Anda di halaman 1dari 45

Laporan Penelitian

Kebutuhan Pengembangan
Usaha Kakao dengan
Pendekatan Rantai Nilai
&
Evaluasi Gerakan Nasional
Peningkatan dan Mutu Kakao
(GERNAS KAKAO)

Studi Kasus Kabupaten Majene,


Sulawesi Barat
LAPORAN PENELITIAN

Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao


dengan Pendekatan Rantai Nilai

KERJASAMA ANTARA:

FORD FOUNDATION
dengan
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Jakarta 2013
Tim Peneliti KPPOD:

Boedi Rheza
Elizabeth Karlinda

2013

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Gd. Permata Kuningan Lt.10


Jl. Kuningan Mulia Kav. 9C
Guntur Setiabudi, Jakarta Selatan 12980
Telp: +62 21 8378 0642/53, Fax.: +62 21 8378 0643
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................................................................... i


Daftar Gambar, Tabel dan Grafik ......................................................................................................................... ii

I. Pendahuluan .................................................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 2
1.3. Tujuan Studi ........................................................................................................................................ 2
1.4. Manfaat Studi ...................................................................................................................................... 2
II. Kerangka Pikir ............................................................................................................................................... 2
III. Metodologi Studi .......................................................................................................................................... 2
3.1. Pendekatan Studi ................................................................................................................................ 2
3.2. Lokasi Studi ......................................................................................................................................... 2
3.3. Jenis dan Sumber Data ....................................................................................................................... 3
3.4. Metode Pengumpulan Data dan Pemilihan Responden .............................................................. 3
3.5. Metode Analisis .................................................................................................................................. 3
IV. Hasil dan Pembahasan ................................................................................................................................. 4
4.1. Gambaran Umum Usaha Kakao di Majene .................................................................................... 4
4.2. Rantai Nilai Usaha Kakao di Majene ............................................................................................... 5
4.2.1. Rantai Nilai Sarana Produksi (Saprodi) ............................................................................. 5
4.2.2. Budidaya atau Usaha Perkebunan ...................................................................................... 7
4.2.3. Pemanenan dan Pengolahan atau Pasca Panen ............................................................... 10
4.2.4. Distribusi dan Pemasaran .................................................................................................... 11
4.3. Rencana Ke Depan Pemerintah Kabupaten Majene ..................................................................... 13
V. Penutup .......................................................................................................................................................... 14

Lampiran I. Permasalahan dan Rencana Tindak Lanjut Pengembangan Rantai Nilai Kakao di
Kabupaten Majene ................................................................................................................. 15
Lampiran II. Matriks Analisis Stakeholders Pengembangan Kakao di Kabupaten Majene ................ 18

i
DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN GRAFIK

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Studi .............................................................................................................


3
Gambar 2. Rencana Susunan Organisasi Petani Kabupaten Majene .......................................................... 13

Tabel 1. Luas Area, Produksi, Produktivitas dan Jumlah Petani Kakao Setiap Kecamatan di Kabu-
paten Majene Tahun 2011 ............................................................................................................... 4

Grafik 1. Value Chain Perdagangan Kakao di Kabupaten Majene ........................................................... 6

ii
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Kontribusi kakao dalam PDRB Kab. Majene


merupakan kontribusi subsektor yang paling besar
Perkebunan merupakan subsektor pertanian yakni sebesar 20% terhadap pembentukan Produk
yang strategis dan menjadi salah satu andalan Domestik Regional Bruto (PDRB) Majene. Saat ini,
perekonomian Indonesia. Diantara sejumlah budidaya dan perkebunan kakao seluruhnya masih
subsektor pertanian lainnya, subsektor ini memiliki dikelola oleh petani lokal dengan mayoritas status
pertumbuhan yang cukup tinggi yakni sekitar 17.85% lahan adalah milik sendiri. Hal ini dikarenakan, usaha
per tahun (BPS. 2012). Peran subsektor perkebunan budidaya kakao umumnya merupakan usaha turun
sebenarnya lebih besar karena mempunyai temurun dari keluarga petani kakao. Perusahaan
keterkaitan yang erat dengan sektor industri yang skala menengah sampai besar belum ada yang masuk
menjadi subsistem tengah dan hilir sehingga ke sektor ini.
berpotensi meningkatkan nilai tambah. Dengan
adanya keterkaitan ini, dan potensi peningkatan Dalam tata niaga kakao di Majene, peran terbesar
nilai tambah, subsektor perkebunan dapat menjadi dilakukan oleh pedagang mulai dari pedagang kecil
salah satu subsektor untuk mengatasi permasalahan sampai dengan pedagang kabupaten. Belum banyak
ketenagakerjaan, pangan dan perekonomian petani yang juga memainkan peran sebagai pedagang
daerah. Peran penting lain adalah sebagai basis dalam rantai perdagangan kakao di Majene. Tingkat
pengembangan ekonomi rakyat di seluruh wilayah harga yang digunakan dalam perdagangan kakao
Indonesia sehingga dapat mengurangi kesenjangan mengacu pada tingkat harga yang ditetapkan oleh
pembangunan antar wilayah. kedua pasar besar komoditas kakao yaitu di New
York dan London. Dari sisi permintaan pasar,
Salah satu komoditas andalan di sektor perkebunan pedagang cenderung mengambil biji kakao yang
adalah kakao. Indonesia merupakan produsen kakao masih diproses asalan dari petani, untuk kemudian
nomor dua di dunia dengan produksi 809.583 ton, diproses kembali dalam bentuk fermentasi ataupun
setelah Pantai Gading yang produksinya 1.223.150 pengeringan sampai pada kadar yang lebih baik. Bagi
ton (FAO). Dengan produksi sebesar itu, komoditi prosesor atau pengolah, kualitas yang diinginkan
ini telah menyumbangkan devisa sebesar US $ 1.4 adalah fermentasi.
Milyar pada tahun 2009 yang merupakan perolehan
devisa ketiga terbesar di sektor perkebunan setelah Posisi petani dalam rantai perdagangan kakao di
komoditas kelapa sawit dan karet. Selama tahun 1998 Majene juga tidak terlalu kuat. Sebagai pihak yang
hingga 2011, luas areal perkebunan kakao tercatat melakukan budidaya, petani cenderung mendapatkan
mengalami peningkatan sebesar 9% per tahun. harga yang tidak tinggi. Hal ini dikarenakan sifat
Dari 1.746 juta hektar luas areal perkebunan kakao, petani sebagai penerima harga (price taker) dalam
94% dikelola oleh rakyat, selebihnya 3.1% dikelola rantai perdagangan kakao. Penyebabnya adalah
pemerintah dan 2,9% oleh perkebunan besar swasta. ketidakmampuan dan kurangnya motivasi petani
(Ditjenbun, 2012). dalam melakukan perawatan kebun, rendahnya
produktivitas petani, dan lainnya.
Salah satu sentra produksi kakao di Indonesia adalah
Sulawesi Barat. Di propinsi hasil pemekaran dari Kondisi ini diperberat dengan kelembagaan institusi
Propinsi Sulawei Selatan ini, kakao menjadi komoditas petani yang lemah. Institusi petani dalam bentuk
unggulan karena selain memberi kontribusi yang kelompok tani di Majene cukup banyak, namun
besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto hanya sekitar 10% saja yang benar-benar berfungsi
(PDRB), juga berperan sebagai penyedia lapangan sebagai kelompok tani. Mayoritas kelompok tani
kerja bagi sebagian besar penduduk. Luas area yang tidak menjalankan fungsinya dikarenakan motif
tanaman kakao di Sulawesi Barat mencapai 194.281 dari pendiriannya yang hanya mengejar keuntungan
ha dengan total produksi sebesar 122.256 ton pada melalui adanya proyek pemerintah. Kelompok tani
tahun 2011 (Statistik Perkebunan 2012). Salah satu yang ada juga masih bersifat baru, sehingga belum
lokasi sentra budidaya kakao di Sulawesi Barat dapat menjalankan perannya secara optimal sebagai
adalah Kabupaten Majene. Kabupaten di pesisir tempat penguatan kapasitas petani.
barat Sulawesi ini memiliki luas wilayah 947.84 km2
dan jumlah penduduk (tahun 2009) sebanyak 153.743 Melihat hal tersebut. Komite Pemantauan
jiwa yang tersebar pada 8 kecamatan. Berdasarkan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) memandang
data statistik perkebunan tahun 2010, luas lahan perlu melakukan kajian terkait usaha kakao di
pertanaman kakao rakyat di Kabupaten Majene Kabupaten Majene. Kajian ini dilakukan untuk
seluas 11.251 Ha yang melibatkan petani sebanyak melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi
7.771 Kepala Keluarga (KK). pada setiap mata rantai usaha kakao di Majene. Hal

1
ini dilakukan agar didapat sebuah baseline untuk membeli langsung kepada petani, produktivitas
pemecahan masalah-masalah yang terjadi pada petani masih rendah, dan masih belum efisiennya
kakao sebagai komoditas utama di Majene. rantai perdagangan kakao.

1.2. RUMUSAN MASALAH Untuk mengoptimalisasi peran petani kakao dan


meningkatkan posisi tawar petani kakao, diperlukan
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan analisis rantai nilai usaha kakao di Majene. Rantai nilai
masalah dari studi ini adalah sebagai berikut: merupakan aktifitas yang berawal dari bahan mentah
1) Bagaimana gambaran umum usaha kakao di sampai dengan penanganan purna jual. Rantai nilai
Majene? ini mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan
2) Bagaimana permasalahan setiap rantai nilai usaha dengan pemasok (Supplier Linkages) dan hubungan
kakao di Majene? dengan konsumen (Costumer Linkages). Analisis rantai
3) Apakah akar masalah dari usaha kakao Majene? nilai ini perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki
4) Bagaimana rencana tindak lanjut pengembangan dan mengefisienkan setiap rantai nilai usaha kakao
iklim usaha bagi peningkatan rantai nilai usaha di daerah tersebut sehingga pada akhirnya dapat
kakao di Majene? meningkatkan perekonomian Majene.

1.3. TUJUAN STUDI Untuk mendukung analisis rantai nilai tersebut,


diperlukan juga analisis stakeholder yang
Tujuan dari studi ini adalah sebagai berikut: menggambarkan peran masing-masing stakeholder
1) Menjelaskan gambaran umum kakao di pada setiap rantai nilai. Dengan analisis stakeholder
Kabupaten Majene; tersebut, akan terlihat peran stakeholder yang masih
2) Menganalisis permasalahan yang terjadi pada perlu ditingkatkan pada setiap rantai nilai kakao.
setiap rantai nilai usaha kakao di Kabupaten Dari analisis ini diharapkan rekomendasi untuk
Majene; meningkatkan kinerja para stakeholder pada setiap
3) Menjadi baseline atau dasar bagi rencana tindak rantai nilai usaha kakao di Majene. Analisis rantai
lanjut untuk pemecahan permasalahan rantai nilai yang dilakukan bersifat lebih pada pemetaan
nilai usaha kakao di Majene ke depan dan permasalahan dan tidak menyentuh sampai ke hal-
pengembangan iklim usaha kakao. hal teknis untuk setiap mata rantai nilai usaha kakao
di Majene.
1.4. MANFAAT STUDI

Hasil studi ini diharapkan dapat menyediakan III. METODOLOGI STUDI


informasi mengenai permasalahan dan analisis
stakeholder di setiap rantai nilai kakao di Majene. 3.1. PENDEKATAN STUDI
Harapannya, hasil studi ini menjadi masukan kebijakan
yang memadai untuk mengatasi permasalahan kakao Pendekatan yang dilakukan dalam studi ini adalah
untuk meningkatkan produktivitas kakao di Majene. pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipandang
Selain itu, studi ini diharapkan dapat membantu tepat untuk menggali informasi – informasi
mengidentifikasi titik-titk penting bagi penguatan mendalam tentang rantai nilai usaha kakao di
kapasitas pelaksanaan di lapangan dalam kerangka Majene, mulai dari rantai nilai input sampai
pengembangan iklim usaha bagi peningkatan rantai dengan rantai nilai pemasaran. Dengan pendekatan
nilai usaha secara operasional. demikian diharapkan secara induktif akan terbentuk
interprestasi dan pemahaman makna rantai nilai
kakao dan masalah pengembangan iklim usaha
II. KERANGKA PIKIR maupun interaksi antar stakeholder yang terlibat.
Untuk maksud itu pula, penelitian ini bertipikal
Sebagai sumber mata pencaharian mayoritas deskriptif: menggambarkan dan menjelaskan secara
masyarakat Kabupaten Majene, berkebun kakao analitis mengapa dan bagaimana pola-pola masalah
seyogyanya dapat menjadi penopang kehidupan terjadi
perekonomian masyarakat di daerah tersebut. Namun
kenyataannya, usaha kakao belum memberikan 3.2. LOKASI STUDI
keuntungan yang optimal bagi para petani kakao.
Beberapa penyebabnya adalah ini adalah kurang Studi ini dilaksanakan di Kabupaten Majene,
optimalnya produktivitas, posisi tawar petani yang khususnya di tiga kecamatan yang menjadi sentra
masih lemah dalam rantai nilai perdagangan dan kakao yaitu Kecamatan Tubo, Kecamatan Ulumanda,
beberapa hal lainnya. Hal ini dikarenakan, petani dan Kecamatan Malunda. Walaupun berfokus di
tidak memiliki posisi tawar yang kuat di dalam Kabupaten Majene, lokasi studi ini juga dilakukan
rantai perdagangan kakao di Kabupaten Majene. hingga Polewali Mandar guna melihat mata rantai
Rendahnya posisi tawar ini diakibatkan beberapa pemasaran kakao di Majene, serta di Jakarta yang
hal seperti kebanyakan pedagang pengepul yang melibatkan stakeholders kakao di tingkat nasional.

2
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Studi

Kabupaten Majene merupakan Bertani kakao merupakan mata Kakao memberikan kontribusi
salah satu kabupaten sentra pencaharian utama masyarakat terbesar dalam perekonomian
penghasil kakao Kabupaten Majene Kabupaten Majene

Peran petani masih belum optimal dan


posisi tawar petani masih rendah

Efisiensi rantai nilai kakao melalui


optimalisasi peran stakeholder dan
pengembangan iklim usaha

Peningkatan kesejahteraan petani kakao


Kabupaten Majene

Peningkatan perekonomian Kabupaten


Majene

3.3. JENIS DAN SUMBER DATA Pemilihan narasumber dalam studi ini berdasar
purposive sampling, di mana pemilihan narasumber
Jenis data yang digunakan dalam studi ini adalah data dilakukan berdasarkan jenis informasi atau
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pertimbangan yang sudah ada/ditetapkan
hasil survei/wawancara dan focus group discussion sebelumnya dan adanya identifikasi atas kelompok/
(FGD) dengan stakeholders kakao di Kabupaten orang yang memiliki kualifikasi tertentu (terkait
Majene. Selain di daerah, pengumpulan data primer jabatan, kepakaran/ expert sampling, dan pengalaman
juga dilakukan melalui wawancara dan FGD dengan dalam usaha kakao). Namun di lapangan, sebagai
para stakeholders kakao di tingkat nasional. Sebagai bagian dari metode purposive sampling adalah
pendukung dari data primer, juga dikumpulkan dimungkinkan dan bahkan didorong untuk
data sekunder tentang perkebunan kakao maupun pengembangan kategori/subjek narasumber lain
pelaksanaan GERNAS yang diperoleh dari Dinas berdasarkan teknik snowballing (berdasarkan
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Majene, keterkaitan informasi, rekomendasi nama, dst).
Badan Pusat Statistik Majene, Kementerian Pertanian
serta dari lembaga/instansi lainnya. Bertolak dari teknik tersebut, narasumber yang
diwawancarai merupakan stakeholders kakao
3.4. METODE PENGUMPULAN DATA DAN yang terkait langsung dengan rantai nilai kakao di
PEMILIHAN RESPONDEN Kabupaten Majene yakni petani, pengepul tingkat
desa/kecamatan, pengepul besar, penyedia sarana
Pengumpulan data primer dalam studi ini dilakukan produksi, penyuluh serta Pejabat Dinas Kehutanan
melalui dua cara yaitu: dan Perkebunan Majene dan pejabat SKPD terkait.
1) Observasi, yaitu teknik pengumpulan data
melalui pengamatan langsung terhadap latar dan 3.5. METODE ANALISIS
objek penelitian.
2) Wawancara mendalam (Indepth Interview), yaitu Untuk menjawab rumusan permasalahan, studi
dilakukan melalui wawancara mendalam kepada ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni
narasumber terpilih atau para stakeholder usaha dengan metode analisis rantai nilai. Porter (2001),
kakao di Kabupaten Majene dan di tingkat mendefinisikan Analisis Rantai Nilai (Value Chain
nasional. Analysis) sebagai alat untuk memahami rantai
3) Focus Group Discusstion (FGD) dengan stakeholders nilai yang membentuk suatu produk. Rantai nilai
kakao di Kabupaten Majene, maupun FGD yang ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan,
melibatkan stakeholders kakao di tingkat Nasional. mulai dari bahan baku dari pemasok hingga produk

3
akhir sampai ke tangan konsumen, termasuk juga IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
pelayanan purna jual. Tujuan dari analisis rantai nilai
adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap rantai 4.1. GAMBARAN UMUM USAHA KAKAO
nilai dimana pelaku rantai nilai dapat meningkatkan DI MAJENE
nilai produk untuk konsumen atau menurunkan
biaya dan mengefisienkan kerja. Penurunan biaya Kakao menjadi pilihan utama yang dikembangkan di
atau peningkatan nilai tambah (value added) dapat Kabupaten Majene karena komoditas ini memberikan
membuat suatu usaha atau industri lebih kompetitif. kontribusi yang besar terhadap pendapatan
masyarakat dan banyak menyerap tenaga kerja di
Berdasarkan analisa rantai nilai, terdapat dua aktivitas daerah tersebut. Pada tahun 2010, sektor pertanian
bisnis, yakni aktivitas utama (primary activities) dan adalah penyumbang terbesar dalam PDRB Kabupaten
aktivitas pendukung (support activities). Aktivitas Majene yakni mencapai 51%, dimana 39% dari PDRB
utama adalah semua aktivitas yang secara langsung sektor pertanian berasal dari subsektor perkebunan
berhubungan dengan penambahan nilai terhadap (Majene dalam Angka 2012).
masukan-masukan dan mentransformasikannya
menjadi produk yang dibutuhkan oleh pelanggan. Tiga kecamatan yang menjadi sentra produksi kakao
Aktivitas ini meliputi: inbound logistics, operasi, di Majene, yakni Kecamatan Tammeroddo Sendana,
outbound logistics, pelayanan, pemasaran dan Kecamatan Malunda dan Kecamatan Ulumanda. Luas
penjualan. Aktivitas pendukung adalah semua areal kakao di tiga kecamatan tersebut berturut-turut
aktivitas yang mendukung atau memungkinkan pada tahun 2011 adalah 3.346 ha, 2.284 ha, dan 796 ha.
semua aktivitas utama berfungsi dengan ekfektif. Total produksi kakao ketiga kecamatan tersebut pun
Aktivitas pendukung ini meliputi: infrastruktur, mencapai 91% dari total produksi kakao di Kabupaten
sumberdaya manusia, dan iptek. Majene. Sementara Kecamatan Malunda merupakan
kecamatan dengan produktivitas dan jumlah petani
Analisis rantai nilai kakao yang dilakukan dalam kakao tertinggi. Produktivitasnya mencapai 940 kg/
studi ini hanya terbatas pada pemetaan masalah yang ha dengan jumlah petani sebanyak 2.225 KK. Sebaran
ada pada masing-masing rantai nilai usaha kakao kakao di Majene dapat dilihat di tabel 1 dibawah ini.
di Majene. Tidak sampai kepada analisis efisiensi
di setiap mata rantai nilai usaha kakao di Majene. Kondisi infrastruktur pendukung seperti jalan,
Dengan pemetaan masalah ini, diharapkan dapat juga belum memadai. Jalan dengan kualitas baik,
dianalisis satu titik ungkit yang dapat dijadikan kebanyakan berada di ibukota Kab. Majene.
pemecahan bagi pengembangan rantai nilai usaha Infrastruktur jalan dari dan ke pusat produksi
kakao di Majene. kakao, bisa dibilang masih kurang. Hal ini dapat

Tabel 1. Luas Area, Produksi, Produktivitas dan Jumlah Petani Kakao Setiap Kecamatan di
Kabupaten Majene Tahun 2011

LUAS AREAL (HA) PRODUK- JUMLAH


PRODUKSI
No KECAMATAN TIVITAS PETANI
(TON)
TTM/ (Kg/Ha) (KK)
TBM TM TOTAL
TR
1 Tammerodo Sendana 378 2.888 80 3.346 2.298 796 1.629
2 Malunda 311 2.429 159 2.899 2.284 940 2.225
3 Ulumanda 243 1.113 65 1.421 796 715 1.226
4 Tubo Sendana 233 1.064 53 1.350 579 544 543
5 Sendana 172 1.039 18 1.229 532 512 1.024
6 Pamboang 120 687 51 858 239 348 358
7 Banggae Timur 152 638 15 805 218 342 525
8 Banggae 91 396 17 504 138 348 181
Jumlah 1.700 10.254 458 12.412 7.084 4.545 7.711
Sumber: Statistik Perkebunan Majene, 2012

TBM = Tanaman Belum Menghasilkan


TM = Tanaman Menghasilkan
TTM / TR = Tanaman Tidak Menghasilkan/Ananam Rusak

4
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

menghambat arus distribusi produk kakao untuk biaya angkut, adanya harga yang lebih murah, dan
pemasarannya. Selain itu, beban biaya transportasi lainnya.
yang harus dikeluarkan petani juga cukup besar
karena buruknya infrastruktur ini. Selain melalui pedagang eceran dan grosir, petani
kakao dapat membeli saprodi melalui Unit Pengolahan
4.2. RANTAI NILAI USAHA KAKAO DI Hasil (UPH). Di Majene, sudah terdapat 4 UPH yang
MAJENE berdiri melalui bantuan program Gerakan Nasional
Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (GERNAS
Mata rantai usaha kakao di Majene terdiri dari Kakao). UPH ini kemudian dikelola oleh kelompok
sekurangnya empat mata rantai yaitu rantai nilai tani (poktan) andalan. Pembelian saprodi melalui
penyedia input, rantai nilai budidaya kakao, rantai UPH harganya relatif tidak berbeda dibandingkan
nilai pengolahan dan terakhir adalah rantai nilai dengan pedagang eceran. Namun ada keuntungan
perdagangan. Keseluruhan rantai nilai yang akan tersendiri bagi anggota poktan yang mengelola UPH,
dikaji dalam studi ini adalah rantai nilai usaha kakao karena adanya harga yang berbeda (lebih murah)
saja, dan tidak termasuk rantai nilai pengolahan dibandingkan dengan harga yang dikenakan pada
coklat maupun produk-produk olahan coklat seperti non anggota poktan.
kosmetik dan makanan.
Menurut narasumber di daerah, bantuan yang
Untuk melihat secara detail mengenai rantai nilai diterima melalui kegiatan GERNAS Kakao, adalah
usaha kakao di Kabupaten Majene, dapat dilihat dari pestisida dengan merk ‘Vigor’ dengan dosis 0,5
grafik 1 di halaman selanjutnya: liter/hektar, pupuk dengan dosis 40 kg/hektar dan
handsprayer dengan rasio 0,2 unit/hektar. Paket
4.2.1. RANTAI NILAI SARANA PRODUKSI bantuan sarana produksi yang diberikan melalui
(SAPRODI) kegiatan rehabilitasi adalah entres dan sambung
samping sebanyak 2.000/hektar, pestisida dengan
Rantai nilai paling belakang dari usaha kakao di dosis 0,3 liter/hektar, pupuk dengan dosis 290 kg/
Majene adalah rantai nilai sarana produksi. Rantai hektar dan handsprayer dengan rasio 0,2 unit/hektar.
nilai sarana produksi ini merupakan rantai nilai input Sementara dalam kegiatan intensifikasi, bantuan yang
bagi rantai nilai usaha kakao di Majene. Saprodi ini diberikan adalah pestisida dengan merk ‘Matarin’
terdiri dari sarana untuk memulai bertani, perawatan, dengan dosis 0,8 liter/hektar, pupuk dengan dosis
sampai pemanenan seperti cangkul, bibit dan pupuk. 320 kg/hektar dan handsprayer dengan rasio 0,2 unit/
Saprodi untuk perawatan atau pemeliharaan adalah hektar.
seperti gunting pangkas, pupuk, pestisida. Sementara
untuk pemanenan, saprodi yang digunakan adalah Pupuk yang diberikan dalam program GERNAS
gunting potong. ini ternyata tidak dijual bebas di pasaran. Hal ini
dikarenakan pupuk tersebut memiliki formula khusus
Di rantai nilai saprodi, terdapat beberapa stakeholder yang berbeda dengan pupuk yang dijual umum. Hal
yang berperan seperti pedagang saprodi, UPH, ini terlihat dari dampak penggunaan pupuk pada
Pemerintah Propinsi, Pemerintah Daerah dan tanaman kakao. Jika memakai pupuk ini, maka buah
Organisasi Non Pemerintah (NGO). Stakeholder kakao dalam yang dihasilkan dalam satu pohon lebih
yang paling berperan dalam rantai saprodi adalah banyak dibandingkan hasil pemakaian pupuk biasa.
pedagang saprodi, baik eceran maupun grosir, Selain itu, Pupuk ini dibutuhkan oleh petani, terutama
dan UPH. Dua stakeholder ini yang berinteraksi petani yang telah mengikuti program GERNAS,
langsung dengan petani dalam penyediaan saprodi untuk menjaga kesinambungan produktivitas kakao
seperti pupuk, bibit, pestisida dan alat pertanian di yang dihasilkan dari bibit GERNAS.
lapangan. Sedangkan pemerintah propinsi maupun
pemerintah daerah berperan dalam menyediakan Permasalahan yang terjadi pada rantai saprodi adalah
pasokan pupuk, benih dan pestisida melalui masih banyaknya petani yang membeli pupuk dan
program-program bantuan kepada para petani. Di pestisida secara kredit kepada para pedagang sarana
Majene, ada juga Organisasi Non Pemerintah yang produksi yang sekaligus sebagai pedagang pengepul.
pernah memberikan bantuan peralatan berupa Sistem tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan
gunting pangkas. petani secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan
perawatan kebun kakaonya. Dengan sistem ini, pada
Untuk memperoleh saprodi yang dibutuhkan, petani saat pemupukan, petani yang belum mempunyai
umumnya membeli langsung kepada pedagang anggaran untuk membeli pupuk dan pestisida
saprodi di tingkat desa maupun kecamatan. Jika dapat berhutang kepada pedagang. Hutang tersebut
saprodi yang dibutuhkan tidak tersedia, maka petani kemudian akan dilunasi pada saat musim panen
bisa membeli melalui pedagang grosir di Polewali dengan membayar uang tunai atau dengan biji kakao.
Mandar. Ada beberapa keuntungan yang didapat oleh Kondisi tersebut memaksa petani ‘harus’ menjual
petani jika melakukan pembelian grosir ini, seperti biji kakaonya ke pedagang pengepul yang telah
pembelian yang dilakukan dapat mempermurah memberikan mereka kredit pupuk dan pestisida.

5
6
Grafik 1. Value Chain Perdagangan Kakao di Majene

SUPPORTING
FUNCTIONS PLAYER
AGENT

Pasar Domestik & Pabrik Coklat/


Eksportir
Internasional Processor
Luar Majene

Pedagang Pedagang Kabupaten


Aktor industri Kakao di

Pengepul tingkat
kecamatan Pendamping/Penyuluh

Pengepul Pengepul tingkat


UPH Kebijakan Pemda
desa

Lembaga Keuangan

Pendamping/Penyuluh
Produsen/budidaya
Petani kakao
Lembaga Penelitian
Aktor industri Kakao di Majene

Kebijakan Pemda

Input Supply Penyedia Saprodi Penyedia Saprodi


Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

Dengan demikian, petani tidak mempunyai pilihan 4.2.2. BUDIDAYA/ USAHA PERKEBUNAN
untuk menjual biji kakaonya ke pihak lain yang
lebih menguntungkan. Jika hal ini terus dibiarkan, Dalam rantai nilai budidaya, posisi sentral adalah
maka petani akan terus berada pada kondisi yang kegiatan-kegiatan on farm maupun petani sebagai
kurang menguntungkan dan hanya berperan sebagai aktor utama. Kegiatan on farm antara lain perawatan
penerima harga (price taker) biji kakao. kebun seperti penyemprotan pestisida, pemangkasan,
pemupukan sampai pada pemanenan kakao.
Dari sisi modal usaha, sangat diharapkan dukungan Stakeholder lain di dalam rantai budidaya ini adalah
dari lembaga keuangan. Di Majene, belum banyak Pemda, tenaga pendamping, dan juga kelompok tani.
petani memanfaatkan peran perbankan untuk Terdapat beberapa aspek dalam rantai nilai budidaya
pengembangan budidaya kakao terutama dari sisi ini, yaitu:
permodalan. Permodalan yang dimaksud adalah
kredit untuk pengembangan usaha kakao. Saat A. PRODUKSI
ini masih sedikit petani kakao yang mengajukan
kredit kepada pihak perbankan. Dari hasil studi Produksi kakao di Majene telah dilakukan turun-
lapangan, ditemukan bahwa keengganan petani temurun. Selain itu, rata-rata petani memiliki
untuk mengajukan kredit dikarenakan petani merasa sendiri lahan pertaniannya, dengan rata-rata 1-2
persyaratan masih berbelit-belit dan tidak mudah hektar tiap petani. Produktivitas kebun kakao saat
prosesnya. Khusus untuk permodalan, ada bantuan ini di Majene rata-rata sekitar 0.95 ton/ha/tahun.
dari pemerintah dalam bentuk dana revitalisasi yang Tingkat produktivitas ini masih jauh dari tingkat
disimpan di perbankan. Dana revitalisasi ini dapat optimal produktivitas kakao yang dapat mencapai
dipakai oleh petani untuk membantu meningkatkan 3 ton/ha/tahun. Budidaya kakao dilakukan melalui
kapasitas modal dalam bentuk kredit. Permasalahan proses penanaman, perawatan sampai pemanenan.
yang muncul dari penggunaan dana revitalisasi ini Umumnya kebun kakao akan menghasilkan setelah
adalah pihak perbankan di Majene tidak memiliki 3 tahun penanaman dengan menggunakan bibit yang
petugas teknis untuk melakukan pengurusan biasa digunakan petani. Sedangkan jika menggunakan
administrasi permohonan kredit. Hal ini menyulitkan metode sambung samping, pemanenan bisa
petani untuk mengakses dana tersebut. Jika petani dilakukan kurang lebih 1.5 tahun setelah dilakukan
dapat mengakses dana revitalisasi ini, petani dapat sambung samping. Setelah penanaman dilakukan,
memiliki kekuatan dalam hal permodalan, sehingga tahapan selanjutnya adalah perawatan kebun yang
tidak perlu lagi kesulitan untuk membeli saprodi. terdiri dari pemangkasan, sampai pemanenan.

Luas dan sebaran wilayah budidaya kakao di Majene Tujuan dilakukannya perawatan kebun, seperti
juga berdampak pada proses distribusi saprodi. pemangkasan, pemupukan, pemanenan yang berkala,
Wilayah Majene terdiri dari daerah pesisir dan serta pengelolaan sanitasi, adalah meminimalisasi
juga perbukitan. Untuk mendistribusikan saprodi terjadinya serangan hama maupun penyakit
ke wilayah-wilayah yang terletak pada perbukitan kakao. Serangan hama kakao di Majene masih di
masih sulit, memerlukan moda transportasi dan jalur dominasi oleh hama PBK, sedangkan penyakit kakao
distribusi yang panjang. Kualitas infrastruktur jalan umumnya terjadi busuk buah dan jamur. Serangan
yang kurang baik juga menyulitkan distribusi saprodi. busuk buah dan jamur sering terjadi pada musim
Pada akhirnya, untuk mendistribusikan saprodi hujan. Pemangkasan dilakukan untuk merapikan
memerlukan biaya transportasi yang tidak sedikit, bentuk pohon kakao, agar tidak terlalu banyak
dan mengakibatkan harga saprodi menjadi ikut naik cabang dan pohon menjadi tinggi. Ini memudahkan
bagi petani yang khusus berada di perbukitan. perkembangan buah kakao, maupun pada saat
pemanenan nantinya. Pemupukan dilakukan setiap
Pihak universitas juga belum begitu berperan dalam dua kali dalam setahun. Selain pemupukan, untuk
penelitian untuk saprodi. Lembaga penelitian di meminimalisir serangan hama tadi, juga dilakukan
Universitas semestinya dapat menghasilkan formula penyemprotan pestisida. Penyemprotan pestisida ini
tertentu untuk sarana produksi yang diperlukan dilakukan setiap 7-10 hari sekali.
dalam budidaya kakao. Seperti yang diketahui, pupuk
dari GERNAS kakao yang dibutuhkan memiliki Pada praktiknya, dalam melakukan perawatan kebun
kualifikasi khusus. Dengan adanya kualifikasi dengan luas rata-rata 1-2 hektar, biasanya petani di
khusus tersebut, tentunya diperhatikan mengenai Majene dibantu oleh orang lain, baik tenaga buruh,
keadaan tanah. Dengan adanya penelitian tanah ini, atau tenaga petani lain (anggota dalam poktannya)
penyediaan saprodi tentunya bisa lebih tepat guna yang memang mempunyai sistem gotong royong
bagi para petani kakao di Majene. Namun sayangnya dalam berkebun. Tenaga buruh biasanya dibayar
universitas yang ada di sana, belum mampu untuk sebesar Rp 250.000/orang untuk sekali pengerjaan
berkontribusi dalam upaya pengembangan saprodi pemupukan, penyemprotan pestisida serta
yang sesuai dengan karakteristik iklim dan tanah di pemangkasan ranting pohon untuk setiap kebun.
Kabupaten Majene. Sementara dalam sistem gotong royong, pengerjaan
perawatan kebun dilakukan bersama-sama dan

7
kebun yang dirawat bergantian. Gotong-royong Kebijakan yang terkait kakao adalah perda SOTK yang
dalam perawatan kebun ini biasanya dilakukan oleh mengatur tentang kelembagaan penyuluh, dan juga
kelompok tani. perda-perda APBD. Dengan tidak adanya kebijakan
yang mengatur khusus atau bersentuhan langsung
Di Majene petani yang sudah rutin melakukan dengan usaha kakao, maka pengembangan pun tidak
perawatan secara teratur umumnya adalah petani dapat dilakukan secara optimal. Padahal instrumen
andalan. Dampaknya adalah petani andalan kebijakan seperti perda dapat digunakan sebagai
memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi insentif atau payung hukum bagi pengembangan
dibandingkan petani non andalan. Petani-petani yang usaha kakao, terutama untuk budidaya. Jika
belum melakukan perawatan kebun secara intensif kebijakan pengembangan kakao, khususnya untuk
dan berkala umumnya tidak memiliki motivasi rantai nilai budi daya ini dapat teroptimalkan, dapat
dan pengetahuan yang cukup dalam berkebun. mendorong budi daya kakao di Majene lebih terarah
Selain permasalahan tersebut, kurangnya kekuatan dan lebih terpola dalam mencapai target peningkatan
permodalan petani juga menjadi salah satu kendala produktivitas.
yang membuat petani kurang merawat kebunnya.
B. KELEMBAGAAN
Seperti yang telah disebutkan diatas, masalah
budidaya kakao bukan hanya serangan hama, namun Di rantai nilai produksi, terdapat beberapa
juga penyakit seperti busuk buah dan jamur. Cara kelembagaan, seperti kelembagaan dalam
yang dilakukan petani untuk mengatasi permasalahan pengelolaan kebun, kelembagaan petani dalam
tersebut adalah melalui perawatan kebun seperti bentuk kelompok tani. Kelembagaan pengelolaan
menjaga sanitasi kebun melalui pembersihan kebun, kebun seperti dilakukan perawatan secara gotong
pemangkasan kebun dan fungisida secara teratur. royong dengan anggota kelompok tani. Sedangkan
Pemangkasan dilakukan agar sinar matahari dapat kelembagaan yang berbentuk organisasi adalah
masuk sehingga tingkat kelembaban di kebun kakao kelompok tani. Kelompok tani pada prinsipnya
tidak terlalu tinggi yang dapat menyebabkan busuk berfungsi sebagai wadah belajar petani kakao,
buah. forum diskusi petani kakao, dan juga wadah untuk
melakukan advokasi kebijakan petani kakao. Di
Untuk menjaga produktivitas, Pemda dan penyuluh Majene, umumnya kelompok tani terbentuk atas
lapangan juga berperan serta. Peran pemda dan inisiasi dari para petani. Namun kondisi saat ini,
penyuluh sangat besar dalam memberikan motivasi mayoritas kelompok tani yang terdaftar sudah tidak
dan pengetahuan kepada petani. Penyuluhan yang berfungsi lagi. Hal ini dikarenakan kelompok tani
diberikan kepada petani dilakukan di masing-masing berdiri hanya untuk mendapatkan bantuan-bantuan
desa. Saat ini kondisi penyuluh di Kab. Majene masih dari pemerintah. Meskipun ada kelompok tani yang
kurang dari segi kuantitas maupun kualitas. Jumlah benar-benar bertujuan untuk memajukan anggota
ideal penyuluh yaitu satu penyuluh untuk setiap kelompoknya.
desa belum tercapai karena jumlah penyuluh yang
tidak memadai. Selain itu, dari segi kapasitas, rata- Kelembagaan lain yang terbentuk di dalam rantai
rata penyuluh juga tidak memiliki latar belakang nilai produksi berbentuk koperasi pertanian.
perkebunan, melainkan tanaman pangan, sehingga Koperasi pertanian ini berfungsi sebagai wadah untuk
terkadang petani kakao yang “mengajari” penyuluh menjalankan fungsi pendukung aktivitas usaha tani
ketika dilakukan penyuluhan lapangan. kakao di Majene. Namun koperasi pertanian yang
dahulu pernah berdiri pun kini sudah tidak berfungsi
Permasalahan yang dihadapi oleh penyuluh secara optimal untuk mendukung aktifitas petani.
tidak hanya kuantitas maupun kualitas. Masalah Hal ini dikarenakan adanya penyalahgunaan dalam
Kelembagaan juga menjadi penyebab, penyuluhan pengelolaan koperasi. Terjadinya penyalahgunaan
tidak optimal. Saat ini kelembagaan yang menaungi ini menyebabkan ketidakpercayaan petani kakao
penyuluh adalah Badan Ketahanan Pangan dan terhadap keberadaan koperasi saat ini, karena
Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan ditakutkan akan terjadi lagi penyalahgunaan
Kehutanan. Nomenklatur kelembagaan ini membuat keuangan seperti sebelumnya.
penyuluh tidak dapat menjalankan tugas penyuluhan
secara optimal karena tidak ada anggaran khusus Kelembagaan lain yang terbentuk di dalam rantai
bagi operasional penyuluh perkebunan. Hal ini nilai produksi berbentuk koperasi pertanian.
dikarenakan, anggaran yang ada lebih fokus kepada Koperasi pertanian ini berfungsi sebagai wadah untuk
penyuluhan pertanian tanaman pangan. Keterbatasan menjalankan fungsi pendukung aktivitas usaha tani
anggaran ini juga menyebabkan tugas penyuluhan kakao di Majene. Namun koperasi pertanian yang
petani kakao menjadi lebih sulit karena dukungan dahulu pernah berdiri pun kini sudah tidak berfungsi
dana operasional yang minim. secara optimal untuk mendukung aktifitas petani.
Hal ini dikarenakan adanya penyalahgunaan dalam
Dari sisi dukungan kebijakan, belum ada kebijakan pengelolaan koperasi. Terjadinya penyalahgunaan
yang menyentuh langsung kepada usaha kakao. ini menyebabkan ketidakpercayaan petani kakao

8
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

terhadap keberadaan koperasi saat ini, karena pedagang sarana produksi sekaligus pengepul
ditakutkan akan terjadi lagi penyalahgunaan mengharuskan petani menjual hasil panennya kepada
keuangan seperti sebelumnya. pedagang tersebut. Cakupan wilayah UPH yang
belum mencakup keseluruhan wilayah di kecamatan
Dengan posisi kelembagaan yang masih lemah terkait juga membuat petani lebih memilih menjual
dalam rantai nilai produksi kakao, maka akibatnya kepada pengepul yang datang ke rumah-rumah.
adalah petani tidak dapat memiliki kekuatan dari
segi kuota produksi. Hal ini berdampak pada Beberapa upaya telah dilakukan untuk mendorong
lemahnya posisi tawar petani di dalam rantai petani menjual biji kakaonya ke UPH. Upaya tersebut
perdagangan kakao di Majene. Untuk mengatasi diantaranya adalah penyediaan bantuan modal
permasalahan tersebut, pemda Kabupaten Majene usaha (kredit modal) kepada para petani, penyediaan
mendirikan Unit Pengolahan Hasil (UPH) sebagai sarana produksi (pupuk, pestisida dan alat tani)
inisiasi penguatan kelembagaan petani dan wadah maupun sembako secara kredit kepada petani,
bagi para petani untuk melakukan pemasaran pelatihan kepada petani dari pemda Majene maupun
bersama. Dengan adanya pemasaran bersama, petani dari pengelola UPH serta fasilitas-fasilitas lainnya
diharapkan dapat memiliki posisi tawar yang lebih seperti fasilitas penjemuran (pengeringan) biji kakao
tinggi dibanding dengan pemasaran secara individu. dan penitipan biji kakao jika harga kakao di pasaran
UPH ini berbentuk bangunan dan juga alat-alat rendah. Upaya-upaya tersebut dilakukan agar UPH
pemrosesan yang dapat digunakan oleh para petani dapat memberikan keuntungan bagi petani sehingga
maupun kelompok tani untuk membantu proses petani mau bekerja sama dengan UPH.
pengolahan lanjutan dan juga menerima penjualan
biji kakao para petani dengan harga yang layak. Salah satu upaya yang baik untuk diaplikasikan di
Dalam pembentukannya, UPH ini menggunakan UPH lain adalah praktek pemberian merk “UPH
dana program GERNAS dan juga mengikutsertakan Malunda” terhadap biji kakao yang di jual melalui
peran dari kelompok tani andalan dalam penyediaan UPH. Keuntungan yang diperoleh para petani
lahan dan juga dalam hal pengelolaannya. Alasan anggota UPH Malunda adalah dengan adanya
pemilihan kelompok tani yang mengelola UPH penggunaan merk bersama, petani kakao anggota
berdasarkan kapasitas poktan, yang telah dimiliki UPH Malunda, dapat menjual biji kakaonya langsung
oleh poktan andalan dan lokasi poktan yang dapat kepada pedagang besar tanpa adanya potongan-
dijangkau oleh para petani. potongan, karena merk UPH sudah menjadi jaminan
bagi pedagang besar.
Selain bangunan, modal dan alat-alat produksi bagi
UPH adalah salah satu paket kegiatan di dalam C. SUMBERDAYA MANUSIA
program Gernas Kakao. Dalam paket tersebut,
kabupaten yang menjadi pelaksana program Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor
Gernas mendapat bantuan UPH sebesar satu unit penting dalam produksi. Dalam hal ini, SDM berperan
setiap tahunnya. Dalam kurun waktu tahun 2010- penting dalam melakukan kegiatan on farm maupun
2012, telah dibangun tiga unit UPH di Kabupaten off farm perkebunan kakao. Untuk meningkatkan
Majene. Ketiganya terletak di Kecamatan Sendana kualitas SDM di rantai budidaya terdapat beberapa
(tahun 2010), Kecamatan Tammerodo (tahun 2011) stakeholder, yaitu Pemda, penyuluh, NGO, maupun
dan Kecamatan Malunda (tahun 2012). Penentuan petani kakao sendiri. Pemda dapat berperan melalui
lokasi UPH didasarkan ketiga kecamatan terpilih pelaksanaan program-program pelatihan untuk
merupakan sentra kakao di Majene. meningkatkan produktivitas. Sedangkan penyuluh
berperan sebagai penyambung program-program
Seperti yang telah disebutkan diatas, tujuan pendirian Pemda agar sampai kepada petani. NGO juga dapat
UPH ini adalah inisiasi awal dari penguatan berperan untuk mendampingi petani dalam proses
kelompok tani. Pada tingkatan ideal, sebuah inisiasi peningkatan kualitas petani.
penguatan kelembagaan seharusnya di damping
sampai lembaga tersebut menjadi mandiri. Saat Tingkat pengetahuan dan keterampilan petani kakao
ini pendampingan terhadap UPH belum optimal. di Majene masih beragam. Beberapa petani yang
Pemda sebagai pihak yang berkepentingan terhadap menjadi ‘petani andalan’ merupakan petani yang
penguatan kelembagaan ini hanya berperan pada telah memiliki pengetahuan dan kesadaran yang baik
saat pendirian UPH, dan belum ada program dalam merawat kebun kakao. Para petani andalan
pendampingan yang berkelanjutan terhadap UPH. tersebut juga sering mengadakan pelatihan kepada
petani lain mengenai cara berkebun yang baik. Secara
Meskipun sudah terdapat UPH di beberapa umum, permasalahan utama dalam SDM kakao
kecamatan, para petani di kecamatan yang terdapat adalah kurangnya motivasi memelihara kebun,
UPH tersebut masih menjual biji kakaonya secara kurangnya motivasi dalam mengikuti penyuluhan
individu, tidak melalui UPH. Ada beberapa dan pelatihan, serta pengetahuan standar kualitas
alasan petani tidak menjual biji kakaonya ke UPH, dan harga yang masih rendah. Dengan tingkat
diantaranya sistem ijon yang dilakukan petani dengan pengetahuan yang rendah terhadap standar kualitas

9
dan harga pada akhirnya membuat petani menjual • Rotasi pemetikan setiap 7 atau 14 hari
biji kakao melalui pengeringan saja, dan terkadang • Rendam buah yang busuk atau terserang hama/
pengeringan asalan (hanya mengeringkan biji kakao penyakit kedalam tanah sedalam 50 cm di
seadanya, biasanya dilakukan 1 hari saja). pinggir kebun
• Selama memanem buah diusahakan tidak
Upaya Pemda untuk untuk meningkatkan kapasitas merusak atau melukai batang tanaman/bantalan
petani masih belum optimal. Program-program buah
memang sudah dilakukan oleh Pemda melalui
penyuluh. Namun program ini baru sebatas merawat II. Pasca Panen
kebun saja. Belum menyentuh kepada penguatan
kapasitas petani dalam berorganisasi misalnya. Setelah pemetikan buah, terdapat beberapa tahapan
Sehingga seharusnya dilakukan juga penyuluhan penanganan pasca panen kakao yang meliputi:
atau pelatihan keorganisasian kepada petani agar
dapat membentuk kelembagaan yang kuat. Peran 1. Sortasi buah
penyuluh juga belum optimal mengingat jumlah Buah yang sudak masak dipanen, kemudian
penyuluh yang masih kurang, sehingga belum dimasukkan kedalam keranjang, dan diangkut
mencakup keseluruhan petani di Majene. ketempat pengumpulan buah yang letaknya masih
dalam kebun. Setelah itu di lakukan sortasi dalam
Dampaknya adalah, hingga kini masih terdapat dua tahap yaitu :
petani yang malas untuk merawat kebun kakao a. Sortasi I
mereka. Padahal, perawatan kebun merupakan syarat Sortasi pertama yang dilakukan terhadap buah
utama keberhasilan berkebun kakao. Petani menjadi adalah melakukan pemisahan antara buah kakao
malas merawat kebun karena ketiadaan modal untuk yang sehat dan masaknya sempurna dengan buah
membeli saprodi yang dibutuhkan. Ketiadaan modal yang tidak sempurna. Setelah dilakukan sortasi
ini karena sedikitnya margin keuntungan yang pada tahap pertama ini, proses selanjutnya adalah
diterima oleh para petani karena margin dari harga sortasi ke dua terhadap
kakao yang tipis. Dampak selanjutnya adalah petani b. Sortasi II
menjadi malas mengikuti penyuluhan atau pelatihan Setelah itu dilakukan sortasi kembali untuk
tentang perawatan kebun, baik yang diselenggarakan memilah secara cermat buah yang akan
oleh Pemkab Majene maupun diselenggarakan dipecahkan atau diambil biji kakaonya. Terdapat
oleh poktan mereka sendiri, karena merasa tidak beberapa acuan dalam memilih buah kakao yang
mendapatkan keuntungan langsung dari merawat akan diambil bijinya yaitu:
kebun tersebut. • Buah yang kurang baik/terserang ulat buah
• Buah belum masak/keliru pungut
4.2.3. PEMANENAN DAN PENGOLAHAN/ • Biji dari sortasi I yang tercampur tanah
PASCA PANEN • Biji yang tercecer ditanah, bekas buah yang
dimakan tikus/bajing
Proses pengolahan atau pasca panen yang dilakukan
setelah pemanenan adalah petik dilanjutkan dengan 2. Pemecahan Buah
sortasi buah, pecah buah, dan kemudian Fermentasi Setelah buah di sortir menjadi dua golongan antara
atau pengeringan langsung. Setelah proses tersebut kualitas baik dan buruk, maka buah dengan kualitas
dilakukan, maka biji kakao sudah siap dikemas atau baik di pecahkan ditempat terpisah dengan beralaskan
langsung dijual kepada pedagang. karung goni. Proses pemecahan buah adalah dipukul
dengan kayu dan diupayakan jangan sampai biji
I. Petik Buah/Pemanenan menjadi rusak/pecah. Setelah itu biji dikeluarkan dan
dimasukkan kedalam wadah.
Tahapan pertama pemanenan adalah pemetikan
buah. Pemetikan buah ini dilakukan kepada buah 3. Pengeringan Langsung dan Fermentasi
yang siap dipanen. Buah yang siap di panen memiliki Terdapat dua proses pengolahan biji kakao sebelum
ciri-ciri seperti: masuk ke pabrik, yaitu fermentasi dan pengeringan.
• Perubahan warna alur dari hijau menjadi kuning Fermentasi dilakukan dengan menggunakan alat
orange ± 50 % berbentuk kotak (box), dimana biji kakao dimasukkan
• Buah masak porosnya agak kering, biji-biji ke kotak tersebut selama 4-6 hari. Selanjutnya, biji
didalam agak renggang dari kulit buah terbentuk kakao hasil fermentasi tersebut dikeringkan selama
rongga antara biji dan kulit buah. ±5 hari hingga biji kakao berkadar air 7-8. Proses
• Buah apabila dikocok/diguncang berbunyi fermentasi dapat menghasilkan aroma yang harum
dan kualitas biji kakao yang sesuai dengan kebutuhan
Untuk proses pemetikan sendiri terdapat beberapa industri.
aturan yang harus diperhatikan oleh petani.
• Petik buah yang betul-betul masak menggunakan Proses pengolahan lainnya adalah pengeringan.
pisau atau sabit bergalah yang tajam Proses ini hanya memerlukan penjemuran di atas

10
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

satu media atau alas setelah biji kakao di panen. upaya lain dalam mencoba mendorong produk
Proses pengeringan ini memakan waktu kurang lebih olahan berupa fermentasi. Salah satu usulan yang
2-3 hari, lebih cepat dari proses fermentasi. Namun disampaikan oleh Pemda adalah melakukan
proses pengeringan dengan metode penjemuran penerapan Peraturan Daerah tentang fermentasi.
ini akan memiliki kendala pada saat terjadi musim Melalui perda tersebut Pemda dapat mendorong
hujan dimana sinar matahari tidak seterang musim petani untuk melakukan proses fermentasi terhadap
kemarau. sebagian atau bahkan keseluruhan hasil panennya.
Keberadaan regulasi tersebut juga dapat mengatur
Sebagian besar petani kakao di Majene tidak sistem penjualan biji kakao yang di fermentasi dengan
melakukan proses fermentasi terhadap biji non fermentasi, terutama mengatur penjualan kakao
kakaonya, melainkan langsung dikeringkan. Selain kepada pengepul. Selain itu, peran pemda juga dapat
membutuhkan waktu yang lama untuk proses dioptimalkan melalui peningkatan kapasitas UPH
fermentasi (sekitar 4-6 hari), alasan utama petani dalam melakukan fermentasi dan proses pengeringan
enggan melakukan fermentasi adalah perbedaan biji kakao agar dapat menerima pasokan biji kakao
harga yang kecil antara biji kakao yang sudah di yang lebih besar lagi dari petani.
fermentasi maupun yang melalui proses pengeringan
biasa, yaitu kurang lebih Rp. 1000,-/kg. Petani menilai Di sisi lain, para petani masih belum memahami
bahwa biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pentingnya proses pengolahan biji kakao. Padahal,
fermentasi lebih besar daripada proses pengeringan proses pengolahan yang tepat mampu mendatangkan
biasa. Selain itu, faktor lainnya adalah petani keuntungan yang lebih besar. Hal ini mengingat
membutuhkan cash flow yang cepat, sehingga petani kebutuhan industri atau pabrik pemrosesan coklat
lebih memilih melakukan pengeringan biji kakao, yang lebih membutuhkan biji kakao yang telah di
karena dengan proses pengeringan yang cepat, petani fermentasi. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan
juga dapat menjual biji kakao lebih cepat daripada lagi penyuluhan petani agar petani termotivasi
produk fermentasi. dan mengetahui kebutuhan industri coklat
yang sebenarnya. Selain itu, untuk mendukung
4. Kelembagaan pelaksanaan regulasi mengenai fermentasi, Pemda
Untuk memfasilitasi petani melakukan proses juga seharusnya menyediakan akses langsung
fermentasi, Pemda melalui program GERNAS saat kepada pabrikan atau industri bagi petani kakao,
ini telah mendirikan Unit Pengolahan Hasil (UPH) sehingga petani kakao dapat menjual langsung biji
di beberapa tempat. Di UPH ini tersedia alat- kakao yang telah di fermentasi dan mendapatkan
alat untuk melakukan proses fermentasi maupun keuntungan yang lebih besar. Pada akhirnya petani
pengeringan biasa. Alat-alat ini didapatkan melalui pun akan tertarik melakukan fermentasi biji kakao.
pelaksanaan program GERNAS. Untuk lahan yang
digunakan sebagai bangunan UPH disediakan oleh 4.2.4. DISTRIBUSI DAN PEMASARAN
kelompok tani yang dipercayakan untuk mengelola
UPH. Dengan keberadaan UPH ini setidaknya petani Pemasaran yang efektif sangat dibutuhkan dalam
dapat terbantu dan tidak lagi menjual kakao yang memasarkan biji kakao. Salah satu faktor yang
dikeringkan secara asalan saja. Selain itu, pada saat menentukan pemasaran yang efektif dan efisien
musim hujan, peran UPH juga dapat dioptimalkan sedikitnya rantai nilai pemasaran. Dengan sedikitnya
karena di UPH tersedia mesin pengeringan. Meskipun rantai nilai pemasaran, maka dampaknya adalah
mesin pengeringan ini juga dapat mengurangi cita tingkat harga yang baik bagi petani. Semakin tinggi
rasa dan aroma biji kakao dan membutuhkan kayu harga jual biji kakao, yang berarti juga meningkatnya
dalam jumlah besar sebagai bahan bakar. Oleh karena selisih harga yang diterima petani, akan membuat
itu, mesin ini hanya digunakan dalam keadaan sangat petani termotivasi untuk meningkatkan produksinya.
mendesak, dalam artian masih banyak biji kakao Hal ini berarti bahwa peningkatan produktivitas saja
yang belum terproses. belum cukup, namun harus diikuti penyempurnaan/
perbaikan dalam saluran-saluran pemasaran. Salah
Saat ini, keberadaan UPH sebagai fasilitas satu perbaikan dalam rantai pemasaran adalah
pengolahan biji kakao masih belum optimal karena mengefisiensikan rantai distribusi atau perdagangan
belum banyak petani yang mengolah biji kakao di kakao dari petani sampai ke pabrikan pengolahan
UPH. Hal ini dikarenakan petani masih lebih suka coklat. Berikut ini adalah tiga saluran utama
menjual biji kakao, meski dengan kualitas asalan, pemasaran kakao di kabupaten Majene:
kepada pengepul, karena pengepul mendatangi 1) Petani »» Pedagang pengumpul desa »» pedagang
petani dari rumah kerumah. Disatu sisi, tindakan pengumpul kecamatan »» pedagang besar »»
yang dilakukan oleh pedagang pengepul tersebut pabrik
memudahkan petani dan petani tidak perlu 2) Petani »» pedagang pengumpul kecamatan »»
mengeluarkan biaya transportasi untuk mengantar pedagang pengumpul besar »» pabrik
biji kakao ke UPH, Dalam mata rantai pengolahan, 3) Petani »» UPH »» pedagang pengumpul
peran Pemda baru sebatas memfasilitasi pengadaan kecamatan »» pabrik
UPH melalui dana GERNAS. Belum terlihat adanya

11
Para petani biasanya menjual biji kakaonya ke beli kakao mereka. Hal ini dikarenakan industri
para pengepul yang datang ke rumah-rumah. pengolahan kakao membuat Buyer Station di sentra
Para pengepul yang datang ke rumah-rumah produksi, sehingga menguntungkan petani. Sebelum
petani tersebut merupakan anggota dari pengepul penerapan BK, petani hanya menerima 80% dari
kecamatan sehingga mereka setelah mengambil biji harga terminal, dan setelah BK lebih dari 90% harga
kakao dari petani, mereka menjualnya ke pedagang terminal. Namun sayangnya peningkatan harga yang
kecamatan. Di samping itu, petani juga bisa menjual diterima oleh petani tersebut tidak diiringi dengan
kakaonya ke pedagang kecamatan, tanpa harus peningkatan produktivitas.
melalui pedagang pengumpul desa. Dari ketiga
jalur tersebut, petani tidak bisa langsung menjual Hingga saat ini belum ada pabrikan yang langsung
biji kakao ke pedagang pengumpul besar atau ke membeli dari petani Majene. Beberapa pabrik besar
pabrik. Disini terlihat bahwa akses petani kepada seperti PT. Bumi Tangerang dan PT. Petra Food`
pabrikan atau industri belum ada. Padahal, jika pernah berniat untuk bekerja sama langsung dengan
petani menjual langsung ke pabrik, beda harga yang para petani. Namun, kerjasama tersebut belum
didapatkan bisa mencapai Rp 4.000/kg. Hal ini jelas dilaksanakan karena para petani masih belum siap
akan menguntungkan bagi petani. untuk memenuhi volume dan kualitas biji kakao
sesuai yang diminta oleh perusahaan-perusahaan
Pedagang besar biji kakao tidak berasal dari Majene, besar tersebut dikarenakan kapasitas produksi petani
melainkan dari Polewali Mandar. Salah satu yang masih kecil. Salah satu jalan agar petani dapat
pengumpul besar yang masuk ke Majene adalah memenuhi kuota tersebut adalah dengan membentuk
CV. Bumi Surya. Meskipun terletak di Polewali gapoktan atau memanfaatkan gapoktan jika sudah
Mandar, area pembelian kakao mencakup hampir ada. Dengan memanfaatkan gapoktan akan tercapai
semua kabupaten di Sulawesi Barat, seperti Majene, kuota yang diinginkan oleh pabrikan. Selain itu,
Mamasa, Mamuju serta Polewali Mandar. Harga kualitas biji kakao akan tetap terjaga karena gapoktan
yang ditetapkan Bumi Surya untuk pembelian biji hanya akan menjual biji kakao yang memenuhi
kakao kepada pedagang pengumpul mengacu standar kualitas. Jika kedua syarat tersebut dipenuhi,
pada bursa komoditas kakao internasional di New perusahaan besar bersedia bekerja sama dengan
York sehingga harga beli kakao sangat berfluktuasi. petani.
Untuk menyiasati fluktuasi harga tersebut, beberapa
pedagang pengumpul kecamatan melakukan kontrak Peran Pemda dalam rantai pemasaran juga belum
tidak tertulis dengan CV. Bumi Surya. terlihat. Belum terlihat adanya upaya Pemda untuk
ikut serta memasarkan biji kakao dari Majene, atau
Kontrak tidak tertulis ini merupakan kesepakan harga membuka akses langsung kepada perusahaan.
beli kakao dengan volume tertentu dalam jangka Selain itu, belum ada regulasi yang mengatur tata
waktu maksimal 5 hari. Dengan kesepakatan ini, niaga kakao di Majene. Regulasi yang mengatur tata
harga beli biji kakao selama 5 hari akan ditentukan di niaga kakao ini bisa digunakan untuk menciptakan
awal sehingga dalam kurun waktu tersebut harga biji atau membuka akses pasar ataupun memperpendek
kakao tetap (tidak berubah). Biji kakao tersebut dijual rantai pemasaran. Regulasi juga bisa digunakan
dari pedagang pengumpul besar (CV. Bumi Surya) ke untuk menjaga kualitas produk kakao majene sesuai
pabrik-pabrik nasional, seperti PT. Bumi Tangerang, dengan kebutuhan industri.
PT. Petra Food dan PT. General Food. Sistem jual
beli yang digunakan adalah sistem kontrak berbasis Salah satu jalan lain agar biji kakao dapat diterima
volume. Kontrak tersebut merupakan perjanjian oleh pabrikan adalah melalui sertifikasi bagi
volume biji kakao yang dikirimkan selama satu biji kakao Majene. Tujuan sertifikasi ini adalah
periode tertentu. Sementara harga biji kakao tidak untuk menandakan produk kakao yang akan
dimasukan kedalam kontrak melainkan mengikuti diperjualbelikan telah memiliki standar dan
harga yang terdapat pada bursa komoditas kakao kualifikasi sesuai aturan yang berlaku di dunia
internasional di New York. internasional. Dengan adanya sertifikasi ini bisa
diperoleh marjin yang cukup menguntungkan bagi
Kebijakan pengenaan bea keluar atas export kakao petani kakao. Biasanya marjin ini sebesar Rp. 2000,-/
berdampak positif terhadap penghasilan petani. kg. Namun biaya sertifikasi ini cukup tinggi, karena
Pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK proses untuk mendapatkannya melalui beberapa
No.67/PMK.011/2010) tentang kebijakan pengenaan tahapan. Karena biayanya yang cukup tinggi, petani
bea keluar terhadap ekspor biji kakao sebesar kurang belum banyak yang melakukan sertifikasi ini.
lebih 5%, mendorong para pedagang besar menjual
biji kakao ke pabrik dalam negeri karena dinilai lebih Stakeholders yang terlihat perannya pada rantai
menguntungkan daripada mengekspor biji kakao pemasaran ini adalah pedagang pengepul di tingkat
ke luar negeri. Dampak positif dari penerapan Bea desa dan kecamatan. Akan tetapi sangat disayangkan
keluar adalah mulai tersedianya pasokan untuk bahwa sistem jual beli yang digunakan adalah
industri dalam negeri. Sementara bagi petani dapat sistem ijon, dimana petani dapat berhutang dan
menikmati keuntungan dengan kenaikan harga pembayarannya nanti adalah jumlah produksi biji

12
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

kakao. Hal ini mengakibatkan petani tidak memiliki Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para
kekuatan dan hanya sebagai penerima harga (price pelaku rantai nilai usaha kakao khususnya petani di
taker). Kabupaten Majene seyogyanya merupakan masalah
yang harus dipecahkan bersama. Tidak hanya Dinas
Permasalahan yang tidak kalah pentingnya adalah Kehutanan dan Perkebunan (Dinhutbun) Majene,
belum tersedianya infrastruktur yang memadai untuk pelaku lain seperti petani, UPH serta pengusaha
mendukung proses distribusi dan pemasaran seperti harus mendukung solusi atas berbagai permasalahan
jalan. Topografi Majene yang berbukit juga menjadi tersebut.
kendala tersendiri bagi petani untuk memasarkan
produksinya. Saat ini tidak semua sentra kakao Pemda Majene melalui Dishutbun telah memiliki
memiliki infrastruktur jalan yang baik, terutama rencana ke depan untuk memperbaiki rantai nilai
sentra kakao yang berada di perbukitan. Hal ini kakao, yaitu:
mengakibatkan biaya tinggi untuk mendistribusikan • Peningkatan mutu biji kakao melaui pelatihan
biji kakao dari sentra produksi ke tempat pemasaran. dan penyuluhan kepada para petani mengenai
Infrastruktur jalan yang buruk ini tidak hanya pentingnya mutu dan kualitas biji kakao. Dengan
mengakibatkan biaya tinggi pada distribusi produk, kualitas produk yang meningkat, harga pun
namun juga pada distribusi saprodi bagi daerah- akan meningkat sehingga dapat meningkatkan
daerah sentra kakao yang infrastruktur jalannya pendapatan para petani.
buruk. • Peningkatan volume produksi biji kakao agar
dapat memenuhi permintaan pengusaha.
A. Kelembagaan Promosi yang dilakukan Pemda dapat menarik
Belum terdapat satu kelembagaan pada mata rantai minat pengusaha untuk membeli biji kakao
pemasaran kakao di Majene yang mewadahi atau langsung dari petani Majene. Namun, para petani
melingkupi proses transaksi antara penjual dan belum mampu memenuhi standar mutu dan
pembeli. Pemasaran yang dilakukan sebagian besar bolume biji kakao yang diinginkan pengusaha.
dilakukan oleh para petani langsung kepada pengepul Oleh karena itu, Dinhutbun sedang menyiapkan
tingkat desa atau kecamatan. Tidak ada pasar yang pemasaran bersama melalui ketiga UPH yang
dibuka sebagai tempat terjadinya transaksi antara ada di Kabupaten Majene yang nantinya ketiga
petani dengan pedagang pengepul. UPH tersebut akan dikoordinir oleh satu orang.
Dalam rangka ke arah sana juga dilakukan
Selain itu, belum terbentuk forum atau kemitraan dengan peningkatan peran dan kekuatan poktan-
antara petani kakao dengan para stakeholder poktan yang ada. Penyatuan UPH-UPH tersebut
lainnya seperti perbankan, pedagang pengepul dan bertujuan untuk mengumpulkan semua hasil
perusahaan. Dengan adanya forum ini, dapat tercapai produksi biji kakao dari para petani agar dapat
kesepakatan-kesepakatan antara pelaku usaha kakao memenuhi standar mutu dan volume biji kakao
dengan para pelakunya. Dengan terbentunya forum yang diinginkan pengusaha.
ataupun kemitraan, dapat terjalin komunikasi yang
erat, tidak hanya Pemda kepada petani, tapi juga Secara ringkas, susunan organisasi petani kakao yang
Pemda kepada pabrikan atau perusahaan pengolah diharapkan Dinhutbun adalah sebagai berikut:
biji kakao. Pemkab Majene juga akan melakukan penguatan
poktan melalui UPH, meskipun bukan hal yang
4.3. RENCANA KE DEPAN PEMERINTAH mudah. Jumlah UPH yang masih terbatas (3
KABUPATEN MAJENE unit) dinilai belum cukup untuk menampung

Gambar 2. Rencana Susunan Organisasi Petani Kabupaten Majene

Koordinator UPH

Ketua UPH Ketua UPH Ketua UPH

Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua


Poktan Poktan Poktan Poktan Poktan Poktan Poktan Poktan Poktan

Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani

13
jumlah seluruh produksi petani yang ada di tiga pengaturan khusus ini, kualitas biji kakao yang
kecamatan tersebut. Tersedianya satu unit UPH di diinginkan oleh pengusaha atau pabrikan seperti
tiap kecamatan sentra produksi kakao masih belum biji kakao yang di fermentasi terjaga.
menjadi solusi agar petani mau menjual biji kakaonya 5. Belum ada akses pasar langsung bagi petani kakao
ke UPH meningat jarak yang jauh antara kebun di Majene. Pemasaran masih bergantung pada
kakao dengan UPH tersebut. Oleh karena itu, perlu pengepul. Belum ada pabrikan yang langsung
adanya peran aktif dari pengelola UPH untuk turun membuka akses atau langsung ke petani.
langsung membeli biji kakao dari rumah-rumah 6. Koordinasi dan sinkronisasi antara Pemprop
petani. Selain peran aktif tersebut, para petani perlu dengan Pemkab untuk pelaksanaan GERNAS
diberi beberapa keuntungan atau insentif agar petani masih belum kuat. Hal ini terlihat dari perbedaan
bersedia menjual biji kakaonya di UPH. Beberapa jadwal pengadaan dengan pelaksanaan.
diantaranya adalah penyediaan sarana produksi
(pupuk, fungisida dan pestisida) serta kebutuhan Usulan Tindak Lanjut
sembako bagi para petani secara kredit, pelatihan 1. Perlu dilakukan penguatan kapasitas petani
dan penyuluhan yang intensif, pemberian fasilitas termasuk pengetahuan dalam pengolahan hasil
pengeringan biji kakao serta penginformasian harga biji kakao dan pemasaran. Hal ini sangat penting
pasar biji kakao setiap hari. agar petani menjadi mandiri dalam kegiatan off-
farm.
Solusi atas pengefisienan rantai nilai melalui 2. Perlu dibentuk regulasi khusus untuk mengatur
penguatan UPH membutuhkan peran aktif tidak standar mutu biji kakao, sehingga bisa terjadi
hanya dari Pemda, melainkan dari pengelola UPH matching in antara kebutuhan pabrik dengan
maupun para petani sendiri. Para petani perlu kualitas kakao yang dihasilkan.
diberikan motivasi agar mereka bersedia melakukan 3. Perlu didorong pembentukan dan penguatan
pemasaran bersama seperti yang direncanakan oleh kelembagaan untuk petani kakao. Kelembagaan
Pemda. Dengan pemasaran bersama, petani akan ini dapat berbentuk asosiasi atau koperasi. Dengan
mendapatkan keuntungan (margin) lebih daripada keberadaan asosiasi ini, diharapkan petani kakao
mereka menjualnya secara individu. di Majene memiliki kekuatan di pasar.
4. Perluasan akses pasar untuk petani yang di
fasilitasi oleh Pemda. Perluasan ini dimaksudkan
V. PENUTUP adanya pemberian kesempatan bagi petani untuk
melakukan kontrak dengan pabrikan. Dengan
Dari paparan di atas, dapat dapat diambil beberapa kesempatan untuk melakukan kontrak dengan
kesimpulan berikut sebagai masalah rantai nilai pabrikan, petani akan mendapatkan harga yang
kakao di Majene: layak untuk produk biji kakao.
1. Dari sisi petani, masih kurang kesadaran agar 5. Perlu pendampingan teknis bagi petani agar
menjual biji kakao yang sudah memiliki standar memiliki pemahaman terhadap pentingnya
kekeringan tertentu. Masih banyak petani yang kualitas biji kakao yang baik dan sesuai dengan
menjual biji kakao dengan pengeringan asalan. kebutuhan pabrikan. Dengan menjaga kualitas
Sementara di satu sisi, kebutuhan pabrikan adalah biji kakao yang baik, tentunya akan mendapatkan
biji kakao dengan kualitas fermentasi. kepercayaan dari perusahaan dan bisa melakukan
2. Sistem jual beli yang diterapkan antara penyedia kontrak.
saprodi dan petani masih bersifat kredit. Hal ini 6. Perlu dibentuk satu forum dan kemitraan
akan memberatkan petani karena ketika panen, bagi seluruh stakeholder kakao di Majene.
harga biji kakao bisa ditekan oleh penyedia Kegunaan forum ini adalah sebagai wahana
saprodi yang juga berprofesi sebagai pengepul. untuk membicarakan permasalahan yang terjadi
Bahkan masih ada sistem jual beli berupa ijon. di kakao Majene. Selain itu, dari forum tersebut,
Sistem ijon ini biasanya dilakukan oleh pedagang dapat dirumuskan bentuk kemitraan yang
pengepul di tingkat desa, dimana petani tingkat menguntungkan bagi para stakeholder.
desa memiliki utang kepada mereka karena 7. Selain penguatan kelembagaan, aspek
kurangnya modal ataupun arus kas keuangan infrastruktur juga perlu diperhatikan dalam
yang baik untuk menutupi kebutuhan atau menganalisis rantai nilai kakao. Infrastruktur yang
merawat kebun. buruk menyebabkan semakin mahalnya biaya
3. Kelembagaan yang ada seperti poktan/Gapoktan yang dikeluarkan untuk mengangkut biji kakao
masih belum dapat menguatkan posisi tawar dari kebun ke pasar. Karena itu, pembangunan
petani di dalam pasar karena kelembagaan ini infrastruktur di sentra produksi kakao (jalan
baru pada tingkatan inisiasi saja. Gapoktan pun produksi) diperlukan untuk mempermudah akses
tidak berfungsi, meskipun ada, yang lebih sering pasar bagi komoditas kakao.
bergerak adalah petani maupun poktan. 8. Koordinasi antara Pemda juga perlu ditingkatkan.
4. Masih belum ada regulasi khusus yang mengatur Diharapkan dengan adanya koordinasi yang baik
tentang produksi kakao atau standar biji kakao ini, dapat terbentuk keselarasan program antara
yang diterapkan oleh pemda Majene. Dengan program Propinsi dan Program Kab./Kota. 

14
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

Lampiran 1. Permasalahan dan Rencana Tindak Lanjut Pengembangan Rantai Nilai Kakao
di Kabupaten Majene

FAKTA – PIHAK YANG


SUMBER RENCANA
KONDISI AKAR MASALAH BERTANGGUNG
MASALAH TINDAK LANJUT
OBJEKTIF JAWAB
SARANA PRODUKSI:
• Keterbatasan • Minimnya • Minimnya • Memperkuat • Dishutbun
Pupuk, pestisi- kemampuan kemampuan kemampuan • Bappeda
da, dan alat-alat permodalan petani dalam permodalan • Diskoperindag
bertani yang yang dimiliki menyediakan petani melalui • Dinas PU
dimiliki oleh oleh petani saprodi peningkatan • Lembaga Per-
petani • Pupuk yang • Masih kurangn- peran perban- bankan
• Ketiadaan dipakai dalam ya infrastruktur kan • UPH
pasokan atau GERNAS tidak pendukung • Meningkatkan • Distributor Sap-
terputusnya di jual bebas di untuk distribusi peran UPH se- rodi
pasokan pupuk pasaran saprodi bagai salah satu
yang dipakai • Infrastruktur • Belum terse- sarana distri-
dalam GERNAS yang buruk di dianya dana busi saprodi
• Luas dan se- daerah sentra- atau prioritas • Membangun
baran wilayah sentra produksi pembangunan infrastruktur,
perkebunan kakao infrastruktur ke khususnya jalan
yang menjadi daerah sentra yang menuju
sentra produksi produksi kakao daerah sentra
kakao yang me- produksi kakao
miliki tipologi
dan kontur
wilayah berag-
am
• Sudah terdapat
beberapa took
saprodi diting-
kat kecamatan
BUDIDAYA / USAHA PERKEBUNAN:
Produksi:
• Kepemilikan • Tingkat produk- • Petani tidak me- • Melakukan • Dishutbun
lahan 1-2 hektar tivitas masih miliki kapasitas pembinaan • Bappeda
per petani rendah diband- dan peng- secara intensif • Diskoperindag
dengan tingkat ingkan tingkat etahuan yang kepada petani • Badan Penyuluh
produktivitas optimal yang memadai untuk dapat • Lembaga Per-
sebesar 0,95 ton mencapai 3 ton/ • Pertanian kakao melakukan bankan
• Masih terdapat ha dipandang perawatan ke- • UPH
kebun yang • Petani enggan tidak menarik bun • Distributor Sap-
belum dirawat merawat kebun bagi generasi • Perlunya rodi
dengan baik • Tingkat kesa- muda peningkatan • Staff Ahli Bi-
• Masih terjadi daran dan peng- pengetahuan dang Pertanian
serangan hama etahuan yang petani untuk
dan penyakit dimiliki petani menggunakan
tanaman kakao masih kurang pupuk.
• Umumnya • Tidak adanya • Penguatan
pertanian kakao regenerasi kelembagaan &
dilakukan turun petani dalam kapabilitas pe-
temurun hal budidaya nyuluh bidang
kakao kakao secara
berkelanjutan
untuk men-
dukung pening-
katan kapasitas
petani.

15
PIHAK YANG
FAKTA – KONDISI SUMBER RENCANA
AKAR MASALAH BERTANG-
OBJEKTIF MASALAH TINDAK LANJUT
GUNG JAWAB
BUDIDAYA / USAHA PERKEBUNAN:
Kelembagaan:
• Terdapat kurang • Kelompok tani • Belum ada • Perlu adanya • DPR
lebih 1000 hanya mengejar penataan dan kebijakan un- • Dishutbun
kelompok tani, motif rente dari pembinaan tuk mengatur • Bappeda
hanya 10% yang bantuan pemda kelompok tani dan membina • Diskoperind-
masih berfungsi • Kurang kuatnya yang lebih keberadaan ag
• Terdapat Unit organisasi terarah kelompok tani • Badan Peny-
Pengolahan Hasil petani kakao uluh
yang dibangun • Pembinaan • Lembaga
melalui dana Poktan masih Perbankan
GERNAS dan belum terpadu
dikelola oleh
poktan

SDM (Sumber Daya


Manusia):
• Jumlah penyuluh • Jumlah pe- • Kurangnya • Peningkatan • Badan peny-
sekitar sekitar 42 nyuluh yang Kualitas dan kualitas dan uluh
orang (penyuluh masih kurang kuantitas peny- kuantitas peny- • Dinas Kehu-
tetap, tenaga • Kapasitas petani uluh uluh tanan dan
harian lepas yang masih • Kurangnya • Meningkatkan Perkebunan
dan penyuluh kurang dalam kapasitas petani kapasitas petani • Bappeda
swadaya) melakukan pen- dalam hal terutama dalam • Diskoperind-
• Kapasitas gelolaan kebun pengetahuan, hal kapasitas Off ag
petani dalam • Mulai menu- ketrampilan Farm
pengelolaan runnya proses dan sikap
kebun masih regenerasi
kurang petani
• Umumnya yang
melakukan
budidaya kakao
adalah petani
dengan usia diatas
40 tahun.

PENGELOLAAN PASCA PANEN:


• Kualitas biji kakao • Kebutuhan • Tidak tersedi- • Meningkatkan • Pemda
masih kurang dan arus keuangan anya peralatan kapasitas petani • LSM
belum memen- petani yang untuk melaku- melalui pro- • Lembaga
uhi standar yang cepat sehingga kan pengolahan gram-program keuangan
diinginkan oleh petani membu- yang baik penyuluhan • Buyer
pabrikan tuhkan pemasu- • Pengetahuan terkait pen-
• Pengolahan pasca kan perharinya petani dalam gelolaan pasca
panen, seperti • Infrastruktur melakukan pen- panen
pengeringan pendukung golahan hasil • Menguatkan
dilakukan secara yang dimiliki panen masih kapasitas UPH
asalan petani untuk kurang dalam khususn-
• Kebanyakan melakukan ya dalam hal
petani hanya pengolahan peralatan
mengeringkan 1 lanjutan tidak
hari kemudian memadai
langsung jual ke
pedagang desa.

16
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

PIHAK YANG
FAKTA – KONDISI SUMBER RENCANA
AKAR MASALAH BERTANG-
OBJEKTIF MASALAH TINDAK LANJUT
GUNG JAWAB
PENGELOLAAN PASCA PANEN:
• Sarana untuk mel- • Peralatan yang
akukan pengerin- ada di UPH
gan yang belum belum memadai
memadai, petani untuk menam-
masih melaku- pung hasil
kan pengeringan panen biji kakao
di pinggir jalan masyarakat
atau tempat yang
kebersihannya
kurang terjamin

PEMASARAN DAN HARGA JUAL:


• Harga kakao fluk- • Posisi tawar • Tidak ada me- • Membuka akses ---
tuatif mengikuti petani dalam kanisme penga- pasar bagi para
harga bursa ko- menentukan man ekonomi petani
moditi New York: harga jual kakao untuk menja- • Memprioritas-
Kisaran harga sangat rendah. min kebutuhan kan pemban-
antara 17 ribu
• Kurangnya hidup petani. gunan infras-
sampai dengan
25 ribu rupiah kapasitas petani • Kurangnya truktur untuk
(kualitas kadar dalam hal per- dukungan/ mendukung
air 7). Sedangkan modalan keterbatasan pemasaran
harga di tingkat • Kurangnya anggaran • Meningkatkan
petani, harga biji pengetahuan pemerintah un- kapasitas petani
kakao berkisar petani tentang tuk melakukan untuk mengolah
antara Rp. 6000,-/ standar biji perbaikan dan biji kakao yang
kilogram s.d. Rp kakao yang pembangunan sesuai dengan
7.000,-/kilogram baik, sehingga jalan. standar yang
• Petani lebih suka harga yang di- • Kurangnya diinginkan oleh
menjual langsung
dapat pun tidak kapasitas perusahaan
kepada pedagang
desa, meskipun bagus petani dalam
harga rendah • Infrastruktur hal melakukan
karena dorongan yang belum pemasaran dan
kebutuhan. tersedia untuk tidak adanya
• Tingkat peng- mendukung akses langsung
etahuan petani pemasaran biji ke pasar
akan kualitas biji kakao
kakao yang sesuai
dengan standar /
kebutuhan pasar
masih rendah.
• Masih ada sistem
ijon dari peda-
gang pengepul.
• Infrastruktur
yang masih
kurang memadai
untuk sebagian
wilayah sentra
produksi kakao.
Dan belum ada
infrastruktur
pasar yang mem-
pertemukan pro-
dusen biji kakao
dan pembeli di
Majene.

17
Lampiran 2. Matriks Analisis Stakeholders Pengembangan Kakao di Kabupaten Majene

PIHAK YANG TERLIBAT


PERAN SAAT INI PERAN YANG DIHARAPKAN
SAAT INI
Kementrian Pertanian RI
1. Ditjen Perkebunan • Menjalankan Program GERNAS • Tetap melanjutkan program
• Menyalurkan bantuan-bantuan yang GERNAS Kakao, mengingat
berasal dari dana APBN manfaat dari program GER-
NAS yang besar bagi pen-
ingkatan produksi Kakao di
Majene
2. Ditjen Sarana dan Prasa- --- • Penyediaan infrastruktur
rana pendukung
Dinas Perkebunan Mendukung dan mengkoordinasikan Meningkatkan koordinasi dan
Provinsi Sulbar program Gernas Pro Kakao, seperti sinkronisasi program pengem-
pengadaan dan penyaluran kegiatan bangan kakao dengan Pemda
peremajaan (bibit SE, pupuk, insektisida, Kabupaten, terutama dalam hal
fungisida), rehabilitasi (pupuk, insektisi- pengadaan barang dan jasa yang
da, fungisida) dan intensifikasi (pupuk, terkait kegiatan GERNAS.
insektisida dan feromon)
Dinas Perkebunan dan • Mendukung program Gernas Pro • Mengadakan program pem-
Kehutanan Kab. Majene Kakao, seperti pengadaan dan pen- binaan kepada petani secara
yaluran kegiatan peremajaan (Tan lebih intensif
Sela, Hand sprayer, upah kerja), • Membuat perda mengenai
rehabilitasi (hand sprayer, entress perkebunan khususnya kakao
(SS), upah kerja), intensifikasi (hand yang bersifat pengaturan
sprayer, Gunting Galah, upah kerja) (standar kualitas kakao).
dan pengolahan pasca panen (UFBK) • Lebih intensif mengadakan
serta pemberian dana bantuan untuk promosi atau membuka jalur
pelaksana teknis lapangan. pemasaran
• Melakukan promosi produk kakao • Terus memberikan penguatan
kepada investor (belum maksimal). kapasitas kepada UPH dan
• Belum membuka akses pasar ke petani agar bisa memenuhi
petani. Atau setidaknya memfasilitasi standar kualitas biji kakao
perusahaan coklat bertemu dengan yang diinginkan pabrikan/pe-
petani kakao dan mengadakan ker- rusahaan
jasama. • Mengadakan kerjasama den-
• Melakukan pendirian UPH sebagai gan perbankan dalam penye-
inisiasi kelembagaan bagi petani yang diaan kredit bagi petani kakao
bertujuan untuk meningkatkan harga • Penyediaan infrastruktur dari
biji kakao.--> Kinerjanya saat ini be- pusat produksi ke jalan utama
lum optimal. • Membantu petani dalam hal
• Belum melakukan fasilitasi kepada sertifikasi biji kakao (min.
seluruh stakeholder untuk membic- sesuai SNI)
arakan permasalahan kakao • Membentuk forum antar
• Belum ada kerjasama dengan pihak stakeholder kakao, tujuan-
perbankan dalam pemberian kredit nya untuk membicarakan
permodalan bagi petani permasalahan-permasalahan
• Belum ada perda yang mengatur yang terjadi pada usaha kakao
kakao, atau investasi di sektor kakao Majene maupun matching in
• Belum melakukan pembinaan ter- kebutuhan antar stakeholder.
hadap Gapoktan. Gapoktan saat ini
ada namun peranan dan kinerjanya
di dalam usaha kakao tidak terlihat,
yang banyak bergerak adalah poktan-
poktan.

18
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

PIHAK YANG TERLIBAT


PERAN SAAT INI PERAN YANG DIHARAPKAN
SAAT INI
Dinas Perkebunan dan • Belum ada pembekalan khusus
Kehutanan Kab. Majene kepada penyuluh (PPL), padahal PPL
ini perannya sangat penting dalam
pembinaan petani. Pembekalan
khusus ini berupa pembekalan teknis
perkebunan kakao, karena keban-
yakan penyuluh hanya memiliki
kemampuan pada teknis pertanian
pangan.
• Belum menginisiasi kemitraan antar
stakeholder, misalnya petani dengan
perusahaan dan perbankan. Hal ini
bisa sangat berguna dalam mem-
bantu petani dari segi permodalan,
dimana dengan terjalinnya kemitraan
antara perusahaan dengan petani,
maka perusahaan menjadi bapak
asuh petani yang dapat menjamin
petani untuk memperoleh kredit.
Badan Ketahanan Pangan • Mendukung Gernas pro kakao • Peningkatan jumlah penyuluh
dan Pelaksana Penyuluh melalui penyediaan tenaga pelaksana agar tercapai 1 orang peny-
Pertanian Kabupaten Ma- penyuluh pertanian (PPL). uluh 1 desa
jene (BKP4) • Melakukan pelatihan dan pembinaan
kepada para petani, baik dari pintu ke
pintu maupun mengumpulkan para
petani di suatu tempat.
• Memiliki wilayah pembinaan lebih
dari 1 desa perorang, karena kuantitas
yang kurang.
• Latar belakang pendidikan yang
bermacam-macam sehingga ada pe-
nyuluh yang tidak memiliki kapasitas
dalam teknis berkebun kakao.

Petani • Melakukan kegiatan bertani kakao • Melakukan pemeliharaan


termasuk pemeliharaan kebun, pe- yang intensif terhadap kebun
manenan berkala dan pemupukan kakao agar hasil produksi dan
• Mengikuti kegiatan pelatihan yang kualitas biji kakao semakin
diberikan penyuluh dan memprakte- meningkat.
kannya (belum maksimal) • Lebih memperhatikan dan
• Melakukan pengolahan sebagian melaksanakan masukan dari
besar biji kakao dengan pengeringan penyuluh yang disampaikan
dan masih sedikit yang melakukan pada saat penyuluhan pembi-
fermentasi. naan dan pelatihan.
• Melakukan penjualan biji kakao • Melakukan proses pasca
kepada pengepul desa, pengepul panen yang baik seperti pen-
tingkat kecamatan maupun tingkat geringan »» standar 7, fer-
kabupaten. mentasi, dan penyortiran biji
• Belum terlihat adanya inisiatif untuk kakao.
membentuk kelembagaan yang kuat. • Aktif di dalam kelompok tani.
• Belum memiliki pengetahuan kakao • Sertifikasi hasil produksi
di luar budidaya, seperti pengolahan kakao
yang baik, standar biji kakao yang
diinginkan oleh perusahaan, maupun
proses pembentukan harga biji kakao.
• Belum memiliki pengetahuan yang
lengkap mengenai pengajuan kredit.

19
PIHAK YANG TERLIBAT
PERAN SAAT INI PERAN YANG DIHARAPKAN
SAAT INI
Kelompok Tani/ Gabun- • Melakukan pembinaan kepada petani • Menjadi salah satu lem-
gan Kelompok Tani anggota baga yang dapat menguatkan
• Memfasilitasi petani anggota dalam peran petani di dalam pasar
penyediaan saprodi dengan melakukan peng-
• Memberikan bantuan kepada petani gabungan jumlah produksi
dalam bentuk pinjaman saprodi, dan petani sehingga dapat me-
juga tempat penyimpanan menuhi kuota yang diingin-
kan oleh pabrikan
Pengepul Desa • Melakukan pembelian langsung ke
rumah-rumah petani untuk membeli
biji kakao basah atau setengah kering
dari para petani.
---
• Melakukan pengeringan biji kakao
selama sekitar 3-4 hari.
• Melakukan penjualan ke pengepul
kecamatan.
Unit Pengolahan Hasil • Dana paket bantuan UPH dari pro- • Lebih berupaya memoti-
(UPH) gram Gernas digunakan sebagai vasi petani dalam kelompok
modal untuk menjual alat-alat perta- taninya maupun petani dari
nian maupun sembako secara kredit kelompok lain untuk men-
• Melakukan fermentasi maupun pen- geringkan atau menjual biji
geringan biji kakao kakaonya di UPH.
• Menjual biji kakao kering kepada • Semakin baik dalam mengelo-
pengumpul kecamatan la UPH, misal dengan sistem
• Best practice : Memberikan label pemasaran yang semakin baik
“UPH” bagi biji kakao yang dijual maupun dengan menyediaan
melalui UPH »» UPH Malunda kebutuhan untuk para petani
yang semakin banyak.
• Sebagai salah satu wahana
penguat posisi tawar petani
dalam pasar
Pengepul Kecamatan • Membeli biji kakao dari para penge-
pul desa atau dari petani.
• Mengeringkan biji kakao sesuai den-
gan permintaan pengepul kabupaten.
• Mengangkut biji kakao dari kecama-
tan ke pedagang besar
• Terkadang, menggunakan sistem kon-
---
trak dengan pedagang besar. Kontrak
berupa jumlah yang dikirim dengan
harga tertentu dan biasanya kontrak
tidak tertulis hanya berlaku maksimal
5 hari.
Pengepul Kabupaten • Mengumpulkan biji kering dari para
pengepul, tidak langsung dari petani.
• Membeli harga dari pengepul dengan
harga sesuai dengan harga pada Mar-
ket New York (pasar kakao dunia).
• Jual beli kakao dengan pengepul
tergantung dari pengepul itu sendiri.
Ada yang menggunakan kontrak dan ---
ada juga yang tidak.
• Menjual biji kakao kering (kadar 8
atau 9) ke pabrik PT. General Food, PT
Bumi Tangerang, PT. Tetrapak dengan
berdasarkan kontrak jumlah volume
biji kakao dalam waktu tertentu (misal
1 tahun).

20
Kebutuhan Pengembangan Usaha Kakao dengan Pendekatan Rantai Nilai, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

PIHAK YANG TERLIBAT


PERAN SAAT INI PERAN YANG DIHARAPKAN
SAAT INI
Pabrik • Pabrikan belum ada yang langsung • Bekerjasama dengan pemda
berhubungan langsung dengan dan perbankan untuk mem-
petani beli hasil produksi kakao ke
petani
Perbankan • Sebagai penyedia kredit dan pen- • Memberikan akses modal
yalur dana revitalisasi, namun saat ini kepada petani kakao dengan
penyalurannya sedikit, karena petani kemudahan fasilitas kredit
jarang yang termasuk kategori bank- • Bekerjasama dengan pemda
able atau layak untuk memperoleh dan pabrikan untuk menjamin
kredit. pabrikan membeli produksi
• Belum berperan aktif dalam menin- dari petani kakao
gkatkan kapasitas petani dalam hal
pengajuan kredit
Ornop (LSM)/Penggiat • Peran aktif untuk pendampingan • Ornop diharapkan mendamp-
Kakao petani masih kurang ingi petani, terutama dalam
advokasi dan penguatan
kelembagaan serta kapasitas
petani.
Universitas • Peran universitas untuk mendukung • Bekerja sama dengan Pemda
penelitian dan pengembangan kakao untuk melakukan penelitian
di Majene belum optimal. terhadap karakteristik kebun
kakao di Majene baik di pesisir
maupun di perbukitan.



21
LAPORAN PENELITIAN

Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan


Mutu Kakao (GERNAS KAKAO)

KERJASAMA ANTARA:

FORD FOUNDATION
dengan
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Jakarta 2013
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................................................................... i


Daftar Tabel ............................................................................................................................................................. ii

I. Latar Belakang GERNAS Kakao ............................................................................................................... 1


II. GERNAS Kakao Menurut Persepsi Stakeholder Nasional ...................................................................... 2
III. Profil Pelaksanaan GERNAS di Majene .................................................................................................... 3
3.1. Kegiatan Intensifikasi ...................................................................................................................... 3
3.2. Kegiatan Rehabilitasi ....................................................................................................................... 4
3.3. Kegiatan Peremajaan ....................................................................................................................... 5
3.4. Pengembangan Kapasitas Petani ................................................................................................... 9
3.5. Pembangunan Unit Pengolahan Hasil .......................................................................................... 9
3.6. Kegiatan Lain dalam GERNAS ...................................................................................................... 11
IV. Capaian Program GERNAS Kakao di Kabupaten Majene .................................................................... 11
V. Rekomendasi Kebijakan ............................................................................................................................. 12

Lampiran I Matriks Peran Stakeholder GERNAS Kakao Majene ................................................................ 14

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perspektif Narasumber Nasional Mengenai GERNAS Kakao .................................................... 2


Tabel 2. Luas Areal Kebun Kakao di Kabupaten Majene dalam Program GERNAS Tahun 2009-2012
(hektar) ................................................................................................................................................. 4
Tabel 3. Wilayah Pengembangan Kakao pada Kegiatan Intensifikasi Program GERNAS Kakao di
Kabupaten Majene Tahun 2011 ........................................................................................................ 4
Tabel 4. Wilayah Pengembangan Kakao pada Kegiatan Rehabilitasi Program GERNAS Kakao di
Kabupaten Majene Tahun 2011 ........................................................................................................ 5
Tabel 5. Wilayah Pengembangan Kakao pada Kegiatan Peremajaan Program GERNAS Kakao di
Kabupaten Majene Tahun 2011 ........................................................................................................ 5
Tabel 6. Mata Rantai (Impact Chain) dan Kendala Paket Bantuan Kegiatan Intensifikasi, Rehabilitasi
dan Peremajaan GERNAS Kakao ..................................................................................................... 8
Tabel 7. Mata Rantai (Impact Chain) dan Kendala Kegiatan Pengembangan Kapasitas Petani
10
GERNAS Kakao ..................................................................................................................................
Tabel 8. Mata Rantai (Impact Chain) dan Kendala Pembangunan Unit Pengolahan Hasil ..................... 10
Tabel 9. Capaian Program GERNAS di Kabupaten Majene dari Tahun 2008-2011 ................................ 11

ii
Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan Mutu Kakao, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

I. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan produsen kakao terbesar Untuk mengatasi penurunan kinerja tersebut, maka
nomor dua di dunia dengan produksi sebesar 844.626 Pemerintah pada tahun 2008 telah mencanangkan
ton pada tahun 2010 (bandingkan Pantai Gading, Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu
sebagai produsen terbesar, yang pada tahun 2010 Kakao (Gernas Kakao). Program ini pada awalnya
mencatat angka produksi sebesar 1.242.290 ton dicanangkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla,
(FAO,2010). Dengan luas tanaman sebesar 1.652 juta untuk empat provinsi di Sulawesi, yakni Sulawesi
Ha pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 1.746 Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan
ha pada tahun 2011 di mana sebagian besar (94%) Sulawesi Tenggara. Hal ini dikarenakan sebesar 60
kepemilikan arealnya dimiliki rakyat (perkebunan % volume produksi kakao berada di empat provinsi
rakyat) dan menyerap tenaga kerja sebanyak 1.64 tersebut. Gerakan ini merupakan upaya percepatan
juta orang serta nilai ekspor lebih dari US$ 1.6 Milyar peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil
per tahun, kakao merupakan salah satu komoditi kakao nasional dengan melibatkan secara optimal
strategis bagi Indonesia. seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumber
daya yang ada. Tujuannya adalah memperbaiki
Lokasi sentra kakao tersebar di Sulawesi (63,8%), tingkat pendapatan petani melalui peningkatan
Sumatera (16,3%), Maluku dan Papua (7,1%), Jawa produksi, produktivitas serta mutu kakao.
(5,3%), Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat
dan Bali (4,0%). Berdasarkan sebagian besar sentra Pelaksanaan Gernas dimulai dari tahun 2009
kakao berada di wilayah Indonesia Bagian Timur, yang hingga 2013. Pada tahun 2009 Gernas kakao
khususnya di daratan Sulawesi, menjadi alasan dilaksanakan di 9 Provinsi (Sulsel, Sultra, Sulbar,
penting bagi pemerintah untuk berkomitmen dan Sulteng, Bali, NTT, Maluku, Papua dan Papua
mendukung upaya peningkatan kesejahteraan bagi Barat) dan 40 kabupaten. Sedangkan pada tahun
petani dan perekonomian berbasis komiditas kakao 2010 menjadi 13 provinsi (Sulsel, Sultra, Sulbar,
di wilayah timur Indonesia. Sulteng, Bali, NTT, Maluku, Papua dan Papua Barat,
Kalbar, Kaltim, Gorontalo dan Maluku Utara) dan
Namun demikian, potensi kakao di Indonesia yang 56 kabupaten. Ke empat provinsi baru (Kalbar,
sangat besar tersebut semakin terancam dengan Kaltim, Gorontalo dan Maluku Utara) merupakan
semakin meningkatnya serangan hama dan penyakit, sentra kakao di Indonesia bagian timur yang saat
umur tanaman yang sudah tua dan kurangnya ini juga mendapat serangan OPT. Pada tahun
perawatan terhadap kebun kakao. Berdasarkan 2011 pelaksanaan Gernas berkembang menjadi 25
identifikasi lapangan dan data tahun 2008 dari Provinsi dan 98 Kabupaten dan pada tahun 2012 ini
Kementerian Pertanian, terdapat 70.000 ha kebun dilaksanakan di 14 Provinsi dan 50 Kabupaten yang
kakao dengan kondisi tanaman tua, rusak, tidak merupakan sentra kakao di Indonesia Bagian Timur.
produktif, dan terkena serangan hama dan penyakit
dengan tingkat serangan berat sehingga perlu Sebagai suatu gerakan berskala nasional, maka
dilakukan peremajaan, 235.000 ha kebun kakao pemerintah menilai perlu dilakukan suatu evaluasi
dengan tanaman yang kurang produktif dan terkena untuk melihat relevansi, efektivitas, efisiensi, Gernas
serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan Kakao dalam mencapai output serta dampak yang
sedang sehingga perlu dilakukan rehabilitasi, dan telah ditetapkan yaitu meningkatkan produktivitas,
145.000 ha kebun kakao dengan tanaman tidak mutu, serta pendapatan petani. Evaluasi juga
terawat serta kurang pemeliharaan sehingga perlu berfungsi sebagai landasan kelayakan suatu program
dilakukan intensifikasi. Kondisi tersebut berpotensi atau proyek untuk dapat dilanjutkan. Evaluasi
menurunkan produktivitas, produksi, mutu produk tersebut mencakup sisi input, proses, output serta
sehingga mengakibatkan turunnya jumlah ekspor dampak suatu program.
dan kesejahteraan petani kakao. Data dari Direktorat
Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian GERNAS Kakao merupakan upaya percepatan
menyebutkan, produktivitas tanaman selama 2004- peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil
2008 mengalami penurunan yang cukup drastis, kakao nasional dengan memberdayakan seluruh
yaitu sebesar 40% dari 1.100 kg/ha/tahun menjadi 660 potensi pemangku kepentingan serta sumber
kg/ha/tahun. Hal ini mengakibatkan kehilangan hasil daya yang ada. Tujuan GERNAS Kakao adalah
produksi kakao sebesar 184.500 ton per tahun atau memperbaiki tingkat pendapatan petani melalui
setara dengan Rp 3,69 triliun per tahun. Serangan peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu hasil.
hama dan penyakit juga semakin menurunkan mutu Sasaran GERNAS kakao tahun 2009-2011 adalah:
dan kualitas kakao sehingga ekspor biji kakao ke
Amerika Serikat mengalami pemotongan harga 1. Perbaikan pertanaman kakao rakyat seluas
sebesar US$ 301,5/ton. 450 ribu ha, peremajaan tanaman 70 ribu ha,

1
rehabilitasi tanaman 235 ribu ha melalui teknologi Kementerian Pertanian dengan Presiden, Dana
sambung samping, dan intensifikasi tanaman APBN dialihkan untuk program swasembada gula.
145 ribu ha melalui penerapan teknik budi daya Meskipun tahun ke depan tidak dalam bentuk
sesuai standar. gernas, dukungan pemerintah pusat terkait program
2. Pemberdayaan petani melalui pelatihan dan pengembangan kakao akan tetap berlanjut namun
pendampingan kepada 450 ribu petani. dalam ruang lingkup yang lebih kecil dengan
3. Pengendalian hama dan penyakit tanaman seluas anggaran lebih sedikit.
450 ribu ha.
4. Perbaikan mutu kakao sesuai SNI. Meskipun hanya 30 % lahan kakao yang tersentuh
Gernas, hal tersebut belum mampu menjadi alasan
Untuk mencapai target tersebut, pada program pemerintah untuk melanjutkan program ini.
Gernas dilakukan beberapa kegiatan utama dan Sementara 70% dari total lahan perkebunan kakao
pendukung. Kegiatan intensifikasi, rehabilitasi di Indonesia yang sebesar 1,6 juta hektar belum
dan peremajaan serta pengembangan kapasitas diikutsertakan dalam Gernas masih mengalami
petani. Untuk mendukung keberhasilan kegiatan kondisi yang memprihatinkan. Padahal, beberapa
utama dalam Gernas, dilakukan beberapa kegiatan tahun terakhir, industri kakao domestik berkembang
pendukung, seperti pengadaan sarana dan prasaana, pesat sebagai dampak dari penetapan Bea Keluar
koordinasi, pengawalan, evaluasi dan pembuatan Kakao. Dengan bertambahnya jumlah industri kakao
laporan akhir. domestik, permintaan biji kakao pun meningkat
pesat. Berakhirnya program Gernas di tahun ini
Tahun 2013 adalah tahun terakhir program Gernas. ini tentu menimbulkan kekhawatiran bagi industri
Dana pendukung yang untuk GERNAS Kakao di domestik. Mereka khawatir di masa mendatang
tahun 2013 lebih kecil di tahun-tahun sebelumnya produksi kakao Indonesia tidak mampu memenuhi
yakni hanya 28.000 ha kebun kakao yang tersebar di kebutuhan industri domestik. Jika kondisi ini terjadi,
provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi maka Indonesia justru akan menjadi Negara importi
Tenggara dan Nusa Tenggara Timur dengan biji kakao. Oleh karena itu, diharapkan dengan
anggaran hanya Rp 250 Milyar. Bantuan tersebut jauh berakhirnya program Gernas ini, ada keberlanjutan
menurun dibandingkan pada tahun 2011 maupun program/peran lebih besar dari pihak Pemerintah
tahun-tahun sebelumnya yang mencapai Rp 1 Triliun. Provinsi dan Pemda terkait untuk melanjutkan apa
Akibatnya, masih cukup banyak petani di daerah yang telah dirancang dalam program gernas.
lain yang tidak mendapatkan bantuan program
Gernas. Padahal, dilihat dari kondisinya, kebun
kakao mereka membutuhkan bantuan dari program II. GERNAS KAKAO MENURUT
Gernas. Dengan menurunnya dukungan dana APBN PERSEPSI STAKEHOLDER NASIONAL
di tahun ini, diharapkan ada tambahan dana bantuan
dari pihak lainnya seperti pemda terkait, swasta,
NGO, maupun perbankan. Hasil FGD Nasional dan wawancara mendalam
terhadap beberapa stakeholder nasional menyatakan
Beralihnya komitmen dan fokus Menteri Pertanian bahwa Gernas merupakan program yang berguna
untuk mewujudkan swasembada gula merupakan bagi keberlangsungan usaha kakao di Indonesia serta
salah satu penyebab berakhirnya program Gernas bermanfaat besar bagi seluruh pelaku yang terlibat
ini di tahun 2013. Sesuai “Pakta Integritas” antara dalam usaha kakao. Program ini juga mendukung

Tabel 1. Perspektif Narasumber Nasional Mengenai GERNAS Kakao

NARASUMBER PERSPEKTIF MENGENAI GERNAS KAKAO

Sekretaris Gernas “Meskipun keberhasilan program Gernas membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni
Kementerian 1,5 tahun untuk kegiatan rehabilitasi dan 3 tahun untuk peremajaan, namun telah terjadi
Pertanian1) peningkatan poduktivitas pada kebun peserta Gernas. Sesuai dengan hasil evaluasi Bappenas
bahwa sebelum dilaksanakan program Gernas, produktivitas kakao di Indonesia rata-rata
hanya 400-500 kg/ha/tahun. Setelah adanya program Gernas ini, produktivitas kebun kakao
yang diikutsertakan dalam kegiatan intensifikasi dan peremajaan mencapai 1,1 ton/ha/tahun.
Bahkan, peningkatan yang signifikan terjadi pada kebun kakao dalam kegiatan rehabilitasi.
Hasil dari rehabilitasi tersebut menunjukkan produktivitas kakao menjadi 1,5 ton/ha/tahun.
Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam waktu tiga tahun kedepan produktivitas dapat
lebih meningkat.”

1) Disampaikan dalam wawancara mendalam (indept interview) dengan Heri Moerdianto (Sekretaris Gernas Kementerian Pertanian),
Jumat, 12 April 2013.

2
Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan Mutu Kakao, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

Direktur PT. Bumi “Gernas merupakan kebijakan yang memberikan manfaat besar bagi seluruh pelaku yang
Tangerang2) terlibat dalam rantai nilai usaha kakao, mulai dari petani, pedagang, hingga industri.
Dalam kurun waktu 1,5 tahun, penerapan teknik sambung samping dalam program ini
berhasil meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kakao di Indonesia. Sementara hasil
peremajaan dengan menggunakan bibit SE baru dapat dilihat dalam kurun waktu 3 tahun.
Meskipun program Gernas baru mencakup 30 % dari total kebun kakao di Indonesia, namun
keberhasilan tersebut cukup membantu menjaga produksi kakao sehingga di tahun 2012
kemarin tidak terjadi penurunan yang signifikan.”
Kementerian “Gernas merupakan kebijakan untuk merevitaslisasi sektor perkebunan komoditas kakao.
Perdagangan3) Lebih dari 95% merupakan perkebunan rakyat dan mayoritas adalah petani gurem. Kondisi
tersebut menyebabkan mereka (petani kakao) akan selalu terkendala dengan budidaya kakao
(on farm). Meskipun saat ini peningkatan produktivitas kakao belum signifikan, Gernas ini
diyakini mampu mendorong peningkatan produktivitas signifikan melalui penggunaan bibit
unggul, sambung samping dan pupuk formula khusus. Selain iru, Gernas juga menyediakan
fasilitas pelatihan dan pemberdayaan kepada para petani. Hal ini sangat membatu petani
dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan dan kelembagaan petani.”

cita-cita Indonesia sebagai podusen kakao terbesar tahun 2012, sebanyak 12.130 ha yang diikutsertakan
di dunia. Gernas merupakan suatu kebijakan dari pada program Gernas kakao tahun 2009-2012 di mana
pemerintah untuk memperbaiki dan meremajakan perkembangannya setiap tahun adalah: 4.500 ha pada
kebun kakao di Indonesia yang sebagian besar tahun 2009, kemudian 1.400 ha pada tahun 2010,
berumur tua dan rusak melalui kegiatan utama, yaitu tahun selanjutanya 4.500 ha serta pada tahun 2012
rehabilitasi, peremajaan, dan intensifikasi. sebanyak 1.730 ha. Dari data tersebut menunjukkan
bahwa masih ada 282 ha lahan kebun kakao yang
Produktivitas tanaman kakao sebagai salah belum tersentuh program Gernas.
satu indikator keberhasilan Gernas sudah mulai
meningkat, meskipun belum signifikan. Kedepan, jika Dari tiga kegiatan utama tersebut, rehabilitasi
kebun yang telah dilakukan intensifikasi, rehabilitasi menjadi kegiatan utama dalam program Gernas di
dan peremajaan dirawat dengan baik, peningkatan Majene. Hal ini karena sebagian kebun kakao Majene
produktivitas yang signifikan akan dirasakan dalam berumur kurang dari 15 tahun dan secara teknis
beberapa tahun mendatang. dapat dilakukan sambung samping. Di lihat dari
lokasinya, program ini menyebar di lima kecamatan
Pengusahapun sepakat bahwa progam Gernas ini sentra produksi kakao di Majene, yakni Kecamatan
sangat membantu industri kakaonya. Terlebih, dengan Sendana, Tammerodo Senadana, Tubo Sendana,
adanya penetapan bea keluar atas kakao mentah Ulumanda dan Malunda. Sementara tiga kecamatan
mengakibatkan industri domestik berkembang lainnya hanya mendapat porsi yang lebih sedikit.
pesat. Bahkan hingga kini, beberapa industri kakao Secara terperinci, perkembangan jumlah luas areal
seperti PT. Bumi Tangerang mendirikan buyer station kebun kakao tiap kecamatan di Majene dari tahun
di beberapa daerah sentra produksi kakao. Dengan 2009 hingga 2012 ditunjukkan oleh Tabel 2 di halaman
adanya program ini, jumlah produksi kakao sebagai selanjutnya.
bahan baku bagi industri domestik meningkat. Tidak
hanya itu, kakao yang berasal dari bibit dan klon Program ini mempunyai tiga kelompok kegiatan
unggul dengan menggunakan pupuk berformula utama: intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan.
khusus mampu menghasilkan mutu dan kualitas biji
kakao yang lebih baik. 3.1. KEGIATAN INTENSIFIKASI

Kegiatan intensifikasi dilakukan untuk tanaman rusak


III. PROFIL PELAKSANAAN GERNAS ringan atau kurang terpelihara melalui perbaikan
DI MAJENE teknik budidaya dan penggunaan input. Penyediaan
pupuk, pestisida, bantuan upah tenaga kerja, dan alat
pertanian adalah komponen utama kegiatan ini.
Pelaksanaan program Gerakan Nasional Peningkatan
Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Pro Kakao) di Tabel 3 di halaman selanjutnya menunjukkan bahwa
Majene dimulai sejak tahun 2009 hingga tahun 2013. wilayah kegiatan intensifikasi Gernas Kakao tahun
Dari 12.412 ha areal kebun kakao di Majene pada 2011 menyebar di lima kabupaten sentra produksi

2) Disampaikan dalam wawancara mendalam (indept interview) dengan Sindra Gautama (Direktur PT. Bumi Tangerang), Senin 8 April
2013.
3) Disampaikan dalam wawancara mendalam (indept interview) dengan Wijayanto (Kasie Ekspor Tanaman Semusim Dirjen Perda-
gangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan), Kamis 4 April 2013

3
Tabel 2. Luas Areal Kebun Kakao di Majene dalam Program Gernas Thn 2009-2012 (Hektar)

2009 2010 2011 2012


KECAMATAN
P R I P R I P R I P R I
Banggae 8 1,76 0,66 2 - - 49,25 - 0,80 15 - -
Banggae Timur 20,4 28,88 38,84 10 - 5 114 - 50,70 20 - 300
Pamboang 36,25 39,98 6,17 13 - 5 100 - 10 28 - -
Sendana 55,02 220,82 79,25 78 70 71 80 155 400 19,50 - 143
Tammerodo Sendana 114,54 766,11 380,73 80 173 50 77 171 397,50 10,50 33 300
Tubo Sendana 88,98 845,48 114,38 75 144 32 82,59 71 254 - 20 202
Ulumanda 80 674,1 110 12 68 41 97,16 481,75 405 71 70 275
Malunda 146,81 922,92 269,97 130 245 96 200 721,25 582 36 277 180
Jumlah 500 3000 1000 400 700 300 800 1600 2100 200 400 1130
Sumber: Dinhutbun Majene 2013 Ket: P = Peremajaan
R = Rehabilitasi
I = Intensifikasi

Tabel 3. Wilayah Pengembangan Kakao pada Kegiatan Intensifikasi Program GERNAS Kakao
di Kabupaten Majene Tahun 2011
Hand Gunting
Mataris Upah Kerja
No KECAMATAN Luas (ha) Pupuk (kg) Sprayer Galah
(ltr) (Rp)
(buah) (buah)
1 Banggae 0,80 256,00 0,64 600.000 - -
2 Banggae Timur 34,70 11.104,00 27,76 26.025.000 7 36
3 Pamboang 10,00 3,200,00 8,00 7.500.000 2 10
4 Sendana 250,00 80.000,00 200,00 187.500.000 50 250
5 Tammerodo Sendana 247,50 79.200,00 198,00 185.625.000 50 248
6 Tubo Sendana 167,00 53.440,00 133,60 125.250.000 33 167
7 Ulumanda 300,00 96.000,00 240,00 225.000.000 60 96
8 Malunda 390,00 124.800,00 312,00 292.500.000 78 390
Jumlah 1.400,00 448.000,00 1.120,00 1.050.000.000 280 1400
Sumber: Dithutbun Majene, 2012

kakao di Kabupaten Majene, yakni Kecamatan f) Lahan memenuhi persyaratan kesesuaian,


Sendana, Tammerodo Senadana, Tubo Sendana, meliputi: curah hujan 1.500 -2.500 mm (sangat
Ulumanda dan Malunda. Sementara tiga kecamatan sesuai) dan 1.250 -1.500 mm atau 2.500-3.000
lainnya hanya mendapa porsi yang lebih sedikit. (sesuai); Lereng 0-8% (sangat sesuai) dan 8-15%
(sesuai).
Berdasarkan Pedoman Teknis Daerah Gernas Kakao
2009-2011 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal 3.2. KEGIATAN REHABILITASI
Perkebunan, persyaratan kebun yang mengikuti
kegiatan intensifikasi antara lain: Kegiatan rehabilitasi ditunjukan untuk tanaman
a) Tanaman masih muda (< 10 tahun) tetapi kurang produktif dengan kondisi rusak sedang melalui
terpelihara; teknik sambung samping menggunakan klon unggul.
b) Jumlah regakan/ populasi tanaman >70% dari Komponen utama program ini adalah penyediaan
jumlah standar (1.000 pohon/hektar); entres, pupuk, pestisida, bantuan upah tenaga kerja,
c) Produktivitas tanaman rendah (<500 kg/ha/tahun) dan alat pertanian kecil.
dan masih mungkin untuk ditingkatkan;
d) Pohon pelindung >20% dari standar; Tabel 4 disamping menunjukkan bahwa bahwa
e) Terserang Organisme Pengganggu Tanaman wilayah kegiatan rehabilitasi hanya terpusat di
(OPT) Utama (PBK, Helopeltis spp., penyakit VSD lima kabupaten sentra penghasil kakao, khususnya
dan Busuk Buah). di Kecamatan Malunda dimana 40% kebun yang

4
Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan Mutu Kakao, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

Tabel 4. Wilayah pengembangan kakao pada kegiatan rehabilitasi program Gernas Kakao di
Kabupaten Majene tahun 2011
Hand
Luas Entres Pupuk Scorpion Upah Kerja
No KECAMATAN Sprayer
(ha) (batang) (kg) (ltr) (Rp)
(buah)
1 Banggae - - - - - -
2 Banggae Timur - - - - - -
3 Pamboang - - - - - -
4 Sendana 140,00 280.000 26.600,00 42,00 105.000.000,00 28
5 Tammerodo Sendana 112,00 224.000 21.280,00 33,60 84.000.000,00 23
6 Tubo Sendana 45,00 90.000 8.550,00 13,50 33.750.000,00 9
7 Ulumanda 181,75 363.500 34.533,00 54,53 136.312.500,00 36
8 Malunda 321,25 642.500 61.037,00 96,38 240.937.500,00 64
Jumlah 800,00 1.600.000 152.000,00 240,00 600.000.000,00 160
Sumber: Dinhutbun 2012
melaksanakan kegiatan rehabilitasi berlokasi di meliputi: curah hujan 1.500-2.500 mm (sangat
kecamatan ini. Sementara Kecamatan Banggae, sesuai) dan 1.250-1.500 atau 2.500-3.000 mm
Banggae Timur dan Pamboang bukan merupakan (sesuai); Lereng 0-8% (sangat sesuai) dan 8-15%
wilayah kegiatan rehabilitasi. (sesuai).

Dalam Pedoman Teknis Daerah Gernas Kakap 2009- 3.3. KEGIATAN PEREMAJAAN
2011 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian, persyaratan kebun yang Kegiatan peremajaan ditunjukkan untuk tanaman
akan direhabilitasi adalah kebun hamparan dengan tua atau rusak berat dengan melakukan penggantian
kondisi sebagai berikut: tanaman, penguatan dan pengutuhan populasi
a) Umur tanaman masih produktif (umur <15 tahun) menggunakan benih klon unggul yang dikembangkan
dan secara teknis dapat dilakukan sambung dengan teknik Somatic Embryogenesis (SE).
samping; Komponen utama kegiatan ini meliputi penyediaan
b) Jumlah tegakan/populasi tanaman antara 70%- benih unggul, pupik, pestisida, bantuan upah tenaga
90% dari jumlah standar (1.000 pohon/hektar); kerja, dan alat pertanian kecil.
c) Produktivitas tanaman rendah (<500 kg/hektar/
tahun) tetapi masih mungkin untuk ditingkatkan; Tabel 5 dibawah menunjukkan bahwa Kecamatan
d) Jumlah pohin pelindung >70% dari standar; Malunda merupakan kecamatan yang paling banyak
e) Terserang OPT utama (hama PBK, Helopeltis spp, melaksanakan kegiatan peremajaan dari program
dan Busuk Buah); Gernas tahun 2011. Sementara Kecamatan Banggae,
f) Lahan memenuhi persyaratan kesesuaian, Tammerodo Sendana dan Tubo Sendana merupakan

Tabel 5. Wilayah pengembangan kakao pada kegiatan peremajaan program Gernas Kakao di
Kabupaten Majene tahun 2011
Hand Bibit
Luas Bibit SE Pupuk Figor Scorpion Upah Kerja
No KECAMATAN sprayer Tan Sela
(ha) (batang) (kg) (liter) (liter) (Rp)
(buah) (kg)
1 Banggae 49,25 49.250 1.970 24,6 9,85 36.937.500 10 739
2 Banggae Timur 114 114.000 4.560 57 22,8 85.500.000 23 1.710
3 Pamboang 100 100.000 4.000 50 20 75.000.000 20 1.500
4 Sendana 80 80.000 3.200 40 16 60.000.000 16 1.200
5 Tammerodo 77 77.000 3.080 38,5 15,4 57.750.000 15 1.155
Sendana
6 Tubo Sendana 82,59 82.590 3.304 41,3 16,52 61.942.500 17 1.239
7 Ulumanda 97,16 97.160 3.886 48,58 19,43 72.870.000 19 1.457
8 Malunda 200 200.000 8.000 100 40 150.000.000 40 3.000
Jumlah 800 800.000 32.000 400 160 600.000.000 160 12.000
Sumber: Dinhutbun Majene, 2012

5
kecamatan yang paling sedikit melaksanakan mendatang adalah kesulitan petani dalam membeli
kegiatan ini, mengingat umur pohon kakao di daerah pupuk majemuk non subsidi mengingat pupuk
tersebut yang cenderung masih muda. dengan formula khusus tersebut tidak diperjual beli
secara bebas di pasar. Pabrik yang mendapatkan
Persyaratan kebun kakao yang akan diremajakan tender untuk memproduksi pupuk tersebut harus
dalam Pedoman Teknis Daerah Gernas Kaka0 2009- mendapatkan izin resmi dari Kementerian Pertanian.
2011 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian adalah kebun hamparan Kedua, keterlambatan dalam distribusi pupuk
dengan kondisi sebagai berikut: sebagai akibat dari ketidaksinkronan dan kurangnya
koordinasi antar pemerintah kabupaten dengan
a) Umur tanaman yang sudah tua (umur >25 tahun); provinsi. Seperti yang tertuang dalam petunjuk
b) Jumlah tegakan/populasi tanaman <50% dari teknis Gernas, pengadaan pupuk dilaksanakan di
jumlah standar (1.000 pohon/hektar); Dinas Perkebunan Provinsi. Sementara program
c) Produktivitas tanaman rendah (<500 kg/ha/ secara umum dilaksanakan di tingkat kabupaten.
tahun); Sesungguhnya pelaksanaan pengadaan tesebut
d) Terserang OPT utama (hama PBK dan Helopeltis dapat berjalan lancar jika ada koordinasi antara
spp. serta penyakit VSD dan Busuk Buah); provinsi dengan kabupaten. Namun, kenyataannya
e) Lahan memenuhi syarat kesesuaian, meliputi: di lapangan koordinasi tersebut jarang dilakukan.
curah hujan 1.500-2.500 mm (sangat sesuai) dan Akibatnya, ketika hari pelaksanaan program
1.250-1.500 atau 2.500-3.000 mm (sesuai), lereng rehabilitasi, intensifikasi maupun peremajaan,
0-8% (sangat sesuai) dan 8-15% (sesuai). bantuan pupuk yang dibutuhkan belum datang. Pada
akhirnya, ini dapat menghambat jadwal pelaksanaan
Pada ketiga kegiatan utama tersebut, terdapat program gernas.
beberapa paket bantuan yang diberikan, yakni
berupa: Ketiga, cakupan wilayah distribusi pupuk. Menurut
salah satu narasumber dalam FGD yang dilaksanakan
a) Pupuk Majemuk (Compound) Non Subsidi. di Majene.

Bantuan pupuk yang diberikan merupakan pupuk “Perbedaan biaya transportasi untuk mencapai
majemuk non subsidi dalam bentuk tablet atau briket. wilayah pesisir dengan wilayah dataran tinggi di
Jenis dan dosis pupuk yang dipergunakan merujuk Majene menjadi kendala dalam distribusi pupuk. Biaya
pada hasil rekomendasi Pusat Penelitian Kakao di transportasi untuk distribusi ke wilayah dataran tinggi
Jember sehingga pupuk yang diberikan merupakan jauh lebih besar ketimbang ke wilayah pesisir, namun,
pupuk yang sesuai dengan jenis dan kualitas tanah di biaya transportasinya justru disamakan. Akibatnya,
daerah Majene. Pengadaan pupuk dilaksanakan oleh penyaluran pupuk untuk di dataran tinggi kurang
Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat. maksimal. Misalnya, pupuk yang seharusnya diberikan
untuk wilayah pesisir sebesar satu ton, namun yang
Untuk kegiatan intensifikasi ini, pada tahun 2011 didistribusikan hanya 800 kg. Selisih 200 kg digunakan
Kabupaten Majene memperoleh alokasi sebanyak untuk mengganti biaya transportasi untuk mencapai
672.000 kg atau 320 kg/hektar yang diaplikasikan wilayah tersebut.”
pada awal musim hujan dan telah disalurkan kepada
poktan pelaksana kegiatan intensifikasi. Selain b) Pengadaan Peralatan
itu, Kabupaten Majene juga memperoleh alokasi
sebanyak 304.000 kg atau dengan dosis 190 kg/hektar Jenis peralatan yang diadakan pada kegiatan
untuk kegiatan rehabilitasi serta 32.000 kg dengan intensifikasi adalah alat semprot (handsprayer) dan
dosis 40 kg/hektar. Kegiatan intensifikasi mendapat gunting galah. Pengadaan handsprayer dan gunting
dosis pupuk paling tinggi disbanding kegiatan galah dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan
lainnya karena pada kegiatan ini membutuhkan Perkebunan.
pemupukan yang lebih intensif.
Untuk kegiatan intensifikasi, rehabilitasi maupun
Dengan adanya bantuan pupuk formula khusus ini, peremajaan, bantuan handsprayer ini diberikan
petani tidak mengeluarkan biaya dalam kegiatan adalah 1 (satu) buah tiap lima hektar. Sementara
pemupukan, terlebih kegiatan intensifikasi. Hal ini gunting galah yang diberikan adalah 1 (satu) buah
sangat bermanfaat bagi petani, mengingat pupuk tiap hektar lahan kakao. Bantuan peralatan ini
tersebut merupakan pupuk berformula khusus yang membantu petani dalam merawat kebun kakao.
sesuai dengan kondisi tanah di Majene sehingga Alat semprot (handsprayer) digunakan petani untuk
hasilnya diharapkan dapat optimal. menyemprot pestisida dan gunting galah digunakan
untuk memotong batang/cabang pohon kakao sesuai
Namun, terdapat beberapa kendala dalam subsidi standar teknis budidaya. Pemberian peralatan secara
pupuk ini. Pertama, tidak ada keberlanjutan pupuk gratis ini dapat menghemat biaya yang dikeluarkan
berformula khusus, Kendala yang muncul di masa petani dalam berkebun, sehingga keuntungan yang

6
Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan Mutu Kakao, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

yang diperoleh petani meningkat. d) Bantuan Upah Kerja

Sayangnya, manfaat dari bantuan tersebut tidak Disamping bantuan yang berupa fisik, bantuan juga
dapat diterima oleh semua petani mengingat jumlah diberikan dalam bentuk upah kerja. Upah kerja
bantuan peralatan tersebut tidak proporsional. Satu diberikan kepada petani melalui poktan untuk
buah handsprayer untuk 5 hektar kebun. Artinya setiap pemeliharaan (pemangkasan) tanaman sebesar Rp
poktan yang beranggota 25 petani hanya mendapat 6 750.000,00 per hektar. Bantuan upah kerja tersebut
buah handspray. Jumlah bantuan handspray yang tidak diserahkan melalui rekening tabungan poktan sesuai
sebanding dengan jumlah petani (6 buah handspray dengan tahapan pekerjaan yang telah diselesaikan
untuk 25 petani) dapat mempersulit petani dalam petani.
menggunakan alat tersebut. Bahkan, hal ini dapat
menimbulkan kecemburuan sosial karena para Bantuan upah kerja ini merupakan insentif yang
petani anggota poktan menganggap bahwa yang diberikan pemerintah agar petani merawat kebun
mendapatkan bantuan alat tersebut hanyalah ketua kakaonya. Tanpa adanya insentif ini, petani cenderung
poktan atau pengurus poktan. Sedangkan anggota malas untuk melakukan perawatan. Padahal,
poktan yang kurang aktif tidak diberi kesempatan perawatan dan pemeliharaan kebun merupakan
untuk menggunakannya. salah satu kunci keberhasilan berkebun kakao.
Dengan demikian, bantuan ini dapat meningkatkan
Begitu pula dengan bantuan alat produksi yang niat petani untuk merawat kebun serta menambah
berupa gunting galah yang sangat bermanfaat untuk penghasilan bagi petani.
pemangkasan kebun kakao. Jumlah gunting galah
yang diberikan hanyalah 1 buah untuk 1 hektar kebun e) Entres dan sambung samping
kakao. Jika setiap petani hanya memiliki 0,5 hektar
kebun, hal ini dapat menimbulkan kecemburuan Entres merupakan bahan tanam yang digunakan
karena satu buah gunting galah dimanfaatkan oleh 2 untuk sambung samping. Pengadaan entres ini
(dua) petani. hanya dilakukan dalam kegiatan rehabilitasi. Pada
tahun 2011, Kabupaten Majene menerima 3.200.000
c) Pestisida sambungan untuk 1.600 hektar atau sekitar 2.000/
hektar.
Pestisida yang digunakan adalah jenis pestisida yang
efektif, efisien, terdaftar dan mendapat izin dari Sambung samping merupakan salah satu teknik
Menteri Pertanian dengan dosis sesuai anjuran yang untuk menyambung bagian dari pohon dengan klon
pemilihannya didasarkan pada hasil pengamatan unggul. Teknik tersebut dapat memperbaiki kebun
serangan hama dan penyakit. Pengadaan pestisida kakao yang rusak dan berumur tua tanpa menebang
dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan Provinsi seluruh pohon. Karena berasal dari klon unggul, buah
Sulawesi Barat. kakao yang dihasilkan pun menjadi lebih banyak
dengan kualitas yang lebih baik.
Dalam kegiatan intensifikasi, Kabupaten Majene
pada tahun 2011 memperoleh alokasi sebanyak 1.680 f) Benih dan Tanaman
liter. Jenis pestisida yang diterima dari provinsi
berupa pestisida dengan merk ‘Matarin’ dengan Pada kegiatan peremajaan, tanaman kakao yang sudah
dosis 0,80 liter/hektar. Sementara itu, dalam kegiatan berusia di atas 25 tahun dibongkar dan ditanami bibit
rehabilitasi Kabupaten Majene memperoleh alokasi SE dari Pusat Penelitian Kakao Jember, Jawa Timur.
sebanyak 480 liter berupa pestisida dengan merk Sebagai tanaman pengganti diberikan bantuan benih
‘Scorpion’ dengan dosis 0,30 liter/hektar. Kabupaten tanaman sel berupa jagung hibrida. Alokasi benih SE
Majene dalam kegiatan intensifikasi juga memperoleh yang diberikan pada tahun 2011 sebanyak 800.000
alokasi pestisida sebanyak 560 liter berupa dua jenis batang/pohon dengan perbandingan 1.000 batang
pestisida dengan merk ‘Vigor’ sebanyak 400 liter per pohon per hektar. Sementara pengadaan benih
dengan dosis 0,50 liter/hektar dan merk ‘Scorpion’ tanaman sela berupa jagung hibrida dilaksanakan
sebanyak 160 liter dengan dosis 0,2 liter per hektar. oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Majene. Bantuan benih jagung hibrida ini sebanyak
Pestisida ini sangat bergunan bagi petani dalam 12.000 kg dengan rasio 15 kg/hektar.
mencegah serangan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT). Hasilnya, kebun yang terserang OPT Benih kakao merupakan benih unggul yang
menurun sebesar 21 persen (lihat Tabel 5 dihalaman diperbanyak dengan rekayasa genetika secara
sebelumnya). Sayangnya, pemberian pestisida somatic embryogenesis (SE). Dengan demikian,
tersebut belum diimbangi dengan pembinaan kakao yang dihasilkan dari benih tersebut memiliki
pembuatan pupuk nabati, mengingat penggunaan mutu dan kualitas yang lebih baik dengan jumlah
pestisida kimia yang bila terus menerus dalam yang lebih banyak. Hal ini sangat membantu petani
penggunaanya dapat menurunkan kualitas tanaman karena kebun kakao di Majene rata-rata berumur
maupun lahan. tua sehingga membutuhkan penggantian tanaman.

7
Disamping itu, bibit tanaman sela yang diberikan juga adalah 5-7 hari. Terkadang, pengiriman ini
sangat berguna karena hasil tanaman sela tersebut terhambat karena buruknya infrastruktur dan
menjadi pengahasilan bagi petani selama benih SE transportasi.
belum berbuah. 2. Pengemasan planlet benih tidak mengikuti
ketentuan/standar yang berlaku. Misalnya,
Subsidi benih tersebut tidak terlepas dari kendala seharusnya satu rak berisi 1.500 planlet, namun
dalam implementasinya. Tidak sedikit benih yang pada praktiknya planlet benih dalam satu rak
mati dalam distribusi atau dalam pembesaran yang ditumpuk melebihi ketentuan (3.000 planlet)
dilakukan oleh pemda provinsi. Beberapa faktor sehingga bibit banyak yang rusak dan mati.
yang mengakibatkan matinya benih dalam bentuk 3. Bibit mati karena tenaga pendamping yang
planlet adalah sebagai berikut: ditugaskan kurang terampil sehingga penanganan
1. Proses pengiriman yang melebihi waktu kritis bibit tidak sesuai pedoman teknis daerah Gernas
benih yang diharuskan sehingga benih mati di kakao yang diterbitkan oleh Kementerian
jalan. Masa kritis benih dalam planlet tersebut Pertanian.

Tabel 6. Mata Rantai (Impact Chain) dan Kendala Paket Bantuan Kegiatan Intensifikasi,
Rehabilitasi dan Peremajaan GERNAS Kakao

USE OF HIGHLY
AKTIVITAS OUTPUT IMPACT KENDALA
OUTPUT IMPACT
Pengadaan • Penggu- Optimalisasi • Meningkatkan • tidak ada
Pupuk maje- naan pupuk penggunaan produktivitas keberlanju-
muk (com- yang sesuai pupuk formula kakao tan pupuk
pound) non dengan jenis khusus • Meningkat- berformula
subsidi tanah kan mutu dan khusus
• Biaya kualitas kakao • keterlam-
produksi • Meningkatnya batan dalam
berkurang keuntungan distribusi
(margin) pupuk
produksi yang • Minimnya
diterima petani biaya trans-
portasi dalam
distribusi
pupuk
Pengadaan • Kebun lebih Optimalisasi • Meningkatkan Jumlah ban-
peralatan terawat dalam penggu- produktivitas tuan peralatan
(gunting • Biaya naan peralatan kakao tersebut tidak
galah dan produksi perkebunan • Meningkat- proporsional
handsprayer) berkurang kan mutu dan Peningkatan menyebabkan
kualitas kakao kesejahteraan penggunaan
masyarakat peralatan tidak
Majene efektif
Pengadaan • Penggunaan Optimalisasi • Menurunnya Penggunaan
Pestisida pestisida dalam penggu- serangan hama pestisida dalam
yang sesuai naan pestisida dan penyakit jangka panjang
dengan jenis • Meningkatkan dapat menu-
serangan produktivitas runkan kualitas
hama dan kakao tanaman
penyakit
• Biaya
produksi
berkurang
Pemberian • Upah Rp • Memberikan
bantuan upah 75.000 per insentif bagi
kerja hektar petani untuk
--- merawat kebun ---
• Menambah
pendapatan
petani

8
Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan Mutu Kakao, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

USE OF HIGHLY
AKTIVITAS OUTPUT IMPACT KENDALA
OUTPUT IMPACT
Pengadaan • Teknik sam- Optimalisasi • Meningkatkan ---
entres bung samp- penggunaan produktivitas
ing dengan teknik sambung kakao
klon unggul samping, pem- • Meningkatkan
pada tana- berian pupuk kualitas kakao
man rusak dan pestisida • Meningkatkan
dan berumur pendapatan Peningkatan
tua petani kakao kesejahteraan
Pengadaan • Penggunaan Optimalisasi • Meningkatkan masyarakat Tidak sedikit
benih dan benih unggul bibit unggul, produktivitas Majene benih yang mati
tanaman sela pemberian kakao dalam distri-
pupuk dan pes- • Meningkatkan busi atau dalam
tisida kualitas kakao pembesaran
• Meningkatkan yang dilakukan
pendapatan oleh pemda
petani provinsi

3.4. PENGEMBANGAN KAPASITAS PETANI pendampingan lapangan juga dilakukan untuk


mendukung keberhasilan program Gernas.
Secara umum, permasalahan utama dalam SDM Sayangnya, Kabupaten Majene hanya menyediakan
kakao adalah kurangnya motivasi memelihara kebun, sekitar 50 tenaga pendamping untuk membantu
kurangnya motivasi dalam mengikuti penyuluhan mensukseskan program Gernas di Majene. Dari
dan pelatihan, serta pengetahuan standar kualitas jumlah tersebut, terdiri dari petugas pendamping
dan harga yang masih rendah. Hingga kini masih pihak ketiga, petugas lapangan serta tim teknis
banyak petani yang malas untuk merawat kebun lapangan. Dengan latar belakang tenaga pendamping
kakao mereka. Padahal, perawatan kebun merupakan yang berbeda-beda, tidak semua tenaga pendamping
syarat utama keberhasilan berkebun kakao. memiliki pengetahuan tentang kakao sehingga kinerja
tenaga pendamping dalam program Gernas ini masih
Salah satu kegiatan di dalam program GERNAS belum optimal. Latar belakang penyuluh tidak semua
adalah kegiatan pemberdayaan petani. Pemberdayaan berasal dari pertanian. Tidak sedikit dari mereka yang
petani merupakan upaya untuk meningkatkan berlatar belakang pendidikan peternakan, kehutanan
kemampuan dan kapasitas petani dalam mengelola dan perikanan. Terlebih, masih ada penyuluh yang
usaha kakaonya. Pemberdayaan ini dilakukan dalam berpendidikan setingkat SMA. Akibatnya, mereka
bentuk sosialisasi, pelatihan, dan pendampingan. kurang memahami masalah kakao hingga ke teknis.

Pada prinsipnya, kegiatan ini sangat penting Di samping dari sisi kualitas, jumlah penyuluh juga
dalam mengembangkan kapasitas petani. Dengan masih sangat terbatas.. Kenyataannya di lapangan
bertambahnya pengetahuan, keterampilan dan tidak jarang ditemukan penyuluh menangani lebih
keahlian petani yang didapat dari kegiatan ini dari satu desa. Akibatnya penyuluh tersebut belum
berguna untuk diimplementasikan di kebun sehingga mampu menjangkau semua petani dan jadwal
mereka bersungguh-sungguh dalam merawat kunjungan ke petani semakin sedikit. Selain itu,
kebunnya. Hal ini tentunya dapat meningkatkan beberapa penyuluh merupakan tenaga kontrak dari
produktivitas kebun kakao. Namun, jumlah peserta Kementerian Pertanian sebagai bagian dari program
pelatihan pemberdayaan petani masih sangat sedikit. Gernas. Artinya, setelah progam Gernas berakhir,
Di tahun 2009, ada 253 orang dari 2.832 petani. kontrak tenaga penyuluh tersebut juga berakhir.
Artinya 8,9% petani yang mengikuti pelatihan Hal ini tentu dapat mengurangi jumlah penyuluh di
yang diselenggarakan oleh pemerintah. Bahkan lapangan.
di tahun 2012, proporsi petani yang mendapat
pelatihan tersebut menurun menjadi 2,7%, dimana 3.5. PEMBANGUNAN UNIT PENGOLAHAN
dari 12.289 dari total petani kakao, hanya 282 petani HASIL
yang mengikuti kegiataan pemberdayaan tersebut
(Dishutbun 2013). Dengan demikian, program Dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas
pelatihan ini belum sepenuhnya efektif mengingat kakao, dilaksanakan pembangunan satu Unit
peserta pelatihan yang masih sangat minim, yakni di Pengolahan Hasil (UPH) setiap tahun beserta sarana
bawah 9% dari total petani kakao di Majene. pendukungnya. Dari tahun 2010 hingga 2012, terdapat
tiga UPH yang telah dibangun, yakni UPH Sangiang
Di samping kegiatan pelatihan, kegiatan di Kecamatan Sendana yang dibangun tahun 2010,

9
Tabel 7. Mata Rantai (Impact Chain) dan Kendala Kegiatan Pengembangan Kapasitas Petani
GERNAS Kakao
USE OF HIGHLY
AKTIVITAS OUTPUT IMPACT KENDALA
OUTPUT IMPACT
• Pelatihan • Meningkatnya Komunikasi • Meningkatkan Peningkatan • Jumlah peserta
• Sosialisasi pengetahuan, yang lebih baik produktivitas kesejahteraan pelatihan yang
• Pendamp- keterampilan antara penyuluh kakao masyarakat masih terbatas
ingan dan keahlian dan pertanian • Meningkatkan Majene • Jumlah tenaga
petani kualitas kakao pendamping
• Meningkatkan yang terbatas
pendapatan • Rendahnya
petani gkatan kualitas tenaga
pendamping

UPH Kanrufi di Kecamatan Tammerodo Sendana (kredit modal) berupa uang maupun saprodi, seperti
yang dibangun tahun 2011 dan UPH Bukit Harapan pupuk, pestisida dan alat-alat perkebunan. Biasanya
di Kecamatan Malunda yang dibangun pada tahun mereka akan mengembalikan kredit tersebut pada
2012. Selain pembangunan gedung, sara pendukung musim panen.
yang diberikan adalah kotak fermentasi, mesin
pengering, alat ukur kadar air, timbangan duduk dan Dampak adanya UPH bagi petani memang terlihat
bantuan modal. Khusus untuk bantuan modal yang membantu, terutama dalam pengolahan biji kakao.
diberikan berbeda-beda setiap tahunnya. Pada tahun Namun, pembangunan UPH yang hingga kini
2011, tercatat bantuan modal yang diberikan untuk berjumlah 3 unit di tiga kecamatan sentra kakao
pengelolaan UPH adalah sebesar RP 192.600.000. masih dirasa kurang untuk menampung produksi
petani di tiga kecamatan tersebut. Terlebih, medan
Adanya UPH ini dimaksudkan untuk membantu yang sulit ditempuh dan wilayah per kecamatan yang
petani dalam meningkatkan mutu dan kualitas biji luas semakin menyulitkan petani untuk menjual
kakao dimana mereka dapat melakukan fermentasi biji kakaonya ke UPH. Petani cenderung lebih
dan tidak lagi menjual kakao yang dikeringkan memilih menjual kepada pedagang yang langsung
saja. Selain itu, pada saat musim hujan, peran UPH datang ke rumah petani ketimbang harus berjalan
juga dapat dioptimalkan karena di UPH tersedia mengantarkan biji kakaonya ke UPH.
mesin pengeringan. Meskipun mesin pengeringan
ini juga dapat mengurangi cita rasa dan aroma biji Di samping itu, tujuan UPH untuk menguatkan
kakao dan membutuhkan kayu dalam jumlah besar kelembagaan petani belum sepenuhnya tercapai.
sebagai bahan bakar. Oleh karena itu, mesin ini hanya Hingga kini petani masih belum merasakan
digunakan dalam keadaan sangat mendesak seperti keberadaan UPH sebagai suatu lembaga yang bisa
musim hujan. Bantuan modal usaha yang diberikan menyatukan petani sehingga posisi tawar petani
kepada UPH juga sangat berguna bagi petani. Dari dapat meningkat. Peran Pemda pun baru sebatas
modal tersebut, petani dapat mengakses pinjaman menyediakan UPH. Belum terlihat adanya upaya

Tabel 8. Mata Rantai (Impact Chain) dan Kendala Kegiatan Pengembangan Kapasitas Petani
GERNAS Kakao

USE OF HIGHLY
AKTIVITAS OUTPUT IMPACT KENDALA
OUTPUT IMPACT
• Pembangu- • Tempat Komunikasi • Meningkatkan Peningkatan • Jumlah UPH
nan gedung penampun- yang lebih mutu dan kuali- kesejahteraan masih terbatas
• Pengadaan gan (pen- baik antara atas biji kakao masyarakat sehingga
sarana pen- gumpulan) pengurus • Meningkatkan Majene belum mampu
dukung (ko- biji kakao UPH dengan harga jual biji menampung
tak fermen- para petani petani kakao seluruh hasil
tasi, mesin • Tempat pen- • Memutus mata produksi dari
pengering, geringan biji rantai nilai kakao para petani
dll) kakao di Majene
• Bantuan • Penyedi- • Memperkuat
modal aan sarana kelembagaan
produksi dan posisi tawar
secara kredit petani kakao

10
Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan Mutu Kakao, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

lain dalam mencoba mendorong produk olahan pengawalan tersebut, kegiatan utama gernas
berupa fermentasi, seperti regulasi terkait biji kakao dapat berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan.
fermentasi dan upaya peningkatan kapasitas UPH System data base kakao belum selesai sepenuhnya.
dalam melakukan fermentasi biji kakao agar dapat Hal ini disebabkan oleh pengumpulan data yang
menerima pasokan biji kakao yang lebih besar lagi belum semua terkumpul.
dari petani. Hal ini dibutuhkan agar manfaat yang
dihasilkan dari pembangunan UPH dapat optimal. IV. CAPAIAN PROGRAM GERNAS
KAKAO DI KABUPATEN MAJENE
3.6. KEGIATAN LAIN DALAM GERNAS
Dalam kurun waktu 2008-2011, terdapat peningkatan
Selain kegiatan yang dijelaskan sebelumnya, program yang cukup besar dalam hal total produksi,
ini mempunyai beberapa kegiatan yang mendukung produktifitas, tenaga kerja dan pendapatan petani.
tercapainya target Gernas. Beberapa diantaranya Total produksi kakao pun meningkat dari 5.717
adalah: ton pada tahun 2008 menjadi 9.024 ton pada tahun
• Sinkronisasi dan koordinasi kegiatan revitalisasi 2011. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2011
kakao yakni kakao meningkat sebesar 2.615 ton. Hal ini
Kegiatan ini berupa koordinasi, pertemuan menunjukkan bahwa peningkatan produksi yang
evaluasi dan penyusunan laporan. Koordinasi signifikan dapat dirasakan mulai tahun 2011 ini.
dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan agar Dilihat dari produktifitas, peningkatan terbesar
mencegah adanya kesalahan di lapangan. Sebelum terjadi pada tahun 2010 dengan peningkatan sebesar
menyusun laporan, dilakukan pertemuan evaluasi 157.4 ton/hektar. Secara umum, program Gernas
dari setiap kegiatan Gernas dimana membahas periode 2009-2011 mampu meningkatkan produksi
implementasi kegiatan di lapangan serta hasilnya. kakao sebesar 58% dan produktifitas sebesar 55%.
Selanjutnya dibuat laporan hasil Gernas Kakao Tidak hanya itu, pendapatan petani meningkat jumlah
pada TA tersebut. Hingga kini, laporan yang telah petani pun meningkat sebesar Rp 2.716.319 selama
selesai dibuat oleh Pemda Majene adalah Laporan tahun 2008 hingga 2011. Peningkatan pendapatan
Evaluasi Gernas Kakao Tahun 2011. tersebut menjadi insentif bagi petani untuk berkebun
kakao sehingga jumlah petani pun meningkat. Pada
• Pemeliharaan sarana dan prasarana pendukung. tahun 2008, terdapat 7.711 KK yang ikut dalam usaha
Tenaga pendamping merupakan salah satu aktor kakao meningkat sebesar 33,3% menjadi 10.289 KK
yang menentukan keberhasilan Gernas. Mengingat pada tahun 2011.
luasnya daerah Majene dan infrastuktur yang
kurang baik, kendaraan bermotor sangat Jika dilihat dari mutu pertanaman, terjadi penurunan
mendukung aktifitas tenaga pendamping untuk luas serangan OPT yang cukup besar. Di tahun
menjangkau petani khususnya yang berada 2008 sebelum pelaksanaan Gernas, sebesar 10.177
di daerah pedalaman. Oleh karena itu, pada ha kebun kakao terserang hama atau sebesar 92%
Gernas terdapat kegiatan pemeriharaan dan dari total luas areal kakao di Majene. Sementara
prasarana pendukung yang salah satunya berupa pada tahun 2011, luas kebun kakao yang terserang
penyediaan fasilitas bermotor tersebut. menurun menjadi 8.786,20 ha atau sebesar 71% dari
total luas areal kakao. Sementara penggunaan bibit
• Pengawalan, pendampingan, sinkronisasi, unggul meningkat tajam yang awalnya hanya 7,19%
koordinasi, monev pelaksanaan. di tahun 2008 menjadi 60,62% pada tahun 2011.
Kegiatan ini terdiri dari dua yaitu: pengawalan
kegiatan dan pengembangan sistem data base Secara rinci, capaian progam Gernas Kakao di
kakao. Pengawalan kegiatan dilakukan untuk Majene berdasarkan enam indikator, yakni luas areal,
mengawasi dan mengawal jalannya kegiatan produktifitas, produksi, tenaga kerja, pendapatan
utama (intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan) petani dan mutu pertanamanan dapat dilihat pada
yang dilakukan oleh Dinhutbun. Dengan adanya Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Capaian Program Gernas di Majene dari tahun 2008-2011

NO INDIKASI SATUAN 2008 2009 2010 2011

1 Luas Areal Ha 11.094 11.101 11.251 12.412


2 Produktifitas Kg/Ha 568 569.6 727 880
3 Produksi Ton 5.717 6.312 6.409 9.024
4 Tenaga Kerja KK 7.711 8.832 8.832 10.289
5 Pendapatan Petani Rp/Tahun 14.823.811 16.371.003 16.624.978 17.540.130

11
Lanjutan Tabel 9.

NO INDIKASI SATUAN 2008 2009 2010 2011

6 Mutu Pertanaman
a. Jumlah Populasi Tanaman Pohon/Ha 1.100 1.000 1.000 1.000
b. Luas Serangan OPT Ha 10.177 9.800 9.120 8.786,20
c. Penggunaan Bibit Unggul % 7,19 31,5 41,28 60,62

V. REKOMENDASI KEBIJAKAN Ini menadakan bahwa petani tidak dapat mengakses


pupuk berformula khusus tersebut sehingga
Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi antara produktivitas kebun kakaonya kurang optimal.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Sebenarnya pupuk formula khusus ini dapat tetap
Pemerintah Kabupaten. di produksi di semua pabrik jika ada permintaan
dari petani. Oleh karena itu, peran pemda sangat
Keterlambatan distribusi sarana produksi baik dibutuhkan untuk menguatkan kelembagaan
pupuk maupun benih dapat menghambat atau kelompok petani sehingga pabrik tersebut
keberhasilan program Gernas. Oleh karena itu, bersedia memproduksi dengan skala tertentu.
dibutuhkan peningkatan koordinasi dan sinkronisasi Dalam hal ini, Pemda melalui Dinas Perkebunan
khususnya pada kegiatan utama Gernas. Pemkab dapat mengkoordinasi pemesanaan pupuk tersebut
perlu mengkoordinasikan jadwal pelaksanaan kepada pabrik. Solusi tersebut dapat diterima oleh
pemupukan pada kegiatan peremajaan, rehabilitasi Kadishutbun Majene4). Pihaknya menawarkan solusi
dan intensifikasi kepada pemprov sehingga tidak bahwa ke depan mereka akan bekerjasama dengan
terjadi keterlambatan distribusi pupuk. Begitu pula Universitas untuk menganalisis jenis tanah dan
dengan pembagian benih. Koordinasi puslit koka di pupuk yang sesuai dengan tanah di Majene. Hasilnya,
Jember dengan Pemprov sangat dibutuhkan terkait Dinhutbun akan menawarkan ke pabrik untuk
waktu pengiriman benih dan tata cara pembesaran memproduksi pupuk tersebut serta mengkoordinasi
benih oleh Pemprov. para poktan dalam pembelian pupuk.

Peningkatan Dukungan Pemda dalam penguatan Keberhasilan penguatan kelembagaan petani dalam
Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). pembelian pupuk tersebut sudah dibuktikan di
Sulawesi Tenggara. Melalui lembaga ekonomi
Dengan latar belakang PPL yang berbeda-beda, tidak masyarakat mandiri (LEMM) dengan pendekatan
semua PPL memiliki pengetahuan dan keahlian desa, didirikan koperasi yang mempu mengakses ke
tentang kakao. Akibatnya petani masih menghadapi pabrik untuk memproduksi pupuk formula khusus.
berbagai kendala dalam berkebun. Oleh karena itu Hal ini dapat dijadikan contoh baik untuk diterapkan
dibutuhkan dukungan dari pemda dalam kualitas di daerah lain.
dan kuantitas PPL di Majene. Dalam meningkatkan
keahlian dan keterampilan petani, perlu peningkatan Peningkatan kapasitas petani oleh Pemda
kapisitas PPL melalui pelatihan secara intensif dan
berkala. Tidak hanya itu, jumlah PPL juga harus Seperti yang diketahui bahwa sebagian besar
ditingkatkan agar PPL mampu menjangkau seluruh petani kakao masih kurang sadar untuk merawat
petani. Selain itu, koordinasi tenaga pendamping kebunnya. Peran pemda sangat dibutuhkan untuk
teknis dengan Badan Ketahanan Pangan dan memperkuat kelembagaan petani melalui pelatihan
Pelaksana Penyuluh Pertanian (BKP4) perlu dan pemberdayaan petani. Hal ini masih sangat
ditingkatkan agar seluruh PPL dapat terkoordinasi diperlukan agar petani mempunyai kesadaran dan
dengan baik. keahlian dalam merawat kebun. Tidak hanya itu,
penguatan kelembagaan pun ditujukan agar petani
Koordinasi Pemda agar petani mampu mengakses mempunyai kesadaran untuk terlibat aktif dalam
pupuk berformula khusus. kelembagaan petani seperti UPH maupun poktan
sehingga posisi tawar petani dapat meningkat.
Pupuk formula khusus merupakan pupuk subsidi
Gernas yang berasal dari hasil analisis tanah dan Jumlah peserta pelatihan pun harus diperhatikan
daun yang dihasilkan dari Puslit Koka. Karena oleh Pemda. Jika peserta yang diikutsertakan dalam
kekhususan dalam formulanya, pupuk ini tidak dijual pelatihan sedikit, kegiatan tersebut tidak membawa
secara bebas di pasar. Dengan berakhirnya program dampak yang signifikan. Oleh karena itu, pemda perlu
Gernas, berakhir pula subsidi pupuk yang diberikan. menambah jumlah peserta pelatihan. Di samping itu,

4) Dalam Focus Group Discussion “Pengembangan Iklim Usaha bagi Peningkatan Rantai Nilai Usaha Kakao Kabupaten Majene” yang
diselenggarakan di Majene, 14 Februari 2013

12
Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan Mutu Kakao, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

pemda perlu menarik minat petani dengan insentif tahun ini. Meskipun direncanakan program lain
khusus agar petani bersedia mengikuti pelatihan dan sebagai pengganti Gernas, namun program tersebut
menerapkannya di kebun mereka. tidak semasif Gernas dengan anggaran yang jauh
lebih sedikit. Oleh karena itu, ke depan pemprov dan
Pembentukan stakeholder forum sebagai upaya pemkab harus lebih berpihak dan berkomitmen kuat
peningkatan kelembagaan untuk melanjutkan program Gernas di daerahnya
masing-masing. Seperti yang dijelaskan oleh
Salah satu permasalahan mendasar dalam Gernas ini Narasumber dari Kementerian Pertanian5), program
adalah tidak adanya forum stakeholder kakao yang Gernas seyogyanya merupakan stimulus dari
mempertemukan semua aktor yang berkepentingan pemerintah pusat agar pemda lebih memperhatikan
dalam komoditas kakao. Tidak adanya forum ini kakao yang menjadi komoditas utama daerahnya.
mengakibatkan ketidaksinkronan antar pihak Setelah stimulus ini selesai dilakukan, Pemda
dalam upaya pengembangan kakao. Misalnya, seharusnya dapat melanjutkan program Gernas ini
pemda menyediakan dana revitalisasi untuk para meskipun dalam bentuk lain, misal Gerakan Daerah
petani kakao dengan bunga rendah. Namun, masih (Gerda) pro kakao.
banyak petani kakao yang belum memahami proses
peminjaman dana revitalisasi tersebu karena tidak Sangat disayangkan apabila program Gernas
adanya sosialisasi yang dilakukan oleh perbankan tidak dilanjutkan oleh pemda. Kebun kakao seluas
maupun pemda mengenai dana tersebut. 450.000 ha di seluruh Indonesia khususnya 12.130
ha di Majene akan sia-sia jika tidak ada bantuan dari
Dengan pembentukan forum ini, diharapkan semua Pemda kepada petani untuk merawat kebunnya.
pihak terkait kakao dapat bekumpul untuk membahas Terlebih, apabila kebun kakao tersebut beralih fungsi
permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan menjadi lebun kelapa sawit. Program dari pemda
kakao. Selain itu, dari forum tersebut, dapat untuk melanjutkan Gernas ini sebaiknya berfokus
dirumuskan bentuk kemitraan yang menguntungkan pada peningkatan bantuan sarana produksi serta
bagi para stakeholder. program pemberdayaan kepada petani. Dengan
program ini, diharapkan petani dapat merawat
Keberlanjutan pelaksanaan Gernas oleh Pemda kebun dengan lebih baik agar hasil dari program
Gernas lebih optimal dan dapat dirasakan di tahun-
Tidak dapat dihindari bahwa Gernas akan berakhir tahun mendatang. 

5) Focus Group Discussion Nasional, “Pengembangan Iklim Usaha bagi Peningkatan Rantai Nilai Usaha Kakao Kabupaten Majene”
yang diselenggarakan di Jakarta, 25 April 2013

13
Lampiran I. Matriks Peran Stakeholder GERNAS Kakao Majene

PIHAK YANG TERLIBAT


PERAN SAAT INI PERAN YANG DIHARAPKAN
DALAM GERNAS
Kementerian RI (Dirjen • Memberikan anggaran untuk pro- • Melanjutkan program yang
Perkebunan) gram Gernas bertujuan untuk meningkatan
• Mengkoordinasikan pelaksanaan komoditas kakao
program Gernas dengan pemda • Meningkatkan koordinasi dan
provinsi maupun kabupaten pengawasan dalam program
• Menyediakan tenaga penyuluh kon- pengembangan komoditas
trak untuk membantu melancarkan kakao
program Gernas
• Melakukan pengawasan atas jalannya
program Gernas
Dinas Perkebunan Provin- • Melakukan pengadaan pupuk for- • Melanjutkan program Gernas
si Sulawesi Barat mula khusus di daerah untuk program
• Melakukan pengadaan pestisida pengembangan komoditas
• Melakukan pembesaran bibit SE kakao
• Memberikan anggaran untuk biaya • Memberi dukungan anggaran
transportasi penyuluh sebesar RP lebih untuk para penyuluh
125.000/bulan/penyuluh
• Bersama dengan Dinas Perkebunan
Kabupaten melakukan sosialisasi
program Gernas
Dinas Kehutanan dan • Melakukan pengadaan peralatan • Melanjutkan program Gernas
Perkebunan Kabupaten (handsprayer dan gunting galah) di daerah untuk program
Majene • Melakukan pengadaan entres beker- pengembangan komoditas
jasama dengan perusahaan penakar kakao
benih • Berkerjasama dengan BKP4
• Menyalurkan upah kerja kepada para menambah jumlah petugas
petani penyuluh
• Memberikan anggaran untuk opera- • Menyelenggarakan program
sional penyuluh pembinaan kepada petani
• Memberikan sosialisasi dan pelatihan secara intensif dengan jumlah
kepada penyuluh petani yang lebih banyak
• Bersama dengan Dinas Perkebunan • Mengkoordinasikan
Provinsi melakukan sosialisasi pro- para petani agar mampu
gram Gernas mengakses pupuk formula
• Melakukan seleksi calon petani khusus
peserta
Petani a) Melakukan kegiatan intensifikasi, • Melakukan pemeliharaan dan
rehabilitasi dan peremajaan perawatan yang intensif agar
keberhasilan Gernas lebih
b) Melakukan kegiatan sosialisasi, bisa dirasakan
pendampingan dan penyuluhan • Lebih berperan aktif dalam
kegiatan pengembangan
Kegiatan Intensifikasi: kapasitas petani seperti
• Penanaman pohon pelindung sosialisasi, pembinaan dan
• Pemangkasan pelatihan
• Sanitasi kebun kakkao
• Pemupukan (satu kali dilakukan
pada awal musim tanam)
• Aplikasi pestisida

Kegiatan Rehabilitasi:
• Pelaksanaan sambung samping
• Penanaman pohon pelindung
• Pemupukan (satu kali dilakukan
pada awal musim tanam)

14
Evaluasi Gerakan Nasional Peningkatan dan Mutu Kakao, Studi Kasus Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

PIHAK YANG TERLIBAT


PERAN SAAT INI PERAN YANG DIHARAPKAN
DALAM GERNAS
Petani Kegiatan Peremajaan:
• Pembongkaran/penebangan pohon
kakao
• Penanaman pohon pelindung
• Pembuatan anjir dan lubang tana-
man
• Pemupukan (satu kali dilakukan
pada awal musim tanam)
• Penanaman bibit kakao
• Penanaman tanaman sela
• Aplikasi pestisida
Badan Ketahanan Pangan Mendukung program Gernas Kakao Menambah jumlah dan mening-
dan Pelaksana Penyuluh melalui penyediaan tenaga pelaksa pe- katkan kapasitas penyuluh
Pertanian Kabupaten Ma- nyuluh pertanian (PPL)
jene (BKP4)
Penyuluh Memberikan penyuluhan, pendampi- Memberikan pendampingan dan
ngan dan pembinaan kepada petani pembinaan secara lebih intensif
Pusat Penelitian Kopi dan • Perbanyakan benih dengan teknolo- Melakukan penelitian terkait
Kakao (Puslit Koka) gi kakao
• Somatic Embryogenesis (SE)
• Melakukan analisis kualitas tanah
untuk menentukan jenis pupuk
formula khusus



15
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
Regional Autonomy Watch

Gd. Permata Kuningan Lt.10


Jl. Kuningan Mulia Kav. 9C
Guntur Setiabudi, Jakarta Selatan 12980
Phone: +62 21 8378 0642/53, Fax.: +62 21 8378 0643

Anda mungkin juga menyukai