Anda di halaman 1dari 37

SKRIPSI

ANALISIS KONTRIBUSI USAHATANI PADI SAWAH TADAH


HUJAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI
DI DESA PARARAPAK KECAMATAN DUSUN SELATAN
KABUPATEN BARITO SELATAN

HEPYCELSI MILGANI
CBA 118 075

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2022

i
ANALISIS KONTRIBUSI USAHATANI PADI SAWAH TADAH
HUJAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI
DI DESA PARARAPAK KECAMATAN DUSUN SELATAN
KABUPATEN BARITO SELATAN

HEPYCELSI MILGANI
CBA 118 075
Program Studi Agribisnis
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Disetuji Oleh :
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Tri Yuliana Eka Shinta, SP., M.Sc Trisna Anggreini, SP., M.Sc
NIP 19810705 200312 2 001 NIP 19801012 200312 2 001

Mengetahui :

Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian


Universitas Palangka Raya Fakutas Pertanian
Dekan, Universitas Palangka Raya
Ketua,

Dr. Ir. Sosilawaty, MP Dr. Ir. Eka Nor Taufik, MP


NIP 19660326 199303 2 008 NIP 19650905 199303 1 005

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat
dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan proposal ini dengan sebaik-
baiknya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sejak awal penyusunan proposal, pelaksanaan seminar proposal hingga
terselesaikannya proposal ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis dengan
kerendahan hati dan ketulusan, mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan proposal ini.
2. Kedua orangtua tercinta bapak Jumadi dan ibu Aneka Thurisia atas segala doa
dan dukungannya kepada penulis selama pengerjaan proposal.
3. Dosen Pembimbing Utama Ibu Tri Yuliana E.S., SP,. M.Sc dan Dosen
Pembimbing Pendamping Ibu Trisna Anggreini, SP., M.Sc atas segala waktu,
pikiran, arahan dan saran dalam penyususan proposal ini.
4. Dosen Partisipan Ibu Eti Dewi Nopembereni dan Bapak Fandi K. P. Asiaka.,
S.Hut., M.Si atas segala saran dan masukannya guna perbaikan proposal ini.
5. Pimpinan Jurusan, Sekretaris Jurusan, Dosen dan staf Jurusan Sosial ekonomi
Pertanian dan staf Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya yang telah
membantu pada administrasi sehingga seminar proposal ini dapat terlaksana.
7. Bapak Riuhadi selaku Sekretaris Desa Pararapak yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan informasi serta data yang
diperlukan penulis.
8. Seluruh teman terdekat dan teman-teman angkatan 2018 yang juga telah
membantu baik memberi saran dan masukan serta semangat kepada penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga proposal penelitian ini memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya dan informasi yang berguna bagi para pembaca
serta semua pihak.

Palangka Raya, Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................. 9
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 10
2.1 Pertanian Lahan Basah......................................................................... 10
2.2 Padi Sawah Tadah Hujan..................................................................... 11
2.3 Skala Luas Lahan................................................................................. 12
2.4 Konsep Usahatani................................................................................ 13
2.5 Biaya Usahatani................................................................................... 14
2.6 Penerimaan Usahatani.......................................................................... 16
2.7 Pendapatan Usahatani.......................................................................... 17
2.8 Rumah Tangga Pertanian..................................................................... 17
2.9 Rumah Tangga Petani.......................................................................... 17
2.10 Pendapatan Rumah Tangga Petani....................................................... 18
2.11 Kontribusi Usahatani Terhadap Pendapatan
Rumah Tangga Petani.......................................................................... 19
2.12 Penelitian Terdahulu............................................................................ 19
2.13 Kerangka Berpikir................................................................................ 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 24
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................... 24
3.2 Metode Penentuan Sampel................................................................... 24
3.3 Metode Pengumpulan Data.................................................................. 25
3.4 Metode Pengolahan Data..................................................................... 26
3.5 Analisis Data........................................................................................ 26
3.6 Definisi Operasional............................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 31

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perkembangan Luas Penggunaan Lahan Pertanian di Indonesia


Tahun 2014-2018……………………………………………….. 2

Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Ladang dan Padi
Sawah di Kalimantan Tengah 2020……………………………. 3

Tabel 3. Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Padi Ladang dan Padi
Sawah Non-irigasi di Kabupaten Barito Selatan Menurut
Kecamatan Tahun 2021………………………………………… 5

Tabel 4. Luas Tanam Usahatani di Desa Pararapak Kabupaten Barito


Selatan Kecamatan Dusun Selatan Tahun 6
2020…………………

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Berpikir Analisis Kontribusi Usahatani Padi Sawah


Tadah Hujan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani Di
Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito
Selatan.......................................................................................... 23

v
1

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV.1. Keadaan Geografis


Semenjak adanya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah, berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 2002 yang mengantur tentang
pemekaran Provinsi dimana Kalimantan Tengah memiliki 13 Kabupaten, 1 Kota,
136 Kecamatan, 139 Kelurahan dan 1.432 Desa.
Kabupaten Barito Selatan memiliki 6 Kecamatan, 7 Kelurahan dan 86 Desa
dengan total luas wilayah 8.830,00 km2. Ditinjau dari letaknya Kabupaten Barito
Selatan dilalui oleh jalan nasional dan menjadi kota perlintasan yang
menghubungkan antara Kota Palangka Raya – Kabupaten Pulang Pisau –
Kabupaten Kapuas – Kabupaten Barito Selatan – Kabupaten Barito Timur – Kota
Banjarmasin. Dengan demikian lokasi Kabupaten Barito Selatan memiliki lokasi
strategis karena adanya pola pergerakan orang dan barang, sehingga menjadi kota
transit, baik dari arah Kota Banjarmasin maupun Kota Palangka Raya. Sedangkan
dilihat dari letak wilayah dalam kesatuan Provinsi Kalimantan Tengah, dengan
letak dan posisi yang strategis membuat perkembangan wilayahnya cenderung
menuju ke arah Provinsi Kalimantan Tengah.
Desa Pararapak merupakan pengembangan wilayah Desa Kalahien yang
pada mulanya berasal dari kegiatan bertani dan aktifitas ekonominya pada tahun
1900 dengan jarak kearah Utara Desa Kalahien ± 2 km, Desa Pararapak tebagi
atas 2 wilayah yaitu Pararapak dan Jutuh. Jarak Desa Pararapak ke Ibukota
Kecamatan Dusun Selatan (Buntok) sekitar 23 KM atau sekitar ± 30-40 menit
menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat.
. Secara geografis Desa Pararapak terletak membujur sepanjang DAS Barito
dan berada pada koordinat 114º 30’ 951” Bujur Timur 1º 37’ 23,017” Litang.
Desa Pararapak menjadi salah satu desa yang juga dilalui oleh jalan nasional yang
menghubungkan Kota Palangka Raya – Kabupaten Pulang Pisau – Kabupaten
Kapuas – Kabupaten Barito Selatan – Kabupaten Barito Timur – Kota
Banjarmasin dan dilewati oleh Sungai Barito yang memiliki luas wilayah 20.956,4
ha dan batas wilayah sebagai berikut:
2

 Batas wilayah
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Penda Asam.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kalahien.
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tanjung Jawa.
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kalahien.

IV.2. Keadaan Tanah dan Iklim


Keadaan topografi Desa Pararapak umumnya merupakan daratan rendah
dengan ketinggian berkisar antara 10 – 50 mdpl, kemiringan 4 - 8%, mempunyai
pH tanah 5 – 6, kedalaman gambut < 1,5 m, memiliki drainase sedang dan
merupakan tanah bukaan. Jenis tanah di Desa Pararapak secara garis besar
merupakan daerah gambut, rawa dan pematang. Penggunaan tanah di Desa
Pararapak sebagaian besar diperuntukkan untuk pertanian sawah (Padi) dan
perkebunan (Karet dan Nanas Parigi) sisanya merupakan tanah kering yang
dipergunakan untuk bangunan dan fasilitas-fasilitas lainnya.
Keadaan iklim Desa Pararapak berdasarkan penggolongan iklim Oldeman
mempunyai tipe iklim A yaitu karena memiliki bulan basah > 10 dan bulan kering
< 3. Bulan basah biasanya terjadi pada bulan Oktober – Juli dimana hampir
sepanjang bulan tersebut Desa Pararapak terjadi hujan dengan curah hujan rata-
rata 2.461 mm. Berdasarkan keadaan iklim tersebut bila dikaitkan dengan syarat
pertumbuhan varietas padi sawah tadah hujan yang ada di Desa Pararapak
tentunya akan sangat cocok mengingat padi jenis varietas lokal seperti Siam
Pararapak, Palui dan Siam Cantik memerlukan air hujan sebagai sumber air
utamanya. Syarat tersebut tentunya seturut dengan hasil penelitian dari Yuliyanto
dan Sudibyakto (2011) menyatakan tanaman padi sawah tadah hujan memerlukan
minimal curuh hujan diatas 200 mm/bulan secara berurutan minimal 4 bulan, hal
ini tentunya sesuai dengan syarat tumbuh padi jenis Siam Pararapak, Siam Pahit,
Siam Cantik dan Palui yang dibudidayakan oleh petani.

IV.3. Penggunaan Lahan


Luas wilayah Desa Pararapak 20.956,4 ha. Dengan luas sebesar itu Desa
Pararapak dengan sangat baik memanfaatkan luas wilayah yang ada dalam
3

berbagai bidang diantaranya pertanian, perkebunan hingga peternakan. Untuk


lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5 yaitu luas lahan menurut penggunaan di
Desa Pararapak. Tabel 5. Luas Lahan Menurut Penggunaan di Desa
Pararapak
No. Golongan lahan Luas lahan (ha) Presentase (%)
1. Sawah Irigasi - -
2. Sawah Tadah Hujan 332 1,62
3. Lebak -
4. Kolam 106 0,52
5. Perkebunan Rakyat 103 0,50
6. Hutan Belantara 15.336,4 75
7. Pekarangan 200 0,98
8. Rawa, Sungai, Danau 4.379 21,41
Total 20.456,4 100
Sumber : Pemerintah Desa Pararapak, 2020

Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa hanya sekitar 541 ha yang digunakan untuk
pertanian. Dimana penggolongan lahan sawah tadah hujan memiliki luas wilayah
sebesar 332 ha atau sekitar 1,62% luasnya terhadap luas keseluruhan penggunaan
lahan di Desa Pararapak.

IV.4. Keadaan Penduduk


Desa Pararapak mempunyai penduduk kurang lebih 1.046 jiwa terdiri dari
laki-laki 553 jiwa dan perempuan 493 jiwa dengan 316 KK. Terdapat 6 RT
diantaranya RT 1, RT 2 dan RT 3 berada di wilayah pinggiran sungai Barito dan
RT 4 merupakan sentra pertanian padi sawah tadah hujan yang masih berada
diwilayah Pararapak sedangkan RT 5 serta RT 6 berada di wilayah Jutuh yang
menjadi sentra perkebunan Karet dan Nanas Parigi di mana ketiga RT ini
berlokasi sepanjangan jalan nasional Palangka Raya – Buntok. Untuk keadaan
secara umum lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6 yang menunjukkan jumlah
penduduk menurut Rukun Tetangga (RT) sebagai berikut:
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Rukun Tetangga (RT) Desa Pararapak
RT 01 RT 02 RT 03 RT 04 RT 05 RT 06
136 jiwa 205 jiwa 145 jiwa 164 jiwa 175 jiwa 221 jiwa
Sumber : Pemerintah Desa Pararapak, 2022
4

Berdasarkan tabel 6 dapat jumlah penduduk pada wilayah RT 4, RT 5, RT 6 lebih


banyak dibandingkan penduduk yang ada di wilayah RT 1, RT 2, RT 3 hal ini
dikarenakan wilayah RT 1 sampai dengan RT 3 sedikit jauh sekitar 700 m dari
jalan lintas Palangka Raya – Buntok akibatnya perkembangan sosial dan ekonomi
penduduk sedikit terhambat dikarnakan jarang ada orang luar ataupun lalu lalang
kendaraan yang melintas melewati dalam desa, kebanyakan kendaraan melewati
jalan nasional Palangka Raya – Buntok menyebabkan sebagaian punduduk mulai
berpindah tempat tinggal di sepanjang pinggiran jalan nasional yang sekarang
menjadi wilayah RT 4, RT 5 dan RT 6 di mana pada wilayah ini selain menjadi
lokasi pertanian juga sebagai lokasi usaha masyarakat seperti berdagang, bengkel,
toko kayu dan lainnya. Karena Desa Pararapak merupakan wilayah Pertanian,
maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai Petani Sawah dan
Pekebun terdiri dari 260 petani, 11 pedagang, 10 nelayan, 130 tukang dan
pekerjaan lainnya (RPJMDes Pararapak 2019-2025).
Dari jumlah penduduk tersebut berdasarkan jenis umur, dapat dilihat pada
tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Desa
Pararapak
Golongan umur (tahun) Jenis kelamin (jiwa)
Total (jiwa)
0 - 18 19 - 75 > 75 Laki-laki Perempuan
244 729 10 553 493 1046
Sumber : Pemerintah Desa Pararapak, 2021

Jumlah penduduk tahun 2021 Desa Pararapak adalah 1046 jiwa yang terdiri
atas laki-laki 553 jiwa dan 493 jiwa perempuan. Jumlah penduduk berdasarkan
kelompok umur dominan di umur 18 - > 65 tahun yang termasuk kedalam usia
produktif dengan berbagai mata pencaharian utama berupa petani dan pekebun.

IV.5. Prasarana Pendidikan


Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Pararapak hingga tahun 2022 yang
tersedia mulai dari TK sampai dengan SMP sebanyak 4 unit. Sarana pendidikan
TK sebanyak 1 unit, 2 unit untuk jenjang SDN, 1 unit diantaramya terletak di
Desa Jutuh dan 1 unit SMP Satu Atap sedangkan untuk SMA masyarakat Desa
Pararapak harus bersekolah ke Desa Kalahien ataupun ke Buntok. Dari hal
tersebut dapat diketahui bahwa prasarana di Desa Pararapak belum cukup lengkap
5

namun sudah dapat memenuhi kebutuhan dalam mendukung dan menunjang


pelaksanaan pendidikan bagi masyarakatnya.
IV.6. Sarana Kesehatan
Untuk menunjang kesehatan masyarakatnya, Desa Pararapak mempunyai 3
unit Poskes dengan tenaga kesehatan sebanyak tersebar dibeberapa tempat
diantaranya 1 unit di Desa Pararapak dan 2 unit di Desa Jutuh. Sedangkan untuk
sarana kesehatan lain seperti penunjang posyandu balita, Posyandu lansia,
Posbindu, penunjang kegiatan PosTB serta pembuatan tempat sampah sedang
dalam tahap prioritas program pembangunan desa. Untuk UPTD Puskesmas
masih belum tersedia UPTD Puskesmas terdekat hanya ada di Desa kalahien
sehingga jika masyarakatnya ingin berobat ke Puskesmas harus ke Desa Kalahien.
Meskipun begitu ada Poskes ini tentu sangat membantu masyarakat.

IV.7. Sarana, Prasarana Komunikasi, Perhubungan dan Transportasi


Akses ke Desa Pararapak dapat ditempuh sekitar kurang lebih 30-40 menit
dari Ibukota Kabupaten Buntok. Jalan menuju desa pun sudah cukup baik,
walaupun jalan dalam desa masih menggunakan cor semen dan terdapat sedikit
jalan rusak tetapi masih bisa untuk dilewati kendaraan roda 2 atau roda 4.
Prasarana perhubungan yang tersedia di Desa Pararapak berupa jalan darat dalam
desa, jembatan dalam desa, dan jalan nasional sebagai sarana penghubung
sehingga memudahkan mobilitas masyarakat
Untuk sarana transportasi darat masyarakat menggunakan kendaraan roda 2
ataupun roda 4 sedangkan transportasi air berupa motor air/klotok yang
penggunaannya lebih kepada sarana untuk mencari ikan, memiliki 1 unit tambatan
perahu, 1 unit pertashop. Desa Pararapak juga memiliki 1 unit mobil ambulans
milik desa, kemudian sarana beribadah berupa 1 Masjid, 1 Pesantren, 3 Gereja
Protestan, 1 Gereja Katholik dan 1 Balai Basarah.
Pada sarana komunikasi masih sangat kurang, hal ini dibuktikan dengan
belum tersedianya Base Transceiver Station (BTS) atau menara telepon seluler
sehingga menyebabkan terhambatnya komunikasi dengan telepon seluler.
Meskipun pada tahun ini jaringan wifi sudah bisa diakses kedalam desa, tetapi hal
tersebut belum bisa sepenuhnya digunakan oleh masyarakat.
6

Dalam sarana perekonomian Desa Pararapak belum memiliki bangunan


pasar permanen dan hanya memilik 1 unit pasar tanpa bangunan yang biasanya
terletak di Desa Jutuh atau kadang berlokasi di Desa Pararapak. Selain itu terdapat
pula 1 unit toko kayu, 1 unit rental mobil, 1 unit bangsal pengolahan nanas, 5 unit
warung klongtong, 2 unit warung makan/minum, 15 warung buah nanas, 3 unit
bengkel motor.

IV.8. Keadaan Umum Pertanian


Sumber utama penghasilan penduduk di Desa Pararapak adalah sektor
pertanian hal ini dikarenakan hampir sebagain besar penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Subsektor perkebunan dan tanaman pangan masih
sangat mendominasi terkhusunya untuk Padi, Nanas Parigi, Karet. Daerah
persawahan Desa Pararapak terletak di sepanjang kiri kanan jalan nasional
Palangka Raya – Buntok yang dimulai dari batas jembatan Jutuh sampai dengan
gapura masuk desa dari arah Kalahien atau sekitar ± 5 km. Sementara, sentra
perkebunan dan peternakan berlokasi di Desa Jutuh.

Gambar 1. Lokasi persawahan kanan jalan Gambar 2. Persawahan kiri jalan

Jenis persawahan yang ada di Desa Pararapak adalah sawah tadah hujan sehingga
petani disana hanya dapat melakukan 1 kali musim tanam yaitu pada bulan
Oktober-Maret. Belum bisa dilakukannya 2 kali musim tanam disebabkan oleh
jaringan irigasi serta drainase yang tersedia tidak terawat dan rusak akibatnya jika
hujan terjadi secara berlebihan maka akan terjadi banjir pada lahan sebaliknya jika
musim kemarau tidak ada tempat penampungan air dan lahan akan mengalami
kekeringan.
7

Gambar 3. Pintu air irigasi Gambar 4. Drainase pada lahan sawah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1. Karakteristik Petani Responden


Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini sebanyak 33 petani.
Karakteristik petani satu dengan yang lain tentunya berbeda-beda oleh karena itu
karakteristik akan memberikan gambaran kemampuan petani dalam mengelola
kegiatan usahatani padi sawah tadah hujan. Karakteristik petani dalam penelitian
ini meliputi: umur, tingkat pendidikan, pekerjaan pokok, pekerjan sampingan,
jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang ditanggung, luas lahan
dan status kepemilikan lahan. Karakteristik masing-masing dapat dilihat pada
tabel 8:
Tabel 8. Karakteristik Petani Responden di Desa Pararapak Kecamatan
Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan
Jumlah Persentase
No Karakteristik responden
(orang) (%)
1 Usia (tahun)
a. 30-40 - -
b. 41-50 6 18,18
c. 51-67 25 75,75
2 Jenis Kelamin
a. Laki-laki 33 100
b. Perempuan - -
2 Tingkat pendidikan
a. SD -
b. SMP 10 30,30
c. SMA 23 69,69
d. Sarjana - -
3 Jumlah anggota keluarga
a. 1-3 24 72,73
b. 4-6 8 24,24
c. 7-8 1 3,03
4 Jumlah anggota keluarga yang ditanggung
8

a. 1-3 32 96,97
b. 4-6 1 3,03
c. 7-8 -
5 Luas kepemilikan lahan
a. 0,5-1 20 60,61
b. >1 13 39,39
6 Status kepemilikan lahan
a. Beli 1 3,03
b. Milik sendiri -
c. Warisan 31 93,94
d. Sewa 1 3,03
Sumber: Data primer yang diolah, 2022
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa umur petani responden berkisar
antara 40 tahun (umur terendah) hingga 67 tahun (umur tertinggi). Usia responden
yang produktif sekitar 93% berkisar antara usia 41-50 tahun sebanyak 6 orang,
usia 51-64 tahun sebanyak 25 orang dan petani yang termasuk tidak produktif
(>65 tahun) hanya 6,06% atau sebanyak 2 orang. Umur petani tentunya sedikit
banyak berpengaruh pada aktifitasnya dalam kegiatan mengelola usahatani dan
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dari hal tersebut dapat diketahui
bahwa petani sawah tadah hujan di daerah penelitian tergolong dalam petani
produktif.
Berdasarkan penelitian petani responden padi sawah tadah hujan di Desa
Pararapak mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan laki-laki dari
segi fisik sudah tentu lebih kuat daripada perempuan sehingga kegiatan usahatani
berjalan dengan maksimal. Tidak adanya petani jenis kelamin perempuan dalam
penelitian ini disebabkan petani perempuan hanya menjadikan pekerjaan tani
sebagai pekerjaan sampingan guna membantu suami dalam mengelola usahatani
padi sawah tadah hujan disela melakukan perkerjaan utama yaitu sebagai ibu
rumah tangga.
Tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh petani responden rata-rata
sudah tamat SMP dan SMA dimana sebanyak 10 petani tamat SMP dan 23 petani
tamatan SMA. Bisa dilihat bahwa, tingkat pendidikan petani responden cukup
tinggi. Tentunya tingkat pendidikan sedikit banyak mempunyai pengaruh terhadap
pola pikir petani dalam mengelola kegiatan usahatani.
9

Jumlah anggota keluarga 1-3 orang sebanyak 24 petani, anggota keluarga 4-


6 orang sebanyak 8 petani kemudian 7-8 orang sebanyak 1 petani dengan rata-
rata tanggungan keluarga sebanyak 1-4 orang. Dari jumlah anggota keluarga
tersebut tentunya ada yang aktif dan tidak aktif, jumlah anggota yang aktif rata-
rata 2-3 orang saja dikarenakan dalam anggota keluarga tersebut ada yang sudah
berusia lanjut, lalu ada yang masih bersekolah atau ada juga yang mempunyai
pekerjaan lain sehingga tidak bisa aktif membantu. Tentunya semakin banyak
anggota keluarga yang aktif maka jumlah tenaga kerja yang tersedia untuk
usahatani akan lebih banyak pula.
Berdasarkan tabel 8 luas kepemilikan lahan sawah tadah hujan 33 petani
responden bervariasi. Petani yang memiliki luas lahan 0,5-1 ha sebanyak 20 orang
dan luas lahan lebih dari 1 ha sebanyak 13 orang, luas lahan sangat mempengaruhi
petani baik dalam hal produksi, penerimaan hingga pendapatan. Kemudian dari
tabel dapat diketahui status kepemilikan lahan hampir semuanya merupakan
warisan yang diwariskan secara turun-temurun oleh keluarga, hanya ada 1 petani
yang membeli dan 1 petani yang menyewa lahan. Salah satu hal menarik dari
sewa lahan yang ada di Desa Pararapak adalah petani tidak diwajibkan atau
bahkan tidak perlu membayar biaya sewa lahan melainkan biaya sewanya diganti
dengan bagi hasil panen secara sukarela.
Selain berkerja sebagai petani dalam mengelola sawah dan kebun, petani
responden di Desa Pararapak juga melakukan pekerjaan sampingan, untuk lebih
jelas dapat dilihat pada tabel 9:
Tabel 9. Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan Sampingan di Desa
Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan
Jumlah Persentase
No Pekerjaan sampingan
(orang) (%)
1 Tidak ada 28 84,84
2 Pedagang 3 9,09
3 Tukang 2 6,06
Sumber: Data primer yang diolah, 2022
Tabel 9 menunjukkan bahwa 84,84% petani responden tidak memiliki
pekerjaan sampingan sedangkan 9,09% mempunyai pekerjaan sampingan sebagai
pedagang dan 6,06% sebagai tukang. Pada tabel 9 menunjukkan bahwa usahatani
Padi masih berperan penting bagi kehidupan petani baik dalam memenuhi
10

kebutuhan pangan sedangkan usahatani Nanas Parigi dan usahatani Karet sangat
berperan penting dalam memenuhi kebutuhan finansial petani.

V.2. Gambaran Pengelolaan Usahatani Padi Sawah Tadah Hujan di Desa


Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan
V.2.1. Tekni Budidaya
Teknik budidaya merupakan tahapan kegiatan yang harus dilakakukan
petani dalam usahatani padi sawah tadah hujan. Kegiatan ini sangat penting untuk
dilakukan agar hasil padi sawah tadah hujan dapat maksimal. Teknik budidaya
padi sawah tadah hujan di Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten
Barito Selatan yang dilakukan oleh petani responden meliputi: cara pengolahan
lahan, persemaian, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen.
1. Pengolahan lahan
Pengolahan lahan dalam budidaya padi sawah tadah hujan bertujuan untuk
menciptakan keadaan tanah yang siap tanam baik secara fisik, kimia maupun
biologis sehingga padi yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik sehingga
memberikan hasil yang maksimal. Persiapan lahan oleh petani di Desa Pararapak
secara umum hanya dilakukan melalui satu tahapan yaitu pembersihan lahan
dengan cara melakukan penyemprotan menggunakan herbisida agar gulma layu
dan mati, cara kedua pembersihan dilakukan secara manual mengunakan
parang/arit atau menggunakan mesin rumput setelahnya baru dilakukan
penyemprotan agar gulma cepat layu dan mati. Banyaknya pengunaan herbisida
tergantung pada luas lahan dan banyaknya gulma yang terdapat pada lahan, rata-
rata herbisida yang digunakan untuk luas lahan 0,5-1 ha rata-rata sebanyak 1,60
liter, sedangkan untuk luas lahan >1 ha rata-rata sebanyak 4,62 liter. Untuk jenis
herbisida yang digunakan pun beragam mulai dari Roundup, Gramoxone,
Starquat, dll.
Setelah gulma layu dan mati maka lahan hanya akan dibiarkan sampai lahan
cukup tergenangi dan tidak dilakukannya pembajakan pada lahan sawah. Tidak
dilakukannya pembajakan sawah oleh petani pertama alat pembajak (handtraktor)
yang tersedia 1 unit dimasing-masing kelompok tani tidak dimanfaatkan secara
maksimal. Hal ini karena kebanyakan petani enggan untuk meminjam alat
pembajak sebab akses mereka untuk membawa alat pembajak ke lahan sawah
11

sedikit sulit di mana beberapa jalan menuju lokasi persawahan menggunkan


jembatan kayu dan juga ada beberapa hanya jalan setapak selain itu jarak yang
ditempuh petani rata-rata dari rumah ke sawah sekitar 1-2 km. Meskipun tidak ada
biaya sewa dan petani hanya menanggung biaya bahan bakar saja akan tetapi
petani kebanyak petani tetap enggan menggunakan handtraktor akibat sulitnya
akses jalan dan jarak tempuh yang cukup jauh.

Gambar 5. Jalan setapak Gambar 6. Jembatan kayu

Gambar 7. Kondisi jalan kayu Gambar 8. Jalan setapak

Gambar 9. Handtraktor Gambar 10. Pengolahan lahan oleh petani

2. Persemaian
Jenis varietas padi yang dibudidayakan oleh petani di Desa Pararapak
menggunakan varietas lokal dan varietas unggul yang didapatkan dari bantuan
pemerintah. Untuk varietas lokal ditanam yaitu Siam Pararapak, Siam Cantik, Si
Cangkir, Palui, Ketan, Siam Sanggul sedangkan varietas unggul berupa Rojolele,
Si Cangkir dan Pandan Wangi. Untuk varietas unggul diperoleh petani dari
12

bantuan pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan Barito


Selatan sekitar 5-10 kg/petani. Sedangkan benih varietas lokal yang digunakan
merupakan benih sisa hasil panen musim lalu dengan memilih benih kualitas
terbaik, di mana petani menggunkan sekitar 10-30 kg benih untuk lahan 0,5-1 ha
dan 40-66 kg benih untuk lahan >1 ha. Akan tetapi, untuk varietas unggul
sebagian besar petani di Desa Pararapak kurang tertalu banyak yang
membudidayakan, sebab varietas unggul dinilai kurang bisa bertahan terhadap
lingkungan sekitar baik dari serangan hama penyakit dan banjir maka petani lebih
memilih membudidayakan varietas lokal karena dinilai lebh tahan terhadap
serangan hama penyakit dan banjir.
Cara persemain yang dilakukan oleh petani dimulai dari merendam benih
selama satu malam sebelum ke esokan harinya di tebar atau di tugal pada tempat
persemaian dalam bahasa loka disebut lamakkan. Tempat persemaian antar petani
pun bervariasi ada yang menggunakan bagian kecil dari lahannya, ada juga yang
memanfaatkan bedengan-bedengan lahan, ada juga yang membuat tempat
persemaian di pinggiran jalan setapak persawahan bahkan di pinggiran jalan
masuk desa.

Gambar 11. Tempat persemain pinggir jalan Gambar 12. Persemaian piggir jalan masuk
setapak desa

Gambar 13. Persemaian dilahan


3. Pembibitan
13

Lamanya pembibitan dan pencabutan benih oleh petani di Desa Pararapak


rata-rata sekitar 30-40 hari setelah benih disebar untuk varietas lokal, untuk
varietas unggul rata-rata 15-25 hari. Bibit yang telah dicabut harus segara ditanam
untuk menghindari bibit rusak sehingga persentase kerusakan bibit sedikit.
4. Penanaman
Sistem tanam padi sawah tadah hujan oleh petani di Desa Pararapak
menggunakan sistem jajar legowo 4:1 dengan kisaran jarak 20 cm dan sistem
konvensional dimana jarak masing-masing tanaman diatur sama oleh petani.
Proses penanaman memerlukan waktu 5-7 hari bahakan bisa lebih lama
tergantung luas lahan, tenaga kerja dan kemampuan petani dalam bekerja. Dalam
melakukan penanaman petani biasanya memerlukan tenaga kerja upah sebanyak
2-5 orang dengan luas lahan 0,5-1 ha dan untuk luas lahan >1 ha biasanya
memerlukan 6-8 orang, namun hal tersebut juga bergantung pada kemampuan
petani untuk membayar upah tenaga kerja. Sistem pembayaran yaitu sistem harian
dengan upah Rp. 75.000/1 hari orang kerja (HOK). Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada lampiran 3.
5. Pemupukan
Pupuk yang diberikan petani padi sawah tadah hujan di Desa Pararapak
berupa pupuk Urea dan NPK. Pemupukan yang dilakukan petani bervariasi ada
yang melakukan 1 kali dan ada juga yang melakukan 2 kali dalam 1 kali musim
tanam. Pemberian pupuk yang hanya 1 kali dalam sekali musim tanam oleh petani
juga bervariasi dimana pemberian pupuk dilakukan saat padi berumur 7-14 HST,
ada juga yang baru memberikan pupuk ketika padi berumur 30 HST dan ketika
padi berumur 60 HST. Sedangkan untuk pemberian pupuk yang dilakukan 2 kali
dalam sekali musim tanam waktu pemberian pertama ketika padi berumur 7-14
HST atau saat padi berumur 30 – 60 HST dan pemberian kedua dilakukan pada
saat padi berumur 135 HST.
Pengunaan pupuk oleh petani responden tidak sesuai dengan dosis yang
dianjurkan oleh penyuluh pertanian Kabupaten Barito Selatan. Kebanyakan
menggunakan takaran dosis yang ditentukan oleh petani, ada yang hanya
memberikan Urea atau NPK, bahkan ada yang tidak memberikan pupuk sama
14

sekali apabila tidak ada bantuan pupuk dari pemerintah. Hal ini disebabkan
keterbatasan biaya karana harga pupuk cukup mahal dan bantuan dari pemerintah
terlampau lama. Akibatnya pemupukan yang dilakukan tidak berimbang sehingga
produksi padi menjadi tidak optimal.
6. Penyiangan
Pentingnya penyiangan dilakukan agar gulma pengganggu tanaman tidak
menghambat pertumbuhan padi sawah tadah hujan serta mengurangi risiko
kegagalan panen. Petani responden melakukan penyiangan gulma pada saat
pengolahan lahan agar tidak menghabat pertumbuhan bibit, penyiangan
berikutnya dilakukan secara berkala dengan cara manual maupun penyemprotan
menggunakan herbisida jika dirasa keberadaan gulma terlalu banyak.
7. Pengendalian hama dan penyakit tanaman
Salah satu kegiatan yang sangat penting dilakukan saat padi ditanam hingga
mulai muncul bulir padi adalah pengendalian hama dan penyakit. Hal ini perlu
dilakukan agar hama dan penyakit bisa terkendali dan tidak menyebabkan
penurunan hasil panen terlebih menghindari kegagalan panen. Hama penyakit
yang sering umumnya menyerang tanaman padi sawah di Desa Pararapak adalah
hama tikus, wereng, walang sangit, belalang, burung pipit dan ulat gerayak.
Sedangkan untuk penyakit adalah kutu putih, kresek dimana pada kondisi ini
tanaman padi sawah pada tepian daunnya berwarna keabu-abuan lalu merambat
ke arah tulang daun hingga seluruh daun akan tampak mengering. Serangan
penyakit berikutnya adalah tanaman padi sawah muncul bercak coklat pada daun
mengakibatkan tanaman padi sawah menjadi layu dan mati.
Untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit tersebut, petani di Desa
Pararapak menggunakan pestisida dan obat seperti Sidabas, furadan, Dharmabas,
Klerat bahkan Bestok. Meskipun demikian, petani tetap mengeluhkan serangan
penyakit tanaman yang sampai saat ini masih belum bisa diatasi secara maksimal,
bahkan petani berulang kali melapor pada PPL melewati ketua kelompok terkait
kondisi tersebut agar dimendapatkan solusi akan tetapi juga masih belum
mendapatkan solusinya sehingga setiap kali memasuki musim tanam serangan
penyakit tanaman selalu dialami oleh sebagian besar petani di Desa Pararapak.
15

8. Pengairan
Tujuan utama pengairan pada suatu lahan persawahan adalah untuk
membasahi tanah dan menciptakan keadaan yang lembab pada lahan dan
memenuhi kebutuhan air bagi tanaman padi. Selain itu, dengan tersedianya irigasi
dan saluran drainase yang baik tentunya akan sangat bermanfaat bagi lahan dan
tanaman baik dari segi kesuburan tanah, mengatur suhu tanah dan tanaman,
membantu penyerapan unsur-unsur tanah yang diperlukan tanaman padi.
Sistem pengairian di daerah Desa Pararapak dari hasil wawancara dan
observasi langsung lahan persawahan hanya mengandalkan air hujan sebagai
sumber air utama. Di mana lahan sawah akan dibuat bedengan dengan tinggi ±
30-50 cm mengikuti bentuk sawah sehingga air hujan bisa tertampung dan
menggenangi lahan sawah.

Gambar 14. Bedengan sawah Gambar 15. Kondisi sawah tergenangi

Gambar 16. Bedengan yang ditanami pohon Gambar 17. Bedengan yang ditanami pohon
karet pisang

Pada gambar 14, 16 dan 17 bedengan-bedengan yang telah dibuat selain untuk
menampung air hujan, umumnya petani di Desa Pararapak memanfaatkannya
sebagai tempat menanam sayuran seperti Katu, Ubi Jalar, Ubi Kayu, Kacang
panjang atau ditanami pohon Karet dan pohon Pisang.
16

Kondisi lahan sawah petani pada saat musim hujan akan tergenangi secara
sempurna, namun yang menjadi kendala adalah ketika memasuki musim kemarau
maka lahan mengalami kekeringan. Hal ini terjadi sebab jaringan irigasi dan
saluran drainase yang ada tidak terawat dan rusak, inilah yang menyebabkan
petani di Desa Pararapak tidak bisa melakukan 2 kali musim tanam dalam 1 tahun.

Gambar 18 Gambar 19

Gambar 20 Gambar 21

Gambar 22 Gambar 23

Dengan rusak dan tidak terawatnya jaringan irigasi serta drainase yang ada di
Desa Pararapak menyebabkan lahan persawahan menjadi banjir saat curah hujan
tinggi dan pada saat musim kemarau lahan akan mengalami kekeringan.
Berdasarkan hasil wawancara petani cenderung enggan dan tidak ingin
memanfaatkan lahan sawahnya pada musim kemarau untuk ditanami tanaman
palawija akibat dari kondisi irigasi dan drainase yang rusak.
17

9. Penen
Waktu penen untuk varietas lokal yang ditanami oleh petani responden
berkisar diantara 150-240 HTS atau 5-8 bulan. Kegiatan panen yang dilakukan
oleh petani di Desa Pararapak secara umum masih sangat sederhana yaitu
menggunakan ani-ani, kegiatan panen memerlukan waktu yang berpariasi
tergantung dengan luas lahan dan jumlah tenga kerja. Rata-rata petani dengan luas
lahan 0,5-1 ha memerlukan tenaga kerja upah sebanyak 2-5 orang dan petani
dengan luas lahan >1 ha memerlukan 6-10 orang dengan biaya upah sebesar Rp
70.000 – Rp 75.000/1 hari orang kerja (HOK) adanya perbedaan upah ini karena
jika tenaga kerja upah ditanggu makan maka upah kerjanya sebesar Rp 70.000/1
HOK dan apabila makannya tidak ditanggung maka upahnya sebesar Rp 75.000/1
HOK untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 3.
10. Pasca Panen
Kegiatan pasca panen dilakukan oleh petani responden diantaranya
perontokan, pengeringan dan pengangkutan. Perontokan adalah kegiatan
memisahkan bulir padi dari batangnya yang dilakukan dengan cara padi hasil
panen akan di injak-injak hingga rontok kegiatan ini disebut ngi’ik parei. Desa
Pararapak sebenarnya juga sudah memiliki alat mesin perontok bantuan dari
pemerintah agar memudahkan petani dalam melakukan perontokan. Namun
jumlah mesin perontok masih sangat minim, setiap kelompok tani hanya diberikan
1 unit mesin perontok sehingga para petani harus bergantian. Akibatnya petani
cukup enggan jika harus saling tunggu menunggu untuk menggunakan mesin
perontok. Selanjutnya pengeringan dilakukan dengan menjemur padi dari hasil
perontok guna mengurangi kadar air dalam padi. Kemudian yang terakhir proses
pengangkutan hasil panen dari lahan sawah ke rumah masing-masing untuk
disimpan.
Hal menarik lainnya dalam pasca panen adalah petani melakukan pemanenan
kembali kepada sisa-sisa padi yang belum sempat terpanen kegiatan ini sering
disebut masi jurang, aktivitas ini biasanya dilakukan ketika petani sudah selesai
dengan kegiatan perontokan dan pengangkutan, dan biasanya dalam aktivitas
18

masi jurang ini ada beberapa petani lain yang juga ikut melakukan pemanenan
dan hasil panennya diambil untuk petani tersebut.

V.3. Analisis Kontribusi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Tadah


Hujan di Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten
Barito Selatan
V.3.1. Biaya Produksi Usahatani
Biaya adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani, dinyatakan
dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan produksi dalam satu periode
musim tanam. Sesuai dengan data yang diperoleh bahwa biaya yang dikeluarkan
oleh petani responden dalam berusahatani padi sawah tadah hujan meliputi biaya
produksi (benih, pupuk, herbisida dan pestisida), biaya penyusutan alat (parang,
sabit, spayer solo, mesin rumput, ani-ani, tongkat kayu), dan biaya tenaga kerja
lebih jelas dapat dilihat pada tabel 11 sebagai berikut:
Tabel 10. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Padi Sawah Tadah Hujan di
Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito
Selatan
No Jenis biaya Luas lahan 0,5 – 1 ha Luas lahan >1 ha
1 Biaya produksi (Rp)
a. Benih (Kg) - -
b. Pupuk
- Urea 159.900 462.000
- NPK 195.000 788.462
- Herbisida (Botol) 161.250 421.923
- Pestisida (Botol) 102.750 183.077
Jumlah 618.900 1.855.462
2 Tenaga kerja (Rp)
- Tenaga kerja dalam keluarga 2.847.857 3.649.451
- Tenaga kerja luar keluarga 1.928.143 5.177.473
Jumlah 4.776.000 8.826.923
3 Penyusutan alat 112.960 104.546
Jumlah 5.507.860 10.786.931
Sumber: Data primer yang diolah, 2022
Dapat dilihat pada tabel 11 untuk benih petani responden tidak pernah
membeli, karena petani selalu menggunakan benih dari hasil panen pada musim
sebelumnya yang disisakan untuk ditanam pada musim tanam berikutnya, hal ini
dilakukan karena petani sudah terbiasa menanam atau membudidayakan jenis padi
yang sama setiap musim tanam selain itu juga untuk menghemat biaya. Pada
pengunaan pupuk Urea, NPK, Herbisida, Pestisida rata-rata biaya yang
dikeluarkan pada lahan 0,5-1 ha sebesar Rp 618.900 lalu untuk luas lahan >1 ha
19

petani rata-rata mengeluarkan biaya mencapai Rp 1.855.462. Pengeluaran terbesar


petani yaitu biaya tenaga kerja sebesar Rp 4.776.000 pada luas lahan 0,5-1 ha dan
Rp 8.826.923 untuk luas lahan >1 ha. Biaya penyusutan alat dengan luas lahan
0,5-1 ha sebesar 112.960 lalu luas lahan >1 ha sebesar Rp 104.546. Sehingga rata-
rata biaya produksi usahatani padi sawah tadah hujan yang dikeluarkan petani
responden dengan luas lahan 0,5-1 ha sebesar Rp 5.507.860 sedangkan untuk
petani responden yang memiliki luas lahan >1 ha pengeluaran biaya produksinya
rata-rata sekitar Rp 10.786.931. Tentunya perbedaan biaya produksi tersebut
dikarenakan penggunaan sarana produksi antara luas lahan 0,5-1 ha lebih sedikit
jika dibandingkan dengan luas lahan > 1 ha, hal ini karena semakin besar luas
lahan yang dimiliki maka akan semakin besar pula biaya produksi yang
dikeluarkan oleh petani. Hal ini juga sejalan dengan keterangan petani responden
pada kuesioner menyatakan estimasi biaya produksi mencapai Rp 3.000.000 – Rp
10.000.000/musim tanam bahkan lebih.

V.3.2. Produksi dan Penerimaan Usahatani Padi Sawah Tadah Hujan di


Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan
Dari 33 petani responden hanya 7 petani responden yang memang ada
menjual hasil produksinya, maka diambillah ke 7 petani responden sebagai
gambaran produksi dan penerimaan. Untuk produksi, harga dan penerimaan 33
petani responden yang lebih rincinya dapat dilahat pada lampiran 6
Rata-rata harga, produksi dan penerimaan usahatani padi sawah tadah hujan
di Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan sebagai
berikut:
Tabel 11. Rata-rata Produksi, Harga dan Penerimaan Usahatani Padi Sawah
Tadah Hujan di Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan
Kabupaten Barito Selatan
No Uraian Luas lahan 0,5-1 ha Luas lahan > 1 ha
1 Produksi GKG (Kg) 1.209 2.685
2 Produksi beras (Kg) 725 1.611
3 Harga jual GKG (Rp) - 8.333
3 Harga jual beras (Rp) 12.222 11.778
4 Penerimaan (Rp) 8.066.520 15.738.910
Sumber: Data primer yang diolah, 2022
Berdasarkan tabel 12 jumlah produksi GKG dengan luas lahan 0,5-1 ha rata-
rata sebanyak 1.209 kg/musim tanam dan luas lahan >1 ha rata-rata sebanyak
20

2.685 kg/musim tanam. Untuk hasil produksi beras rata-rata petani yang memiliki
luas lahan 0,5-1 ha menghasilkan 725 kg/musim tanam lalu petani dengan luas
lahan >1 ha rata-rata memperoleh 1.611 kg/musim tanam. Rata-rata penerimaan
usahatani padi sawah tadah hujan di Desa Pararapak untuk luas lahan 0,5-1 ha
sebesar Rp 8.066.520/musim tanam dan untuk luas lahan >1 ha sebesar Rp
15.738.910/musim tanam dengan harga jual rata-rata Rp 11.778/kg untuk luas
lahan > 1 ha dan luas lahan 0,5-1 ha rata-rata Rp 12.222/kg. Dari seluruh petani
responden terdapat 1 petani yang hanya menjual GKG dengan harga Rp
80.000/belek atau Rp 7.272/ tidak terdapat alasan khusus kenapa menjual GKG
hanya saja petani memang lebih senang menjual GKG daripada beras.

V.3.3. Pendapatan Rumah Tangga Usahatani Padi Sawah Tadah Hujan di


Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan
. Untuk perhitungan yang lebih rinci dapat dilahat pada lampiran 7.
Pendapatan diperoleh dari cara total penerimaan yang diperoleh dikurangi dengan
total biaya yang dikeluarkan. Pendapatan rata-rata 7 petani responden usahatani
padi sawah tadah hujan di Desa Pararapak dapat dilahat pada tabel 12, 13 dan 14
sebagai berikut:

Tabel 12. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Petani untuk Luas Lahan
0,5-1 ha di Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten
Barito Selatan
No sampel Penerimaan Total biaya Pendapatan
1 9.599.760 5.289.000 4.310.760
2 6.799.800 5.022.786 1.777.014
3 7.800.000 5.922.643 1.877.357
Jumlah 24.199.560 16.234.429 7.965.131
Rata-rata 8.066.520 5.411.476 2.655.044
Sumber: Data primer yang diolah, 2022
Tabel 13. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Petani untuk Luas Lahan >
1 ha di Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten
Barito Selatan
No sampel Penerimaan Total biaya Pendapatan
1 13.749.450 13.446.357 303.093
2 21.000.000 12.455.500 8.544.500
3 16.206.190 12.228.357 3.977.833
4 12.000.000 11.341.214 658.786
Jumlah 62.955.640 49.471.429 13.484.211
21

Rata-rata 15.738.910 12.367.857 3.371.053


Sumber: Data primer yang diolah, 2022
Tabel 14. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Dari Usahatani Padi Sawah
Tadah Hujan di Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan
Kabupaten Barito Selatan
No Uraian Luas lahan 0,5-1 ha Luas lahan >1 ha
1 Penerimaan (Rp) 8.066.520 15.738.910
2 Total biaya (Rp) 5.411.476 12.367.857
3 Pendapatan (Rp) 2.655.044 3.371.053
Sumber: Data primer yang diolah, 2022
Pada tabel 14 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan petani responden
padi sawah tadah hujan di Desa Pararapak, untuk luas lahan 0,5-1 ha rata-rata
penerimaan luas lahan 0,5-1 ha sebesar Rp 8.066.520 dan penerimaan luas lahan
>1 ha sebesar Rp 15.738.910. Kemudian untuk pendapatan rata-rata petani dengan
luas lahan 0,5-1 ha sebesar Rp 2.655.044, sedangkan untuk luas lahan >1 ha rata-
rata sebesar Rp 3.371.053. Sesuai dengan teori dari Assis Et Al, (2014) bahwa luas
lahan merupakan satu-satunya faktor yang memiliki efek yang signifikan terhadap
pendapatan bulanan pada petani, jadi jika luas lahan meningkat maka pendapatan
petani akan meningkat maka dari perhitungan ini dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan penerimaan, biaya produksi dan pendapatan antara luas lahan 0,5-1 ha
dengan luas lahan > 1 ha dimana pendapatan luas lahan >1 ha lebih besar
dibandingkan luas lahan 0,5-1 ha.
Dapat diketahui juga dari tabel 13 dan 14 terdapat 2 petani responden
dengan luas lahan >1 ha yang pendapatannya dibawah Rp 1.000.000 maka hal ini
tentu tidak sejalan dengan teori dimana seharusnya semakin besar luas lahan maka
semakin besar pendapatannya oleh sebab itu, berdasarkan hasil observasi dan
wawancara terhadap petani, kerugian ini disebabkan oleh pola pikir petani yang
bersifat non komersil, petani masih beranggapan bahwa kegiatan usahatani padi
sawah tadah hujan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sehari-hari,
kalaupun dijual itu juga tidak banyak karena sifatnya membantu dalam artian jika
ada tetangga yang membutuhkan beras untuk keperluan acara adat, kematian,
pernikahan atau untuk keperluan sehari-hari maka akan dijual istilah membantu
ini dalam bahasa lokal disebut “lako bagi”, selain itu 26 petani responden lainya
memiliki pendapatan minus atau dengan kata lain rugi hal ini karena petani
22

memilih untuk tidak menjual hasil produksinya inilah sebabnya jika dilihat secara
hitung-hitungan biaya petani mengalami kerugian. Namun, kebanyakan petani
masih menyatakan bahwa melakukan kegiatan usahatani padi sawah tadah hujan
ini menguntungkan meski dari segi aspek pangan karena mereka tidak harus
membeli beras setiap bulannya, sehingga uang mereka bisa digunakan untuk
membeli keperluan rumah tangga yang lain.

V.3.4. Pendapatan Usahatani Off Farm dan Non Farm Petani Padi Sawah
Tadah Hujan di Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten
Barito Selatan
Berdasarkan observasi terhadap petani di Desa Pararapak Kecamatan Dusun
Selatan Kabupaten Barito Selatan umunya hanya memfokuskan aktivitasnya pada
kegiatan usahatani baik itu padi dan nanas, namun ada beberapa petani yang
mempunyai pekerjaan diluar pertanian. Meskipun begitu, pekerjaan tersebut
hanya dilakukan oleh sebagian petani, dari 33 petani responden ada 2 petani yang
melakukan pekerjaan sampingan sebagai tukang dan ada 3 petani dengan
pekerjaan sampingan sebagai pedagang. Karena penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pendapatan beserta kontribusinya terhadap rumah tangga petani, maka
perhitungan pendapatan Off farm dan Non Farm harus dimasukkan juga dalam
perhitungan pendapatan total petani tersebut. Untuk mengetahui pendapatan off
farm dan Non farm dapat dilihat pada tabel 15:
Tabel 15. Pendapatan Off Farm dan Non Farm Petani Padi Sawah Tadah
Hujan di Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten
Barito Selatan
Rata-rata
No Jenis pendapatan Pendapatan
pendapatan
1 Usahatani Nanas Parigi 96.400.000 2.921.212
2 Usahatni Karet 22.850.000 692.424
3 Luar Pertanian 8.260.000 250.303
Sumber: Data primer yang diolah, 2022
Pendapatan off farm dan non farm ini merupakan pendapatan bersih yang
diketahui melalui pendekatan pengeluaran petani dalam satu bulannya sudah
dikurangi dengan biaya pengeluaran per satu bulannya. Dari tabel 15 telah
diketahui pendapatan rata-rata usahatani Nanas Parigi sebesar Rp 2.921.212, rata-
rata pendapatan usahatani Karet sebesar Rp 692.424 dan pendapata rata-rata luar
23

pertanian (tukang, pedagang, PNS) sebesar Rp 250.303. Karena penelitian ini


dimaksudkan untuk mengetahui pendapatan petani secara keseluruhan maka
pendapatan petani tersebut dirata-ratakan dengan semua petani responden. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 9. Berbagai jenis pekerjaan ini
dilakukan petani terkait dengan upayanya untuk memaksimalkan pendapatan
rumah tangga dan juga memaksimalkan potensi kerja yang mereka miliki.

V.3.5. Kontribusi Pendapatan Usahatani Padi Sawah Tadah Hujan di Desa


Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan
Kontribusi pendapatan usahatani padi sawah tadah hujan merupakan
sumbangan yang diberikan oleh usahatani tersebut terhadap pendapatan rumah
tangga petani secara keseluruhan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 16:
Tabel 16. Kontribusi Pendapatan Usahatani Padi Sawah Tadah Hujan di
Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito
Selatan
Jumlah
No Sumber pendapatan Kontribusi (%)
pendapatan (Rp)
1 Usahatani padi sawah tadah hujan 649.980 14,40
2 Usahatani Karet 692.424 15,34
3 Usahatani Nanas Parigi 2.921.212 64,72
4 Luar Pertanian
- Tukang 166.667 3,69
- Pedagang 45.455 1,01
- PNS 38.182 0,85
Jumlah 4.513.919 100,00
Sumber: Data primer yang diolah, 2022
Dari hasil perhitungan pendapatan dan kontribusi usahatani terhadap
pendapatan rumah tangga petani di Desa Pararapak Kecamatan Dusun Selatan
Kabupaten Barito Selatan diketahui bahwa rata-rata kontribusi pendapatan
usahatani padi sawah tadah hujan terhadap pendapatan rumah tangga petani
adalah sebesar 14,40% , off farm (Karet dan Nanas Parigi) sebesar 80,06% dan
non farm sebesar 5,55% perhitungan lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 9.
Sehingga berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Patty (2010) jika
kontribusi pendapatan petani >25% terhadap pendapatan rumah tangga petani
maka dapat dikatakan kontribusi usahatani padi sawah tadah hujan terhadap
rumah tangga petani sangat rendah. Rendahnya kontribusi ini disebabkan oleh
sebagian besar petani memilih untuk tidak menjual hasil produksi usahatani padi
24

sawah tadah hujan. Di mana pola pikir petani masih bersifat non komersil dan
hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, petani tidak
memikirkan tentang kerugian usahatani bila tidak dijual akan tetapi yang
terpenting bagi petani adalah mereka tidak perlu harus membeli beras sebelum
musim tanam berikutnya. Kemudian usahatani yang dipilih untuk menunjang
kebutuhan finansial rumah tangga petani adalah usahatani Karet sebesar 15,34%
dan usahatani Nanas Parigi sebesar 64,72%.
VI. PENUTUP

VI.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Gambaran pengelolaan usahatani padi sawah tadah hujan di Desa Pararapak
Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan masih tradisional
karena hampir sebagian besar petani dalam aktivitasnya mengolah lahan
sampai dengan pasca panen masih dengan cara yang tradisional meskipun
sudah ada bantuan alsintan dari pemerintah daerah tetap saja hal itu masih
dianggap belum cukup oleh petani. Kemudian beberapa jembatan kayu
untuk akses menuju lahan sawah juga ada yang rusak hal ini tentu cukup
menyulitkan petani, lalu rusak dan tidak terpeliharanya jaringan irigasi dan
drainase membuat lahan sawah akan banjir saat curah hujan tinggi
sebaliknya jika musim kemarau tiba lahan akan mengalami kekeringan
akibatnya petani bisa mengalami gagal panen serta sulit melakukan 2 kali
musim tanam. Hal ini pula yang menyebabkan lahan sawah di Desa
Pararapak kurang cocok untuk ditanami padi varietas unggul dan petani juga
enggan menanam tanaman palawija saat musim kemarau.
2. Kegiatan usahatani padi sawah tadah hujan dengan luas lahan 0,5-1 ha
memiliki rata-rata penerimaan sebesar Rp 8.066.520/musim tanam lalu total
biaya rata-rata Rp 5.411.476/musim tanam dan pendapatan rata-rata sebesar
Rp 2.655.044/musim tanam, sedangkan untuk luas lahan > 1 ha mempunyai
penerimaan rata-rata sebesar Rp 15.738.910/musim tanam, kemudian total
biaya rata-rata sebesar Rp 12.367.857/musim tanam dan pendapatan rata-
rata sebesar Rp 3.371.053/musim tanam. Dari hasil ini bisa disimpulkan
25

bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani memiliki pengaruh terhadap
penerimaan, total biaya dan pendapatan.
3. Kontribusi pendapatan usahatani padi sawah tadah hujan terhadap
pendapatan rumah tangga pentani di Desa Pararapak masuk kedalam
kategori sangat rendah karena hanya sebesar 14,40% dari pendapatan rumah
tangga petani, off farm sebesar 80,06% terhadap pendapatan rumah tangga
dan non farm sebesar 5,55% terhadap pendapatan rumah tangga.

VI.2. Saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan maka saran yang dapat penulis
sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi petani padi sawah tadah hujan di Desa Pararapak Kecamatan Dusun
Selatan Kabupaten Barito Selatan dalam melakukan kegiatan usahatani ini
hanya bersifat non komersil saja melainkan agar melakukan usahatani padi
sawah tadah hujan yang bersifat semi komersil, karena secara perhitungan
usahatani padi sawah tadah hujan dapat dikatakan menguntungkan bagi
petani.
2. Bagi pemerintah terutama instansi terkait agar dapat memberikan gambaran
tentang usahatani bersifat semi komersil, memberikan informasi pasar,
motivasi dan semangat dalam bentuk dukungan penyuluhan ke arah sistem
pertanian yang maju serta memberikan bantuan modal, alsintan dan saprodi
yang sesuai kepada petani, kemudian juga memperhatikan sarana prasarana
seperti jaringan irigasi dan drainase agar lahan persawahan tidak mengalami
banjir saat curah hujan tinggi serta tidak mengalami kekurangan air saat
musim kemarau sehingga petani bisa melakukan 2 kali musim tanam yang
tentunya akan berdampak sangat baik untuk peningkatan produksi dan
pendapatan petani.
26

DAFTAR PUSTAKA

Ambarita Paska, Nengah Kartika. 2015. Pengaruh Luas Lahan, Pnggunaan


Pestisida, Tenaga Kerja, Pupuk Terhadap Produksi Kopi Di Kecamatan
Pekutatan Kabupaten Jembrana. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan
Universitan Udayana. 4(7). Hal:746-872.
Antara, Made & Yono Wirawan. 2013. Permintaan Buah Pisang Ambon Oleh
Rumah Tangga Di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Provinsi
Bali. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan. 6(1). Hal:16-29
Araujo, Magdalena D., and Agustinus Nubatonis. 2016. "Analisis Produksi dan
Pemasaran Usahatani Padi Sawah di Desa Tualene Kecamatan Biboki
Utara Kabupaten Timor Tengah Utara." Agrimor, vol. 1, no. 03, 27 Jul.
2016, pp. 55-56.
Asmarantaka Ratna W. 2007. Analisis Ekonomi Rumahtangga Petani Tanaman
Pangan Di Provinsi Lampung. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian,
vol. 1, No. 1
Assis, K., Nurrul Azzah, Z & Mohammad Amizi. 2014. Relationship Between
Socioeconomic Factors, Income And Productivity Of Farmers : A Case
Study On Pineapple Farmers. International Journal of Research in
Humanities, Arts and Literature. 1(2). Pp 67-78.
Banowati, Eva, 2011. Geografi Pertanian. Alumni. Semarang.
BPP Kecamatan Cidadap, 2019. Artikel. Mengenal Bermacam Sistem Pertanian
Indonesia. Dalam http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/87017/
Mengenal-Bermacam-Sistem-Pertanian-Di-Indonesia/. Diakses pada tang-
gal 17 Maret 2022.
BPS Indonesia, 2019. Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018. ISSN:
978-602-438-255-1.
Daniel, Moehar. 2001. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT Bumi Aksara.
DPP Barito Selatan, 2021. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Ladang
dan Sawah Tahun 2021. Barito Selatan.
27

Fadel Amili, Asda Rauf, Yanti Saleh, 2020. Analisis Pendapatan Usahatani Padi
Sawah (Oryza Sativa, L) Serta Kelayakannya Di Kecamatan Mootilango
Kabupaten Gorontalo. Jurnal Agrinesia Vol. 4 No. 2 Maret 2020.
Guthrie, R.L. 1985. Characterizing and classifying wetland soils in relation to
food production. Dalam: Wetland soils Characterization, classification,
and utilization. Proc. Workshop IRRI-SMSS-Bureau of Soils, Philippine
Ministry of Agriculture. hal- 11-20.
Hadisapoetra, 2003. Pembangunan Pertanian. FP UGM Press. Yogyakarta.
Hamdan, Wihardjaka, dan Achmad, 2009. Menggali Potensi Produksi Padi
Sawah Tadah Hujan. BBPADI.
Hastuti DHD dan Rahim ABD. 2008. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomik
Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hasyim, Silvira, Hasman, and Lily Fauzia, 2013. "Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Produksi Padi Sawah (Studi Kasus: Desa Medang,
Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batu Bara)." Journal of
Agriculture and Agribusiness Socioeconomics, vol. 2, no. 4, Apr. 2013.
Hatta, Heliza Rahmania, dkk, 2018. Jurnal. Sistem Pakar Pemilihan Tanaman
Pertanian untuk Lahan Kering. Mulawarman University Press. Samarinda.
Hero Saputra, 2018. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Daerah
Irigasi Tampa Kecamatan Paku Kabupatan Barito Timur. Skripsi.
Hidayatulloh, Noor Insan, Sudrajat, 2022. “Analisis Kelayakan Usahatani Padi
Sawah Tadah Hujan Di Desa Capar Kecamatan Salem Kabupaten
Brebes.” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Agroinfo Galuh, Vol 9, No 1. 2022.
Irawan, B. (2015). Dinamika produksi padi sawah dan padi gogo: Implikasinya
terhadap kebijakan peningkatan produksi padi. Badan Litbang Pertanian
http://www. litbang. pertanian. go. id/buku/swasembada.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2020. Outlook Ekonomi
Pertanian 2021: Perkuat Pembangunan Sektor Pertanian. Jakarta: Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Kementerian Pertanian, 2020. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
No. 07 Tahun 2020 Tentang Pedoman Umum Supervisi dan
Pendampingan Pelaksanaan Program dan Kegiatan Utama Kementerian
Pertanian Tahun Anggaran 2020. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2020. Statistik Pertanian 2019. Jakarta: Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian.
Kiki Resky A. 2018. Persepsi dan Literasi Petani Padi Sawah Tadah Hujan
Terhadap Adaptasi Perubahan Iklim di Kecamatan Polongbangkeng
Selatan Kabupaten Takalar. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Muhammadiyah Makassar. 2018
28

Kinanti, Y. (2021). Alih Fungsi Lahan Basah.


https://doi.org/10.31219/osf.io/sau8t
Martina, Yuristia R. 2021. Anasilis Pendapatan Dan Pengeluaran Rumah Tangga
Petani Padi Sawah Di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Utara. Jurnal
Agrica Ekstensia Vol. 15 No. 1 Tahun 2021.
Moonrman, F.R., & H.T.J Van De Wetering. 1985. Problems in characterizing
and classifying wetland soils. Dalam: Wetland soils: Characterization,
classification, and utilization. Proc. Workshop IRRI-SMSS-Bureau of
Soils, Philippine Ministry of Agriculture. hal- 53-68.
Mufti, Mufti, and Dedi Zargustin. "Penguasaan Lahan USahatani Padi Sawah
Dan Hubungannya Dengan Tingkat Pemiskinan Di Desa Padang Mutung
Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar." Jurnal Agribisnis Unilak, vol.
19, no. 1, 2017.
Mulyati, Hesti. "Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawahdi
Desa Jono Oge Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi." Agrotekbis,
vol. 2, no. 1, 2014.
Nilayanti, Putu, 2017. Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga Petani Sawah Tadah
Hujan. Skripsi. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Lampung.
Notodiprawiro, 2006. Pola Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Basah,
Rawa dan Pantai. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Patty, Z. 2010. Kontribusi komoditi kopra terhadap pendapatan rumah tangga
petani di Kabupaten Halmahera Utara. J. Agroforestri. 2 (3) : 212-220.
Prasetya, T. 2006. Penerapan Teknologi Sistem Usahatani Tanaman-Ternak
Melalui Pendekatan Organisasi Kelompok Tani (Suatu Model
Pengelolaan Lingkungn Pertanian). Dalam Prosiding Seminar
Pengelolaan Lingkungan Pertanian. Surakarta, 1 Oktober 2003,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Pratama, Putra. "Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Padi Sawah di
Desa Sidondo 1 Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi." Agrotekbis,
vol. 2, no. 1, 2014.
Reza P, 2021. Artikel. Jenis-jenis Sawah di Indonesia. Dalam
https://galeri.sariagri.id/920/jenis-jenis-sawah-di-indonesia. Diakses pada
tanggal 17 Maret 2022.
Rumintjap, Veronica, and Abdul Muis. 2014. "Analisis Produksi dan Pendapatan
Usahatani Padi Sawah di Desa Pandere Kecamatan Gumbasa Kabupaten
Sigi Provinsi Sulawesi Tengah." Agrotekbis, vol. 2, no. 3, 2014.
Rustam, Wafda. 2014. "Analisis Pendapatan dan Kelayakan USAhatani Padi
Sawah di Desa Randomayang Kecamatan Bambalamotu Kabupaten
Mamuju Utara." Agrotekbis, vol. 2, no. 6, 2014.
29

Sajogyo. 1997. Golongan Miskin Dan Partisipasi Dalam Pembangunan Desa,


dalam Prisma, 6 (3) Tahun Maret, LP3S, Jakarta.
Sekretaris Desa Pararapak. 2020. Luas Lahan Usahatani di Desa Pararapak Kab.
Barito Selatan Tahun 2020. Desa Pararapak.
Silamat, Eddy dkk. 2014. Analisis Produktivitas Usahatani Padi Sawah Dengan
Menggunakan Traktor Tangan Dan Cara Konvensional Di Kabupaten
Rejang Lebong. Agrisep 14 No. 2, 200.
Surantinojo Destreeana. 2021. Kajian Ekonomi Rumah Tangga Petani Kelapa Di
Kecamatan Kauditan Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal. Fakultas
Pertanian. Universitas Sam Ratulangi.
SK Bupati Barsel, 2018. Lokasi Pertanian Tanaman Pangan Barito Selatan
Tahun 2018. Barito Selatan.
Maluhima S, dkk. 2020. Kontribusi Usahatani Padi Sawah Terhadap Keluarga
Petani Di Desa Amongena II Kecamatan Langowan Timur Kabupaten
Minahasa. Jurnal AGRIRUD-Volume 1 Nomor 4, Januari 2020:515-523,
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/agrirud/article/download/27638/271
51.
Miranda M, Mex Sondakh, Esry Laoh. 2020. Karakteristik Petani Berlahan
Sempit Di Desa Tolok Kecamatan Tompaso. Jurnal Ilmiah Agri-
SosioEkonomi Unsrat. Jurnal Nasional Sinta 5, Vol 16, No. 1, Januari
2020: 105-114.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia, Jakarta.
_________, 1995. Analisis Usahatani, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
_________, 2002. Ilmu Usahatani, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soepomo. 1997. Metode Penelitian. Universitas Indonesia. Jakarta
Sudana, Wayan. 2007. "Keragaan dan Analisis Finansial Usahatani Padi (Kasus
Desa Primatani, Kabupaten Karawang, Jawa Barat)." Jurnal Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian, vol. 10, no. 2, Jul. 2007,
doi:10.21082/jpptp.v10n2.2007.p%p.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan ke-11. Alfabeta. Bandung.
Suryana, A. 2003. Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan
Pangan. Yogyakarta. BPFC.
Sutomo.2004. Analisa data konversi dan prediksi kebutuhan lahan. Makalah
pertemuan Round Table II. Pengendalian konversi dan pengembangan
lahan pertanian. Jakarta 14 Desember 2004. 14 halaman Makalah
pertemuan Round Table II. Pengendalian konversi dan pengembangan
lahan pertanian. Jakarta 14 Desember 2004. 14 halaman.
Umar, H. 2005. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Alfabeta. Bandung.
30

Yulianto dan Sudibyakto. 2011. Kajian Dampak Variabilitas Cuarah Hujan


Terhadap Produktivitas Padi Sawah Tadah Hujan Di Kabupaten
Magelang. Media Neliti

Anda mungkin juga menyukai