Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS KOMPARASI PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

ANTARA PETANI PLASMA DENGAN PETANI SWADAYA DIDESA


BUNGKU KECAMATAN BAJUBANG
KABUPATEN BATANG HARI

PROPOSAL

OLEH

AGUNG RIZKI
D1B018138

DOSEN PEMBIMBING

Dr. Ir. Armen Mara, M.Si

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal yang
berjudul “Analisis Komparasi Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit Antara Petani
Inti Plasma Dengan Petani Swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang
Kabupaten Batang Hari.
Dalam penulisan ini, penulis mendapat bimbingan dari berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada bapak Armen Mara selaku dosen pembimbing pertama,
telah membimbing secara maksimal sehingga dapat menyelesaikan proposal ini.
Kepada kedua orang tua tercinta serta keluarga yang selalu mencurahkan kasih
sayang dan do’a nya yang tak terputus-putus serta memberikan semangat. Serta
rekan-rekan seperjuangan khususnya angkatan 2018 Agribisnis yang telah
memberikan semangat pada penulis serta kepada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu-satu. Semoga bimbingan, motivasi, do’a dan bantuan baik yang
bersifat moril maupun yang bersifat materil selama penyusunan skripsi ini dapat
menjadi amal baik dan ibadah, serta mendapat balasan dari Allah SWT.

Jambi, 2 Maret 2022

Penulis

2
3

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
DAFTAR TABEL........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian.............................................4
1.3.1 Tujuan Penelitian...........................................................................4
1.3.2 Kegunaan Penelitian.......................................................................5

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Usahatani..................................................................................................1
2.1.1 Pengertian usahatani.......................................................................1
2.1.2 Klasifikasi Usahatani......................................................................1
2.1.3 Usahatani Kelapa Sawit..................................................................3
2.2 Faktor Umur Tanam Dalam Perawatan Dan Produksi Kelapa Sawit.......6
2.2.1 Faktor Umur Tanam Dalam Perawatan..........................................6
2.2.2 Faktor Umur Tanam Dalam Produksi............................................9
2.3 Pendapatan..............................................................................................10
2.3.1 Pengertian Pendapatan..................................................................10
2.3.2 Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit............................................11
2.3.3 Biaya Usahatani Kelapa Sawit......................................................12
2.3.4 Analisis Pendapatan......................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................15

3
4

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Luas Areal dan produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2016 sampai dengan
2020..................................................................................................................1
1.2 Luas Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi Jambi Menurut Kabupaten
Tahun 2021.......................................................................................................2
1.3 Luas Produksi Tanaman Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Kecamatan
Tahun 2018 Kabupaten Batang Hari................................................................3
1.4 Jumlah Petani Plasma Dan Luas Areal Di Desa Bungku.................................4
2.1 Standar Dosis Pemupukan Tanaman Menghasilkan Pada Tanah Gambut........8
2.2 Umur Tanaman Sawit Per Ha..........................................................................10

4
5

5
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian memegang
peranan penting pada keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan banyaknya penduduk yang bekerja dalam sektor pertanian.
Salah satu subsektor yang cukup besar potensinya adalah subsektor perkebunan
yang memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat, karena sektor
perkebunan memberikan kontribusi langsung terhadap perekonomian masyarakat,
menghasilkan bahan baku industri dan memberikan devisa negara yang cukup
besar melalui kegiatan ekspor. Subsektor perkebunan memiliki kontribusi terbesar
terhadap sector Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan atau merupakan urutan
pertama pada sektor tersebut. Saat ini salah satu Subsektor perkebunan yang
sangat berkembang pesat adalah sektor perkebunan kelapa sawit.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
berkontribusi dalam pembangunan nasional. Kelapa sawit sebagai tanaman
penghasil minyak nabati. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa
sawit berupa tandan buah segar (TBS) yang kemudian diolah menjadi minyak
sawit atau crude palm oil (CPO) dan inti sawit atau palm kernel oil (PKO).
Pengembangan perkebunan kelapa sawit yang pesat merupakan suatu proses yang
kompleks dan bersinggungan dengan banyak kepentingan, baik dari sisi
pengusaha, pemerintah, maupun rakyat secara totalitas.
Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2019 sebesar
14,46 juta hektar dengan produksi mencapai 47.12 juta ton. Ini menunjukkan
peningkatan atau mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yakni luas areal
perkebunan kelapa sawit pada tahun 2018 sebesar 14,33 juta hektar dengan
produksi mencapai 42,88 juta ton. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia dalam
komoditi kelapa sawit memberikan kontribusi yang sangat menguntungkan dan
mampu meningkatkan produksi dan pemenuhan perekonomian rakyat. Adapun
perkembangan luas areal dan produksi CPO kelapa sawit pada tahun 2016 sampai
dengan 2020.

1
2

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi unggulan di Indonesia


khususnya di Provinsi Jambi. Peluang pembangunan Agribisnis kelapa sawit di
Provinsi Jambi cukup terbuka karena ketersediaan sumberdaya alam atau lahan
yang memadai, tenaga kerja dan iklim yang mendukung. Selain itu Kelapa Sawit
di provinsi jambi memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Hal ini dapat
dilihat dari perkembangan Luas dan Pruduksi kelapa sawit diprovinsi jambi
meningkat secara siknifikan setiap tahun. Hal ini terlihat dari total luas areal
perkebunan kelapa sawit yang ada di Provinsi Jambi adalah 1.033.354 Ha yang
tersebar di berbagai Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jambi dengan hasil
produksi sabanyak 1.481.388 ton. Berikut luas produksi tanaman perkebunan
Provinsi Jambi menurut Kabupaten tahun 2021.
Tabel 1.2 Luas Produksi Tanaman Perkebunan Provinsi Jambi Menurut
Kabupaten Tahun 2021.

Kabupaten Luas areal (Ha) Produksi (Ton)


Batanghari 143.456 197.996
Muaro Jambi 227.125 268.873
Bungo 126.689 226.453
Tebo 106.052 186.502
Merangin 140.784 222.218
Sarolangun 72.735 103.810
Tanjung Jabung Barat 153.515 183.109
Tanjung Jabung 62.904 92.417
Timur
Kerinci 94 10
Jumlah 1.033.354 1.481.388
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2021
Berdasarkan tabel 2. Kabupaten Muaro Jambi adalah kabupaten yang
memiliki areal perkebunan kelapa sawit terluas di Provinsi Jambi dengan luas
227.125 Ha dan hasil produksi 268.873 ton. Sedangkan kabupaten yang memiliki
luas areal perkebunan kelapa sawit terkecil adalah Kabupaten Kerinci dengan luas
areal 94 Ha dan hasil produksi 10 ton. Selanjutnya Kabupaten Batanghari
merupakan kabupaten dengan areal perkebunan kelapa sawit terluas ke tiga di
Provinsi Jambi setelah Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung
Barat. Hasil produksi kelapa sawit di Kabupaten Batanghari sebesar 197.996 ton
dengan jumlah luas areal 143.456 Ha.
3

Tabel 1.3 Luas Produksi Tanaman Perkebunan kelapa sawit menurut


kecamatan tahun 2018 Kabupaten Batanaghari

Kecamatan Luas (Ha) Produksi (Ton)


Mersam 15.360,66 40.419
Maro sebo ulu 16.771,45 29.252
Batin XXIV 21.517,14 50.526
Muara tembesi 4.014,28 8.909
Muara bulian 3.993,66 8.785
Bajubang 19.281,99 69.020
Maro sebo ilir 10.697,47 36.013
Pemayung 4.246,65 8.739
Jumalah 96.135,30 251.663
Sumber : Badan statistik kabupaten Batanghari, 2020
Berdasarkan tabel 3. Kecamatan Bajubang merupakan kecamatan dengan
jumlah luas perkebunan kelapa sawit terluas kedua dari delapan kecamatan yang
ada dikabupaten Batanghari. Data pada tahun 2018 menunjukan luas areal
perkebunan kelapa sawit dikecamatan Bajubang yaitu 19.218,99 Ha dengan
jumlah produksi mencapai 69.020 ton. Kecamatan dengan perkebunan sawit
terluas di Kabupaten Batanghari yaitu kecamatan Batin XXIV dengan luas areal
21.517,14 Ha, dengan produksi mencapai 50.526 ton.

Di kecamatan bajubang khususnya desa bungku memiliki dua komoditas


usahatani masyarakat yaitu karet dan kelapa sawit dengan kelapa sawit yang
mendominasi. Berdasarkan hasil observasi saat ini di desa bungku memiliki dua
pola usahatani yaitu pola inti plasma dan pola swadaya, menurut Widyantara
(2018: 92) pola inti plasma merupakan hubungan kerjasama yang dilakukan oleh
perusahaan kecil atau petani dengan perusahaan menengah atau perusahaan besar.
Perusahaan menengah atau besar berperan sebagai inti dan perusahan kecil atau
petani sebagai plasma, sedangkan pola swadaya merupakan usahatani yang
diupayakan sendiri oleh petani.

Tabel 1.4 Jumlah Luas dan Petani Plasma di Desa Bungku

Plasma Luas (Ha) Jumlah Petani (Kk)


4

Koperasi tuah bersatu 748 374


Koperasi berkah bersatu 1.240 620
Jumlah 1.988 994
Sumber : Kantor grup plasma PT. Berkat Sawit Utama, 2021

Berdasarkan tabel 4. Jumlah petani plasma didesa Bungku sebesar 994


kepala keluarga dengan total luas kebun plasma 1.988 Ha..Desa Bungku terdapat
banyak permasalah petani kelapa sawit, khususnya dalam permasalahan kemitraan
usaha perkebunan kelapa sawit dari permasalahan tanah pelanggaran perjanjian
oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan permasalahan koperasi.
Permasalahan perjanjian kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit, ditemukan
kasus dimana perusahaan perkebunan kelapa sawit ingkar janji, sewaktu
menyusun perjanjian atau MOU petani tidak dilibatkan, sertifikat tanah untuk
petani tidak bisa terbit padahal kemitraan sudah berakhir, permasalahan beban
utang petani dan harga tandan buah segar. Permasalahan yang ditimbulkan akibat
buruknya pengelolaan kemitraan usaha perkebunan, mendorong sejumlah petani
untuk menjadi petani swadaya. Namun ada juga petani yang memperoleh
pengalaman yang baik dalam kemitraan usaha perkebunan, tetapi sekaligus juga
mengembangkan kebun swadaya.

Perkebunan kelapa sawit di Desa Bungku terdiri dari pola kemitraan


Perkebunan Inti plasma dan swadaya. Perkebunan pola Inti plasma yang ada di
Desa Bungku dikelola oleh perusahaan swasta, dimana kebun plasma ini
merupakan kebun yang dulunya merupakan kebun inti yang dibagikan oleh
masyarakat suku anak dalam (SAD).
Petani plasma yang ada didesa Bungku dalam melakukan usahatani kelapa
sawitnya akan dibantu dan dibimbing oleh perusahaan inti yaitu PT. Berkat Sawit
Utama . Perusahaan inti akan mengelola seluruh kegiatan mulai dari land
clearing, tanam pohon, pemeliharaan kebun hingga panen TBS sampai periode
kerjasama berakhir. Selama proses kerjasama berlangsung, petani plasma harus
menjual hasil produksi kebunnya ke perusahaan inti dan melunasi kredit, Petani
plasma diberi tangungjawab untuk mengembalikan kredit investasi pembangunan
kebun plasma kepada pihak perbankan. Untuk memanajemen pengolahan kebun,
penerapan teknologi, pengadaan sarana produksi, dan mewakili petani dalam
5

hubungan dengan perusahaan inti dibentuk Kelompok Tani dan Koperasi.


Produktivitas dari lahan petani plasma menjadi tangungjawab perusahaan inti
karena seluruh proses produksi berada dalam pengarahan dan pengawasan
perusahaan.
Petani swadaya menjalankan manajemen usahatani kelapa sawitnya sesuai
dengan pengetahuannya sendiri tanpa adanya pembinaan dan dampingan dari
pihak lain. Petani swadaya melakukan segala kegiatan usahataninya secara
mandiri, mulai dari pengadaan input, pemupukan, pemeliharaan hingga panen.
Petani Swadaya tidak bisa menjual langsung hasil kebunnya ke pabrik pengolahan
minyak kelapa sawit yang dimiliki perusahaan inti, karena perusahaan inti
mengutamakan hasil TBS dari kebun inti dan kebun plasma.
Perbedaan pengelolaan lahan yang dilakukan petani plasma dan petani
swadaya akan mempengaruhi perbedaan produksi yang dihasilkan, dan perbedaan
produksi akan menyebabkan perbedaan pendapatan yang akan diterima oleh
petani. Secara pendapatan Petani plasma bisa dikatakan lebih kecil karna harus
dipotong investasi dan koperasi sehingga petani harus tepat dalam memilih
sistem yang akan dilakukan. Fakta ini sangat menarik untuk penulis meneliti
sehingga penelitian tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis
komparatif pendapatan usahatani kelapa sawit antara petani plasma dengan petani
swadaya Di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan penelitian (research
problem) maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
1) Berapa besar perbedaan pendapatan usahatani kelapa sawit antara petani
petani plasma dengan Petani Swadaya di Desa Bungku Kecamatan
Bajubang Kabuaten Batang Hari.
2) Usahatani kelapa sawit manakah yang lebih menguntungkan antara petani
plasma dengan Petani Swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang
Kabuaten Batang Hari
6

1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui pendapatan Usahatani kelapa sawit plasma dan petani
kelapa sawit Swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabuaten
Batang Hari
2) Untuk mengetahui yang lebih menguntungkan antara Usahatani Plasma
dan petani Swadaya di Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabuaten
Batang Hari

1.3.2 Kegunaan Penelitian


1) Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi pada program studi
agribisnis dan mendapatkan gelar sarjana pertanian (S.P) Universitas
Jambi.
2) Sebagai sumber informasi dan masukan bagi segala pihak yang terkait
mengenai pendapatan dan keuntungan mengenani usahatani plasma dan
petani swadaya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Usahatani
2.1.1 Pengertian Usahatani
Menurut Ken pertanian merupakan suatu kegiatan yang bertumpu pada
proses pertumbuhan tumbuh-tumbuhan dan hewan dengan tujuan untuk
memperbaharui, memperbanyak dan mempertimbangkan faktor ekonomi.
Sehingga kegiatan manusia yang dalam mengupayakan pertanian disebut sebagai
usahatani. Menurut Soekarwati usaha tani adalah upaya petani dalam
mengalokasikan sumberdaya secara efektif dan efisien yang dimiliki dan
bertujuan untuk memperoleh banyak keuntungan pada waktu tertentu (Saeri,
2018: 1).
Menurut Daniel usahatani merupakan upaya petani dalam mengorganisir
dan mengoperasikan berbagai faktor produksi yang meliputi lahan, modal dan
tenaga kerja. Selanjutnya menurut Vink usahatani adalah ilmu yang mempelajari
tentang aturan-aturan yang digunakan sebagai pedoman pelaku usahatani agar
memperoleh laba atau pendapatan yang setinggi-tingginya. Sedangkan menurut
Widyantara usahatani merupakan cara petani mengupayakan, merencanakan dan
mengalokasikan lahan, saprodi, modal dan jenis tanaman yang akan diusahakan
dengan efektif dan efisian sehingga memperoleh hasil yang maksimal
(Widyantara, 2018:1).
Berdasarkan pengertian usahatani di atas, usahatani dapat diartikan sebagai
kegiatan petani dalam mengupayakan usahataninya yang meliputi persiapan lahan,
pengoptimalan faktor produksi, pemanenan, hingga melakukan penjualan hasil
pertaniannya sehingga mendapatkan pendapatan yang maksimal dan mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya.

2.1.2 Klasifikasi Usahatani


Perbedaan faktor dalam kegiatan pertanian seperti faktor fisik, faktor
ekonomis dan faktor hama dan penyakit yang meliputi letak topografi dan
geografi lahan, iklim, dan jenis tanah, biaya, modal, permintaan dan penawaran
pasar, hama serta penyakit dapat menghambat usahatani yang diupayakan oleh

1
2

petani. Ketiga faktor ini akan sangat menentukan para petani dalam melaksanakan
usahatani. Menurut Ken dalam Saeri (2018:4) usahatani dapat diklasifikasikan
menjadi empat bagian diantaranya adalah:
1. Corak dan sifat
Berdasarkan corak dan sifatnya usahatani yang diupayakan oleh petani
terbagi menjadi dua yaitu subsisten dan komersial. Usahatani subsisten
merupakan usahatani yang diupayakan hanya untuk memenuhi kebutuhan
petani itu sendiri. Sedangkan usahatani komersial adalah usahatani yang
bertujuan untuk memperoleh laba dengan memperhatikan kualitas dan
kuantitas hasil produksi usahataninya.
2. Organisasi
Berdasarkan organisasinya usahatani dibagi kedalam tiga kelompok
diantaranya adalah: 1) Individual, dalam kelompok individual petani
mengupayakan seluruh proses kegiatan usahataninya secara mandiri mulai dari
perencanaan, pengolahan lahan, penanaman, perawatan, pemanenan hingga
pemasaraan. 2) Kolektif, yang dimaksud adalah proses usahatani yang
dilakukan dalam suatu kelompok usahatani. 3) Kooperatif, usahatani ini
merupakan usahatani yang prosesnya dikerjakan sendiri namun pada beberapa
kegiatan dilakukan oleh kelompok seperti pemasaran hasil produksinya.
3. Pola
Berdasarkan pola yang dilakukan usahatani dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu: 1) pola khusus, pada pola ini usahatani hanya memiliki satu
cabang kegiatan seperti usahatani tanaman pangan, usahatani hortikultura, dan
usahatani peternakan. 2) pola tidak khusus, pada pola tidak khusus usahatani
memiliki beberapa cabang usahatani secara bersama-sama namun memiliki
batasan yang jelas. 3) pola campuran, usahatani pola campuran ini merupakan
usahatani yang melakukan beberapa cabang usahatani dalam satu lahan tanpa
batasan. Seperti mina padi dan tumpeng sari.
4. Tipe
Berdasarkan tipenya usahatani dapat ditinjau berdasarkan komoditas yang
diusahakan seperti usahatani padi, usahatani jagung dan usahatani kambing.
3

Sedangkan menurut Widyantara (2018: 3) usahatani dapat dibedakan menjadi tiga


bagian diantaranya adalah:
1. Menurut tanaman yang diusahakan
Menurut tanaman yang diusahakan usahatani terbagi menjadi dua yaitu
usahatani monokultur yang berarti dalam satu bidang lahan menanam satu jenis
tanaman dan usahatani diversivikasi adalah usahatani yang dilakukan dalam
sebidang lahan yang menanam lebih dari satu jenis tanaman atau ternak.
2. Menurut Perkembangannya
Menurut perkembangannya usahatani dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu: 1) Usahatani subsisten, Usahatani subsisten merupakan usahatani
yang hasil produksinya hanya untuk dikonsumsi oleh petani dan keluarganya.
Menggunakan teknologi tradisional yang diturunkan oleh nenek moyangnya,
menggunakan tenaga kerja keluarga. 2) Usahatani Komersial, usahatani
komersial adalah usahatani yang hasil produksinya sebagian besar untuk dijual
memenuhi kebutuhan pasar, menggunakan teknologi modern dan
menggunakan tenaga kerja sewaan.
3. Menurut Pola
Berdasarkan polanya usahatani dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: 1)
Usahatani khusus, usahatani khusus hanya mengusahakan satu jenis tanaman,
misalnya padi atau kedele. 2) Usahatani Campuran, usahatani campuran
mengusahakan lebih dari satu jenis tanaman, tetapi tidak ada batas yang jelas.
3) Usahatani tumpang sari, usahatani tumpeng sari mengusahakan lebih dari
satu tanaman dengan batas-batas yang jelas antara satu tanaman dengan
tanaman yang lainnya. Usahatani ini dapat dilakukan oleh individu,
kelompok/organisasai, pemerintah dan perusahan.

2.1.3 Usahatani Kelapa Sawit


Usahatani merupakan suatu kegiatan petani dalam mengupayakan
usahataninya yang meliputi persiapan lahan, pengoptimalan faktor produksi,
pemanenan, hingga melakukan penjualan hasil pertaniannya secara efektif dan
efisien sehingga mendapatkan pendapatan yang maksimal dan mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya. Usahatani dapat dikatakan efisien apabila petani dapat
4

mengalokasikan dan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-


baiknya dan menghasilkan output yang lebih besar dari biaya produksi yang telah
dikeluarkan.
Menurut Hasibuan kelapa sawit merupakan bahan baku minyak paling
produktif di dunia yang menyebabkan maraknya usahatani kelapa sawit di
Indonesia. Tanaman kelapa sawit yang membutuhkan ±4 liter air untuk tumbuh
dengan baik memiliki banyak kegunaan sebagai sumber energi alternatif seperti
biofuel, sebagai bahan makanan seperti mentega dan minyak goring, serta bahan
baku sabun dan detergen. Sehingga permintaan kelapa sawit diperkirakan akan
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Junaidi, 2016: 23).
Sistem agribisnis kelapa sawit terdiri atas empat subsistem agribisnis yang
masing-masing memiliki fungsi yang berbeda namun merupakan suatu kesatuan
ekonomi/pembangunan, Pertama, sub-sistem agribisnis hulu kelapa sawit (up-
stream agribusiness) yang menghasilkan barang-barang modal bagi usaha
perkebunan kelapa sawit seperti benih, pupuk, pestisida, alat-alat dan mesin
perkebunan. Untuk proses produksi dilahan, dapat menggunakan factor-faktor
seperti lahan, tenaga kerja modal serta manajemen. Sedangkan diperusahaan
perkebunan agribisnis melakukan manajemen stock, seperti pembelian dan
penyimpanan bahan baku serta pengelolaan persedian. Menurut Sokartawi
manajemen pengadaan bahan baku agribisnis adalah pengadaan pembelian
kemudian menyimpan digidang untuk sementara waktu sebelum bahan baku
tersebut digunakan (Hastuti, 2017: 184).
Kedua, subsistem usaha perkebunan kelapa sawit (on-farm agribusiness)
menggunakan barang-barang modal untuk membudidayakan tanaman kelapa
sawit. Suatu keberhasilan usahatani kelapa sawit ditentukan oleh faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas. Faktor tindakan kultur teknis
adalah yang paling banyak mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas,
beberapa faktor yang erat pengaruhnya antara lain : pembibitan, pembukaan
lahan, peremajaam, penanaman penutup kacang-kacangan tanah, penanaman dan
penyisipan kelapa sawit dan pemeliharaan tanaman. Produksi hasil pertanian (On-
farm) atau factor produski agribisnis hasil pertanian sering disebut korbanan
produksi agribisnis karena factor produksi tersebut dikorbankan untuk
5

menghasilkan produksi agribisnis. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu


produk, maka diperlukan hubungan antara factor produksi agribisnis (input) dan
produk (output) agribisnis (Mangoensoekarjo, 2008)
Subsistem yang ketiga adalah, subsistem agribisnis hilir kelapa sawit (down
streamagribusiness) yang mengolah minyak sawit (CPO) menjadi produk- produk
setengah jadi (semi finish) maupun produk jadi (finish product) seperti oleokimia
dan produk turunan serta produk-produk berbahan baku kelapa sawit. Pola
pemasaran kelapa sawit dilihat dari pengusahaannya dapat dibagi menjadi tiga
macam, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar negara (PBN), dan
Perkebunan Besar Swasta (PBS). Perkebunan kelapa sawit yang dikelolah oleh
rakyat yang memiliki luas lahan terbatas yaitu 1-10 ha, tentunya menghasilkan
produksi TBS yang terbatas pula sehingga penjualannya sulit dilakukan.
Oleh karena itu, para petani harus menjual TBS melalui pedagang tingkat
desa yang dekat dengan lokasi kebun atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke
pedagang besar hingga ke industri pengolahan. Menurut Suwarto (2010),
pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara (PBN) dilakukan
secara bersama melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB), sedangkan untuk
perkebunan besar swasta (PBS), pemasaran produk kelapa sawit dilakukan oleh
masing-masing perusahaan.
Subsistem yang keempat adalah subsistem penyedia jasa (service for
agribusiness) yang menghasilkan atau menyediakan berbagai jenis jasa yang
diperlukan baik bagi subsistem agribisnis hulu, on-farm, maupun subsistem
agribisnis hilir kelapa sawit. Untuk berlangsungnya kegiatan produksi pada
agribisnis kelapa sawit mulai dari hulu sampai ke hilir, diperlukan beragam
kegiatan oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta.
Pada Agribisnis hulu, jasa keahlian yang disediakan Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (PPKS) meliputi pengembangan perbenihan, rancangbangun industri
pupuk, agrootomotif, jasa pengujian mutu pupuk dan pestisida danlain-lain. Pada
on-farm, jasa yang disediakan PPKS antara lain penyusunan rekomendasi
pemupukan dan standar operasional procedure (SOP) manajemen perkebunan
kelapa sawit. Sedangkan pada agribisnis hilir, jasa pengembangan teknologi
produk, teknologi proses dan rancang bangun pabrik pengolahan dihasilkan
6

PPKS. Sebagai lembaga R&D, PPKS juga menjadi sumber inovasiteknologi yang
diperlukan untuk pengembangan agribisnis kelapa sawit.

2.2 Faktor Umur Tanam Dalam Perawatan Dan Produksi Kelapa Sawit
2.2.1 Faktor Umur Tanam Dalam Perawatan
Perawatan atau pemeliharaan tanaman kelapa sawit adalah salah satu
upaya yang dilakukan oleh petani untuk meningkatkan dan menstabilkan hasil
produksi usahatani kelapaa sawit. Menurut Pardosi pemeliharaan usahatani kelapa
sawit merupakan salah satu upaya untuk menjaga dan meningkatkan kesuburan
tanaman dengan syarat mutlak yaitu pemeliharaan harus dilakukan sepanjang
hidup tanaman sesuai dengan standar perawatan agar dapat berproduksi secara
maksimal (Junaidi, 2016:27).
Tindakan pemeliharaan tanaman di lapangan dikategorikan rnenjadi
pemeliharaan tanaman belurn menghasilkan (TBM) dan perneliharaan tanarnan
rnenghasilkan (TM). Pemeliharaan TBM dapat mendorong pertumbuhan
vegetatif, menjamin agartanaman homogen dan rnempercepat fase TM sedangkan
pemeliharaan TM dapat mempengaruhi kualitas dan kuantinitas produksi kelapa
sawit. Tanaman belum menghasilkan (TBM) merupakan tanaman yang dipelihara
sejak bulan penanaman pertama sampai dipanen pada umur 30-36 bulan. Proses
TBM merupakan proses pertumbuhan awal tanaman di lapangan sebelum
memasuki fase produksi. Selama masa TBM diperlukan beberapa jenis pekerjaan
yang secara teratur harus dilaksanakan.
Masa TBM kelapa sawit perlu pemeliharaan yang baik untuk mencapai
pertumbuhan vegetatif normal dan masa generatif yang tepat.Pada masa TBM
merupakan masa pemeliharaan yang banyak memerlukan tenaga dan biaya,
karena pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari pembukaan lahan dan
persiapan tanaman, selain itu pada masa ini sangat menentukan keberhasilan pada
masa TM. Adapun pemeliharaan TBM meliputi penyulaman, penyiangan,
pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, penunasan dan kastrasi (Suwarto,
2010).
Pemeliharaan tanaman dimaksudkan untuk menciptakan kondisi
lingkungan tumbuh optimal bagi tercapainya pertumbuhan dan produksi optimal
7

tanaman yang dibudidayakan. Tindakan pemeliharaan kelapa sawit


meliputipenyiangan gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta
penataan tajuk (Syakir, 2010). Tindakan pemeliharaan kelapa sawit meliputi
sebagai berikut:
1. Penyiangan
Penyiangan atau pengendalian gulma dalam penanaman kelapa sawit
mencakup areal antar barisan tanaman (gawangan dan piringan). Tujuan
pengendalian gulma di daerah piringan adalah untuk mengurangi persaingan
unsur hara, memudahkan pengawasan pemupukan, memudahkan pengumpulan
brondolan, dan menekan populasi hama tertentu. Sedangkan pengendalian gulma
di gawangan dimaksudkan untuk menekan persaingan unsur hara dan air,
memudahkan pengawasan, dan jalan untuk pengangkutan saprodi dan panen.
Pengendalian gulma tidak dimaksudkan untuk membuat permukaan tanah bebas
sama sekali dari rumput, karena dapat menyebabkan erosi tanah. Tanaman muda
yang mempunyai tanaman penutup tanah yang baik praktis tidak memerlukan
penyiangan, hanya pada pinggiran atau tempat-tempat tertentu dan tanaman perdu
yang tumbuh liar.
Pelaksanaan prakteknya, untuk kepentingan pemilihan teknik
pengendalian yang sesuai, Dalam konteks persaingan jenis – jenis gulma yang
lazim dijumpai pada perkebunan kelapa sawit dapat digolongkan atas (Pahan,
2010):
a. Gulma berbahaya, yaitu gulma yang memiliki daya saing tinggi terhadap
tanaman kelapa sawit, misalanya ilalang (Imperata cylindrica), sembung
rambat (Mikania cordata dan M. micrantha), lempuyangan (Panicum
repens), teki (Cyperus rotundus), serta beberapa tumbuhan berkayu.
b. Gulma lunak, yaitu gulma yang keberadaannya dalam pertanaman kelapa
sawit dapat ditoleransi atau tidak menimbulkan persaingan berarti
dibandingkan biaya pengendaliannya. Bahkan kehadirannya justru
bermanfaat untuk menahan erosi tanah meskipun pertumbuhannya harus
dikendalikan. Seperti babadotan/wedusan (Ageratum conyzoides), rumput
kipahit (Paspalum conjugatum) dan pakis (Nephrolepis biserata). Cara dan
8

frekuensi pengendalian gulma tergantung pada jenis gulma dan umur tanaman
serta ada tidaknya tanaman penutup tanah.
Secara umum, pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis,
kimiawi dan bilologis.Pengendalian secara manual bisa menggunakan peralatan
mesin seperti sleser dan secara konvensional menggunakan alat mekanis
tradisional seperti parang, belebas, cangkul, dan garpu.Pengendalian gulma secara
kimia, yaitupengendalian gulma dengan menggunakan herbisida, baik yang
bersifat kontak maupun sistemik.
2. Pemupukan
1. Jenis dan Takaran Tanaman Menghasilkan (TM)
a. Sasaran pemupukan : didasarkan pada 4 T ( Tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu
dan tepat metode).
b. Dosis pupuk ditentukan berdasarkan umur tanaman, hasil analisa daun, jenis
tanah, produksi tanaman, hasil percobaan dan kondisi visual tanaman.

Tabel 2.1 Standar Dosis Pemupukan Tanaman Menghasilkan (TM) pada


Tanah Gambut
Kelompok Dosis Pupuk (kg/pohon/tahun)
Umur Urea Rock MOP Dolomit Jumlah
(Tahun) Phosphate (KCL)
3-8 2,00 1,75 1,50 1,50 6,75
9-13 2,50 2,75 2,25 2,00 9,50
14-25 1,50 2,25 2,00 2,00 8,00
Syakir (2010)

2. Cara Pemupukan
a. Pemupukan dilakukan dengan sistem tebar dan sistem benam (Pocket).
b. Pada sistem tebar, pupuk ditebarkan di piringan pada jarak 0,5 meter hingga
pada pada pinggir tanaman, dan pada jarak 1 – 2,4 meter pada tanaman dewasa.
c. Pada sistem pocket, pupuk diberikan pada 4 – 6 lubang pada piringan
disekeliling pohon. Kemudian lubang ditutup kembali. Sistem pocket
disarankan pada areal rendahan, areal perengan ataupun pada tanah pasiran
yang mudah tercuci/tererosi.
9

d. Pada tapak kuda, 75 % pupuk diberikan pada areal dekat tebing. Untuk
mengurangi pencucian, pupuk ini sebaiknya diaplikasikan dengan sistem
pocket.
3. Pemangkasan/Penunasan
Pemangkasan/penunasan adalah pembuangan daun tua atau yang tidak
produktif pada tanaman kelapa sawit. Tujuan pemangkasan adalah sebagai berikut
(Syakir, 2010):
a. Memperbaiki sirkulasi udara disekitar tanaman sehingga dapat membantu
proses penyerbukan secara alami.
b. Penghalang pembesaran buah dan kehilangan brondolan buah terjepit pada
pelepah daun dan memudahkan pada waktu panen.
c. Agar proses metabolisme tanaman berjalan lancar, terutama proses fotosintesis
dan respirasi.
d. Pemangkasan dilakukan 6 bulan sekali untuk tanaman belum menghasilkan
dan 8 bulan sekali untuk tanaman menghasilkan.

2.2.2 Faktor Umur Tanam Dalam Produksi


Menurut Pardamean (2008), kelapa sawit adalah tanaman tahunan dengan
umur produktif 25 tahun. Pada 3 tahun pertama tanaman belum menghasilkan.
Selanjutnya pada umur 4 tahun tanaman telah berproduksi. Sedangkan menurut
Sutopo (2012), Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah
setelah umur 2-3 tahun. Buah akan masak pada 5-6 bulan setelah penyerbukan.
Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna
kulit buahnya. Buah akan menjadi merah jingga ketika matang. Ketika buah
matang kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang,
buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya yang disebut
membrondol (Fauzi, 2005).
Besarnya produksi kelapa sawit sangat tergantung pada berbagai faktor, di
antaranya jenis tanah, jenis bibit, iklim dan teknologi yang diterapkan. Dalam
keadaan yang optimal, produktivitas kelapa sawit dapat mencapai 20-25 ton
TBS/ha/tahun atau sekitar 4-5 ton minyak sawit. Sebagai gambaran produksi TBS,
10

minyak sawit dan inti sawit berbagai umur tanaman per hektar, dapat dilihat pada
Tabel berikut:
Tabel 2.2 Umur Tanaman Kelapa Sawit Per Ha
Umur Produksi TBS Produksi minyak Produksi inti sawit
Tanaman (Ton) (Ton) (Ton)
(Tahun)
3 4,00 0,52 0,11
4 7,00 1,20 0,18
5 9,67 1,80 0,40
6 11,75 2,30 0,52
7 13,40 2,72 0,59
8 14,67 3,03 0,65
9 17,67 3,37 0,78
10 17,67 4,23 0,87
11 19,67 4,53 0,92
12 20,83 4,70 0,95
13 21,50 4,77 0,96
14 21,83 4,80 0,97
15 22,00 4,77 0,96
16 21,83 4,73 0,95
17 21,33 4,67 0,94
18 21,00 4,60 0,92
19 20,50 4,50 0,90
20 20,00 4,40 40,88
21 19,50 4,30 0,86
22 19,00 4,20 0,84
23 18,50 4,10 0,81
24 18,00 4,00 0,79
25 17,50 3,90 0,77
Sumber: Fauzy, 2012

2.3 Pendapatan
2.3.1 Pengertian Pendapatan
Pendapatan adalah seluruh penerimaan berupa uang, baik dari pihak lain
maupun hasil sendiri yang dinilai atas sejumlah uang atas dasar harga yang
berlaku saat ini. menurut Siagian (2002) pendapatan (Revenue) merupakan imblan
dan pelayanan yang diberikan. Sedangkan menurut Soekartawi (2005),
keuntungan (K) adalah selisih antara penerimaan total (PrT) dan biaya-biaya (B).
Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu
kegiatan usaha, menetukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen
itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila
11

pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi.


Menurut Nicholson (2002), pendapatan usaha ada dua yaitu pendapatan total dan
pendapatan tunai. Pendapatan total merupakan selisih antara penerimaan total
(total revenue) dengan biaya total (total cost). Pendapatan tunai dihitung dari
selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai.
Hernanto (1994) menyatakan bahwa besarnya pendapatan yang akan
diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tergantung dari beberapa faktor yang
mempengaruhinya seperti luas lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha,
pertanaman, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan
usahatani, petani berharap dapat meningkatkan pendapatannya sehingga
kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Harga dan produktivitas merupakan
sumber dari faktor ketidakpastian, sehingga bila harga dan produksi berubah maka
pendapatan yang diterima petani juga berubah (Soekartawi, 2005).

2.3.2 Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit


Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga
jual dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan
turun ketika produksi berlebihan. Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan
maupun semakin tinggi harga per unit produksi yang bersangkutan, maka
penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika
produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang
diterima produsen semakin kecil (Soekartawi, 2005), sedangkan menurut Pahan
(2010), faktor yang sangat penting dalam penerimaan adalah volume penjualan
atau produksi atau produksi dan harga jual. Penerimaan usahatani kelapa sawit
adalah hasil penjualan panen kelapa sawit yang dikurangi grading (sampah kelapa
sawit, air dan susut) sesuai dengan ketentuan setiap agen, gradong dapat dipotong
antara 5 hingga 10 % dari hasil panen kelapa sawit. Dengan demikian total
penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
TR = P x Q
Keterangan :
TR (Total Revenue) : Total penerimaan (Rp)
P (Price) : Harga (Rp/Kg)
12

Q (Quantity) : Jumlah unt produksi (Kg)

2.3.3 Biaya Usahatani Kelapa Sawit


Menurut Nicholson (2002), biaya secara garis besarnya terdiri dari dua,
yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya dilihat dari segi waktu terbagi menjadi
dua yaitu biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Jangka pendek
merupakan periode waktu dimana sebuah perusahaan harus mempertimbangkan
beberapa inputnya secara bsolut bersifat tetap dalam membuat keputusannya.
Jangka panjang merupakan periode waktu dimana sebuah perusahaan
mempertimbangkan seluruh inputnya bersifat variabel dalam membuat
keputusannya, pada tanaman kelapa sawit rakyat, tanaman baru mulai di panen
pada umur 4 tahun. Biaya yang diperlukan untuk membuka 1 ha lahan berisi 136
bibit kelapa sawit sejak awal pembukaan hingga perawatan TBM selama tiga
tahun.
Menurut Antoni (1995), biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
memproduksi kelapa sawit mencakup:
1. Biaya investasi awal, seperti: pembukaan lahan, biaya bibit, serta biaya
pemeliharaan sebelum tanaman menghasilkan.
2. Biaya pemeliharaan tanaman, seperti: pemberantasan gulma, pemupukan,
pemberantasan hama dan penyakit, tunas pokok (proneng), konsolidasi
pemeliharaan terasan dan tapak kuda, pemeliharaan prasarana.
3. Biaya panen atau biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan segala aktivitas
untuk mengeluarkan produksi (TBS) atau hasil panen dari lapangan (areal)
keagen pengepul atau kepabrik seperti biaya tenaga kerja panen, biaya
pengadaan alat kerja dan biaya angkutan.
Untuk menghitung biaya total dapat dihitung dengan rumus yang di
gunakan untuk Sukirno (2013) yaitu:
TC = TFC + TVC
Keterangan :
TC (Total Cost) : Biaya Total Produksi (Rp)
TFC (Total Fixed Cost) : Biaya Tetap (Rp)
TVC (Total Variabel Cost) : Biaya Variabel (Rp)
13

2.3.4 Analisis Pendapatan


Menurut Soekartawi (2005), keuntungan (K) adalah selisih antara
penerimaan total (PrT) dan biaya-biaya (B). Analisis pendapatan berfungsin untuk
mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama
pendapatan dan apakah komponen itu masoh dapat ditingkatkan atau tidak.
Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup
untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisis usaha tersebut merupakan
keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu
tertentu.
Analisis dilakukan untuk menghitung sejauh mana usaha yang telah
dijalankan dapat memberikan keuntungan. Pendapatan usahatani tersebut hanya
akan diperoleh apabila semua biaya yang telah dilakukan (Soekartawi, 1995).
1. Total Biaya
Menurut Soekartawi biaya total merupakan toal biaya sarana produksi yang
digunakan dalam usahatani, selama proses produksi berlangsung. Hal ini dapat
dirumuskan seperti dibawah ini:
TC = TFC + TVC
Keterangan :
TC : Biaya Total Produksi
TFC (Biaya Fixed Cost) : Biaya Tetap
TVC (Total Variable Cost) : Biaya Variabel
2. Total Penerimaa
Menurut Soekartawi (2005) penerimaan dalam usahatani merupakan
perkalian antara jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual atau harga
produksi. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = P x Q
Keterangan :
TR (Total Revenue) : Total Penerimaan (Rp/Luas Lahan/tahun)
P (Price) : Harga (Rp/Kg)
Q (Quantity) : Jumlah Produksi yang dihasilkan (Kg/Luas lahan)
3. Pendapatan
14

Menurut Soekartawi (2005) untuk mengetahui sebesar besar pendapatan


yang didapat dari total penerimaan terhadap total biaya, secara sistematis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
I = TR – TC
keterangan :
I : Pendapatan (Rp/Luas lahan/Tahun)
TR (Total Revenue) : Total Penerimaan (Rp/Luas lahan/Tahun)
TC (Total Cost) : Total Biaya Produksi (Rp/Luas lahan/Tahun)
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Syakir. 2010. “Budidaya Kelapa Sawit”. Bogor: Aska Media

Winsyantara W. 2018. “Ilmu Manajemen Usahatani”. Denpasar: Udayana


University Press

Fauzi, Y., Y. Erma. Widyastuti, I. Satyawibawa Dan R. Hartono. 2005. “Kelapa


Sawit”. Jakarta: Penebar Swadaya

Hasibuan, B. E. 2011. “Ilmu Tanah”. Medan: Universitas Sumatera Utara


Hastuti, 2017. “Ekonomika Agribisnis”. Perpustakan Nasional dalam (KDT).
Makasar.
Mangoensoekarjo, S. Dan H. Samangun. 2008. “Manajemen Agribisnis Kelapa
Sawit”. Yogyakarta: UGM-Press
Pahan, I. 2010. “Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Managemen Agribisnis Dari
Hulu Hingga Hilir”. Jakarta: Penebar Swadaya

Pardamean, Maruli. 2008. “Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun Dan Pabrik


Kelapa Sawit”. Cetakan Pertama. Jakarta: PT.Agro Media Pustaka

Saeri Moh. 2018. “Usahatani Dan Analisisnya”. Jawa Timur: UNIDHA Press

Sukino, 2013. Pertanian Indonesia, Jakarta: CV Abadi Jaya


Suwarto. 2010. “Budidaya Dan Pengolahan Kelapa Sawit”. Yogyakarta: Kanisius

Jurnal dan Skripsi


Badan Pusat Statistik (BPS). 2019. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Indonesia :
Badan Pusat Statistik. Diakses pada 21 Desember 2021. Dalam:
https://www.bps.go.id/publication/2020/11/30/36cba77a73179202def4ba1
4/statistik-kelapa-sawit-indonesia-2019.html
Badan Pusat Statistik (BPS). 2020. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Indonesia :
Badan Pusat Statistik. Diakses pada 2 februari 2022.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. 2021. Provinsi Jambi Dalam Angka. Jambi:
CV. Dharmaputra. Diakses Pada 22 Desember 2021. Dalam
https://jambi.bps.go.id/publication/2021/02/26/eb5974fa96bbeeb4f4dac89
c/provinsi-jambi-dalam-angka-2021.html

15
16

Junaidi. 2016. “Analisis Pendapatan Usaha Tani Kelapa Sawit Di Desa Panton
Pange Kecamatan Tripa Makmur Kabupaten Nagan Raya”. Aceh: Skripsi:
Fakultas Pertanian. Universitas Teuku Umar

Sutopo, 2012. “Peranan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Terhadap Penyerapan


Tenaga Kerja Di Kabupaten Bengkalis”. Skripsi: Fakultas Ekonomi.
Universitas Riau

Anda mungkin juga menyukai