Anda di halaman 1dari 25

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN UMUM PEMASARAN KOPI LIBERIKA DI KABUPATEN


KOTAWARINGIN BARAT

NOVA RISALATUL SELVIA


CBA 116 029

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2021

i
GAMBARAN UMUM PEMASARAN KOPI LIBERIKA
DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

NOVA RISALATUL SELVIA


CBA 116 029
Program Studi Agribisnis
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Disetujui Oleh:

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Ir. Pordamantra, M. Eng Dr. Ir Yuni Erlina, M.Sc.


NIP. 19650902 199403 1 001 NIP. 19680616 1994032 001

Tanggal: Tanggal:

Mengetahui:
Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Eka Nor Taufik, MP.


NIP. 19650905 199303 1 005

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul “Gambaran Umum Pemasaran Kopi Liberika di
Kabupaten Kotawaringin Barat”, sebagai tahap awal penyelesaian tugas akhir
mahasiswa pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Palangka Raya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Pordamantra, M.Eng
selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ibu Dr. Ir Yuni Erlina, M.Sc selaku Dosen
Pembimbing Pendamping yang telah menyediakan waktu, memberikan petunjuk,
pengarahan dan bimbingan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih
penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
Karya Tulis Ilmiah ini yang telah memberikan data dan informasinya.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
Karya Tulis Ilmiah ini, maka penulis mengharapkan segala kritik dan saran untuk
penyempurnaan selanjutnya. Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
berguna bagi semuanya.

Palangka Raya, 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................... iii


DAFTAR ISI.......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan.................................................................... 4
1.3 Manfaat Penulisan.................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 5
2.1 Kopi Liberika (Coffea liberica).............................................. 5
2.2 Pengertian dan Peranan Pemasaran........................................ 5
2.3 Saluran dan Lembaga Pemasaran........................................... 6
2.4 Fungsi-fungsi Pemasaran........................................................ 8
2.5 Farmers Share......................................................................... 10
2.6 Margin, Biaya, dan Keuntungan Pemasaran........................... 10
2.7 Harga....................................................................................... 11
BAB III PEMBAHASAN.................................................................... 12
3.1 Gambaran Umum Komoditas Kopi Liberika di Kabupaten
Kotawaringin Barat................................................................. 12
3.2 Saluran dan Lembaga Pemasaran Kopi.................................. 15
BAB IV PENUTUP............................................................................. 18
4.1 Kesimpulan............................................................................. 18
4.2 Saran ..................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 19

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1. Luas Areal (ribu ha), Produksi (ribu ton) dan Produktivitas
Tanaman Kopi Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2020.... 1
Tabel 1.2. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah
Tahun 2020................................................................................ 3
Tabel 3.1. Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Kecamatan di
Kabupaten Kotawaringin Barat 2019........................................ 12
Tabel 3.2. Perkembangan Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Kopi
di Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2016-2019............... 13

v
1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris artinya sektor pertanian memegang
peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukan
dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja dalam sektor
pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari produk pertanian. Sektor
pertanian meliputi subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan,
subsektor hortikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan dan subsektor
kehutanan (Aziz, 2015). Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor
yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, dan merupakan subsector
terpenting di dalam pertanian. Salah satu komoditas unggulan dalam subsector
perkebunan adalah kopi (Sitanggang, 2013).
Salah satu komoditas unggulan dalam subsektor perkebunan adalah kopi.
Kopi merupakan produk yang mempunyai peluang pasar yang baik di dalam
negeri maupun luar negeri. Indonesia merupakan salah satu produsen kopi
terbanyak di dunia. statistik International Coffee Organization (ICO), Indonesia
merupakan negara penghasil kopi terbanyak ke-3, setelah Brazil dan Vietnam.
Peluang untuk mengembangkan kopi sebagai penggerak perekonomian daerah
sebenarnya sangat besar, khususnya bagi daerah-daerah sentra produksi kopi.
Peluang ini semakin besar dan terbuka lebar terutama setelah dirintisnya konsep
Kawasan Agropolitan di beberapa wilayah perdesaan di Indonesia. Agropolitan
adalah upaya menjadikan suatu kawasan perdesaan menjadi kota pertanian yang
tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta
mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan
pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya (Sitanggang, 2013).
Indonesia memiliki luas areal sebesar 1.242.800 Ha dan jumlah produksi
sebesar 753.900 ton. Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, Provinsi Sumatera
Utara menempati urutan pertama sebagai provinsi yang memiliki luas areal dan
produksi tertinggi di Indonesia. Luas areal di Provinsi Sumatera Utara yaitu
250.200 Ha dengan jumlah produksi sebesar 191.200 ton. Posisi kedua diduduki
2

oleh Provinsi Lampung dengan luas areal yaitu 156.900 Ha dan produksi sebesar
118.100 ton, sedangkan posisi ketiga diduduki oleh Provinsi Aceh dengan luas
areal yaitu 126.000 dan produksi sebesar 73.400 ton.
Tabel 1.1. Luas Areal (ribu ha), Produksi (ribu ton) dan Produktivitas Tanaman
Kopi Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2020
No. Provinsi Luas Areal Produksi Produktivitas
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
1. Aceh 126,0 73,4 0,5
2. Sumatera Utara 95,5 75 0,7
3. Sumatera Barat 25,2 12,3 0,4
4. Riau 4,2 2,4 0,5
5. Jambi 30,7 18,7 0,6
6. Sumatera Selatan 250,2 191,2 0,7
7. Bengkulu 85,5 62,7 0,7
8. Lampung 156,9 118,1 0,7
9. Kepulauan Bangka Belitung 0,1 0,0 0,0
10. Kepulauan Riau 0,0 0,0 0,0
11. DKI Jakarta - - -
12. Jawa Barat 48,4 22,4 0,4
13. Jawa Tengah 47,2 24,9 0,5
14. DI Yogyakarta 1,7 0,5 0,2
15. Jawa Timur 90,0 48,5 0,5
16. Banten 6,0 2,2 0,3
17. Bali 34,8 15,3 0,4
18. Nusa Tenggara Barat 13,1 5,9 0,4
19. Nusa Tenggara Timur 71,1 24,2 0,3
20. Kalimantan Barat 11,6 3,7 0,3
21. Kalimantan Tengah 2,5 0,4 0,1
22. Kalimantan Selatan 3,0 1,3 0,4
23. Kalimantan Timur 1,2 0,2 0,1
24. Kalimantan Utara 1,5 0,2 0,1
25. Sulawesi Utara 7,9 3,7 0,4
26. Sulawesi Tengah 9,9 2,6 0,2
27. Sulawesi Selatan 78,5 33,7 0,4
28. Sulawesi Tenggara 8,5 2,8 0,3
29. Gorontalo 1,5 0,1 0,1
30. Sulawesi Barat 15,9 4,3 0,2
31. Maluku 1,3 0,4 0,3
32. Maluku Utara 0,4 0,0 0,0
33. Papua Barat 0,0 0,0 0,0
34. Papua 12,5 2,8 0,2
Indonesia 1.242,8 753,9 0,6
Sumber: Statistik Indonesia 2021
3

Luas areal dan produksi tanaman Kopi di Provinsi Kalimantan Tengah


terbilang kecil karena hanya memiliki luas areal sebesar 2.500 Ha dan produksi
400 ton. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi Menurut
Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2020
No Kabupaten/Kota Luas Areal Produksi Produktivitas
. (Ha) (Ton) (Ton/Ha)
1. Kotawaringin Barat 177,51 4,87 0,02
2. Kotawaringin Timur 284,61 92,96 0,32
3. Kapuas 437,56 3,25 0,01
4. Barito Selatan 66,50 0,21 0,00
5. Barito Utara 18,75 4,49 0,23
6. Sukamara 8,05 5,08 0,63
7. Lamandau 152,60 43,93 0,28
8. Seruyan 262,00 22,25 0,08
9. Katingan 56,90 0,31 0,01
10. Pulang Pisau 416,24 172,08 0,41
11. Gunung Mas 190,00 - 0,00
12. Barito Timur 73,74 5,84 0,07
13. Murung Raya 277,09 37,30 0,13
14. Palangka Raya 31,00 1,20 0,03
Kalimantan Tengah 2.452,55 393,77 0,16
Sumber: Kalimantan Tengah Dalam Angka 2021
Pada Tabel 1.2 dapat diketahui luas areal tanaman Kopi di Kalimantan
Tengah yaitu 2.452,55 Ha dan produksi sebesar 393,77 ton. Dari 14
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Pulang
Pisau menduduki peringkat pertama sebagai Kabupaten dengan luas areal 416,24
Ha dan produksi sebesar 172,08 ton tertinggi di Provinsi Kalimantan Tengah.
Sedangkan Kabupaten Kotawaringin Barat hanya memiliki luas areal 177,51 Ha
dan memproduksi 4,87 ton di Provinsi Kalimantan Tengah.
Dalam usahatani kaitannya erat dengan pemasaran, pemasaran adalah suatu
proses dan manajerial yang membuat individual atau kelompok mendapatkan apa
yang dibutuhkan dan diinginkan dengan menciptakan, menawarkan dan
mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain atau segala kegiatan
yang menyangkut penyampaian produk atau jasa mulai dari produsen sampai
konsumen (Agustina, 2011). Pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha yang bertujuan merencenakan,
4

menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang atau


jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik yang aktual maupun
potensial (Stanton, 2012).
Salah satu faktor yang mempengaruhi suatu pemasaran produk pertanian
yaitu saluran pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat juga dilihat dari panjang
pendeknya rantai pemasaran yang terjadi. Semakin panjang rantai pemasaran
maka semakin tidak efisien pemasaran yang dilakukan dan sebaliknya. Pemasaran
yang tidak efektif akan berdampak pada keuntungan yang diperoleh lembaga
pemasaran maupun petani akan semakin kecil karena banyak biaya yang harus
dikeluarkan dalam memasarkan produk hingga mencapai ke tangan konsumen
(Soekartawi, 2002).

I.2. Tujuan Penulisan


Berdasarkan permasalahan di latar belakang maka tujuan penulisan karya
tulis ilmiah ini, yaitu:
1. Mengetahui gambaran umum komoditas kopi di Kabupaten Kotawaringin
Barat
2. Mengetahui saluran dan lembaga pemasaran kopi di Kabupaten
Kotawaringin Barat
I.3. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu:
1. Bagi petani, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan langkah yang
terkait dengan kegiatan pemasaran kopi guna meningkatkan pendapatan
petani.
2. Bagi akademis, sebagai bahan pustaka atau referensi dalam melakukan
penelitian mengenai topik yang berhubungan dengan kopi ini.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kopi Liberika


Kopi Liberika (Coffea liberica) adalah jenis kopi liberoid yang berasal dari
Liberia (pantai barat Afrika), yang selama ini dainggap kurang memiliki nilai
ekonomi dibandingkan dengan kopi Robusta dan Arabika. Kopi Liberika
tergolong sama dengan kopi Robusta sebagai tanaman menyerbuk silang oleh
karena itu benih yang terbentuk merupakan persarian dengan tanaman lain. .
Keunggulan Kopi Liberika diantaranya yaitu mudah ditanam di dataran rendah
dan lebih resisten dengan kondisi cuaca, hama dan penyakit. Jenis Kopi Liberika
ini juga memiliki toleran terhadap kondisi tanah yang kurang subur bahkan di
tanah yang lempeng sekalipun (Marpaung, 2020).
Kopi Liberika merupakan kopi dataran rendah yang cocok dikembangkan di
lahan bergambut dataran rendah dengan ketinggian 400-600 m dpl dengan
pertumbuhan yang kuat, tajuk lebar 3,5-4 m, dan daun tebal. Kopi Liberika
memiliki ukuran yang lebih besar dibandngkan dengan kopi lainnya. Bentuk biji
membulat oval dengan panjang 0.83-1,10cm, lebar 0,61 cmdengan rendemnya
rata-rata 9,03 %. Presentase biji normal berkisar 50-80%. Kopi Liberika ini
memiliki potensi produksi rata-rata 1,2 kg kopi biji/pohon atau setara dengan 1.1
ton biji kopi untuk penanaman dengan populasi 900-1.100 pohon/ha (Marpaung,
2020).
2.2. Pengertian dan Peranan Pemasaran
Pemasaran adalah salah satu kegiatan dalam perekonomian yang membantu
dalam menciptakan ekonomi. Nilai ekonomi itu sendiri menentukan harga barang
dan jasa. Faktor penting dalam menciptakan tersebut adalah produksi, pemasaran
dan konsumsi. Pemasaran merupakan sistem keseluruhan dari berbagai kegiatan
bisnis/ usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga barang/ jasa,
mempromosikan, mendistribusikan dan memuaskan konsumen (Stanton, 2001).
Peranan pemasaran saat ini tidak hanya menyampaikan produk atau jasa
hingga tangan konsumen tetapi juga bagaimana produk jasa tersebut dapat
memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan menghasilkan laba. Sasaran dari
6

pemasaran adalah menarik pelanggan baru dengan menjanjikan nilai superior,


menetapkan harga menarik, mendistribusikan produk dengan mudah,
mempromosikan secara efektif serta mempertahankan pelanggan yang sudah ada
dengan tetap memegang prinsip kepuasan pelanggan (Agustina, 2011).
2.3. Saluran dan Lembaga Pemasaran
Saluran pemasaran menurut Prayitno (2012) adalah rangkaian dari lembaga
pemasaran yang saling terkait yang berfungsi mendistribusikan produk dari
produsen ke konsumen atau ke industri pengelolahan. Menurut Asmayanti (2012),
saluran pemasaran adalah rangkaian lembaga-lembaga niaga yang dilalui barang
dalam penyalurannya dari produsen ke konsumen dimana di dalamnya terlibat
beberapa lembaga pemasaran. Ada beberapa faktor penting yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan saluran pemasaran yaitu sebagai berikut:
1. Pertimbangan pasar, meliputi konsumen akhir dengan melihat potensi
pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli, dan volume tataniaga.
2. Pertimbangan barang, meliputi nilai barang per unit, besar, berat, harga,
tingkat kerusakan, dan jenis barang.
3. Pertimbangan intern perusahaan, meliputi sumber permodalan, pengalaman
manajemen, pengawasan, penyaluran dan pelayanan.
4. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai tataniaga, meliputi segi
kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan
kebijakan perusahaan.
Menurut Asmayanti (2012), lembaga pemasaran adalah badan usaha atau
individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari
produsen ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha
atau individu lainnya. Lembaga pemasaran muncul karena adanya keinginan
konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu (time utility),
tempat (place utility), dan bentuk (form utility). Tugas lembaga pemasaran yaitu
untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen
semaksimal mungkin. Imbalan yang diterima lembaga pemasaran dari
pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran adalah margin pemasaran (yang terdiri dari
biaya pemasaran dan keuntungan). Bagian balas jasa bagi lembaga pemasaran
7

adalah keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pemasaran. Golongan lembaga


pemasaran:
1. Menurut penguasaannya terhadap komoditi yang diperjual belikan, lembaga
pemasaran dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu: Lembaga yang tidak
memiliki komoditi, tetapi menguasai komoditi, seperti agen, perantara dan
makelar. Lembaga yang memiliki dan menguasai komoditi-komoditi yang
dipasarkan, seperti: pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, dan
importir; Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan menguasai komoditi
yang dipasarkan, seperti perusahaan-perusahaan yang menyediakan fasilita
stransportasi, asuransi pemasaran, dan perusahaan yang menentukan
kualitas produk pertanian.
2. Berdasarkan keterlibatan dalam proses pemasaran, yaitu: tengkulak adalah
lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan petani.
Tengkulak melakukan transaksi dengan petani baik secara tunai, maupun
kontrak pembelian. Pedagang pengumpul adalah lembaga pemasaran yang
menjual komoditi yang dibeli dari beberapa tengkulak dari petani. Peranan
pedagang pengumpul adalah mengumpulkan komoditi yang dibeli tengkulak
dari petani-petani, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemasaran
seperti pengangkutan. Pedagang besar, untuk lebih meningkatkan
pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran maka jumlah komoditi yang ada pada
pedagang pengumpul perlu dikonsentrasikan lagi oleh lembaga pemasaran
yang disebut pedagang besar. Pedagang besar juga melaksanakan fungsi
distribusi komoditi kepada agen dan pedagang pengecer agen penjual,
bertugas dalam proses distribusi komoditi yang dipasarkan, dengan membeli
komoditi dari pedagang besar dalam jumlah besar dengan harga yang relatif
lebih murah. Pengecer merupakan lembaga pemasaran yang berhadapan
langsung dengan konsumen. Pengecer merupakan ujung tombak dari suatu
proses produksi yang bersifat komersil. Artinya kelanjutan proses produksi
yang dilakukan oleh produsen dan lembaga-lembaga pemasaran sangat
tergantung dengan aktivitas pengecer dalam menjual produk kekonsumen.
Oleh sebab itu tidak jarang suatu perusahaan menguasai proses produksi
8

sampai kepengecer. Seluruh lembaga-lembaga pemasaran tersebut dalam


proses penyampaian produk dari produsen kekonsumen berhubungan satu
sama lain yang membentuk jaringan pemasaran (Sudiyono, 2001).

2.4. Fungsi-Fungsi Pemasaran


Fungsi pemasaran adalah semua jasa-jasa atau kegiatan dan tindakan-
tindakan yang diberikan dalam proses pengaliran barang dari tangan produsen ke
tangan konsumen. Fungsi pemasaran dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat)
jenis, yaitu:
a. Fungsi pertukaran (exchange function)
Fungsi ini dimaksudkan untuk memperlancar jalannya pemindahan hak
milik atas barang-barang atau komoditi. Fungsi pertukaran terbagi menjadi dua
jenis kegiatan, yaitu penjualan (selling) dan pembelian (buying). Fungsi penjualan
bertujuan untuk mencari pembeli (konsumen dan langganan) suatu komoditi
dengan motif mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan fungsi
pembelian bertujuan untuk mencari tempat penjualan atau sumber sumber
penawaran komoditi guna menjamin kontinuitas persediaan barang. Dengan
adanya pemasaran, pembeli dapat membeli produk dari produsen. Baik dengan
menukar uang dengan produk maupun menukar produk dengan produk (barter)
untuk dipakai sendiri atau untuk dijual kembali. Pertukaran merupakan salah satu
dari empat cara orang mendapatkan suatu produk (Sudaryono, 2016).
b. Fungsi fisik (phisycal function)
Fungsi ini bertujuan untuk mengadakan barang-barang secara fisik, yang
berarti memperlancar jalannya fungsi pertukaran. Fungsi fisik ini terdiri dari tiga
jenis kegiatan, yaitu fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan, fungsi
pengolahan. Fungsi pengangkutan adalah suatu fungsi yang meliputi kegiatan
yang bertujuan untuk menggerakkan komoditi dari tempat produksi ke tempat
dimana barang itu dibutuhkan. Fungsi penyimpanan bertujuan untuk
memperlakukan komoditi secara fisik guna tersedianya komoditi pada waktu dan
tempat yang dibutuhkan. Fungsi pengolahan merupakan usaha yang dilakukan
untuk menambah nilai guna komoditi dari kegunaan yang semula, sehingga
9

komoditi tersebut dapat dikonsumsi dalam bentuk lain dengan kualitas yang tetap
terjaga. Distribusi fisik suatu produk dilakukan dengan mengangkut serta
menyimpan produk. Produk diangkut dari produsen mendekati konsumen yang
membutuhkan dengan banyak cara, baik melalui air, darat, udara, dan sebagainya.
Penyimpanan produk mengedepankan upaya menjaga pasokan produk agar tidak
kekurangan saat dibutuhkan (Sudaryono, 2016).
c. Fungsi Perantara (intermediary function)
Untuk menyampaikan produk dari tangan produsen ke tangan konsumen
dapat dilakukan melalui perantara pemasaran yang menghubungkan aktivitas
pertukaran dengan distirbusi fisik. Aktivitas fungsi perantara antara lain
pengurangan risiko, pembiayaan, pencarian informasi serta standarisasi dan
penggolongan (klarifikasi) produk (Sudaryono, 2016).
d. Fungsi fasilitas (facilytating function)
Fungsi ini bertujaun untuk menyediakan dan memberikan jasa-jasa atau
fasilitas-fasilitas, guna memperlancar jalannya fungsi pertukaran dan fungsi fisik.
Fungsi ini terdiri dari sub fungsi pembiayaan, standarisasi dan grading,
penanggungan resiko dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan bertujuan untuk
mencari atau mengurus dana, baik yang berupa uang cash maupun kredit untuk
dipakai membiayai segala usaha yang bertujukan untuk mengalirkan komoditi
dari tangan produsen ke tangan konsumen. Standarisasi adalah proses penentuan
standar atau suatu ukuran mutu dengan mengambil dasar-dasar perincian tertentu.
Standarisasi bertujuan untuk menciptakan keseragaman dari suatu komoditi dalam
proses pertukarannya dari suatu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu.
Standarisasi dan grading sebagai dua aspek dari fungsi yang sama. Fungsi resiko
bertujuan untuk mempelajari segala bentuk resiko yang terjadi dan yang akan
terjadi selama pengaliran komoditi dari produsen ke konsumen dan berusaha agar
resiko-resiko yang tidak dapat dihindari dapat diminimumkan. Sedangkan fungsi
informasi pasar adalah suatu kegiatan yang meliputi pengumpulan fakta-fakta,
pendapat-pendapat dan gejala-gejala dalam pengaliran komoditi dari produsen ke
konsumen dengan tujuan agar dapat diambil suatu keputusan yang bermanfaat
terhadap pelaksanaan kegiatan pemasaran (Agustina, 2011).
10

2.5. Farmer’s Share


Farmer’s Share adalah presentase perbandingan antara bagian harga yang
diterima petani dengan harga pada konsumen akhir. Farmer’s Share antar
komoditi yang satu dengan komoditi yang lain berbeda, hal ini tergantung dari
jumlah kegunaan bentuk, tempat dan waktu yang ditambahkan oleh petani dan
pedagang perantara yang terhubung dalam suatu saluran pemasaran (Suyanto,
2014).

Pf
Fs= x 100 %
Pr
Keterangan:
Fs = Farmer’s Share atau bagian hasil yang diterima petani (%)
Pf = Harga ditingkat Petani (Rp/unit)
Pr = Harga di tingkat Pengecer (Rp/unit)

2.6. Margin, Biaya dan Keuntungan Pemasaran


Margin pemasaran merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang
dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh petani. Margin
pemasaran dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang harga dan
sudut pandang biaya pemasaran. Biaya pemasaran yaitu biaya-biaya yang
diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi
pemasaran. Keuntungan pemasaran diperoleh apabila dalam pemasaran produk
pertanian terdapat lembaga pemasaran yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran
a. Margin Pemasaran
Mj=Pr −Pf
Keterangan:
Mj = Margin Pemasaran (Rp/Kg)
Pr = Harga ditingkat Pengecer (Rp/kg)
Pf = Harga ditingkat Petani (Rp/kg)

b. Biaya Pemasaran

Cij = Cij1 + Cij2 + Cij3 ...Cijn


Keterangan:
Cij = Biaya pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j
Cijn = Biaya pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j tingkat ke-n
11

c. Keuntungan Pemasaran

ᴨ = Mj – Cij

Keterangan:
ᴨ = Keuntungan Pemasaran (Rp)
Mj = Margin Pemasaran (Rp)
Cij = Biaya pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j (Rp)

2.7. Harga
Harga (Price) adalah satu unsur dalam bauran pemasaran yang mempunyai
peranan penting bahkan sangat menentukan keberhasilan suatu kegiatan
pemasaran. Tanpa penetapan harga, seorang pemasar tidak dapat menawarkan
produknya kepada calon pelanggan. Dengan adanya harga, seorang pemasar dapat
memproyeksikan beberapa tingka penjualan yang akan dicapai dan berapa profit
yang akan diperoleh (Suyanto, 2014).
12

III. PEMBAHASAN

III.1. Gambaran Umum Komoditas Kopi Liberika di Kabupaten


Kotawaringin Barat

Masuknya kopi di Desa Kumpai Batu Atas (KBA) dimulai sejak tahun
1986, yang diawali dengan program pemerintah yakni transmigrasi untuk anggota
masyarakat yang akan menempati pulau Kalimantan yakni di desa Kumpai Batu
Atas, Kabupaten Kotawaringin Barat. Jenis kopi yang dibawa dari Jawa Timur
adalah Liberika dan Robusta. Perbedaan kedua jenis kopi tersebut, terletak pada
daun dan buah. Untuk jenis kopi liberika, daunnya besar/lebar dan buahnya besar.
Sedangkan Robusta daunnya kasar, kecil dan buahnya kecil. Seluruh masyarakat
diberikan bibit kopi kedua jenis kopi tersebut untuk ditanam pada lokasi yang
sudah disediakan oleh pemerintah daerah.
Rata-rata tanaman Kopi di Kalimantan Tengah belum mengarah ke
perkebunan besar dan masih diusahakan oleh perkebunan rakyat dengan
pengelolaan yang masih bersifat tradisional. untuk menciptakan SDM yang
unggul diperlukan wadah bagi masyarakat perdesaan untuk belajar secara non
formal sehingga dapat meningkatkan kreatifitas dan inovasi agar dapat
menciptakan diversifikasi prodak demi meningkatkan ekonomi keluarga. Selain
itu karena telah dialih fungsi lahan, Berdasarkan beberapa sumber dari media
online (kumparan, borneonews) saat ini hanya tersisah tersisah 32 lokasi
pekarangan kopi di rumah warga. Keunggulan varietas Kopi Liberika adalah
sangat tahan terhadap kekeringan, dan menghasilkan buah yang berbentuk bulat
dan lebih besar 2 kali lipat dibanding Robusta. Sumber bahan tanam Kopi yang
dikembangkan masyarakat di Kabupaten Kotawaringin Barat merupakan varietas
lokal yang sifatnya turun temurun, dari bahan tanaman biji sapuan (jenis seedling)
atau hasil sambungan entres yang diperoleh dari tanaman sebelumnya sehingga
menghasilkan kopi yang berkualitas.
a. Gambaran Luas Areal, Produksi dan Produktifitas Kopi
Untuk melihat luas areal, produksi, dan produktivitas tanaman Kopi di
Kabupaten Kotawaringin Barat dapat dilihat pada Tabel 3.1.
13

Tabel 3.1. Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Kecamatan di Kabupaten
Kotawaringin Barat Tahun 2019
No. Kecamatan Luas Areal Produksi Produktivitas
(Ha) (Ton) (Ton/
Ha)
1. Kotawaringin Lama 28,75 0,42 0,14
2. Arut Selatan 34,00 6,98 0,20
3. Kumai 30,00 1,24 0,04
4. Pangkalan Banteng 38,88 1,50 0,03
5. Pangkalan Lada 35,00 1,11 0,03
6. Arut Utara - - -
Kotawaringin Barat 166,73 11,25 0,44
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020
Berdasarkan Tabel 3.1 Kabupaten Kotawaringin Barat memiliki luas areal
sebesar 166,73 dan memproduksi kopi Liberika sebanyak 11,25 di mana
produktivitas yang di dapat sebesar 0,044 ton/Ha.
Kecamatan yang terbesar memproduksi Kopi Liberika yaitu Kecamatan
Arut Selatan di mana memiliki luas areal 34,00 Ha dan memproduksi Kopi
sebanyak 6,98 ton.
Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas Kopi di Kabupaten
Kotawaringin Barat tercatat dari 4 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Perkembangan Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Kopi di
Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2016-2019
Luas Areal Produksi Produktivitas
No. Tahun
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
1. 2016 116,25 12,17 0,10
2. 2017 153,51 2,27 0,01
3. 2018 152,5 4,8 0,03
4. 2019 166,73 11,25 0,06
Sumber: Badan Pusat Statistik 2020
Berdasarkan Tabel 3.2 luas areal Kopi di Kabupaten Kotawaringin Barat
paling tinggi terdapat pada tahun 2019 yaitu 166,73/ha dengan peningkatan
sebesar 37,26/ha dan luas areal terendah pada tahun 2018 di mana luas arealnya
hanya 153,5/Ha hal ini mengalami penyusutan dalam luas areal sebesar 1,01/ha ini
dikarenakan adanya alih fungsi lahan dimana para petani belum memaksimalkan
potensi yang dimiliki sehingga belum memberikan kontribusi bagi peningkatan
ekonomi keluarga dan beralih fungsi lahan. Tetapi pada tahun 2019 kembali naik
14

sebesar 14,23/ha dikarenakan pesatnya pengembangan wisata kopi Liberika di


Kotawaringin Barat oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis).
Sedangkan produksi Kopi dari tahun 2016-2019 mengalami fluktuasi, di
mana produksi tertinggi pada tahun 2016 yaitu sebesar 12,17 ton. Namun pada
tahun 2017-2018 produksi Kopi mengalami penurunan drastis sebesar 2,53/ton
dan tahun 2019 produksi Kopi kembali mengalami kenaikan sebesar 6,45/ton.
Produktivitas Kopi pada tahun 2016 – 2017 mengalami penurunan yang cukup
signifikan yaitu sebesar 0,09 ton/Ha, namun pada tahun 2018-2019 produktivitas
Kopi mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2018 produktivitas Kopi naik
sebesar 0,02 ton/Ha dan pada tahun 2019 naik sebesar 0,03t/Ha.
Melihat dari segi keunggulan kopi Liberika adalah salah satu tanaman
perkebunan yang dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di lahan gambut
sehingga berpotensi menjadi komoditas unggulan daerah. Dengan cita rasa buah
nangka after taste maka kopi liberika berbeda dengan jenis kopi yang banyak
dibudidayakan lebih luas di Indonesia seperti kopi robusta dan arabika. Dengan
aroma dari kopi Liberika yang khas, ditambah dengan rasa pahit yang lebih
kental, sehingga masyarakat setempat mengenal sebagai kopi nangka. Selain
karena aroma yang tajam, juga karena bijinya besar hampir 2x lipat dari biji
robusta atau arabika, dan bisa dikenali dari pohon kopinya yang dapat tumbuh
hingga mencapai ketinggian 9 meter. Kopi Liberika memiliki masa panen yang
hampir merata di sepanjang tahun, puncaknya terjadi dua kali dalam setahun.
Dengan demikian untuk memenuhi permintaan konsumen kopi liberika, petani
desa diyakini dapat memenuhinya karena dengan 2.000 pohon yang saat ini
sedang diusahakan oleh petani dapat menghasilkan hampir 500 kg/panen. Untuk
meningkatkan nilai jual, masyarakat berusaha memberikan nilai tambah yang
semula kopi hanya untuk dikonsumsi masyarakat namun dengan adanya berbagai
upaya dan untuk memenuhi permintaan maka kopi liberika yang memiliki aroma
khas buah tadi dicoba dijual tidak hanya dalam bentuk green bean namun sudah
dipasarkan dalam berbagai kemasan yaitu kemasan 100 gram dan 150 gram
dengan harga yang bervariasi serta brand atau logo menggunakan nama desa
setempat.
15

b. Gambaran Harga Komoditas Kopi Liberika di Kabupaten Kotawaringin Barat


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam Kajian
Pengembangan Pemasaran Produksi Perkebunan (Kopi) di Kabupaten
Kotawaringin Barat Tahun 2020, dapat diketahui bahwa harga rata-rata biji Kopi
Liberika di tingkat konsumen akhir yaitu Rp.50.000/kg. Harga ini merupakan
harga biji Kopi yang belum mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Sedangkan
harga biji Kopi yang telah melalui proses pengolahan dan mendapat label harga
rata-rata di tingkat komsumen yaitu Rp. 150.000/Kg. Harga ini lebih tinggi
dibandingkan dengan harga biji Kopi yang belum mengalami pengolahan karena
untuk produk Kopi bubuk memerlukan banyak tindakan perlakuan yang
memerlukan biaya yang tinggi. Berkaitan dengan permintaan Kopi yang terus
meningkat dapat menyebabkan harga Kopi berfluktuatif atau bisa mengalami
penurunan maupun kenaikan harga tergantung dengan situasi pasar yang ada.

III.2. Saluran dan Lembaga Pemasaran Kopi


Saluran dan lembaga pemasaran merupakan dua komponen pemasaran yang
tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Saluran pemasaran adalah
serangkaian organisasi yang saling tergantungan dalam rangka proses
mengalirnya produk dari produsen kepada konsumen (Khotler, 1996). Sedangkan
lembaga pemasaran adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau
fungsi pemasaran dimana barang bergerak dari produsen ke konsumen. Lembaga
pemasaran ini juga termasauk golongan produsen, pedagang perantara, dan
pemberi jasa. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi
pemasaran (Sudaryono, 2016).
Produk Kopi yang dipasarkan di Kabupaten Kotawaringin Barat terdiri
dari bahan setengah jadi berbentuk biji Kopi kering, dan dalam bentuk Kopi
bubuk/kemasan. Berdasarkan hasil penelitian lembaga yang terlibat dalam
pemasaran Kopi Liberika adalah petani, tengkulak, pedagang pengecer dan
konsumen akhir. Saluran pemasaran Kopi dapat dilihat pada gambar 3.1 di bawah
ini.
16

P P K

TENGKULAK E O
E
N N
T G S

A E U
PENGUMPUL
C M
N
E E
I R N

Pada Gambar 3.1 rata-rata produk Kopi yang dipasarkan oleh petani adalah
dalam bentuk biji Kopi kering (sudah dikupas kulit), kemudian mengalami proses
pengolahan hingga sampai ketangan konsumen akhir. Saluran pemasaran terdiri
dari tiga pola saluran pemasaran, dan pedagang perantara yang terlibat dalam
proses pemasaran terdiri dari tengkulak, pengumpul, dan pengecer.
Pada Pola pemasaran I, petani menjual Kopi dalam bentuk biji Kopi kering
yang sudah dikupas kulitnya kepada pedagang pengecer terdekat yang ada di
daerah penelitian baik pada pasar lokal, ataupun di coffeeshop, kemudian biji
Kopi dijual kepada UMKM yang mengolah lebih lanjut produk Kopi.
Pada Pola Pemasaran II, petani menjual biji Kopi kering kepada pedagang
pengumpul lokal. Kemudian pedagang pengumpul menjual kembali kepada
pengecer atau UMKM terdekat, volume penjualan oleh petani rata-rata 10 kg per
hari.
petani langsung menjual kepada UMKM, sebab UMKM menerima para
petani yang ingin menjual produk Kopinya, sebagai bahan untuk pengolahan biji
Kopi menjadi Kopi bubuk sehingga dapat langsung dikonsumsi oleh konsumen
pecinta Kopi.
17

IV. PENUTUP

IV.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ilmiah mengenai Kopi
Liberika Di Kabupaten Kotawaringin Barat antara lain yaitu:
1. Produksi Kopi di Kabupaten Kotawaringin Barat pada tahun 2019 mencapai
172,55ton dengan luas areal 419,24 Ha. Kopi merupakan komoditas
sekunder yang bukan komoditas pokok, namun bagi pecinta Kopi
mengkonsumsi Kopi merupakan minuman yang selalu ada di rumah. Hal ini
menjadikan permintaan Kopi bagi pecinta Kopi semakin meningkat
sehingga harga dapat mengalami peningkatan seiring dengan tingginya
tingkat permintaan dan tidak diimbangi dengan jumlah petani yang
memproduksi Kopi disebabkan usahatani Kopi merupakan usahatani jangka
panjang yang panennya membutuhkan waktu lama sehingga tanaman Kopi
jarang menjadi tanaman pilihan utama para petani. Harga pada tahun 2020
di Kabupaten Kotawaringin Barat mencapai Rp, 50.000/kg untuk biji Kopi
yang belum diolah dan untuk yang sudah mengalami pengolahan mencapai
Rp. 150.000/kg
2. Saluran pemasaran Kopi di Kabupaten Kotawaringin Barat melibatkan lebih
dari satu lembaga yang terkait. Hal ini disebabkan karena beberapa factor
diantaranya jarak petani yang jauh dari pusat pasar sehingga harus
memerlukan lembaga-lembaga yang terkait dalam memasarkan produk Kopi
agar sampai di tangan konsumen akhir.

IV.2. Saran
Berdasarkan oleh manfaat yang telah dipaparkan maka dapat disarankan
sebagai berikut:
1. Untuk petani, agar mempertimbangkan untuk melakukan usahatani Kopi
melihat peluang pasar yang baik disebabkan komoditas Kopi peminatnya
sangat banyak sehingga tahun ketahun permintaan Kopi akan selalu
meningkat. Kemudian untuk para petani Kopi yang aktif berusahatani
Kopi agar memperhatikan informasi pasar seperti harga dan juga petani
18

diharapkan mampu memaksimalkan keuntungan dengan cara mengurangi


Lembaga yang terkait dalam proses pemasaran karena ketika banyak
Lembaga pemasaran maka harga ditingkat petani bias saja menjadi turun.
2. Untuk akademis, diharapkan karya tulis ilmiah ini memberikan manfaat
atau gambaran tentang pemasaran Kopi kepada pembaca, agar mengetahui
secara umum pemasaran Kopi.
19

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, S. 2011. Manajemen Pemasaran. Penerbit Tim UB Press. Malang.


Asmayanti, 2012. Sistem Pemasaran Cabai Rawit Merah Di Desa Cigedug
Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2020. Kabupaten Kotawaringin Barat Dalam Angka 2020.
Palangka Raya.
Badan Pusat Statistik. 2021. Kalimantan Tengah Dalam Angka 2021. Palangka
Raya
Badan Pusat Statistik. 2021. Statistik Indonesia 2021. Jakarta.
Borneo News. 2018. Kopi Liberika Di Kobar Sudah Ada Sejak 1988.
https://www.borneo.news.co.id/berita/109088-kopo-liberika-di-kobar-
sudah-ada-sejak-1988 [diakses: 17 Okt 2021].
Dinas Pariwisata Kabupaten Kotawaringin Barat. 2016. Pariwisata Kotawaringin
Barat: Sebuah Buku Panduan. Pangkalan Bun.
Kesuma, R., Wan A. Z. & Suriaty, Situmorang. 2016. Analisis Usahatani dan
Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Tanggamus. Jurnal Penelitian.
Vol 4, No. 1.
Kottler, P. 1997. Marketing Manajement. Prentice-Hall Inc. New Jersey.
L, Djumaty Brian, Putru Hayam Dey, Nina. 2020. Peran Mosalisasi Kelompok
Sadar Wisata Dalam Selain Desa Di Desa Kumpai Batu Atas, Kabupaten
Kotawaringin Barat . Jurnal Agrisep. Vol 19 No.1.
Marpaung, R Dan Lutvia. 2020. Pengaruh Lama Penyangraian Terhdapat
Karakteristik Dan Mutu Organoleptik Seduhan Kopi Liberika Tungkal
Komposit. Jurnal Media Pertanian. Vol 5, No 1
Media Indonesia. 2018. Memajukan Desa Dengan Kopi Liberika.
https://mediaindonesia.com/nusantara/173757/memajukan-desa-dengan-
kopi-liberika.html [diakses: 18 Okt 2021].
Mulyani, A. 2019. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas
Kopi Robusta Terhadap Peningkatan Pendapatan Ekonomi Dalam
Perspektif Ekonomi Islam. Universitas Islam Negeri Raden Intan.
Lampung.
Prayitno, A. B. 2012. Efisiensi Pemasaran Cabai Merah di Kecamatan Adiluwih
Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung. Jurnal penelitian. Vol 1.
No.1.
Rizkiyah, N. 2021. Strategi Perkembangan Ekonomi Lokal Melalui Desa Wisata
Berbasis Komoditas Unggulan Kopi Liberika (KBA) Di Desa Kumpai
20

Batu Atas Kecamatan Arut Selatan Kabupaten Kotawaringin Barat. Jurnal


Agrisep. Vol 7, No 2.
Sitanggang, J. T. N. 2013. Pengembangan Potensi Kopi Sebagai Komoditas
Unggulan Kawasan Agropolitan Kabupaten Dairi. Jurnal Ekonomi &
Keuangan. Vol 1, No.6.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. PT
Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Stanton, W.J. 2012. Prinsip Pemasaran, Alih Bahasa: Yohanes Lamarto. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Sudaryono. 2016. Manajemen Pemasaran Teori Dan Implementasi. ANDI.
Yogyakarta
Sudiyono. 2001. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang.
Malang.
Sugiarti, S. 2010. Analisis Pemasaran Kopi Di Kecamatan Bermani Ulu Raya
Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal AGRISEP. Vol 9, No.2.

Anda mungkin juga menyukai