Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

ANTARA PETANI PLASMA DENGAN PETANI SWADAYA


DI DESA BUNGKU KECAMATAN BAJUBANG
KABUPATEN BATANG HARI

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH
AGUNG RIZKI

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal

skripsi yang berjudul “Analisis Komparasi Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit

Antara Petani Plasma Dengan Petani Swadaya Di Desa Bungku Kecamatan

Bajubang Kabupaten Batang Hari” yang di selesaikan dengan baik.

Dalam penulisan ini, penulis mendapat bimbingan dari berbagai pihak.

Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir Armen Mara., M.Si selaku dosen

pembimbing I dan Ibu Ir. Emy Kernalis, M. P sekalu dosen pembimbing II.

Kepada kedua orang tua tercinta serta keluarga yang selalu mencurahkan kasih

sayang dan do’a nya yang tak terputus-putus serta memberikan semangat. Serta

rekan-rekan seperjuangan khususnya angkatan 2018 Agribisnis serta kepada

semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu.

Semoga bimbingan, motivasi, do’a dan bantuan baik yang bersifat moril

maupun materil selama penyusunan proposal skripsi ini dapat menjadi amal baik

dan ibadah, serta mendapat balasan dari Allah SWT. Dalam penulisan proposal

skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin, apabila terdapat

kekurangan penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Harapan penulis

semoga proposal skripsi ini dapat diterima dengan baik dan dapat bermanfaat bagi

semua pihak.

Jambi, 2022

Penulis

2
3

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 8
1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian........................................ 8
1.3.1 Tujuan Penelitian...................................................................... 8
1.3.2 Kegunaan Penelitian.................................................................. 8

II . KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan teori...................................................................................... 9
2.1.1 Mekanisme Kemitraan............................................................... 9
2.1.2 Sistem Kemitraan Usaha Perkebunaan .................................... 10
2.1.3 Usahatani Kelapa Sawit............................................................. 13
2.1.4 Faktor Tenaga Kerja dalam Usahatani Kelapa Sawit................ 16
2.1.5 Konsepsi Pendapatan................................................................. 21
2.1.6 Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit......................................... 22
2.1.7 Biaya Usatani Kelapa Sawit...................................................... 23
2.1.8 Analisis Pendapatan................................................................... 24
2.2 Penelitian Terdahulu............................................................................ 26
2.3 Kerangka Pemikiran............................................................................ 28
2.4 Hipotesis ............................................................................................ 30

III. METODE PENELITIAN


3.1 Ruang lingkup Penelitian .................................................................... 31
3.2 Sumber dan Metode Pengumpulan Data............................................. 32
3.3 Metode Penarikan sampel.................................................................... 32
3.4 Metode Analisis Data.......................................................................... 35
3.5 Konsepsi Pengukuran ......................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 39

3
4

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1.1 Luas Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi Jambi Menurut
Kabupaten Tahun 2021....................................................................... 2
1.2 Luas Produksi Tanaman Perkebunan Kelapa Sawit Menurut
Kecamatan Tahun 2018 Kabupaten Batang Hari............................... 3
1.3 Jumlah Petani Plasma Dan Luas Areal Di Desa Bungku................... 5
1.4 Jumlah Petani Swadaya dan Produksi Rata-rata di Desa
Bungku Tahun 2021........................................................................... 6

4
5

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Luas Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi Jambi Menurut
Kabupaten Tahun 2021....................................................................... 30

5
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian memegang

peranan penting pada keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat

ditunjukkan dengan banyaknya penduduk yang bekerja dalam sektor pertanian.

Salah satu subsektor yang cukup besar potensinya adalah subsektor perkebunan

yang memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat, karena sektor

perkebunan memberikan kontribusi langsung terhadap perekonomian masyarakat,

menghasilkan bahan baku industri dan memberikan devisa negara yang cukup

besar melalui kegiatan ekspor. Subsektor perkebunan memiliki kontribusi terbesar

terhadap sector Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan atau merupakan urutan

pertama pada sektor tersebut. Saat ini salah satu Subsektor perkebunan yang

sangat berkembang pesat adalah sektor perkebunan kelapa sawit.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang

berkontribusi dalam pembangunan nasional. Kelapa sawit sebagai tanaman

penghasil minyak nabati. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa

sawit berupa tandan buah segar (TBS) yang kemudian diolah menjadi minyak

sawit atau crude palm oil (CPO) dan inti sawit atau palm kernel oil (PKO).

Pengembangan perkebunan kelapa sawit yang pesat merupakan suatu proses yang

kompleks dan bersinggungan dengan banyak kepentingan, baik dari sisi

pengusaha, pemerintah, maupun rakyat secara totalitas.

Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2019 sebesar

14,46 juta hektar dengan produksi mencapai 47.12 juta ton. Ini menunjukkan

peningkatan atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni luas areal

1
2

perkebunan kelapa sawit pada tahun 2018 sebesar 14,33 juta hektar dengan

produksi mencapai 42,88 juta ton. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia dalam

komoditi kelapa sawit memberikan kontribusi yang sangat menguntungkan dan

mampu meningkatkan produksi dan pemenuhan perekonomian rakyat. Adapun

perkembangan luas areal dan produksi CPO kelapa sawit pada tahun 2016 sampai

dengan 2020.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi unggulan di Indonesia

khususnya di Provinsi Jambi. Peluang pembangunan Agribisnis kelapa sawit di

Provinsi Jambi cukup terbuka karena ketersediaan sumberdaya alam atau lahan

yang memadai, tenaga kerja dan iklim yang mendukung. Selain itu Kelapa Sawit

di provinsi jambi memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Hal ini dapat

dilihat dari perkembangan Luas dan Pruduksi kelapa sawit diprovinsi jambi

meningkat secara siknifikan setiap tahun. Hal ini terlihat dari total luas areal

perkebunan kelapa sawit yang ada di Provinsi Jambi adalah 1.033.354 Ha yang

tersebar di berbagai Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jambi dengan hasil

produksi sabanyak 1.481.388 ton. Berikut luas produksi tanaman perkebunan

Provinsi Jambi menurut Kabupaten tahun 2021.

Tabel 1. Luas Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi Jambi Menurut


Kabupaten Tahun 2021.
Kabupaten Luas areal (Ha) Produksi (Ton)
Batanghari 143.456 197.996
Muaro Jambi 227.125 268.873
Bungo 126.689 226.453
Tebo 106.052 186.502
Merangin 140.784 222.218
Sarolangun 72.735 103.810
Tanjung Jabung Barat 153.515 183.109
Tanjung Jabung 62.904 92.417
Timur
Kerinci 94 10
Jumlah 1.033.354 1.481.388
3

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2021


Berdasarkan tabel 1. Kabupaten Muaro Jambi adalah kabupaten yang

memiliki areal perkebunan kelapa sawit terluas di Provinsi Jambi dengan luas

227.125 Ha dan hasil produksi 268.873 ton. Kabupaten yang memiliki luas areal

perkebunan kelapa sawit terkecil adalah Kabupaten Kerinci dengan luas areal 94

Ha dan hasil produksi 10 ton, sedangkan Kabupaten Batanghari merupakan

kabupaten dengan areal perkebunan kelapa sawit terluas ke tiga di Provinsi Jambi

setelah Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Hasil

produksi kelapa sawit di Kabupaten Batanghari sebesar 197.996 ton dengan

jumlah luas areal 143.456 Ha.

Tabel 2. Luas Produksi Tanaman Perkebunan Kelapa Sawit Menurut


Kecamatan Tahun 2018 Kabupaten Batanaghari
Kecamatan Luas (Ha) Produksi (Ton)
Mersam 15.360,66 40.419
Maro sebo ulu 16.771,45 29.252
Batin XXIV 21.517,14 50.526
Muara tembesi 4.014,28 8.909
Muara bulian 3.993,66 8.785
Bajubang 19.281,99 69.020
Maro sebo ilir 10.697,47 36.013
Pemayung 4.246,65 8.739
Jumalah 96.135,30 251.663
Sumber : Badan statistik kabupaten Batanghari, 2020

Berdasarkan tabel 2. Kecamatan Bajubang merupakan kecamatan dengan

jumlah luas perkebunan kelapa sawit terluas kedua dari delapan kecamatan yang

ada dikabupaten Batanghari. Data pada tahun 2018 menunjukan luas areal

perkebunan kelapa sawit dikecamatan Bajubang yaitu 19.218,99 Ha dengan

jumlah produksi mencapai 69.020 ton. Hal ini menunjukan bahwa produksi kelapa

sawit di Kecamatan Bajubang memiliki produksi terbesar, sedangkan Kecamatan

dengan perkebunan sawit terluas di Kabupaten Batanghari yaitu kecamatan Batin


4

XXIV dengan luas areal 21.517,14 Ha, dengan produksi hanya mencapai 50.526

ton.

Desa Bungku merupakan salah satu desa di Kecamatan Bajubang dengan

penduduk terbanyak. Pada tahun 2020 penduduk Desa Bungku mencapai 12.405

jiwa. Keadaan ekonomi pertanian di desa bungku di dominasi oleh kelapa sawit

dan karet. Luas dan produksi karet pada tahun 2020 menunjukkan 2.797 Ha

dengan produksi mencapai 337 ton, sedangkan sisanya banyak yang

mengusahakan kelapa sawit sebagai mata pencahariannya.

Berdasarkan hasil observasi, saat ini di Desa Bungku memiliki dua pola

usahatani yaitu pola inti plasma dan pola swadaya, menurut Widyantara (2018:

92) pola inti plasma merupakan hubungan kerjasama yang dilakukan oleh

perusahaan kecil atau petani dengan perusahaan menengah atau perusahaan besar.

Perusahaan menengah atau besar berperan sebagai inti dan perusahan kecil atau

petani sebagai plasma, Petani plasma yang ada di Desa Bungku dalam melakukan

usahatani kelapa sawitnya akan dibantu dan dibimbing oleh perusahaan inti yaitu

PT. Berkat Sawit Utama. Perusahaan inti akan mengelola seluruh kegiatan hingga

proses produksi berada dalam pengarahan dan pengawasan perusahaan.

Pola swadaya merupakan pola usahatani yang diupayakan sendiri sesuai

dengan pengetahuannya sendiri tanpa adanya pembinaan dan dampingan dari

pihak lain. Petani swadaya yang ada di desa Bungku menjalankan pertaniannya

secara mandiri. Hal ini terbukti dari pengusahaan sarana produksi dan lahan

dengan sendiri. Awalnya petani yang ada di Desa Bungku mengusahankan karet

sebagai mata pencariaan utamanya, karena karet didalam pengelolannya petani

merasa kesulitan, dimana petani karet harus pergi menyadap 5 hari dalam
5

seminggu. Selain itu factor harga karet yang rendah dan kemungkinan harga karet

sangat sulit untuk naik lagi. Hal ini tentunya berbeda dengan harga sawit yang

semakim mahal dan juga menjanjikan, tentunya menjadi factor utama penyebab

petani karet mencoba mengusakan kelapa sawit dengan mandiri, sehingga

mendorong menjadi petani sawit swadaya.

Tabel 3. Jumlah Luas dan Petani Plasma di Desa Bungku


Plasma Luas (Ha) Jumlah Petani (KK)
Koperasi tuah bersatu 748 374
Koperasi berkah bersatu 1.240 620
Jumlah 1.988 994
Sumber : Kantor Grup Plasma PT. Berkat Sawit Utama, 2021
Berdasarkan tabel 3. Jumlah petani plasma di Desa Bungku sebesar 994

kepala keluarga dengan total luas kebun plasma 1.988 Ha..Desa Bungku terdapat

banyak permasalah petani kelapa sawit, khususnya dalam permasalahan kemitraan

usaha perkebunan kelapa sawit dari Permasalahan perjanjian kemitraan usaha

perkebunan kelapa sawit, ditemukan kasus dimana perusahaan perkebunan kelapa

sawit ingkar janji, sewaktu menyusun perjanjian atau MOU petani tidak

dilibatkan, sertifikat tanah untuk petani tidak bisa terbit padahal kemitraan sudah

berakhir. Permasalahan yang ditimbulkan akibat buruknya pengelolaan kemitraan

usaha perkebunan, mendorong sejumlah petani untuk menjadi petani swadaya.

Namun ada juga petani yang memperoleh pengalaman yang baik dalam kemitraan

usaha perkebunan, tetapi sekaligus juga mengembangkan kebun swadaya. Berikut

adalah tabel jumlah petani swadaya dan produksi rata-rata tahun 2021 di Desa

Bungku.
6

Tabel 4. Jumlah Petani Swadaya dan Produksi Rata-rata di Desa


Bungku Tahun 2021
Petani Jumlah Petani (KK) Produksi Rata-rata (Ton)
Swadaya 3280 2.206.849
Sumber: Kantor Kepala Desa Bungku, 2022

Berdasarkan tabel 4. di atas komoditi andalan terbesar yang dihasilkan dari

desa bungku adalah kelapa sawit. Hal ini dikarenakan 80% luas dari daerah

bungku yang mulanya merupakan eks hutan adalah perkebunan kelapa sawit, yang

memiliki jumlah petani swadaya pada tahun 2021 sebanyak 3280 KK dan

produksi rata-rata sebanyak 2.206.849 ton.

Secara pengelolaan terdapat perbedaan antara petani plasma dan petani

swadaya. Didalam pengelolaannya petani plasma mendapatkan dampingan atau

binaan dari perusahaan inti. Dampingan dan binaan ini meliputi pemeliharaan dan

perawatan dan pelatihan teknologi . Didalam memberikan dampingan perusahaan

inti memberikan pengetahuan petani baik secara teori dan teknik dalam

pengembangan kelapa sawit menjadi lebih baik. Selain itu harga yang diterima

petani plasma relatif lebih tinggi sehingga penerimaan yang diterima akan lebih

besar.

Berbeda dengan itu, petani swadaya tidak mendapat dampingan dari pihak

mana pun. Didalam pengelolaannya petani swadaya melakukan pemeliharaan dan

perawatan berdasarkan pengetahuannya sendiri. Dengan pengelolaan yang

seadanya tentunya akan menghasilkan produksi yang rendah. Dilain itu, harga

yang diterima juga lebih rendah, karena rantai pemasaran yan dilalui lebih

panjang. Hal ini akan menyebabkan penerimaan yang di hasilkan juga rendah.

Perbedaan pengelolaan lahan yang dilakukan petani plasma dan petani

swadaya akan mempengaruhi perbedaan produksi yang dihasilkan, dan perbedaan


7

produksi akan menyebabkan perbedaan penerimaan yang akan diterima oleh

petani. Secara penerimaan petani plasma lebih besar diandingkan dengan petani

swadaya, tetapi secara pendapatan petani plasma bisa dikatakan lebih kecil karna

harus dipotong pengembalian investasi kepada perusahaan inti dan fee koperasi,

dengan pembagian hasil perusahaan inti dan plasma sebagai berikut: 6% investasi,

2% fee koperasi, 0,7% untuk simpanan wajib, fee rumpun 2% dan pph sebesar

0,25%, sedangkan pendapatan yang diterima petani swadaya tidak melalui

potongan investasi, fee koperasi, simpanan wajib dan fee rumpun (Seumber :

Plasma PT. Berkat Sawit Utama)

Penggunaan tenaga kerja juga mempengaruhi pendapatan yang diterima

antara petani pola plasma dan pola swadaya. Petani pola plasma lebih banyak

menggunakan tenaga kerja luar keluarga (Family Labour) dengan system upah

borong, dan upah harian (Upah waktu). Tenaga kerja luar keluarga (Family

Labour) yaitu tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga baik manusia, ternak

maupun tenaga mesin. Berbeda dengan petani swadaya yang lebih banyak

mengandalkan tenaga kerja sendiri atau tenaga kerja dalam keluarga (Hired

labour).

Berdasarakan perbedaan pengelolaan yang dilakukan antara petani plasma

dengan petani swadaya, maka fakta ini sangat menarik untuk penulis melakukan

penelitian analisis komparatif pendapatan usahatani kelapa sawit antara petani

plasma dengan petani swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten

Batang Hari.
8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan penelitian (research

problem) maka rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Berapa besar pendapatan usahatani kelapa sawit antara petani plasma dan

Petani Swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang

Hari.

2. Apakah pendapatan usahatani petani plasma lebih tinggi dari pada petani

Swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari.

1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pendapatan Usahatani kelapa sawit plasma dan petani

kelapa sawit Swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten

Batang Hari

2. Untuk menganalisis perbedaan pendapatan Usahatani petani Plasma dan

petani Swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang

Hari

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada program studi agribisnis

dan mendapatkan gelar sarjana pertanian (S.P) Universitas Jambi.

2. Sebagai sumber informasi dan masukan bagi segala pihak yang terkait

mengenai pendapatan dan keuntungan mengenani usahatani plasma dan

petani swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang kabupaten Batang hari.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Mekanisme Kemitraan

Menurut Jafar Pola kemitraan merupakan bentuk kerjasama antara

pengusaha menengah/besar (Perusahaan mitra) dengan pengusaha kecil atau

petani dan nelayan yang memperhatikan prinsip-prinsip saling membutuhkan,

memperkuat dan saling menguntungkan yang disertai pembinaan dan

pengembangan oleh perusahaan mitra (Zakaria, 2015:13). Pola kemitraan akan

membuat sumber daya yang dimiliki menjadi lebih efisien dan menguntungkan

semua pihak yang bermitra. Menurut Sulistyani (2004) kemitraan dapat berjalan

dengan efektif dan berkesinambungan apabila berlandaskan pembangunan

ekonomi bukan dilandasi konsep sosial dengan motif belas kasihan.

Menurut Liptan (2000) pola kemitraan usaha tani yang telah di

rekomendasikan sebagai berikut

1. Pola inti plasma merupakan hubungan antara perusahan mitra dengan

kelompok yang mitra dimana kelompok mitra bertindak sebagai plasma.

2. Pola sub kontrak merupakan kemitraan antara kelompok mitra dengan

perusahaan mitra dimana kelompok mitra memproduksi atau menghasilkan

komponen yang dibutuhkan oleh perusahaan inti sebagai bagian dari

produksinya.

3. Pola dagang umum merupakan kemitraan antara kelompok mitra dengan

perusahaan mitra, dimana perusahaan memasarkan hasil produksi dengan

kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan.

9
10

4. Pola kerjasama operasional merupakan hubungan kemitraan dimana

kelompok mitra menyediakan modal dan sarana untuk mengusahakan

budidaya pertanian.

Menurut Zakaria (2015:14) ada beberapa manfaat kemitraan diantaranya sebagai

berikut:

1. Bagi pengusaha kecil atau petani kemitraan sebagai strategi atau kiat untuk

memaksimalkan produktivitas dengan efisien.

2. Bagi perusahaan besar kemitraan dapat menghemat biaya produksi,

terjaminnya kuantitas dan kualitas produk dan menghemat modal investasi.

3. Bagi pengusaha kecil, koperasi dan petani kemitraan sebagai jalan untuk

meningkatkan pendapatan keluaga dan masyarakat pedesaan, kualitas hasil,

penguasaan teknologi, memanfaatkan kredit, dan menyediakan lapangan kerja.

2.1.2 Sistem Kemitraan Usaha Perkebunan

Kemitraan adalah upaya yang melibatkan berbagai sektor, kelompok

masyarakat, lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah untuk berkerja

sama dalam mencapai tujuan bersama yang berdasarkan kesepakatan prinsip dan

peran masing-masing. Dengan demikia n untuk membangun kemitraan harus

memenuhui beberapa syarat seperti persamaan perhatian, saling percaya dan

saling menghormati, menyadari pentingnya kemitraan, dan harus adanya

kesepakatan visi, misi, tujuan serta nilai yang sama, harus berbijak pada landasan

yang sama dan ketersedian untuk berkorban. Kemitraan pada dasarnya adalah

kerjasama (Notoatmojo, 2003).

Landasan pengembangan kemitraan dibidang pertanian dalam Undang-

undang No. 12 Tahun 1992 telah menetapkan : 1) Pasal 47 ayat 3 “Badan usaha
11

diarahkan untuk kerja sama secara terpadu dengan masyarakat petani dalam

melakukan usaha budidaya tanaman”. 2) Pasal 47 ayat 4 “Pemerintah dapat

menugaskan badan usaha mengembangkan kerja sama dengan petani”. 3) Pasal

49 “Pemerintah membina usaha lemah serta mendorong dan membina

terciptanya kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan antara pengusaha

lemah”. Istilah kemitraan berdasarkan Undang-undang No. 9 Tahun 1995 yaitu

kerja sama antara usaha kecil dan usaha menengah atau dengan usaha besar

disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar

dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling

menguntungkan.

Pola kemitraan antara pengusaha besar dan pengusaha kecil atau koperasi

dapat dilakukan melalui berbagai bentuk. Berdasarkan Undang-undang No. 9

Tahun 1995, kemitraan dilaksanakan dengan pola :

1. Inti plasma atau Perusahaan Inti Rakyat Hubungan kemitraan yang didalamya

usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil

sebagai plasma. Perusahaan inti melaksanakan pembinaan mulai dari

penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran

hasil produksi.

2. Subkontrak Hubungan kemitraan yang didalamnya usaha kecil memproduksi

komponen yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai

bagian dari produksinya.

3. Dagang umum Hubungan kemitraan yang didalamnya usaha menengah atau

usaha besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha kecil memasuk

kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya.
12

4. Waralaba Hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba

memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi

perusahaannya disertai bantuan bimbingan manajemen.

5. Keagenan Hubungan kemitraan yang didalamnya usaha kecil diberi hak

khusus untuk memasarkan barang dan jasa mitra.

Bentuk-bentuk pola kemitraan perkebunan menurut Daim (2003)

1. Perusahaan Inti Rakyat (PIR)

Perusahaan Inti Rakyat (PIR) adalah perusahaan yang melakukan tugas

perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit pengolahan

hasil dan pemasaran hasil bagi usahatani yang dibimbingnya (plasma) sambil

mengusahakan usahatani yang dimiliki dan dikelola sendiri.Pola PIR

diarahkan pada wilayah-wilayah yang mempunyai aksesibilitas rendah

(remote).

2. Bangunan Operasi Transfer (BOT)

Pola pengembangan dimana pembangunan dan pengoperasian

dilakukan oleh investor/perusahaan yang kemudian pada waktu tertentu

seluruhnya dialihkan kepada koperasi petani.

3. Kerja operasional (KSO)

Kerjasama yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan operasional

bapak angkat, tetapi tidak terlalu mengikat kepastian pemakaian barang/bahan

yang dipasok mitra usahanya. Pola keterkaitan ini banyak dilakukan

perusahaan besar dan menengah yang membutuhkan berbagai macam bahan

dan barang-barang dalam manajemen usahanya.


13

4. Contrak Farming (CF)

Contrak Farming adalah suatu pola dimana petani melalui wadah

kelompok tani atau gabungan kelompok/KUD membuat perjanjian kontrak

penjualan dengan perusahaan prosesor/eksportir.

2.1.3 Usahatani Kelapa Sawit

Usahatani merupakan suatu kegiatan petani dalam mengupayakan

usahataninya yang meliputi persiapan lahan, pengoptimalan faktor produksi,

pemanenan, hingga melakukan penjualan hasil pertaniannya secara efektif dan

efisien sehingga mendapatkan pendapatan yang maksimal dan mampu memenuhi

kebutuhan hidupnya. Usahatani dapat dikatakan efisien apabila petani dapat

mengalokasikan dan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-

baiknya dan menghasilkan output yang lebih besar dari biaya produksi yang telah

dikeluarkan.

Menurut Hasibuan kelapa sawit merupakan bahan baku minyak paling

produktif di dunia yang menyebabkan maraknya usahatani kelapa sawit di

Indonesia. Tanaman kelapa sawit yang membutuhkan ±4 liter air untuk tumbuh

dengan baik memiliki banyak kegunaan sebagai sumber energi alternatif seperti

biofuel, sebagai bahan makanan seperti mentega dan minyak goring, serta bahan

baku sabun dan detergen. Sehingga permintaan kelapa sawit diperkirakan akan

terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Junaidi, 2016: 23).

Sistem agribisnis kelapa sawit terdiri atas empat subsistem agribisnis yang

masing-masing memiliki fungsi yang berbeda namun merupakan suatu kesatuan

ekonomi/pembangunan, Pertama, sub-sistem agribisnis hulu kelapa sawit (up-

stream agribusiness) yang menghasilkan barang-barang modal bagi usaha


14

perkebunan kelapa sawit seperti benih, pupuk, pestisida, alat-alat dan mesin

perkebunan. Untuk proses produksi dilahan, dapat menggunakan factor-faktor

seperti lahan, tenaga kerja modal serta manajemen. Sedangkan diperusahaan

perkebunan agribisnis melakukan manajemen stock, seperti pembelian dan

penyimpanan bahan baku serta pengelolaan persedian. Menurut Sokartawi

manajemen pengadaan bahan baku agribisnis adalah pengadaan pembelian

kemudian menyimpan digidang untuk sementara waktu sebelum bahan baku

tersebut digunakan (Hastuti, 2017: 184).

Kedua, subsistem usaha perkebunan kelapa sawit (on-farm agribusiness)

menggunakan barang-barang modal untuk membudidayakan tanaman kelapa

sawit. Suatu keberhasilan usahatani kelapa sawit ditentukan oleh faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas. Faktor tindakan kultur teknis

adalah yang paling banyak mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas,

beberapa faktor yang erat pengaruhnya antara lain : pembibitan, pembukaan

lahan, peremajaam, penanaman penutup kacang-kacangan tanah, penanaman dan

penyisipan kelapa sawit dan pemeliharaan tanaman. Produksi hasil pertanian (On-

farm) atau factor produski agribisnis hasil pertanian sering disebut korbanan

produksi agribisnis karena factor produksi tersebut dikorbankan untuk

menghasilkan produksi agribisnis. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu

produk, maka diperlukan hubungan antara factor produksi agribisnis (input) dan

produk (output) agribisnis (Mangoensoekarjo, 2008)

Subsistem yang ketiga adalah, subsistem agribisnis hilir kelapa sawit (down

streamagribusiness) yang mengolah minyak sawit (CPO) menjadi produk- produk

setengah jadi (semi finish) maupun produk jadi (finish product) seperti oleokimia
15

dan produk turunan serta produk-produk berbahan baku kelapa sawit. Pola

pemasaran kelapa sawit dilihat dari pengusahaannya dapat dibagi menjadi tiga

macam, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara (PBN), dan

Perkebunan Besar Swasta (PBS). Perkebunan kelapa sawit yang dikelolah oleh

rakyat yang memiliki luas lahan terbatas yaitu 1-10 ha, tentunya menghasilkan

produksi TBS yang terbatas pula sehingga penjualannya sulit dilakukan.

Oleh karena itu, para petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat

desa yang dekat dengan lokasi kebun atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke

pedagang besar hingga ke industri pengolahan. Menurut Suwarto (2010),

pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara (PBN) dilakukan

secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB), sedangkan untuk

perkebunan besar swasta (PBS), pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh

masing-masing perusahaan.

Subsistem yang keempat adalah subsistem penyedia jasa (service for

agribusiness) yang menghasilkan atau menyediakan berbagai jenis jasa yang

diperlukan baik bagi subsistem agribisnis hulu, on-farm, maupun subsistem

agribisnis hilir kelapa sawit. Untuk berlangsungnya kegiatan produksi pada

agribisnis kelapa sawit mulai dari hulu sampai ke hilir, diperlukan beragam

kegiatan oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta.

Pada Agribisnis hulu, jasa keahlian yang disediakan Pusat Penelitian Kelapa

Sawit (PPKS) meliputi pengembangan perbenihan, rancangbangun industri

pupuk, agrootomotif, jasa pengujian mutu pupuk dan pestisida danlain-lain. Pada

on-farm, jasa yang disediakan PPKS antara lain penyusunan rekomendasi

pemupukan dan standar operasional procedure (SOP) manajemen perkebunan


16

kelapa sawit. Sedangkan pada agribisnis hilir, jasa pengembangan teknologi

produk, teknologi proses dan rancang bangun pabrik pengolahan dihasilkan

PPKS. Sebagai lembaga R&D, PPKS juga menjadi sumber inovasiteknologi yang

diperlukan untuk pengembangan agribisnis kelapa sawit.

2.1.4 Faktor Tenaga Kerja dalam Usahatani Kelapa Sawit

Menurut Shinta (2011: 40) Tenaga kerja merupakan energi yang

dikeluarkan dalam suatu kegiatan demi menghasilkan produk. Tenaga kerja dapat

berasal dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga yang terdiri dari laki-laki,

perempuan dan anak-anak. Tenaga kerja luar keluarga didapatkan dengan

berbagai cara seperti upahan dan gotong royong (tolong-menolong). Sedangkan

Menurut Rahmi, Supardi dan Hastuti (2005: 33) penggunaan tenaga kerja dapat

diartikan sebagai tenaga kerja yang digunakan untuk mengelola usahatani secara

efektif. Usahatani memiliki dua skala yaitu berskala kecil dengan lahan sempit

yang menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan berskala besar dengan lahan

yang sangat luas yang menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga.

Menurut Riana (2012: 1) tenaga kerja merupakan unsur pokok bagi

kegiatan usahatani karena apabila terjadi kelangkaan tenaga kerja akan

memberikan dampak buruk terhadap produktivitas dan kualitas produk. Dalam

kegiatan usahatani baik pada usahatani keluarga ataupun perusahaan pertanian,

teknologi mekanis belum sepenuhnya dapat menggantikan tenaga kerja manusia,

hal ini dikarenakan selain mahalnya teknologi mekanis, ada hal-hal tertentu yang

sangat berkaitan dengan tenaga manusia yang tidak dapat digantikan oleh

teknologi mekanik.
17

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja

memegang peran penting dalam kegiatan usahatani baik usahatani keluarga

ataupun perusahaan pertanian. Pada usahatani keluarga pada umumnya memiliki

keterbatasan modal, para pelaku usahatani keluarga lebih memilih untuk

meggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk menekan biaya, disinilah peran

tenaga kerja sangat menentukan usahatani.

Menurut Tohir tenaga kerja dalam usahatani memiliki banyak perbedaan

dengan tenaga kerja pada usaha di bidang lain. Ada empat karakteristik yang

membedakan tenaga kerja pada bidang usahatani yaitu: 1) kebutuhan akan tenaga

kerja tidak kontinu, 2) penyerapan tenaga kerja sangat terbatas, 3) tidak mudah

untuk distandarkan, sirasionalkan dan spesialisasikan, 4) memiliki corak yang

beragam dan sulit dipisahkan satu sama lain. Karakteristik tenaga kerja di atas

memerlukan sistem management tertentu yang dilakukan sebagai upaya

meningkatkan usahatani (Riana, 2012: 2).

Menurut Mosher petani memiliki peran sebagai manajer, juru tanam dan

manusia biasa yang hidup dalam masyarakat. Petani harus mampu mengatur,

melaksanakan dan mengawasi kegiatan usahataninya, baik secara teknis maupun

ekonomis karena petani memiliki peran sebagai juru tani. Selain itu, untuk

menunjang keberhasilan petani sebagai juru tani adalah tersedianya sarana

produksi dan peralatan, Selanjutnya petani sebagai anggota masyarakat yang

hidup dalam suatu ikatan keluarga akan selalu mengupayakan pemenuhan

kebutuhan keluarganya. Selain itu petani harus berusaha memenuhi kebutuhan

masyarakat serta para pelaku usahatani membutuhkan bantuan masyarakat


18

sekelilingnya. Teknologi dan sifat masyarakat setempat dapat mempengaruhi

besar kecilnya kebutuhan akan bantuan masyarakat sekitarnya (Riana, 2012:2).

Menurut Abdi, Hasyim dan Ayu (2022:4) ada 2 sumber tenaga kerja dalam

usahatani yairu: 1) Family Labour (Tenaga kerja dalam keluarga) yaitu seluruh

tenaga kerja yang terdapat didalam keluarga, baik manusia, ternak, maupun tenaga

mesin. 2) Tenaga kerja luar keluarga (hired labour) yaitu tenaga kerja yang berasal

dari luar keluarga baik manusia, ternak maupun tenaga mesin. Pada ummnya

tenaga kerja terdiri dari petani beserta keluarganya dan tenaga kerja luar keluarga

yang kesemuanya berperan dalam kegiatan usahatani, disamping anggota keluarga

yang memiliki peran sebagai tenaga kerja, tenaga kerja luar keluarga yang diupah

juga dibutuhkan. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani

berbeda-beda, tergantung konsep usahatani yang dijalankan. Kebutuhan tenaga

kerja luar keluarga tergantung pada dana yang tersedia untuk membiayai tenaga

kerja luar tersebut.

Tenaga kerja luar keluarga sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya

waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecapakapan, keahlian, dan umur tenaga

kerja. Sistem pengupahan biasanya dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) Upah

borongan, upah yang diberikan sesuai dengan perjanjian antara pemberi kerja

dengan pekerja tanpa memperhatikan lamamya waktu kerja. 2) Upah waktu, upah

yang diberikan berdasarkan lamanya waktu kerja. 3) Upah premi, upah yang

diberikan dengan memperhatikan produktifitas dan prestasi kerja.

Lamanya waktu kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh keadaaan dan

kemampuan fisik seseorang dalam melakukan pekerjaan. Dalam usahatani,

membutuhkan curahan fisik kerja yang cukup berat yang dimulai dari fajar hingga
19

siang hari. Kegiatan usahatani terdiri dari banyak kegiatan yang membutuhkan

ketrampilan yang berbeda. Kecakapan dan ketrampilan yang dimiliki oleh setiap

tenaga kerja juga sangat dipengaruhi oleh pembelajaran dan terutama pengalaman

dalam kurun waktu yang lama. Umur seseorang menentukan kinerja orang

tersebut. Semakin berat suatu pekerjaan dalam usahatani, semakin membutuhkan

tenaga kerja yang kuat. Tenaga kerja yang kuat sangat dipengaruhi oleh umur

seseorang. Sehingga umur tenaga kerja produktif dalam kegiatan usahatani

berkisar 25-45 tahun (Riana, 2012: 3).

Selanjutnya kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara

menghitung setiap kegiatan komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlahkan

untuk keseluruhan dalam usahatani. Kebutuhan tenaga kerja dihitung berdasarkan

jumlah anggota tenaga kerja dalam keluarga yang tersedia dibandingkan dengan

kebutuhannya sehingga bisa didapatkan kebutuhan tenaga kerja luar keluarga.

Dalam Abdi, Hasyim dan Ayu (2022:4) Satuan tenaga kerja dalam

usahatani dibedakan atas:

1. Hari kerja pria (HKP) tenaga yang dikeluarkan satu pria dewasa per hari dalam

kegiatan usahatani.

2. Hari kerja wanita (HKW) adalah tenaga yang dikeluarkan oleh satu wanita

dewasa per hari dalam kegiatan usahatani yang nilainya setara dengan 0,8

HKP.

3. Hari kerja anak (HKA) adalah tenaga yang dikeluarkan oleh seorang anak per

hari yang nilainya setara dengan 0,5 HKP.

4. Hari kerja ternak (HKT) adalah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh satu ekor

hewan ternak (kerbau, lembu/sapi) per hari yang nilainya setara dengan 5 HKP.
20

5. Hari kerja mesin (HKM) adalah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh satu unit

mesin yang setara denagn 25 HKP per hari penggunaannya dalam kegiatan

usahatani.

Dalam Riana (2012: 4) banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk

mengusahakan satu jenis komoditas persatuan luas dinamakan Intensitas Tenaga

Kerja. Intensitas tenaga kerja sangat tergantung pada :

1. Tingkat teknologi

Penerapan teknologi biologis dan kimia umumnya lebih banyak

membutuhkan tenaga kerja untuk pemakaian bibit unggul disertai dengan

pemupukan dan pengendalian hama penyakit. Sementara itu, usahatani dengan

penerapan teknologi mekanis umumnya dapat menghemat tenaga kerja. Hal

ini dikarenakan penggunaan mesin-mesin, traktor, dan sebagainya.

2. Tujuan dan sifat usahataninya

Usahatani komersial yang memperhatikan kualitas dan kuantitas dari segi

ekonomis, akan membutuhkan tenaga yang lebih banyak dari pada usahatani yang

masih subsisten.

3. Topografi dan tanah

Pengolahan tanah pada daerah dataran rendah dengan jenis tanah ringan

akan memerlukan tenaga yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pengolahan

tanah di daerah miring dengan jenis tanah berat.

4. Jenis komoditas yang diusahakan

Pada umumnya tanaman semusim lebih banyak membutuhkan tenaga

kerja dikarenakan memerlukan pemeliharaan tanaman secara lebih intensif.


21

Penggunanaan sistem penamanan tumpang sari juga relatif lebih banyak

menggunakan tenaga kerja dibandingkan yang monokultur

5. Efisiensi tenaga kerja

Perhitungan efisiensi tenaga kerja seringkali dilakukan dengan pendekatan

perhitungan produktivitas tenaga kerja yang dapat diukur dengan memperhatikan

jumlah produksi ataupun luas lahan yang dikerjakan dalam usahatani.

Jumlah produksi per Ha


Produktivitas=
Jumlah tenagakerja yang dicurahkan per Ha

6. Curahan tenaga kerja

Curahan tenaga kerja dalam usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yakni faktor alam (curah hujan, iklim, kesuburan, jenis tanah), faktor jenis lahan

(sawah, tegalan, pekarangan), faktor luas, faktor letak dan penyebarannya.

7. Intensif dan Ekstensif

Menurut Tohir ( 1983), suatu usahatani dikatakan intensif jika banyak

menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas. Usahatani yang

demikian memiliki kecenderungan melakukan kegiatan pemeliharan yang rutin

dan intensif. Sedangkan suatu usahatani dikatakan ekstensif jika usaha tersebut

tidak banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas (memiliki

kecenderungan tidak terlalu melakukan pemeliharaan tanaman hingga bisa

dipanen).

2.1.5 Konsepsi Pendapatan

Pendapatan adalah seluruh penerimaan berupa uang, baik dari pihak lain

maupun hasil sendiri yang dinilai atas sejumlah uang atas dasar harga yang

berlaku saat ini. menurut Siagian (2002) pendapatan (Revenue) merupakan imblan
22

dan pelayanan yang diberikan. Sedangkan menurut Soekartawi (2005),

keuntungan (K) adalah selisih antara penerimaan total (PrT) dan biaya-biaya (B).

Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu

kegiatan usaha, menetukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen

itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila

pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi.

Menurut Nicholson (2002), pendapatan usaha ada dua yaitu pendapatan total dan

pendapatan tunai. Pendapatan total merupakan selisih antara penerimaan total

(total revenue) dengan biaya total (total cost). Pendapatan tunai dihitung dari

selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai.

Hernanto (1994) menyatakan bahwa besarnya pendapatan yang akan

diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang

mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha,

pertanaman, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan

usahatani, petani berharap dapat meningkatkan pendapatannya sehingga

kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Harga dan produktivitas merupakan

sumber dari faktor ketidakpastian, sehingga bila harga dan produksi berubah maka

pendapatan yang diterima petani juga berubah (Soekartawi, 2005).

2.1.6 Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit

Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga

jual dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan

turun ketika produksi berlebihan. Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan

maupun semakin tinggi harga per unit produksi yang bersangkutan, maka

penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika
23

produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang

diterima produsen semakin kecil (Soekartawi, 2005), sedangkan menurut Pahan

(2010), faktor yang sangat penting dalam penerimaan adalah volume penjualan

atau produksi atau produksi dan harga jual. Penerimaan usahatani kelapa sawit

adalah hasil penjualan panen kelapa sawit yang dikurangi grading (sampah kelapa

sawit, air dan susut) sesuai dengan ketentuan setiap agen, gradong dapat dipotong

antara 5 hingga 10% dari hasil panen kelapa sawit. Dengan demikian total

penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TR = P x Q

Keterangan :

TR (Total Revenue) : Total penerimaan (Rp)

P (Price) : Harga (Rp/Kg)

Q (Quantity) : Jumlah unit produksi (Kg)

2.1.7 Biaya Usahatani Kelapa Sawit

Menurut Nicholson (2002), biaya secara garis besarnya terdiri dari dua,

yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya dilihat dari segi waktu terbagi menjadi

dua yaitu biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Jangka pendek

merupakan periode waktu dimana sebuah perusahaan harus mempertimbangkan

beberapa inputnya secara bsolut bersifat tetap dalam membuat keputusannya.

Jangka panjang merupakan periode waktu dimana sebuah perusahaan

mempertimbangkan seluruh inputnya bersifat variabel dalam membuat

keputusannya, pada tanaman kelapa sawit rakyat, tanaman baru mulai di panen

pada umur 4 tahun. Biaya yang diperlukan untuk membuka 1 ha lahan berisi 136
24

bibit kelapa sawit sejak awal pembukaan hingga perawatan TBM selama tiga

tahun.

Menurut Antoni (1995), biaya-biaya yang dikeluarkan dalam

memproduksi kelapa sawit mencakup:

1. Biaya investasi awal, seperti: pembukaan lahan, biaya bibit, serta biaya

pemeliharaan sebelum tanaman menghasilkan.

2. Biaya pemeliharaan tanaman, seperti: pemberantasan gulma, pemupukan,

pemberantasan hama dan penyakit, tunas pokok (proneng), konsolidasi

pemeliharaan terasan dan tapak kuda, pemeliharaan prasarana.

3. Biaya panen atau biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan segala aktivitas

untuk mengeluarkan produksi (TBS) atau hasil panen dari lapangan (areal)

keagen pengepul atau kepabrik seperti biaya tenaga kerja panen, biaya

pengadaan alat kerja dan biaya angkutan.

Untuk menghitung biaya total dapat dihitung dengan rumus yang di

gunakan untuk Sukirno (2013) yaitu:

TC = TFC + TVC

Keterangan :

TC (Total Cost) : Biaya Total Produksi (Rp)

TFC (Total Fixed Cost) : Biaya Tetap (Rp)

TVC (Total Variabel Cost) : Biaya Variabel (Rp)

2.1.8 Analisis Pendapatan

Menurut Soekartawi (2005), keuntungan (K) adalah selisih antara

penerimaan total (PrT) dan biaya-biaya (B). Analisis pendapatan berfungsin untuk

mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama


25

pendapatan dan apakah komponen itu masoh dapat ditingkatkan atau tidak.

Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup

untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisis usaha tersebut merupakan

keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu

tertentu.

Analisis dilakukan untuk menghitung sejauh mana usaha yang telah

dijalankan dapat memberikan keuntungan. Pendapatan usahatani tersebut hanya

akan diperoleh apabila semua biaya yang telah dilakukan (Soekartawi, 1995).

1. Total Biaya

Menurut Soekartawi biaya total merupakan toal biaya sarana produksi yang

digunakan dalam usahatani, selama proses produksi berlangsung. Hal ini dapat

dirumuskan seperti dibawah ini:

TC = TFC + TVC

Keterangan :

TC : Biaya Total Produksi

TFC (Biaya Fixed Cost) : Biaya Tetap

TVC (Total Variable Cost) : Biaya Variabel

2. Total Penerimaa

Menurut Soekartawi (2005) penerimaan dalam usahatani merupakan

perkalian antara jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual atau harga

produksi. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

TR = P x Q

Keterangan

TR (Total Revenue) : Total Penerimaan (Rp/Luas Lahan/tahun)


26

P (Price) : Harga (Rp/Kg)

Q (Quantity) : Jumlah Produksi yang dihasilkan (Kg/Luas lahan)

3. Pendapatan

Menurut Soekartawi (2005) untuk mengetahui sebesar besar pendapatan

yang didapat dari total penerimaan terhadap total biaya, secara sistematis dapat

dirumuskan sebagai berikut:

I = TR – TC

keterangan

I : Pendapatan (Rp/Luas lahan/Tahun)

TR (Total Revenue) : Total Penerimaan (Rp/Luas lahan/Tahun)

TC (Total Cost) : Total Biaya Produksi (Rp/Luas lahan/Tahun)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Khotimah dan Puri Pratami Ardina Ningrum

pada tahun 2021 yang berjudul "Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Plasma

Kelapa Sawit Sebelum Dan Setelah Adanya Wabah Covid-19 Di Desa Pajar Indah

Kecamatan Gunung Megang Kabupaten Muara Enim". Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui pendapatan petani plasma kelapa sawit sebelum dan

setelah adanya wabah covid-19 dan untuk mengetahui perbandingan pendapatan

petani plasma kelapa sawit sebelum dan setelah adanya wabah covid-19 di Desa

Pajar Indah Kecamatan Gunung Megang Kabupaten Muara Enim. Dari hasil uji t-

test menunjukkan bahwa nilai t-hitung sebesar 0,00 ≤ t-tabel 1,699, artinya adanya

perbedaan pendapatan secara nyata antara petani plasma kelapa sawitbsebelum

dan setelah adanya wabah covid-19.


27

Persamaan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama menggunakan

pendapatan usahatani kelapa sawit plasma sebagai variabel terikat. Perbedaan

keduanya yaitu dalam penelitian ini membandingkan pendapatan usahatani kelapa

sawit plasma dengan pendapatan usahatani swadaya di desa bungku, sedangkan

pada penelitian yang dilakukan oleh Mirna Khotimah dan Puri Pratami Ardina

Ningrum membandingkan pendapatan usahatani plasma sebelum dan setelah

adanya wabah covid-19 di desa pajar indah.

Penelitian yang dilakukan oleh Rizal pada tahun 2019 yang berjudul

"Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Kecamatan Padang Tualang".

Penelitian ini bertujuan untuk Menghitung tingkat pendapatan usahatani Kelapa

Sawit di Kecamatan Padang Tualang. Pada penelitian ini hasil R/C rata-rata

sebesar 2.04 yang menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh

petani akan memberikan penerimaan sebesar Rp2.04. R/C>1 mengindikasikan

bahwa petani mendapatkan keuntungan rata-rata penerimaan tunai usahatani

Kelapa Sawit Kabupaten Langkat sebesar Rp1.696.819 /ha/bulan maka dapat

usahatani Kelapa sawit layak untuk dijalankan.

Persamaam penelitian yang dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang

pendapatan usahatani kelapa sawit. Perbedaan keduanya yaitu dalam penelitian ini

membandingkan pendapatan usahatani kelapa sawit plasma dengan pendapatan

usahatani swadaya sedangkan penelitian yang dilakukan oleh said rizal hanya

menganalisi pendapatan pendaaptan usahatani kelapa sawit saja tanpa

membandingkan pendapatan usahatani kelapa sawit.

Penelitian yang dilakukan oleh Sukarman, Aida dan Lesmana pada tahun

2021 yang berjudul "Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Pola Kemitraan Di Desa
28

Lamin Telihan Kecamatan Kenohan Kabupaten Kutai Kartanegara". Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui biaya produksi, penerimaan, dan pendapatan

usahatani kelapa sawit pola kemitraan di Desa Lamin Telihan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa total biaya produksi yang dikeluarkan petani rata-rata

sebesar Rp4.497.500,00 ha/tahun. Penerimaan yang diperoleh petani rata-rata

sebesar Rp13.919.425,00 ha/tahun. Pendapatan yang diperoleh petani rata-rata

Rp9.412.441,67 ha/tahun dan Nilai R/C ratio adalah 3,11 artinya usahatani kelapa

sawit menguntungkan untuk diusahakan.

Persamaan penelitian yang dilakukan adalah sama-sama meneliti

pendapatan usaha tani kelapa sawit dan menggunakan purposive sampling sebagai

metode penarikan sampel. Perbedaan keduanya yaitu dalam penelitian ini

membandingkan pendapatan usahatani kelapa sawit plasma dengan usahatani

swadaya sedangkan penelitian yang dilakulan oleh Ajura Sukarman, syarifah aida

dan dina lesmana ini adalah menganalisis biaya produksi, penerimaan, dan

pendapatan usahatani kelapa sawit pola kemitraan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Untuk mengetahui Komparasi pendapatan usahatani kelapa sawit petani

Plasma dengan petani Swadaya di desa bungku kecamatan bajubang kabupaten

batang hari tentunya ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh petani kelapa

sawit yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Input dan output yang

mencakup dalam biaya usahatani kelapa sawit plasma adalah biaya produksi yang

meliputi biaya tetap yakni investasi, fee koperasi, fee rumpun,simpanan wajib dan

pph, sedangkan biaya variabel meliputi biaya pupuk, pestisida, tenaga kerja baik

dari dalam keluarga maupun diluar keluarga. Biaya ushatani kelapa sawit swadaya
29

meliputi pajak tanah, dan biaya variabel meliputi pupuk, pestisida dan tenaga

kerja yang mendukung proses usahatani tanamana kelapa sawit swadaya.

Penerimaan pada usahatani pola plasma lebih besar dibandingkan dengan

usahatani pola swadaya karena, pada usahatani plasma produksi dan harga yang

diterima petani lebih besar dibandingkan usahatani swadaya. Hal ini dikarenakan

usahatani plasma mendapatkan pendampingan serta mendapat jaminan harga yang

lebih tinggi, sedangkan pada usahatani swadaya pemeliharaan dilakukan seadanya

berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya seendiri serta tidak mendapatkan

jaminan harga jual yang tinggi.

Keuntungan usahatani plasma lebih kecil dibandingkan dengan usahatani

swadaya. Karena pada usahatani plasma biaya tetap yang dikenakan lebih banyak

dibandingkan dengan usahatani swadaya.

Banyaknya produksi yang dihasilkan dalam usahatani tersebut akan

mempengaruhi penerimaan. Pendapatan yang dihasilkan dalam usahatani tersebut

adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya. Besarnya total biaya dan

penerimaan akan mempengaruhi besarnya pendapatan. Dengan asumsi rata-rata

luas lahan yang di gunakan sama, antara petani plasma dengan petani swadaya

terdapat perbedaan pendapatan karena total biaya produksi dan penerimaan yang

dihasilkan berbeda. Biaya produksi, penerimaan dan pendapatan yang dihasilkan

dari usahatani plasma dan swadaya dapat dilakukan komparasi untuk mengetahui

perbedaan total biaya produksi, penerimaan, dan pendapatan antara usahatani

kelapa sawit petani plasma dengan petani swadaya. Secara sistematis kerangka

pemikiran analisis komparasi pendapatan usahatani kelapa sawit antara petani


30

plasma dengan petani swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten

Batang Hari sebagai berikut ini :

Usahtani Kelapa sawit

Petani Plasma Petani Swadaya

Penerimaan Penerimaan

Total Biaya Produksi Total Biaya Produksi

Pendapatan Usahatani Plasma >


Pendapatan Usahatani Swadaya

Gambar 1. Kerangka pemikiran

2.4 Hipotesis

Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran maka hipotesis

dalam penelitian ini disusun sebagai berikut:

1. Total biaya produksi pada usahatani pola plasma lebih besar dibandingkan

dengan usahatani swadaya.

2. Penerimaan pada usahatani pola plasma lebih besar dibandingkan dengan

usahatani pola swadaya.

3. Pendapatan usahatani plasma lebih kecil dibandingkan dengan usahatani

swadaya.
III. METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bungku Kecamatan Bajubang

Kabupaten Batang hari. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

atas dasar pertimbangan bahwa Kecamatan Bajubang merupakan kecamatan

dengan produksi sawit terbanyak di kabupaten Batang hari. Selain itu, di Desa

Bungku juga merupakan desa yang terdapat petani plasma dan petani swadaya.

Objek yang akan diamati dalam penelitian ini adalah petani kelapa sawit dengan

pola plasma dan pola swadaya di Desa Bungku. Ruang lingkup ini terfokus untuk

mengetahui berapa besar pendapatan usahatani pola plasma dan pola swadaya,

serta untuk mengetahui apakah pendapatan petani plasma lebih tinggi dari pada

pola swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal … 2022 sampai dengan tanggal .. 2022.

Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Profil petani yang meliputi: nama, umur, tingkat pendidikan, jumlah

petani dan pengalaman berusahatani kelapa sawit.

2. Jumlah produksi kelapa sawit (kg/ha)

3. Biaya tetap (Rp/ha)

4. Biaya variabel (Rp/ha)

5. Total biaya (TC) (Rp)

6. Harga Tandan buah segar (TBS) (Rp/Kg)

7. Penerimaan (Rp)

8. Jumlah Tenaga kerja

9. Data lain yang dianggap penting terhadap penelitian.


31
32

3.2 Sumber Dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara observasi dan

wawancara lansung dari petani responden, sedangkan data sekunder merupakan

data yang diperoleh dari berbagai literatur maupun instansi-instansi terkait yang

berhubungan dengan penelitian ini . Metode yang digunakan dalam pengumpulan

data yang digunakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang berasal dari pertanyaan- pertanyan

terstruktur secara langsung kepada petani plasma dan petani swadaya selaku

responden dengan menggunakan (kuisioner) yang telah dipersiapkan

sebelumnya. Data primer yang dimaksud meliputi : Profil petani, Jumlah

produksi kelapa sawit (kg/ha), Biaya tetap (Rp/ha), Biaya variabel (Rp/ha),

Total biaya (TC) (Rp), Harga tandan buah segar (TBS) (Rp/Kg), Penerimaan

(Rp), Jumlah tenaga kerja serta Data lain yang dianggap penting terhadap

penelitian.

2. Observasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan cara pengamatan

dan peninjauan langsung kelokasi penelitian.

3. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mengkaji

dan menelaah studi kepustakaan untuk mendapat teori dan konsep yang bersal

jurnal, skripsi maupun laporan yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.3 Metode Penarikan Sampel

Petani sampel dalam penelitian ini adalah petani yang melaksanakan

usahataninya dengan pola plasma dan pola swadaya Penarikan sampel dalam
33

penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) yaitu di Desa

Bungku kecamatan Bajubang Kabupaten Batang hari. Penarikan sampel dilakukan

di Desa Bungku karena merupakan Desa yang memiliki petani plasma dan petani

swadaya. Jumlah populasi petani plasma yaitu 994 KK, sedangkan untuk jumlah

petani swadaya sebanyak 3280 KK. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

dilakukan dengan metode acak sederhana (simple random sampling method) yaitu

pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama pada setiap

amggota yang ada dalam suatu populasi untuk dijadikan sampel (Siregar, 2017).

Semua individu sebagai petani plasma dan petani swadaya memiliki kesempatan

yang sama untuk dipilih menjadi sampel.

Penentuan ukuran sampel dari populasi tersebut menggunakan teknik Taro

Yamane seperti yang tertuang didalam (Riduwan 2004 : 65) sebagai berikut :

N
n = N . d 2+1

Dimana :

n = Jumlah sampel

N= Jumalah populasi

d= Presisi yang diingikan (dalam penelitian ini 20%)

Dengan perhitungan sampel petani plasma sebagai berikut :

N
n=
N . d 2+1

994
n=
994.0 .22+1

994
n= = 24,38 ( 24 sampel )
994.0 .04+1
34

Perhitungan sampel petani swadaya sebagai berikut :

N
n = N . d 2+1

3280
n = 3280.0,22+1.

3280
n = 3280.0,04+1 = 24,81 (25 sampel)

Petani yang dijadikan sampel masing- masing merupakan anggota petani

plasma dan petani swadaya. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja,

dengan menggunakan kusioner secara struktur.

3.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

analisis kuantitatif digunakan untuk menjawab permasalahan dengan tujuan yang

pertama yaitu untuk menghitung berapa besar pendapatan usahatani pola plasma

dengan pola swadaya. Analisis dekriptif digunakan untuk mengetahui apakah

pendapatan usahatani petani Plasma lebih tinggi dari pada petani Swadaya di Desa

Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang hari. Didalam menghitung

perbandingan pendapatan usahatani plasma dengan mengurangi penerimaan

dengan total biaya dari data yang diperoleh dari lapangan.

Analisis pendapatan dilakukan terhadap penerimaan, keuntungan, biaya-

biaya seperti biaya tenaga kerja, investasi. Analisis pendapatan digunakan untuk

mengetahui besarnya penerimaan yang diperoleh dan besarnya keuntungan yang

diperoleh.
35

Perhitungan penerimaan sebagai berikut :

TR = Q – P
Dimana :

TR (Total Revenue) = Penerimaan total usahatani (Rp)

Q (Quantity) = Produksi TBS (kg)

P(Price) = Harga jual TBS (Rp)

Perhitungan Biaya total sebagai berikut :

TC = TFC + TVC

Dimana :

TC = biaya total (Rp)

TFC = biaya tetap (Rp)

TVC = biaya variabel (Rp)

Perhitungan pendapatan adalah sebagai berikut :

Pd = TR – TC
Dimana:

Pd = Pendapatan usahatani (Rp)

TR = Penerimaan total usahatani (Rp)

TC = Biaya total usahatani (Rp)

3.4.1 Analisis Beda Dua Nilai Tengah

Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan analisis statistic uji beda dua

nilai tengah (independent sample t-test) dengan uji satu arah yang digunakan

untuk penelitian yang membandingkan dua variabel. Dimana jumlah sampel tidak

sama maka digunakan t-test dengan polled varians. Metode analisis ini digunakan
36

untuk menguji apakah terdapat perbedaan antara pendapatan usahatani kelapa

sawit plasma dengan usahatani kelapa sawit swadaya sehingga dilakukan

pengujian teknik statistic t-test. Secara sistematis dapat dituliskan dalam rumus

berikut ini :

X̅͞ ₁−X̅͞ ₂
t=

Keterangan :
√ ( n ₁−1 ) S 21 + ( n ₂−1 ) S 22 1 1
n1 +n2 −2
( + )
n₁ n₂

t = uji beda dua sampel

X̅1 = rata-rata pendapatan usahatani kelapa sawit plasma

X̅͞͞͞2 = rata-rata pendapatan usahatani kelapa sawit swadaya


2
S1 = ragam rata-rata usahatani kelapa sawit plasma

S22 = ragam rata-rata usahatani kelapa sawit swadaya

n1 = jumlah sampel pengukuran kelompok pertama (plasma)

n2 = jumlah sampel pengukuran kelompok kedua (swadaya)

Adapun kriteria uji sebagai berikut :

1. Jika thitung ≤ ttabel, maka Ho diterima H1 ditolak

2. Jika thitung ≥ ttabel, maka Ho ditolak H1 diterima

Dimana:

Ho = μ1 ≥ μ2

H1 = μ1 ≤ μ2

Keterangan :

μ1 = rata-rata variabel 1 (petani plasma)

μ2 = rata-rata variabel 2 (petani swadaya)


37

Kaidah pengambilan keputusan dilakukan dengan cara membandingkan

nilai thitung dengan ttabel yang diuraikan sebagai berikut :

1. Apabila thitung ≤ ttabel, maka Ho diterima H1 ditolak, artinya tidak terdapat

perbedaan antara pendapatan usahatani kelapa sawit plasma dengan usahatani

kelapa sawit swadaya.

2. Apabila thitung ≥ ttabel, maka Ho ditolak H1 diterima, artinya terdapat perbedaan

antara pendapatan usahatani kelapa sawit plasma dengan usahatani kelapa

sawit swadaya.

3.5 Konsepsi Pengukuran

1. Biaya produksi adalah penjumlahan dari dua jenis biaya dalam proses

produksi yaitu biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap) dan

dinyatakan dalam satuan rupiah.

2. Biaya total adalah semua biaya yang digunakan dalam usahatani kelapa

sawit yang dijalankan yang terbagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel

yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

3. Biaya tetap adalah biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa

terpengaruh oleh tingkat aktivitas dan biaya bunga modal investasi yang

dinyantakan dalam rupiah (Rp).

4. Biaya Variabel adalah adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh

volume produksi. Terdiri dari biaya bahan baku, bahan penolong, dan

upah tenaga kerja, dihitung dalam rupiah pertahun (Rp/tahun).

5. Penerimaan adalah hasil kali antara jumlah produksi dengan harga jual

tandan buah segar (TBS) (Rp/bulan).


38

6. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dan biaya total dalam

suatu produksi, yang dinyatakan dalam satuan rupiah.

7. Pendapatan adalah selisih dari penerimaan yang diperoleh dari hasil

penjualan dengan total biaya yang diukur dalam satuan rupiah (Rp/bulan).
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). 2019. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Indonesia :
Badan Pusat Statistik. Diakses pada 21 Desember 2021. Dalam:
https://www.bps.go.id/publication/2020/11/30/36cba77a73179202def4ba1
4/statistik-kelapa-sawit-indonesia-2019.html
Badan Pusat Statistik (BPS). 2020. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Indonesia :
Badan Pusat Statistik. Diakses pada 2 februari 2022.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. 2021. Provinsi Jambi Dalam Angka. Jambi:
CV. Dharmaputra. Diakses Pada 22 Desember 2021. Dalam
https://jambi.bps.go.id/publication/2021/02/26/eb5974fa96bbeeb4f4dac89
c/provinsi-jambi-dalam-angka-2021.html
Fauzi, Y., Y. Erma. Widyastuti, I. Satyawibawa Dan R. Hartono. 2005. “Kelapa
Sawit”. Jakarta: Penebar Swadaya

Hasibuan, B. E. 2011. “Ilmu Tanah”. Medan: Universitas Sumatera Utara


Hastuti, 2017. “Ekonomika Agribisnis”. Perpustakan Nasional dalam (KDT).
Makasar.
Hasyim Hasman, Ayu Sri Fajar dan Abdi Farwah Inal. 2022. “Faktor-Faktor
Yang Berpengaruh Terhadap Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga
Pada Usaha Tani Padi Sawah”. Jurnal: Fakultas Pertanian: Universitas
Sumatera Utara

Junaidi. 2016. “Analisis Pendapatan Usaha Tani Kelapa Sawit Di Desa Panton
Pange Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya”. Aceh: Skripsi:
Fakultas Pertanian. Universitas Teuku Umar

Kotimah Mirna, dan Ningrum puri pratami ardina. 2021. “Analisis Perbandingan
Pendapatan Petani Plasma Kelapa Sawit Sebelum Dan Setelah Adanya
Wabah Covid-19 Di Desa Pajar Indah Kecamatan Gunung Agung
Kecamatan Muara Enim”. Jurnal: Fakultas Pertanian: Universitas
Muhammadiyah Palembang. P-ISSN: 2301-41180, E-ISSN: 2549-8509

Mangoensoekarjo, S. Dan H. Samangun. 2008. “Manajemen Agribisnis Kelapa


Sawit”. Yogyakarta: UGM-Press

Murdian, 2020. “Analisis Pola Kemitraan PT. Perkebunan Lembah Bakti (Astra
Agro Lestari TBK) dengan Petani kelapa sawit Rakyat di Desa blok 30,
Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Selatan” Skripsi : Fakultas
Pertanian. Universitas Muhamadiyah Sumatra Utara

39
40

Pahan, I. 2010. “Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Managemen Agribisnis Dari


Hulu Hingga Hilir”. Jakarta: Penebar Swadaya

Pardamean, Maruli. 2008. “Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun Dan Pabrik


Kelapa Sawit”. Cetakan Pertama. Jakarta: PT.Agro Media Pustaka

Riana, Fitri Dina. 2012. “Tenaga Kerja Dalam Usahatani”. Jurnal: Manajemen
dan analisis agribisnis: Universitas Brawijaya

Rizal Said. 2019. “Analisis Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Kecamatan


Padang Tualang”. Jurnal: Fakultas Agroteknologi: universitas prima
Indonesia. Vol. 3, Nomor.1, e-ISSN: 2621-6566

Saeri Moh. 2018. “Usahatani Dan Analisisnya”. Jawa Timur: UNIDHA Press

Shinta Agustina. 2011. “ilmu usahatani”. Malang: Universitas Brawijaya

Siregar, 2017. “ Metode penelitian Kuantitatif”. Cetakan ke empat. Jakarta : PT.


Fajar Interpratama Mandiri.

Sukarman Ajura, Aida Syarifah dan Dian Lesmana. 2021. “Pendapatan


Usahatani Kelapa Sawiit Pola Kemitraan Di Desa Limin Telihan
Kecamatan Kenohan Kabupaten Kutai Kartanegara”. Jurnal: Program
Studi Agribisnis: Universitas Mulawarman. Vol. 4, Nomor 2, P-ISSN:
2622-5050, O-ISSN: 2622-6456

Sukino, 2013. Pertanian Indonesia, Jakarta: CV Abadi Jaya


Sumawidari, Darmawan dan Astiti. 2013 : Faktor-faktor yang menentukan
permintaan buah lokal pada hotel berbintang dikota Denpasar dan
kabupaten bandung. Bandung: Jurnal manajemen Argirbisnis. Fakultas
pertanian . Universitas Udaya. Diakses pada 19 april 2022. Dalam
https://media.neliti.com/media/publications/26262-ID-faktor-faktor-yang-
menentukan-permintaan-buah-lokal-pada-hotel-berbintang-di-kot.pdf

Sutopo, 2012. “Peranan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Terhadap Penyerapan


Tenaga Kerja Di Kabupaten Bengkalis”. Skripsi: Fakultas Ekonomi.
Universitas Riau

Suwarto. 2010. “Budidaya Dan Pengolahan Kelapa Sawit”. Yogyakarta: Kanisius

Syakir. 2010. “Budidaya Kelapa Sawit”. Bogor: Aska Media

Winsyantara W. 2018. “Ilmu Manajemen Usahatani”. Denpasar: Udayana


University Press

Zakaria Fauzan. 2015. “Pola Kemitraan Agribisnis”. Gorontalo: Ideas Publishing

Anda mungkin juga menyukai