PENDAHULUAN
bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa
erosi, tanah atau bagian bagian tanah terkikis dan terangkut, kemudian diendapkan
disebabkan kecepatan erosinya relatif sama atau lebih rendah dari kecepatan
pembentukan tanah, erosi demikian disebut dengan erosi normal (erosi geologi).
timbul masalah, yang disebut erosi dipercepat (accelerated erosion). Akibat dari
erosi tersebut adalah : a.) merosotnya produktivitas tanah pada lahan yang tererosi,
disertai merosotnya daya dukung serta kualitas lingkungan hidup, b.) sungai,
waduk, dan aliran irigasi/drainase di daerah hilir menjadi dangkal, sehingga masa
guna dan daya guna berkurang, c.) secara tidak langsung dapat mengakibatkan
terjadinya banjir kronis pada setiap musim penghujan dan kekeringan di musim
kemarau (Arsyad, 1981) serta d.) dapat menghilangkan fungsi tanah menurut
1.2 Tujuan
Erosi tanah (soil erosion) terjadi melalui dua proses yakni proses
(transport) partikel-partikel tanah yang sudah dihancurkan. Kedua proses ini terjadi
akibat hujan (rain) dan aliran permukaan (run off) yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama dan jumlah hujan),
karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan (land cover), kemiringan lereng,
panjang lereng dan sebagainya (Wischmeier dan Smith 1978, dalam Banuwa,
2008). Faktor-faktor tersebut satu sama lain bekerja secara simultan dalam
akan terjadi jika kedua proses tersebut di atas berjalan. Tanpa proses penghancuran
partikel-partikel tanah, maka erosi tidak akan terjadi, tanpa proses pengangkutan,
maka erosi akan sangat terbatas. Kedua proses tersebut di atas dibedakan menjadi
empat sub proses yakni: (1) penghancuran oleh curah hujan; (2) pengangkutan oleh
curah hujan; (3) penghancuran (scour) oleh aliran permukaan; dan (4)
pengangkutan oleh aliran permukaan. Jika butir hujan mencapai permukaan tanah,
partikel tanah. Jika aliran permukaan tidak terjadi (seluruh curah hujan terinfiltrasi),
maka seluruh partikel-partikel yang terpercik akibat curah hujan akan terdeposisi di
permukaan tanah. Selanjutnya jika aliran permukaan terjadi, maka partikel-partikel
adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, vegetasi, topografi, tanah
dan manusia, yang dapat dinyatakan dalam persamaan deskriptif di bawah ini. E =
ketahanan agregat, dan kapasitas infiltrasi dan unsur topografi yaitu lereng.
b. Faktor-faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia, seperti: iklim, tipe
dengan cara mengatur faktor-faktor yang dapat diubah. Ada pun uraian faktor-
faktor yang dapat menyebabkan erosi dan limpasan permukaan (iklim, topografi,
1. Faktor iklim
Faktor iklim yang penting dalam proses erosi adalah curah hujan dan suhu.
Karena curah hujan dan suhu tidak banyak berbeda di tempat tempat yang
berdekatan, maka pengaruh iklim terhadap sifat-sifat tanah baru dapat terlihat jelas
berbeda nyata. Pengaruh iklim dalam proses erosi dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Pengaruh langsung misalnya dalam proses pelapukan,
agregatagregat tanah yang diakibatkan oleh tetesan butiran hujan yang memiliki
energi kinetik yang cukup besar. Jumlah hujan yang besar tidak selalu
menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat
dalam waktu singkat dapat menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujan hanya
sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang
Pada intensitas 80 mm/jam erosi yang terjadi pada tanah uji lebih besar
intensitas hujan maka tanah akan menerima semakin banyak air hujan yang jatuh
2. Topografi
panjang dan kecuraman lereng. Komponen ini akan mempengaruhi kecepatan dan
volume air permukaan sampai dimana air aliran permukaan masuk ke dalam
2012).
Panjang lereng berperan terhadap besarnya erosi yang terjadi, semakin
panjang lereng maka semakin besar volume aliran permukaan yang terjadi.
Kemiringan lereng memberikan pengaruh besar terhadap erosi yang terjadi, karena
kemiringan lereng, maka kesempatan air untuk masuk kedalam tanah (infiltrasi)
panjang lereng. Makin besar kemiringan lereng, intensitas erosi air makin tinggi.
Hal ini berkaitan dengan energi kinetik aliran limpas yang semakin besar sejalan
erosi adalah kepekaan tanah atau erodibilitas tanah. Nilai erosi akan semakin besar
dengan semakin besarnya nilai erodibilitas suatu tanah (Bukhari, Kemala, Alinda,
2015).
3. Vegetasi
ditandai antara lain penurunan kadar bahan organik, penurunan laju infiltrasi dan
penurunan jumlah ruangan pori makro. Kerusakan menjadi semakin parah setelah
Kandungan bahan organik terus menurun karena proses pelapukan semakin cepat,
hilang terangkut bersama erosi dan tidak adanya vegetasi yang memberikan seresah
sebagai tambahan sumber bahan organik tanah. Pada periode ini bisa terjadi
skala lebih luas (kawasan) akumulasi limpasan permukaan yang besar dari petak-
petak kecil membentuk luapan aliran permukaan yang sangat besar berupa banjir.
Hal seperti ini telah terjadi di berbagai daerah (khususnya di Pulau Jawa) pada awal
tahun 2002 yang lalu yang bisa dihubungkan dengan penebangan habis pepohonan
dari berbagai lahan hutan maupun perkebunan secara besar-besaran selama tahun
1999-2001.
kelas umur tua lebih berperan dalam perbaikan sifat fisik tanah dengan implikasi
wilayah DAS. Peran tegakan pinus terhadap erosi tanah dan aliran permukaan
sangat ampuh, karena pada umumnya lapisan bawah tertutup dengan guguran daun
pinus yang terkenal lambat terurai, sehingga dapat melindungi permukaan lahan
dari pukulan langsung air hujan ataupun aliran permukaan. Di sisi lain lapisan
guguran daun pinus yang kadang menumpuk tebal menyebabkan kemasaman tanah
turun.
4. Tanah
Ada pun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur,
bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah.
Kepekaan erosi tanah atau mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai
interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang
mempengaruhi erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi,
permeabilitas, dan kapasitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang
tanah oleh tumpukan butir-butir hujan dan aliran permukaan (Arsyad, 2012).
ditentukan oleh berbagai faktor. Tekstur berkaitan dengan kapasitas infiltrasi serta
kemudahan tanah untuk terangkut pada saat terjadi erosi. Bahan organik selain
saling mengikat antar butir tanah, sehingga semakin kuat struktur maka semakin
meloloskan air.
terhadap nilai Indeks Erosi, sedangkan nilai Indeks Erosi tidak dapat ditunjukkan
hanya dengan permeabilitas tanah. Dimana, semakin besar persentase tekstur tanah
debu (silt), maka semakin besar pula nilai indeks erosi dan semakin kecil persentase
tekstur tanah liat (clay) maka semakin besar nilai Indeks Erosi, sedangkan untuk
persentase tekstur tanah pasir (sand) tergantung dari komposisi tekstur tanah debu
(silt) dan tekstur tanah liat (clay). Selain itu, semakin besar persentase kandungan
bahan organik tanah maka semakin kecil nilai indeks erosi (Sulistyaningrum,
Menurt Arifin (2010) menerangkan bahwa sifat fisik yang dipengaruhi oleh
bahan organik dalam kaitannya dengan erodibilitas tanah adalah struktur, tekstur
dan permeabilitas tanah. Pengelolaan tanah yang intensif secara terus menerus
tanpa mengistirahatkan tanah dan tanpa penambahan bahan organik berakibat
merusak struktur tanah. Selanjutnya berakibat pada permeabilitas tanah. Pada tanah
kehilangan tanah (erosi). Tanah dengan partikel tanah berukuran besar akan tahan
terhadap erosi karena sukar diangkut, sedangkan tanah yang didominasi oleh
partikel yang berukuran halus peka terhadap erosi karena adanya pengikisan bahan
semen oleh hujan. Jadi tanah yang mudah tererosi adalah tanah berdebu.
5. Manusia
penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan fungsinya serta tingkat kepekaan
tanahnya yang sangat peka terhadap erosi. Kerusakan lahan yang terjadi karena
tingkat kepekaan tanah yang cukup tinggi terhadap erosi akibat dari aktivitas
manusia dalam mengelola penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah
perkebunan. Hal ini dapat dicermati bahwa pada awal musim tanam area vegetasi
penutup lahan (vegetal cover) menjadi berkurang, sehingga lahan yang tidak
memiliki vegetasi rentan terhadap bahaya erosi (Tunas, 2005). Semakin luas lahan
petani maka erosi yang ditimbulkan juga semakin besar (Yuliani, 2015).
penyadaran, pembuatan jalan, parit dan base camp harus mendapat perhatian
Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk
menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan terbawa masuk ke sumber air
(sedimen) dan akan diendapkan di tempat yang aliran airnya melambat di dalam
sungai, waduk, danau, reservoir, saluran irigasi, diatas pertanian dan sebagainya.
Dengan demikian, kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi di dua
tempat, yaitu pada tanah tempat erosi terjadi, dan pada tempat tujuan akhir tanah
site) saja. Akan tetapi, juga berpengaruh dibagian hilir (off site) dari suatu DAS.
saluran air dan sungai dan berakibat terjadinya banjir dimusim penghujan, dan
terjadi kekeringan di musim kemarau (Atmojo, 2006). Menurut Setyono dan Devi
(2015) menerangkan bahwa Waduk Selorejo beroperasi sejak tahun 1970 dan
diharapkan dapat beroperasi dan melayani kebutuhan air hingga pada tahun 2020.
2020 sudah melebihi kapasitas tampungan mati sebelum umur rencana waduk yang
sudah direncanakan.
kerusakan tanah. Sifat-sifat dan kimia tanah, dan keadaan topografi lapangan
tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3) memelihara serta
Konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah tidak terdispersi, dan
a. Metode Vegetatif
sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh dan daya rusak aliran
Metode ini adalah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis
tanaman yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah dan
disusun memotong lereng atau menurut garis kontur. Dalam sistem ini semua
dengan pergiliran tanaman dan penggunaan sisa-sisa tanaman. Cara ini pada
umumnya dilakukan pada kemiringan lereng 6% sampai 15%. Terdapat tiga tipe
penanaman dalam strip, yaitu : 1.) penanaman dalam strip menurut kontur, berupa
susunan strip-strip yang tepat menurut garis kontur dengan urutan pergiliran
tanaman yang tepat, (2.) penanaman dalam strip lapangan, berupa strip-strip
tanaman yang lebarnya seragam dan disusun melintang arah lereng, (3.) penanaman
dalam strip berpenyangga berupa strip-strip rumput atau leguminosa yang dibuat
daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hujan yang
dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi kompos. Cara
ini mengurangi erosi karena meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak
merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, selain
itu cara ini akan meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses
pembentukan tanah.
3. Pergiliran Tanaman
urutan waktu tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran
keuntungan memberantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat fisik dan
tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau memperbaiki sifat-sifat fisik dan
kimia tanah. Tanaman penutup tanah dapat ditanam tersendiri atau bersama-sama
Sistem pertanian hutan adalah suatu sistem usaha tani atau penggunaan
b. Metode Mekanik
terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan
sebagai berikut :
1. Pengolaan Tanah
tanaman.
jalur-jalur yang menurut kontur atau memotong lereng, sehingga membentuk jalur-
jalur tumpukan tanah dan alur yang menurut kontur atau melintang lereng.
Pengolaan tanah menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
kerusakan tanah. Sifat-sifat dan kimia tanah, dan keadaan topografi lapangan
Konservasi tanah dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode secara
vegetative dan metode secara mekanik. Metode secara vegetative terdiri dari
tumbuhan, pergiliran tanaman, tanaman penutup tanah, dan sistem pertanian hutan
sedangkan metode secara mekanik terdiri dari pengolahan tanah dan pengolahan
Arifin, M. 2010. Kajian Sifat Fisik Tanah dan berbagai Penggunaan Lahan dalam
Hubungannya dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurnal Pertanian MAPETA,
ISSN : 1411-2817, Vol. XII, No. 2, 72 – 144.
Arsyad Sitanala, (2010). Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua, IPB Press. Bogor
Ashari,A. Kajian Tingkat Erodibilitas Beberapa Jenis Tanah di Pegunungan
Baturagung Desa Putat dan Nglanggeran Kecamatan Patuk Kabupaten
Gunungkidul. Jurnal Informasi, No. 1, XXXIX.
Banuwa, I.S., Andhi, U. Hasanudin, and K. Fujie. 2014. Erosi and Nutrient
Enrichment under Different Tillage and Weed Control Systems. Procedings 9
th IWA International Sypomsium on Waste Management Problems in Agro-
Industries. Vol. 2 : 120 – 125.
Bukhari, I., Kemala, S. L., Alida, L. 2015. Pendugaan Erosi Aktual berdasarkan
Metode USLE melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan
Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang. Jurnal Online Agroekoteknologi,
ISSN No. 2337- 6597, Vol.3, No.1: 160–167.
Dewi, I. G. A. S. U., Ni Made, T., Tatiek K. 2012. Prediksi Erosi dan Perencanaan
Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Saba. Jurnal
Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 1, No. 1.
Fitria, I., Sakka, Samsu, A. 2012. Analisis Erosi Lahan Pertanian dan Parameter
Ekonomi Menggunakan Metode Nail (Net Agricultural Income Loss)
Berbasis Sistem Informasi Geografis di Hulu DAS Jeneberang. Program
Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Hasanuddin.
Nursa’ban, M. 2006. Pengendalian Erosi Tanah sebagai Upaya Melestarikan
Kemampuan Fungsi Lingkungan. Jurnal Geomedia, Volume 4, Nomor 2.
Sallata, K., M. 2013. Pinus (Pinus Merkusii Jungh Et De Vriese) dan
Keberadaannya di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Jurnal Teknis
Eboni Vol.10 No. 2, 85–98.
Sucipto. 2007. Analisis Erosi yang terjadi di Lahan karena Pengaruh Kepadatan
Tanah. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 12, No. 1,51-60.
Sulistyaningrum, D., Liliya, D., S., Bambang, S. Pengaruh Karakteristik
FisikaKimia Tanah terhadap Nilai Indeks Erodibilitas Tanah dan Upaya
Konservasi Lahan. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Suriadikusumah, A., Ganjar, H. 2014. Dampak Beberapa Penggunaan Lahan
terhadap Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi Di Sub DAS Cisangkuy.
Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran:
Bandung.
Suripin. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Tanah dan Air. Andi offset: Yogyakarta.
Suwardjo. 1981. Peranan Sisa – Sisa dalam Konservasi Tanah dan Air pada Lahan
Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi. 240 hal.
Triwanto, J. 2012. Konservasi Lahan Hutan dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. UMM Press: Malang.
Tunas, I.G. 2005. Prediksi Erosi Lahan DAS Bengkulu dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Jurnal SMARTek, Vol. 3, No. 3, 137 – 145.
Widianto, Didik, S., Herman, N., Rudi, H.W., Pratiknyo, P. , Meine V. N. Alih
Guna Lahan Hutan menjadi Lahan Pertanian: apakah Fungsi Hidrologis
Hutan dapat digantikan Sistem Kopi Monokultur. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya: Malang.
Yuliani, I., Sri, W., Elinda, N. Identifikasi Prioritas Konservasi Berdasarkan
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan
Panti Kabupaten Jember. Jurnal Teknologi Pertanian, Volume 1, Nomor 1,
1-5.