Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan pasca panen padi merupakan kegiatan sejak padi dipanen sampai
menghasilkan produk antara (intermediate product) yang siap dipasarkan. Dengan demikian,
kegiatan penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu proses
pemanenan, penumpukan dan pengumpulan, perontokan, pembersihan, pengangkutan,
pengeringan, pengemasan dan penyimpanan, serta penggilingan.
Dalam setiap tahapan kegiatan pascapanen dapat dipastikan bahwa terjadi susut atau
kehilangan. Besarnya nilai susut yang terjadi berubah-ubah menurut kebiasaan pascapanen
yang sering dilakukan petani serta kebudayaan suatu daerah tertentu. Selain kedua hal
tersebut, hal lainnya juga dapat mempengaruhi besarnya susut dalam kegiatan pascapanen.
Menurut Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2010), tingkat kehilangan
pascapanen sangat ditentukan oleh varietas padi, kondisi iklim setempat dan kondisi
pertanian di masing-masing negara. Rata-rata presentase kehilangan pascapanen padi
berkisar antara 10 – 37 %, dengan rata-rata kehilangan dinegara berkembang antara 15 – 16
% (FAO, 1997).
Studi yang dilakukan oleh International Rice Reasarch Institute (IRRI) menyebutkan
bahwa diperkirakan tingkat kehilangan pascapanen sebesar 5 – 16 % terjadi pada saat
pemanenan, perontokan dan pembersihan, sedangkan 5 – 21 % terjadi pada proses
pascapanen dari pengeringan, penyimpanan dan penggilingan. Berdasarkan patokan angka
panen ini, maka tingkat kehilangan pascapanen kita masih dimungkinkan untuk bisa
diturunkan dari angka 20,51 %.
Besarnya kehilangan pascapanen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar
petani masih menggunakan cara-cara tradisional atau meskipun sudah menggunakan
peralatan mekanis tetapi proses penanganan pascapanennya masih belum baik dan benar.
Secara umum, kehilangan hasil panen padi dipengaruhi oleh : varietas tanaman, kadar air
gabah saat panen, alat panen, cara panen, cara/alat perontokan, dan sistem pemanenan padi.
B. Tujuan

Untuk mengetahui teknik-teknik penanganan pascapanen pada padi terutama pada saat
proses pemanenan, proses perontokan dan proses pengeringan untuk mengurangi kehilangan
atau susut. Selain itu juga dapat meningkatkan mutu dari padi yang dihasilkan sehingga
mendapatkan harga jual yang tinggi.
TEKNOLOGI PASCAPANEN PADI : PANEN, PERONTOKAN DAN PENGERINGAN

A. Panen

Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu
proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapat
mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen.
Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk
yang berdampak kepada pemasaran.
Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada padi yang rontok di lahan akibat
cara panen yang tidak benar atau akibat penundaan waktu panen. Penundaan waktu panen
juga dapat menyebabkan keretakan pada biji-bijian sehingga akan mudah rusak pada proses
pengolahannya. Untuk mengatasinya maka harus dilakukan pemanenan sesuai dengan umur
panen yang tepat.
Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca panen
padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang
tinggi dan mutu gabah/beras yang rendah. Menurut Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian (2010), penentuan saat panen dapat dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan
pengamatan teoritis.

1. Pengamatan visual, dilakukan dengan cara melihat kenampakan padi pada hamparan
lahan sawah. Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi dicapai
apabila 90 sampai 95 % butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau
kuning keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah
ber-kualitas baik sehingga menghasil-kan rendemen giling yang tinggi.

2. Pengamatan teoritis, dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan mengukur
kadar air dengan moisture tester. Berdasarkan deskripsi varietas padi, umur panen
padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari setelah berbunga merata atau antara 135
sampai 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum dicapai
setelah kadar air gabah mencapai 22 – 23 % pada musim kemarau, dan antara 24 – 26
% pada musim penghujan.
Prasetyo (2001), membedakan kemasakan butir padi berdasarkan urutan sebagai
berikut:
(1) Masak susu, tingkat kemasakan ini umumnya terjadi sepuluh hari setelah padi
berbunga. Ciri-cirinya adalah: batang masih bewarna hijau, mulai sudah terkulai, ruas
batang bawah menguning, gabah bewarna kuning kehijauan dan bila gabah dipijit
akan keluar cairan yang menyerupai susu.
(2) Masak kuning, tingkat ini biasanya terjadi kurang lebih tujuh hari setelah masak susu,
ciri-cirinya ialah: seluruh bagian tanaman telah menguning, batang mengering, gabah
sudah keras dan gabah sudah sulit dipecahkan dengan kuku jari tangan kita.
(3) Masak penuh, terjadi kurang lebih tujuh hari setelah padi masak kuning. Ciri-cirinya
ialah : seluruh bagian tanaman menguning, batang mengering dan gabah mengeras.
(4) Masak mati, ciri-cirinya adalah: isi gabah keras serta kering, cabang-cabang dengan
mudah dipatahkan dan gabah sudah mulai rontok dari malainya atau batangnya.

Sekitar sepuluh hari sebelum panen, sawah harus dikeringkan agar masaknya padi
berlangsung serentak. Selain itu, keringnya sawah akan lebih memudahkan pemanenan.
Pemanenan padi harus dilakukan pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat
menyebabkan kualitas butir gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir hijau atau butir
berkapur. Bila hal ini yang terjadi, nantinya akan diperoleh beras yang mudah hancur saat
digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir
gabah yang sudah dimakan burung atau tikus.
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan alat dan
mesin panen yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan ergonomis, serta
menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam melakukan pemanenan padi
dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil yang rendah. Pada tahap
ini, kehilangan hasil dapat mencapai 9,52 % apabila pemanen padi dilakukan secara tidak
tepat. Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
(a) 90 – 95 % gabah dari malai tampak kuning.
(b) Malai berumur 30 – 35 hari setelah berbunga merata.
(c) Kadar air gabah 22 – 26 % yang diukur dengan moisture tester.

Pemanenan padi harus menggunakan alat dan mesin yang memenuhi persyaratan
teknis, kesehatan, ekonomis dan ergonomis. Alat dan mesin yang digunakan untuk memanen
padi harus sesuai dengan jenis varietas padi yang akan dipanen. Pada saat ini, alat dan mesin
untuk memanen padi telah berkembang mengikuti berkembangnya varietas baru yang
dihasilkan. Alat pemanen padi telah berkembang dari ani-ani menjadi sabit biasa kemudian
menjadi sabit bergerigi dengan bahan baja yang sangat tajam dan terakhir telah diperkenalkan
reaper, stripper dan combine harvester.

1. Cara pemanenan padi dengan menggunakan ani-ani

Ani-ani merupakan alat panen padi yang terbuat dari bambu diameter 10 – 20 mm,
panjang ± 10 cm dan pisau baja tebal 1,5 – 3 mm. Ani-ani umumnya digunakan petani
untuk memanen padi lokal yang tahan rontok dan tanaman padi berpostur tinggi dengan
cara memotong pada bagian tangkainya.

Gambar 1. Pemanenan dengan menggunakan ani-ani

2. Cara pemanenan padi dengan menggunakan sabit

Sabit merupakan alat panen manual untuk memotong padi secara cepat. Sabit terdiri 2
jenis yaitu sabit biasa dan sabit bergerigi. Sabit biasa/ bergerigi pada umumnya digunakan
untuk memotong padi varietas unggul baru yang berpostur pendek. Penggunaan sabit
bergerigi sangat dianjurkan karena dapat menekan kehilangan hasil sebesar 3 % (Damardjati
et al, 1989; Nugraha et al, 1990). Spesifikasi sabit bergerigi yaitu: gagang terbuat dari kayu
bulat diameter ± 2 cm dan panjang 15 cm dan mata pisau terbuat dari baja keras yang satu
sisinya bergerigi antara 12 – 16 gerigi sepanjang 1 inci.
Pemotongan padi dengan sabit dapat dilakukan dengan cara potong atas, potong tengah
dan potong bawah tergantung cara perontokan. Pemotongan dengan cara potong bawah
dilakukan bila perontokan dengan cara dibanting/digebot atau menggunakan pedal thresher.
Pemotongan dengan cara potong atas atau tengah dilakukan bila perontokan menggunakan
mesin perontok (power thresher).
Gambar 2. Pemanenan dengan menggunakan sabit

3. Cara pemanenan padi dengan menggunakan reaper


Reaper merupakan mesin pemanen untuk memotong padi sangat cepat. Prinsip
kerjanya mirip dengan cara kerja orang panen menggunakan sabit. Mesin ini sewaktu
bergerak maju akan menerjang dan memotong tegakan tanaman dan menjatuhkan atau me-
robohkan tanaman tersebut ke arah samping mesin reaper dan ada pula yang mengikat
tanaman yang terpotong menjadi seperti berbentuk sapu lidi ukuran besar. Penggunaan
reaper dianjurkan pada daerah-daerah yang kekurangan tenaga kerja dan dioperasikan di
lahan dengan kondisi baik (tidak tergenang, tidak berlumpur dan tidak becek). Menurut
hasil penelitian, penggunaan reaper dapat menekan kehilangan hasil sebesar 6,1 %.
Pada saat ini terdapat 3 jenis tipe mesin reaper yaitu reaper 3 row, reaper 4 row dan
reaper 5 row. Bagian komponen mesin reaper adalah sebagai berikut :
o Kerangka utama terdiri dari pegangan kemudi yang terbuat dari pipa baja dengan
diameter ± 32 mm, dilengkapi dengan tuas kopling, tuas pengatur ke-cepatan, tuas
kopling pisau pemotong yang merupakan kawat baja.
o Unit transmisi tenaga merupakan rangkaian gigi transmisi yang terbuat dari baja
keras dengan jumlah gigi dan diameter ber-macam-macam sesuai de-ngan tenaga
dan kecepatan putar yang diinginkan.
o Unit pisau pemotong ter-letak dalam rangka pisau pemotong yang terbuat dari pipa
besi, besi strip, besi lembaran yang ukurannya bermacam-macam.
o Pisau pemotong merupakan rangkaian mata pisau berbentuk segitiga yang
panjangnya 120 cm.
o Unit roda dapat diganti-ganti antara roda karet dan roda besi/keranjang.
o Motor penggerak bensin 3 HP – 2200 RPM.

4. Cara pemanenan padi dengan menggunakan reaper binder


B. Perontokkan
C. Pengeringan

Anda mungkin juga menyukai