono.1992. Kelembagaan Lahan dan Konservasi Tanah dan Air. Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Monograph Series No. 5
diperlukan upaya lebih lanjut untuk mencapai standar yang ditetapkan, sementara sebagian
besar petani lainnya belum mengadopsinya.
Penanaman vegetasi pohon dapat menjadi opsi alternatif untuk mengendalikan erosi. Menurut
hasil penelitian oleh Mashudi dkk. (2016)5, tanaman Trembesi terbukti mampu mengurangi
tingkat erosi, dan semakin tanaman tersebut bertambah usia, tingkat erosi akan terus
menurun. Kegiatan penanaman tersebut ditekankan pada lokasi yang memiliki kemiringan
tanah, terutama di area dengan penutupan lahan berupa tanaman semusim. Namun, perlu
dipahami bahwa struktur hutan juga memiliki pengaruh terhadap tingkat erosi. Adopsi
struktur tajuk yang bertingkat (multilayer), yakni teknik penanaman yang menggabungkan
berbagai jenis tanaman dengan variasi bentuk dan tinggi tajuk, telah terbukti dapat membantu
mengurangi risiko erosi akibat air hujan, oleh karena itu, dalam memilih jenis tanaman untuk
penanaman, penting untuk mempertimbangkan keragaman bentuk dan tinggi tajuknya.
Pohon trembesi memiliki daun yang lebat dan akar yang kuat, membuatnya cocok sebagai
bagian dari upaya penahan erosi. Penanaman pohon trembesi dalam skema reboisasi
dilakukan dengan cara menanam bibit atau steknya di titik lokasi yang rentan terhadap erosi,
penanaman dapat dilakukan dengan cara menggali lubang dengan ukuran yang sesuai dengan
sistem perakaran dan pertumbuhan pohon. Bibit atau stek pohon trembesi ditempatkan di
dalam lubang tanam dengan hati-hati, memastikan akar terurai dengan baik. Setelah
penanaman, pohon trembesi perlu diberi dukungan dan perawatan yang cukup untuk
memastikan pertumbuhan yang optimal. Penyiraman yang teratur dan pemangkasan jika
diperlukan akan membantu pohon trembesi berkembang dengan baik. dengan teknik yang
sama beberapa jenis pohon hutan juga dapat ditanam sebagai antisipasi pencegahan erosi
tanah.
Pemilihan rumput vetiver yang memiliki sistem perakaran yang dalam dan kuat juga sangat
efektif dalam menahan erosi tanah. Penanaman rumput vetiver dilakukan dengan cara
menanam stek atau bibitnya dalam jarak tertentu sesuai dengan desain penanaman kontur.
penanaman dapat dilakukan dengan cara menggali lubang tanam dengan kedalaman dan jarak
yang sesuai dengan rencana penanaman. Stek rumput vetiver kemudian ditanam di dalam
lubang tanam dengan posisi akar yang lurus dan rata, penyiraman secara teratur juga sangat
penting untuk membantu pertumbuhan akar yang kuat.
Monitoring terus-menerus terhadap pertumbuhan dan kondisi tanaman akan membantu dalam
mengevaluasi efektivitas penahan erosi dan membuat penyesuaian jika diperlukan.
Kota Malang sebagai salah satu yang dilewati oleh sungai Brantas,telah melakukan upaya
untuk mengurangi erosi tanah di lahan pertanian melalui peremajaan drainase dan terasering.
Proyek ini melibatkan pembangunan sistem drainase yang terintegrasi dengan terasering dan
bendungan yang telah direncanakan sebelumnya. Sistem drainase akan didesain secara
strategis untuk menyalurkan air dari lahan pertanian ke sungai atau saluran irigasi dengan
5 Mashudi, Susanto, M., & Baskorowati, L. (2016). Potensi Hutan Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla King) dlam Pengendalian Limpasan
dan Erosi. J. Manusia dan Lingkungan
efisien. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi risiko erosi dan genangan air, serta
meningkatkan produktivitas pertanian secara keseluruhan.
6 Djauhari, A & yam A. (1996)). SISTEM PENGELOLAAN LAHAN KERING DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS BAGIAN HULU
Teknologi
Menanam tanaman penutup yang cocok untuk kondisi tanah dan iklim Kota Malang, seperti
leguminosa atau rumput-rumputan. Tanaman penutup akan ditanam diantara barisan tanaman
utama atau di lereng-lereng curam untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi erosi, dan
memperbaiki struktur tanah.
Menerapkan rotasi tanaman dengan menanam pupuk hijau di antara siklus tanaman utama.
Jenis tanaman pupuk hijau yang dapat ditanam meliputi leguminosa seperti kacang-kacangan
atau klabet yang memiliki kemampuan fiksasi nitrogen dan dapat meningkatkan kesuburan
tanah secara alami.
Di wilayah pertanian Kota Malang, telah diterapkan serangkaian teknik untuk mengatasi
masalah kontaminasi tanah. Salah satunya adalah metode pencucian tanah dengan
menggunakan larutan kimia khusus pada area-area yang terkontaminasi oleh logam berat atau
zat kimia lainnya. Proses ini bertujuan untuk membersihkan tanah dari kontaminan yang
berpotensi merugikan pertumbuhan tanaman serta kesehatan manusia.
Selain itu, teknik imobilisasi juga diterapkan untuk mengubah bentuk atau sifat kontaminan
kimia sehingga tidak aktif atau tidak berbahaya bagi lingkungan sekitarnya. Proses ini
melibatkan penggunaan bahan kimia atau material tertentu yang mampu mengikat
kontaminan kimia dan mencegahnya berpindah atau merembes ke lingkungan sekitar.
Terakhir, penerapan oksidasi kimia juga menjadi bagian dari upaya penanganan kontaminasi
tanah. Metode ini melibatkan penggunaan zat kimia atau proses kimia untuk mengubah
kontaminan kimia menjadi bentuk yang kurang beracun atau lebih mudah terurai oleh
lingkungan sekitar. Dengan menerapkan berbagai teknik ini, diharapkan dapat meningkatkan
kualitas tanah di lahan pertanian Kota Malang serta menjaga kelestarian lingkungan
sekitarnya.
Analisa kendala
teridentifikasi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau kendala yang
dihadapi selama proses rehabilitasi. Pertama, degradasi lahan yang disebabkan oleh praktik
pertanian tidak berkelanjutan dan perubahan iklim merupakan tantangan utama yang
dihadapi. Praktik pertanian intensif sering menghasilkan erosi tanah dan degradasi kualitas
tanah secara keseluruhan, sementara perubahan iklim memperburuk situasi dengan
meningkatkan kejadian cuaca ekstrem dan kenaikan suhu global. Kedua faktor ini saling
berinteraksi dan menimbulkan tekanan besar pada ekosistem dan kesejahteraan manusia.
Faktor lain yang memengaruhi keberhasilan rehabilitasi adalah faktor geografis dan
lingkungan. DAS Brantas memiliki topografi berlereng curam dan jenis tanah lithic
troporthent, yang menyebabkan tingkat erosi yang tinggi. Kurangnya vegetasi penutup tanah
pada saat musim hujan juga memperburuk kondisi tersebut. Selain itu, pencemaran logam
berat, seperti yang terdeteksi di sungai Brantas, juga menjadi masalah serius yang perlu
ditangani.
Dalam mengatasi tantangan tersebut, penerapan teknologi menjadi kunci. Berbagai teknik
rehabilitasi, seperti penghijauan, perbaikan infrastruktur, dan fitoremediasi, telah diterapkan.
Penghijauan terbukti efektif dalam mengurangi erosi dan aliran permukaan, tetapi
pelaksanaannya sering mengalami kendala karena kurangnya adopsi oleh petani. Penerapan
fitoremediasi menggunakan tanaman hiperakumulator dan teknik imobilisasi serta oksidasi
kimia juga telah dilakukan untuk mengatasi kontaminasi tanah oleh logam berat dan zat
kimia lainnya.
Selain teknologi, peran aktif pihak terkait, seperti peneliti, penyuluh, dan kelompok tani, juga
menjadi faktor penting dalam keberhasilan rehabilitasi. Komunikasi yang lancar dan
koordinasi yang baik antara mereka sangat diperlukan. Namun, tingkat partisipasi petani
dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, seperti status kepemilikan lahan dan jarak
antara tempat tinggal petani dengan lahan mereka.
Secara keseluruhan, berhasil tidaknya program rehabilitasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
termasuk kondisi geografis dan lingkungan, teknologi yang diterapkan, serta peran aktif
pihak terkait. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor tersebut, upaya
rehabilitasi lahan pertanian di DAS Brantas dapat menjadi lebih efektif dan berkelanjutan.
Strategi Lanjutan
Kesimpulan
Permasalahan lahan kritis, terutama di wilayah hulu sungai di Indonesia, telah menjadi
perhatian yang serius. Dari sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalami masalah
tersebut, sekitar 45 persen dianggap sebagai prioritas, sementara 27,5 persen termasuk dalam
kategori super prioritas. Penyebab utama dari akumulasi masalah ini adalah karena (1)
program rehabilitasi dan konservasi lahan yang belum mencapai tingkat yang memadai.
Mayoritas petani, yang memiliki lahan pertanian yang terbatas dan kurang produktif,
seringkali menggunakan lahan tersebut secara tidak efisien dan tidak mendukung upaya
konservasi yang sesuai. Selain itu, (2) kurangnya prioritas terhadap partisipasi petani dalam
program-program tersebut disebabkan oleh hambatan sosial, budaya, serta keterbatasan
sarana dan prasarana yang tersedia.
Secara umum, intervensi telah memberikan dampak positif dalam memperbaiki kondisi lahan
pertanian dan lingkungan sekitarnya. Beberapa teknologi, seperti fitoremediasi, teknik
imobilisasi, dan oksidasi kimia, telah berhasil membersihkan tanah dari kontaminan yang
berbahaya dan mengembalikan produktivitas lahan. Keberhasilan implementasi teknologi
seringkali terkendala oleh adopsi petani dan koordinasi antar pemangku kepentingan, sebab
hal tersebut dirasa penting pengembangan teknologi yang lebih efektif, penguatan peran
pihak terkait, pendidikan masyarakat, pembangunan kebijakan yang mendukung, serta
monitoring dan evaluasi berkelanjutan
Saran
Diharapkan intervensi yang telah dikembangkan dapat disebar dan dikembangkan.
Dokumentasi dan penyebarluasan praktik-praktik terbaik yang telah terbukti berhasil dalam
rehabilitasi lahan pertanian di DAS Brantas akan menjadi landasan untuk upaya ini. Selain
itu, kolaborasi antar wilayah menjadi penting dalam pertukaran pengetahuan, teknologi, dan
sumber daya guna mempercepat penyebarluasan praktik konservasi tanah dan air yang
efektif. Penguatan kapasitas lokal, terutama bagi petani, melalui pelatihan, pendidikan, dan
dukungan teknis, akan memainkan peran kunci dalam implementasi praktik konservasi.
Sementara itu, pengawasan dan evaluasi berkelanjutan terhadap intervensi yang dilakukan
diperlukan untuk memastikan efektivitasnya dan memberikan dasar untuk perbaikan jika
diperlukan. Pendekatan multisektoral yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah
hingga LSM dan masyarakat lokal, diharapkan dapat menciptakan sinergi yang kuat dalam
menangani tantangan erosi tanah dan kontaminasi logam berat.