FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2021
i
GAMBARAN UMUM PEMASARAN KOPI LIBERIKA
DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
Disetujui Oleh:
Tanggal: Tanggal:
Mengetahui:
Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah yang berjudul “Gambaran Umum Pemasaran Kopi Liberika di
Kabupaten Kotawaringin Barat”, sebagai tahap awal penyelesaian tugas akhir
mahasiswa pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Palangka Raya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Pordamantra, M.Eng
selaku Dosen Pembimbing Utama dan Ibu Dr. Ir Yuni Erlina, M.Sc selaku Dosen
Pembimbing Pendamping yang telah menyediakan waktu, memberikan petunjuk,
pengarahan dan bimbingan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih
penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
Karya Tulis Ilmiah ini yang telah memberikan data dan informasinya.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
Karya Tulis Ilmiah ini, maka penulis mengharapkan segala kritik dan saran untuk
penyempurnaan selanjutnya. Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
berguna bagi semuanya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Luas Areal (ribu ha), Produksi (ribu ton) dan Produktivitas
Tanaman Kopi Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2020.... 1
Tabel 1.2. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kopi
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah
Tahun 2020................................................................................ 3
Tabel 3.1. Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Kecamatan di
Kabupaten Kotawaringin Barat 2019........................................ 12
Tabel 3.2. Perkembangan Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Kopi
di Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2016-2019............... 13
v
1
I. PENDAHULUAN
oleh Provinsi Lampung dengan luas areal yaitu 156.900 Ha dan produksi sebesar
118.100 ton, sedangkan posisi ketiga diduduki oleh Provinsi Aceh dengan luas
areal yaitu 126.000 dan produksi sebesar 73.400 ton.
Tabel 1.1. Luas Areal (ribu ha), Produksi (ribu ton) dan Produktivitas Tanaman
Kopi Menurut Provinsi Di Indonesia Tahun 2020
No. Provinsi Luas Areal Produksi Produktivitas
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
1. Aceh 126,0 73,4 0,5
2. Sumatera Utara 95,5 75 0,7
3. Sumatera Barat 25,2 12,3 0,4
4. Riau 4,2 2,4 0,5
5. Jambi 30,7 18,7 0,6
6. Sumatera Selatan 250,2 191,2 0,7
7. Bengkulu 85,5 62,7 0,7
8. Lampung 156,9 118,1 0,7
9. Kepulauan Bangka Belitung 0,1 0,0 0,0
10. Kepulauan Riau 0,0 0,0 0,0
11. DKI Jakarta - - -
12. Jawa Barat 48,4 22,4 0,4
13. Jawa Tengah 47,2 24,9 0,5
14. DI Yogyakarta 1,7 0,5 0,2
15. Jawa Timur 90,0 48,5 0,5
16. Banten 6,0 2,2 0,3
17. Bali 34,8 15,3 0,4
18. Nusa Tenggara Barat 13,1 5,9 0,4
19. Nusa Tenggara Timur 71,1 24,2 0,3
20. Kalimantan Barat 11,6 3,7 0,3
21. Kalimantan Tengah 2,5 0,4 0,1
22. Kalimantan Selatan 3,0 1,3 0,4
23. Kalimantan Timur 1,2 0,2 0,1
24. Kalimantan Utara 1,5 0,2 0,1
25. Sulawesi Utara 7,9 3,7 0,4
26. Sulawesi Tengah 9,9 2,6 0,2
27. Sulawesi Selatan 78,5 33,7 0,4
28. Sulawesi Tenggara 8,5 2,8 0,3
29. Gorontalo 1,5 0,1 0,1
30. Sulawesi Barat 15,9 4,3 0,2
31. Maluku 1,3 0,4 0,3
32. Maluku Utara 0,4 0,0 0,0
33. Papua Barat 0,0 0,0 0,0
34. Papua 12,5 2,8 0,2
Indonesia 1.242,8 753,9 0,6
Sumber: Statistik Indonesia 2021
3
komoditi tersebut dapat dikonsumsi dalam bentuk lain dengan kualitas yang tetap
terjaga. Distribusi fisik suatu produk dilakukan dengan mengangkut serta
menyimpan produk. Produk diangkut dari produsen mendekati konsumen yang
membutuhkan dengan banyak cara, baik melalui air, darat, udara, dan sebagainya.
Penyimpanan produk mengedepankan upaya menjaga pasokan produk agar tidak
kekurangan saat dibutuhkan (Sudaryono, 2016).
c. Fungsi Perantara (intermediary function)
Untuk menyampaikan produk dari tangan produsen ke tangan konsumen
dapat dilakukan melalui perantara pemasaran yang menghubungkan aktivitas
pertukaran dengan distirbusi fisik. Aktivitas fungsi perantara antara lain
pengurangan risiko, pembiayaan, pencarian informasi serta standarisasi dan
penggolongan (klarifikasi) produk (Sudaryono, 2016).
d. Fungsi fasilitas (facilytating function)
Fungsi ini bertujaun untuk menyediakan dan memberikan jasa-jasa atau
fasilitas-fasilitas, guna memperlancar jalannya fungsi pertukaran dan fungsi fisik.
Fungsi ini terdiri dari sub fungsi pembiayaan, standarisasi dan grading,
penanggungan resiko dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan bertujuan untuk
mencari atau mengurus dana, baik yang berupa uang cash maupun kredit untuk
dipakai membiayai segala usaha yang bertujukan untuk mengalirkan komoditi
dari tangan produsen ke tangan konsumen. Standarisasi adalah proses penentuan
standar atau suatu ukuran mutu dengan mengambil dasar-dasar perincian tertentu.
Standarisasi bertujuan untuk menciptakan keseragaman dari suatu komoditi dalam
proses pertukarannya dari suatu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu.
Standarisasi dan grading sebagai dua aspek dari fungsi yang sama. Fungsi resiko
bertujuan untuk mempelajari segala bentuk resiko yang terjadi dan yang akan
terjadi selama pengaliran komoditi dari produsen ke konsumen dan berusaha agar
resiko-resiko yang tidak dapat dihindari dapat diminimumkan. Sedangkan fungsi
informasi pasar adalah suatu kegiatan yang meliputi pengumpulan fakta-fakta,
pendapat-pendapat dan gejala-gejala dalam pengaliran komoditi dari produsen ke
konsumen dengan tujuan agar dapat diambil suatu keputusan yang bermanfaat
terhadap pelaksanaan kegiatan pemasaran (Agustina, 2011).
10
Pf
Fs= x 100 %
Pr
Keterangan:
Fs = Farmer’s Share atau bagian hasil yang diterima petani (%)
Pf = Harga ditingkat Petani (Rp/unit)
Pr = Harga di tingkat Pengecer (Rp/unit)
b. Biaya Pemasaran
c. Keuntungan Pemasaran
ᴨ = Mj – Cij
Keterangan:
ᴨ = Keuntungan Pemasaran (Rp)
Mj = Margin Pemasaran (Rp)
Cij = Biaya pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j (Rp)
2.7. Harga
Harga (Price) adalah satu unsur dalam bauran pemasaran yang mempunyai
peranan penting bahkan sangat menentukan keberhasilan suatu kegiatan
pemasaran. Tanpa penetapan harga, seorang pemasar tidak dapat menawarkan
produknya kepada calon pelanggan. Dengan adanya harga, seorang pemasar dapat
memproyeksikan beberapa tingka penjualan yang akan dicapai dan berapa profit
yang akan diperoleh (Suyanto, 2014).
12
III. PEMBAHASAN
Masuknya kopi di Desa Kumpai Batu Atas (KBA) dimulai sejak tahun
1986, yang diawali dengan program pemerintah yakni transmigrasi untuk anggota
masyarakat yang akan menempati pulau Kalimantan yakni di desa Kumpai Batu
Atas, Kabupaten Kotawaringin Barat. Jenis kopi yang dibawa dari Jawa Timur
adalah Liberika dan Robusta. Perbedaan kedua jenis kopi tersebut, terletak pada
daun dan buah. Untuk jenis kopi liberika, daunnya besar/lebar dan buahnya besar.
Sedangkan Robusta daunnya kasar, kecil dan buahnya kecil. Seluruh masyarakat
diberikan bibit kopi kedua jenis kopi tersebut untuk ditanam pada lokasi yang
sudah disediakan oleh pemerintah daerah.
Rata-rata tanaman Kopi di Kalimantan Tengah belum mengarah ke
perkebunan besar dan masih diusahakan oleh perkebunan rakyat dengan
pengelolaan yang masih bersifat tradisional. untuk menciptakan SDM yang
unggul diperlukan wadah bagi masyarakat perdesaan untuk belajar secara non
formal sehingga dapat meningkatkan kreatifitas dan inovasi agar dapat
menciptakan diversifikasi prodak demi meningkatkan ekonomi keluarga. Selain
itu karena telah dialih fungsi lahan, Berdasarkan beberapa sumber dari media
online (kumparan, borneonews) saat ini hanya tersisah tersisah 32 lokasi
pekarangan kopi di rumah warga. Keunggulan varietas Kopi Liberika adalah
sangat tahan terhadap kekeringan, dan menghasilkan buah yang berbentuk bulat
dan lebih besar 2 kali lipat dibanding Robusta. Sumber bahan tanam Kopi yang
dikembangkan masyarakat di Kabupaten Kotawaringin Barat merupakan varietas
lokal yang sifatnya turun temurun, dari bahan tanaman biji sapuan (jenis seedling)
atau hasil sambungan entres yang diperoleh dari tanaman sebelumnya sehingga
menghasilkan kopi yang berkualitas.
a. Gambaran Luas Areal, Produksi dan Produktifitas Kopi
Untuk melihat luas areal, produksi, dan produktivitas tanaman Kopi di
Kabupaten Kotawaringin Barat dapat dilihat pada Tabel 3.1.
13
Tabel 3.1. Luas Areal dan Produksi Kopi Menurut Kecamatan di Kabupaten
Kotawaringin Barat Tahun 2019
No. Kecamatan Luas Areal Produksi Produktivitas
(Ha) (Ton) (Ton/
Ha)
1. Kotawaringin Lama 28,75 0,42 0,14
2. Arut Selatan 34,00 6,98 0,20
3. Kumai 30,00 1,24 0,04
4. Pangkalan Banteng 38,88 1,50 0,03
5. Pangkalan Lada 35,00 1,11 0,03
6. Arut Utara - - -
Kotawaringin Barat 166,73 11,25 0,44
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020
Berdasarkan Tabel 3.1 Kabupaten Kotawaringin Barat memiliki luas areal
sebesar 166,73 dan memproduksi kopi Liberika sebanyak 11,25 di mana
produktivitas yang di dapat sebesar 0,044 ton/Ha.
Kecamatan yang terbesar memproduksi Kopi Liberika yaitu Kecamatan
Arut Selatan di mana memiliki luas areal 34,00 Ha dan memproduksi Kopi
sebanyak 6,98 ton.
Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas Kopi di Kabupaten
Kotawaringin Barat tercatat dari 4 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Perkembangan Luas Areal, Produksi Dan Produktivitas Kopi di
Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2016-2019
Luas Areal Produksi Produktivitas
No. Tahun
(Ha) (Ton) (Ton/Ha)
1. 2016 116,25 12,17 0,10
2. 2017 153,51 2,27 0,01
3. 2018 152,5 4,8 0,03
4. 2019 166,73 11,25 0,06
Sumber: Badan Pusat Statistik 2020
Berdasarkan Tabel 3.2 luas areal Kopi di Kabupaten Kotawaringin Barat
paling tinggi terdapat pada tahun 2019 yaitu 166,73/ha dengan peningkatan
sebesar 37,26/ha dan luas areal terendah pada tahun 2018 di mana luas arealnya
hanya 153,5/Ha hal ini mengalami penyusutan dalam luas areal sebesar 1,01/ha ini
dikarenakan adanya alih fungsi lahan dimana para petani belum memaksimalkan
potensi yang dimiliki sehingga belum memberikan kontribusi bagi peningkatan
ekonomi keluarga dan beralih fungsi lahan. Tetapi pada tahun 2019 kembali naik
14
P P K
TENGKULAK E O
E
N N
T G S
A E U
PENGUMPUL
C M
N
E E
I R N
Pada Gambar 3.1 rata-rata produk Kopi yang dipasarkan oleh petani adalah
dalam bentuk biji Kopi kering (sudah dikupas kulit), kemudian mengalami proses
pengolahan hingga sampai ketangan konsumen akhir. Saluran pemasaran terdiri
dari tiga pola saluran pemasaran, dan pedagang perantara yang terlibat dalam
proses pemasaran terdiri dari tengkulak, pengumpul, dan pengecer.
Pada Pola pemasaran I, petani menjual Kopi dalam bentuk biji Kopi kering
yang sudah dikupas kulitnya kepada pedagang pengecer terdekat yang ada di
daerah penelitian baik pada pasar lokal, ataupun di coffeeshop, kemudian biji
Kopi dijual kepada UMKM yang mengolah lebih lanjut produk Kopi.
Pada Pola Pemasaran II, petani menjual biji Kopi kering kepada pedagang
pengumpul lokal. Kemudian pedagang pengumpul menjual kembali kepada
pengecer atau UMKM terdekat, volume penjualan oleh petani rata-rata 10 kg per
hari.
petani langsung menjual kepada UMKM, sebab UMKM menerima para
petani yang ingin menjual produk Kopinya, sebagai bahan untuk pengolahan biji
Kopi menjadi Kopi bubuk sehingga dapat langsung dikonsumsi oleh konsumen
pecinta Kopi.
17
IV. PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ilmiah mengenai Kopi
Liberika Di Kabupaten Kotawaringin Barat antara lain yaitu:
1. Produksi Kopi di Kabupaten Kotawaringin Barat pada tahun 2019 mencapai
172,55ton dengan luas areal 419,24 Ha. Kopi merupakan komoditas
sekunder yang bukan komoditas pokok, namun bagi pecinta Kopi
mengkonsumsi Kopi merupakan minuman yang selalu ada di rumah. Hal ini
menjadikan permintaan Kopi bagi pecinta Kopi semakin meningkat
sehingga harga dapat mengalami peningkatan seiring dengan tingginya
tingkat permintaan dan tidak diimbangi dengan jumlah petani yang
memproduksi Kopi disebabkan usahatani Kopi merupakan usahatani jangka
panjang yang panennya membutuhkan waktu lama sehingga tanaman Kopi
jarang menjadi tanaman pilihan utama para petani. Harga pada tahun 2020
di Kabupaten Kotawaringin Barat mencapai Rp, 50.000/kg untuk biji Kopi
yang belum diolah dan untuk yang sudah mengalami pengolahan mencapai
Rp. 150.000/kg
2. Saluran pemasaran Kopi di Kabupaten Kotawaringin Barat melibatkan lebih
dari satu lembaga yang terkait. Hal ini disebabkan karena beberapa factor
diantaranya jarak petani yang jauh dari pusat pasar sehingga harus
memerlukan lembaga-lembaga yang terkait dalam memasarkan produk Kopi
agar sampai di tangan konsumen akhir.
IV.2. Saran
Berdasarkan oleh manfaat yang telah dipaparkan maka dapat disarankan
sebagai berikut:
1. Untuk petani, agar mempertimbangkan untuk melakukan usahatani Kopi
melihat peluang pasar yang baik disebabkan komoditas Kopi peminatnya
sangat banyak sehingga tahun ketahun permintaan Kopi akan selalu
meningkat. Kemudian untuk para petani Kopi yang aktif berusahatani
Kopi agar memperhatikan informasi pasar seperti harga dan juga petani
18
DAFTAR PUSTAKA