Anda di halaman 1dari 11

KERENTANAN TANAH TERHADAP EROSI LAHAN AKIBAT

PRAKTIK DEFORESTASI YANG TIDAK BERKELANJUTAN

Oleh :

Arifah Mutiara Hemas Anindita

NIM : 235040300111012

KEHUTANAN (KELAS A)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

MALANG

2023
BAB 1

Latar Belakang

Deforestasi atau penggundulan hutan merupakan salah satu masalah lingkungan


global mendesak yang perlu segera diatasi. Praktik deforestasi yang tidak berkelanjutan,
seperti penebangan hutan dalam skala besar tanpa pertimbangan ekologis yang memadai,
telah menimbulkan konsekuensi serius terhadap berbagai aspek lingkungan, termasuk
kualitas dan keberlanjutan sumber daya lahan. Tanah, sebagai salah satu sumber daya alam
yang sangat penting mempunyai peranan sentral dalam menjaga keseimbangan ekosistem
dan menunjang produktivitas manusia, khususnya di sektor pertanian.

Dampak deforestasi terhadap kualitas dan kerentanan tanah sangatlah perlu untuk
diperhatikan, khususnya dalam konteks kerentanan terhadap erosi tanah. Erosi tanah, atau
hilangnya lapisan atas tanah karena air dan angin, merupakan ancaman serius terhadap
produktivitas tanah dan kelestarian lingkungan. Deforestasi yang tidak berkelanjutan dapat
secara langsung mengurangi tutupan vegetasi, yang berfungsi sebagai penghalang alami
terhadap erosi, serta merusak struktur dan kesuburan tanah.

Erosi tanah merupakan suatu akibat dari hasil interaksi kerja antara faktor-faktor
iklim, vegetasi, topografi, tanah, dan manusia. Faktor-faktor yang dapat diubah antara lain
cara kerja manusia, vegetasi yang tumbuh di atas tanah, serta sebagian sifat-sifat tanah
yaitu kesuburan tanah, ketahanan agregat dan kapasitas infiltrasi. Faktor-faktor yang tidak
dapat diubah antara lain iklim, tipe tanah, dan kecuraman lereng (Arsyad 2006).

Meskipun kesadaran akan dampak negatif penggundulan hutan terhadap


lingkungan, khususnya erosi tanah sangat besar, masih banyak wilayah di dunia yang terus
melakukan kegiatan ini tanpa mempertimbangkan dampaknya. Oleh karena itu, kita semua
perlu memahami masalah kerentanan tanah terhadap erosi yang disebabkan oleh
penggundulan hutan yang tidak berkelanjutan. Studi ini akan memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang bagaimana perubahan vegetasi dan struktur tanah akibat deforestasi
dapat meningkatkan risiko erosi dan dampaknya terhadap produktivitas tanah, sumber daya
air, dan lingkungan sekitar secara umum.
Dengan memperdalam pemahaman kita tentang kerentanan tanah terhadap erosi
yang disebabkan oleh penggundulan hutan yang tidak berkelanjutan, kita dapat
mengidentifikasi strategi perlindungan dan restorasi yang lebih efektif. Melalui kajian ini
diharapkan dapat dikembangkan pendekatan konservasi hutan yang lebih holistik dan
berkelanjutan yang meminimalkan dampak negatif deforestasi terhadap kualitas tanah dan
lingkungan secara umum.

Dalam konteks ini, tujuan dari makalah ini adalah untuk menyelidiki secara
mendalam kerentanan tanah terhadap erosi yang disebabkan oleh praktik deforestasi yang
tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, dokumen ini akan memberikan pemahaman yang lebih
baik mengenai pentingnya upaya pengurangan dan konservasi hutan guna menjaga
kelestarian sumber daya lahan dan lingkungan hidup.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana perubahan vegetasi dan struktur tanah akibat deforestasi dapat


meningkatkan risiko erosi?
2. Apa dampak devorestasi berlebihan terhadap produktivitas tanah, sumber daya
air, dan lingkungan sekitar secara umum.
3. Upaya apa yang perlu dilakukan guna menjaga sumber daya lahan dan
lingkungan hidup yang ada
BAB II

Indonesia mempunyai luas hutan sebesar 125,76 juta hektar (Kementerian


Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2022). Wilayah Indonesia beriklim tropis
dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap erosi tanah. Penebangan hutan
dilakukan dengan gencar dan menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap
lingkungan, terutama erosi tanah. Laju erosi tanah semakin cepat karena tingginya
kerentanan struktur dan aset lahan hutan terhadap aktivitas penebangan hutan yang intensif.

Erosi tanah adalah pengikisan lapisan tanah (biasanya di atas permukaan tanah)
oleh erosi (air hujan) yang terdiri dari dua proses berurutan yang berbeda, yaitu degradasi
tanah yang diikuti dengan pengangkutan material tanah, lantai pecah dan pengendapannya
(Purwowidodo 1999). Tahapan erosi tanah meliputi tumbukan air hujan dengan tanah,
cipratan tanah ke segala arah, rusaknya tanah oleh tetesan air hujan, pemadatan tanah,
penggenangan permukaan, limpasan akibat banjir dan kemiringan tanah, serta
pengangkutan proyektil dan/atau massa tanah yang tersebar. limpasan (Rahim 2003). Hujan
akan menimbulkan erosi bila intensitasnya cukup tinggi dan hujannya berkepanjangan.
Besar kecilnya tetesan air hujan juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menentukan terjadinya erosi tanah, karena energi kinetik merupakan penyebab utama
rusaknya agregat tanah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah antara lain hujan, angin, limpasan
permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, vegetasi atau tutupan lainnya, dan ada tidaknya
tindakan konservasi. Hasil dari interaksi faktor iklim, vegetasi, topografi, tanah, dan
manusia ialah erosi tanah. Faktor yang dapat dimodifikasi mencakup cara orang bekerja,
vegetasi yang tumbuh di tanah, dan sejumlah sifat tanah termasuk kesuburan tanah,
kekuatan agregat, dan permeabilitas. Faktor-faktor yang tidak dapat diubah antara lain
iklim, jenis tanah dan kemiringan lereng (Arsyad 2006).

Deforestasi merupakan kehilangan lahan hutan yang merupakan permasahan yang


sulit untuk diatasi, sehingga diperlukan pengetahuan dan kerjasama yang baik antara
berbagi elemen yang mampu menggerakkan masyarakat untuk dapat terlibat dalam
pengurangan kegiatan atau mendukung progam-program yang dinilai mampu memecahkan
permasalahan yang sedang dihadapi bersama (Forest Watch Indonesia, 2020). Berdasarkan
dari permasalahan di atas, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap fenomena
erosi tanah akibat kegiatan deforestasi hutan untuk mengetahui sejauh mana erosi tanah
akibat kegiatan penebangan hutan, memahami pembalakan, memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat erosi tanah akibat penebangan, dan menganalisis strategi
pengendalian erosi tanah akibat penebangan hutan atau deforestasi.

Angka deforastai yang tinggi setiap tahunya akan menyebabkan hilangnya lahan
hutan secara besar-besaran yang berdampak negatif pada keberlanjutan lingkungan maupun
kehidupan sosial yang mampu menimbulkan efek buruk secara langsung maupun
berdampak pada masa yang akan datang. Kemudian pada tahun 2000, deforetasi meningkat
sekitar 2 juta hektar (Education, 2017). Data berdasarkan dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukan bahwa selama ini terjadi penurunan pada masa
tatanan reformasi, dapat dilihat pada Tahun 2016 dan 2017 yang berada pada angka 0,48
juta hektar. Data terbaru menunjukkan bahwa Deforestasi Indonesia tahun 2021-2022 turun
8,4% dibandingkan hasil pemantauan tahun 2020-2021. Deforestasi netto Indonesia tahun
2021 -2022 adalah sebesar 104 ribu ha. Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan
Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Ruandha A.
Sugardiman mengatakan, jika melihat tren deforestasi berdasarkan data sebelumnya,
penurunan hutan Indonesia pada tahun ini tergolong kecil. dan cenderung stabil.

Terjadinya erosi ditentukan oleh beberapa faktor seperti iklim, topografi,


karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah dan penggunaan lahan (Asdak, 2007). Ada dua
penyebab utama terjadinya erosi, yaitu erosi alami dan erosi akibat ulah manusia. Erosi
alami disebabkan oleh proses pembentukan tanah dan proses pengikisan guna menjaga
keseimbangan alam tanah. Sementara itu, erosi yang disebabkan oleh aktivitas manusia
biasanya dikarenakan telah hilangnya lapisan atas tanah akibat praktik pertanian yang tidak
memperhatikan prinsip konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang merusak,
misalnya pada kondisi fisik tanah. Deforestasi atau eksploitasi berlebihan terhadap lahan
pertanian dan tidak berkelanjutan ialah salah satu contohnya, deforestasi berlebihan tentu
akan memberikan dampak negatif yang sangat signifikan terhadap hutan-hutan dan tanah di
Indonesia jika tidak segera diatasi.
BAB III

Sebagian orang mungkin melihat tanah sebagai sumber daya alam yang tidak ada
habisnya dan memiliki ketahanan yang tinggi. Padahal, tanah sangat rapuh karena proses
pembentukannya memakan waktu ribuan tahun. Tanah lapisan atas yang paling dekat
dengan permukaan mengandung unsur hara yang penting bagi tanaman. Jika ada
pergerakan angin dan air, lapisan tanah inilah yang terancam terkikis. Erosi tanah akan
mengurangi kesuburan tanah, yang dapat berdampak negatif terhadap hasil panen. Erosi
juga mendorong air yang membawa tanah mengalir menuju ke hilir, sehingga menumpuk
sedimen tebal yang dapat menghalangi aliran air di sungai, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan banjir.

Oleh karena itu saya akan menyebutkan beberapa dampak dari eksploitasi atau
deforestasi berlebihan sehingga dapat menyebabkan erosi atau tanah longsor secara lebih
luas supaya nantinya diharapkan kita semua lebih dapat mengantisipasi adanya erosi tanah
dan lebih mempertimbangkan kembali kegiatan penebangan hutan.

1. Hilangnya tutupan vegetasi:


Ketika hutan ditebang secara berlebihan, pohon-pohon yang biasanya menahan
tanah hingga ke akarnya akan ditebang. Vegetasi ini berperan sebagai pengikat
tanah dan membantu mencegah erosi. Tanpa akar tersebut, tanah akan mudah
terkikis oleh hujan dan angin.
2. Mengganggu struktur tanah:
Kegiatan penebangan seringkali memerlukan penggunaan alat berat dan banyak
pergerakan, sehingga dapat merusak struktur tanah. Tanah yang tergoyang atau
terganggu menjadi kurang stabil dan lebih rentan terhadap erosi.
3. Gangguan pengelolaan air:
Hutan memainkan peran penting dalam mempengaruhi sistem sungai dan aliran air
permukaan. Vegetasi hutan dan tanah menyerap air hujan, memperlambat limpasan,
dan mengatur limpasan di sungai dan sungai yang lebih kecil. Penebangan hutan
yang tidak diatur dapat mengubah pola aliran air, sehingga meningkatkan risiko
banjir dan erosi.
4. Meningkatkan sedimentasi:
Tanah yang terkikis akibat penambangan berlebihan dapat masuk ke sungai dan
aliran sungai, sehingga menyebabkan peningkatan sedimen. Peningkatan
sedimentasi dapat menghambat aliran air, mengganggu ekosistem perairan, dan
memperburuk kualitas air.
5. Punahnya keanekaragaman hayati:
Meskipun hutan tropis hanya berukuran 6% permukaan bumi, hutan ini merupakan
rumah bagi 80 hingga 90% spesies. Akibat pembalakan liar dalam skala besar,
sekitar 100 spesies hewan hilang setiap hari dan keanekaragaman hayati di berbagai
wilayah hilang dalam skala besar.
6. Menyebabkan banjir:
Karena hutan memiliki fungsi sebagai penyerap air sehingga tidak dapat
menyimpan dan menyerap air dalam jumlah besar pada saat hujan lebat.
7. Tanah kehilangan kesuburannya:
Tanah menyerap terlalu banyak sinar matahari sehingga menjadi sangat kering.
Hingga unsur hara dalam tanah mudah menguap. Selain itu, hujan dapat
menghilangkan unsur hara yang tersisa di dalam tanah. Jadi, ketika tanah
kekurangan unsur hara, penanaman hutan menjadi sulit dan penanaman di lahan
menjadi mustahil.

Dalam konteks ini, praktik pengelolaan hutan yang lestari dan hati-hati sangatlah
penting. Pengelolaan yang baik mencakup praktik pemanenan yang bijaksana, perlindungan
vegetasi yang masih tersisa, pemulihan vegetasi setelah penebangan, dan perencanaan
pengelolaan air yang mempertimbangkan dampak keseluruhan terhadap lingkungan. Upaya
ini membantu mencegah kerusakan ekosistem dan mengurangi risiko erosi tanah akibat
eksploitasi berlebihan
BAB IV

Beberapa penyebab kerusakan hutan yang teridentifikasi pada dua wilayah


mempunyai kesamaan, yaitu terkait dengan aktivitas: konversi hutan alam, penebangan liar,
kebakaran hutan, lemahnya penegakan hukum, sengketa lahan, eksploitasi berlebihan,
ancaman terhadap pembangunan infrastruktur dan buruknya pengelolaan hutan.

Sejalan dengan itu, penyelesaian masalah deforestasi dan degradasi hutan akan
mempunyai cakupan yang cukup luas dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Misalnya,
kebijakan yang meningkatkan praktik bisnis di perkebunan kelapa sawit dan tanaman
industri harus dibarsamai dengan perangkat kebijakan pemerintah yang lebih baik dalam
hal pemantauan dan pengelolaan hutan, membuka peluang bisnis baru, memberikan
manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan, menerapkan sanksi dan penghargaan yang
baik, memperbaiki tata ruang dan lain sebagainya. Demikian pula terkait kebakaran hutan,
diperlukan kesadaran, edukasi, dan koordinasi antar pemangku kepentingan.

Pusanling (2011) melaporkan bahwa pendekatan untuk mengatasi masalah


deforestasi berlebih dan tak berkelanjutan harus melibatkan banyak domain. Mengatasi
deforestasi harus bersifat holistik, termasuk di bidang politik/hukum (harmonisasi
kebijakan dan penegakan hukum), ekonomi (meningkatkan pendapatan masyarakat), sosial
budaya (akses dan peran masyarakat/adat setempat, intensifikasi pertanian), tata kelola
hutan (keamanan wilayah dan teknis pengelolaan) , pendidikan (intervensi terhadap muatan
lokal), dan penyelesaian sengketa pertanahan.

Pencegahan untuk mengurangi deforestasi harus segera dilakukan dikarenakan


banyaknya sisi negatif yang ditimbulkan dari deforestasi yang akhirnya mengharuskan
adanya bentuk upaya yang dilakukan untuk mengurangi deforestasi agar tingkat kehilangan
hutan tidak mengalami peningkatan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan diantaranya
sebagai berikut:

1. Sistem Penebangan Tebang Pilih


Merupakan salah satu sistem silvikultur yang diterapkan di Indonesia. Metode
tebang pilih dilakukan pada hutan alam sebagai salah satu subsistem sistem
pengelolaan hutan. Sistem ini merupakan salah satu cara utama untuk mencapai
hutan terstruktur yang ramah lingkungan dan mencapai pengelolaan hutan lestari.
Sistem tebang pilih ini dapat menjaga kelestarian ekosistem hutan dan menjadi
sumber penyangga kehidupan. Pada metode ekstraksi selektif juga perlu dilakukan
penanaman kembali agar kegiatan tersebut tidak menimbulkan kerusakan.
2. Reboisasi dan penghijauan
Upaya reboisasi dan penghijauan meliputi reboisasi kawasan hutan dan reboisasi
kawasan yang tidak berhutan karena deforestasi tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Strategi ini dituangkan dalam RPJMN 2020-2024 dalam upaya
mengurangi deforestasi, khususnya menurunkan laju deforestasi hingga 310
ha/tahun. Langkahnya dicanangkan dengan melakukan penanaman kembali dan
pengayaan hutan produksi seluas 1,97 juta hektar. Metode yang diuji antara lain
mengoordinasikan dan memfasilitasi areal ekosistem gambut melalui restorasi di
tujuh provinsi rawan kebakaran hutan di Indonesia dengan target 300.000 ha per
tahun. .
3. Pengelolaan tanah
Meskipun ilmu pengetahuan tentang pengelolaan tanah berkelanjutan terus
berkembang, penerapannya seringkali sulit karena konteks sosio-ekonomi saat ini.
Praktik pertanian lahan berkelanjutan harus mempertimbangkan kelayakan finansial
petani. Saat ini, tindakan pengendalian erosi biasanya memakan biaya rata-rata
$500/ha, sebuah investasi yang sangat besar bagi seorang petani. Oleh karena itu,
pemerintah dan bank harus membantu petani mengakses kredit dan siap
mendukung upaya pengendalian erosi yang ada. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi
petani tetapi juga bagi masyarakat. Biaya pengendalian erosi ini jauh lebih rendah
dibandingkan biaya restorasi dan rehabilitasi tanah, yaitu sebesar $1.500-2.000/ha
di satu sumber dan $15.221/ha di sumber lain.
4. Pencegahan DAN Rehabilitasi Erosi Tanah
Memulihkan lahan terdegradasi, mencegah degradasi lahan, dan memprioritaskan
tindakan pengendalian erosi dalam kebijakan pengelolaan lahan merupakan kunci
dalam mengelola dan mengurangi erosi tanah. Dengan cara ini, kita dapat
membantu mencegah kelaparan dan meringankan krisis iklim.
KESIMPULAN

Memahami akar masalah dan memformulasikan pendekatan berbagai factor sangat


diperlukan dalam penyelesaian masalah deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia.
Faktor kebijakan, penegakan hokum, perbaikan tata kelola kehutanan, koordinasi antar
pemangku kepentingan, penguatan social budaya, edukasi dan peningkatan ekonomi
masyarakat menjadi hal sangat penting untuk menjadi pertimbangan.

SARAN

1) Masyarakat perlu melakukan konservasi yang benar pada lahan garapan untuk
memperkecil faktor erosi sehingga dapat memperpanjang umur guna lahan.
2) Pemerintah perlu melakukan kebijakan untuk melakukan agroforestry pada lahan
pertanian dengan kemiringan lereng > 25% dan memberikan penyuluhan kepada
masyarakat tentang konservasi yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta


http://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/7243/laju-deforestasi-indonesia-tahun-2021-
2022-turun/. (2023)

Menelisik Angka Deforestasi Pemerintah. https://fwi.or.id/menelisik-angka-deforestasi-


pemerintah/. Fund, W. W. (2020).

Badan Pusat Statistik, ‘Angka Deforestasi Netto Indonesia Di Dalam Dan Di Luar Kawasan
Hutan Tahun 2013-2018 (Ha/Th)’, Bps.Go.Id, 2020.

WAHYUNI, Herpita; SURANTO, Suranto. Dampak deforestasi hutan skala besar terhadap
pemanasan global di Indonesia. JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 2021, 6.1: 148-
162.

Nurhayati, L., Nugraha, S., & Wijayanti, P. (2012). Pengaruh Erosi Terhadap Produktivitas
Lahan DAS Walikan Kabupaten Karanganyar dan Wonogiri Tahun 2012. Pendidikan
Geogarfi PIPS. FKIP. UNS Surakarta: Surakarta. Jurnal Pendidikan Geografi, 1.

Wahyuni, H., & Suranto, S. (2021). Dampak deforestasi hutan skala besar terhadap
pemanasan global di Indonesia. JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 6(1), 148-162.

Wahyuni, Herpita, and Suranto Suranto. "Dampak deforestasi hutan skala besar terhadap
pemanasan global di Indonesia." JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan 6.1 (2021): 148-
162.

Rahim SE. 2003. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup.
Jakarta: Bumi Aksara.

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB

Press. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2008. Buku Statistik Kehutanan Indonesia.


Jakarta.

Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Ilmu Tanah.

Anda mungkin juga menyukai