PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................
1.2 Tujuan.........................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penepungan ..............................................................................................
2.2 Metode Penepungan....................................................................................................
2.3 Proses Pembuatan Tepung Singkong..........................................................................
2.4 Proses Pembuatan Tepung Umbi Ungu.......................................................................
METODE
3.1 Alat..............................................................................................................................
3.2 Bahan...........................................................................................................................
3.3 Cara Kerja...................................................................................................................
HASIL
4.1 Tabel Hasil.................................................................................................................
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan...............................................................................................................
PERTANYAAN
6.1 Pertanyaan.................................................................................................................
PENUTUP
7.1 Kesimpulan...............................................................................................................
7.2 Saran..........................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA .............................................................................................................20
LAMPIRAN................................................................................................................................
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi alamnya, seperti kaya akan
potensi hutan, perkebunan, dan persawahan yang didalamnya banyak ditemukan tumbuh-
tumbuhan beserta tanaman yang dimanfaatkan hasilnya oleh masyarakat. Indonesia
memiliki jenis umbi-umbian yang tersebar di seluruh daerah di indonesia. Namun umbi
ini belum dimanfaatkan secara optimal dalam penggunaannya. Cara pengolahan yang
diterapkan untuk umbi-umbian biasanya hanya sekedar direbus, digoreng, dibakar,
bahkan ada juga yang hanya dibuang sia-sia. Dari aspek keseterdiaan umbi-umbian dapat
menjadi alternatif dalam memenuhi bahan pangan karena mengandung karbohidrat yang
tinggi.
2
kerusakan atau tanda-tanda kerusakan yang dapat mempengaruhi kualitas tepung yang
dihasilkan.
Penepungan merupakan bahan pangan yang awet disimpan dan bersifat fleksibel
untuk diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. Secara komersial bentuk tepung
memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan dalam sistem agroindustri
sehingga perlu diakukan inovasi dalam pembuatan tepung.
1.2 Tujuan
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
menghilangkan kotoran dan sisa-sisa tanah yang masih menempel pada umbi-umbian
yang dapat menjadikan sebagai cemaran bahan. Tahap berikutnya adalah pengeringan, di
mana tepung yang dihasilkan dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya. Pengeringan
dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti pengeringan alami menggunakan sinar
matahari atau pengeringan dengan menggunakan oven (Sutardi dkk, 2017). Setelah
melalui proses pengeringan, bahan mentah kemudian ditumbuk atau digiling menjadi
serbuk halus dalam proses penepungan. Tujuan dari penepungan adalah untuk mengubah
bahan mentah menjadi tepung dengan ukuran partikel yang seragam (Wang dkk, 2013).
Singkong yang biasa disebut ubi kayu atau cassava (Manihot esculenta Cranzt)
merupakan tanaman umbi yang berasal dari daerah Amerika Selatan, kemudian dibawa
ke Indonesia dan dibudidayakan sejak masa penjajahan Belanda. Singkong merupakan
umbi atau akar pohon yang berbentuk panjang, memiliki diameter fisik rata-rata 2 - 3 cm
dan panjang 50 - 80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam.
Tepung singkong atau tepung kasava merupakan bentuk olahan setengah jadi
(intermediate product) yang dapat memperpanjang daya simpan, menghemat ruang
simpan, meningkatkan nilai guna, mudah diolah dan diformulasi menjadi tepung
komposit. Pembuatan tepung singkong dapat dilakukan dengan dua cara: Cara pertama,
yaitu setelah singkong dikupas, dibersihkan untuk membersihkan tanah dan kotoran yang
menempel selanjutnya direndam dalam air selama 10 - 12 jam, dikeringkan bisa
menggunakan solar cell, oven, atau mesin pengering hingga mencapai batas kadar air
minimum yang telah ditentukan selama 3 - 4 jam atau menggunakan sinar matahari
selama 18 jam setelah sawut kering pada kadar air 10%. Sawut kering yang dihasilkan
kemudian digiling dan disaring sehingga menghasilkan tepung singkong dengan mesh
atau tingkat kehalusan yang diinginkan. Cara kedua, pembuatannya menyerupai cara
pertama, namun dengan penambahan lewat proses pemerasan untuk menghilangkan air
dan penyaringan hingga didapatkan pati. Proses sama seperti cara pertama dimulai dari
pencucian hingga perajangan singkong untuk menghasilkan sawut basah. Setelah
5
dihasilkan sawut basah, sawut tersebut diperas dan disaring untuk memisahkan air dari
ampasnya. Dalam proses pati yang mengendap ditahan untuk kemudian dicampur
kembali dengan ampas singkong yang telah terurai terlebih dahulu tersebut, kemudian
mengalami proses pengeringan seperti pada cara pertama, yaitu dengan bantuan sinar
matahari, oven, atau mesin pengering Setelah mencapai batas kadar air maksimum,
kemudian digiling dan disaring, hingga dihasilkan tepung singkong. Tepung singkong
dengan pembuatan cara 1 dan cara 2 cara pada dasarnya sama yaitu pembuatan tepung
singkong non fermentasi (Murtiningsih, 2011).
Pengolahan ubi jalar ungu menjadi tepung merupakan salah satu cara untuk
penyimpanan dan pengawetan ubi ungu. Ubi jalar ungu dalam bentuk tepung juga akan
mempermudah pemanfaatannya sebagai bahan baku industri pangan maupun non-
pangan. Tepung ubi jalar merupakan produk ubi jalar setengah jadi yang dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam industri makanan dan juga mempunyai daya simpan yang
lebih lama. Tepung ubi jalar secara tradisional dibuat dari sawut atau chip yang
dikeringkan kemudian digiling dan diayak (Nurdjanah, 2013).
Tepung ubi jalar merupakan hancuran ubi jalar yang dihilangkan sebagian kadar
airnya sekitar 7%. Tepung ubi jalar ungu bentuknya seperti tepung biasa dan warnanya
ungu keputihan setelah terkena air akan berwarna ungu tua. Proses pengeringan pada
pembuatan tepung ubi jalar perlu diperhatikan, sehingga dapat dihasilkan tepung yang
berkualitas. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mengeluarkan atau
mengurangi sebagian air dari suatu bahan dengan cara diuapkan. Pada proses penguapan
dapat dilakukan dengan energi panas dan biasanya kandungan air tersebut diturunkan
sampai batas mikroba dan kegiatan enzimatis tidak dapat menyebabkan kerusakan (Aulia
dkk, 2015).
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan
penjemuran maupun dengan pengeringan buatan. Penjemuran merupakan pengeringan
6
alamiah dengan menggunakan sinar matahari langsung sebagai energi panas.
Pengeringan secara penjemuran memerlukan tempat yang luas, wadah penjemuran yang
banyak, waktu pengeringan yang sangat lama dan mutunya tergantung pada keadaan
cuaca. Proses pengeringan menggunakan alat pengering sering digunakan untuk
mengatasi kelemahan pengeringa secara tradisional menggunakan sinar matahari.
Pengering buatan ini dapat diatur tinggi rendahnya temperatur, kecepatan aliran udara
maupun kelembaban yang disesuaikan dengan sifat bahan yang dikeringkan, sehingga
tidak tergantung pada cuaca. Proses pengeringan menggunakan pengering buatan
dilakukan dalam ruangan yang tertutup, sehingga kebersihan maupun kualitasnya dapat
lebih terjamin.
Tepung ubi jalar mempunyai banyak kelebihan yaitu tahan lama, fleksibel, dan
dapat diperoleh sepanjang tahun. Ubi jalar dapat diproses menjadi tepung yang
mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan ubi segar. Kelebihan tersebut antara
lain tahan lama, sehingga tersedia sepanjang tahun, fleksibel dalam penyimpanan dan
transportasi, serta bisa diolah menjadi aneka produk makanan yang mempunyai nilai
tambah tinggi. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung biasanya dilakukan secara kering,
yaitu pengirisan ubi secara melintang dan tipis tipis, kemudian pengeringan diikuti
dengan penepungan dan pengayaan (Nurdjanah, 2013).
7
METODE
3.1 Alat
1. Blender
2. Timbangan digital
3. Saringan mesh 60, 80, 100
4. Oven
3.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum adalah umbi-umbian hasil pengeringan.
Mengayak secara bertahap dengan saringan mesh 60, 80, dan 100
1. Tabel hasil pengamatan mutu prganoleptik sampel umbi ungu setelah dijadikan
tepung
2. Tabel hasil pengamatan mutu organoleptik sampel singkong setelah dijadikan tepung
9
Sampel D Halus Putih Menyengat
(perlakuan
blansir+perendaman
Na-metabisulfit)
10
Jenis sampel Berat akhir Berat awal Rendemen
Sampel A 7 gram 27 gram 25,9%
(tanpa perlakuan)
Sampel B 6 gram 28 gram 21,4%
(perlakuan blansir)
Sampel C 6 gram 36 gram 16,6%
(perlakuan blansir+
perendaman air garam)
Sampel D 5 gram 25 gram 20%
(perlakuan
blansir+perendaman
Na-metabisulfit)
11
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Pada praktikum ini digunakan dua sampel yang berbeda yaitu umbi ungu dan
singkong yang masing-masing sudah melewati proses pengeringan. Praktikum ini
dimulai dengan menghancurkan sampel umbi yang sudah dikeringkan dengan cara
diblender. Selanjutkan dilakukan pengayakan secara bertahap yaitu dimulai pengayakan
dengan saringan mesh 60, dilanjutkan dengan saringan mesh 80, dan 100, sehingga
didapatkan hasil akhir tepung yang sangat halus.
12
Hasil pengamatan mutu organoleptik sampel singkong didapatkan hasil pada
perlakuan A yang dijadikan sebagai kontrol didapatkan tekstur yang halus, berwarna
putih kekuningan dan berbau menyengat. Pada sampel B dengan perlakuan blansir
didapatkan hasil tekstur yang halus, berwarna putih cream, dan beraroma menyengat.
Pada sampel C denganperlakuan blansir dan penambahan larutan garam didapatkan
hasil tekstur yang halus, berwarna putih, dan beraroma menyengat. Sedangkan pada
sampel D dengan perlakuan blansir dan penambahan Na-metabisulfit didapatkan
hasil tekstur tepung yang halus, berwarna putih dan berbau menyengat.
Hasil pengamatan mutu oraganoleptik pada parameter tekstur didapatkan
bahwa semua produk memiliki tekstur sangat halus. Hal ini dikarenakan pada saat
penyaringan, dilakukan secara bertahap yaitu dengan melakukan penyaringan pada
mesh 60, 80, 100 sehingga didapatkan hasil akhir yang sangat halus.
Hasil pengamatan mutu organoleptik pada parameter warna didapatkan bahwa
sampel memiliki warna yang berbeda-beda. Pada perlakuan kontrol, umunya sampel
berwarna kecokelatan karena terkena reaksi browning. Pada sampel dengan
perlakuan penambahan garam didapatkan hasil warna akhir yang sedikit cerah karena
penambahan garam dapat mencegah reaksi pencokelatan sehingga proses browning
dapat dicegah (Muchtadi, 2014). Sedangkan pada sampel dengan perlakuan
penambahan Na-metabisulfit didapatkan hasil warna tepung yang lebih cerah karena
dipengaruhi oleh Natrium Metabisulfit dapat menghambat proses pencokelatan dalam
bahan, sebab Natrium Metabisulfit dapat mencegah terjadinya reaksi maillard yang
dialami umbi, yakni reaksi yang terjadi antara enzim glukosidase dan asam amino
yang menyebabkan gula terdegradasi menjadi furfural (Ika Okhtora, 2018).
14
PERTANYAAN
6.1 Pertanyaan
16
akan menjadi lebih kuat dan beragam tergantung pada proses pembuatan dan
bahan tambahan yang digunakan
Aroma pati cenderung lebih lemah dan netral dibandingkan dengan tepung. Ini
membuatnya cocok sebagai bahan pengental atau pengikat tanpa mengubah
aroma produk akhir secara signifikan.
d. Warna
Warna tepung bisa bervariasi tergantung pada jenisnya. Tepung terigu
umumnya berwarna putih hingga kuning pucat, sementara tepung jagung atau
tepung gandum memiliki warna yang lebih kuning atau cokelat.
Pati cenderung memiliki warna yang lebih terang dan lebih putih daripada
tepung, terutama jika diproses dengan baik.
4. Bagaimana karakteristik produk (tepung dan pati) yang dihasilkan?
Produk yang dihasilkan memiliki karakteristik tekstur yang sangat halus, memiliki
warna yang berbeda-beda tergantung pada hasil pengeringan, dan berbau ubi hasil
pemanggangan.
17
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, R. E. dan W. Rukmi P. 2015. Karakterisasi Sifat Fisiokimia Tepung Ubi Jalar Orange
Hasil Modifikasi Kimia dengan STTP. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 5 (2) : 476-
482.
Murtiningsih dan Suyanti. 2011. Membuat Tepung Umbi dan Variasi Olahannya . Agromedia
Pustaka. Jakarta. 32 hal.
Nurdjanah, S, dan N. Yuliana. 2013. Produksi Tepung Ubi unguTermodifikasi Secara Fisik
menggunakan Rotary Drum Dryer. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun
Pertama. Dikti. Universitas Lampung. Lampung
Nurul Ayu. (2016). Pembuatan Tepung Umbi Jalar Ungu Sebagai Upaya Diversifikasi
Pangan. Jurnal Teknolgi Pangan. Vol 2(1).
Okhtora Angelia Ikha, Hasan Aziz. (2018). Pengaruh Variasi Lama Perendaman dan
Konsentrasi Natrium Metabisulfit dalam Pembuatan Tepung Ubi Jalar, Ubi Singkong,
dan Ubi Jagung. Jurnal Teknologi Pangan. Hlm 149-154.
19
Rahayu, W.P, Rasyidi, dan Budiman. (2015). Pengaruh Penambahan Karbon Aktif dari
Tongkol Jagung Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tepung Ubi Jalar. Jurnal Teknik
Kimia. USU. Vol 4(2): 49-54.
Wang, Yang, Yuwu. (2017). Physicochemical Properties Of Sweet Potato Staters Obtained by
Different Processing Methods. International Journal of Food Science and Tecnology.
Vol 48(4): 740-747.
LAMPIRAN
20
Gambar sisa penyaringan Gambar sisa penyaringan Gambar sisa penyaringan
sampel A sampel A
sampel D (umbi)
21