Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI................................................................................................................................

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................
1.2 Tujuan.........................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penepungan ..............................................................................................
2.2 Metode Penepungan....................................................................................................
2.3 Proses Pembuatan Tepung Singkong..........................................................................
2.4 Proses Pembuatan Tepung Umbi Ungu.......................................................................
METODE
3.1 Alat..............................................................................................................................
3.2 Bahan...........................................................................................................................
3.3 Cara Kerja...................................................................................................................
HASIL
4.1 Tabel Hasil.................................................................................................................
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan...............................................................................................................
PERTANYAAN
6.1 Pertanyaan.................................................................................................................
PENUTUP
7.1 Kesimpulan...............................................................................................................
7.2 Saran..........................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................................................20
LAMPIRAN................................................................................................................................
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi alamnya, seperti kaya akan
potensi hutan, perkebunan, dan persawahan yang didalamnya banyak ditemukan tumbuh-
tumbuhan beserta tanaman yang dimanfaatkan hasilnya oleh masyarakat. Indonesia
memiliki jenis umbi-umbian yang tersebar di seluruh daerah di indonesia. Namun umbi
ini belum dimanfaatkan secara optimal dalam penggunaannya. Cara pengolahan yang
diterapkan untuk umbi-umbian biasanya hanya sekedar direbus, digoreng, dibakar,
bahkan ada juga yang hanya dibuang sia-sia. Dari aspek keseterdiaan umbi-umbian dapat
menjadi alternatif dalam memenuhi bahan pangan karena mengandung karbohidrat yang
tinggi.

Umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat yang mempunyai potensi untuk


dapat dikembangkan dan memiliki prospek dan peluang yang besar sebagai bahan
industri pangan. Terdapat berbagai macam umbi-umbian yang dihasilkan di Indonesia
antara lain umbi kayu, umbi jalar, kentang, talas, umbi ungu, dan lainnya. Perkembangan
pemanfaatannya dapat ditingkatkan dengan cara penerapan teknologi budidaya yang
tepat dalam upaya peningkatan produktivitas serta tersedianya jaminan pasar yang layak.
Industri yang dapat dikembangkan yaitu pengolahan produk setengah jadi seperti
pembuatan tepung (Nurul, 2016).

Teknologi penepungan merupakan salah satu proses alternatif produk setengah


jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit),
diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan
kehidupan modern yang ingin serba praktis.

Pembuatan penepungan dari umbi-umbian adalah proses pemroduksian dalam


industri pangan yang melibatkan serangkaian proses untuk menghasilkan tepung yang
berkualitas tinggi. Umbi-umbian seperti singkong, ubi jalar, dan ketela pohon merupakan
sumber yang kaya akan karbohidrat dan serat, dan menjadi makanan pokok dibeberapa
bagian masyarakat. Pembuatan penepungan dari umbi-umbian dimulai dengan pemilihan
bahan baku yang berkualitas tinggi. Umbi yang dipilih haruslah segar dan bebas dari

2
kerusakan atau tanda-tanda kerusakan yang dapat mempengaruhi kualitas tepung yang
dihasilkan.

Setelah pemilihan bahan baku, langkah selanjutnya dalam proses pembuatan


penepungan adalah tahap pembersihan. Umbi-umbian dicuci secara menyeluruh untuk
menghilangkan kotoran dan residu tanah yang melekat pada permukaannya. Proses
pembersihan ini penting untuk memastikan kebersihan dan keamanan bahan baku
sebelum dilanjutkan ke tahap berikutnya. Setelah dibersihkan, umbi-umbian kemudian
dipersiapkan untuk tahap pengupasan. Kulit umbi dipotong atau dikupas menggunakan
pisau atau alat pengupas khusus, tergantung pada jenis umbi yang diolah (Siswanto,
2019).

Penepungan merupakan bahan pangan yang awet disimpan dan bersifat fleksibel
untuk diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. Secara komersial bentuk tepung
memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan dalam sistem agroindustri
sehingga perlu diakukan inovasi dalam pembuatan tepung.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini sebagai berikut:

1. Mengetahui proses penepungan dari umbi-umbian


2. Mengetahui rendemen hasil penepungan dan ekstraksi pati umbi-umbian
3. Mengetahui mutu bahan yang dihasilkan secara organoleptik (warna, aroma, dan
tekstur).

3
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Penepungan

Pemepungan adalah proses yang melibatkan pengolahan bahan mentah menjadi


bahan setengah jadi seperti biji-bijian atau umbi-umbian menjadi bentuk serbuk yang
halus dan dapat digunakan dalam berbagai produk makanan dan non-makanan (Wang
dkk., 2013). Proses penepungan bertujuan untuk mengubah bahan menjadi tepung
dengan ukuran partikel yang kecil dan memperpanjang masa simpan bahan (Wang dkk,
2013).

Proses penepungan dapat dilakukan dengan menggunakan alat penepung seperti


mesin penggiling, secara manual dengan cara ditumbuh, atau dengan banduan mesin
blender atau gerindra, yang dapat menghasilkan tepung dengan tingkat kehalusan yang
berbeda-beda (Rahayu dkk, 2015). Selanjutnya, tepung yang dihasilkan dikeringkan
dengan menggunakan alat pengering seperti oven atau sinar matahari untuk mengurangi
kadar airnya atau ada juga yang langsung masuk dalam proses pengemasan.(Sutardi dkk,
2017).

Dalam proses pembuatan tepung dari umbi-umbian, terdapat beberapa faktor


yang mempengaruhi hasil seperti jenis umbi, ukuran pemotongan, dan kondisi
pengeringan yang dapat memengaruhi kualitas dan karakteristik produk akhir (Wang
dkk, 2013). Oleh karena itu, pengendalian dalam proses tersebut sangat penting untuk
memastikan konsistensi dan mutu tepung yang dihasilkan (Rahayu dkk, 2015). Proses ini
merupakan salah satu cara untuk memperluas pemanfaatan umbi-umbian sebagai sumber
bahan pangan konvensional (Sutardi dkk, 2017).

1.2 Metode Penepungan

Proses pembuatan tepung dari umbi-umbian melibatkan beberapa tahap, dimulai


dari pembersihan, pengupasan, pencucian, penepungan, dan pengeringan. Setelah umbi-
umbian dipilih dan dibersihkan, langkah berikutnya adalah pengupasan untuk
menghilangkan kulit luar yang tidak digunakan.. Pencucian dilakukan untuk

4
menghilangkan kotoran dan sisa-sisa tanah yang masih menempel pada umbi-umbian
yang dapat menjadikan sebagai cemaran bahan. Tahap berikutnya adalah pengeringan, di
mana tepung yang dihasilkan dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya. Pengeringan
dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti pengeringan alami menggunakan sinar
matahari atau pengeringan dengan menggunakan oven (Sutardi dkk, 2017). Setelah
melalui proses pengeringan, bahan mentah kemudian ditumbuk atau digiling menjadi
serbuk halus dalam proses penepungan. Tujuan dari penepungan adalah untuk mengubah
bahan mentah menjadi tepung dengan ukuran partikel yang seragam (Wang dkk, 2013).

Selama proses pembuatan tepung, faktor-faktor seperti suhu, kelembaban, dan


waktu pengeringan perlu diperhatikan untuk memastikan kualitas dan keamanan produk
akhir. Pengendalian dalam proses ini diperlukan untuk menghasilkan tepung yang stabil
dan berkualitas tinggi (Rahayu dkk, 2015).

1.3 Proses Pembuatan Tepung Singkong

Singkong yang biasa disebut ubi kayu atau cassava (Manihot esculenta Cranzt)
merupakan tanaman umbi yang berasal dari daerah Amerika Selatan, kemudian dibawa
ke Indonesia dan dibudidayakan sejak masa penjajahan Belanda. Singkong merupakan
umbi atau akar pohon yang berbentuk panjang, memiliki diameter fisik rata-rata 2 - 3 cm
dan panjang 50 - 80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam.

Tepung singkong atau tepung kasava merupakan bentuk olahan setengah jadi
(intermediate product) yang dapat memperpanjang daya simpan, menghemat ruang
simpan, meningkatkan nilai guna, mudah diolah dan diformulasi menjadi tepung
komposit. Pembuatan tepung singkong dapat dilakukan dengan dua cara: Cara pertama,
yaitu setelah singkong dikupas, dibersihkan untuk membersihkan tanah dan kotoran yang
menempel selanjutnya direndam dalam air selama 10 - 12 jam, dikeringkan bisa
menggunakan solar cell, oven, atau mesin pengering hingga mencapai batas kadar air
minimum yang telah ditentukan selama 3 - 4 jam atau menggunakan sinar matahari
selama 18 jam setelah sawut kering pada kadar air 10%. Sawut kering yang dihasilkan
kemudian digiling dan disaring sehingga menghasilkan tepung singkong dengan mesh
atau tingkat kehalusan yang diinginkan. Cara kedua, pembuatannya menyerupai cara
pertama, namun dengan penambahan lewat proses pemerasan untuk menghilangkan air
dan penyaringan hingga didapatkan pati. Proses sama seperti cara pertama dimulai dari
pencucian hingga perajangan singkong untuk menghasilkan sawut basah. Setelah

5
dihasilkan sawut basah, sawut tersebut diperas dan disaring untuk memisahkan air dari
ampasnya. Dalam proses pati yang mengendap ditahan untuk kemudian dicampur
kembali dengan ampas singkong yang telah terurai terlebih dahulu tersebut, kemudian
mengalami proses pengeringan seperti pada cara pertama, yaitu dengan bantuan sinar
matahari, oven, atau mesin pengering Setelah mencapai batas kadar air maksimum,
kemudian digiling dan disaring, hingga dihasilkan tepung singkong. Tepung singkong
dengan pembuatan cara 1 dan cara 2 cara pada dasarnya sama yaitu pembuatan tepung
singkong non fermentasi (Murtiningsih, 2011).

1.4 Proses Pembuatan Tepung Umbi Ungu

Umbi ungu merupakan jenis umbi-umbian yang memiliki karakteristik khusus


yaitu berwarna ungu. Umbi ungu memiliki kandungan serat pangan alami yang sangat
tinggi, prebiotik, kadar indeks glikemik yang rendah, dan oligosakarida. Kandungan
yang terdapat dalam umbi ungu tiap 100 gram seperti kalsium 30 gr, protein 1,8 gr,
lemak 0,7 gr, dan kadar vitamin serta mineral.

Pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung merupakan salah satu cara untuk
penyimpanan dan pengawetan ubi ungu. Ubi jalar ungu dalam bentuk tepung juga akan
mempermudah pemanfaatannya sebagai bahan baku industri pangan maupun non-
pangan. Tepung ubi jalar merupakan produk ubi jalar setengah jadi yang dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam industri makanan dan juga mempunyai daya simpan yang
lebih lama. Tepung ubi jalar secara tradisional dibuat dari sawut atau chip yang
dikeringkan kemudian digiling dan diayak (Nurdjanah, 2013).

Tepung ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar yang dihilangkan sebagian kadar
airnya sekitar 7%. Tepung ubi jalar ungu bentuknya seperti tepung biasa dan warnanya
ungu keputihan setelah terkena air akan berwarna ungu tua. Proses pengeringan pada
pembuatan tepung ubi jalar perlu diperhatikan, sehingga dapat dihasilkan tepung yang
berkualitas. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau
mengurangi sebagian air dari suatu bahan dengan cara diuapkan. Pada proses penguapan
dapat dilakukan dengan energi panas dan biasanya kandungan air tersebut diturunkan
sampai batas mikroba dan kegiatan enzimatis tidak dapat menyebabkan kerusakan (Aulia
dkk, 2015).

Proses pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan
penjemuran maupun dengan pengeringan buatan. Penjemuran merupakan pengeringan

6
alamiah dengan menggunakan sinar matahari langsung sebagai energi panas.
Pengeringan secara penjemuran memerlukan tempat yang luas, wadah penjemuran yang
banyak, waktu pengeringan yang sangat lama dan mutunya tergantung pada keadaan
cuaca. Proses pengeringan menggunakan alat pengering sering digunakan untuk
mengatasi kelemahan pengeringa secara tradisional menggunakan sinar matahari.
Pengering buatan ini dapat diatur tinggi rendahnya temperatur, kecepatan aliran udara
maupun kelembaban yang disesuaikan dengan sifat bahan yang dikeringkan, sehingga
tidak tergantung pada cuaca. Proses pengeringan menggunakan pengering buatan
dilakukan dalam ruangan yang tertutup, sehingga kebersihan maupun kualitasnya dapat
lebih terjamin.

Tepung ubi jalar mempunyai banyak kelebihan yaitu tahan lama, fleksibel, dan
dapat diperoleh sepanjang tahun. Ubi jalar dapat diproses menjadi tepung yang
mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan ubi segar. Kelebihan tersebut antara
lain tahan lama, sehingga tersedia sepanjang tahun, fleksibel dalam penyimpanan dan
transportasi, serta bisa diolah menjadi aneka produk makanan yang mempunyai nilai
tambah tinggi. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung biasanya dilakukan secara kering,
yaitu pengirisan ubi secara melintang dan tipis tipis, kemudian pengeringan diikuti
dengan penepungan dan pengayaan (Nurdjanah, 2013).

7
METODE

3.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum adalah sebagai berikut:

1. Blender
2. Timbangan digital
3. Saringan mesh 60, 80, 100
4. Oven

3.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum adalah umbi-umbian hasil pengeringan.

3.3 Cara Kerja

Cara kerja penepungan yaitu sebagai berikut:

Menghancurkan umbi kering hasil praktikum sebelumnya dengan cara diblender

Mengayak secara bertahap dengan saringan mesh 60, 80, dan 100

Menimbang hasil akhir penepungan

Mengamati mutu organoleptik dari masing-masing sampel

Menghitung rendemen menggunakan rumus:


berat akhir
Rendemen = x 100%
berat awal
8
HASIL

4.1 Tabel Hasil

1. Tabel hasil pengamatan mutu prganoleptik sampel umbi ungu setelah dijadikan
tepung

Jenis sampel Tektur Warna Aroma


Sampel A Halus Ungu muda Menyengat
(tanpa perlakuan)
Sampel B Halus Ungu kecokelatan Menyengat
(perlakuan blansir)
Sampel C Halus Ungu Menyengat
(perlakuan blansir+
perendaman air garam)
Sampel D Halus Putih cream Menyengat
(perlakuan
blansir+perendaman
Na-metabisulfit)

2. Tabel hasil pengamatan mutu organoleptik sampel singkong setelah dijadikan tepung

Jenis sampel Tektur Warna Aroma


Sampel A Halus Putih kekuningan Menyengat
(tanpa perlakuan)
Sampel B Halus Putih cream Menyengat
(perlakuan blansir)
Sampel C Halus Putih Menyengat
(perlakuan blansir+
perendaman air garam)

9
Sampel D Halus Putih Menyengat
(perlakuan
blansir+perendaman
Na-metabisulfit)

3. Tabel hasil perhitungan rendemen sampel umbi ungu

Jenis sampel Berat akhir Berat awal Rendemen


Sampel A 8 gram 29 gram 27,5%
(tanpa perlakuan)
Sampel B 5 gram 28 gram 18%
(perlakuan blansir)
Sampel C 9 gram 23 gram 39%
(perlakuan blansir+
perendaman air garam)
Sampel D 6 gram 20 gram 30%
(perlakuan
blansir+perendaman
Na-metabisulfit)

Perhitungan rendemen sebagai berikut:


8 gram
Rendemen sampel A = x 100%
29 gram
= 27,5%
5 gram
Rendemen sampel B = x 100%
28 gram
= 18%
9 gram
Rendemen sampel C = x 100%
23 gram
= 39%
6 gram
Rendemen sampel D = x 100%
20 gram
= 30%

4. Tabel hasil perhitungan rendemen singkong

10
Jenis sampel Berat akhir Berat awal Rendemen
Sampel A 7 gram 27 gram 25,9%
(tanpa perlakuan)
Sampel B 6 gram 28 gram 21,4%
(perlakuan blansir)
Sampel C 6 gram 36 gram 16,6%
(perlakuan blansir+
perendaman air garam)
Sampel D 5 gram 25 gram 20%
(perlakuan
blansir+perendaman
Na-metabisulfit)

Perhitungan rendemen sebagai berikut:


7 gram
Rendemen sampel A = x 100%
27 gram
= 25,9%
6 gram
Rendemen sampel B = x 100%
28 gram
= 21,4%
6 gram
Rendemen sampel C = x 100%
36 gram
= 16,6%
5 gram
Rendemen sampel D = x 100%
25 gram
= 20%

11
PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan

Pembuatan tepung adalah proses yang melibatkan pengolahan bahan mentah


seperti biji-bijian atau umbi-umbian menjadi bentuk serbuk yang halus dan dapat
digunakan dalam berbagai produk makanan dan non-makanan. Proses penepungan
bertujuan untuk mengubah umbi-umbian menjadi tepung halus untuk selanjutnya dapat
diolah menadi produk makanan lebih lanjut. Proses penepunga juga bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan produk karena mengurangi kadar air menjadi sangat
rendah (Armanzah, 2016).

Pada praktikum ini digunakan dua sampel yang berbeda yaitu umbi ungu dan
singkong yang masing-masing sudah melewati proses pengeringan. Praktikum ini
dimulai dengan menghancurkan sampel umbi yang sudah dikeringkan dengan cara
diblender. Selanjutkan dilakukan pengayakan secara bertahap yaitu dimulai pengayakan
dengan saringan mesh 60, dilanjutkan dengan saringan mesh 80, dan 100, sehingga
didapatkan hasil akhir tepung yang sangat halus.

a) Hasil pengamatan organoleptik sampel setelah dijadikan tepung


Berdasarkan hasil pengamatan mutu organoleptik pada umbi ungu sampel A
yang dijadikan sebagai kontrol didaatkan hasil tekstur tepung yang halus, berwarna
ungu muda, dan beraroma menyengat. Pada umbi ungu sampel B yang diberikan
perlakuan dengan di blancing didapatkan hasil tekstur tepung yang halus, berwarna
ungu kecokelatan, dan berbau menyengat. Pada umbi ungu sampel C yang diberikan
perlakuan blancing dan penambahan larutan garam didapatkan hasil tekstur yang
halus, berwarna ungu, dan berbau menyengat. Sedangkan pada umbi ungu sampel D
dengan perlakuan blansir dan penambahan Na-metabisulfit didapatkan hasil tekstur
umbi yang halus, berwarna putih cream, dan berbau menyengat.

12
Hasil pengamatan mutu organoleptik sampel singkong didapatkan hasil pada
perlakuan A yang dijadikan sebagai kontrol didapatkan tekstur yang halus, berwarna
putih kekuningan dan berbau menyengat. Pada sampel B dengan perlakuan blansir
didapatkan hasil tekstur yang halus, berwarna putih cream, dan beraroma menyengat.
Pada sampel C denganperlakuan blansir dan penambahan larutan garam didapatkan
hasil tekstur yang halus, berwarna putih, dan beraroma menyengat. Sedangkan pada
sampel D dengan perlakuan blansir dan penambahan Na-metabisulfit didapatkan
hasil tekstur tepung yang halus, berwarna putih dan berbau menyengat.
Hasil pengamatan mutu oraganoleptik pada parameter tekstur didapatkan
bahwa semua produk memiliki tekstur sangat halus. Hal ini dikarenakan pada saat
penyaringan, dilakukan secara bertahap yaitu dengan melakukan penyaringan pada
mesh 60, 80, 100 sehingga didapatkan hasil akhir yang sangat halus.
Hasil pengamatan mutu organoleptik pada parameter warna didapatkan bahwa
sampel memiliki warna yang berbeda-beda. Pada perlakuan kontrol, umunya sampel
berwarna kecokelatan karena terkena reaksi browning. Pada sampel dengan
perlakuan penambahan garam didapatkan hasil warna akhir yang sedikit cerah karena
penambahan garam dapat mencegah reaksi pencokelatan sehingga proses browning
dapat dicegah (Muchtadi, 2014). Sedangkan pada sampel dengan perlakuan
penambahan Na-metabisulfit didapatkan hasil warna tepung yang lebih cerah karena
dipengaruhi oleh Natrium Metabisulfit dapat menghambat proses pencokelatan dalam
bahan, sebab Natrium Metabisulfit dapat mencegah terjadinya reaksi maillard yang
dialami umbi, yakni reaksi yang terjadi antara enzim glukosidase dan asam amino
yang menyebabkan gula terdegradasi menjadi furfural (Ika Okhtora, 2018).

b) Hasil perhitungan rendemen sampel


Rendemen merupakan perbandingan berat kering ekstrak dengan jumlah
bahan baku. Rendemen memiliki kaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif yang
terdapat dalam sampel. Semakin tinggi rendemen maka semakin tinggi kandungan
zat yang ada pada suatu bahan pangan. Jadi rendemen yang dihasilkan menandakan
nilai ekstrak yang dihasilkan semakin banyak.
Hasil perhitungan rendemen pada sampel umbi ungu dengan perlakuan A
sebagai kontrol diperoleh berat akhir 8 gram dengan perbandingan berat awal 29
gram sehingga memperoleh nilai rendemen sebanyak 27,5%. Pada sampel B
diperoleh berat akhir 5 gram dengan perbandingan berat awal 20 gram sehingga
13
diperoleh nilai rendemen 18%. Pada sampel C didapatkan berat akhir 9 gram dengan
perbandingan berat awal 23 gram sehingga diperoleh hasil rendemen 39%. Pada
sampel D didapatkan berat akhir 6 gram dengan perbandingan berat awal 20 gram,
sehingga diperoleh hasil rendemen 30%.
Hasil perhitungan rendemen pada sampel singkong dengan perlakuan A
sebagai kontrol didapatkan hasil akhir 7 gram dengan perbandingan berat awal 27
gram sehingga diperoleh rendemen 25,9%. Pada sampel dengan perlakuan B
didapatkan hasil berat akhir 6 gram dengan perbandingan berat awal 28 gram,
sehingga didapatkan hasil rendemen 21,4%. Pada sampel dengan perlakuan C
didapatkan hasil berat akhir 6 gram dengan perbandingan berat awal 36 gram
sehingga diperoleh rendemen 16,6%. Sedangkan pada perlakuan D didapatkan berat
akhir 5 gram dengan perbandingan berat awal 25 gram sehingga diperoleh renemen
20%.

14
PERTANYAAN

6.1 Pertanyaan

1. Apa tujuan penepungan dan pembuatan pati pada umbi-umbian?


a. Penepungan
 Meningkatkan daya simpan, pembuatan tepung umbi-umbian, dapat
memperpanjang masa simpannya karena menurunkan kadar air dan
mengurangi risiko kerusakan oleh mikroorganisme
 Meningkatkan kelarutan, umbi-umbian yang telah ditumbuk atau digiling akan
lebih mudah larut dalam air, memudahkan proses pengolahan selanjutnya
seperti pembuatan adonan atau pasta.
 Memudahkan pencernaan, Proses penepungan merusak struktur sel dan serat,
sehingga membuat umbi-umbian lebih mudah dicerna oleh tubuh.
b. Pembuatan pati
 Menghasilkan bahan baku yang serbaguna, Pati yang dihasilkan dari umbi-
umbian memiliki beragam aplikasi dalam industri makanan dan non-makanan.
Misalnya, pati jagung digunakan dalam pembuatan makanan ringan, saus, atau
bahkan sebagai bahan dalam pembuatan plastik biodegradable.
 Meningkatkan tekstur kekntalan, Pati memberikan tekstur dan kekentalan pada
makanan, sehingga penting dalam pembuatan saus, kue, atau produk makanan
lainnya.
 Mengurangi biaya produksi, Pati sering digunakan sebagai bahan pengikat dan
pengental, mengurangi kebutuhan akan bahan-bahan lain yang lebih mahal.
2. Produk olahan apa saja yang dapat diolah dengan menggunakan tepung dan pati?
a. Produk makanan
 Roti, tepung digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan roti, baik itu
roti tawar, roti gandum, atau roti khusus lainnya.
15
 Kue, tepung digunakan dalam berbagai jenis kue, termasuk kue tart, kue bolu,
brownies, dan lainnya.
 Pasta, Tepung gandum digunakan dalam pembuatan pasta seperti spaghetti,
fusilli, atau penne.
 Kue dan biskuit, Pati dan tepung digunakan dalam pembuatan kue kering,
biskuit, dan kue klasik lainnya.
 Mie,tepung terigu digunakan dalam pembuatan mie seperti mie basah atau mie
kering.
b. Produk non makanan
 Plastik biodegradable, Pati dari umbi-umbian seperti jagung atau singkong
digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan plastik biodegradable.
 Kertas, Pati dapat digunakan sebagai bahan perekat dalam pembuatan kertas.
 Kosmetik, Pati digunakan dalam produk kosmetik seperti bedak, krim, atau
lipstik sebagai bahan pengental.
 Farmasi, Pati digunakan sebagai bahan pembantu dalam pembuatan tablet
obat.
3. Bagaimana perbedaan sensoris dari produk tepung dan pati yang dihasilkan?
a. Tekstur
 Tepung memiliki tekstur yang lebih kasar dan butiran yang terlihat. Ketika
diaduk dengan air, tepung cenderung membentuk suspensi yang kental
 Pati memiliki tekstur yang lebih halus dan serbuknya cenderung lebih lembut.
Ketika dicampur dengan air, pati akan membentuk larutan yang lebih jernih
dan kental
b. Rasa
 Rasa tepung bisa bervariasi tergantung pada jenis tepung dan proses
pengolahannya. Misalnya, tepung terigu memiliki rasa yang netral, sementara
tepung jagung atau tepung singkong mungkin memiliki rasa yang lebih khas.
 Pati cenderung memiliki rasa yang lebih netral daripada tepung. Namun, jika
tidak diolah dengan baik, pati dapat memiliki rasa yang lebih pahit atau
berbeda tergantung pada sumber umbi-umbiannya.
c. Aroma
 Aroma tepung biasanya cukup netral, terutama jika belum dipanggang atau
dimasak. Namun, jika sudah terpanggang atau dimasak, aroma dari tepung

16
akan menjadi lebih kuat dan beragam tergantung pada proses pembuatan dan
bahan tambahan yang digunakan
 Aroma pati cenderung lebih lemah dan netral dibandingkan dengan tepung. Ini
membuatnya cocok sebagai bahan pengental atau pengikat tanpa mengubah
aroma produk akhir secara signifikan.
d. Warna
 Warna tepung bisa bervariasi tergantung pada jenisnya. Tepung terigu
umumnya berwarna putih hingga kuning pucat, sementara tepung jagung atau
tepung gandum memiliki warna yang lebih kuning atau cokelat.
 Pati cenderung memiliki warna yang lebih terang dan lebih putih daripada
tepung, terutama jika diproses dengan baik.
4. Bagaimana karakteristik produk (tepung dan pati) yang dihasilkan?
Produk yang dihasilkan memiliki karakteristik tekstur yang sangat halus, memiliki
warna yang berbeda-beda tergantung pada hasil pengeringan, dan berbau ubi hasil
pemanggangan.

17
PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Pembuatan tepung adalah proses yang melibatkan pengolahan bahan mentah


seperti biji-bijian atau umbi-umbian menjadi bentuk serbuk yang halus dan dapat
digunakan dalam berbagai produk makanan dan non-makanan. Proses penepungan
bertujuan untuk mengubah umbi-umbian menjadi tepung halus untuk selanjutnya dapat
diolah menadi produk makanan lebih lanjut. Proses penepunga juga bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan produk karena mengurangi kadar air menjadi sangat
rendah.

Hasil analisis organoleptik pada parameter tekstur didapatkan bahwa seluruh


sampel bertekstur sangat halus dengan penyaringan akhir mesh 100. Pada parameter
warna didapatkan hasil akhir yang berbeda-beda tergantung dengan perlakuan pada
setiap sampel. Sedangkan pada parameter aroma didapatkan hasil bahwa seluruh sampel
berbau menyengat. Hasil perhitungan rendemen didapatkan bahwa perlakuan berbeda
akan mempengaruhi hasil rendemen. Pada sampel umbi didapatkan hasil rendemen
tertinggi pada perlakuan C yaitu sebanyak 39%. Sedangkan pada sampel singkong
didapatkan hasil tertinggi pada perlakuan A sebanyak 25,9%. Semakin tinggi nilai
rendemen maka semakin banyak ekstrak yang dihasilkan selama diberikan perlakuan.

7.2 Saran

Sebaiknyaperlu didakukan perbaikan fasilitas laboratorium dalam pemenuhan alat-alat


laboratorium agar ketika praktikum berlangsung tidak terjadi kendala yang menghambat
proses praktikum. Selain itu, pemenuhan alat laboratorium juga dibutuhkan agar
praktikum berjalan dengan maksimal desuai dengan estimasi waktu yang ditentukan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Armanzah, R. S dan T. Y. Hendrwati. (2016). Pengaruh Waktu Maserasi Zat Antosianin


sebagai Pewarna Alami dari Ubi Jalar Ungu (Ipomea babatas L). Seminar Nasional
Sains dan Teknologi. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah. Jakarta. 1–10 hal.

Aulia, R. E. dan W. Rukmi P. 2015. Karakterisasi Sifat Fisiokimia Tepung Ubi Jalar Orange
Hasil Modifikasi Kimia dengan STTP. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 5 (2) : 476-
482.

Muchtadi R.T.F., Ayustaningworo. (2014). Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta.


Bandung.

Murtiningsih dan Suyanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya . Agromedia
Pustaka. Jakarta. 32 hal.

Nurdjanah, S, dan N. Yuliana. 2013. Produksi Tepung Ubi unguTermodifikasi Secara Fisik
menggunakan Rotary Drum Dryer. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun
Pertama. Dikti. Universitas Lampung. Lampung

Nurul Ayu. (2016). Pembuatan Tepung Umbi Jalar Ungu Sebagai Upaya Diversifikasi
Pangan. Jurnal Teknolgi Pangan. Vol 2(1).

Okhtora Angelia Ikha, Hasan Aziz. (2018). Pengaruh Variasi Lama Perendaman dan
Konsentrasi Natrium Metabisulfit dalam Pembuatan Tepung Ubi Jalar, Ubi Singkong,
dan Ubi Jagung. Jurnal Teknologi Pangan. Hlm 149-154.

19
Rahayu, W.P, Rasyidi, dan Budiman. (2015). Pengaruh Penambahan Karbon Aktif dari
Tongkol Jagung Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tepung Ubi Jalar. Jurnal Teknik
Kimia. USU. Vol 4(2): 49-54.

Siswanto, B. (2019). Pengolahan Umbi-Umbian. Yogyakarta: Deepublish.

Wang, Yang, Yuwu. (2017). Physicochemical Properties Of Sweet Potato Staters Obtained by
Different Processing Methods. International Journal of Food Science and Tecnology.
Vol 48(4): 740-747.

LAMPIRAN

Gambar penghalusan Gambar penyaringan Gambar sisa penyaringan


sampel C

Gambar sisa penyaringan Gambar sisa penyaringan Gambar sisa penyaringan


sampel B sampel D
sampel B

20
Gambar sisa penyaringan Gambar sisa penyaringan Gambar sisa penyaringan
sampel A sampel A
sampel D (umbi)

21

Anda mungkin juga menyukai