Anda di halaman 1dari 70

NASKAH

AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN
DAERAH

TENTANG

PENYELENGGARAAN
PERKEBUNAN

TIM PENYUSUN
KATA PENGANTAR

Sektor Perkebunan memiliki peranan penting dalam konstelasi pembangunan


ekonomi, sosial dan lingkungan di Jawa Barat. Besarnyanya potensi perkebunan
Jawa Barat tersebut kiranya perlu dkelola secara optimal guna meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat.

Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat yang diberi amanat untuk


mengembangkan potensi Perkebunan di Jawa Barat, sesuai dengan kewenangannya
senantiasa berupaya untuk terus melakukan berbagai program dan kegiatan yang
melibatkan stake holder perkebunan di Jawa Barat.

Sebagai dasar menetapkan kebijakan daerah untuk penyelenggaraan Urusan


Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dalam bidang perkebunan, telah
diterbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2013 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan. Namun demikian, memperhatikan dinamika
pengelolaan pemerintahan daerah baik secara organisasi maupun kebijakan teknis
pelaksanaan telah mengalami berbagai perubahan. Untuk itu, dalam rangka
menyelaraskan pengelolaan perkebunan di daerah, perlu kiranya disusun Peraturan
Daerah tentang Perubahan Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan.

Sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana diatur


dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, kami telah menyusun Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Perubahan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Perkebunan.
Besar harapan kami, semoga Naskah Akademik ini menjadi bahan rujukan
penyempurnaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat terkait dengan Pengelolaan
Perkebunan di Jawa Barat pada umumnya dan menjadi dasar hukum penyusunan
program dan kegiatan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat.

Terakhir, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada segenap


Tim Penyusun dan stake holder perkebunan yang telah memberikan kontribusinya
dalam penyelesaian dokumen Naskah Akademik ini.

Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Bandung, 2020
Plt. Kepala Dinas Perkebunan Provinsi
Jawa Barat,

Ir. Hendy Jatnika, MM


Pembina Utama Muda
NIP. 19611002 198603 1 010
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi iii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 9
1.3 Tujuan 10
1.4 Metodologi Kajian 11

Bab II Kajian Teoritis dan Praktik Empiris


2.1. Sejarah Perkebunan 12
2.2. Definisi Perkebunan 13
2.3. Status dan Jenis Perkebunan di Jawa Barat 14
2.4. Karakter Lingkungan Hidup di Jawa Barat 16
2.5. Pertumbuhan Perkebunan di Jawa Barat hingga 2018 20
2.6. Arahan Penyelenggaraan Perkebunan berdasarkan
Kebijakan Nasional dan Provinsi Jawa Barat 21
2.7. Keterkaitan dengan Program Pemenuhan Pangan Berkelanjutan 31
2.8. Kendala Penyelenggaraan Perkebunan di Jawa Barat 34

Bab III Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan Terkait 37


3.1. Dasar Hukum Penyelenggaraan Perubahan Raperda 37
3.2. Peraturan Perkebunan Nasional 43
3.3. Peraturan Perkebunan di Provinsi Jawa Barat 45

Bab IV. Jangkauan, Arah Pengaturan dan Ruang, dan Ruang


Lingkup Pengaturan Perubahan Peraturan Daerah tentang
Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan di Provinsi Jawa Barat 54
4.1. Jangkauan Peraturan 54
4.2. Arah Pengaturan 54
4.3. Ruang Lingkup Pengaturan 56

Bab V. Kesimpulan dan Saran 58


5.1. Kesimpulan 58
5.2. Saran 59

Daftar Pustaka 60

Lampiran 1. Usulan Sistematika Perda Perubahan Perkebunan 61


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jawa Barat yang diberkahi dengan kesuburan lahan serta


limpahan potensi sumberdaya alamnya, menjadi faktor penting
tumbuhnya berbagai macam komoditas perkebunan yang bernilai
ekonomis tinggi secara melimpah, serta telah memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat Jawa Barat.
Dari 3.537.776 Ha luas Provinsi Jawa Barat, pada tahun
2017 lahan Perkebunan seluas 481.834 Ha (Angka Tetap Tahun
2018), terdiri dari Lahan Perkebunan Besar Negara seluas 64.457
Ha (13.38%), Lahan Perkebunan Besar Swasta seluas 50,560 Ha
(10.49%) dan Lahan Perkebunan Rakyat seluas 366.817 Ha
(76.13%). Adapun Sumber daya manusia yang terlibat dalam
pembangunan perkebunan di Jawa Barat sebanyak 1.340.806 KK

Gambar 1.1
Grafik Proporsi Pengelolaan Areal Perkebunan Jawa Barat

Sumber: Statistik Perkebunan Jawa Barat Angka Tetap tahun 2018

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 1


Demikian halnya dengan kontribusi sektor perkebunan
Jawa Barat selama Kurun waktu tahun 2013-2017 secara umum
menunjukan kondisi yang dinamis sebagaimana data berikut ini:

Gambar 1.2.
Perkembangan Indikator Makro Perkebunan Jawa Barat
Th. 2013-2017

Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Perkebunan Tahun


2013-2017 (dalam milyar rupiah)
14,000
12,000 10,108 10,176 10,224 10,493 11,857
10,000
8,668
8,000
8,845 8,541 8,469 8,267
6,000
S 4,000
u 2,000
m -
2013 2014 2015 2016 2017
b
e ADHK ADHB

r
: BPS Jabar 2017, PDRB Prov Jabar Menurut Lapangan Usaha 2013-2017

Agenda utama pembangunan Sub Sektor Perkebunan tidak


lepas dari peningkatan perekonomian masyarakat khususnya
masyarakat petani pekebun agar dapat mencapai tingkat
kesejahteraan yang layak. Salah satu indikator atau alat ukur yang
dipakai untuk menilai tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai
Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP),
sebagaimana yang disajikan dalam tabel 1.3 berikut ini:

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 2


Gambar . 1.3
Grafik Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar
Usaha Pertanian NTUP Perkebunan Jawa Barat Tahun 2013-
2018
140

130 131.82

S 120
u 112.41
107.11 112.81
110
m 112.6 104.37 103.53
b 100 100.58
100.06 100.82
e
96.19 97.21
90
r

80
: 2013 2014 2015 2016 2017 2018

NTP NTUP

B
PS Jabar 2018

Dari grafik di atas, menunjukkan peningkatan NTP yang


sangat tipis setiap tahunnya dibandingkan tren peningkatan NTUP
yang meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Rendahnya
peningkatan NTP tidak terlepas dari besarnya faktor eksternal yang
mempengaruhi perhitungan NTP. Meningkatnya nilai NTUP dilihat
dari tabel di atas menunjukkan bahwa usaha perkebunan masih
memberikan pendapatan yang signifikan.
Namun demikian Potensi sumber daya perkebunan Jawa
Barat yang cukup melimpah dan kontribusi sektor perkebunan
terhadap ekonomi makro Jawa Barat, sampai sejauh ini dipandang
belum secara efektif dan efisien dikembangkan, mengingat masih
banyaknya kendala dalam proses pemanfaatannya. Sebagai
gambaran, bahwa selama kurun waktu Tahun 2014-2018, kondisi
perkembangan sumber daya perkebunan Jawa Barat mengalami
perkembangan sebagai berikut:

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 3


- Luas Total lahan perkebunan selama kurun waktu lima tahun
(2013-2018) mengalami penurunan luas lahan sebesar
- 5.070.101 ha atau sekitar 2,25%, yaitu dari 492,901 ha pada
tahun 2014 menjadi 481,834 ha pada tahun 2018.

- Adapun penurunan luas lahan perkebunan tersebut diperkirakan


akibat adanya alih fungsi lahan dan alih komoditas ke tanaman
pangan atau hortikultura.

Gambar. 1.4
Grafik Perkembangan Luas Lahan Perkebunan Per
K
a
b
u Tasikmalaya 5,070.10
2,280.76
p Bandung
1,848.85
a Bandung Barat
803.76
t Karawang
485.80
e Cianjur
161.90
n Bogor
129.30
/ Ciamis
64.46
K Pangandaran
18.96
o Kota Sukabumi
13.00
t Kota Bandung
(149.30) Sumedang
a
(210.82)Kota Banjar
(267.64)Kota Tasikmalaya
d
(1,036.21) Purwakarta
i
(1,160.79) Garut
(1,304.84) Bekasi
J
(1,372.13) Subang
a
(2,012.50)
w Kuningan
(2,212.25) Sukabumi
a
(2,928.31) Majalengka
(4,297.55) Indramayu
B
a (4,991.41) Cirebon

r (6,000.00) (4,000.00) (2,000.00) - 2,000.00 4,000.00 6,000.00


a
t Tahun 2014-2018
Sumber: Statistik Perkebunan Jawa Barat Angka Tetap tahun 2018

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 4


- Perkembangan permintaan pasar terhadap berbagai jenis produk
perkebunan serta kondisi perkembangan harga produk, juga
mempengaruhi pilihan minat masyarakat untuk meningkatkan
atau mengurangi luas lahan budidaya beberapa komoditas
perkebunan tertentu.

Gambar. 1.5
Grafik Perkembangan Luas Lahan Perkebunan Per Komoditas
Tahun 2014-2018

Sumber: Statistik Perkebunan Jawa Barat Angka Tetap tahun 2018

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 5


- Perkembangan rata-rata peningkatan produksi dan produktivitas
komoditas perkebunan di Jawa Barat pada tahun 2013-2018
masih belum optimal, yaitu sekitar 3.4 % selama kurun waktu 5
Tahun tahun atau 0,68% per tahun, terutama untuk beberapa
komoditas strategis yang laku dipasaran ekspor seperti Teh, Kopi,
Karet, Tembakau, Cengkeh dan Kakao. Kondisi tersebut
menunjukan perlunya upaya yang lebih kuat untuk mendorong
pengembangan teknologi budidaya perkebunan guna
meningkatkan produksi dan produktivitas, khususnya
menyangkut penggunaan benih unggul bersertifikat, teknologi
budidaya ramah lingkungan, penanggulangan hama-penyakit,
serta teknologi panen dan pasca panen dalam rangka penurunan
kehilangan hasil.

- Dukungan fasilitasi sarana-prasarana perkebunan di Jawa Barat


selama kurun waktu 2014-2018 telah cukup banyak dilakukan,
baik melalui dukungan pendanaan APBD Provinsi dan
Kabupaten/Kota maupun dukungan APBN, antara lain berupa:
penyediaan peralatan budidaya, peralatan panen, bangunan unit
pengolahan hasil berikut mesin pengolahannya, perbaikan jalan
produksi, pembangunan sumber air, peralatan pengolah lahan,
bangunan pengolah pupuk organik, dlsb. Namun demikian
kualitas maupun kuantitas sarana-prasarana tersebut masih
perlu terus ditingkatkan.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 6


Gambar . 1.6
Grafik Perkembangan Produksi
Komoditas Strategis Perkebunan Tahun 2014-2018

900,000
779,636
800,000
671,107
- 700,000
P 615,369
600,000 573,399
e 558,356
500,000
r
400,000
k
300,000
e
200,000
m
100,000

b -
2014 2015 2016 2017 2018
a
Perkembangan Gangguan Usaha Perkebunan selama kurun
waktu tahun 2013-2017 intensitasnya masih cukup tinggi,
antara lain berupa serangan hama penyakit, hama perusak
tanaman, bencana alam, kebakaran, pengrusakan dan
penyerobotan lahan.

- Kondisi keberadaan Sumber Daya Manusia perkebunan selama


kurun waktu 2013-2017 secara kuantitas mengalami sedikit
penurunan, terutama para tenaga buruh perkebunan yang
jumlahnya semakin terbatas karena kurang mengalami
regenerasi. Sedangkan dari segi kompetensi dalam menangani
agribisnis perkebunan nampaknya belum mengalami
peningkatan berarti, hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan
produktivitas maupun nilai tambah usaha perkebunan yang
masih rendah. Demikian halnya dengan kondisi kelembagaan
usaha perkebunan, baik di tingkat kelompok tani (poktan),
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), maupun Asosiasi, masih

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 7


memerlukan peningkatan fungsi dan perannya dalam mendorong
peningkatan kesejahteraan para pekebun.

- Perkembangan akses permodalan usaha perkebunan ke lembaga


perbankan selama kurun waktu 2008-2012 belum banyak
mengalami perkembangan sebagaimana yang diharapkan para
pelaku usaha perkebunan, sehingga perlu mendapat perhatian
khusus untuk terus dilakukan upaya peningkatan akses
permodalan.

- Peningkatan mutu hasil produk perkebunan selama kurun waktu


2003-2018 sudah cukup banyak dilakukan melalui pendekatan
berbagai pengembangan teknologi pengolahan hasil, namun
demikian masih perlu terus dilakukan pengembangan teknologi
pengolahan untuk meningkatkan daya saing produk perkebunan
Jawa Barat dalam menghadapi persaingan global.

- Aspek distribusi, promosi dan pemasaran produk perkebunan


setiap tahunnya selalu difasilitasi melalui berbagai macam
kegiatan, seperti: pameran dalam dan luar negeri, misi dagang,
temu usaha maupun kemitraan, namun hasilnya belum terwujud
sebagaimana yang diharapkan.

- Kondisi perkembangan teknologi perkebunan di Jawa Barat


selama kurun waktu 2013-2018, khususnya pada aspek
teknologi budidaya, pembenihan dan pengendalian hama
terpadu, secara bertahap terus dikembangkan sejalan dengan
peningkatan dukungan sarana-prasarana dan ketersediaan SDM
yang handal. Namun demikian perlu dilakukan akselerasi
pengembangan teknologi perkebunan sesuai dengan tuntutan
peningkatan produksi dan produktivitas.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 8


1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Meskipun secara teknis usaha pengembangan


pembangunan sub sektor perkebunan masih memiliki banyak
kendala sebagaimana telah diuraikan tersebut diatas, namun dari
aspek nilai ekonomi bahwa pelaksanaan pembangunan sub sektor
perkebunan Jawa Barat selama Tahun 2008-2013 telah
menunjukan kontribusi yang cukup baik terhadap kondisi
perekonomian regional, khususnya sebagai andalan sumber
penghasilan masyarakat, penghasil devisa negara, penyedia bahan
baku industri, penyedia lapangan kerja, serta mendukung
terjaganya kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup
Jawa Barat.
Sebagai dasar menetapkan kebijakan daerah untuk
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah dalam bidang perkebunan, telah diterbitkan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Perkebunan.
Memperhatikan dinamika pengelolaan pemerintahan
daerah, berbagai kebijakan mengalami perubahan, antara lain
terbitnya Undang-Undang 39 tahun 2014 tentang Perkebunan serta
Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemeritahan Daerah yang
menjadi acuan pengelolaan perkebunan di setiap daerah serta
Perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)
Pemerintahan Daerah khususnya lingkup Dinas Perkebunan
Provinsi Jawa Barat. Untuk itu, dalam rangka menyelaraskan
pengelolaan perkebunan di daerah, perlu kiranya disusun
Peraturan Daerah tentang Perubahan Pedoman Penyelenggaraan
Perkebunan.
Untuk menjamin bahwa Peraturan Daerah tentang
Perubahan Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan tidak

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 9


bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi tingkatannya sesuai dengan hierarki peraturan
perundang-undangan, tidak bertentangan dengan kepentingan
umum sebagaimana diatur dalam kaidah penyusunan Peraturan
Daerah dan untuk menjamin bahwa peraturan daerah tentang
Perubahan Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan memenuhi
Norma, Standar. Prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat. Maka disusunlah Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah tentang Perubahan Pedoman Penyelenggaraan
Perkebunan.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dan mengingat
arti pentingnya sektor perkebunan bagi masyarakat Jawa Barat,
maka pada tahun anggaran 2019, Dinas Perkebunan Provinsi Jawa
Barat mengadakan kegiatan jasa konsultansi untuk melaksanakan
pekerjaan Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Perubahan Pedoman
Penyelenggaraan Perkebunan.

1.3 TUJUAN
Tujuan disusunnya Naskah Akademis Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Perubahan Pedoman
Penyelenggaraan Perkebunan, adalah:

1. Memberikan landasan dan kerangka pemikiran bagi Rancangan


Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Perubahan
Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan;
2. Memberikan kajian dan kerangka filosofis, sosiologis, dan yuridis
serta teknis tentang perlunya peraturan daerah Tentang
Perubahan Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan;

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 10


3. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang ada dan
harus ada dalam penyelenggaraan Perda terkait Perubahan
Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan;
4. Melihat keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan
lainnya sehingga jelas kedudukan dan ketentuan yang diaturnya.

1.4 METODOLOGI KAJIAN

Penyusunan Penyusunan Naskah Akademik dan


Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Tentang
Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun
23 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga digunakan metode
penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan metode penelitian
hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum dapat dilakukan
melalui metode yuridis normatif.
Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka
yang menelaah (terutama) data sekunder yang berupa Peraturan
Perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, kontrak,
atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil
pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif
dilengkapi dengan data-data sekunder dalam menyusun Naskah
Akademik Dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Tentang Perubahan Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan.
Metode yang dipergunakan dalam penyusunan naskah
akademik ini adalah normative legal research, yaitu meliputi bahan-
bahan hukum sekunder dan dikembangkan dengan bahan hukum
primer yang tidak lepas dari instrumen teoritis akademis.
Studi ini kemudian dilengkapi dengan kajian teoritis yang
dipadukan dengan pendekatan analisis kebijakan untuk Naskah
Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 11


Tentang Perubahan Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan. Selain
pengumpulan data sekunder melalui dokumen-dokumen dan
kebijakan eksisting.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 12


BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

2.1. Sejarah Perkebunan

Sejarah perkebunan di Jawa Barat memiliki kesamaan


dengan proses sejarah perkebunan di Indonesia. Perkebunan
merupakan sektor perdagangan yang dimulai di akhir abad ke-15
dengan kedatangan bangsa colonial yang memiliki minat tinggi
terhadap komoditas perkebunan, seperti lada, pala, cengkeh, dan
kayu manis. Ketertarikan bangsa luar ini menyebabkan komoditas
yang awalnya merupakan tanaman liar berubah menhadi komoditas
budidaua. Pada abad ke-18, fokus komoditas perkebunan bergeser ke
komoditas kopi, tembakau, dan tebu. Abad ini juga melihat puncak
eksploitasi oleh kolonialisme VOC dengan dimulainya praktik
Preanger Stelsel untuk meningkatkan produktifitas kopi Priangan.
Tanam paksa kopi Priangan ini yang akan menjadi awal mula praktik
tanam paksa oleh pemerintah Hindia Belanda yang menggantikan
peran VOC pada abad ke-19.

Perkebunan Indonesia melewati masa-masa nasionalisasi


melalui momentum-momentum seperti proklamasi kemerdekaan
pada 17 Agustus 1945, Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949,
Deklarasi Ekonomi untuk Kemandirian Bangsa pada 10 Desember
1957, dan konfrontasi dengan Malaysia pada 1964. Nasionalisasi
perkebunan ini diawali dengan perkembangan perkebunan rakyat
dan perkebunan besar secara terpisah, namun segera diikuti
konsolidasi manajamen antara keduanya dengan bantuan peraturan
pemerintah.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 13


Perkembangan perkebunan pada masa Orde Baru ditegaskan
dengan pembentukan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
yang menempatkan perkebunan sebagai salah satu sumber utama
devisa negara. Pada tahun 1980-an, Perkebunan Inti Rakyat
terbentuk sebagai salah satu program untuk meningkatkan
perkembangan perkebunan rakyat. Perkebunan Besar Swasta juga
muncul pada masa ini untuk meningkatkan pemasukan modal
dengan memanfaatkan aturan Hak Guna Usaha.

Runtuhnya Orde Baru memunculkan pola demokratisasi


sektor perekonomian, termasuk sector perkebunan. Masa
demokratisasi menumbuhkan perkembangan sinergis ketiga pihak
perkebunan, yaitu Perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar
Swasta, dan Perkebunan Rakyat. Perkembangan teknologi yang
semakin cepat juga menimbulkan persimpangan produksi komoditas
perkebunan untuk kepentingan feed, food, atau fuel. Perkembangan
ini akan terus terjadi dan dicatat sejarah sebagai proses kemajuan
perkebunan Indonesia.

2.2. Definisi Perkebunan

Menurut Undang-undang no. 18 tahun 2014 tentang


perkebunan, perkebunan merupakan setiap usaha yang dilakukan
untuk memproduksi hasil tanaman perkebunan. Usaha-usaha
tersebut meliputi budidaya, pengolahan, pengembangan teknologi,
permodalan serta manajemen produksi tanaman perkebunan. Usaha
perkebunan dapat dilakukan oleh rakyat, perusahaan, atau Lembaga
berbadan hukum yang lain.

Kelompok tanaman yang termasuk ke dalam tanaman usaha


perkebunan diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian no.
511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang jenis komoditas binaan Direktorat
Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, dan

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 14


Direktorat Jenderal Hortikultura. Dalam peraturan tersebut,
tanaman perkebunan meliputi 124 spesies tanaman perkebunan dan
2 spesies tanaman penunjang perkebunan. Tanaman-tanaman yang
termasuk dalam komoditas perkebunan ini umumnya merujuk pada
kelompok tanaman industri, dengan komoditas utama seperti sawit,
kelapa, karet, tebu, tembakau, kina, teh, kopi, dan kakao. Beberapa
karakteristik lain yang biasa diasosiasikan dengan perkebunan yaitu
luasan lahan besar, tanaman berkayu, dan berorientasi pasar
khususnya pasar ekspor (Amalia, 2017).

2.3. Status dan Jenis Perkebunan di Jawa Barat

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia no.


98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang pedoman perizinan usaha
perkebunan, usaha perkebunan dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu
usaha budidaya tanamn perkebunan, usaha industri pengolahan
hasil perkebunan, dan usaha perkebunan yang terintegrasi antara
budidaya dengan industri pengolahan hasil perkebunan. Usaha
budidaya perkebunan merupakan usaha perkebunan dengan luasan
kurang dari 25 hektar. Usaha industri pengolahan hasil perkebunan
merupakan setiap usaha pengolahan komoditas perkebunan dengan
kapasitas produksi minimal sebesar 5 ton TBS per jam untuk
komoditas sawit, 1 ton pucuk segar per hari untuk komoditas teh
hijau, 10 ton pucuk segar per hari untuk komoditas teh hitam, dan
1000 ton tebu per hari untuk komoditas gula kristal putih. Kapasitas
minimal untuk komoditas selain yang disebutkan diatur oleh instansi
perindustrian yang berkaitan.

Jenis-jenis usaha perkebunan tersebut memerlukan


perizinan yang sesuai dengan kapasitasnya. Izin usaha perkebunan
terbagi menjadi izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B), izin usaha
perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P), dan izin usaha perkebunan

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 15


(IUP). IUP-B diperlukan untuk melaksanakan usaha perkebunan
dengan luas usaha 25 hektar atau lebih. IUP-P diperlukan untuk
melaksanakan usaha pengolahan hasil komoditas perkebunan
dengan kapasitas minimal yang telah disebutkan sebelumnya.
Pemegang IUP juga wajib memenuhi 20% kebutuhan bahan baku
dari kebunnya sendiri dan sisanya dipenuhi melalui kemitraan
pengolahan berkelanjutan dengan perkebunan masyarakat atau
perusahaan perkebunan lain. IUP diperlukan untuk melaksanakan
usaha perkebunan dengan luas 1000 hektar atau lebih untuk
komoditas kelapa sawit, 240 hetar atau lebih untuk komoditas teh,
dan 2000 hektar atau lebih untuk komoditas tebu. Pemegang IUP
wajib mengintegrasikan kebun mereka dengan Usaha Industri
Pengolahan Hasil Perkebunan. Pemegang IUP-B dan IUP dengan
luasan lahan 250 hektar atau lebih juga wajib memfasiltiasi
pembangunan kebun masyarakat sekitar sekurang-kurangnya 20%
dari total luasan lahan perkebunan yang dimiliki.

Selain dibagi berdasarkan jenis perizinan, usaha perkebunan


juga dibagi berdasarkan status kepemilikannya menjadi perkebunan
rakyat (PR), perkebunan besar swasta (PBS), dan perkebunan besar
negara (PBS). Perkebunan rakyat merupakan usaha perkebunan
dengan karakteristik luasan lahan kecil (1-3 hektar), dikelola oleh
keluarga secara tradisional dan turun-temurun, serta SDM
berkualitas rendah. Perkebunan besar dibagi menjadi perkebunan
besar yang dimiliki oleh swasta (PBS) dan yang dimiliki oleh badan
usaha milik negara (PBN). Perkebunan besar memiliki beberapa
karkateristik seperti luasan lahan besar dan dikelola menggunakan
SDM berkualitas tinggi dan teknologi modern (Saptana dan Daryanto,
2013). Menurut statistik Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat
(2018), proporsi luasan lahan perkebunan di Jawa Barat menurut
status kepemilikannya sebesar 76,33% untuk Perkebunan Rakyat,

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 16


13,04% untuk Perkebunan Besar Negara, dan 10,63% Perkebunan
besar Swasta.

Menurut data Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat (2018),


terdapat 33 spesies tanaman perkebunan yang diproduksi di Provinsi
Jawa Barat dari keseluruhan 126 spesies yang ada di bawah binaan
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Dari 33
spesies tersebut, 26 spesies tanaman merupakan jenis tanaman
tahunan, sedangkan tujuh spesies lainnya merupakan jenis tanaman
semusim.

2.4. Karakter Lingkungan Hidup di Jawa Barat

Berdasarkan kondisi geografisnya, area Provinsi Jawa Barat


dibagi menjadi beberapa ecoregion yang dapat dilihat pada Gambar
2.1. Ekoregion ini merupakan sistem klasifikasi suatu area
berdasarkan sifat penciri dan faktor pembatas potensi lahan.
Pembagian area berdasarkan ekoregion ini memudahkan proses
penentuan daya dukung dan daya tamping lahan, serta mewujudkan
pemanfaatan lahan yang saling berikatan dan dinamis sehingga
mampu memperkuat koordinasi pengelolaan antar wilayah.

Ekoregion Provinsi Jawa Barat terbagi menjadi beberapa


bagian yang masing-masing meliputi beberapa kabupaten dan kota,
yaitu:

1. Dataran Organik/Coral Jawa (1)

Dataran Organik/Coral Jawa di Jawa Barat merupakan


ekoregion yang meliputi daerah Kabupaten Cianjur bagian selatan.
Ekoregion ini terbentuk akibat pengangkatan bahan organik zona
laut dangkal akibat penurunan muka air laut. Materi organik yang
terangkat tersebut berubah menjadi batu gamping terumbu.
Karakteristik batuan yang memiliki banyak retakan dan lubang

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 17


menyebakan air tidak dapat disimpan dengan baik sehingga air tanah
yang dapat ditemui hanya air tanah dangkal dan air tanah bebas
yang terbatas. Ketersediaan air pada area ini bergantung pada air
hujan. Curah hujan pada aera ini berkisar pada 1000-2500 mm
dengan suhu udara rata-rata 26-28 °C. Ekoregion ini memiliki
kemiringan lereng umum (0-3%) hingga berombak (3-8%).

Gambar 2.1. Ekoregion Provinsi Jawa Barat

(Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, 2017)

2. Dataran Fluvial (2-3)


Ekoregion dataran fluvial di Jawa Barat terbagi menjadi dua
kelompok daerah yaitu dataran fluvial Cilacap (Kabupaten Ciamis,
Kabupaten Pangandaran, dan Kota Banjar) dan dataran fluvial
Cilegon-Indramayu-Pekalongan (Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon,
dan Kabupaten Cirebon). Kawasan ini mempunyai curah hujan

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 18


cukup tinggi dengan suhu rata-rata 26-28 °C. Ekoregion fluvial
terbentuk melalui proses sedimentasi aliran sungai dan memiliki
tanah alluvial subur dengan komposisi debu, pasir dan lempung yang
seimbang. Ketersediaan air tanah dangkal pada ekoregion ini sangat
tinggi sehingga cocok untuk pengembangan pertanian tanaman
semusim dan persawahan. Dalam sejarahnya, komoditas perkebunan
yang umum dibudidayakan di dataran fluvial adalah tebu, yang
penanamannya dirotasi atau berdampingan dengan padi sawah.
3. Dataran Vulkanik (4-5)
Ekoregion dataran vulkanik di Jawa Barat terbagi menjadi
dataran Vulkanik Bantar Waru (Kabupaten Karawang, Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, dan
Kabupaten Majalengka) dan dataran vulkanik Serang-Tangerang-
Depok (Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten
Bekasi). Kawasan ini memiliki topografi datar hingga landai dengan
kemiringan umum (013%), berombak (3-8%), hingga bergelombang
(8-15%). Ekoregion dataran vulkanik memiliki material yang mudah
dilewati air dengan kondisi topografi datara hingga cekung sehingga
berpotensi menyompan air dengan baik. Material piroklastik yang
membentuk kawasan ini membentuk jenis tanah grumusol dan
alluvial yang subur sehingga cocok untuk pertanian semusim dan
irigasi intensif. Jenis-jenis tanaman perkebunan seperti tembakau
dan nilam umum dikembangkan di dataran vulkanik ini.
4. Pegunungan Vulkanik (6-7)

Ekoregion pegunungan vulkanik di Jawa Barat terbagi menjadi


pegunungan vulkanik Gunung Ciremai (Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Majalengka, Kota Cirebon, dan Kabupaten Kuningan) dan
pegunungan vulkanik Gunung Halimun-Gunung Salak-Gunung
Sawal (Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kota
Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 19


Barat, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut,
Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan
Kota Banjar). Kawasan yang terbentuk akibat letusan gunung berapi
ini memiliki topografi lereng terjal dengan kemiringan rata-rata 45%.
Curah hujan di Kawasan ini berkisar pada 3000-4500 mm dengan
suhu rata-rata 16-20 °C. Ekoregion ini memiliki cadangan air yang
besar dengan jenis tanah andosol, latosol, dan litosol. Tanah andosol
dan tanah latosol merupakan jenis tanah yang subur sehingga
berpotensi dikembangkan sebagai lahan pertanian. Sebagian besar
ekoregion pegunungan vulkanik merupakan area hutan yang
berstatus area konservasi. Di sisi lain, pegunungan vulkanik juga
daerah yang tepat di dalam menumbuhkan komoditas-komoditas
strategis perkebunan seperti kopi arabika dan teh, yang merupakan
komoditas peninggalan zaman kolonial Belanda yang ditanam di
dataran tinggi di wilayah Bogor, Cianjur, Sukabumi, Bandung, Garut
dan sekitarnya.Di sisi lain, tanaman perkebunan semusim seperti
akarwangi juga sesuai untuk ditanam di wilayah ini.

5. Perbukitan Struktural (8-10)


Perbukitan struktural di Jawa Barat terbagi menjadi
perbukitan struktural Ciamis (Kabupaten Ciamis, Kabupaten
Tasikmalaya, dan Kabupaten Pangandaran), perbukitan struktural
Jonggol-Sumedang-Cilacap (Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi,
Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta,
Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka,
Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Ciamis), dan perbukitan
struktural Ujung Kulon-Cikepuh-Leueweung Sancang (Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten
Garut, dan Kabupaten Tasikmalaya). Perbukitan struktural di Jawa
Barat ini memiliki ekosistem dominan berupa hutan dataran rendah

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 20


batu gamping Perbukitan struktural memiliki lereng yang curam (25-
45%) dengan elevasi sedang (< 300 m) serta beriklim tropika basah
dengan kondisi semakin kering ke arah Timur dengan suhu rata-rata
20-22 °C. Perbukitan struktural terbentuk dari batuan intrusif dan
sedimen (batugamping dan batupasir) dengan jenis tanah latosol,
podosolik, dan solum sehingga memiliki tingkat kesuburan rendah
atau sedang. Air sungai pada ekoregion ini mengalir sepanjang
tahun.
Perbukitan struktural juga memiliki beberapa tipe ekosistem
seperti hutan sub-pegunungan di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten
Cianjur, dan Kabupaten Bandung , hutan dataran rendah batu
gamping di Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten
Purwakarta, dan Kabupaten Bandung Barat, dan hutan pantai di
daerah Sancang Kabupaten Garut. Perbukitan struktural di sisi
selatan Jawa Barat umum dikembangkan sebagai daerah
perkebunan untuk komoditas seperti karet, kakao dan kelapa sawit.
6. Perbukitan Karst (11)
Ekoregion perbukitan karst Tasikmalaya di Jawa Barat
meliputi daerah Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten
Pangandaran. Ekoregion ini memiliki iklim basah dengan curah
hujan tinggi. Kawasan ini memiliki lereng miring (15-30%) hingga
lereng curam (30-40%). Perbukitan karst memiliki potensi hidrologi
tinggi dari telaga-telaga karst dan sungai bawah tanah beraliran
deras. Material tanah yang berasal dari pelarutan dan pelapukan
intensif menyebabkan pembentukan tanah merah dengan sifat
lempung, pH tinggi, dan kandungan hara rendah (Ca dan Mg tinggi).
Kawasan ini memiliki potensi pertanian ladang dan tanaman hutan
rakyat seperti jati, mahoni, akasia, dan sengon.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 21


2.5. Pertumbuhan Perkebunan di Jawa Barat hingga Kurun Waktu
Tahun 2018
Menurut Statistik Perkebunan Jawa Barat tahun 2018 dari
Dinas Perkebunan Jawa Barat, luas perkebunan di Jawa Barat pada
tahun 2018 adalah 479.012 Ha, yang terdiri dari 449.317 Ha
tanaman tahunan dan 29.696 Ha tanaman semusim. Komoditi
tanaman tahunan terdiri dari tanaman aren, cengkeh, guttapercha,
jambu mete, jarak, kakao, kapok, karet, kayu manis, kelapa dalam,
kelapa deres, kelapa hibrida, kelapa sawit, kemiri, kemiri sunan,
kenanga, kina, kopi arabika, kopi robusta, kumis kucing, lada, pala,
pandan, panili, pinang, dan teh, sedangkan komoditi tanaman
semusim terdiri dari akarwangi, indigofera, mendong, nilam,
serehwangi, tebu, dan tembakau. Luas perkebunan di Jawa Barat
mengalami penurunan dan kenaikan selama empat tahun terakhir.
Pada tahun 2014 luas perkebunan di Jawa Barat tercatat seluas
492.901 Ha, lalu menurun pada tahun 2015 menjadi 488.167 Ha,
lalu menurun kembali pada 2016 menjadi 484.234 Ha, lalu menurun
kembali pada 2017 menjadi 475.648 Ha, dan terjadi kenaikan pada
2018 menjadi 479.012 Ha.
Menurut Statistik Perkebunan Jawa Barat tahun 2018 dari
Dinas Perkebunan Jawa Barat pula, perkembangan luas komoditi
perkebunan di Jawa Barat pada tahun 2014 sampai 2018 mengalami
fluktuasi yang berbeda-beda, dengan gambaran rinci dapat dilihat
pada Tabel 2.1.

2.6. Arahan Penyelenggaraan Perkebunan berdasarkan Kebijakan


Nasional dan Provinsi Jawa Barat
Undang-Undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan
menyatakan bahwa perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan
sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 22


mesin, budidaya, panen, pengolahan dan pemasaran terkait tanaman
perkebunan. Dengan pengertian yang luas tersebut, penyelenggaraan
perkebunan mengemban amanat dalam mendukung pembangunan
nasional.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 23


Tabel 2.1. Luas Area Komoditi Perkebunan di Jawa Barat
Luas Area Komoditi (Ha)
No Komoditi
2014 2015 2016 2017 2018
1.. Akarwangi 2.348 2.355 2.360 1.620 1.496
2. Aren 14.205 14.327 14.327 14.578 14.805
3. Cengkeh 33.649 33.769 34.422 34.941 35.475
4. Guttapercha 417 417 - - -
5. Indigofera - - - - 78
6. Jambu Mete 211 201 134 119 124
7. Jarak 1.614 1.542 1.095 858 735
8. Kakao 9.343 9.251 8.476 8.275 8.196
9. Kapok 2.888 2.767 2.683 2.494 2.411
10. Karet 64.523 63.312 62.414 58.304 58.355
11. Kayu Manis 124 124 122 104 112
12. Kelapa Dalam 170.177 170.255 154.432 151.113 150.166
13. Kelapa Deres - - 14.286 16.253 16.587
14. Kelapa Hibrida 8.001 7.772 7.763 5.019 5.004
15. Kelapa Sawit 13.562 14.083 14.273 14.035 14.101
16. Kemiri 1.887 1.897 1.841 1.790 1.877
17 Kemiri Sunan 1.062 1.082 992 987 990
18. Kenanga 79 47 44 44 37
19. Kina 1.155 1.136 1.136 1.112 1.111
20. Kopi Arabika 16.771 16.808 19.443 21.719 23.603
21. Kopi Robusta 15.715 15.750 14.446 17.541 17.693
22. Kumis Kucing 217 217 217 217 217

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 24


23. Lada 2.453 2.433 2.384 2.318 2.343
24. Mendong 388 308 301 301 316
25. Nilam 1.011 909 803 373 559
26. Pala 6.067 6.323 6.648 7.514 9.009
27. Pandan 619 556 535 520 536
28. Panili 1.104 972 969 900 887
29. Pinang 673 645 634 627 631
30. Serehwangi 1.478 1.107 1.575 1.516 1.262
31. Teh 89.978 87.608 86.820 84.630 84.316
32. Tebu 22.055 20.608 18.553 16.492 17.051
33. Tembakau 9.126 9.711 10.106 9.336 8.934

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 25


Amanat tersebut mengharuskan penyelenggaraan
perkebunan ditujukan untuk (1) meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat; (2) meningkatkan sumber devisa negara; (3)
menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (4)
meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya
saing dan pangsa pasar; (5) meningkatkan dan memenuhi
kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri; (6)
memberikan perlindungan pada pelaku usaha perkebunan dan
masyarakat; (7) mengelola dan mengembangkan sumber daya
perkebunan secara optimal, bertanggung jawab dan lestari; dan (8)
meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan.
Pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan
Tahun 2015-2019 tercantum bahwa secara umum pengembangan
komoditas perkebunan difokuskan pada 16 komoditas unggulan
yaitu Tebu, Kelapa Sawit, Karet, Kelapa, Kakao, Kopi, Lada, Teh,
Pala, Cengkeh, Jambu Mete, Sagu, Kemiri Sunan, Kapas,
Tembakau dan Nilam. Penentuan komoditas tersebut sesuai dengan
Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006
tentang jenis komoditas tanaman binaan Direktorat Jenderal
Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat
Jenderal Hortikultura serta Keputusan Menteri Pertanian nomor
3599/Kpts/PD.310/10/2009 tentang perubahan lampiran I dari
Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006.
Arah pengembangan komoditas-komoditas tersebut dicapai melalui
program peningkatan produksi komoditas perkebunan
berkelanjutan dengan implementasi kegiatan seperti rehabilitasi,
intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh
penyediaan benih bermutu, pemberdayaan pekebun dan penguatan
kelembagaan, pembangunan dan pemeliharaan kebun sumber
benih, penanganan pascapanen, pengolahan, fasilitasi pemasaran,
standarisasi mutu, pembinaan usaha dan perlindungan
perkebunan serta pemberian pelayanan berkualitas dibidang
manajemen dan kesekretariatan.
Komoditas-komoditas unggulan perkebunan yang masih
dalam tahap inisiasi tetap dikembangkan dan difasilitasi Ditjen.
Perkebunan yang diarahkan untuk pemenuhan standar pelayanan
minimum (SPM) yang meliputi penyediaan benih/ varietas unggul,
pembangunan/ pemeliharaan kebun sumber benih (demplot, kebun
induk, kebun entres dan lain-lain), pengendalian OPT, penanganan
pascapanen, pemberdayaan pekebun, peningkatan kapasitas
sumber daya insani (SDI) dan penguatan kelembagaan. Sedangkan
dalam tahap penumbuhan/pengembangan selain penguatan aspek
budidaya dan perlindungan perkebunan juga difasilitasi aspek
pengolahan, standarisasi mutu dan pemasarannya. Pemerintah
Daerah didorong untuk memfasilitasi dan melakukan pembinaan
komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya masing-masing.
Strategi pengembangan komoditas unggulan perkebunan kedepan
perlu ditekankan, diintensifkan dan difokuskan pada peningkatan
kualitas komoditas unggulan baik pada penerapan teknologi
produksi, teknologi pascapanen, efisiensi biaya produksi,
standarisasi mutu, pengolahan sampai dengan pemasaran.
Dalam rangka mendukung arah kebijakan Pembangunan
Nasional tahun 2015 – 2019 dan kebijakan Kementerian Pertanian
tahun 2015 – 2019, Ditjen Perkebunan menetapkan arah kebijakan
Ditjen Perkebunan tahun 2015 – 2019 sebagai dasar pelaksanaan
strategi, program, dan kegiatan Ditjen Perkebunan tahun 2015 –
2019. Arah kebijakan pembangunan perkebunan tersebut
ditetapkan menjadi arah kebijakan umum dan arah kebijakan
khusus.
Arah kebijakan umum yang ditetapkan yaitu peningkatan
produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan.
Arah kebijakan umum pembangunan perkebunan tahun 2015 –

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 27


2019 meliputi: (1) pengembangan komoditas perkebunan strategis,
(2) pengembangan kawasan berbasis komoditas unggulan
perkebunan, (3) pengembangan dan penguatan sistem pembiayaan
perkebunan, (4) Pengembangan sarana prasarana dan infrastruktur
pendukung usaha agribisnis perkebunan, (5) Perlindungan,
pelestarian, pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan hidup, (6)
Peningkatan upaya adaptasi, mitigasi bencana, perubahan iklim
dan perlindungan perkebunan, (7) Peningkatan Penerapan dan
Penanganan Pascapanen, Pengolahan dan Fasilitasi Pemasaran
Komoditas Perkebunan, (8) Dukungan pengelolaan dan
pelaksanaan program tematik pembangunan perkebunan, (9)
Penguatan tata kelola kepemerintahan yang baik dan reformasi
birokrasi sebagai dasar pelayanan prima.
Adapun arah kebijakan khusus adalah arah kebijakan
pembangunan perkebunan tahun 2015-2019 yang ditetapkan
dalam rangka mendukung pencapaian 7 sasaran strategis
Kementerian Pertanian tahun 2015-2019 baik sasaran strategis
utama maupun sasaran strategis pendukung. Implementasi
dukungan Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 dalam pencapaian
7 sasaran strategis Kementerian Pertanian tahun 2015-2019
diantaranya meliputi:
1. Sasaran strategis utama Ditjen Perkebunan tahun 2015-2019
yaitu:
a. Pemenuhan penyediaan bahan baku tebu dalam rangka
peningkatan produksi gula nasional
b. Peningkatan komoditas perkebunan bernilai tambah dan
berorientasi ekspor dalam mewujudkan daya saing sub sektor
perkebunan yang difokuskan pada pengembangan produk
segar dan olahan dari 16 komoditas unggulan perkebunan
c. Pemenuhan penyediaan bahan baku bio-energy dan
pengembangan fondasi sistem pertanian bio-industry dengan

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 28


fokus pengembangan komoditas kelapa sawit baik melalui
kegiatan budidaya dalam rangka peningkatan produksi dan
produktivitas maupun melalui kegiatan integrasi tanaman
perkebunan dengan ternak dan tumpang sari dengan
komoditas pertanian lainnya serta penyediaan benih kemiri
sunan.
2. Sasaran strategis pendukung Ditjen Perkebunan tahun 2015-
2019 yaitu:
a. Peningkatan kualitas sumber daya insani perkebunan
b. Penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan usaha
perkebunan
c. Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik dengan
menerapkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas,
efisiensi, supremasi hukum, keadilan, integritas/ komitmen,
kejujuran, konsistensi dan bebas KKN di lingkungan
organisasi Ditjen. Perkebunan; dan
d. Peningkatan pendapatan keluarga pekebun yang merupakan
resultan dari pencapaian sasaran strategis lainnya.

Di dalam Rencana Strategis Dinas Perkebunan Provinsi


Jawa Barat Tahun 2018-2023, sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka
Urusan Pilihan untuk pembangunan sub bidang perkebunan
berdasarkan RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2018-2023 yang
akan dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat
selama periode Tahun 2018 – 2023 dan sesuai dengan penjabaran
dari strategi dalam frame work renstra menjadi program, adalah:
1. Program Peningkatan Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman
Perkebunan
2. Program Peningkatan produksi benih perkebunan secara
berkelanjutan

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 29


3. Program Peningkatan penggunaan benih bersertifikat
4. Program Pemberdayaan sumberdaya alam perkebunan
5. Program Peningkatan kompetensi sumber daya manusia,
kelembagaan, dan permodalan petani perkebunan
6. Program Peningkatan Pengendalian OPT perkebunan secara
berkelanjutan
7. Program Peningkatan pengolahan dan pemasaran produk
perkebunan.

Di dalam Rencana Strategis Dinas Perkebunan Provinsi


Jawa Barat Tahun 2018-2023, berdasarkan Keputusan Gubernur
Jawa Barat Nomor 525/Kep.1234-Prodi/2017, Komoditas Binaan
Dinas Perkebunan Jawa Barat dibagi berdasarkan Komoditas
Strategis, Prospektif, Unggulan Spesifik Lokal dan Rintisan.
1. Komoditas Strategis merupakan komoditas yang merupakan
komoditas andalan perkebunan daerah yang secara teknis
budidaya sudah memasyarakat, sangat dikenal dan dikuasai
oleh sebagian besar pelaku usaha perkebunan di daerah,
wilayah penyebarannya secara kuantitatif dan kualitatif merata
di Daerah dan merupakan komoditas historis berkelanjutan
serta secara Ekonomis dapat diandalkan dalam menunjang
kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di daerah.
Komoditas ini terdiri dari 8 (delapan) komoditas, yaitu: Teh,
Kopi, Kakao, Karet, Cengkeh, Kelapa, Tebu dan Tembakau.
2. Komoditas Prospektif, yaitu komoditas yang mempunyai
keunggulan komparatif tertentu, baik dari segi kemudahan
pasar, mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, mempunyai
fungsi hidrologis dan mempunyai potensi nilai tambah pelaku
usaha perkebunan. Komoditas ini terdiri dari 12 (dua belas)
komoditas, yaitu: Kemiri, Kemiri Sunan, Kelapa Sawit, Kelapa

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 30


Hibrida, Aren, Pala, Lada, Nilam, Jambu Mete, Kayu Manis,
Kemiri dan Vanili.
3. Komoditas Unggulan Spesifik lokal, yaitu komoditas yang
hanya ada di wilayah kabupaten/kota tertentu, dan
mempunyai potensi untuk menjadi komoditas andalan
Kabupaten/Kota sesuai dengan keunggulannya. Komoditas ini
terdiri dari 10 (sepuluh) komoditas, yaitu: Akar Wangi, Sereh
Wangi, Kina, Kenanga, Mendong, Pandan, Guttapercha, Kumis
Kucing, Pinang dan Kapok.
4. Komoditas Rintisan, meliputi Indigofera, Kenaf dan Stevia

Memperhatikan Hasil Kajian Pemetaan Komoditas


Strategis Perkebunan Jawa Barat, berdasarkan Potensi dan
Prospek kedepan terdapat Komoditas yang memiliki Potensi Tinggi
dan Prospek Baik, yaitu :
a. Komoditas Strategis : Kopi, Kelapa Dalam
b. Komoditas Prospektif : Aren, Lada, Nilam, Pala
c. Komoditas Unggulan Spesifik Lokal dan
d. Komoditas Rintisan : Kumis Kucing, Sereh Wangi, Indigofera

Sejalan dengan paradigma pembangunan perkebunan,


bahwa perlu didorong kebijakan fokus komoditas yang mampu
mendorong perekonomian regional. Untuk itu dapat
dipertimbangkan pengembangan pembangunan Perkebunan
difokuskan pada Komoditas Kopi, Kelapa Dalam dan Teh sebagai
sebagai Komoditas Unggulan Utama. Penetapan Teh sebagai
komoditas unggulan Utama lebih ditekankan aspek historis
sebagai pertimbangan utama.
Komoditas perkebunan unggulan harus mampu menjadi
roda penggerak utama (prime mover) bagi pembangunan
perekonomian daerah, khususnya di Jawa Barat. Dalam hal ini,

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 31


komoditas unggulan dapat memberikan kontribusi yang signifikan
pada peningkatan produksi, pendapatan, maupun pengeluaran
daerah maupun masyarakat dan petani. Selain itu, pembangunan
ekonomi daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh keunggulan
komparatif dan kompetitif suatu daerah serta potensi ekonomi
yang dimiliki oleh daerah tersebut. Oleh karena itu, pemanfaatan
dan pengembangan seluruh potensi ekonomi menjadi prioritas
utama yang harus dikembangkan dalam melaksanakan
pembangunan ekonomi daerah secara berkelanjutan, antara lain
dengan menggali potensi berbagai komoditas unggulan.
Berdasarkan data kondisi sebaran komoditas perkebunan
di Kabupaten/Kota se Jawa Barat, maka sasaran pengembangan
perwilayahan komoditas perkebunan yang dianggap dominan di
Jawa Barat terbagi atas zonasi sebagai berikut:
1. Kawasan Pengembangan Komoditas Teh: Bandung, Bandung
Barat, Subang, Purwakarta, Bogor, Cianjur, Sukabumi,
Garut, Tasikmalaya, Majalengka, Sumedang dan Ciamis
2. Kawasan Pengembangan Komoditas Kopi: Bogor, Sukabumi,
Cianjur, Majalengka, Kuningan, Indramayu, Subang,
Purwakarta, Karawang, Bekasi, Bandung, Sumedang, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis, Bandung Barat, Kota Tasikmalaya dan
Kota Banjar
3. Kawasan Pengembangan Komoditas Tebu: Subang,
Indramayu, Majalengka, Sumedang, Cirebon, Kuningan dan
Garut
4. Kawasan Pengembangan Komoditas Karet: Sukabumi,
Cianjur, Subang, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya,
Ciamis, Pangandaran, Bandung Barat
5. Kawasan Pengembangan Komoditas Kelapa Dalam: Ciamis,
Pangandaran, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, Sukabumi,

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 32


Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. (Wilayah
Pesisir).

Peningkatan Pendapatan petani perkebunan dipengaruhi


oleh faktor produksi dan nilai tambah produk perkebunan. Dari
aspek peningkatan nilai tambah, dicapai melalui pengolahan
produk perkebunan (Hilirisasi Produk Perkebunan). Pengolahan
produk perkebunan dilaksanakan melalui berbagai kegiatan mulai
dari pengolahan produk primer menjadi produk bahan baku dan
pengolahan produki bahan baku menjadi produk bahan jadi.
Pelaksanaan hilirisasi produk perkebunan dilaksanakan sesuai
dengan konsep fokus komoditas dan kluster agribisnis berbasis
produk unggulan serta kolaborasi program dan kegiatan
bidang/balai lingkup Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat.
Salah satu upaya yang ditempuh untuk meningkatkan
kesejahteraan petani antara lain melalui penerapan Fair Trade.
Melalui Fair Trade diharapkan petani memperoleh margin dari
hasil pengolahan produk primer. Adapun mekanisme pemasaran
bisa melalui Kelompok Usaha Bersama maupun Koperasi. Titik
kritis dari Fair Trade adalah petani memperoleh added value dari
hasil pengolahan.

2.7. Keterkaitan dengan Program Pemenuhan Pangan Berkelanjutan

Di dalam Policy Brief Peningkatan Kinerja Pertanian


Indonesia Menuju Kedaulatan Pangan dari Badan Pusat Statistik
(BPS), Undang-Undang Nomor 18/2012 tentang Pangan
menyatakan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan
berdasarkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan dan
Ketahanan Pangan. Undang- undang menyatakan bahwa
ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 33


negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat,
untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan.
UU 18/2012 tidak menyebut istilah ketahanan pangan
dan gizi. Namun peraturan hukum turunannya, Peraturan
Pemerintah Nomor 17/2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi
sudah menggunakan konsep ketahanan pangan dan gizi, bahkan
menggunakannya sebagai judul. PP 17/2015 menyatakan bahwa
ketahanan pangan dan gizi adalah kondisi terpenuhinya
kebutuhan pangan dan gizi bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, memenuhi
kecukupan gizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk
mewujudkan status gizi yang baik agar dapat hidup sehat, aktif,
dan produktif secara berkelanjutan. Dari definisi ini terlihat bahwa
konsep ketahanan pangan memiliki sasaran akhir yang sama
dengan konsep ketahanan pangan dan gizi.
Perbedaan konsep ketahanan pangan dan ketahanan
pangan dan gizi terletak pada sasaran antara. Konsep ketahanan
pangan menggunakan indikator terpenuhinya pangan sebagai
sasaran antara, sedangkan konsep ketahanan pangan dan gizi
menggunakan indikator terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi.
Sejalan dengan itu, indikator kualifikasi sasaran antara juga
hanya berbeda dalam hal gizi. Pada konsep ketahanan pangan
indikator terkait adalah “bergizi”, sedangkan pada konsep
ketahanan pangan dan gizi indikator terkait adalah “memenuhi
kecukupan gizi.” Paradigma ketahanan pangan dan gizi

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 34


berpandangan bahwa ketahanan pangan merupakan prasyarat
namun tidak cukup untuk menjamin kesehatan gizi bagi setiap
orang. Selain terjaminnya perolehan pangan, kesehatan gizi
perorangan juga ditentukan oleh kesesuaian pengasuhan dan
kesehatan rumah (termasuk perolehan air minum, penyiapan dan
pembagian makanan antar anggota rumah tangga, kesehatan
lingkungan rumah), kesehatan primer, budaya pangan, dan gaya
hidup.
Berkaitan dengan ketahanan pangan dan gizi ini sektor
perkebunan tidak secara langsung berkontribusi dalam
pemenuhan pangan pokok. Sehingga integrasi pertanian pangan,
hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan
harus berjalan dengan baik dan saling melengkapi untuk dapat
memenuhi kebutuhan dan kecukupan gizi masyarakat di regional
kawasan tersebut. Setiap kawasan pertanian berbasis komoditas
tertentu mestilah disertai dengan dukungan sentra produksi
pangan pokok yang memadai. Seperti pengembangan kawasan
perkebunan yang tidak disertai dengan dukungan komponen
produksi pangan pokok, akan menyebabkan kawasan rawan
pangan dan gizi. Atapun kawasan perikanan yang tidak didukung
oleh sentra produksi pangan pokok beresiko rawan pangan dan
gizi pula.
Selain itu, akses terhadap bahan pangan pokok penghasil
karbohidrat tidaklah cukup untuk mewujudkan ketahanan
pangan dan gizi. Akses terhadap bahan pangan sumber protein
hewani (utamanya ikan atau ayam), sumber vitamin, serat dan
mineral (sayuran dan buah-buahan), dan air bersih, serta
penyiapan pangan dan pembagian makanan antar kawasan juga
mutlak perlu untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 35


2.8. Kendala Penyelenggaraan Perkebunan di Jawa Barat
Berdasarkan Rencana Strategis Dinas Perkebunan Jawa
Barat Tahun 2018-2023, kendala penyelenggaraan perkebunan di
Jawa Barat adalah (1) Rendahnya Kapasitas Petani Perkebunan,
(2) Terbatasnya Lahan Perkebunan, (3) Budidaya komoditas
perkebunan yang kurang memperhatikan kesesuaian lahan,
(4)Belum Optimalnya penggunaan benih perkebunan yang
berkualitas, (5) Terbatasnya Prasarana Perkebunan, (6) Masih
adanya Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Perkebunan, (7) Masih Rendahnya Kualitas Produk Perkebunan,
(8) Sebagian besar produk yang dijual dalam wujud Primer, dan (9)
Terbatasnya Akses Pemasaran Produk Perkebunan.
Adapun akar permalasahan pada pohon masalah meliputi:
(1) Kurangnya transfer ilmu/pengetahuan mengenai budidaya
perkebunan, (2) Pola pikir petani yang masih konvensional, (3)
Kurangnya modal, (4) Kurang optimalnya kelembagaan petani
perkebunan, (5) Gangguan Usaha Perkebunan (GUP), (6)Alih
fungsi lahan, (7) Terbatasnya kepemilikan lahan yang sesuai
untuk perkebunan, (8) Kurangnya pengetahuan mengenai
kesesuaian lahan perkebunan, (9) Kurangnya jumlah penangkar
benih perkebunan, (10) Kurangnya sumber benih perkebunan, (11)
Terbatasnya akses terhadap benih unggul bersertifikat, (12)
Adanya peredaran benih yang kurang/tidak bermutu, (13) Kurang
optimalnya sertifikasi benih perkebunan, (14) Terbatasnya alokasi
pembangunan infrastruktur perkebunan, (15) Mahalnya harga
saprotan, (16) Kurang optimalnya penerapan Pengelolaan Hama
Terpadu, (17) Adanya serangan hama sekunder (resurjensi), (18)
Adanya migrasi OPT perkebunan, (19) Terbatasnya kapasitas
petani dalam menerapkan GAP dan GHP, (20) Terbatasnya sarana
pengolahan pasca panen, (21) Tuntutan pemenuhan kebutuhan
Rumah Tangga Petani, (22) Kurangnya promosi produk

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 36


perkebunan, (23) Lemahnya jaringan/ kelembagaan pemasaran,
dan (24) Masih dominannya peran tengkulak.
Dari pohon masalah sebagaimana telah di bahas diatas,
untuk mementukan Isu Strategis adalah dengan menganalisa
permasalahan pada Kolom Masalah Pokok.

Masalah Pokok
1. Rendahnya produksi 2. Rendahnya Nilai hasil usaha
komoditas perkebunan perkebunan

Isu Strategis

Rendahnya Pendapatan dari usaha perkebunan

Dari uraian Pohon Masalah di atas, dapat disimpulkan


bahwa masalah pokok rendahnya produksi komoditas perkebunan
dan rendahnya niliai hasil usaha perkebunan menyebabkan
Rendahnya pendapatan dari usaha perkebunan. Dengan demikian
isu strategis pembangunan perkebunan di Jawa Barat adalah
Rendahnya pendapatan dari usaha perkebunan. Sehingga
adapun target sasaran pembangunan yang akan dicapai adalah:
(1) Meningkatkan produksi komoditas perkebunan; (2)
Meningkatkan nilai tambah produk perkebunan.
Sebagaimana telah dipaparkan di Bab I, upaya untuk
mencapai target sasaran pembangunan di atas terhambat oleh
beberapa faktor, yang di antaranya meliputi:
1. Penurunan luas lahan perkebunan akibat alih fungsi lahan dan
alih komoditas ke tanaman pangan/hortikultura
2. Praktik perkebunan yang baik (Good Agricultural Practices) yang
belum sepenuhnya dijalankan, terutama terkait penggunaan benih
unggul bersertifikat, penanggulangan hama penyakit, serta
teknologi panen dan pasca panen yang lebih efisien

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 37


3. Kualitas dan kuantitas sarana-prasarana penunjang perkebunan
yang masih perlu terus ditingkatkan
4. Tingginya Gangguan Usaha Perkebunan yang cukup tinggi, baik
dalam bentuk serangan hama penyakit, bencana alam, dan
pengrusakan lahan
5. Terbatasnya Sumber Daya Manusia, baik dalam hal jumlah (yang
terkendala oleh kurangnya regenerasi) dan kualitas (terkait
kompetensi dalam penanganan agribisnis perkebunan)
6. Terbatasnya akses permodalan usaha perkebunan, yang sedikit
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas,
7. Belum terwujudnya upaya distribusi, promosi dan pemasaran
produk yang efektif meningkatkan pendapatan petani

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 38


BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

Evaluasi dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan terkait


dilakukan untuk:

a. Menginventarisasi peraturan perundang-undangan terkait penyusunan


perubahan peraturan daerah tentang perkebunan di Provinsi Jawa Barat;
b. Menentukan dasar hukum dan kebijakan yang terkait;dan
c. Melakukan harmonisasi dan sinkronisasi antara peraturan perundang-
undangan terkait.

Dasar hukum dan kebijakan yang terkait dengan perubahan rancangan


peraturan daerah perkebunan terhadap Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perkebunan (selanjutnya disebut
“Raperda Perkebunan”) adalah sebagai berikut:

3.1 DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN PERUBAHAN RAPERDA


3.1.1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
Keterkaitan Raperda Perkebunan dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (selanjutnya disebut “UU PPP”) adalah dalam
pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Pembentukan
suatu peraturan perundangan-undangan tidaklah tanpa
menggunakan suatu pedoman. Apabila menilik Pasal 1 ayat (3) UUD
1945 bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum, oleh sebab itu
semua produk hukum yang merupakan dasar dari pelaksanaan
suatu kewenangan pemerintah haruslah berdasarkan hukum. UU
PPP merupakan pedoman dalam membuat suatu produk hukum.
Hal demikian serupa dengan penjelasan umum dari UU PPP.
Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 39


pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan
sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum
yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling
menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan
mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan Pasal 5 UU PPP menyebutkan bahwa
pembentukan suatu peraturan perundang-undangan harus
dilakukan beradasarkan asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau
pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan
materi muatan, dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan
kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan.
Penjelasan Pasal 5 tersebut, asas kejelasan tujuan yaitu bahwa
setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Asas
kelembagaan atau pejabat yang tepat adalah bahwa setiap jenis
peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara
atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang
berwenang. Asas kesesuaian anatara jenis, hierarki, dan materi
muatan adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang
tepat sesuai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Asas
dapat dilaksanakan adalah setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas peraturan
perundangan-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Asas kedayagunaan dan
kehasilgunaan adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan
dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Asas
kejelasan rumusan adalah bahwa setiap peraturan perundang-
undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan
peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 40


istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya. Selanjutnya, asas keterbukaan adalah bahwa dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.
Materi muatan suatu peraturan daerah provinsi dan peraturan
daerah kabupaten atau kota berisi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih
lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Apabila
dihubungkan dengan Raperda Perkebunan, bahwa pembentukannya
merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-
undangan.
Pasal 56 UU PPP menyatakan bahwa rancangan peraturan
daerah provinsi disertai dengan Naskah Akademik. Naskah akademik
adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitiannya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah
tersebut dalam suatu Rancangan Undang-undang, Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota, sebagai solusi terhadap permasalahan dan
kebutuhan hukum masyarakat.
Adapun sistematika Naskah Akademik adalah sebagai berikut:
Judul
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 41


BAB VI PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas, penyusunan Raperda


Perkebunan harus disusun berdasarkan ketentuan dalam UU PPP.
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa suatu peraturan perundang-
undangan yang baik harus mengikuti asas-asas dan ketentuan serta
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3.1.2. Undang-Undang Nomor Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah
Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut “UU Pemda”)
disebutkan:
(1) Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut,
urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan
umum.
(2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat.
(3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
(4) Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah
menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa ada Urusan Pemerintah
yang di bagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah baik provinsi
maupun kota/kabupaten yang dinamakan sebagai Urusan
Pemerintahan Konkuren sebagai bentuk pelaksanaan Otonomi
Daerah. Urusan pemerintahan konkuren dibagi lagi menjadi Urusan
Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.
Mengenai penyelanggaran perkebunan termasuk kategori
Urusan Pemerintahan Pilihan yang tidak berkaitan dengan pelayanan

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 42


dasar sebagaimana yang disebut dalam Pasal 12 ayat (3) UU Pemda.
Artinya, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat memiliki
kewenangan untuk menyelenggarakan kegiatan perkebunan. Dalam
penyelenggaraannya perlu disusun peraturan daerah tentang
penyelenggaraan perkebunan.

3.1.3. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat


Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah (selanjutnya disebut “PP PD”) mengatur secara rinci tentang
pelaksana urusan pemerintahan. Pasal 2 huruf a PP PD
menyebutkan bahwa pembentukan Perangkat Daerah dilaksanakan
berdasarkan asas Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan
Daerah. Dalam hal ini, Dinas Daerah Provinsi adalah unsur
pelaksana atau fasilitator dalam menjalankan Urusan Pemerintah
Pilihan yang berkaitan dengan pertanian sebagaimana yang disebut
dalam Pasal 15 ayat (5) PP PD.

3.1.4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 jo Nomor


120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 jo
Nomor 120 Tahun 2018 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah (selanjutnya disebut “Permendagri PPHD”) mengatur secara
teknis mengenai penyusunan produk hukum daerah yang
diamanatkan UU PPP. Dalam hal ini adalah penyusunan peraturan
daerah mengenai penyelenggaran perkebunan. Tahap penyusunan
dilakuan oleh DPRD Provinsi dan Gubernur sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 15 Permendagri PPHD. Selain itu, juga diatur mengenai
keikutsertaan Perangkat Daerah dalam penyusunan Naskah
Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah. Keikutsertaan tersebut
dibatasi hanya untuk fungsi penelitian dan pengembangan guna
penyelarasan peraturan perundang-undangan terkait.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 43


3.1.5. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Barat
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Barat (selanjutnya disebut “Perda No. 9/2017”) adalah peraturan
yang diamanatkan oleh UU Pemda untuk menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan. Perda No. 9/2017 ini merupakan penegasan dan
untuk melihat kesesuaian dalam melaksanakan Urusan
Pemerintahan yang dilakukan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Barat. Dalam hal ini pelaksanaan Urusan Pemerintahan Pilihan di
bidang Pertanian.

Sub urusan Bidang Pertanian untuk Provinsi Jawa Barat


berdasarkan Perda Jabar No.9/2017 adalah sebagai berikut:

Tabel. 3.1. Sub Urusan Bidang Pertanian Provinsi Jawa


Barat

No Sub Urusan Keterangan

1 Sarana Pertanian Penerbitan sertifikasi dan pengawasan


peredaran benih tanaman

2 Pengendalian dan Pengendalian dan penanggulangan


penanggulangan bencana bencana pertanian Provinsi Jawa Barat
pertanian

Sumber: Lampiran Perda Jabar No.9/2017 tentang Penyelenggaraan Urusan


Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 44


3.2 PERATURAN PERKEBUNAN NASIONAL
3.2.1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
Telah dilakukan kajian terhadap Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(selanjutnya disebut “UU PA”). UU PA yang dikaji khususnya pada
Pasal 14 yaitu meliputi ayat (1) sampai ayat (3): Dengan mengingat
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3), Pasal 9 ayat (2)
serta Pasal 10 ayat (1) dan (2) pemerintah dalam rangka sosialisme
Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,
peruntukan dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya:
a. untuk keperluan negara;
b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci
lainnya sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa;
c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial,
kebudayaan, dan lain-lain kesejahteraan;
d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian,
peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu;
e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi,
dan pertambangan.
Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini
mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah
Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air,
serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan
daerah masing-masing; Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud
dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapatkan pengesahan,
mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari
Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan. Penyusunan terhadap
Raperda Perkebunan harus tetap memperhatikan aspek pertanahan
yang telah diatur berdasarkan UU PA.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 45


3.2.2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
Keterkaitan Raperda Perkebunan dengan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (selanjutnya disebut “UU
Perkebunan”) adalah terkait pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya sesuai amanat Pasal 33 ayat 3
UUD 1945 untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi
Jawa Barat, arah pembangunan untuk meningkatkan perekonomian
yang berdaya saing dan berbasis potensi daerah serta mewujudkan
pemerataan pembangunan yang berkeadilan. Atas dasar ini,
kaitannya dengan UU Perkebunan terkait dengan wilayah Jawa Barat
yang terdapat perkebunan yang menjadi SDA yang menjadi andalan
di sektor ekonomi.
Dalam Pasal 3 UU Perkebunan disebutkan bahwa Perkebunan
diselenggarakan dengan tujuan untuk:
a. meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
b. meningkatkan sumber devisa negara;
c. menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha;
d. meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah,
daya saing, dan pangsa pasar;
e. meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan
baku industri dalam negeri;
f. memberikan pelindungan kepada Pelaku Usaha Perkebunan dan
masyarakat;
g. mengelola dan mengembangkan sumber daya Perkebunan
secara optimal, bertanggung jawab, dan lestari; dan
h. meningkatkan pemanfaatan jasa Perkebunan.
Selain itu, perkebunan mempunyai fungsi ekologi yaitu
peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia
oksigen, dan penyangga kawasan lindung. Dalam rangka
pelaksanaan perkebunan memiliki pengaturan pengelolaan:

a. perencanaan;
b. penggunaan lahan;

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 46


c. perbenihan;
d. budi daya Tanaman Perkebunan;
e. usaha Perkebunan;
f. pengolahan dan pemasaran Hasil Perkebunan;
g. penelitian dan pengembangan;
h. sistem data dan informasi;
i. pengembangan sumber daya manusia;
j. pembiayaan Usaha Perkebunan;
k. penanaman modal;
l. pembinaan dan pengawasan; dan
m. peran serta masyarakat.
Dari peraturan yang telah disebutkan, beberapa peraturan
memiliki keterkaitan dengan Raperda Perkebunan yang membuat UU
Perkebunan ini sebagai acuan dan mengejewantahkan amanat dari
UU Perkebunan dalam penyusunan Raperda Perkebunan di Provinsi
Jawa Barat.

3.3 PERATURAN PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA BARAT


3.3.1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61 Tahun 2011 tentang
Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61 Tahun 2011 tentang
Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas (selanjutnya
disebut “Permentan No. 61/2011”) mengatur secara teknis mengenai
pelaksanaan pengujian, penilaian, pelepasan dan penarikan varietas
dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian atas
keunggulan varietas yang tidak merugikan masyarakat, dan/atau
merusak lingkungan. Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
Permentan No. 61/2011 berkaitan dengan UU Perkebunan
khususnya yang disebutkan dalam Pasal 19 yang menyatakan bahwa
Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan
melestarikan sumber daya genetik tanaman perkebunan. Keterkaitan
dengan Raperda Perkebunan memberi arah untuk mengatur
ketentuan mengenai pengembangan, perlindungan dan pelestarian

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 47


sumber daya genetik tanaman perkebunan yang tersebar di Provinsi
Jawa Barat.

3.3.2. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang


Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang
Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan (selanjutnya disebut
“Permentan No. 98/2013”) merupakan acuan dasar dalam pemberian
pelayanan perizinan dan pelaksanaan kegiatan Usaha Perkebunan,
dengan tujuan untuk memberikan perlindungan, pemberdayaan
Pelaku Usaha Perkebunan secara berkeadilan dan memberikan
kepastian dalam Usaha Perkebunan. Setelah mengkaji ketentuan-
ketentuan yang diatur, Permentan No. 98/2013 adalah tindak lanjut
dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan
yang telah dicabut. Namun, ketentuan-ketentuan tersebut dinilai
masih relevan terhadap UU Perkebunan mengenai Izin Usaha
Perkebunan yang diatur dalam Pasal 47 sampai Pasal 50. Keterkaitan
dengan Raperda Perkebunan adalah untuk menyusun ketentuan
perizinan sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Barat yang diberikan kepada Gubernur.

3.3.3. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2015 tentang


Produksi, Sertifikasi, Peredaran dan Pengawasan Benih Tanaman
Perkebunan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2015 tentang
Produksi, Sertifikasi, Peredaran dan Pengawasan Benih Perkebunan
(selanjutnya disebut Permentan No. 50/2015”) merupakan dasar
hukum dalam pelaksanaan produksi, sertifikasi, peredaran dan
pengawasan benih tanaman perkebunan dengan tujuan menjamin
ketersediaan benih secara berkelanjutan. Ketentuan-ketentuan yang
diatur merupakan tindak lanjut dari UU Perkebunan yang mengatur
mengenai Perbenihan dalam Pasal 19 sampai Pasal 31. Keterkaitan

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 48


dengan Raperda Perkebunan adalah memberikan arah untuk
menyusun ketentuan mengenai inventarisasi, pendaftaran,
pendokumentasian dan pemeliharaan terhadap sumber daya genetik
Tanaman Perkebunan.

3.3.4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 67 Tahun 2016 tentang


Pembinaan Kelembagaan Petani
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 67 Tahun 2016 tentang
Pembinaan Kelembagaan Petani (selanjutnya disebut “Permentan No.
67/2016”) bertujuan untuk memperhatikan, memperkuat dan
memperjuangkan kepentingan petani. Ketentuan-ketentuan yang
diatur memiliki kaitan dan tindak lanjut dari UU Perkebunan yang
mengatur mengenai Pemberdayaan Usaha Perkebunan. Keterkaitan
dengan Raperda Perkebunan adalah memberi arah kepada
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat untuk menyusun ketentuan
kelembagaan petani dengan fokus utamanya adalah perlindungan
dan pemberdayaan petani.

3.3.5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun 2018 tentang


Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi
Petani
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun 2018 tentang
Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi
Petani (selanjutnya disebut “Permentan No. 18/2018”) merupakan
acuan perencana dan pengambil kebijakan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan pengembangan
Kawasan Pertanian Berbasis Korporasi Petani. Adapun yang menjadi
ruang lingkupnya meliputi:
a. maksud, tujuan, dan sasaran;
b. tipologi, lokasi kawasan, dan komoditas;
c. manajemen pengembangan kawasan;
d. korporasi Petani;

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 49


e. kelembagaan Korporasi Petani;
f. pembinaan dan pengawasan;
g. kegiatan Percontohan; dan
h. pendanaan.
Ketentuan-ketentuan yang diatur merupakan tindak lanjut
dari UU Perkebunan mengenai Perencanaan yang diatur dalam Pasal
5 dan Kawasan Pengembangan Perkebunan yang diatur dalam Pasal
61. Keterkaitan dengan Raperda Perkebunan adalah menyusun dan
menentukan kawasan perkebunan provinsi. Selain itu, memberikan
arah untuk membangun sarana dan prasarana di dalam kawasan
perkebunan.

3.3.6. Peraturan Gubernur Nomor 7 Tahun 2019 tentang


Penyelenggaraan Urusan Daerah

Pertanian merupakan urusan pemerintahan pilihan Provinsi Jawa


Barat, sub urusan, rincian sub urusan dan penjabarannya tercantum
dalam Lampiran 1 Peraturan Gubernur No.7 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Urusan Daerah. Berikut ini penjabaran sub urusan
untuk bidang perkebunan.

Sarana Pertanian untuk pengawasan peredaran sarana pertanian


bidang perkebunan :

1. Perencanaan perkebunan Provinsi;

2. Penetapan batasan luas maksimum dan luas minimum


penggunaan lahan untuk usaha perkebunan;

3. Bimbingan dan pengawasan pengembangan, rehabilitasi,


peremajaan, intensifikasi konservasi, optimalisasi dan
pengendalian perkebunan;

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 50


4. Penyusunan peta pengembangan, rehabilitasi, peremqjaan,
intensifikasi konservasi, optimalisasi dan pengendalian lahan
perkebunan;

5. Pengembangan, rehabilitasi, peremqjaan, intensiflkasi,


konsenrasi, optimalisasi dan pengendalian lahan perkebunan;

6. Penetapan dan pengawasan tata ruang dan tata guna lahan


perkebunan;

7. Pemetaan potensi dan pengelolaan lahan perkebunan wilayah


Provinsi;

8. Pengaturan dan penerapan kawasan perkebunan terpadu


wilayah Provinsi;

9. Penetapan sasaran areal tanam wilayah Provinsi;

10. Perlindungan, pengayaan, pemanfaatan, pengembangan, dan


pelestarian sumber daya genetlk tanaman perkebunan;

11. Inventarisasi, pendaftaran, pendokumentasian, dan


pemeliharaan terhadap sumber daya genetik tanaman
perkebunan;

12. Pemantauan dan evaluasi penerapan pedoman perbenihan


perkebunan;

13. Identifikasi dan pengembangan varietas unggul lokal;


14. Pemantauan benih impor wilayah Provinsi;


15. Pengawasan penerapa.n standar mutu benih perkebunan


wilayah Provinsi;

16. Pengaturan penggunaan benih perkebunan wilayah Provinsi;

17. Pembinaan teknis dan fasilitasi pengembangan teknologi


perbenihan;

18. Penilaian dan penetapan calon kebun benih sumber;

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 51


19.
 Pengembangan telorologi perbenihan tanaman perkebunan;

20. Penerapan teknologi perbenihan tanaman perkebunan;

21. Pengawasan pelestarian plasma nutfah tanaman perkebunan;

22. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pedoman pembiayaan


dari lembaga keuangan perbankan, non perbankan dan dana
yang bersumber dari masyarakat wilayah Provinsi;

23. Penyelenggaraan pemberdayaan usaha perkebunan;

25. Penyebarluasan dan pemantaua.n penerapan teknologi panen,


pasca panen dan pengolahan hasil wilayah perkebunan Provinsi;

25. Pembinaan dan penumbuhan kelembagaan perkebunan;

26. Pemantauan dan evaluasi penggunaan pupuk;

27. Pengawasan pengadaan, peredaran dan penggunaan pupuk


wilayah Provinsi;

28. Pemantauan dan evaluasi ketersediaan pupuk;

29. Pengawasan standar mutu pupuk;

30. Pelaksanaan kebijakan penggunaan pestisida wilayah Provinsi;

31. Pengawasan pengadaan, peredaran dan penggunaan pestisida


wilayah Provinsi;

32. Pemantauan dan evaluasi pengawasan pengadaan, peredaran


dan penggunaan pestisida wilayah Provinsi;

33. Pelaksanaan kebijakan alat dan mesin perkebunan wilayah


Provinsi;

34. Identifikasi dan inventarisasi kebutuhan alat dan mesin


perkebunan wilayah Provinsi;

35. Penentuan kebutuhan prototype alat dan mesin perkebunan;

36. Penerapan standar mutu alat dan mesin perkebunan;

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 52


37. Pembinaan dan pengawasan standar mutu alat dan mesin
perkebunan wilayah Provinsi;

38. Pemantauan dan evaluasi penanganErn panen, pasca panen


dan pengolahan hasil perkebunan wilayah Provinsi; 

39. Pembinaan Peningkatan mutu hasil perkebunan wilayah
Provinsi; 

40. Pembinaan perhitungan perkiraan kehilangan hasil perkebunan
di wilayah Provinsi; 

41. Pengawasan standar unit pengolahan, alat transportasi, unit
penyimpanan dan kemasan hasil perkebunan wilayah Provinsi;
42. Penyebarluasan dan pemantauan penerap€rn teknologi parren,
pasca panen dan pengolahan hasil wilayah Provinsi; 

43. Pemantauan dan evaluasi pemasaran hasil perkebunan wilayah
Provinsi; 

44. Promosi komoditas perkebunan wilayah Provinsi; 

45. Penyebarluasan informasi pasar komoditi perkebunan wilayah
Provinsi; 

46. Pemantauan dan evaluasi harga komoditas perkebunan
Provinsi; 

47. Pemantauan dan evaluasi pengembangan sar€rna usaha
wilayah Provinsi; 

48. Pembinaan teknis pembangunan dan sarana Iisik (bangunan)
penyimpanan, pengolahan dan pemasaran sarana produksi
serta pemasaran hasil perkebunan; 

49. Penyusunan statistik perkebunan wilayah Provinsi; 

50. Bimbingan penerapan sistem informasi perkebunan wilayah
Provinsi; 


51. Pembinaan pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan; 



52. Pengawasan pemasukan dan pengeluaran hasil tanaman; 

53. Pemberian bimbingan penerapan pedoman teknis budidaya
perkebunan wilayah Provinsi; 


Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 53


54. Pemantauan dan pemeriksanaan hygiene dan sanitasi
lingkungan usaha perkebunan wilayah Provinsi;
55. Pelaksanaan studi amdal / UKL-UPL di bidang perkebunan

wilayah Provinsi;
56. Pelaksanaan amdal wilayah Provinsi;
57. Penerapan/pedoman kerja sama kemitraan usaha perkebunan
wilayah Provinsi.

Sarana pertanian penerbitan sertifikasi dan pengawasan peredaran


benih tanaman bidang perkebunan adalah sebagai berikut:

1.Pengujian mutu benih di laboratorium;

2. Pemeriksaan administrasi benih;


3. Pemeriksaan teknis;


4. Penerbitan sertifikat/ surat keterangan mutu benih;

5.Pembinaan dan fasilitasi sertifikasi benih;

6. Pembinaan dan fasilitasi pengawasan mutu benih;dan

7. Pembinaan dan fasilitasi peredaran benih.


Prasarana pertanian untuk penataan prasarana pertanian bidang


perkebunan adalah sebagai berikut:

1. Pemanfaatan sumber-sumber air untuk perkebunan; 



2. Pemanfaatan air permukaan dan air tanah untuk perkebunan; 

3. Pemantauan dan evaluasi pemanfaatan air untuk perkebunan; 

4. Pengembangan sumber-sumber air untuk perkebunan; 

5. Pengembangan teknologi irigasi air permukaan dan air bertekanan
untuk perkebunan; 

6. Pemantauan dan evaluasi pengembangan air untuk perkebunan;
7. Pembangunan dan pengelolaan balai benih wilayah Provinsi; dan


Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 54


8. Pembangunan jalan produksi.

Pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian untuk bidang


perkebunan adalah sebagai berikut:

1. Eradikasi tanaman terserang OPT; 



2. Pengamatan, identifikasi, pemetaan, pengendalian dan analisis
dampak kerugian OPf /fenomena iklim wilayah Provinsi; 


3. Bimbingan pemantauan, pengamatan dan peramalan

OPl/fenomena iklim wilayah Provin si; 



4. Penyebaran informasi keadaan serangan OPT/ fenomena iklim dan
rekomendasi pengendaliannya di wilayah Provinsi; 

5. Pemantauan dan pengamatan daerah yang diduga sebagai sumber
OPI/ fenomena iklim wilayah Provinsi; 

6. Penyediaan dukungan pengendalian, pengendalian eradikasi
tanaman dan lagian tanaman wilayah Provinsi; 

7. Pemantauan, peramalan, pengendalian dan penanggulangan
ekplosi OPT/ fenomena iklim wilayah Provinsi; 

8. Pengaturan dan pelaksanaan penanggulangan wabah hama dan
penyakit menular tanaman wilayah Provinsi; 
dan
9. Penanganan gangguan usaha perkebunan wilayah Provinsi Jawa
Barat. 


Perizinan usaha pertanian untuk penerbitan izin usaha pertanian


yang kegiatan usahanya lintas daerah kabupaten/kota dalam satu
daerah Provinsi Jawa barat adalah sebagai berikut:

1. Penerbitan rekomendasi izin usaha perkebunan lintas


Kabupaten/Kota; 

2. Pemantauan dan pengawasan izin usaha perkebunan lintas
Kabupaten/Kota; dan
3. Penerbitan izin usaha produsen benih. 


Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 55


BAB IV

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP PENGATURAN


PERUBAHAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA BARAT

4.1. JANGKAUAN PERATURAN

Perubahan peraturan daerah tentang pedoman penyelenggaraan


perkebunan di Provinsi Jawa Barat disusun untuk memberikan pedoman
terhadap Pemerintah Provinsi Jawa Barat bidang perkebunan dan
memberikan acuan bagi kabupaten dan kota yang berada di bawah wilayah
administratif Provinsi Jawa Barat. Peraturan tentang Pedoman
penyelenggaraan perkebunan berlaku sejak peraturan ditetapkan dan
diberlakukan hingga peraturan tidak lagi diberlakukan apabila peraturan
telah dicabut dan digantikan dengan peraturan yang lebih baru.

4.2. ARAH PENGATURAN

Penyusunan perubahan perubahan daerah tentang pedoman


penyelenggaraan perkebunan di Provinsi Jawa Barat diarahkan:

1) Berdasarkan aspek filosofis, sebagai berikut


a. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah
Negara Indoneseia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa
untuk dimanfaatkan dan dipergunakan bagi sebesar-besar
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;dan
b. Negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan seluruh
penduduk Negara Indonesia memperoleh kesejahteraan kehidupan
yang berkemanusiaan berdasarkan Pancasila.
2) Berdasarkan aspek sosiologis, sebagai berikut:

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 56


a. Melihat kebutuhan yang diperlukan dari pihak pemerintah Provinsi
Jawa Barat bidang perkebunan dalam penyelenggaraan perkebunan
Provinsi Jawa Barat pada saat ini dan rencana yang akan dating;
b. Melihat kesesuaian antara kemampuan pemerintah Provinsi Jawa
Barat bidang perkebunan dengan target capaian bidang perkebunan
sehingga dapat tercapai tujuan yang hendak diraih dalam
penyelenggaraan bidang perkebunan;
c. Mengintegrasikan rencana dan program bidang perkebunan Provinsi
Jawa Barat dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah
Provinsi Jawa Barat 2018-2023; rencana dan strategis dinas
perkebunan Provinsi Jawa Barat 2018-2023; dan rencana dan
program lain yang disusun untuk mencapai Jabar Juara Lahir
Batin;dan
d. Memperhatikan kebutuhan pekebun dan masyarakat Provinsi Jawa
Barat dalam penyelenggaraan perkebunan di Provinsi Jawa Barat
sejak diberlakukannya Peraturan Daerah Jawa Barat tentang
Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan di Provinsi Jawa Barat sejak
tahun diberlakukannya peraturan daerah tersebut, yakni tahun
2013.
3) Berdasarkan aspek yuridis, sebagai berikut:
a. Melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap peraturan
perundang-undangan terkait penyelenggaraan perkebunan di Jawa
Barat, khususnya yang diberlakukan setelah Peraturan Daerah Jawa
Barat No.8 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Perkebunan di Provinsi Jawa Barat diberlakukan;
b. Melakukan harmonisasi dan sinkronisasi terhadap peraturan
perundang-undangan dan kebijakan tentang rencana pembangunan
nasional yang berkaitan dengan penyelenggaraan perkebunan di
Provinsi Jawa Barat; dan
c. Melakukan kajian dan evaluasi terhadap kesesuaian Peraturan
Daerah Jawa Barat No.8 Tahun 2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Perkebunan di Provinsi Jawa Barat.
Pada pokoknya arah pengaturan yang hendak dicapai dalam
penyusunan perubahan peraturan daerah tentang pedoman penyelenggaraan

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 57


perkebunan di Provinsi Jawa Barat akan mengacu pada tujuan
penyelenggaraan perkebunan berdasarkan visi dan misi Dinas Perkebunan
Provinsi Jawa Barat. Peraturan perundang-undangan tentang pembagian
urusan dan kewenangan bagi organisasi perangkat daerah yang termuat
dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang kemudian diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Daerah setiap wilayah di Indonesia, telah mengatur
dengan lebih rinci tentang penjabaran sub urusan dan kewenangan bagi
badan/dinas terkait. Terhadap arahan yang telah diatur dalam pembagian
urusan dan kewenangan tersebut, maka penyusunan perubahan peraturan
daerah tentang pedoman penyelenggaraan perkebunan Provinsi Jawa Barat
diarahkan.

4.3. RUANG LINGKUP PENGATURAN

Ruang lingkup penyusunan perubahan peraturan daerah tentang


pedoman penyelenggaraan perkebunan Provinsi Jawa Barat mengacu pada
rencana dan strategi Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat 2018-2023
sebagai berikut:

1. Peningkatan Kapasitas Petani Perkebunan;


2. Optimalisasi Lahan Perkebunan;
3. Peningkatan Produksi Benih Unggul dan Bersertifikat;
4. Peningkatan Sarana dan Prasarana Perkebunan;
5. Pengendalian Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Perkebunan;
6. Peningkatan Kualitas Produk Perkebunan;
7. Pembinaan Pengolahan Produk Primer;dan
8. Perluasan Akses Pemasaran Produk Perkebunan.
Perubahan peraturan daerah tentang pedoman penyelenggaraan
perkebunan Provinsi Jawa Barat akan mengacu pada Perda No.8 Tahun 2013
tentang Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan di Provinsi Jawa Barat
sebagai berikut:

a. Ketentuan Umum;

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 58


b. Kewenangan;
c. Perencanaan;
d. Sumber daya perkebunan;
e. Pengembangan produksi tanaman perkebunan;
f. Pengolahan dan pemasaran hasil produksi perkebunan;
g. Penyediaan sarana dan prasaran usaha perkebunan;
h. Penelitian dan pengembangan teknologi perkebunan;
i. Perlindungan varietas tanaman perkebunan dan keanekaragaman hayati;
j. Pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia, kelembagaan serta
pemberdayaan usaha perkebunan;
k. Perizinan;
l. Kemitraan;
m. Evaluasi dan laporan;
n. Pembiayaan;
o. Penegakan peraturan daerah;
p. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian;
q. Ketentuan peralihan; dan
r. Ketentuan penutup.
Ruang lingkup tersebut di atas akan diuraikan lebih rinci ke dalam
bab dan bagian dalam batang tubuh rancangan peraturan daerah tentang
pedoman penyelenggaraan perkebunan di Provinsi Jawa Barat yang akan
disusun.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 59


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Peraturan Daerah No.8 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan


Perkebunan di Provinsi Jawa Barat telah berlaku dan diimplementasikan selama
kurun waktu 6 (enam) tahun hingga tahun 2019, terdapat perencanaan dan
perkembangan kebijakan tingkat pusat yang berpengaruh terhadap perencanaan
dan perkembangan kebijakan terhadap penyelenggaraan pemerintah wilayah
Provinsi Jawa Barat khususnya di bidang perkebunan Jawa Barat. Atas
perkembangan yang terjadi di tingkat nasional dan internal Provinsi Jawa Barat
perlu dilakukan evaluasi dan pembaharuan kebijakan dalam mengatur ketentuan
tentang penyelenggaraan perkebunan di Provinsi Jawa Barat.

Pembaharuan kebijakan yang akan diterapkan pada peraturan yang telah


berlaku yakni Peraturan Daerah No.8 Tahun 2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Perkebunan di Provinsi Jawa Barat, dapat dilakukan dan perlu
dilakukan dalam hal ketidaksesuaian yang terdapat dalam Perda No.8 Tahun
2013, berdasarkan Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perudang-undangan melalui:

a. Perubahan terhadap sebagian materi (kurang dari 50%) Peraturan Daerah


No.8 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan di Provinsi
Jawa Barat; atau
b. Penyusunan kembali peraturan daerah Provinsi Jawa Barat tentang Pedoman
Penyelenggaraan Perkebunan di Provinsi Jawa Barat apabila materi yang
berubah lebih dari 50% dan/atau esensinya berubah.
Perubahan yang akan dilakukan terhadap Peraturan Daerah No.8 Tahun
2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan di Provinsi Jawa Barat, telah
disusun dalam Lampiran 1. Usulan Sistematika Perda Perubahan Perkebunan.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 60


5.2. SARAN

Dalam rangka penyusunan rancangan peraturan daerah tentang pedoman


penyelenggaran perkebunan di Provinsi Jawa Barat perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:

1) Melakukan evaluasi lanjutan terhadap usulan perubahan yang hendak


dilakukan terhadap batang tubuh Peraturan Daerah No.8 Tahun 2013
tentang Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan di Provinsi Jawa Barat;
2) Melakukan perhitungan perubahan terhadap usulan perubahan yang hendak
dilakukan terhadap batang tubuh Peraturan Daerah No.8 Tahun 2013
tentang Pedoman Penyelenggaraan Perkebunan di Provinsi Jawa Barat;
3) Melakukan integrasi terhadap peraturan perundangan-undangan yang terkait
dengan pembagian urusan dan kewenangan serta kesesuaian dengan tugas,
pokok dan fungsi yang dimiliki oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat;
dan
4) Melakukan penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik rancangan
peraturan daerah tentang pedoman penyelenggaran perkebunan di Provinsi
Jawa Barat sesuai dengan sistematika yang terdapat pada Undang-Undang
No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 61


Daftar Pustaka
Amalia, Suci. 2017. “Analisis Sektor Perkebunan sebagai Pendorong
Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Ditinjau dari Perspektif Ekonomi
Islam (Studi di Kabupaten Pesawaran)”. Dissertation. UIN Raden Intan
Lampung.
Badan Pusat Statistik. 2015. Policy Brief Peningkatan Kinerja Pertanian
Indonesia Menuju Kedaulatan Pangan. BPS. Jakarta.
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat. 2017. Dokumen Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLHD) Provinsi
Jawa Barat Tahun 2017 – 2047. Bandung: Dinas Lingkungan Hidup
Provinsi Jawa Barat.
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2018. Statistik Perkebunan Jawa
Barat: Angka Sementara 2018. Bandung: Dinas Perkebunan Provinsi
Jawa Barat.
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2018 “Sejarah Dinas Perkebunan
Provinsi Jawa Barat”. http://disbun.jabarprov.go.id/page/view/1-id-
sejarah, diakses pada 1 November 2019.
Dinas Perkebunan. 2018. Statistik Perkebunan Jawa Barat Angka
Sementara 2018. Provinsi Jawa Barat. Bandung.
Dinas Perkebunan. 2019. Rencana Strategis Dinas Provinsi Jawa Barat
Tahun 2018-2023. Provinsi Jawa Barat. Bandung.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2017. Rencana Strategis Direktorat
Jenderal Perkebunan Tahun 2015-2019 (Edisi Revisi Ke-2).
Kementerian Pertanian. Jakarta.
Saptana, Daryanto A., and A. Daryanto. 2013. "Dinamika kemitraan usaha
agribisnis berdayasaing dan berkelanjutan." Bogor (ID): Pusat Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 62


LAMPIRAN 1. USULAN SISTEMATIKA PERDA PERUBAHAN PERKEBUNAN

NO BAB JUDUL BAB PERATURAN YANG DIAMANATKAN USULA USULAN JUDUL BAB CATATAN
PERDA JABAR N BAB PERUBAHAN PERDA
NO.8/2013 JABAR NO.8/2013

1 BAB I KETENTUAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM


2 BAB II KEWENANGAN BAB II KEWENANGAN
3 BAB PERENCANAAN BAB III PERENCANAAN
III
4 BAB SUMBER DAYA -AMANAT PERGUB JENIS, JUMLAH, BAB IV PENGELOLAAN USULAN BAB BARU
IV PERKEBUNAN LUAS SERTA KARAKTERISTIK PERUSAHAAN
LAHAN UNTUK SKALA AREAL PERKEBUNAN
PERKEBUNAN RAKYAT DAN/ATAU
KAPASITAS PABRIK YANG
DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN USAH;
-AMANAT PERGUB TATA CARA
PEMBUKAAN, PENGOLAHAN
LAHAN, DAN PENGGUNAAN MEDIA
TUMBUH TANAMAN;
-AMANAT PERGUB MEKANISME
PENYELENGGARAAN USAHA
PERKEBUNAN SECARA TERPADU
DAN DIVERSIFIKASI USAHA DALAM
KAWASAN PENGEMBANGAN
PERKEBUNAN;
-AMANAT PERGUB TATA CARA
PEROLEHAN IZIN USAHA
PERKEBUNAN
5 BAB PENGEMBANGAN BAB V PENGELOLAAN USULAN BAB BARU
V PRODUKSI PERKEBUNAN RAKYAT
TANAMAN
PERKEBUNAN
6 BAB PENGOLAHAN DAN -AMANAT PERGUB BAB VI PENGEMBANGAN USULAN BAB BARU
VI PEMASARAN HASIL PENGEMBANGAN PENGOLAHAN PRODUKSI TANAMAN DAPAT
PRODUKSI USAHA INDUSTRI HASIL PERKEBUNAN DIINTGERASIKAN
PERKEBUNAN PERKEBUNAN; PADA BAB V PERDA
-AMANAT PERGUB KETENTUAN JABAR NO.8/2013
MENGENAI PENANGANAN GAGAL
PANEN;
-AMANAT PERGUB KETENTUAN
PEMASARAN PRODUK
PERKEBUNAN
7 BAB PENYEDIAAN BAB VII KELEMBAGAAN USULAN
VII SARANA DAN PEKEBUN DAN PERUBAHAN BAB,
PRASARANA USAHA PEMBERDAYAAN DAPAT
PERKEBUNAN USAHA PERKEBUNAN DIINTEGRASIKAN
PADA BAB X PERDA
JABAR NO.8/2013
8 BAB PENELITIAN DAN BAB PENGOLAHAN DAN USULAN
VIII PENGEMBANGAN VIII PEMASARAN HASIL PERUBAHAN BAB,
TEKNOLOGI PRODUKSI DAPAT
PERKEBUNAN PERKEBUNAN DIINTEGRASIKAN
PADA BAB V PERDA
JABAR NO.8/2013
9 BAB PERLINDUNGAN AMANAT PERGUB KETENTUAN BAB IX PENELITIAN DAN USULAN
IX VARIETAS TANAMAN MEKANISME PELAYANAN PENGEMBANGAN PERUBAHAN BAB,
PERKEBUNAN DAN INFORMASI DAPAT
KEANEKARAGAMAN DIINTEGRASIKAN
HAYATI PADA BAB VIII
PERDA JABAR
NO.8/2013
10 BAB PENGEMBANGAN AMANAT PERGUB KETENTUAN BAB X SISTEM DATA DAN USULAN BAB BARU
X DAN PEMBINAAN MEKANISME PEMBINAAN INFORMASI
SUMBER DAYA KELEMBAGAAN USAHA
MANUSIA, PERKEBUNAN
KELEMBAGAAN
SERTA
PEMBERDAYAAN
USAHA
PERKEBUNAN

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 64


11 BAB PERIZINAN -AMANAT PERGUB TATA CARA BAB XI PERAN SERTA USULAN BAB BARU
XI PENERBITAN REKOMENDASI HAK MASYARAKAT DAN
GUNA USAHA DAN PERPANJANGAN PELAKU USAHA
HAK GUNA USAHA; PERKEBUNAN
-AMANAT PERGUB PERSYARATAN
DAN MEKANISME PERIZINAN,
SKALA USAHA PERKEBUNAN DAN
LAPORAN PERKEMBANGAN USAHA
12 BAB KEMITRAAN AMANAT PERGUB KEMITRAAN BAB XII PENYIDIKAN USULAN BAB BARU
XII
13 BAB EVALUASI DAN AMANAT PERGUB EVALUASI DAN BAB PEMBINAAN/PENGEN USULAN
XII LAPORAN LAPORAN XIII DALIAN DAN PERUBAHAN BAB,
PENGAWASAN DAPAT
DIINTEGRASIKAN
PADA BAB XV
PERDA JABAR
NO.8/2013
14 BAB PEMBIAYAAN BAB KETENTUAN
XIV XIV PERALIHAN
15 BAB PENEGAKAN BAB KETENTUAN PENUTUP
XV PERATURAN XV
DAERAH
16 BAB PEMBINAAN, PERGUB MEKANISME PEMBINAAN,
XVI PENGAWASAN DAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
PENGENDALIAN PENYELENGGARAAN USAHA
PERKEBUNAN
17 BAB KETENTUAN
XVII PERALIHAN
18 BAB KETENTUAN
XVIII PENUTUP

Naskah Akademik Penyelenggaraan Perkebunan Jawa Barat 65

Anda mungkin juga menyukai