Sony Suwasono
LAPORAN AKHIR
HIBAH PENGABDIAN DESA BINAAN
Judul Kegiatan
KELOMPOK RISET-DIMAS
COCOA INNOVATION AND DEVELOPMENT (COINDEV)
PENELITI
Dr. Ir. Sony Suwasono, M.App.Sc. Ketua
Dyah Ayu Savitri, STP., M.Agr. Anggota 1
Rena Yunita Rhman, SP., MSi. Anggota 2
1
2
RINGKASAN
3
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul ………………………………………………………………………. 1
Halaman Pengesahan ………………………………………………………………... 2
Ringkasan ……………………………………………………………………………. 3
Daftar Isi …………………………………………………………………………….. 4
BAB 1. Pendahuluan ………………………………………………………………… 5
A. Latar Beakang …………………………………………………………… 5
B. Usulan Penyelesaian Masalah dan Target Luaran ………………………. 6
C. Tujuan dan Manfaat ……………………………………………………... 6
BAB 2. Metode Pelaksanaan Pengabdian …………………………………………… 9
BAB 3. Hasil Yang Dicapai …………………………………………………………. 13
A. Pelatihan Teori dan Praktek Tentang Teknologi Pengolahan Hulu Biji Kakao 13
B. Fermentasi Kakao dalam Besek Bambu …………………………………….. 13
C. Fermentasi Kakao dalam Semi-Automatic Fermentor ……………………… 15
D. Pengeringan Biji Kakao ……………………………………………………... 16
E. Pelatihan Teori dan Praktek Proses Pengujian Biji Kakao Kering …………. 17
F. Pelatihan Teori dan Praktek Kelembagaan Poktan dan Perencanaan Bisnis 19
Biji Kakao ……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 20
LAMPIRAN …………………………………………………………………………. 21
4
BAB 1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kecamatan Sempu menjadi kecamatan dengan luas lahan dan produksi kakao tertinggi
di Banyuwangi. Jika melihat data khusus Kecamatan Sempu, Banyuwangi, perkembangan
luas lahan tanaman dan produksi kakao berfluktuasi dari 318 Ha dan 245 ton tahun 2019
menjadi 279 Ha dan 216 ton pada tahun 2020. Produksi kakao dari tahun 2017-2018
mengalami peningkatan, karena luas tanam dan luas panen mengalami peningkatan dengan
banyak memanfaatkan lahan hutan (Badan Pusat Statistik Banyuwangi, 2020). Desa
Jambewangi menjadi penyumbang kakao terbesar di Kecamatan Sempu dan Kabupaten
Banyuwangi.
Perkebunan kakao di Desa Jambewangi menempati lahan pekarangan masyarakat dan
lahan hutan, dimana tanaman kakao di hutan ditanam oleh masyarakat yang bekerja pada
Perhutani sebaga penderes getah. Lahan di gunung yang diberi nama Watu Gedhek tersebut
merupakan lahan HGU (Hak Guna Usaha) yang diberikan untuk di kelola oleh masyarakat
sekitar. Lahan milik petani yang banyak dimiliki berkisar 0,125 sampai 0,25 Ha. Untuk lahan
1 – 2 Ha hanya dimiliki beberapa orang saja. Lahan Perhutani ini sudah ditanami kakao turun
temurun, sehingga banyak dijumpai tanaman dengan usia lebih dari 20 tahun dengan tingkat
produktivitas yang rendah. Selain itu, tanaman kakao ini tidak mengalami perawatan on farm
seperti pemupukan, pembuatan rorak, pemangkasan ranting, maupun peremajaan tanaman.
Salah satu permasalahan kakao Indonesia adalah rendahnya mutu biji kakao yang
dihasilkan seperti biji kakao yang tidak difermentasi. Pada tingkat nasional, produksi kakao
fermentasi hanya sekitar 15% dari total produksi. Jumlah tersebut hanya mampu memenuhi
sekitar 60% kebutuhan industri (Muttaqin, 2011). Sebagian besar ekspor biji kakao Indonesia
adalah biji kakao non fermentasi, berbanding terbalik dengan Pantai Gading dan Ghana
(Rifin, 2013). Padahal, proses fermentasi merupakan salah satu faktor kunci dari
pengembangan kakao (Camu et al., 2008). Teknologi fermentasi kakao memiliki peranan
yang sangat penting untuk menghasilkan mutu cokelat yang tinggi, baik cita rasa maupun
aroma serta penampilannya (Beckett, 2008; Camu et al., 2008; Widyotomo, 2008; Owosu,
2010; Lima et al., 2011; Misnawi dan Ariza, 2011). Selanjutnya dikemukakan juga bahwa
penerapan teknologi fermentasi akan menghasilkan mutu fisik dan kimia biji yang baik,
demikian juga dengan produk turunannya (Towaha et al., 2012 dan Hayati et al., 2011).
Masyarakat melakukan panen kakao dan mengeringkan bijinya tanpa melalui proses
fermentasi yang terstandar, sehingga dihasilkan biji kakao yang rendah mutunya. Buah kakao
5
hasil panen dipisahkan dulu antara buah yang masih bagus atau segar dengan buah yang
sudah terkena jamur dan penyakit. Buah kakao yang masih baik akan dibelah dan biji kakao
basah langsung dijemur di atas terpal plastik. Setelah pengeringan sinar matahari selama 10 –
14 hari, biji kakao rakyat yang bersifat non-fermented cocoa bean (NFCB) dijual kepada
pembeli atau pengepul biji kakao dengan harga Rp. 23.000 – 25.000,- per kg. Petani kakao
tidak pernah melakukan fermentasi karena membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
fermentasi dan juga membutuhkan tenaga kerja.
Setelah melakukan diskusi bersama antara pengusul LP2M-Universitas Jember, Kepala
Desa, Kelompok Masyarakat, dan Kelompok Tani, maka permasalahan yang terkait dengan
adanya produksi dan kualitas biji kakao ini perlu diberikan prioritas untuk pemecahannya
dengan menggunakan teknologi tepat guna yang sederhana dan mampu digunakan dengan
cepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Teknologi tepat guna yang punya peluang besar
untuk diterapkan adalah teknologi fermentasi yang sangat mudah, efektif dan cepat.
Teknologi ini harus mudah dan memberikan kualitas biji kakao yang baik agar dapat
memberikan harga yang lebih baik. Harga kakao yang lebih tinggi akan mampu menarik
minat masyarakat untuk melakukan peremajaan tanaman kakao, memelihara tanaman kakao,
dan melakukan proses fermentasi biji kakao
Berdasarkan hasil survey awal dan diskusi pihak pengusul dari LP2M-Universitas
Jember dan pihak kantor Kecamatan Sempu dan Desa Jambewangi, permasalahan utama
yang ditemukan adalah kualitas biji kakao yang rendah dan harga kakao yang rendah.
Oleh karena itu diperlukan pemecahan masalah atau solusi terhadap kualitas biji kakao yang
rendah dengan kadar air tinggi dan berjamur serta berwarna hitam. Solusi yang ditawarkan
untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi adalah :
a) mengedukasi masyarakat tentang sortasi buah kakao segar, buah kakao terkena jamur
Phytophthora palmivora , dan buah terkena penyakit Conopomorpha cramerella.
b) mengedukasi masyarakat tentang teknologi tepat guna dalam produksi biji kakao
berkualitas melalui fermentasi,
c) mengedukasi masyarakat tentang teknologi fermentasi dalam tas plastik, kotak
sterofoam, kotak kayu, dan semi automatic fermentor,
d) mengedukasi masyarakat tentang pengujian kualitas biji kakao (uji kadar air, uji belah,
uji jumlah biji per 100 g),
6
e) melakukan praktek bersama dalam sortasi dan teknologi fermentasi biji kakao di
beberapa kelompok masyarakat,
f) mengedukasi dan melakukan praktek bersama dalam pengujian kualitas biji kakao,
g) mengedukasi masyarakat untuk perhitungan agribisnis dan pemasaran biji kakao
kering.
Melalui solusi yang dipaparkan tersebut di atas, masyarakat diharapkan dapat lebih
berdaya dalam peningkatan nilai ekonomi dari produksi biji kakao kering premium di Desa
Jambewangi. Dengan demikian, seiring dengan waktu secara perlahan-lahan masyarakat juga
akan mampu meningkatkan jumlah tanaman kakao, memelihara tanaman kakao, dan
melakukan fermentasi kakao.
Luaran dari kegiatan ini diharapkan dapat terukur atau dikuantitatifkan, sehingga
dapat menjadi pedoman untuk pemberdayaan masyarakat di kelompok tani kakao untuk
kegiatan yang serupa. Rencana target dan capaian luaran dari kegiatan ini tertera pada Tabel
1. Masyarakat yang diharapkan terlibat dalam kegiatan ini adalah adalah kelompok petani
(poktan), dan kelompok masyarakat (pokmas) seperti PKK, Karang Taruna, dan Posdaya.
Minimal dari masing-masing kelompok ada peserta 5-10 orang. Dari kegiatan ini diharapkan
terjadi peningkatan kuantitas dan kualitas biji kakao yang terfermentasi menjadi biji kakao
berkualitas premium dengan harga jual yang tinggi.
Dengan kegiatan PKM ini, masyarakat Kecamatan Sempu umumnya dan Desa
Jambewangi khususnya akan lebih berdaya dalam peningkatan nilai ekonomi dari produk biji
kakao kering berkualitas premium dan memenuhi standari SNI. Produk biji kakao ini dapat
dipasarkan sendiri di Jember atau dikirimkan ke pedagang besar di Bali. Guna menunjang
pemasaran produk tersebut kepada semua kelompok akan diajarkan teknik pembuatan
rencana bisnis (Bussiness Plan) agar dapat dipahami cara menghitung biaya produksi,
penentuan harga jual, keuntungan dan Break Event Point.
Tabel 1 . Rencana Target Capaian Luaran
No Jenis Luaran Indikator Capaian
Publikasi pada Jurnal/Warta Pengabdian-
1 Published 1 kali - Desember 2022
Universitas Jember ISSN-1410-2161
2 Jurnal Pengabdian Masyarakat Published 1 kali – Januari 2023
3 Publikasi media masa Jawa Pos Radar Jember Terbit 1 berita pelatihan/produksi
4 Peningkatan peran iptek/TTG di masyarakat Ada produk dan penerapan
5 Partisipasi aktif dari masyarakat ( kelompok) Ada min 3 kelompok masyarakat
Peningkatan pemahaman dan ketrampilan
6 Ada 75% dari seluruh peserta
masyarakat (% dari peserta dalam kelompok)
Penurunan jumlah Non Fermented Cocoa Bean (% Ada penurunan 75% dari total biji
7
dari total biji kakao) kakao
8 Peningkatan kuantitas dan kualitas produk Ada peningkatan 75% dari total
7
Fermented Cocoa Bean (% dari total produk) produk
Penggunaan dan pemasaran produk biji kakao ( Ada di semua dusun di Desa
9
dusun) Jambewangi
10 Pemahaman pada manajemen agribisnis Ada produk Bussiness Plan
8
BAB 2. METODE PELAKSANAAN PENGABDIAN
9
Buah Kakao Masak
Biji kakao
basah
PKM 2022
Homogenisasi
Biji kakao
kering
Gambar 2.1. Diagram Alir Teknologi Fermentasi Kakao Rakyat yang Dikembangkan
oleh Research Group Cocoa Innovation Development – Universitas Jember
Teknologi fermentasi kakao rakyat ini terdiri dari 3 tahap yaitu (1) tahap fermentasi
biji kakao basah menggunakan semi-automatic fermentor yang ditambah starter khamir S.
cerevisiae dan bakteri asam laktat L. casei strain Shirota ; (2) tahap pengeringan biji kakao
terfermentasi dengan penjemuran selama 7-10 hari; dan (3) tahap pengujian mutu fisik biji
kakao kering. Alat semi automatic fermentor tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.
10
No Nama Pekerjaan Program
1 Pelatihan teori tentang a) persiapan buah, sortasi buah, pemecahan buah,
teknologi pengolahan b) pembuatan starter ragi roti S. cerevisiae dan bakteri L.
hulu biji kakao casei strain Shirota
c) penempatan biji kakao basah dalam semi automatic
fermentor ¾ volume,
a) aplikasi starter sebanyak 2,5 – 5% jumlah biji kakao
basah
b) fermentasi 4 hari,
f) pengeringan dengan sinar matahari.
2 Pelatihan teori proses a) uji jumlah biji per 100 gr
pengujian biji kakao b) jumlah biji cacat
kering c) uji belah
d) kadar air
3 Pelatihan teori a) kelembagaan pertanian di kelompok tani Manggar
kelembagaan kelompok Kencono
tani dan perencanaan b) pembuatan rencana bisnis biji kakao.
bisnis biji kakao
4 Praktek lapang tentang a) persiapan buah, sortasi buah, pemecahan buah,
teknologi pengolahan b) pembuatan starter ragi roti S. cerevisiae dan bakteri L.
hulu biji kakao casei strain Shirota
c) penempatan biji kakao basah dalam semi automatic
fermentor ¾ volume,
c) aplikasi starter sebanyak 2,5 – 5% jumlah biji kakao
basah
d) fermentasi 4 hari,
f) pengeringan dengan sinar matahari.
5 Praktek lapang proses a) uji jumlah biji per 100 gr
pengujian biji kakao b) jumlah biji cacat
kering c) uji belah
d) kadar air
6 Praktek lapang a) kelembagaan pertanian di kelompok tani Manggar
kelembagaan kelompok Kencono
tani dan perencanaan b) pembuatan rencana bisnis biji kakao.
bisnis biji kakao
Aplikasi teknologi fermentasi dengan semi-automatic fermentor merupakan teknologi
tepat guna (TTG) yang sederhana dengan penambahan starter komersial. Teknologi ini bisa
dikembangkan pada setiap keluarga atau kelompok masayarakat yang memiliki tanaman
kakao dan bisa menggunakan 10-15 kg biji kakao basah atau setara 100 – 150 buah kakao per
11
minggu untuk fermentasi skala kecil. Masyarakat juga bisa menggunakan alat tersebut secara
bergantian, karena alat tersebut ringan dan mudah dipindahkan. Teknologi TTG ini
merupakan upaya pemecahan masalah dari keenganan masyarakat untuk melakukan
fermentasi kakao, dan mengupayakan kualitas biji kakao asalan menjadi biji kakao premium.
Untuk meningkatkan nilai ekonominya, masyarakat Desa Jambewangi dapat menjual
produknya di Banyuwangi atau di Bali dengan rencana agribisnis sederhana.
12
BAB 3. HASIL YANG DICAPAI
A. Pelatihan Teori dan Praktek Tentang Teknologi Pengolahan Hulu Biji Kakao
Buah kakao yang dipetik adalah buah kakao yang matang, berwarna kulit kuning atau
oranye (Gambar 3.1). Panen buah yang terlalu matang harus dihindari guna mencegah biji
kakao berkecambah dan rendah lemak. Buah yang terlalu muda juga kurang baik untuk
dipanen karena buah tersebut memiliki rendemen lemak yang rendah, kadar pulp yang rendah
dan bisa menghasilkan citarasa coklat yang kurang baik nantinya.
Setiap buah kakao memiliki berat antara 250 – 350 gr, dimana jumlah biji basah di
dalamnya sekitar 30 – 33 biji dengan total berat sekitar 100 gr. Biji basah yang baik akan
diselimuti lender (pulp) tebal yang merupakan senyawa pektin dan sukrosa.
14
Gambar 3.3. Fermentasi Kakao dalam Besek
15
Gambar 3.4. Semi Automatic Fermentor dan Proses Peragian Biji Kakao Basah
16
E. Pelatihan Teori dan Praktek Proses Pengujian Biji Kakao Kering
Pengujian cut test dilakukan dengan cara mengamati secara subjektif perubahan warna
menggunakan indra penglihatan (Gambar 3.6). Sampel yang digunakan merupakan biji
kakao kering utuh sebanyak 50 biji. Biji kakao dibelah menggunakan cutter membujur tepat
dibagian tengah sama besar. Biji yang sudah dibelah kemudian diamati satu persatu keping
untuk dibedakan berdasarkan klasifikasinya. Terdapat tiga klasifikasi yaitu biji non-
fermented, under fermented, dan fermented. Biji non-fermented ditandai dengan biji berwarna
abu-abu keunguan, biji under-fermented ditandai dengan biji slaty berwarna ungu kecoklatan,
dan biji fermented ditandai dengan biji berwarna coklat dominan. Hasil dari pengujian
dihitung persentasenya berdasarkan rumus berikut. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali.
% Biji non-fermented = Σ
%Biji fermented =Σ
Gambar 3.6. Pengujian Cut Test (Uji Belah) Biji Kakao Kering
17
Penggolongan mutu biji kakao kering berdasarkan SNI 2323:2008 terdapat 3 (tiga)
yaitu, berdasarkan jenis tanaman; ukuran biji per 100 gram dan kelas mutu. Menurut
ukuran berat biji kakao diklasifikasikan dalam 5 golongan, penentuan ukuran ini
berdasarkan pada SNI 2323:2008 yang dinyatakan dengan perhitungan jumlah biji per
100 gram. Biji kakao kering dari hasil fermentasi selama 4 hari (96 jam) ditimbang
sebanyak 100 gram dan kemudian dihitung jumlah bijinya. Setelah dilakukan pengujian
terhadap jumlah biji per 100 gram, maka didapatkan hasil seperti terlihat pada Tabel 3.1.
Menurut Standar Nasional Indonesia (2008) golongan biji kakao yang memenuhi kriteria
standar ekspor adalah golongan AA, A, dan B.
18
F. Pelatihan Teori dan Praktek Kelembagaan Poktan Dan Perencanaan Bisnis Biji
Kakao
Pada saat ini ada tiga kelompok tani yang bergerak dalam pengembangan biji kakao,
yaitu kelompok Agung Wilis, Manggar Kencono, dan Sidomulyo. Ketiga kelompok ini
tersebar di Desa Sempu dan Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu (Gambar 3.7). Kelompok
yang paling aktif adalah kelompok Manggar Kencono, dimana Manggar Kencono
mengumpulkan semua buah kakao yang ditanam oleh semua anggota kelompok dan
selanjutnya mengolahnya menjadi biji kering dengan variasi olahan tanpa fermentasi dan
fermentasi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Banyuwangi. 2019. Kecamatan Sempu Dalam Angka. Badan Pusat
Statistik, Banyuwangi.
Badan Pusat Statistik Banyuwangi. 2020. Kabupaten Banyuwangi Dalam Angka. Badan
Pusat Statistik, Banyuwangi.
Beckett, S. T. 2008. The Science of Chocolate. 2nd Edition. The Royal Society of
Chemistry, Thomas Graham House, Science Park, Milton Road. Cambridge CB4 OWF,
United Kingdom
Camu, N., T. D. Winter, S. K. Addo, J. S. Takrama, H. Bernart, and L.D. Vuyst. 2008.
Fermentation of cocoa beans: Influence of microbial activities and polyphenol
concentrations on the flavour of chocolate. Journal of the Science of Food and
Agriculture 88: 2288-2297
Haryadi & Supriyanto, 1991. Bahan Ajaran Pengolahan Kakao Menjadi Bahan. Pangan.
Yogyakarta : Pau Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.
Hayati, R., Yusmanizar, dan H. Fauzi. 2011. Pengaruh fermentasi dan suhu pengeringan
pada mutu biji kakao (Theobroma cacao L). Jurnal Ekonomi dan Pembangunan 2 (1):
25–32.
Lima, L. J. R., M. H. Almeida, M. J. R. Nout, and M. H. Zwietering. 2011. Theobroma
cacao L., the food of the Gods: quality determinants of commercial cocoa beans, with
particular reference to the impact of fermentation. Critical Reviews in Food Science
and Nutrition 51: 731-761.
Misnawi and B. T. S. Ariza. 2011. Use of gas chromatography-olfactometry in combination
with solid phase micro extraction for cocoa liquor aroma analysis. International Food
Research Journal 18: 829-835.
Mulato, S., S. Widyotomo, Misnawi dan E. Suharyanto. 2005. Petunjuk Teknis Pengolahan
Produk Primer dan Sekunder Kakao. Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan
Kopi dan Kakao, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember
Muttaqin, Z. 2011a. Ekspor Kakao Olahan Terhambat Bea Masuk.
http://www.indonesiafinancetoday.com/read /3350/Ekspor-Kakao-Olahan-Terhambat-
Bea-Masuk- [15 September 2011].
Owosu, M. 2010. Influence of raw material and processing on aroma in chocolate. Ph.D.
Thesis Faculty of Life Science, University of Copenhagen. Denmark.
Rifin, A. 2013. Competitiveness of Indonesia’s cocoa beans export in the world market.
International Journal of Trade, Economics and Finance 4 (5): 279–281.
Towaha, J., D. A. Anggreini, dan Rubiyo. 2012. Keragaan mutu biji kakao dan produk
turunannya pada berbagai tingkat fermentasi: Studi kasus di Tabanan, Bali. Pelita
Perkebunan 28 (3): 166-183.
Widyotomo, S. 2008. Teknologi fermentasi dan diversifikasi pulpa kakao menjadi produk
yang bermutu dan bernilai tambah. Warta Review Penelitian Kopi dan Kakao 24: 65-
82.
20
LAMPIRAN
GAMBARAN IPTEK
Gambar 1. Pengeringan kakao non fermentasi di terpal plastik (Cendana News, 2015)
21
Gambar 2. Fermentasi biji kakao pada kotak kayu (BTPP, 2013)
22
PETA LOKASI MITRA SASARAN
…
Peta Kabupaten Banyuwangi
23
Peta dari Google Map Jarak 72,2 km antara Universitas Jember dan Desa Jambewangi
di Kecamatan Sempu – Banyuwangi
24
MOU UNIVERSITAS JEMBER – PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI 1
25
MOU UNIVERSITAS JEMBER – PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI 2
26
MOU UNIVERSITAS JEMBER – PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI 3
27
MOU UNIVERSITAS JEMBER – PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI 4
28
MOU UNIVERSITAS JEMBER – PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI 5
29
MOU UNIVERSITAS JEMBER – PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI 6
30
MOU UNIVERSITAS JEMBER – PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI 7
31
SURAT PERNYATAAN MITRA PKM
32
33