Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK KONSERVASI LINGKUNGAN


Erosi dan Pencegahannya
DISUSUN OLEH :
NAMA : Mochammad Faiz M
NIM : 185100900111010
KELOMPOK : M2
ASISTEN : Adinda Astika W. Nurul Fatmadhani
Ahmad Raihan D. Rafaela Xaviera
Fariska Vera Imanda Reynold Tantra Tan
Nina Wahyuwardani Samella Eunice
Nur Alfian Xavier Adli

LABORATORIUM TEKNIK SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN


JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk selalu meningkat setiap waktunya. Seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk tersebut, maka kebutuhan akan sandang, pangan, dan
papan akan meningkat pula, sehingga manusia mulai melakukan berbagai inovasi untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Mulai dengan membangun rumah di kawasan baru,
menanam tanaman pangan untuk menjaga ketahanan pangan, maupun berkebun untuk
produksi pangan.
Sejalan dengan pertambahan populasi penduduk di muka bumi, manusia kurang
memperhatikan sisi lingkungan yang mendukung suatu proses pembangunan. Pada
umumnya masyarakat hanya memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk
mendapatkan hasil maksimal tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan yang ada.
Sebagai salah satu contohnya adalah sebuah kasus yang terjadi di Kota Batu, Jawa
Timur. Beberapa kawasan yang dahulunya hutan dan berfungsi sebagai area resapan,
kini berubah menjadi lahan pertanian maupun perkebunan. Bukan itu saja, lereng-lereng
yang tingkat kecuramnya melebihi 35%, banyak yang berubah fungsi sebagai kawasan
pertanian. Hal itu diperparah dengan komoditas pertanian yang tidak cocok untuk daerah
dengan topografi relatif miring serta tidak adanya tindakan konservasi yang berdampak
pada terjadinya bencana alam.
Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia salah satunya adalah erosi. Erosi
merupakan peristiwa pemindahan atau pengangkutan atau bagian dari tanah dari suatu
tempat ke tempat yang lain melalui media alami yaitu, air, angin, ataupun es. Erosi dapat
dipengaruhi oleh beberapa variabel utama, diantaranya adalah iklim, tanah,
topografi/bentuk wilayah, dan vegetasi penutup tanah serta aktivitas manusia.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu mengetahui jenis erosi dan proses terjadinya erosi
b. Mahasiswa mampu mengetahui jenis-jenis bangunan erosi sebagai upaya konservasi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Erosi
2.1.1 Pengertian Erosi
Erosi merupakan peristiwa berpindahnya tanah atau bagian-bagian tanah dari
suatu tempat ke tempat lain oleh media alam, seperti: angin dan air. Pada daerah
beriklim tropika basah seperti di Indonesia proses erosi umumnya disebabkan oleh
air, sedangkan pada daerah yang beriklim kering penyebab utama terjadinya erosi
adalah angin. Proses terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor hidrologi terutama
intensitas hujan, topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup lahan, dan tata guna
lahan. Sejarah erosi berhubungan dengan terjadinya alam dan keberadaan manusia
dimuka bumi ini. Erosi alam terjadi melalui pembentukan tanah untuk
mempertahankan keseimbangan tanah secara alamiah. Erosi karena kegiatan
manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara
bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau
kegiatan pembangunan konstruksi yang bersifat merusak keadaan fisik tanah
(Asriadi, 2018).
Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan
tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses erosi ini
dapat menyebabkan merosotnya produktivitas tanah, daya dukung tanah dan kualitas
lingkungan hidup. Permukaan kulit bumi akan selalu mengalami proses erosi, di
suatu tempat akan terjadi pengikisan sementara di tempat lainnya akan terjadi
penimbunan, sehingga bentuknya akan selalu berubah sepanjang masa. Peristiwa ini
terjadi secara alamiah dan berlangsung sangat lambat, sehingga akibat yang
ditimbulkan baru muncul setelah berpuluh bahkan beratus tahun kemudian (Prasetyo,
2017)

2.1.2 Jenis-Jenis Erosi


Pada dasarnya erosi yang paling sering terjadi dengan tingkat produksi
sedimen (sediment yield) paling besar adalah erosi permukaan (sheet erosion) jika
dibandingkan dengan beberapa jenis erosi yang lain yakni erosi alur (rill erosion),
erosi parit (gully erosion) dan erosi tebing sungai (stream bank erosion). Secara
keseluruhan laju erosi yang terjadi disebabkan dan dipengaruhi oleh lima faktor
diantaranya faktor iklim, struktur dan jenis tanah, vegetasi, topografi dan faktor
pengelolaan tanah. Faktor iklim yang paling menentukan laju erosi adalah hujan yang
dinyatakan dalam nilai indeks erosivitas hujan (Fauzi dan Maryono, 2016).
Menurut Tarigan dan Djati (2013), jenis erosi dengan sumber berupa air hujan
dapat dikelompokkan menjadi 5 macam yaitu:
a. Erosi percikan (splash erosion)
Jenis erosi ini merupakan hasil dari percikan atau benturan air hujan
secara langsung pada partikel tanah dalam keadaan basah. Curah hujan
yang jatuh ke permukaan tanah memiliki diameter yang berbeda – beda
sehingga memiliki energi tumbukan yang berbeda. Energi tumbukan ini
bergantung dari kecepatan jatuhnya tetesan air, diameter butiran tetesan
hujan dan intensitas hujan.
b. Erosi lembar (sheet erosion)
Terjadi karena terlepasnya tanah dari lereng dengan tebal lapisan
yang tipis. Erosi ini tidak dapat terlihat oleh mata karena perubahan
permukaan tanah yang terjadi hanya dalam bentuk yang kecil. Jenis erosi
dapat terlihat dengan jelas pada saat laju erosi semakin bertambah dengan
tidak ditemukannya vegetasi di permukaan tanah tersebut.
c. Erosi alur (rill erosion)
Tipe erosi ini terjadi karena adanya pengikisan tanah oleh aliran air
yang membentuk parit atau saluran kecil, parit tersebut mengalami
konsentrasi aliran air hujan yang akan mengikis tanah. Alur – alur tersebut
akan mengalami pendangkalan pada permukaan tanah dengan arah yang
memanjang dari atas ke bawah. Suatu erosi dikelompokkan menjadi erosi
alur apabila memiliki lebar kurang dari 50 cm dan memiliki kedalaman
kurang dari 30 cm.
d. Erosi parit (gully erosion)
Jenis erosi ini merupakan keberlanjutan dari erosi alur. Erosi parit ini
terjadi apabila alur – alur mengalami pendangkalan yang semakin lebar dan
dalam hingga membentuk parit.
e. Erosi sungai / saluran (stream / channel erosion)
Erosi sungai dapat terjadi karena adanya permukaan tanggul sungai
yang terkikis dan gerusan sedimen di sepanjang dasar saluran.

2.1.3 Proses Terjadinya Erosi


Ada dua penyebab utama pada tahap pertama dan kedua dari proses
terjadinya erosi, ialah tetesan butir-butir hujan dan aliran permukaan. Tetesan-tetesan
butir hujan yang jatuh ke atas tanah mengakibatkan pecahnya agregat-agregat tanah
tersebut, sebab tetesan butir hujan tersebut memiliki energi kinetik (Ek) yang cukup
besar. Intensitas hujan yang lebih besar dapat membentuk butir-butir tetesan hujan
yang lebih besar lagi dan mengakibatkan aliran di permukaan lebih banyak. Percikan
hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran hujan
mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas dan terlempar
sampai beberapa centimeter ke udara. Erosi percikan (splash erosion) sebagai akibat
dari kekuatan tumbukan atau tetesan butir hujan ke tanah dengan nilai erosivitas
tertentu adalah merupakan ukuran dari suatu tanah yang terlepas (soil detachtability),
sedangkan jumlah aliran permukaan (run-off) dan tanah yang dianggap sebagai
kriteria untuk erodibilitas tanah (Maulana, 2011).
Menurut Rahayu (2017), normal/geological erosion yaitu erosi yang
berlangsung secara ilmiah, terjadi secara normal di lapangan melalui tahap-tahap:
a. Pemecahan agregat-agregat tanah atau bongkah-bongkah tanah ke dalam
partikel-partikel tanah yaitu butiran-butiran tanah yang kecil,
b. Pemindahan partikel-partikel tanah tersebut baik dengan melalui penghanyutan
ataupun karena kekuatan angin,
c. Pengendapan partikel-partikel tanah yang terpindahkan atau terangkut tadi di
tempat-tempat yang lebih rendah atau di dasar-dasar sungai.
Erosi secara alamiah dapat diikatkan tidak menimbulkan musibah yang hebat bagi
kehidupan manusia atau keseimbagan lingkungan dan kemungkinan-kemugkinan
hanya kecil saja, ini dikarenakan banyaknya partikel-partikel tanah yang dipindahkan
atau terangkut seimbang dengan banyaknya tanah yang terbentuk di tempat-tempat
yang lebih rendah itu,

(Karyati dan Sri, 2018)

2.1.4 Dampak Terjadinya Erosi


Lahan memiliki potensi besar dalam menunjang aktivitas hidup manusia.
Lahan tersebut bisa dijadikan sebagai areal pertanian maupun pemukiman
penduduk, sering kali dalam perkembangannya terjadi perubahan fungsi-fungsi lahan
dimaksud. Namun lahan dapat mengalami degradasi. Penyebab terjadinya degradasi
lahan dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu : kategori pertama penyebabnya adalah erosi
dan sedimentasi, akumulasi garam/ basa/ bahan polutan, terjadi pH yang luar biasa
rendah, limbah bahan organik dan ancaman penyakit infeksi. Kategori dua
disebabkan oleh limbah bahan anorganik dari industri, pestisida, radioaktif,
keracunan logam berat dan ancaman banjir dan kekeringan, sementara untuk
kategori tiga penyebabnya adalah proses penambangan, penggunaan pupuk yang
salah, penggunaan air yang berkualitas jelek, tercemar deterjen dan amblesan
(subsidence) (Rusdi et al. 2013).
Terdegradasinya lahan akan mengakibatkan meluasnya kerusakan lahan
terutama kerusakan lahan hutan. Pengurangan luas hutan yang masih berlangsung
sampai saat ini disebabkan antara lain oleh penebangan liar, pembukaan hutan, dan
lain sebagainya akan mengakibatkan terganggunya hutan. Kerusakan ini akan
berakibat semakin meluasnya lahan kritis, terutama lahan kritis dalam Daerah Aliran
Sungai (DAS). Kerusakan lahan di DAS akan mengakibatkan kerusakan pada banyak
hal seperti, air sungai yang sangat keruh, pendangkalan di sungai dan waduk,
penggerusan tebing sungai, pencucian hara tanah, menipisnya solum tanah, dan
menurunnya produktivitas lahan yang merupakan sebahagian dari dampak terjadinya
erosi. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk
pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan
menahan air. Tanah yang terangkut akibat erosi akan diendapkan ketempat lain
dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi dan sebagainya. (Juita, 2018).

(Fauzi dan Maryono, 2016)

2.2 Bangunan Pengendali Erosi


2.2.1 Pengertian Bangunan Pengendali Erosi
Tindakan konservasi secara mekanis adalah bagaimana memperlakukan tanah
secara fisik dengan menahan, menampung, dan mengendalikan tanah yang tererosi
menggunakan bangunan-bangunan penahan tanah. Tujuan utama pembuatan
bangunan pencegah erosi yang merupakan usaha konservasi secara mekanis adalah
untuk mengurangi kecepatan dan volume air larian serta kehilangan tanah dengan
cara menahan air tetap pada tempatnya atau minimal mengurangi kecepatan air
lariannya, sampai saatnya vegetasi yang ditanam ditempat tersebut cukup kuat untuk
meneruskan pertumbuhannya. Bentuk bangunan pencegah erosi yang umum
dijumpai adalah terasering, bangunan terjunan, pengendali jurang, saluran
pembuangan, serta dam penahan (Asriadi, 2018).

2.2.2 Jenis-Jenis Bangunan Pengendali Erosi


Check dam adalah waduk kecil dengan konstruksi khusus yang dibuat di
daerah berbukit dengan kemiringan lapisan dibawah 30%. Bangunan bendungan
pengendali digunakan untuk menampung air aliran permukaan ekonomi dan sedimen
hasil erosi, meningkatkan jumlah air yang meresap (infiltrasi) ke dalam tanah dan
mendekatkan permasalahannya pada masyarakat. Pelaksanaan pembuatan daerah
aliran bendungan pengendali di lapangan biasanya tidak lebih dari 150 ha dan tinggi
bendungan tanggul maksimal 10 m. Tempat dimana bendungan akan dibuat harus
mempunyai kecekungan dengan daya tampung air yang besar (Karyati dan Sri,
2018).
Di daerah perbukitan yaitu pada tata guna lahan pertanian lahan kering
diusulkan upaya pembuatan teras bangku atau teras tangga dengan cara memotong
panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan
bangunan yang berbentuk seperti tangga. Teras bangku adalah serangkaian dataran
yang dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai dan ditanami dengan
gebalan rumput untuk penguat teras. yang berperan untuk melindungi permukaan
tanah dari daya dispersi dan daya penghancur oleh butir-butir hujan. Selain itu
berperan pula dalam hal memperlambat aliran permukaan serta melindungi tanah
permukaan dari daya kikis aliran permukaan (Fitriyah et al., 2014).

2.2.3 Fungsi, Tujuan, serta Manfaat Bangunan Pengendali Erosi


Usaha yang dilakukan guna mengamankan tebing sungai yang berada dekat
dengan rel kereta adalah dengan membangun dinding penahan tanah. Dinding
penahan tanah berfungsi menahan tanah yang berada dibelakangnya dan
mengamankan bangunan yang berada diatasnya (rel kereta). Pada perencanaan
dinding penahan tanah, beberapa analisis yang harus dilakukan adalah analisis
kestabilan terhadap guling, analisis ketahanan terhadap geser, analisis kapasitas
daya dukung tanah pada dasar dinding penahan, analisis tegangan dalam dinding
penahan tanah, analisis penurunan, dan analisis stabilitas secara umum (Raditya et
al., 2016).
Pengendalian erosi dengan cara mekanis yaitu semua perlakuan fisik
mekanisyang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi
erosi. Metoda mekanik dalam pengendalian erosi berfungsi sebagai memperlambat
aliran permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan
yang tidak merusak, memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan
memperbaiki aerasi tanah, serta menyediakan air bagi tanaman. Dalam pengendalian
erosi dengan menggunakan cara vegetatif, pengendalian erosinya mempergunakan
tumbuhan atau tanaman serta sisa-sisa tanaman (serasah) untuk mengurangi daya
rusak hujan yang jatuh. Tumbuhan dapat berfungsi sebagai melindungi permukaan
tanah dari tumbukan air hujan, mengurangi kecepatan aliran permukaan, menahan
partikel tanah tetap ditempat, dan memelihara kapasitas tanah dalam menyerap air
(Terakusuma, 2017).
Untuk menjaga kapasitas waduk supaya tetap lestari diantaranya adalah
dengan mengurangi laju sedimentasi yang masuk ke waduk dengan cara program
konservasi DAS, bangunan pengendali erosi, penangkap sedimen di daerah hulu
waduk dan lain sebaginya. Salah satu upaya adalah membuat struktur pengendali
sedimen atau yang sering disebut Chek Dam untuk sungai, sudah dikembangkan
juga struktur ambang bawah air (underwater sill) atau tanggul dibawah laut. Suatu
usaha untuk mengendalikan erosi adalah suatu usaha untuk memperkecil erosi saja.
Oleh karena itu masih terdapat sedimen (lumpur) yang masih perlu diamankan.
Proses sedimentasi yang terjadi di dalam waduk, dasar saluran irigasi, muara sungai
dan sebagainya, telah menimbulkan banyak kerugian. Salah satu bangunan
pengendali sedimen yang dikenal adalah Chek Dam (Dam Pengendali). Bangunan ini
adalah suatu suatu bending kecil yang terbuat dari urugan tanah yang berfungsi
untuk menampung sedimen serta pengawetan air (Alimuddin, 2012).

2.2.4 Hambatan dalam Pembuatan Bangunan Pengendali Erosi


Pelaksanaan pembuatan daerah aliran bendungan pengendali di lapangan
biasanya tidak lebih dari 150 ha dan tinggi bendungan tanggul maksimal 10 m.
Tempat dimana bendungan akan dibuat harus mempunyai kecekungan dengan daya
tampung air yang besar. Butuh biaya yang lumayan besar untuk membangun check
dam. Selain itu check dam juga butuh pemeliharaan rutin. Upaya pemeliharaan
keamanan pembuatan bendungan pengendali perlu memperhatikan faktor-faktor.
Untuk menjaga bocornya badan tanggul, disarankan dibuat lapisan air di tengah
badan tanggul. Lapisan dibuat dari tanah liat yang dipadatkan atau pasangan teras
dan kapur dengan perbandingan 3:1 atau 5:1. Tinggi lapisan dibuat sampai dengan
1,5 m di bawah permukaan tanggul. Untuk mencegah longsoran badan tanggul,
badan tanggul dibuat dengan kemiringan 2:1 untuk bagian dalam dan 1,5:1 untuk
lereng bagian luar. Tinggi air dalam bendungan tidak boleh melampaui badan
tanggul. Karena itu dibuat saluran pelimpahan (spill way), yang terbuat dari pasangan
batu atau tanah yang diperkuat dengan gebalan rumput. Saluran pelimpahan
biasanya dibuat dengan kedalaman 2 m. Disarankan membuat saluran lokal yaitu
pipa saluran yang berada di bawah ketinggian saluran pelimpahan yang dapat
digunakan sebagai pengatur air (Karyati dan Sri, 2018).
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


 Bolpoin : digunakan untuk mencatat terkait apa yang didapat saat praktikum
berlangsung
 Kertas : media yang digunakan untuk mencatat
 Kamera : alat yang digunakan untuk mengabadikan momen dan hal-hal penting
lainnya

3.2 Cara Kerja

Alat dan Bahan

Disiapkan

Lingkungan

Diamati proses terjadinya erosi di Kawasan Candi


Sumberawan

Bangunan pencegah
erosi
Diamati
Ditentukan dan dianalisis jenis bangunanya

Hasil
BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Bangunan Penahan Erosi yang Terdapat pada Kawasan Candi Sumberawan
a. Teras Bangku
Tipe teras yang relatif banyak dikembangkan pada lahan pertanian di Indonesia
adalah teras bangku atau teras tangga. Teras bangku dapat digolongkan sebagai teknik
konservasi tertua dan telah banyak diaplikasikan di berbagai Negara. Misalnya saja di
North Carolina tercatat bahwa teras bangku telah diterapkan pada lahan usaha tani sejak
tahun 1885. Penerapan teras bangku di Indonesia juga sudah tergolong tua, meskipun
pada mulanya penerapan teknik konservasi ini dititikberatkan pada lahan sawah atau
lebih berfungsi sebagai teras irigasi.Kelemahan dari teras bangku adalah tidak dapat
diterapkan pada semua kondisi lahan, misalnya pada tanah bersolum dangkal. Teras
bangku miring dapat digunakan untuk tanah yang permeabilitasnya rendah, dengan
tujuan air tidak segera terinfiltrasi tidak mengalir keluar melalui talud.

Gambar 4.1 Pengendalian Vegetatif

b. Teras Batu
Pada Gambar 4.2 dan 4.3 dapat dilihat salah satu contoh bangunan pengendali
erosi yaitu teras batu. Teras batu atau batu penahan (stone terrace works), pada
prinsipnya sama dengan teras tembok atau tembok penahan. Pada batu penahan biaya
yang digunakan lebih sedikit, namun tingkat kerikil penanam tanah kelereng pondasi
kekuatannya lebih rendah dibanding tembok penahan. Pada teknik ini dapat ditambahkan
dengan penanaman rumput, bambu atau tanaman keras karena dapat membantu
menjaga kestabilan permukaan tanah. Penggunaan batu untuk membuat dinding dengan
jarak yang sesuai di sepanjang garis kontur pada lahan miring. Tujuannya adalah:
 memanfaatkan batu-batu yang ada di permukaan tanah agar lahan dapat
dimanfaatkan sebagai bidang olah
 mengurangi kehilangan tanah dan air serta untuk menangkap tanah yang meluncur
dari bagian atas sehingga secara bertahap dapat terbentuk teras bangku
 mengurangi kemiringan lahan untuk memberi bidang olah, konservasi tanah dan
mekanisasi pertanian

Gambar 4.2 Teras Batu

Gambar 4.3 Teras Batu

c. Bangunan Penangkap Sedimen


Pada Gambar 4.4 dapat dilihat salah satu contoh bangunan pengendali erosi yaitu
bangunan penangkap sedimen. Sedimentasi merupakan material atau pecahan dari
batuan, mineral dan material organik yang melayang-layang di dalam air. Lalu terkumpul
dan mengendap di dasar sungai maupun laut. Apabila sedimen dibiarkan mengendap
pada dasar sungai maka laju aliran akan terganggu. Oleh karena itu dibuatlah bangunan
penahan sedimen yang berbentuk seperti terjunan. Hal ini supaya adanya energi yang
mendorong sedimen agar tetap mengalir. Dengan begitu, resiko terjadinya banjir yang
disebabkan oleh pengangkap sedimen dapat dikurangi.

Gambar 4.4 Teras Batu


d. Cara Vegetatif
Pada Gambar 4.5 dapat dilihat salah satu bentuk pengendali erosi yaitu bangunan
penangkap sedimen. Mengingat bahaya erosi yang merugikan lingkungan perlu dilakukan
pencegahan erosi yang dapat dilakukan dengan metode konservasi vegetatif seperti
menanam rumput. Berdasarkan penelitian menunjukkan adanya pengaruh kerapatan
tanaman, intensitas hujan, dan kemiringan lereng terhadap erosi yang terjadi. Semakin
rapat vegetasi penutup tanah yang digunakan, tanah yang tererosi semakin sedikit
dibandingkan dengan vegetasi penutup tanah yang ditanam secara acak. Batang
tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan cara merembeskan aliran air dari
tajuk melewati batang (stemflow) menuju permukaan tanah sehingga energi kinetiknya
jauh berkurang. Batang juga berfungsi memecah dan menahan laju aliran permukaan.
Jika energi kinetik aliran permukaan berkurang, maka daya angkut materialnya juga
berkurang dan tanah mempunyai kesempatan yang relatif tinggi untuk meresapkan air.
Beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan jarak rapat, batangnya mampu
membentuk pagar sehingga memecah aliran permukaan. Partikel tanah yang ikut
bersama aliran air permukaan akan mengendap di bawah batang dan lama-kelamaan
akan membentuk bidang penahan aliran permukaan yang lebih stabil.

Gambar 4.5 Cara Vegetatif


4.2 Bangunan Penahan Erosi yang Terdapat di Lingkungan Tempat Tinggal
Di lingkungan tempat tinggal tepatnya di Bogor, terdapat salah satu bangunan
penahan erosi. Bentuk dari bangunan penahan erosi tersebut adalah teras batu. Teras
batu adalah penggunaan batu untuk membuat dinding dengan jarak yang sesuai di
sepanjang garis kontur pada lahan miring. Batu dapat digunakan sebagai bahan senderan
yang menjaga permukaan tanah agar tidak longsor. Persyaratan pembuatan teras ini
adalah: kemiringan tanah sampai 60 % dan kedalaman tanah > 40 cm, tersedia cukup
batu di lokasi untuk pembuatan dinding teras, lahan hampir seragam dan tidak terlihat
tanda-tanda erosi jurang. Selain itu teras batu diperkuat dengan adanya vegetasi.

Gambar 4.6 Teras Batu


BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Erosi merupakan peristiwa berpindahnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu
tempat ke tempat lain oleh media alam, seperti: angin dan air. Pada daerah beriklim
tropika basah seperti di Indonesia proses erosi umumnya disebabkan oleh air, sedangkan
pada daerah yang beriklim kering penyebab utama terjadinya erosi adalah angin. Proses
terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor hidrologi terutama intensitas hujan, topografi,
karakteristik tanah, vegetasi penutup lahan, dan tata guna lahan. Sejarah erosi
berhubungan dengan terjadinya alam dan keberadaan manusia dimuka bumi ini. Erosi
alam terjadi melalui pembentukan tanah untuk mempertahankan keseimbangan tanah
secara alamiah. Erosi karena kegiatan manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan
tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah
konservasi tanah atau kegiatan pembangunan konstruksi yang bersifat merusak keadaan
fisik tanah
Bangunan pengendali erosi adalah bangunan untuk mencegah atau mengendalikan
erosi yang disebabkan oleh beberapa faktor. Pada kawasan Candi Sumberawan terdapat
beberapa titik yang dirasa rawan erosi, bahkan terdapat beberapa titik yang telah terjadi
erosi. Untuk menghindari terjadinya erosi di kawasan candi sumberawan telah dibangun
beberapa bangunan pengendali erosi. Bangunan pengendai erosi yang telah dibangun
antara lain teras bangku, pengangkap sedimen, bangunan terjuanan, teras batu, dan
pengendali vegetatif. Di lingkungan tempat tinggal terdapat salah satu bangunan penahan
erosi. Bentuk dari bangunan penahan erosi tersebut adalah teras batu.

5.2 Saran
Diharapkan kepada praktikan memperhatikan materi yang diajarkan. Agar
praktikan mengerti setiap materi yag diajarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Alimuddin, Aisyah. 2012. Pendugaan Sedimentasi pada DAS Mamasa di Kab. Mamasa
Propinsi Sulawesi Barat. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Asriadi dan Hendrik Pristianto. 2018. Ringkasan Teori Erosi Dan Sedimentasi. Sorong:
Universitas Muhammadiyah Sorong

Fauzi, Rifky Muhammad Zulfa dan Maryono. 2016. Kajian Erosi dan Hasil Sedimen
Untuk Konservasi Lahan DAS Kreo Hulu. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota
12(4) : 429-445
Fitriyah, Fifi Nur, Fuad Halim, M. I. Jasin. 2014. Penanganan Msalah Erosi dan
Sedimentasi di Kawasan Kelurahan Perkamil. Jurnal Sipil Statik 2(4):173-181
Juita, Erna. 2018. Analisis Erosi Tebing Dan Konservasi Lahan Berbasis Kearifan
Lokal Di Nagari Sungai Sariak. Jurnal Spasial 5(1): 18-23
Karyati, Sri Sarminah. 2018. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Mulawarman
University Press: Samarinda
Maulana, Edwin. 2011. Prediksi Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) Sub DAS Junggo
Bagian Hilir dengan Menggunakan Model Suripin di Kecamatan Bumiaji Kota
Batu. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Malang.
Prasetyo, Eko Yoga. 2017. Pendugaan Erosi Lahan Berbasis Aplikasi WEPP (Water
Erossion Prediction Project) di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Malang.
Universitas Muhammadiyah Malang
Raditya, A.W, Putra, U, Suharyanto, dan Sutarto, E. 2016. Kajian Pengendalian Erosi
pada Sungai Pedes Kabupaten Brebes. Jurnal Karya Teknik Sipil 5(2): 45-53

Rahayu, Tanty, Suyanto, Solichin. 2017. Evaluasi Fungsi Bangunan Pengendali


Sedimen (Check DAM) Pengkol Berdasarkan Perubahan Tata Guna Lahan
Kali Keduang Kabupaten Wonogiri. Surakarta. Universitas Sebelas Maret
Rusdi, M. Rusli Alibasyah, Abubakar Karim. 2013. Degradasi Lahan Akibat Erosi Pada
Areal Pertanian Di Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar.
Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan 2(3):240-249
Tarigan, Dela Risnian, Djati Mardianto. Pengaruh Erosivitas dan Topografi Terhadap
Kehilangan Tanah Pada Erosi Alur Di Daerah Aliran Sungai Secang Desa
Hargotirto. Jurnal Geologi 3(5):412-420
Terakusuma, Angga. 2017. Evaluasi Tingkat Erosi Pada Kawasan Budidaya Pertanian
Pangan Di Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung. Skripsi. Universitas
Pasundan. Bandung.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai