PROPOSAL SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Agribisnis (S1) dan mencapai
gelar Sarjana Pertanian
Dosen Pembimbing
Ebban Bagus Kuntadi, SP.,M.Sc.
Oleh
Annur Galih Yusvianto NIM.171510601109
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
Tabel 1.2 Produksi dan Luas Area Tebu menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2019
Jumlah
Provinsi
Produksi (Ton) Luas Area (Ha)
Sumatera Utara 15.882 6.818
Sumatera Selatan 90.422 23.007
Lampung 742.123 129.482
Jawa Barat 32.488 10.135
Jawa Tengah 182.738 41.687
D.I. Yogyakarta 9.423 3.009
Jawa Timur 1.050.874 176.871
Nusa Tenggara Timur 2.487 665
Sulawesi Selatan 46.535 12.312
Gorontalo 54.079 9.068
Indonesia 2.227.051 413.054
Sumber : BPS, 2020
Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa pada tahun 2019, Indonesia
memproduksi 2.227.051 ton tebu dengan luas area 413.054 ha dan tidak semua
provinsi di Indonesia memproduksi komoditas tebu. Hanya terdapat 10 provinsi
yang memproduksi tebu yang terdiri dari Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa Barat, Jawa tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Provinsi Jawa Timur merupakan pronvinsi
dengan produksi tebu tertinggi sebesar 1.050.874 ton dengan luas area tebu
mencapai 176.871 Ha. Dengan jumlah produksi sebesar itu, provinsi Jawa Timur
telah memproduksi 47% dari jumlah total produksi tebu di Indonesia. Produksi
tebu Jawa Timur yang tinggi tersebut tercapai akibat dukungan dari beberapa
kabupaten/kota yang memiliki potensi untuk memproduksi tebu. Berikut
merupakan produksi tebu di kabupaten di provinsi Jawa Timur :
Tabel 1.3 Produksi Tebu menurut Kabupaten di Jawa Timur Tahun 2015-2019
(Ton)
Tahun
Kabupaten
2015 2016 2017 2018 2019
Malang 277.489 221.205 218.361 238.152 237.256
Kediri 163.921 144.363 143.519 156.831 156.204
Lumajang 70.481 100.885 100.041 102.366 101.750
Jombang 55.062 49.227 46.479 53.060 52.440
Mojokerto 51.814 51.165 48.417 56.581 55.016
Magetan 47.876 42.156 41.408 41.331 40.122
Situbondo 47.563 39.052 38.304 48.625 48.012
5
penurunan. Jumlah produksi tebu pada tahun 2019 bahkan mencapai hingga 80%
dari total produksi tanaman perkebunan di kabupaten Situbondo. Hal tersebut dapat
menjadi salah satu indikator bahwa tanaman tebu merupakan komoditas
perkebunan yang memiliki potensi produksi dan mampu memberikan sumbangan
terbesar jika dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya terhadap
perekonomian di Kabupaten Situbondo, serta potensi tersebut didukung dengan
adanya fasilitas pascapanen salah satunya adalah terdapat empat pabrik gula di
Kabupaten Situbondo yang terdiri dari PG. Panji, PG. Asembagus, PG. Olean, dan
PG.Wringin dimana keempat pabrik gula tersebut berada dibawah satu naungan
BUMN yaitu PTPN XI.
PG Asembagus merupakan pabrik gula terbesar yang berada di Situbondo.
Pabrik gula yang terletak di Jl Raya 17 Asembagus, Kecamatan Asembagus,
Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur ini telah mengalami beberapa kali
revitalisasi atau peningkatan kapasitas produksi yang terakhir terjadi pada sekitar
tahun 2018-2019 dengan total kapasitas giling 6.000 TCD (Ton Cane Day).
Pemenuhan bahan baku produksi gula di PG Asembagus sebagian besar berasal dari
tebu rakyat (TR) dan tebu sendiri (TS). Tebu sendiri (TS) merupakan usahatani tebu
yang dikelola langsung oleh PG Asembagus pada sebidang lahan sewa dengan
status hak guna usaha (HGU). Luas lahan tebu sendiri (TS) PG Asembagus tersebar
di tiga wilayah, yaitu di HGU Asembagus seluas 540 Ha, HGU Baluran Indah
seluas 367 Ha, dan HGU Benculuk Banyuwangi seluas 850 Ha. Sedangkan tebu
rakyat (TR) merupakan usahatani tebu yang dikelola oleh petani/masyarakat umum
dan menjual hasil panennya pada pabrik gula. Luas lahan tebu rakyat (TR) yang
bermitra dengan PG Asembagus seluas 4.450 Ha, yang berada di Kecamatan
Asembagus, Kecamatan Banyuputih dan Kecamatan Jangkar.
Petani tebu rakyat dalam menjual hasil panennya pada PG Asembagus pada
umumnya sejak dulu dilakukan melalui sistem bagi hasil (SBH). Sistem bagi hasil
dilaksanakan sesuai dengan SK Menteri Pertanian Nomor:
04/SK/Menta/Bimas/IV/1992 tentang ketentuan bagi hasil tebu rakyat (TR) yang
diolah pabrik gula. Persentase bagi hasil yang diterapkan sesuai SK menteri dimana
untuk petani sebesar 66% dan untuk PG Asembagus sebesar 34%. Petani yang
7
bermitra dengan pabrik gula dengan sistem bagi hasil (SBH) akan mendapatkan
beberapa keuntungan yang diberikan oleh PG Asembagus. Beberapa keuntungan
yang akan didapat dari sistem kemitraan ini antara lain adalah pengadaan pupuk
subsidi, subsidi alsintan, pembagian natura dan kepastian pasar bagi petani saat
panen. Pada sistem pembagian hasil (SBH), proses pembelian tebu oleh PG
Asembagus dilakukan secara sistem DO (Delivery Order) dimana petani akan
menerima uang saat gula hasil pengolahan tebu petani telah laku dijual saat
pelelangan. Petani mitra akan menerima uang hasil panen tebu minimal paling cepat
sekitar dua minggu setelah diserahkan ke PG Asembagus. (Astuti dkk, 2016)
Pada tanggal 19 Juli 2019, Kementrian Pertanian mengeluarkan Surat
Edaran No. 593/TI.050/E/7/2019 perihal Penerapan Sistem Pembelian Tebu (SPT).
Surat edaran tersebut berisikan perihal sistem baru yang disebut sistem beli putus.
Sistem Pembelian Tebu (SPT) dalam jangka panjang akan menggantikan sistem
bagi hasil (SBH) yang telah lama dijalankan. Sistem beli putus ini akan secara
merata akan diterapkan kepada semua PG, baik PG yang dinaungi oleh BUMN
maupun Swasta, termasuk PG Asembagus. PG Asembagus merupakan satu-satunya
pabrik gula di Situbondo yang telah menerapkan dan mensosialisasikan Sistem
Pembelian Tebu (SPT) pada musim giling 2020.
Penerapan sistem pembelian tebu (SPT) di PG Asembagus tersebut akan
sangat berdampak pada usahatani tebu khususnya petani tebu. Hal tersebut
disebabkan oleh mekanisme Sistem Pembelian Tebu (SPT), dimana pada sistem ini
meskipun penerimaan hasil penjualan tebu lebih cepat serta mendapat kepastian
harga jual minimal bersarkan harga pembelian tebu pekebun (HPP) yang ditetapkan
pemerintah, namun sistem ini membuat hubungan petani dan PG Asembagus hanya
sekedar hubungan transaksional atau jual beli biasa dan menghilangkan prinsip-
prinsip kemitraaan yang telah dibangun oleh petani dan PG Asembagus. Sistem
Pembelian Tebu (SPT), dalam pelaksaaannya, akan menghilangkan atau
meniadakan fasilitas yang diberikan pada sistem bagi hasil (SBH) berupa
penyediaan sarana produksi yang meliputi bantuan penyediaan bibit varietas
unggul, pemberian bantuan analisa kemasakan, peminjaman traktor dan
pengupayaan tersedianya pupuk. Selain itu dengan penerapan sistem pembelian
8
tebu (SPT), petani tidak lagi memperoleh bimbingan teknis serta pelatihan tentang
budidaya tebu dari PG serta tidak mendapatkan pembagian natura, pembagian tetes
dan kepastian pasar bagi petani saat panen. Penerapan sistem pembelian tebu (SPT)
juga akan mempengaruhi petani dalam pengadaan modal usaha, dimana pada sistem
bagi hasil (SBH) PG membantu petani dengan meminjamkan modal kerja (kredit)
petani kepada bank dimana PG bertindak sebagai avalis (penjamin dana) namun
fasilitas tersebut tidak terdapat pada sistem pembelian tebu (SPT) atau dengan kata
lain dengan Sistem Pembelian Tebu (SPT) petani tebu menjalankan usahataninya
secara mandiri tanpa ada bantuan dari PG.
Berdasarkan fenomena diatas, dapat diketahui bahwa penerapan sistem
pembelian tebu (SPT) akan memunculkan berbagai perubahan atau permasalahan
pada usahatani tebu, terutama pada penghapusan fasilitas-fasilitas yang ada di
sistem sebelumnya dan berdampak kepada petani tebu di Kabupaten Situbondo
secara langsung maupun tidak langsung. Fenomena tersebut tentunya akan
membentuk persepsi petani tebu terhadap penerapan sistem pembelian tebu (SPT)
yang dapat berpengaruh pada cara petani untuk mengambil keputusan dalam
berusahatani. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti terkait persepsi petani
tebu terhadap penerapan sistem pembelian tebu (SPT) di Kabupaten Situbondo.
1.3.2 Manfaat
1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam pembuatan dan perbaikan kebijakan terkait pembangunan
pertanian komoditas tebu
2. Bagi petani tebu, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan kemitraan dengan PG
3. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
referensi untuk penelitian pengembangan ilmu pengetahuan dibidang
pembangunan pertanian komoditas tebu
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
yang dipilih karena daerah tersebut merupakan sentra produksi padi sawah di
Provinsi Bali, namun konversi lahan sawahnya paling luas. Pemilihan responden
menggunakan metode purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden
merupakan anggota kelompok tani. Jumlah responden sebanyak 90 orang dengan
30 orang dimasing-masing kecamatan dan desa lokasi penelitian. Penelitian ini
menggunakan data primer yang diperoleh dari proses wawancara dan didukung
oleh data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier
dengan metode ordinary least square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
persepsi petani dipengaruhi oleh budaya bertani, sikap terhadap perubahan,
keyakinan kemampuan diri, tingkat keberanian berisiko, tingkat intelegensia,
rasionalitas, kerjasama, peran dalam kelompok tani serta intensitas penyuluhan
ataupun sosialisasi terkait perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Berdasarkan penelitian Jampur dkk. (2019) yang berjudul “Fakor-Faktor
Yang Mempengaruhi Persepsi Petani Terhadap Peran Sertifikasi Indikasi Geografis
Kopi Arabika Di Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli”, penelitian
ini dilakukan di Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli dengan
pertimbangan bahwa Desa Catur merupakan salah satu lokasi sertifikasi indikasi
geografis yang memiliki produksi kopi arabika terbesar dan populasi petani.
Pemilihan responden menggunakan metode sample random sampling agar data
yang diperoleh lebih representative. Jumlah respondon sebanyak 72 orang petani
kopi arabika. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari proses
wawancara dan metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan skala likert
untuk mengukur persepsi petani dan analisis kuantitatif dengan menggunakan uji
validitas dan reabilitas serta uji beda t. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
persepsi petani terhadap peran sertifikasi indikasi geografis kopi arabika berada
pada indeks persepsi sangat baik yaitu 87%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi petani terdiri dari harga jual kopi dan di ikuti produksi, modal, tenaga kerja
dan luas lahan.
Berdasarkan penelitian Moroki dkk. (2018) yang berjudul “Analisis Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Di Kecamatan Amurang Timur”,
penelitian ini berlokasi di Kecamatan Amurang Timur Kabupaten Minahasa
13
serta tumbuh dari cincin tunas anakan. Akar tanaman tebu memiliki fungsi sebagai
penyuplai kebutuhan air dan nutrisi untuk tanaman tebu. Akar tanaman tebu dibagi
menjadi tiga bagian yang terdiri atas akar bagian atas atau akar superficial yang
berfungsi sebagai tempat tumbuh dan menyerap kelembaban dan nutrisi yang dapat
tumbuh sepanjang dua meter, akar penopang tanaman tabu dapat tumbuh panjang
mencapai 0,5 – 1,0 meter dibawah tanah yang berfungsi sebagai penopang tanaman.
Akar halus atau rope sistem yang berfungsi untuk penyuplai unsur hara yang dapat
tumbuh hingga 3,0 – 6,0 meter saat dilanda musim kering. Daun tanaman tebu
memiliki tulang daun sejajar. Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita,
berseling kanan dan kiri, berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Bunga
tebu berupa malai dengan panjang antara 50 – 80 cm dan terdapat benangsari, putik
dengan dua kepala putik dan bakal biji. (BPTP Lampung, 2014)
Pembuatan guludan bertujuan untuk menyediakan tempat tumbuh tanaman tebu dan
sekaligus pembuatan saluran air serta lubang tanam. Ukuran kedalaman tebu rata-
rata sedalam 30-40 cm.
c. Penanaman
Penanaman merupakan proses pemindahan bibit dari kebun pembibitan ke
lahan yang sudah disiapkan. Sebelum dipindahkan ke lahan produksi, bibit tebu
harus disortasi yang bertujuan untuk memisahkan bibit tebu dari jenis yang tidak
dikehendaki atau tidak sehat. Bibit yang telah disortasi kemudian ditanaman merata
pada lubang tanam yang telah disiapkan. Pada tanaman tebu ratoon atau keprasan,
tidak perlu dilakukan penanaman bibit tebu seperti pertama kali, namun cukup
dilakukan penggarapan tanah dan diairi seminggu setelah dilakukan pengeprasan.
Penggarapan ini bertujuan untuk peremajaan akar tua atau akar putus sehingga
mempercepat pertumbuhan tunas dan anakan. Bibit tebu yang telah ditanam tidak
semuanya akan tumbuh, untuk mengatasi hal itu maka diperlukan proses
penyulaman. Penyulama pada tanaman tebu dilakukan setelah bibit tebu berusia
dua minggu dan empat minggu setelah tanam
d. Pemupukan
Pemupukan merupakan proses untuk pembenahan kesubuhan tanah dengan
pemberian pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman yang dibudidayakan serta
keadaan lahan. Pemberian pupuk pada tanaman yang tidak sesuai kebutuhan dapat
menghambat pertumbuhan bahkan meracuni tanaman tebu. Jenis pupuk yang
biasanya digunakan pada tanaman tebu adalah Urea, SP-36 dan KCl. Pemupukan
tanaman tebu dilakukan sebanyak dua kali. Pada tanaman tebu yang baru tanam,
pemupukan pertama dilakukan bersamaan saat tanam bibit, pemupukan kedua
dilakukan setelah 1 – 1,5 bulan setelah pemupukan pertama. Pemupukan pada
tanaman keprasan, pemupukan pertama dilakukaan setelah dua minggu setelah
kepras, pemupukan kedua dilakukan enam minggu setelah pemupukan pertama.
Selain ketiga pupuk tersebut, tanaman tebu juga memerlukan N, P, dan K untuk
memaksimalkan produktivitas tanaman tebu. Unsur N pada tanaman tebu berfungsi
untuk membantu meningkatkan produktivitas tanaman. Unsur P pada tanaman tebu
berfungsi untuk membantu memacu pertumbuhan akar serta memacu pertumbuhan
17
dapat dilakukan dengan teknik tebu ikat yaitu teknik penebangan dengan cara
manual, tebu urai yaitu penebangan semi mekanis dimana proses penebangan
dilakukan secara manual dengan tenaga manusia namun proses pengangkutan
dilakukan menggunakan mesin yang bernama grab loader dan tebu cacah yaitu
teknik penebangan tebu yang full mekanis dengan mesin panen tebu atau cane
harvvester. Hasil penebangan tebu lalu diangkut kedalam truk untuk dikirim ke
pabrik gula. Truk yang digunakan untuk mengangkut tebu biasanya berkapasitas
angkut 6-8 ton atau 10-12 ton.
2.2.3 Kemitraan
Kemitraan merupakan suatu bentuk kerja sama dalam usaha, baik langsung
maupun tidak langsung, yang berlandaskan prinsip saling memerlukan,
mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan serta menjungjung etika bisnis
yang melibatkan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dengan usaha besar.
Kemitraan, dalam pelaksanaanya, harus memenuhi hal-hal yang telah diatur oleh
pemerintah baik dalam bentuk Undang-Undang maupun PP. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 17 Tahun 2013 tentang pelaksanaan Undang-
Undang nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah. Pasal 11
ayat (1) menyebutkan “Kemitraan mencakup proses alih keterampilan bidang
produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan
teknologi sesuai dengan pola Kemitraan.” Pola kemitraan sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal tersebut terdiri dari beberapa pola yang diantaranya :
a. Inti-plasma
Merupakan pola kemitraan yang dimana perusahaan mitra atau usaha
menengah dan besar bertindak sebagai inti dan kelompok mitra sebagai plasma.
Perusahaan mitra sebagai inti memiliki tugas atau kewajiban untuk membina dan
mengembangkan kelompok mitranya serta memenuhi kebutuhan kelompok mitra
seperti penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis, pembiayaan dan
bantuan lainnya yang dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha.
Sebagai timbal baliknya kelompok mitra wajib untuk menjual hasil produksinya
kepada perusahaan mitra.
19
b. Subkontrak
Merupakan pola kemitraan yang dimana kelompok mitra yang
memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari
hasil produksinya. Pola ini ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak
bersama yang menyangkut volume, harga, mutu, dan waktu. Pola ini sangat
bermanfaat dalam transfer alih teknologi, modal, ketrampilan, dan produktifitas.
c. Dagang Umum
Merupakan pola kemitraan yang dimana kelompok mitra dengan
perusahaan mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi
kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan
perusahaan mitra
d. Kerjasama Operasional Agribisnis
Merupakan pola kemitraan yang dimana kemitraan antara kelompok mitra
dengan pemisahaan mitra usaha yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan
lahan, sarana dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau
modal usaha dengan sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu
komoditas pertanian
Menurut Alam dan Heri (2017), Kemitraan memiliki peranan yang penting
dalam pengembangan sektor pertanian khususnya pertanian skala kecil. Kemitraan
pada sektor pertanian dianggap dapat menagatasi permasalahan yang ada seperti
pengusahaan skala ekonomi kecil dengan penguasaan lahan yang kecil , teknologi
budidaya yang sederhana, dan permodalan yang terbatas serta pasar yang tidak
sempurna seperti biaya transaksi yang tinggi dan ketidakjelasan informasi pasar.
Penerapan kemitraan diharapkan dapat mengintegrasikan petani dalam sektor-
sektor yang lebih modern, yaitu sektor industri. Selain itu, kemitraan diharapkan
juga dapat memperkuat mekanisme pasar dan persaingan usaha yang efisien dan
produktif.
Menurut Larasati dan Hapsari (2020), sebagai upaya untuk mewujudkan
kemitraan yang mengembangkan sektor pertanian, perlu adanya kejelasan peran
dari masing-masing pihak yang terkait dan semua pihak harus mematuhi hak dan
kewajiban yang telah diatus dalam kontrak kemitraan sebelum kesepakatan
20
2.2.8 Uji-T
Menurut Magdalena dan Maria (2019), Uji-T atau T-Test adalah salah
metode pengujian dari uji statistik parametrik.. Uji t adalah suatu uji yang
menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variable independent secara individual
dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian statistik t atau t-test pada
umumnya dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05
(α=5%). Penerimaan atau penolakan uji hipotesis ini dilakukan dengan kriteria
sebagai berikut:
1) Jika nilai siginifikan > 0,05, maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis
alternatif (H1) ditolak. Hal ini berarti, secara parsial variabel independen
tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable
dependen.
2) Jika nilai signifikan < 0,05 maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis
alternatif (H1) diterima. Hal ini berarti secara parsial variavel independen
tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable dependen.
24
Skala Likert
Regresi linier
2.4 Hipotesis
1. Persepsi petani terhadap penerapan sistem pembelian tebu (SPT) cenderung
positif atau mendukung
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani terhadap sistem pembelian
tebu (SPT) adalah (1) Usia petani; (2) Pendidikan petani; (3) Lama
berusahatani; (4) Luas lahan; (5) Status kepemilikan lahan; (6) Peran kelompok
tani
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
28
29
Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Toleransi eror (10%)
Berdasarkan hasil perhitungan rumus Slovin, dari populasi total sebanyak
2.490 orang petani tebu di Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo diperoleh
jumlah sampel sebanyak 96 orang. Jumlah sampel sebanyak 96 orang responden
dirasa sudah cukup mewakili populasi petani tebu di Kecamatan Asembagus.
informasi untuk keperluan data primer. Metode wawancara dapat digunakan dalam
mendapatkan informasi yang berhubungan dengan fakta, kepercayaan, perasaan,
keingunan dan sebagainya yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan penelitian.
Metode wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
data diri petani dan persepsi petani terhadap fenomena sebagai sumber data primer
peneliti dalam menganalisis fenomena yang diteliti.
c. Metode studi pustaka
Menurut Sari dan Asmendri (2020), metode studi pustaka merupakan
kegiatan penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan data
dengan bantuan sumber yang ada di perpustakaan serta sumber pustaka yang dirilis
resmi oleh lembaga-lembaga terkait. Metode studi pustaka dilakukan secara
sistematis untuk mengumpulkan, mengolah dan menyimpulkan data guna mencari
jawaban atas permasalahan yang dihadapi. Metode studi pustakan dalam penelitian
ini bertujuan untuk mendapatkan data-data sekunder pendukung yang bersumber
dari lembaga resmi seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten Situbondo,
Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan dan penelitian terdahulu.
3.5 Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah alat analisis yang digunakan peneliti dalam
mengolah data penelitian dan untuk menjawab rumusan masalah agar sesuai dengan
tujuan penelitian. Rumusan masalah yang diteliti pada penelitian ini mencakup
persepsi petani tebu terhadap sistem pembelian tebu (SPT) dan faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi petani. Metode analisis data yang digunakan untuk
rumusan masalah pertama adalah skala likert dan untuk rumusan masalah kedua
adalah regresi linier berganda.
Minimal Maksimal
b. Autokorelasi negatif
(4-d) < dL, terdapat autokorelasi
(4-d) > dU, tidak terdapat autokorelasi
dL < (4-d) < dU, tidak ada kesimpulan pasti
Peneliti menggunakan uji F hitung dan t hitung untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji F digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat, sedangkan
uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara terpisah antara variabel bebas
pada variabel terikat. Uji F dan uji t dijabarkan sebagai berikut:
1. Uji F hitung
Hipotesis :
H0 = secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
bebas dan variabel terikat
H1 = secara bersama-sama tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel bebas dan variabel terikat
Cara uji :
a. Nilai signifikansi
Nilai signifikansi < 0,05, H0 diterima
Nilai signifikansi > 0,05, H0 ditolak
b. Nilai F hitung
Nilai F hitung > F tabel, H0 diterima
Nilai F hitung < F tabel, H0 ditolak
2. Uji t hitung
Hipotesis :
H0 = secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas
dan variabel terikat
H1 = secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel
bebas dan variabel terikat
Cara uji :
a. Nilai signifikansi
37
Astuti, F. W., Nila R. J. dan Ismiasih. 2016. Kemitraan Usahatani Tebu (Saccharum
Officinarum L) Di Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Jurnal
MASEPI. 1(1): 1-17
Badan Pusat Statistik. 2020. Kabupaten Situbondo Dalam Angka 2020. Situbondo:
Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. 2020. Produksi Tanaman Perkebunan. Jakarta: Badan Pusat
Statistik
Badan Pusat Statistik. 2020. Provinsi Jawa Timur dalam Angka. Surabaya: Badan
Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik. 2020. Statistik Tebu Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik
Budiaji, W. 2013. Skala Pengukuran Dan Jumlah Respon Skala Likert. Jurnal Ilmu
Pertanian dan Perikanan. 2 (2): 127-133
Harahap, M., Bambang S. Dan Djoko S. 2018. Analisis Tingkat Kematangan Gonad
Teripang Keling (Holothuria Atra) Di Perairan Menjangan Kecil,
Karimunjawa. Journal of Maquares. 7 (3): 263-269
38
Hardani, Nur Hikmatul A., Helmina A., Roushandy A. F., Jumari U., Evi F. U.,
Dhika J. S. Dan Ria R. I. 2020. Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif.
Yogyakarta: Pustaka Ilmu
Jamsari, Rhenly D., Ishak M., dan Renfiyeni. 2019. Respon Diferensial Fisiologis
Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum) Pada Kondisi Cekaman Kekurangan
Air. Jurnal Agrista. 23 (2): 100 – 111
Larasati, A. R. Dan Triana D. H. 2020. Kemitraan Petani Tebu Rakyat Mitra Kredit
Dengan Pg. Semboro Di Kabupaten Jember. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian.
13 (1): 16-37
39
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perkebunan. 2012. Budidaya dan Pascapanen
Tebu. Bogor: IAARD Press
Rikardo, R., Ferry E. T. S dan Meiriani. 2015. Respons Pertumbuhan Bibit Bud
Chips Tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap Dosis dan Frekuensi
Pemberian Pupuk N, P dan K pada Wadah Pembibitan yang Berbeda. Jurnal
Online Agroekoteknologi. 3 (3): 1089-1098
Rizal, R. Z. N. Dan Sofia. 2018. Persepsi dan Perilaku Sosial Petani Tebu Terhadap
Penentuan Rendemen Tebu (Studi Kasus; Petani Tebu PTPN XI PG
Asembagus di Kabupaten Situbondo. Pembangunan Pertanian dan Peran
Pendidikan Tinggi Agribisnis: Peluang dan Tantangan di Era Industri 4.0.
03 November 2018. Universitas Jember: 534-539
Rompas, J., Deisy E. Dan Krest T. 2015. Potensi Sektor Pertanian Dan Pengaruhnya
Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal
Berkala Ilmuah Efisiensi. 15 (4): 124-136
Sijabat, J. A., Meiriani dan Lisa M. 2017. Respons Pertumbuhan Bud Set Tebu
(Sacharum officinarum L.) Pada Beberapa Umur Bahan Tanam dan
Konsentrasi IBA. Jurnal Agroekoteknologi. 5 (4): 750-755
Subakti, A. G., Darwin T dan Ari Tuniarso. 2018. Analisis Persepsi Konsumen
(Studi Kasus Molecular Mixology di Loewy, Jakarta). Tourism and Hospitality
Essentials. 8 (1): 31-38
Suharyanto, Jemmy R., Nyoman N. A., dan Ketut M. 2017. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Persepsi Petani Terhadap Kebijakan Perlindungan Lahan
40
Pertanian Pangan Berkelanjutan di Provinsi Bali. Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. 20 (2): 111-124
Syahputra, T., Jufri H. dan Karunia P. A. 2018. Penerapan Data Mining Dalam
Memprediksi Tingkat Kelulusan Uji Kompetensi (UKOM) Bidan Pada STIKes
Senior Medan Dengan Menggunakan Metode Regresi Linier Berganda. Sains
dan Komputer. 17 (1): 1-7
Tanauma, A.R., Welson M. W. dan Elsje P. M. 2019. Persepsi Petani Padi Sawah
Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian Di Desa Tatengesan Kecamatan
Pusomaen Kabupaten Minahasa Tenggara. Agri-Sosio Ekonomi Unsrat. 15 (2):
243-253
Tunjungsari, R. 2014. Analisis Produksi Tebu Di Jawa Tengah. JEJAK. 7(2): 121-
133
Virianita, R., Tatie S., Siti A. dan Anna F. 2019. Persepsi Petani terhadap Dukungan
Pemerintah dalam Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia. 24 (2): 168-177
41