Anda di halaman 1dari 48

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Erosi
1. Pengertian Erosi

Menurut Suripin “erosi tanah adalah suatu proses atau peristwa hilangnya

lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air

maupun angin. Proses erosi ini dapat menyebabkan merosotnya

produktivitas tanah, daya dukung tanah dan kualitas lingkungan hidup.

Permukaan kulit bumi akan selalu mengalami proses erosi, di suatu tempat

akan terjadi pengikisan sementara di tempat lainnya akan terjadi

penimbunan, sehingga bentuknya akan selalu berubah sepanjang masa.

Peristiwa ini terjadi secara alamiah dan berlangsung sangat lambat,

sehingga akibat yang ditimbulkan baru muncul setelah berpuluh bahkan

beratus tahun kemudian” (Suripin, 2002).

Asdak menjelaskan bahwa “dua penyebab erosi yang utama terjadi secara

alami dan aktivitas manusia. Erosi alami terjadi karena proses

pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan

keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alami biasanya

masih memberikan media sebagai tempat tumbuh tanaman. Sedangkan

erosi yang terjadi karena kegiatan manusia, biasanya disebabkan oleh

terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat praktek bercocok tanam

yang tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah maupun dari kegiatan

pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah seperti

7
pembuatan jalan di tempat dengan kemiringan lereng besar” (Asdak,

2010).

Menurut Hardjowigeno “erosi adalah suatu proses di mana tanah

dihancurkan dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air,

angin, sungai atau gravitasi” (Hardjowigeno, 1995)

Seperti yang dijelaskan oleh Triwanto bahwa ”di dalam proses terjadinya

erosi akan melalui beberapa pase yaitu pase pelepasan, pengangkutan dan

pengendapan. Pada pase pelepasan partikel dari aggregate/massa tanah

adalah akibat dari pukulan jatuhnya atau tetesan butir hujan baik langsung

dari darat maupun dari tajuk pohon tinggi yang menghancurkan struktur

tanah dan melepaskan partikelnya dan kadang-kadang terpecik ke udara

sampai beberapa cm. Pase selanjutnya adalah pase pengangkutan partikel

dimana kemampuan pengangkutan dari suatu aliran sangat dipengaruhi

besar kecilnya bahan/partikel yang dilepaskan oleh pukulan butir hujan

atau proses lainnya. Bila telah tiba pada tempat dimana kemampuan

angkut 8 sudah tidak ada lagi, biasanya pada bagian tempat yang rendah

maka energi aliran sudah tidak mampu lagi untuk mengangkut partikel-

partikel tanah tersebut maka terjadilah endapan (Triwanto, 2012).

Utomo mengemukakan bahwa “proses erosi bermula dengan terjadinya

penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air yang

mempunyai energy lebih besar daripada daya tahan tanah. Hancuran dari

tanah ini akan menurun dan menyumbat pori-pori tanah, maka kapasitas

infiltrasi tanah akan menurun dan mengakibatkan air mengalir di

8
permukaan tanah dan disebut sebagai limpasan. Limpasan permukaan

mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah

yang telah dihancurkan” (Utomo, 1989).

Meningkatnya erosi dan tanah longsor di daerah tangkapan air pada

gilirannya akan meningkatkan muatan sedimen di sungai bagian hilir.

Demikian juga dengan perambahan hutan untuk kegiatan pertanian telah

meningkatkan koefisien air larian (run off coefficient), dan seterusnya

akan meningkatkan jumlah air hujan yang menjadi air larian dan debit

sungai. Dalam skala besar, dampak kerusakan hutan akibat perambahan

adalah terjadinya gangguan perilaku aliran sungai, yaitu pada musim hujan

debit air meningkat tajam sementara pada musim kemarau debit air sangat

rendah. Dengan demikian resiko banjir pada musim hujan dan kekeringan

pada musim kemarau selalu meningkat (Republik Indonesia, 2003).

2. Faktor yang Mempengaruhi Laju Erosi

Pada dasarnya erosi dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor non alam.

Faktor alam adalah faktor yang sudah ada di alam seperti iklim,

kemirinfan dan panjang lereng, sifat fisik tanah, tersedianya vegetasi

penutup tanah. Sedangkan faktor non alam adalah faktor yang disebabkan

oleh adanya campur tangan manusia. Dibawah ini adalah pembahasan

mengeanai faktor-faktor yang mempengaruhi erosi.

a. Faktor Iklim

Hujan merupakan faktor yang paling penting di daerah tropika sebagai

agensi yang mampu merusak tanah melalui kemampuan energy

9
kinetiknya yang dijabarkan sebagai intensitas, durasi, ukuran butir

hujan dan kecepatan jatuhnya. Faktor iklim dibedakan dalam dua

kategori yakni bila curah hujan tahunan < 2500 diperhitungkan daya

rusaknya akan lebih kecil daripada > 2500 mm (Republik Indonesia,

2008).

Utomo juga menjelaskan bahwa “curah hujan tinggi dalam suatu

waktu mungkin tidak menyebabkan erosi jika intensitasnya rendah.

Demikian pula bila hujan dengan intensitas yang tinggi tetapi terjadi

dalam waktu singkat. Hujan akan menimbulkan erosi jika

intensitasnya cukup tinggi dan jatuhnya relatif lama. Ukuran butir

hujan juga sangat berperan dalam menentukan erosi. Hal tersebut

disebabkan karena dalam proses erosi energy kinetik merupakan

penyebab utama dalam penghancuran agregat-agregat tanah. Besarnya

energi kinetik hujan tergantung pada jumlah hujan, intensitas dan

kecepatan jatuhnya hujan. Kecepatan jatuhnya butir-butir hujan itu

sendiri ditentukan oleh ukuran butir-butir hujan dan angin” (Utomo,

1989).

b. Faktor Topografi

Menurut Harjadi dan Farida “topografi adalah faktor yang sanagt

berpengaruh terhadap erosi, salah satunya kelerengan. Pembagian

kelas lereng yang dikemukaan oleh tim New Zealand untuk keperluan

pemetaan inventarisasi sumber daya lahan hutan di Indonesia

dimaksudkan untuk memberikan kriteria pemanfaatan kelas lereng

10
dalam rangka mengoptimalkan penggunaan lahan. Kelas lereng tidak

berpengaruh langsung terhadap nilai T (batas nilai erosi) yang

diperhitungkan, karena nilai T lebih banyak dipengaruhi oleh jenis

tanah dan penggunaan lahan yang ada pada saat itu” (Harjadi dan

Farida, 1996).

Lebih lanjut Triwanto menerangkan bahwa “faktor topografi yang

paling dominan pengaruhnya terhadap erosi adalah panjang dan

kecuraman lereng. Komponen ini akan mempengaruhi kecepatan dan

volume air permukaan sampai dimana air aliran permukaan masuk ke

dalam saluran-saluran (sungai), atau aliran telah berkurang akibat

perubahan kelerengan (datar) sehingga kecepatan dan volume

dipencarkan ke berbagai arah” (Triwanto, 2012).

Selanjutnya menurut Asdak bahwa “kemiringan dan panjang lereng

adalah dua faktor yang menetukan karakteristik topografi suatu daerah

aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya erosi

karena faktor-faktor tersebut sangat menentukan besarnya kecepatan

dan volume air larian. Kecepatan air larian yang besar umumnya

ditentukan oleh kemiringan lereng yang tidak terputus dan panjang

serta terkonsentrasi pada saluran sempit yang mempunyai potensi

besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit. Kedudukan lereng

juga menetukan besar kecilnya erosi. Lereng bagian bawah lebih

mudah tererosi pada lereng bagian atas kerena momentum air larian

lebih besar dan kecepatan air larian lebih terkonsentrasi ketika

11
mencapai lereng bagian bawah. Daerah tropis dengan topografi

bergelombang dan curah hujan tinggi sangat potensial untuk

terjadinya erosi dan tanah longsor” (Asdak, 2010).

c. Faktor Tanah

Utomo menuturkan bahwa “tekstur tanah merupakan salah satu sifat

tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang

pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi

kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan

dan menyediakan unsur hara tanaman. Untuk keperluan pertanian

berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi

tiga partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah

dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah 35%,

kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi” (Utomo, 1989).

Menurut Suripin “secara fisik, tanah terdiri dari partikel-partikel

mineral dan organik dengan berbagai ukuran, partikel-pertikel

tersusun dalam bentuk materi dan pori-porinya kurang lebih 50%

sebagian terisi oleh air dan sebagian lagi terisi oleh udara. Secara

esensial, semua penggunaan tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah”

(Suripin, 2002). Selanjutnya Arsyad mengemukakan bahwa “beberapa

sifat yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik,

kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah,

sedangkan kepekaan tanah terhadap erosi yang menunjukkan mudah

atau tidaknya tanah mengalami erosi ditentukan oleh berbagai sifat

12
fisik tanah” (Arsyad, 2010). Asdak juga menjelaskan bahwa

“kerusakan yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa

kemunduran sifat-sifat kimia dan fisika tanah seperti kehilangan

unsure hara dan bahan organik, dan meningkatnya kepadatan serta

ketahanan penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta

kemampuan tanah menahan air. Akibat dari peristiwa ini adalah

menurunnya produktivitas tanah, dan berkurangnya pengisian air

dalam tanah” (Asdak, 2010).

d. Faktor Vegetasi

Sukmana dan Soewardjo menjelaskan bahwa “dalam meninjau

pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah tererosi, harus

dilihat dahulu apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai

struktur tajuk yang berlapis sehingga dapan menurunkan kecepatan

tefrminal air hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan”

(Sukmana dan Soewardjo, 1978).

Kartasapoetra menuturkan bahwa “cara vegetatif atau cara

memanfaatkan peranan tanaman dalam usaha pengendalian erosi dan

atau pengawetan tanah dalam pelaksanaannya dapat meliputi kegiatan-

kegiatan sebagai berikut: a) penghutanan kembali (reboisasi) dan

penghijauan, b) penanaman tanaman penutup tanah, c) penanaman

tanaman menurut kontur, d) penanaman tanaman dalam strip, e)

penanaman tanaman secara bergilir, dan f) pemulsaan atau

pemanfaatan seresah tanaman” (Kartasapoetra, 2005).

13
Menurut Arsyad “vegetasi merupakan lapisan pelindung atau

penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu vegetasi penutup tanah

yang baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan

menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Bagian

vegetasi yang ada diatas permukaan tanah seperti daun dan batang,

menyerap energi perusak hujan, sehingga mengurangi dampaknya

terhadap tanah. Sedangkan bagian vegetasi yang ada di dalam tanah,

yang terdiri dari perakaran akan meningkatkan kekuatan mekanik

tanah. Lebih lanjut dijelaskan oleh Arsyad bahwa “vegetasi

berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam

lima bagian, yakni (a) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, (b)

mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air, (c)

pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan

dengan pertumbuhan vegetatif, (d) pengaruhnya terhadap stabilitas

struktur dan porositas tanah, dan (e) transpirasi yang mengakibatkan

kandungan air berkurang” (Arsyad, 2010).

e. Faktor Manusia

Suripin mengemukakan bahwa “secara garis besar konservasi tanah

dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) golongan utama, yaitu 1) secara

agronomis, 2) secara mekanis, 3) secara kimia. Metode agronomis

atau biologi adalah pemanfaatan vegetasi untuk membentu

menurunkan erosi lahan. Metode mekanis atau fisik adalah konservasi

yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah sepaya dapat ditumbuhi

14
vegetasi yang lebat, dan cara memanipulasi topografi mikro untuk

mengendalikan aliran air dan angin. Sedangkan metode kimia adalah

usaha konservasi yang ditujukan untuk memperbaiki struktur tanah

sehingga lebih tahan terhadap erosi. Atau secara singkat dapat

dikatakan metode agronomis ini merupakan usaha melindungi tanah,

mekanis untuk mengendalikan aliran permukaan yang erosif, dan

kimia untuk meningkatkan daya tahan tanah” (Suripin, 2002).

Asdak menjelaskan bahwa “perbuatan manusia yang mengelola

tanahnya dengan cara yang salah telah menyebabkan intensitas erosi

semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan, pembukaan areal

lainnya untuk tanaman perladangan dan lain sebagainya. Maka dengan

praktek konservasi, tanman diharapkan dapat mengurangi laju erosi

yang terjadi. Faktor penting yang harus dilakukan dalam usaha

konservasi tanah yaitu teknik inventarisasi serta klasifikasi bahaya

erosi dengan tekanan daerah hulu. Untuk menentukan tingkat bahaya

erosi suatu bentang lahan diperlukan kajian terhadap empat faktor,

yaitu jumlah, macam dan waktu berlangsungnya hujan serta faktor-

faktor yang berkaitan dengan iklim, jumlah dan macam tumbuhan,

penutup tanah, tingkat erodibilitas di daerah kajian, dan keadaan

kemiringan lereng” (Asdak, 2010).

3. Bentuk-Bentuk Erosi

Menurut Arsyad (2010) dari segi bentuknya dibedakan menjadi 7 macam

erosi yaitu :

15
1.) Erosi Percikan

Erosi percikan (splash erosion) adalah proses terkelupasnya partikel-

partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau air

lolos.

2.) Erosi Kulit atau Lembar

Erosi kulit lembar (sheet erosion) adalah pengikisan lapisan tipis

permukaan tanah di daerah berlereng oleh kombinasi air hujan dan air

larian (run off).

3.) Erosi Alur

Erosi alur (rill erosion) adalah pengangkutan partikel-partikel tanah

oleh aliran air yang mengalir di permukaan tanah yang terkonsentrasi

pada alur tertentu. Alur-alur tertentu pada permukaan tanah merupakan

parit-parit kecil dan dangkal.

4.) Eros Parit

Erosi parit (gully erosion) terjadinya hampir sama dengan proses erosi

alur tetapi alur yang terbentuk sudah sangat besar.

5.) Erosi Tebing Sungai

Erosi tebing (streambank erosion) adalah pengikisan tanah pada tebing

sungai, penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai atau terjangan

aliran sungai yang kuat pada daerah belokan sungai.

6.) Erosi Internal Sungai

Erosi internal sungai (internal erosion atau subsurface erosion) adalah

terangkutnya partikel-partikel tanah primer dan masuk ke dalam celah-

16
celah atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara.

Erosi internal menyebabkan menurunnya kapasitas infiltrasi tanah

secara cepat sehingga aliran permukaan meningkat dan meyebabkan

terjadinya erosi lembar atau erosi alur.

7.) Tanah Longsor

Tanah longsor (landslide) adalah bentuk erosi di mana pengangkutan

atau gerakan tanah terjadi bersamaan dalam volume tang relatif besar.

4. Jenis-Jenis Erosi dan Penyebabnya

Erosi dapat terjadi dimana pun. Semntara jika dilihat dari karakter proses

terjadi dan penyebab fenomena ini, erosi bsa dikategorikan dalam empat

jenis pengikisan tanah.

1.) Erosi Air (ablasi)

Erosi air bisa terjadi karena air sungaai maupun hujan. Curah hujan

tinggi bisa meningkatkan risiko erosi.

2.) Erosi Korasi atau Deflasi

Erosi korasi atau deglasi penyebabnya adalah angin dan biasa terjadi di

daerah gurun. Angin akan menerbangkan buturan pasir ke tempat lain

secara konstan. Proses ini disebut aeolian. Angin dapat mengikis

material yang tampak pada dan menyisakannya sedikit dalam waktu

lama. Ventifact adalah batuan yang terbentuk dari erosi angin ini. Pada

korasi, erosi bisa disebabkan oleh angin dan bada pasir. Sementara

untuk deflasi, erosi yang dipicu angin saja.

3.) Abrasi

17
Abrasi adalah proses pengikisan pantai yang disebabkan oleh tenaga

gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak, demikian dikutip

dari Risiko Bencana Indonesia terbitan BNPB (2016). Disebut pula

dengan istilah erosi pantai, abrasi bisa memicu kerusakan garis pantai

ketika kejadian ini membuat terganggunya keseimbangan alam di

pesisir. Kekuatan erosi oleh gelombang air laut sangat tinggi. Erosi ini

selain mengikis pasir, juga dapat menggerus bebatuan dan tanah. Hal

tersebut dapat berdampak pada pemukiman dan ekosistem pesisir.

Abrasi dapat terjadi kerena beberapa faktor, baik proses alam maupun

ulah manusia. Faktor alam yang dapat menyebabkan abrasi ialah angin

yang bertiup di lautan dan memicu gelombang serta arus yang

mempunyai kekuatan untuk mengikis suatu daerah pantai. Jika proses

ini berlangsung lama, area pinggir pantai akan terkikis dan daratan

berkurang.

4.) Eksarasi

Eksarasi ialah erosi yang disebabkan oleh gerakan es mencair.

Pencairan lapisan es bisa membuat bebatuan akan ikut bergerak ke

bawah dan mengendap. Hasil dari eksarasi disebut fjord. Kejadian

eksarasi kerap terjadi di pegunungan bersalju. Pada saat longsor salju

(gletser) terjadi, bebatuan menggesek tanah di bawahnya dan

mengikisnya. Saat ini tempat seperti Greenland dan Antartika, terus

terkikis oleh gletser sebanyak 0,5 cm tiap tahun.

18
5. Proses Terjadinya Erosi

K Auerswald dan A Schwab dalam Erosion Risk (1999) mengidentifikasi

mekanisme terjadinya erosi menjadi tiga tahapan, yaitu :

1.) Tahap Pengelupasan (detachment)

Pengelupasan adalah penghancuran tanah dari agregat tanah menjad

partikel-partikel tanah. Proses ini diawali dengan pengelupasan

partikel dalam tanah oleh air hujan sebagai media utamanya. Ketika

butiran air hujan mengenai permukaan tanah maka partikel tanah akan

terlepas dan terlempar di udara. Proses ini akan berlanjut ke proses

pengangkutan oleh aliran air tanah.

2.) Tahap Pengangkutan (transportation)

Pengangkutan adalah pengangkutan partikel tanah oleh limpahan air

hujan (run off).

3.) Tahap Pengendapan (sedimentation)

Pengendapan atau sedimentasi adalah pengendapan tanah erosi. Tanah

erosi akan terendap pada cekungan-cekungan atau pada daerah-daerah

yang lebih rendah.

B. Abrasi Pantai
1. Abrasi dan Perubahan Iklim

a. Abrasi

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan

arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi

19
pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh

terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun

abrasi bisa disebabkanoleh gejala alami, namun manusia sering disebut

sebagai peyebab utama abrasi. (Undang-undang No.27 Tahun 2007)

Abrasi merupakan salah satu masalah yang mengancam kondisi pesisir,

yang dapat mengancam garis pantai sehingga mundur kebelakang,

merusak lingkungan dan bangunan-bangunan yang berada di pinggir

pantai. Abrasi didefinisikan sebagai mundurnya garis pantai dari posisi

asalnya. (B. Triatmodjo 1999: 397). Sedangkan menurut Hang Tuah

(2003: 12) abrasi adalah kerusakan garis pantai akibat dari terlepasnya

material pantai, seperti pasir atau lempung yang terus menerus

dihantam oleh gelombang laut, atau dikarenakan oleh terjadinya

perubahan keseimbangan angkutan sedimen di perairan pantai.

Pemerintah memiliki definisi sendiri tentang abrasi, berdasarkan

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7

Tahun 2012 abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga

gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak yang dipicu oleh

terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Aditya

Pebriansyah, proses pengikisan tanah di pesisir pantai yang disebabkan

oleh hantaman gelombang air laut, air sungai, gletser, atau angin yang

ada di sekitarnya. Serta Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), abrasi

adalah proses pengikisan batuan oleh angin, air, atau es yang

mengandung bahan yang sifatnya merusak.

20
b. Perubahan Iklim

Perubahan Iklim Global (global climate change) dapat meyebabkan

keruskan ekosistem pesisir, termasuk ekosistem mangrove. Perubahan

iklim global terutama disebabkan oleh meningkatnya produksi CO2 dan

gas rumah kaca. Molekul gas rumah kaca menyerap radiasi inframerah

dan menghambat pemantulannya ke luar sistem planet bumi sehingga

radiasi tersebut kembali ke planet bumi. Peningkatan konsentrasi

inframerah di sistem planet bumi akan menyebabkan peningkatan suhu

bumi (Matthew. 2010:4).

Dampak dari pemanasan global adalah mencairnya es yang ada di

kutub, sehingga permukaan laut naik, curah hujan berubah, salinitas

menurun, dan sedimentasi meningkat di wilayah pesisir dan lautan. Ada

beberapa skenario yang diperkirakan dapat terjadi dengan naiknya

permukaan laut, yaitu : (1) meningkatkan erosi pantai; (2) banjir di

wilayah pesisir yang lebih buruk; (3) terbenamnya wilayah lahan basah

pesisir; (4) perubahan rentang pasang surut (tidal range) di sungai dan

teluk; (5) perubahan lokasi penumpukan sedimentasi dari sungai

(Ghufron. 2021:134).

2. Mitigasi Perubahan Iklim

Mitigasi adalah upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui

pembangyunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

menghadapi ancaman bencana. Umumnya Indonesia merupakan Negara

kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu

21
Benua Asia, Benua Australia, Lempang Samudera Hindia dan Samudera

Pasifik (Ghufron. 2012:134). Pantai merupakan batas wilayah daratan

dengan wilayah lautan. Dimana daerah daratan adalah daerah yang

terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai dari batas

pasang tertinggi. Sedangkan daerah lautan adalah daerah yang terletak di

atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis surut

terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya (Opa

2011:3).

Istilah pantai yang diungkapkan menurut Triatmojo yang harus diketahui

diantaranya a)daerah pantai atau pesisir adalah suatu daratan beserta

perairannya dimana pada daerah tersebut masih dipengeruhi baik oleh

aktivitas darat maupun aktivitas marine, b)pantai adalah daerah tepi

perairan sebatas antara surut terendah dan pasang tertinggi., c) garis pantai

adalah garis batas pertemuan antara daratan dan lautan, d)daratan pantai

adalah daerah ditepi laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas marine,

e)perairan pantai adalah perairan yang masih dipengaruhi oleh aktivitas

daratan, dan f) sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang

diperuntuhkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai. (Opa 2011:4).

3. Penyebab Terjadinya Abrasi Pantai

Secara umum, abrasi dapat oleh banyak faktor, diantaranya abrasi dapat

terjadi karena :

a. Faktor Manusia

22
1.) Peningkatan permukiman air laut yang diakibatkan oleh

mencairnya es di daerah kutub sebagai akibat pemanasan global.

2.) Hilangnya vegetasi mangrove (hutan bakau) di pesisir pantai.

Sebagaimana diketahui, mangrove yang ditanam di pinggiran

pantai, akar-akarnya mampu menahan ombak sehingga

menghambat terjadinya pengikisan pantai. Sayangnya hutan bakau

ini banyak yang telah dirusak oleh manusia.

3.) Ketidak seimbang ekosistem laut misalnya terjadi akibat

eksploitasi besar-besaran manusia terhadap kekayaan laut mulai

dari ikan, terumbu karang dan lain sebagainya.

4.) Penambangan pasir di daerah yang berlebihan dan tidak terkontrol.

b. Faktor Alam

1.) Angin yang beriup di atas lautan yang menimbulkan gelombang

dan arus laut sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikis

daerah pantai.

2.) Gelombang yang tiba di pantai dapat menggetarkan tanah atau

batuan yang lama kelamaan akan terlepas dari daratan.

3.) Bencana alam seperti tsunami.

4. Dampak Dari Abrasi Pantai

Abrasi pantai adalah sebuah fenomena alam yang bisa dikategorikan

sebagai sebuah bencana alam yang mengandung ancaman yang serius bagi

lingkungan makhluk hidup terutama manusia, sebenarnya dampak dari

abrasi pantai sangat kompleksitas bagi kehidupan manusia baik dari segi

23
tempat tinggal, segi sosial, segi perekonomian, maupun dari segi budaya

dalam skala lokal dan nasional. Adapun penjelasan lebih jauh tentang

dampak abrasi pantai adalah sebagai berikut:

a. Penyusunan area pantai. Penyusutan area pantai merupakan dampak

yang paling jelas dari abrasi. Gelombang dan arus laut yang biasanya

membantu jalur berangkat dan pulang nelayan ataupun memberi

pemandangan dan suasana indah di pinggir pantai kemudian menjadi

mengerikan. Hantaman-hantaman kerasnya pada daerah pantai dapat

menggetarkan bebatuan dan tanah sehingga keduanya perlahan akan

berpisah dari wilayah daratan dan menjadi bagian yang digenangi air.

Ini tidak hanya merugikan sektor pariwisata, akan tetapi juga secara

langsung mengancam keberlangsungan hidup penduduk di sekitar

pantai yang memilik rumah atau ruang usaha.

b. Usaha.

Rusaknya hutan bakau. Penanaman hutan bakau yang sejatinya

ditujukan untuk menangkal dan mengurangi resiko abrasi pantai juga

berpotensi gagal total jika abrasi pantai sudah tidak bisa dikendalikan.

Ini umumnya terjadi ketika musim badai, ketika keseimbangan

ekosistem sudah benar-benar rusak ataupun saat laut sudah kehilangan

sebagian besar dari persediaan pasirnya. Jika dampak yang satu ini

terjadi, maka penanganan yang lebih intensif harus dilakukan sebab

dalam sebagian besar kasus, keberadaan hutan bakau masih cukup

24
efektif untuk mengurangi kemungkinan abrasi pantai. Ketiga, hilangnya

tempat berkumpul ikan perairan pantai. Ini merupakan konsekuensi

logis yang terjadi dengan terkikisnya daerah pantai yang diawali

gelombang dan arus laut yang destruktif. Ketika kehilangan habitatnya,

ikan-ikan pantai akan kebingungan mencari tempat berkumpul sebab

mereka tidak bisa mendiami habitat ikan-ikan laut karena ancaman

predator ataupun suhu yang tidak sesuai dan gelombang air laut yang

terlalu besar. Akibat terburuknya adalah kematian ikan-ikan pantai

tersebut.

c. Dampak abrasi di atas cukup menunjukkan bahwa abrasi sangatlah

mengancam dan jika dibiarkan, daya destruktifnya dapat semakin

merusak dan merugikan banyak pihak. Selain pada pemukim dan

pebisnis di wilayah pantai, abrasi yang dibiarkan juga dapat

berpengaruh besar terhadap hasil laut serta jenis jenis sumber daya alam

yang menjadi bahan konsumsi pokok masyarakat sekaligus mata

pencaharian sebagian masyarakat yang jumlahnya tidak sedikit. Karena

itulah, berbagai hal telah dilakukan dan atau dicanangkan untuk

mencegah dan mengurangi abrasi pantai.

5. Cara Menanggulangi Abrasi Pantai

Ulah manusia, abrasi juga dapat terjadi karena faktor alam, seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya, akan tetapi ini bukan berarti bahwa abrasi

pantai tidak dapat dicegah atau ditanggulangi, ada beberapa cara untuk

menanggulangi abrasi pantai sebagai berikut ; (Warisno 2013: 24)

25
a. Melestarikan hutan magrove dan menanam pojon bakau di daerah

pesisir, selain untuk mencegah terjadinya abrasi juga dapat : 1)

menjaga, melestarikan dan memelihara ekosistem di sekitar pantai; 2)

mengurangi dampak tsunami; 3) menjaga kualitas air laut; dan 4)

sumber oksigen terhadap makhluk hidup.

b. Membangun alat pemecah grlombang ombak, tembok laut, revenment

secara bertahap untuk meminimalisir erosi pantai (abrasi).

C. Upaya Pemerintah Daerah Dalam Menanggulangi Bencana


1. Konsep Pemerintah

Pemerintah adalah sekumpulan orang-orang yang mengelola

kewenangan-kewenangan, melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi

pemerintah serta pembangungan masyarakat dari lembaga-lembaga

dimana mereka ditempatkan. (Rasyid 2011: 2).

Lahirnya pemerintah adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban di

dalam masyarakat, sehingga masyarakat tersebut bisa menjalankan

kehidupan secara wajar. Seiring dengan perkembangan masyarakat

modern yang ditandai dengan meningkatnya kebutuhan, peran

pemerintah kemudian berubah menjadi melayani masyarakat.

Pemerintah modern, pada hakekatnya adalah pelayanan kepada

masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani diri sendiri,

tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang

memungkinkan setiap anggota untuk mengembangkan kemampuan dan

kreatifitasnya demi kemajuan bersama. (Rasyid 2011: 13).

26
Osborne dan Geabler yang dikutip (Rasyid 2011: 19), menyatakan

bahwa pemerintah yang demokratis lahir untuk melayani warganya

karena itulah tugas pemerintah adalah untuk mencari cara untuk

menyenangkan warganya. Demikian dengan lahirnya pemerintahan

dapat memberikan pemahaman terhadap kehadiran suatu pemerintahan

merupakan manifestasi dari kehendak masyarakat yang bertujuan untuk

berbuat baik bagi kepentingan masyarakat, bahkan Van Poelje yang

dikutip (Safiie 2007: 13) menegaskan bahwa pemerintahan dapat

dipandang sebagai suatu ilmu yang mengajarkan bagaimana cara

terbaik dalam mengarahkan dan memimpin pelayanan umum. Definisi

ini menggambarkan bahwa pemerintahan sebagai suatu ilmu yang

mencakup 2 (dua) unsur utama yaitu:

Pertama, masalah bagaimana sebaiknya pelayanan umum dikelola, jadi

termasuk seluruh permasalahan pelayanan umum, dilihat dan

dimengerti dari sudut kemanusian. Kedua, bagaimana sebaiknya

memimpin pelayanan umum, jadi tidak hanya mencakup masalah

pendekatan yaitu bagaimana sebaiknya mendekati masyarakat oleh para

pengurus dengan pendekatan terbaik, masalah hubungan antara

birokrasi dengan masyarakat dan permasalahan psikologi sosial.

2. Tugas dan Fungsi Pemerintah

27
Kaufman (Thoha 1995: 101) menyatakan bahwa tugas pemerintah adalah

untuk melayani dan mengatur masyarakat, kemudian dijelaskan lebih lanjut

bahwa tugas pelayanan lebih lanjut bahwa tugas pelayanan lebih

menekankan upaya mendahulukan kepentingan umum, mempermudah

urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik, sedangkan tugas

mengatur lebih menekankan kekuasaan power kepada publik, sedangkan

tugas mengatur lebih menekankan kekuasaan power yang melekat pada

posisi jabatan birokrasi.

Rasyid (2011: 13) mengemukakan bahwa secara umum tugas-tugas pokok

pemerintah yaitu :

a. Menjamin keamanan negara dari segala segala kemungkinan serangan

dari luar dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang

dapat menggulingkan pemerintahan yang sah melalui cara-cara

kekerasan.

b. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya perselisihan diantara

masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam

masyarakat dapat berlangsung secara damai.

c. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada warga masyarakat

tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan

mereka.

d. Melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam

bidangbidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non

pemerintahan.

28
e. Melakukan upaya-upaya yang meningkatkan kesejahteraan sosial.

f. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas.

g. Menerapkan kebijakan untuk memelihara sumber daya alam dan

lingkungan hidup seperti air, tanah dan hutan.

Ndraha yang dikutip (Safiie 2007: 16), fungsi pemerintahan terhadap ada 2

(dua) macam fungsi, yaitu pemerintah mempunyai fungsi primer atau

fungsi pelayan (service), sebagai provider jasa publik yang baik

diprivatisasikan dan layanan sipil termasuk fungsi pemberdayaan, sebagai

penyelenggara pembangunan dan melakukan program pemberdayaan.

Dengan demikian, begitu luas tugas dan fungsi pemerintah, menyebabkan

pemerintah harus memikul tanggungjawab yang sangat besar.

Mengembangkan tugas yang berat itu, selain diperlukan sumber daya,

dukungan lingkungan, dibutuhkan institusi yang kuat didukung oleh aparat

yang memiliki perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku

didalam masyarakat dan pemerintahan. Langkah ini perlu dilakukan oleh

pemerintah, mengingat dimasa mendatang perubahan-perubahan yang

terjadi didalam masyarakat akan semakin menambah pengetahuan

masyarakat untuk mencermati segala aktivitas pemerintahan dalam

hubungannya dengan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah

daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah

lainnya (Kecamatan, Kelurahan, dan Desa) sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintahan daerah. Dengan demikian, peran pemerintah daerah adalah

segala sesuatu yang dilakukan dalam bentuk cara tindak baik dalam rangka

29
melaksanakan otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (2) tentang

Pemerintahan Daerah, Pemerintah daerah adalah peyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh Pemerintahan Daerah (PEMDA) dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dan unsur

penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah Gubernur, Walikota, Bupati

dan perangkat daerah.

3. Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana

Pemerintah harus mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk

mengontrol situasi daerah rawan bencana. Kemampuan itu meliputi

perencanaan dan persiapan respons bencana, bantuan koordinasi, kebijakan

rekontruksi dan mengatasi masalah populasi. Pemerintah dengan sebuah

pengembangan program manajemen bencana dapat melakukan koordinasi

yang baik, Ghufron (2012:45). Berdasarkan pada hukum kemanusiaan

internasional, pemerintah nasional merupakan pihak utama yang harus

30
merespon bencana alam. Wilayah daerah dan bencana merupakan sebuah

upaya pengujian kumpulan kebijakan, praktik dan profesionalitas

manajemen tanggap darurat dari sebuah perspektif pemerintah lokal

(pemerintah daerah). Upaya tersebut difokuskan pada pemerintah daerah

sebagai level pertama tahap bencana.

Respon merupakan hal yang penting untuk meminimalisir korbankorban

dan mengoptimalkan kemampuan komunitas untuk merespons. Upaya

tanggap darurat bencana secara kewilayahan bergantung pada pemerintah

lokal. Fokus pemerintahan lokal, masalah manajemen bencana difokuskan

pada pemerintah lokal, ada beberapa alasan yaitu: a) Manajemen bencana

di implementasikan oleh pemerintah lokal, b) Pemerintah lokal mempunyai

peran aktif dalam manajemen bencana, c) Pemberian wewenang yang besar

dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan d)Kebijakan respons

bencana memerlukan tempat secara lokal. Alasan-alasan tersebut mendasari

manajemen bencana diwilayah lokal merupakan kunci dalam pelaksanaan

manajemen bencana. Koesnadi (2015:85).

4. Masyarakat Dalam Penanggulan Bencana

Penanganan bencana peran masyarakat menjadi elemen yang paling penting

karena kekuatan pemerintah semata sangatlah kecil jika dibandingkan

dengan tantangan yang begitu besar. Peran masyarakat dalam penanganan

bencana dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk, seperti relawan

lapangan dengan menyumbangkan tenaga dengan keahlian, keterlibatan

31
masyarakat dalam melestarikan lingkungan hidup sekitar sebagai upaya

mendasar dalam mencegah terjadinya berbagai macam bencana alam.

5. Menanggulangi dan Mencegah Bencana

Kerusakan lingkungan semakin hari semakin terlihat begitu jelas. Perlu kita

memikirkan upaya yang akan dilakukan untuk memperbaiki lingkungan

kita agar terciptanya ketertiban, kebersihan dan keindahan. Langkah awal

melakukan perbaikan dapat dilakukan dengan cara memperhatikan

keadaaan lingkungan sekitar kita baru di lingkungan nasional. Menurut

Nurjanna (2010: 56), upaya-upaya penanggulangan bencana, yaitu:

1. Mitigasi dapat juga diartikan sebagi penjinak bencana alam dan pada

prinsipnya mitigasi adalah usaha-usaha baik bersifat persiapan fisik

maupun non fisik dalam menghadapi bencana alam. Persiapan fisik

dapat berupa penataan ruang kawasan bencana dan kode bangunan,

sedangkan persiapan non fisik dapat berupa pendidikan tentang bencana

alam.

2. Menempatkan Korban di Suatu Tempat yang Aman. Menempatkan

korban di suatu tempat yang aman adalah hal yang mutlak dibutuhkan.

Sesuai dengan deklarasi Hyogo yang ditetapkan pada Konferensi Dunia

tentang Pengurangan Bencana, di Kobe, Jepang, pertengahan Januari

2005 yang lalu, menyatakan bahwa ☜Negara-negara mempunyai

tanggungjawab utama untuk melindungi orang-orang dan harta benda

yang berada dalam wilayah kewenangan dari ancaman dengan

memberikan prioritas yang tinggi kepada pengurangan resiko bencana

32
dalam kebijakan nasional, sesuai dengan kemampuan mereka dan

sumber daya yang tersedia kepada mereka☝, seperti:

a. Membentuk tim penganggulangan bencana.

b. Memberikan penyuluhan-peyuluhan.

c. Merelokasi korban secara vertahap.

Menurut Ramli (2010: 56), upaya-upaya pencegahan ancaman alam yaitu :

a. Membuat pos peringatan bencana, salah satu upaya yang kemudian

dapat diupayakan adalah dengan mendirikan pos peringatan bencana,

pos inilah yang nantinya menentukan warga masyarakat bisa kembali

menempati tempat tinggalnya atau tidak.

b. Membiasakan hidup tertib dan disiplin. Perlu pola hidup tertib, yaitu

dengan menegakkan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan

pelestariaan lingkungan hidup. Asal masyarakat menaatinya, berarti

setidaknya kita telah berpartisipasi dalam melestarikan lingkungan

dan masyarakat juga harus disiplin.

c. Memberikan pendidikan tentang lingkungan hidup, faktor ini telah

dipertegas dalam Konferensi Dunia tentang langkah pengurangan

bencana alam, yang diselenggarakan lebih dari dasawarsa silam, 23-27

Mei 1994 di Yokohama, Jepang. Forum ini, pada masa itu merupakan

forum terbesar tentang bencana alam yang pernah diselenggarakan

sepanjang sejarah. Tercatat lebih dari 5.000 peserta hadir yang berasal

dari 148 negara.

33
6. Kemiringan Lereng
Terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat yang

disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen yang terjadi

sehingga mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas

permukaan bumi. Kemiringan lereng mempengaruhi erosi melalui runoff.

Makin curam lereng makin besar laju dan jumlah aliran permukaan dan

semakin besar erosi yang terjadi. Selain itu partikel tanah yang terpercik

akibat tumbukan butir hujan makin banyak .Kemiringan lereng adalah salah

satu faktor pemicu terjadinya erosi yang dipengaruhi runoff, perencanaan

kemiringan tebing sungai bervariasi dengan menggunakan 3 tipe yaitu

Sedang, Curam dan Sangat Curam yang dimana semakin rendah

kecuramannya maka semakin rendah terjadinya erosi dan begitu pula jika

semakin tinggi kecuramannya maka semakin tinggi pula tingkat terjadinya

erosi pada kemiringan tebing tersebut ,Kemiringan lereng merupakan suatu

lereng yang membentuk suatu sudut baik dalam satuan derahat maupun

persentase antara satu bidang tanah yang datar dengan bidang tanah lainnya

yang berada pada posisi yang lebih tinggi, Dalam Kemiringan lereng,

semakin curamnya lereng maka aliran permukaan akan semakin besar dimana

tanah yang banyak mengandung bahan organik akan turut terangkut dan

terbawa ke tempat yang lebih rendah. Semakin curam kemiringan lereng akan

semakin meningkat jumlah dan kecepatan aliran permukaan, sehingga dapat

memperbesar senergi kinetik dan mampu meningkatkan kemampuan untuk

mengangkut butir tanah.

1. Lereng

34
Lereng merupakan sebuah profil tanah alami maupun buatan yang

memiliki kemiringan tertentu terhadap bidang horizontal. Jika ad asebuah

keadaan tanah yang miring maka secara otomatis massa yang berada di

puncak lereng akan cenderung bererak ke bawah lereng sesuai dengan arah

gravitasi. Gerakan tanah tersebut akan terjadi apabila massa yang

membebani lereng terlalu besar sehingga melampaui besarnya gaya

penahan. Gaya penahan pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan

dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi leh besarnya

sudut lereng, air, beban serta jenis tanah dan batuan (Anonim 2008).

Proses menghitung dan membandingkan tegangan geser yang terbentuk

sepanjang permukaan longsor yang paling mungkin dengan kekuatan geser

dari tanah yang bersangkutan dinamakan dengan analisis stabilitas lereng.

2. Kemiringan Lereng

Arsyad, 2000 (sahara 2014) kemiringan lereng meunjukkan besanya sudut

lereng dalam persen atau drajat. Dua titik yang berjarak horizontal 100 m

yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman

lereng 100% sama dengan kecuraman 450 selain dari memperbesar jumlah

aliran permukaan, semakin curamnya lereng semakin besar, maka jumlah

butir-butir tanah terpercik ke bawah oleh tumbukan butir hujan akan

semakin banyak.

Semakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal sehingga

lapisan tanah atas yang tererosi akan semakin banyak jika lereng

35
permukaan tanah menjadi dua kali lebih curam, maka banyaknya erosi

persatuan luas menjadi 2,0 – 2,5 kali lebih banyak.

Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng. Kemiringan lereng

biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), cembung (convex), cekung

(voncave) dan kaki lereng (lower slope). Daerah puncak (crest) merupakan

daerah gerusan erosi yang paling tinggi dibandingkan daerah di bawahnya,

demikian pula lereng tengah yang kadang cembung atau cekung mendapat

gerusan aliran permukaan relief lebih besar dari puncaknya sendiri,

sedangkan kali lereng merupakan daerah endapan. Saim, 1998 (Sahara

2014).

Tabel 2.1 Pembagian Kemiringan Lereng


Berdasarkan Klasifikasi USSSM dan USLE

Klasifika
Kemiringa Kemiringa Klasifikasi
Keterangan si USLE*
n lereng n lereng USSSM* (%)
(%)
(°) (%)
<1 0-2 Datar – hampir 0-2 1-2
datar
1- 3-7 Sangat landai 2-6 2-7
3
3- 8 - 13 Landai 6 - 13 7 - 12
6
6- 14 - 20 Agak curam 13 - 25 12 - 18
9
9 - 25 21 - 55 Curam 25 - 55 18 - 24
25 - 26 56 - 140 Sangat curam > 55 > 24
> 65 > 140 Terjal
USSSM = United Stated System Management

USLE = Universal Soil Loss Equation

36
Menurut Sitanala Arsyad, kemiringan lereng dikelompokkan ke dalan 7 kelas

yaitu :

Tabel 2.2 Kemiringan Lereng Menurut Sitanala Arsyad


Klasifikasi Kemiringan lereng Keterangan
A 0–3% (datar)
B 3–8% (landai atau berombak)
C 8 – 15 % (agak miring atau bergelombang)
D 15 – 30 % (miring atau berbukit)
E 30 – 45 % (agak curam)
F 45 – 65 % (curam)
G > 65 % (sangat curam)

Tabel 2.3 Ukuran Panjang Lereng


PANJANG LERENG (M) KLASIFIKASI

< 15 Lereng sangat pendek

15 – 50 Lereng pendek

50 – 250 Lereng sedang

250 – 500 Lereng panjang

> 500 Lereng sangat panjang

Terlihat di atas pembagian kemiringan lereng dan bentuk lahan secara

kuantitatif, melalui peritungan dikelompokkan berdasarkan jumla persen

dan besar sudut lereng, untuk mengetaui jumlah tersebut melalui

perhitungan dari perbandingan ini dan dilhat pada rumus di bawah ini :

Rumus kemeringan lereng dari peta topografi dan foto udara :

S = ( h / D ) X 100 % (sumber Van Djuidam, 1988)

Keterangan:
S = Kemiringan lereng (%)
h = Perbedaan ketinggian (m)

37
D = Jarak titik tertinggi dengan terendah (m)

7. Jenis Tanah
Tanah adalah tubuh alam gembur yang menyelimuti sebagaian besar

permukaan bumi dan mempunyai sifat dan karaktristik fisik, kimia,

biologi, serta morfologi yang khas sebagai akibat dari serangkaian panjang

berbagi proses yang pembentukannya. Kurun waktu pembentukan tanah

tidak sama dengan kurun waktu pembentukan batuan. Kurun waktu

pembemtukan tanah dimulai setelah batuan hancur dan menjadi bahan

lepas-lepas oleh karena proses pelapukan fisik, kimi dan biologi. Umur

batuan selalu lebih panjang dari pada tanah yang menyelimutinya. Tanah

mempunyai kemampuan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Bahan

makanan utama manusia sebagian berasal dari hasil yang diberikan oleh

tanaman yang tumbuh pada media tanah. Tanah sebagai bahan campuran

dan organik saja, juga terdapat pori berbagai ukuran dan bentuk. Pori

tanah merupakan rongga antar partikel mineral tanah yang menjadi tempat

keberadaan air dan udara (Sartohadi, 2012).

Tanah menempati ruang antara atmosfir (lapisan udara) dan litosfir

(lapisan batu-batuan yang menyusun bumi) serta berbatasan juga dengan

hidrosfir (lapisan air). Dikarenakan tanah adalah tempat tumbuhnya

tanaman dan hewan maka tanah dapat juga dimasukan kedalam biosfir.

Tanah merupakan sistem tiga dimensi dengan sifat dan ciri yang

mencerminkan pengaruh dari (1) iklim, (2) vegetasi, hewan dan manusia,

(3) topopgrafi, (4) bahan induk tanah dan (5) rentang waktu yang berbeda.

38
Setiap jenis tanah mempunyai sifat dan ciri tertentu dan nyata berbeda

dengan lainnya, memiliki potensi, kendala dan input teknologi tertentu

untuk suatu jenis penggunaan pertanian dan atau non-pertanian. Karena

alasan tersebut, penggunaan tanah perlu dikelola dengan baik, sesuai

karakteristik dan potensi, kendala dan input teknologi spesifik lokasi yang

diperlukan agar diperoleh produktivitas pertanian yang optimal dan

berkelanjutan melalui pendekatan pemahaman klasifikasi

tanahBerdasarkan asal bahan pembentuk tanahnya, tanah di alam

dibedakan atas tanah organik (tanah gambut) dan tanah mineral. Tanah

organik dibedakan lebih rinci berdasarkan tingkat dekomposisi, komposisi

bahan penyusun dan kedalaman tanahnya. Sedangkan tanah mineral

dibedakan berdasarkan perkembangan morfologinya, terdiri atas: (1)

Tanah-tanah dangkal atau belum berkembang seperti Litosol, Ranker,

Renzina, Aluvial, Regosol, Grumusol; (2) Tanah-tanah yang sudah

berkembang, seperti Podsolik Merah Kuning, Mediteran, Latosol,

Andosol. Tanah Aluvial terbentuk dari bahan endapan muda hasil dari

aktivitas sungai (aluvium), pada profilnya masih tampak jelas adanya

lapisan-lapisan tanah yang baru terbentuk. Tanah ini tersebar sepanjang

jalur aliran sungai atau pada dataran aluvial. Podsolik Merah Kuning

dikenal sebagai tanah masam yang terbentuk dari batuan sedimen masam

(batuliat, batupasir, batuan volkan masam), umumnya bertekstur halus

(berliat), terdapat kenaikan liat yang nyata dan agak memadat di lapisan

bawah, struktur gumpal bersudut sedang sampai besar dan teguh.

39
Mediteran berkembang dari batuan sedimen bersifat basa (batukapur,

batuliat berkapur), yang memiliki sifat morfologi tanah mirip Podsolik,

namun berbeda pada sifat kimia tanah, terutama pada kejenuhan basa

tinggi. Sedangkan Latosol berkembang dari batuan atau bahan volkanik

bersifat intermedier sampai basa (andesitik-basal), dan Andosol dari bahan

volkan muda (abu volkan dan tufa) yang umum dijumpai pada dataran

tinggi volkan dengan ketinggian tempat diatas 1000 m dpl.

a. Klasifikasi Tanah di Indonesia

- Organosol

Tanah lain yang berada pada batuan kukuh sampai kedalaman 20

cm atau kurang dari permukaan tanah.

- Litosol

Tanah lain yang berkembang dari bahan endapan muda, tidak

mempunyai horison penciri (kecuali tertimbun oleh 50 cm atau

lebih bahan baru) selain horison A okrik, horison A umbrik (tidak

berada diatas batuan kukuh dan dalam lebih dari 25 cm), horison H

histik atau sulfurik, berkadar pasir dan debu kurang dari 60% pada

kedalaman antara 25-100 cm atau mempunyai susunan berlapis,

tidak memperlihatkan ciri-ciri hidromorfik di dalam penampang 50

cm dari permukaan.

- Aluvial

Tanah lain yang tidak mempunyai horison penciri, tidak bertekstur

kasar dari bahan albik atau horison apapun (kecuali jika tertimbun

40
50 cm atau lebih bahan baru) selain horison A okrik, horison A

umbrik (tidak berada diatas batuan kukuh dan dalam lebih dari 25

cm), horison H histik atau sulfurik serta berkadar pasir dan debu

60% atau lebih pada kedalaman antara 25100 cm.

- Regosol

Tanah lain yang mempunyai horison A umbrik dan tidak lebih

dalam dari 25 cm, tidak mempunyai horison penciri lainnya

(kecuali jika tertimbun oleh 50 cm atau lebih bahan baru).

- Umbrisol (ranker)

Tanah lain yang mempunyai horison A molik dan dibawahnya

langsung batukapur berkadar CaCO3 lebih dari 40 % (bila horison

A mengandung pecahan CaCO3 halus banyak, warna horison A

molik dapat menyimpang).

- Renzina

Tanah lain setelah 20 cm dari lapisan atas dicampur, kadar liat 30

% atau lebih sampai sekurang-kurangnya 50 cm dari permukaan,

mempunyai peluang cukup untuk terjadinya retakan tanah

sekurang-kurangnya lebar 1 cm pada kedalaman 50 cm jika tidak

mendapat pengaruh pengairan dan mempunyai satu atau lebih ciri

berikut: bentukan gilgai, bidang kilir atau struktur membaji yang

jelas pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan.

- Grumusol

41
Tanah lain bertekstur kasar dari bahan albik yang terdapat pada

kedalaman sekurangkurangnya 50 cm dari permukaan, atau

memperlihatkan ciri mirip horison B argilik, kambik atau oksik,

tetapi tidak memenuhi syarat karena faktor tekstur, tidak

mempunyai horison penciri (kecuali tertimbun 50 cm atau lebih

bahan baru) selain horison A okrik.

- Arenosol

Tanah lain yang mempunyai horison A molik atau umbrik dan

mungkin terdapat diatas horison B kambik, atau horison A okrik

dan horison B kambik, tidak mempunyai horison penciri lain

(kecuali jika tertimbun 50 cm atau lebih bahan baru), pada

kedalaman sampai 35 cm atau lebih mempunyai satu atau kedua-

duanya dari: (a) bulk density pada kandungan air 1/3 bar dari fraksi

tanah halus (< 2 mm) kurang dari 0,85 g/cm3 dan komplek

pertukaran didominasi oleh bahan amorf, (b) >60% abu volkan

vitrik, abu, atau bahan piroklastik vitrik yang lain dalam fraksi

debu, pasir dan kerikil.

- Andosol

Tanah lain yang mempunyai distribusi klei tinggi, remah sampai

gumpal, gembur dan warna homogen pada penampang tanah dalam

dengan batas horison terselubung, kejenuhan basa < 50%

(NH4OAc) sekurangkurangnya pada beberapa bagian dari horison

B di dalam penampang 125 cm dari permukaan, tidak mempunyai

42
horison penciri (kecuali jika tertimbun 50 cm atau lebih bahan

baru) selain horison A umbrik, atau horison B kambik, tidak

memperlihatkan gejala plintit di dalam penampang 125 cm dari

permukaan, dan tidak mempunyai sifat vertik.

- Latosol

Tanah lain yang mempunyai distribusi klei tinggi, remah sampai

gumpal, gembur dan warna homogen pada penampang tanah dalam

dengan batas horison terselubung, kejenuhan basa 50% atau lebih

(NH4OAc) , tidak mempunyai horison penciri (kecuali jika

tertimbun 50 cm atau lebih bahan baru) selain horison A molik

atau horison B kambik, tidak memperlihatkan gejala plintit di

dalam penampang 125 cm dari permukaan, dan tidak memiliki sifat

vertik.

- Molisol (brunziem)

Tanah lain yang mempunyai horison B kambik tanpa atau dengan

horison A okrik, umbrik atau molik, tanpa memperlihatkan gejala

hidromorfik di dalam penampang 50 cm dari permukaan.

- Kambisol

Tanah lain yang memperlihatkan sifat hidromorfik di dalam

penampang 50 cm dari permukaan, tidak mempunyai horison

penciri (kecuali jika tertimbun 50 cm atau lebih bahan baru) selain

horison A, horison H, horison B kambik, kalsik atau gipsik.

- Gleisol

43
Tanah lain yang mempunyai horison B argilik dengan penyebaran

kadar klei tinggi dengan penurunan kadar klei kurang dari 20%

terhadap klei maksimum di dalam penampang 150 cm dari

permukaan, kandungan bahan mudah lapuk kurang dari 10% di

dalam penampang 50 cm dari permukaan, tidak mempunyai plintit

sampai 125 cm dari permukaan, tidak mempunyai sifat vertik dan

ortoksik.

- Nitosol

Tanah lain yang mempunyai horison B argilik, mempunyai

kejenuhan basa kurang dari 50% (NH4OAc) sekurang-kurangnya

pada beberapa bagian dari horison B di dalam penampang 125 cm

dari permukaan dan tidak mempunyai horison albik yang

berbatasan langsung dengan horison argilik atau fragipan.

- Podsolik

Tanah lain yang mempunyai horison B argilik dan tidak

mempunyai horison albik yang berbatasan langsung dengan

horison argilik atau fragipan.

- Mediteran

Tanah lain yang mempunyai horison E albik diatas suatu horison

dengan permeabilitas lambat (horison B argilik atau natrik yang

memperlihatkan perubahan tekstur nyata, klei berat, fragipan) di

dalam penampang 125 cm dari permukaan, memperlihatkan ciri

hidromorfik sekurangkurangnya sebagian lapisan dari horison E.

44
- Planosol

Tanah lain yang mempunyai horison B spodik

- Podsol

Tanah lain yang mempunyai horison B oksik

8. Angin
Sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi disebut

angin. Gerakan udara ini disebabkan oleh perubahan temperatur atmosfer.

Pada waktu udara dipanasi, rapat massanya berkurang yang berakibat

naiknya udara tersebut yang kemudian diganti oleh udara yang lebih

dingin disekitarnya. Perubahan temperatur diatmosfer disebabkan oleh

perbedaan penyerapan panas oleh tanah dan air, atau perbedaan panas di

gunung dan lembah, atau perubahan yang disebabkan oleh siang dan

malam, atau perbedaan suhu pada belahan bumi bagian utara dan selatan

karena adanya perbedaan musim dingin dan panas. Daratan lebih cepat

menerima panas daripada air (laut) dan sebaliknya daratan juga lebih cepat

melepaskan panas. Oleh karena itu pada waktu siang hari daratan lebih

panas daripada laut. Udara di atas daratan akan naik dan diganti oleh udara

dari laut, sehingga terjadi angin laut. Sebaliknya, pada waktu malam hari

daratan lebih dingin daripada laut, udara di atas laut akan naik dan diganti

oleh udara dari daratan sehingga terjadi angin darat.

Angin yang berhembus di atas permukaan air akan memindahkan

energinya ke air. Kecepatan angin akan menimbulkan tegangan pada

permukaan air laut, sehingga permukaan air yang semula tenang akan

45
terganggu dan timbul riak gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila

kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi semakin besar, dan

apabila angin berhembus terus akhirnya akan terbentuk gelombang.

Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar

gelombang yang terbentuk. Arah angin masih bisa dianggap konstan

apabila perubahanperubahannya tidak lebih dari 150 dan perubahan

kecepatan angin tidak lebih dari 5 knot (2,5 m/dt) terhadap kecepatan

rerata.Pesisir adalah wilayah antara batas pasang tertinggi hingga batas air

laut yang terendah pada saat surut. Pesisir dipengaruhi oleh gelombang air

laut. Pesisir juga merupakan zona yang menjadi tempat pengendapan hasil

pengikisan air laut dan merupakan bagian dari pantai Menurut Triatmodjo

(1999), Definisi coast (pesisir) adalah daerah darat di tepi laut yang masih

mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan

air laut. Sedangkan shore (pantai) adalah daerah di tepi perairan yang

dipengaruh oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Ditinjau dari

profil pantai, daerah ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibagi

menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore dan backshore (Gambar 2.1).

46
Gambar 2.1 Definisi dan Karakteristik Gelombang di Daerah Panta
Angin
Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan

juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya. Angin bergerak

dari tempat bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara rendah. Menurut

Triatmodjo (1999), sirkulasi yang kurang lebih sejajar dengan permukaan

bumi disebut angin. Kecepatan angin diukur dengan anemometer, dan

biasanya dinyatakan dengan knot. Satu knot adalah panjang satu menit

garis bujur melalui khatulistiwa yang ditempuh dalam satu jam, atau 1

knot = 1,852 km/jm = 0,5m/detik lagi. Pembangkitan Gelombang oleh

Angin Gelombang yang terjadi di lautan dapat dibangkitkan atau

diakibatkan oleh berbagai gaya. Beberapa jenis gaya pembangkit

gelombang antara lain angin, gaya gravitasi benda-benda langit, letusan

gunung berapi, gempa bumi, dsb (Nur, dkk, 2011). Semakin lama dan

semakin kuat angin berhembus, semakin besar gelombang yang terbentuk.

Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi oleh

47
kecepatan angin (U), lama hembusan angin (D), fetch (F) dan arah angin

(Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin di Laut dan di


Darat
9. Pasang Surut
Pasang surut adalah adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik

benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut

di bumi. Gaya tarik menarik ini tergantung dari jarak bumi dengan benda

langit dan massa benda langit itu sendiri. Jadi, meskipun massa bulan jauh

lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh

lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar dari

pada pengaruh gaya tarik matahari. Pasang surut merupakan faktor penting

dari geomorfologi pantai, dalam hal ini berupa perubahan teratur muka air

laut sepanjang pantai dan arus yang dibentuk oleh pasang. Selain itu

pengetahuan tentang pasang surut adalah penting di dalam perencanaan

48
bangunan pantai, pelabuhan dan vegetasinya. Proses akresi dan abrasi pantai

terjadi selama adanya pasang dan adanya aksi gelombang balik yang

mempengaruhi siklus pasang.

Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Menurut Bambang

Triatmojo (1999) pasang surut yang terjadi di berbagai daerah dibedakan

menjadi empat tipe yaitu :

1.) Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)

Pasang surut tipe ini adalah dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan

dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi

secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam

24 menit.

2.) Pasang surut tunggal (diurnal tide)

Pasang surut tipe ini apabila dalam satu hari terjadi satu kali air pasang

dan satu kali air surut dengan periode pasang surut 24 jam 50 menit.

3.) Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing

diurnal)

Pasang surut tipe ini apabila dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan

dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.

4.) Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing

diurnal)

Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air

surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang

dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.

49
Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan

suatu elevasi yang ditentukan berdasarkan data pasang surut yang dapat

digunakan sebagai pedoman di dalam perencanaan suatu bangunan pantai.

Beberapa elevasi tersebut adalah sebagai berikut :

1.) Muka air tinggi (high water level), yaitu muka air tertingi yang dicapai

pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.

2.) Muka air rendah (low water level), yaitu muka air terendah yang dicapai

pada saat air surut pada satu siklus pasang surut.

3.) Muka air tinggi rata-rata (mean high water level, MHWL), yaitu ratarata

dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.

4.) Muka air rendah rata-rata (mean low water level, MLWL), yaitu ratarata

dari dari muka air rendah selama periode 19 tahun.

5.) Muka air laut rata-rata (mean sea Level, MSL), yaitu muka air rata-rata

antara muka air tinggi rata-rata dan muka air rendah rata-rata. Elevasi ini

digunakan sebagai referensi untuk elevasi di daratan.

6.) Muka air tinggi tertinggi (highes high water level, HHWL), yaitu muka air

tertinggi pada saat pasang surut purnama dan pasang surut perbani.

7.) Muka air rendah terendah (lowes low water level, LLWL), yaitu muka air

terendah pada saat pasang surut purnama dan pasang surut perbani.

Dalam perencanaan suatu bangunan pantai, penentua muka air laut ditentukan

berdasarkan pengukuran pasang surut selama minimal 15 hari. Hal ini

disebabkan karena untuk mendapatkan data pengukuran pasang surut selama

19 tahun sulit dilakukan.

50
Untuk perencanaan suatu bangunan pantai maka harus ditentukan terlebih

dahulu elevasi muka air laut rencana. Elevasi tersebut merupakan penjumlaha

dari beberapa parameter. Parameter-parameter tersebut yaitu pasang surut,

tsunami, wave set-up, wind set-up, dan kenaikan muka air laut karena

pemanasan global. Dalam kenyataan kemungkinan terjadinya faktorfaktor

tersebut secara bersamaan adalah sangat kecil. Oleh karena itu beberapa

parameter tersebut dapat digabungkan. Gambar 2.1. menunjukan elevasi

muka air rencana yang diakibatkan parameter-parameter tersebut diatas.

Muka air rencana

Tsunami

P
e
m
a
n
a
s
a
n

G
l
o
b
a
l

Wind set up

Wave set up

MSL

Gambar 2.3 Elevasi muka air laut rencana (Teknik Pantai, 1999)

51
1.) Wave set-up

Gelombang yang datang dari laut menuju pantai menyebabkan fluktuasi

muka air di daerah pantai terhadap muka air diam. Pada waktu gelombang

pecah akan terjadi penurunan elevasi muka air rerata terhadap elevasi

muka air diam disekitar lokasi gelombang pecah. Kemudian dari titik

dimana gelombang pecah permukaan air rerata miring ke atas ke arah

pantai. Turunnya muka air disekitar lokasi gelombang pecah tersebut akan

dikenal sebagai wave set-down, sedang naiknya muka air di pantai akibat

fluktuasi gelombang disebut wave set-up.

Gambar 2.4 Wave set-up dan wave set-down


2.) Wind set-up

Angin dengan kecepatan besar (badai) yang terjadi di atas permukaan air

laut bisa membangkitkan fluktuasi muka air laut yang besar disepanjang

pantai jika badai tersebut cukup kuat dan daerah pantai dangkal dan luas.

Naiknya muka air laut yang disebabkan oleh angin di sepanjang pantai

disebut dengan wind set-up.

3.) Kenaikan muka air laut akibat pemanasan global

52
Peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan

terjadinya pemanasan global. Hal ini akan mengakibatkan kenaikan suhu

bumi sehingga mengakibatkan kenaikan muka air laut. Gambar 2.4.

dibawah ini menunjukan perkiraan besarnya kenaikan muka air laut dari

tahun 1990 sampai dengan tahun 2100, yang disertai perkiraan batas atas

dan bawah. Gambar tersebut berdasarkan anggapan bahwa suhu bumi

meningkat seperti yang terjadi saat ini, tanpa adanya tindakan untuk

mengatasi.

Gambar 2.5 Perkiraan kenaikan muka air laut akibat pemanasan global
(sumber : Teknik Pantai, 1999)
4.) Tsunami

Tsunami adalah gelombang yang terjadi karena gempa bumi atau letusan

gunung api di laut. Gelombang yang terjadi bervariasi dari 0,5 m sampai

30 m dan periode dari beberapa menit sampai sekitar satu jam. Selama

penjalaran dari tengah laut (pusat terbentuknya tsunami) menuju pantai,

53
tinggi gelombang semakin besar karena pengaruh perubahan kedalaman

laut.

Gambar 2.6 Daerah rawan tsunami di indonesia (Sumber : Teknik Pantai,


1999)

54

Anda mungkin juga menyukai