Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-

bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa

erosi, tanah atau bagian bagian tanah terkikis dan terangkut, kemudian diendapkan

di tempat lain (Arsyad, 2010). Pengikisan, pengangkutan dan pemindahan tanah

tersebut dilakukan oleh media alami yaitu air dan angin.

Erosi secara alamiah dikatakan tidak menimbulkan masalah, hal ini

disebabkan kecepatan erosinya relatif sama atau lebih rendah dari kecepatan

pembentukan tanah, erosi demikian disebut dengan erosi normal (erosi geologi).

Aktivitas manusia dalam beberapa bidang dapat mempercepat erosi, sehingga

timbul masalah, yang disebut erosi dipercepat (accelerated erosion). Akibat dari

erosi tersebut adalah : a.) merosotnya produktivitas tanah pada lahan yang tererosi,

disertai merosotnya daya dukung serta kualitas lingkungan hidup, b.) sungai,

waduk, dan aliran irigasi/drainase di daerah hilir menjadi dangkal, sehingga masa

guna dan daya guna berkurang, c.) secara tidak langsung dapat mengakibatkan

terjadinya banjir kronis pada setiap musim penghujan dan kekeringan di musim

kemarau (Arsyad, 1981) serta d.) dapat menghilangkan fungsi tanah menurut

Suwardjo (1981 dalam Taryono, 1997).

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui usaha-usaha

apa saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak erosi.


BAB II
ISI

2.1 Proses Terjadinya Erosi

Erosi tanah (soil erosion) terjadi melalui dua proses yakni proses

penghancuran partikel-partikel tanah (detachment) dan proses pengangkutan

(transport) partikel-partikel tanah yang sudah dihancurkan. Kedua proses ini terjadi

akibat hujan (rain) dan aliran permukaan (run off) yang dipengaruhi oleh berbagai

faktor antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama dan jumlah hujan),

karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan (land cover), kemiringan lereng,

panjang lereng dan sebagainya (Wischmeier dan Smith 1978, dalam Banuwa,

2008). Faktor-faktor tersebut satu sama lain bekerja secara simultan dalam

mempengaruhi erosi (Banuwa, 2008).

Selanjutnya, Banuwa (2008), menyatakan bahwa kehilangan tanah hanya

akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas berjalan. Tanpa proses penghancuran

partikel-partikel tanah, maka erosi tidak akan terjadi, tanpa proses pengangkutan,

maka erosi akan sangat terbatas. Kedua proses tersebut di atas dibedakan menjadi

empat sub proses yakni: (1) penghancuran oleh curah hujan; (2) pengangkutan oleh

curah hujan; (3) penghancuran (scour) oleh aliran permukaan; dan (4)

pengangkutan oleh aliran permukaan. Jika butir hujan mencapai permukaan tanah,

maka partikel-partikel tanah dengan berbagai ukuran akan terpercik (splashed) ke

segala arah, menyebabkan terjadinya penghancuran dan pengangkutan partikel-

partikel tanah. Jika aliran permukaan tidak terjadi (seluruh curah hujan terinfiltrasi),

maka seluruh partikel-partikel yang terpercik akibat curah hujan akan terdeposisi di
permukaan tanah. Selanjutnya jika aliran permukaan terjadi, maka partikel-partikel

yang terdeposisi tersebut akan diangkut ke lereng bagian bawah

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Erosi

Menurut Arsyad (2012), pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa erosi

adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, vegetasi, topografi, tanah

dan manusia, yang dapat dinyatakan dalam persamaan deskriptif di bawah ini. E =

f (iklim, topografi, vegetasi, tanah, manusia) Persamaan tersebut diatas

mengandung dua jenis peubah, yaitu:

a. Faktor-faktor yang dapat diubah oleh manusia, seperti: vegetasi yang

tumbuh di atas tanah, sebagian sifat-sifat tanah yaitu kesuburan tanah,

ketahanan agregat, dan kapasitas infiltrasi dan unsur topografi yaitu lereng.

b. Faktor-faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia, seperti: iklim, tipe

tanah dan kecuraman lereng.

Atas pertimbangan tersebut di atas, maka besarnya erosi dapat diperkecil

dengan cara mengatur faktor-faktor yang dapat diubah. Ada pun uraian faktor-

faktor yang dapat menyebabkan erosi dan limpasan permukaan (iklim, topografi,

vegetasi, tanah dan manusia), adalah sebagai berikut:

1. Faktor iklim

Faktor iklim yang penting dalam proses erosi adalah curah hujan dan suhu.

Karena curah hujan dan suhu tidak banyak berbeda di tempat tempat yang

berdekatan, maka pengaruh iklim terhadap sifat-sifat tanah baru dapat terlihat jelas

bila dibandingkan daerah-daerah yang berjauhan dan mempunyai iklim yang

berbeda nyata. Pengaruh iklim dalam proses erosi dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Pengaruh langsung misalnya dalam proses pelapukan,

pencucian, translokasi, dan lain-lain. Sedang pengaruh tidak langsung terutama

adalah melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi (Nursa’ban, 2006).

Intensitas hujan yang cukup tinggi akan menimbulkan erosi. Tetesan

butiran-butiran hujan yang jatuh ke atas tanah mengakibatkan pecahnya

agregatagregat tanah yang diakibatkan oleh tetesan butiran hujan yang memiliki

energi kinetik yang cukup besar. Jumlah hujan yang besar tidak selalu

menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat

dalam waktu singkat dapat menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujan hanya

sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang

terjadi cenderung tinggi (Fitria, Sakka, Samsu, 2012).

Pada intensitas 80 mm/jam erosi yang terjadi pada tanah uji lebih besar

dibandingkan dengan intensitas 60 mm/jam. Hal ini disebabkan semakin tinggi

intensitas hujan maka tanah akan menerima semakin banyak air hujan yang jatuh

sehingga erosi yang terjadi juga semakin besar (Sucipto, 2007).

2. Topografi

Faktor topografi yang paling dominan pengaruhnya terhadap erosi adalah

panjang dan kecuraman lereng. Komponen ini akan mempengaruhi kecepatan dan

volume air permukaan sampai dimana air aliran permukaan masuk ke dalam

saluran-saluran (sungai), atau aliran telah berkurang akibat perubahan kelerengan

(datar) sehingga kecepatan dan volume dipencarkan ke berbagai arah (Triwanto,

2012).
Panjang lereng berperan terhadap besarnya erosi yang terjadi, semakin

panjang lereng maka semakin besar volume aliran permukaan yang terjadi.

Kemiringan lereng memberikan pengaruh besar terhadap erosi yang terjadi, karena

sangat mempengaruhi kecepatan limpasan permukaan. Makin besar nilai

kemiringan lereng, maka kesempatan air untuk masuk kedalam tanah (infiltrasi)

akan terhambat sehingga volume limpasan permukaan semakin besar yang

mengakibatkan terjadinya bahaya erosi (Dewi, Ni Made, Tatiek, 2012).

Unsur topografi yang mempengaruhi erosi adalah kemiringan lereng dan

panjang lereng. Makin besar kemiringan lereng, intensitas erosi air makin tinggi.

Hal ini berkaitan dengan energi kinetik aliran limpas yang semakin besar sejalan

dengan semakin besar kemiringan lereng. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi

erosi adalah kepekaan tanah atau erodibilitas tanah. Nilai erosi akan semakin besar

dengan semakin besarnya nilai erodibilitas suatu tanah (Bukhari, Kemala, Alinda,

2015).

3. Vegetasi

Dalam penelitian Widianto, Didik, Herman, Rudi, Pratiknyo, Meine (2002)

menyatakan bahwa penebangan hutan (pepohonan) secara serentak atau tebang

habis mengakibatkan kerusakan tanah khususnya di lapisan permukaan dengan

ditandai antara lain penurunan kadar bahan organik, penurunan laju infiltrasi dan

penurunan jumlah ruangan pori makro. Kerusakan menjadi semakin parah setelah

beberapa tahun karena minimnya perlindungan terhadap permukaan tanah.

Kandungan bahan organik terus menurun karena proses pelapukan semakin cepat,

hilang terangkut bersama erosi dan tidak adanya vegetasi yang memberikan seresah
sebagai tambahan sumber bahan organik tanah. Pada periode ini bisa terjadi

peningkatan limpasan permukaan dan erosi dibanding keadaan sebelumnya. Dalam

skala lebih luas (kawasan) akumulasi limpasan permukaan yang besar dari petak-

petak kecil membentuk luapan aliran permukaan yang sangat besar berupa banjir.

Hal seperti ini telah terjadi di berbagai daerah (khususnya di Pulau Jawa) pada awal

tahun 2002 yang lalu yang bisa dihubungkan dengan penebangan habis pepohonan

dari berbagai lahan hutan maupun perkebunan secara besar-besaran selama tahun

1999-2001.

Menurut Sallata (2013) menerangkan bahwa Keberadaan tegakan pinus

kelas umur tua lebih berperan dalam perbaikan sifat fisik tanah dengan implikasi

meningkatnya kapasitas infiltrasi tanah yang diperlukan dalam menjaga kestabilan

wilayah DAS. Peran tegakan pinus terhadap erosi tanah dan aliran permukaan

sangat ampuh, karena pada umumnya lapisan bawah tertutup dengan guguran daun

pinus yang terkenal lambat terurai, sehingga dapat melindungi permukaan lahan

dari pukulan langsung air hujan ataupun aliran permukaan. Di sisi lain lapisan

guguran daun pinus yang kadang menumpuk tebal menyebabkan kemasaman tanah

turun.

4. Tanah

Ada pun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur,

bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah.

Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbedabeda.

Kepekaan erosi tanah atau mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai

interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang
mempengaruhi erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi,

permeabilitas, dan kapasitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang

mempengaruhi ketahanan struktur, terhadap dispersi, dan penghancuran agregat

tanah oleh tumpukan butir-butir hujan dan aliran permukaan (Arsyad, 2012).

Menurut Ashari (2013) menerangkan bahwa Nilai erodibilitas tanah

ditentukan oleh berbagai faktor. Tekstur berkaitan dengan kapasitas infiltrasi serta

kemudahan tanah untuk terangkut pada saat terjadi erosi. Bahan organik selain

menyuburkan tanah juga memperkuat agregat tanah. Struktur merupakan susunan

saling mengikat antar butir tanah, sehingga semakin kuat struktur maka semakin

tahan terhadap erosi. Permeabilitas berkaitan dengan kemampuan tanah dalam

meloloskan air.

Tekstur tanah dan kandungan bahan organik tanah sangat berpengaruh

terhadap nilai Indeks Erosi, sedangkan nilai Indeks Erosi tidak dapat ditunjukkan

hanya dengan permeabilitas tanah. Dimana, semakin besar persentase tekstur tanah

debu (silt), maka semakin besar pula nilai indeks erosi dan semakin kecil persentase

tekstur tanah liat (clay) maka semakin besar nilai Indeks Erosi, sedangkan untuk

persentase tekstur tanah pasir (sand) tergantung dari komposisi tekstur tanah debu

(silt) dan tekstur tanah liat (clay). Selain itu, semakin besar persentase kandungan

bahan organik tanah maka semakin kecil nilai indeks erosi (Sulistyaningrum,

Liliya, Bambang, 2014).

Menurt Arifin (2010) menerangkan bahwa sifat fisik yang dipengaruhi oleh

bahan organik dalam kaitannya dengan erodibilitas tanah adalah struktur, tekstur

dan permeabilitas tanah. Pengelolaan tanah yang intensif secara terus menerus
tanpa mengistirahatkan tanah dan tanpa penambahan bahan organik berakibat

merusak struktur tanah. Selanjutnya berakibat pada permeabilitas tanah. Pada tanah

tertentu permeabilitas tanahnya menjadi lambat. Permeabilitas lambat dan laju

infiltrasi yang rendah mengakibatkan tingginya limasan permukaan yang pada

akhirnya mempertinggi limpasan permukaan dan berakibat pada meningkatnya

kehilangan tanah (erosi). Tanah dengan partikel tanah berukuran besar akan tahan

terhadap erosi karena sukar diangkut, sedangkan tanah yang didominasi oleh

partikel yang berukuran halus peka terhadap erosi karena adanya pengikisan bahan

semen oleh hujan. Jadi tanah yang mudah tererosi adalah tanah berdebu.

5. Manusia

Kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap erosi, misalnya perubahan penutupan tanah akibat

penggundulan atau pembabatan hutan untuk pemukiman, lahan pertanian, atau

gembalaan. Perubahan topografi secara mikro akibat penerapan terasering,

penggemburan tanah dengan pengolahan, serta pemakaian stabiliter dan pupuk

yang berpengaruh pada struktur tanah (Suripin, 2002).

Proses pembukaan lahan yang tidak terkendali akan berimplikasi pada

meningkatnya resiko terjadinya erosi. Penyebab utama terjadinya erosi adalah

penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan fungsinya serta tingkat kepekaan

tanahnya yang sangat peka terhadap erosi. Kerusakan lahan yang terjadi karena

tingkat kepekaan tanah yang cukup tinggi terhadap erosi akibat dari aktivitas

manusia dalam mengelola penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah

konservasi (Suriadikusumah dan Ganjar, 2010).


Kebiasaan masyarakat untuk menetapkan awal bercocok tanam pada bulan

dengan curah hujan tinggi, baik untuk persawahan, perladangan maupun

perkebunan. Hal ini dapat dicermati bahwa pada awal musim tanam area vegetasi

penutup lahan (vegetal cover) menjadi berkurang, sehingga lahan yang tidak

memiliki vegetasi rentan terhadap bahaya erosi (Tunas, 2005). Semakin luas lahan

petani maka erosi yang ditimbulkan juga semakin besar (Yuliani, 2015).

Kegiatan perladangan dengan kebiasaan membakar areal penanaman yang

berulang-ulang akan dapat merusak permukaan tanah baik terhadap kehilangan

organik maupun erosi tanah. Kegiatan pengelolaan hutan seperti penebangan,

penyadaran, pembuatan jalan, parit dan base camp harus mendapat perhatian

khusus dalam melestarikan sumberdaya hutan. Demikian pula sektor pembangunan

lainnya seperti bangunan jaringan jalan, pertambangan, pertanian, transmigrasi

serta pemukiman yang menggundulkan permukaan tanah (Triwanto, 2012).

2.3 Dampak Erosi

Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk

pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan

menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan terbawa masuk ke sumber air

(sedimen) dan akan diendapkan di tempat yang aliran airnya melambat di dalam

sungai, waduk, danau, reservoir, saluran irigasi, diatas pertanian dan sebagainya.

Dengan demikian, kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi di dua

tempat, yaitu pada tanah tempat erosi terjadi, dan pada tempat tujuan akhir tanah

yang terangkut tersebut diendapkan (Arsyad, 2012).


Kerusakan yang disebabkan erosi tidak hanya dirasakan dibagian hulu (on

site) saja. Akan tetapi, juga berpengaruh dibagian hilir (off site) dari suatu DAS.

Kerusakan di hulu menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan berpengaruh

terhadap kemunduran produktivitas tanah atau meluasnya lahan kritis. Dibagian

hilir kerusakan diakibatkan oleh sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan

saluran air dan sungai dan berakibat terjadinya banjir dimusim penghujan, dan

terjadi kekeringan di musim kemarau (Atmojo, 2006). Menurut Setyono dan Devi

(2015) menerangkan bahwa Waduk Selorejo beroperasi sejak tahun 1970 dan

diharapkan dapat beroperasi dan melayani kebutuhan air hingga pada tahun 2020.

Namun besarnya sedimen yang mengendap di dalam waduk hingga tahun

2020 sudah melebihi kapasitas tampungan mati sebelum umur rencana waduk yang

sudah direncanakan.

2.4 Usaha-Usaha Dalam Mengurangi Dampak Erosi

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada

cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan

memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi

kerusakan tanah. Sifat-sifat dan kimia tanah, dan keadaan topografi lapangan

menentukan kemampuan untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan.

Usaha-usaha konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegah kerusakan

tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3) memelihara serta

meningkatkan produktivitas tanah agar dapat dipergunakan secara lestari. Dengan

demikian pelarangan penggunaan tanah, tetapi menyesuaikan macam

penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai


dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah dapat berfungsi secara lestari.

Konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, dan

mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan.

Sitanala Arsyad (1989) dalam bukunya “Konservasi Tanah dan Air”

mengatakan bahwa metode konservasi tanah dapat dibagi sebagai berikut :

a. Metode Vegetatif

Metode Vegetatif adalah pengggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisa-

sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan daya rusak aliran

permukaan dan erosi, metode vegetatif adalah sebagai berikut :

1. Penanaman dalam strip (strip cropping)

Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis

tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah dan

disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dalam sistem ini semua

pengelolaan tanah dan penanaman dilakukan menurut kontur dan dikombinasikan

dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman. Cara ini pada

umumnya dilakukan pada kemiringan lereng 6% sampai 15%. Terdapat tiga tipe

penanaman dalam strip, yaitu : 1.) penanaman dalam strip menurut kontur, berupa

susunan strip-strip yang tepat menurut garis kontur dengan urutan pergiliran

tanaman yang tepat, (2.) penanaman dalam strip lapangan, berupa strip-strip

tanaman yang lebarnya seragam dan disusun melintang arah lereng, (3.) penanaman

dalam strip berpenyangga berupa strip-strip rumput atau leguminosa yang dibuat

diantara strip-strip tanaman pokok menurut kontur.


2. Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan tumbuhan

Pemanfaatan sisa-sisa tanaman dalam konservasi tanah berupa mulsa, yaitu

daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hujan yang

dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi kompos. Cara

ini mengurangi erosi karena meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak

merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, selain

itu cara ini akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses

perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang penting dalam

pembentukan tanah.

3. Pergiliran Tanaman

Pergiliran tanaman adalah sistem bercocok tanam secara bergilir dalam

urutan waktu tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran

yang efektif berfungsi untuk mencegah erosi. Pergiliran tanaman memberikan

keuntungan memberantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat fisik dan

kesuburan selain mampu mencegah erosi.

4. Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang ditanam untuk melindungi

tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau memperbaiki sifat-sifat fisik dan

kimia tanah. Tanaman penutup tanah dapat ditanam tersendiri atau bersama-sama

dengan tanaman pokok.


5. Sistem Pertanian Hutan

Sistem pertanian hutan adalah suatu sistem usaha tani atau penggunaan

tanah yang mengintregasikan tanaman pohon-pohonan dengan tanaman rendah.

b. Metode Mekanik

Metode Mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan

terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan

erosi dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah, metode mekanik adalah

sebagai berikut :

1. Pengolaan Tanah

Pengolaan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang

diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan

tanaman.

2. Pengolaan Tanah Menurut Kontur

Pengolaan tanah menurut kontur dilakukan dengan pembajakan membentuk

jalur-jalur yang menurut kontur atau memotong lereng, sehingga membentuk jalur-

jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng.

Pengolaan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman

menurut gari kontur.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada

cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan

memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi

kerusakan tanah. Sifat-sifat dan kimia tanah, dan keadaan topografi lapangan

menentukan kemampuan untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan.

Konservasi tanah dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode secara

vegetative dan metode secara mekanik. Metode secara vegetative terdiri dari

penanaman dalam strip (strip cropping), pemanfaatan sisa-sisa tanaman dan

tumbuhan, pergiliran tanaman, tanaman penutup tanah, dan sistem pertanian hutan

sedangkan metode secara mekanik terdiri dari pengolahan tanah dan pengolahan

tanah menurut kontur.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2010. Kajian Sifat Fisik Tanah dan berbagai Penggunaan Lahan dalam
Hubungannya dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurnal Pertanian MAPETA,
ISSN : 1411-2817, Vol. XII, No. 2, 72 – 144.
Arsyad Sitanala, (2010). Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua, IPB Press. Bogor
Ashari,A. Kajian Tingkat Erodibilitas Beberapa Jenis Tanah di Pegunungan
Baturagung Desa Putat dan Nglanggeran Kecamatan Patuk Kabupaten
Gunungkidul. Jurnal Informasi, No. 1, XXXIX.
Banuwa, I.S., Andhi, U. Hasanudin, and K. Fujie. 2014. Erosi and Nutrient
Enrichment under Different Tillage and Weed Control Systems. Procedings 9
th IWA International Sypomsium on Waste Management Problems in Agro-
Industries. Vol. 2 : 120 – 125.
Bukhari, I., Kemala, S. L., Alida, L. 2015. Pendugaan Erosi Aktual berdasarkan
Metode USLE melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan
Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang. Jurnal Online Agroekoteknologi,
ISSN No. 2337- 6597, Vol.3, No.1: 160–167.
Dewi, I. G. A. S. U., Ni Made, T., Tatiek K. 2012. Prediksi Erosi dan Perencanaan
Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Saba. Jurnal
Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 1, No. 1.
Fitria, I., Sakka, Samsu, A. 2012. Analisis Erosi Lahan Pertanian dan Parameter
Ekonomi Menggunakan Metode Nail (Net Agricultural Income Loss)
Berbasis Sistem Informasi Geografis di Hulu DAS Jeneberang. Program
Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Hasanuddin.
Nursa’ban, M. 2006. Pengendalian Erosi Tanah sebagai Upaya Melestarikan
Kemampuan Fungsi Lingkungan. Jurnal Geomedia, Volume 4, Nomor 2.
Sallata, K., M. 2013. Pinus (Pinus Merkusii Jungh Et De Vriese) dan
Keberadaannya di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Jurnal Teknis
Eboni Vol.10 No. 2, 85–98.
Sucipto. 2007. Analisis Erosi yang terjadi di Lahan karena Pengaruh Kepadatan
Tanah. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 12, No. 1,51-60.
Sulistyaningrum, D., Liliya, D., S., Bambang, S. Pengaruh Karakteristik
FisikaKimia Tanah terhadap Nilai Indeks Erodibilitas Tanah dan Upaya
Konservasi Lahan. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Suriadikusumah, A., Ganjar, H. 2014. Dampak Beberapa Penggunaan Lahan
terhadap Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi Di Sub DAS Cisangkuy.
Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran:
Bandung.
Suripin. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Tanah dan Air. Andi offset: Yogyakarta.
Suwardjo. 1981. Peranan Sisa – Sisa dalam Konservasi Tanah dan Air pada Lahan
Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi. 240 hal.
Triwanto, J. 2012. Konservasi Lahan Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. UMM Press: Malang.
Tunas, I.G. 2005. Prediksi Erosi Lahan DAS Bengkulu dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Jurnal SMARTek, Vol. 3, No. 3, 137 – 145.
Widianto, Didik, S., Herman, N., Rudi, H.W., Pratiknyo, P. , Meine V. N. Alih
Guna Lahan Hutan menjadi Lahan Pertanian: apakah Fungsi Hidrologis
Hutan dapat digantikan Sistem Kopi Monokultur. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya: Malang.
Yuliani, I., Sri, W., Elinda, N. Identifikasi Prioritas Konservasi Berdasarkan
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan
Panti Kabupaten Jember. Jurnal Teknologi Pertanian, Volume 1, Nomor 1,
1-5.

Anda mungkin juga menyukai